RPM Konten, banyak Bermasalah



dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: /PER/M/KOMINFO/2/ TAHUN 2010 TENTANG KONTEN MULTIMEDIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

15 Februari apa isi rpm konten

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAKSANAAN UJI KONSEKUENSI INFORMASI PUBLIK Nomor: SOP /HM 04/HHK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indo

Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

PEDOMAN UJI KONSEKUENSI INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

SINERGI KAWAL INFORMASI UNTUK MENANGKAL BERITA HOAX

N. Tri Suswanto Saptadi. Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar. 4/7/2014 nts/epk/ti-uajm 2

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Neg

Berikut adalah beberapa contoh data yang disimpan oleh TRAVIAN GAMES:

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN TENTANG

3. HAK BADAN PUBLIK 1. Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 2.

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Pedoman Pengecualian Informasi Berdasarkan UU No.14 Tahun 2008

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT DINAS KESEHATAN. Jln. Perintis Kemerdekaan No.65 A, Telp (0751) Padang http :/

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 7

Kebijakan Privasi. Cakupan. Jenis Data dan Metode Pengumpulan

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Kebijakan Privasi (Privacy Policy)

- 1 - PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGKLASIFIKASIAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERTANYAAN YANG SERING DIAJUKAN TENTANG RUANG LINGKUP TUGAS ID-SIRTII

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional

(USULAN) Tata Cara Kerja 1. Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif 2

Pengaturan OpenDNS. OpenDNS untuk meningkatkan waktu respon Web navigasi

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN SITUS INTERNET BERMUATAN NEGATIF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Internet Sehat dan Aman (INSAN)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMNAS HAM. Informasi. Publik. Pelayanan.

No Bahwa secara umum ruang lingkup dalam pengaturan Pengklasifikasian Informasi Publik yaitu mengenai: 1. ketentuan umum; 2. asas dan tujuan

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Syarat dan Ketentuan Layanan Loketraja.com. (Terms and Conditions)

DRAFT KEBIJAKAN PENANGANAN KELUHAN

Buku Saku Hak Atas Informasi. Pendahuluan

Kebijakan Penggunaan Layanan Hosting dan Blog

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

KODE PRAKTEK PANDI-DNP/ Versi 1.0. Dikeluarkan tanggal 1 Maret Pengelola Nama Domain Internet Indonesia

Aturan ini dapat mengalami revisi apabila dalam pelaksanaannya atau dalam pengembangan sistem terdapat perubahan.

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 21/P/SK/HT/2009 TENTANG LAYANAN , HOSTING, DAN IDENTITAS TUNGGAL UNIVERSITAS (ITU)

PERNYATAAN PRIVASI INREACH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum

II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI

Ketentuan Penggunaan. Pendahuluan

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK [LN 2008/58, TLN 4843]

SYARAT DAN KETENTUAN ESTA KAPITAL FINTEK

Hendry Ch Bangun Wakil Pemimpin Redaksi Warta Kota 21 November 2011

MAKALAH UU ITE DI REPUBLIK INDONESIA

SYARAT DAN KETENTUAN

Seminar Nasional IT Ethics, Regulation & Cyber Law III

Penapisan dan pemblokiran konten internet, bolehkah? Oleh: Wahyudi Djafar Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)

SYARAT DAN KETENTUAN UMUM

Syarat Dan Ketentuan

1. Para Penyedia Layanan Aplikasi Dan/Atau Konten Melalui Internet (Over

Perihal : Tanggapan Dan Masukan Terhadap Rancangan Peraturan Menteri mengenai Kegiatan Amatir Radio dan Komunikasi Radio Antar Penduduk

Kebijakan Privasi Kami

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

KETENTUAN-KETENTUAN PELAKSANAAN SINARMAS SEKURITAS ONLINE TRADING ( SIMAS.NET )

SYARAT DAN KETENTUAN LAYANAN MEGA INTERNET

PRINSIP PRIVASI UNILEVER

DEFINISI PENDAFTARAN

MELINDUNGI PENGGUNA INTERNET DENGAN UU ITE

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

2. Bagaimana Kami Menggunakan Informasi Anda

kami. Apabila pekerjaan cetak tidak bersponsor, maka anda harus membayar biaya cetak langsung ke toko percetakan. KETENTUAN PENGGUNAAN

Syarat dan Ketentuan. Mohon Diperhatikan. Ketentuan Penggunaan Situs Web

Makalah Kejahatan E-Commerce "Kasus Penipuan Online" Nama : Indra Gunawan BAB I PENDAHULUAN

PUSAT TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (PUSTEKKOM KEMENDIKBUD)

PT Santara Daya Inspiratama, selanjutnya akan disebut sebagai Perusahaan. Klien yang

SYARAT-SYARAT LAYANAN

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN SITUS INTERNET BERMUATAN NEGATIF

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG - UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

SYARAT DAN KETENTUAN. Syarat dan Ketentuan ini mengikat Anda dan Prodia.

Pedoman Penerapan Pengecualian Informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Lamlam menyediakan produk membuat Web dengan mesin Web Builder dimana akan diberikan layanan :

KETENTUAN DAN PERSYARATAN BLACKBERRY ID

RUANG LINGKUP INFORMASI PUBLIK DI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NO INFORMASI PUBLIK JENIS INFORMASI

PIAGAM KOMITE AUDIT. 1. Anggota Komite Audit diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris.

KEBIJAKAN PRIVASI KEBIJAKAN PRIVASI

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

Cyber Ethics. Ade Sarah H., M.Kom

PANDUAN PENGISIAN INFORMASI PUBLIK. No. JENIS INFORMASI KETERSEDIAAN. Informasi tentang profil Badan Publik

Transkripsi:

RPM Konten, banyak Bermasalah Kementrian Komunikasi dan Informatika dalam beberapa tahun terakhir telah menyiapkan rancangan Peraturan Menteri mengenai Konten Multimedia. Aturan ini mengatur jenis jenis data yang dilarang untuk didistribusikan, ditransmisikan, dan dibuat oleh pengguna layanan informasi elektronik. Berikut ini beberapa pandangan terhadap RPM Konten Multimedia tersebut: A. Pembedaan kelas PENYELENGGARA Pada RPM, tidak dibedakan kelas kelas penyelenggara. Penyelenggara hanyalah didefinisikan sebagai penyelenggara jasa Telekomunikasi yang menawarkan layanan berbasis Teknologi Informasi, meliputi jasa akses Internet, penyelenggara jasa interkoneksi Internet, penyelenggara jasa Internet teleponi untuk keperluan publik, penyelenggara jasa sistem komunikasi data, atau penyelenggara jasa Multimedia lain yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang undangan. Dalam pelaksanaannya di lapangan, bisa kita klasifikasikan beberapa macam penyelenggara : 1. Penyelenggara Jaringan 2. Penyelenggara Konten (dalam negeri) 3. Penyelenggara Konten (luar negeri) 4. Pengguna (sebagai pembuat konten) 5. Pengguna (sebagai penerima konten) Secara teknis, penyelenggara jaringan tidak memantau konten internet yang disalurkan ke pengguna. Penyelenggara jaringan adalah penyedia layanan berbasis IP Address (pada OSI layer, berada pada layer 3), di mana konten merupakan layer layer di atasnya. Sebagai contoh pada permintaan Kominfo untuk melakukan blog pada salah satu sub domain blogspot beberapa waktu yang lalu, yang akan dilakukan oleh ISP adalah memblok IP Address situs tersebut, yang kemudian berakibat dibloknya seluruh akses ke blogspot. Penyelenggara jaringan hanya menyalurkan konten yang ada, tanpa tahu apa isi konten tersebut. Ibaratnya DLLAJ tidak bertanggung jawab apabila apa mobil yang membawa narkoba melintas di jalan. Selama mobil tersebut mematuhi rambu lalu lintas, tentu tidak akan dipermasalahkan. Demikian juga konten, selama tidak ada anomali jaringan yang disebabkan oleh konten, misalnya DDOS, Flood, dll, tentu Penyelenggara Jaringan tidak akan memblok konten tersebut. Tanggung jawab terhadap konten sebenarnya lebih pada penyelenggara konten, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri. Tanggung jawab ini pun masih perlu dikaji lebih jauh, mengingat sifat interaktif situs yang mulai marak di internet. Konten yang pada pada sebuah situs, bukan lagi hanya konten yang ditampilkan sepihak oleh penyelenggara konten, tetapi juga konten yang dibuat dengan bebas oleh pengguna.

Pada era situs internet web 2.0, pengguna bukan hanya pembaca, tetapi juga pembuat konten. Sisi interaktif ini yang menyebabkan meningkatnya pengguna internet. Facebook, Twitter, adalah salah satu contoh betapa pengguna internet sangat memetik manfaat dan mendukung sisi interaktif web 2.0 ini. Penyelenggara konten yang berbasis di luar negeri juga tidak bisa dilepaskan dalam pembahasan RPM ini. Saat ini sebagian besar konten internet masih dihost oleh penyelenggara konten di luar negeri. Pemerintah harus sadar, bahwa ada term and agreement di setiap penyelenggara tersebut. Ada mekanisme pelaporan dan penghapusan konten yang melanggar aturan. Jika memang pemerintah menganggap ada konten yang membahayakan, melanggar aturan, seharusnya pemerintah bisa melakukan permintaan penghapusan kepada penyelenggara konten tersebut. Dengan tidak adanya perbedaan kelas penyelenggara dalam RPM ini, tugas dan tanggung jawab tiap kelas penyelenggara menjadi rancu. Penyelenggara jaringan, yang tidak memantau isi konten, tentu tidak dapat dimintai pertanggungjawaban untuk isi konten. RPM ini seharusnya bisa memperjelas aturan di UU ITE, bahwa penyelenggara jaringan hanya dapat bertanggung jawab, jika konten yang melanggar tersebut, di host di jaringan miliknya. Ini pun, tanggung jawab bersifat menerima aduan, bukan pengecekan secara aktif. Penyelenggara konten lokal juga harus bertanggung jawab atas konten yang dibuat. Untuk konten yang bersifat dinamis, yang dibuat secara interaktif oleh pengguna, penyelenggara konten tanggung jawabnya juga bersifat menerima aduan dan menindaklanjuti aduan. Suatu konten dibuat oleh pengguna, tentu pengguna harus bertanggung jawab atas konten yang dibuatnya. Tentu harus diterapkan aturan dan tanggung jawab yang berbeda, untuk pengguna yang membuat konten, dan pengguna yang hanya membaca/menerima konten. Jika kita sepakat, bahwa definisi Penyelenggara harus kita perlebar, selanjutnya akan muncul kerancuan, misalnya pada Bab III pasal 9, ayat 1 butir b, yang berbunyi keharusan bagi Pengguna untuk memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai identitas dan kontaknya saat mendaftar. Saat seorang pengguna mendaftarkan diri ke layanan di internet, tentu sulit untuk memastikan apakah pengguna menggunakan data yang benar atau tidak. Juga, saat ini banyak muncul layanan internet yang gratis dan bebas, sehingga hampir tidak mungkin untuk memastikan pengguna memberikan data yang benar. Tentu kita belum lupa masalah pengumpulan data pengguna telpon selular pra bayar, yang sempat diluncurkan beberapa tahun yang lalu, dan saat ini hanya merupakan aturan tumpul tak bertaring. B. Internet bukanlah Penyiaran Jika kita membaca isi RPM ini secara keseluruhan, semangat dari RPM ini terlihat jelas meniru semangan Komisi Penyiaran dalam melakukan pembatasan siaran televisi. Ada hakekat besar yang harus disadari, bahwa internet tidak sama

dengan penyiaran. Penyelenggara jaringan internet, tidak bisa disamakan kedudukan dan fungsinya dengan penyelenggara penyiaran. Di penyiaran, semua konten yang disiarkan ke penonton, adalah konten yang telah dipilih dan diperiksa oleh redaksi penyiaran. Kalau tidak diijinkan untuk disiarkan, tentu tidak mungkin akan tersiar dan sampai ke penonton. Berbeda dengan internet. Penyelenggara jaringan hanya menguhubungkan jaringan lokal milik pengguna dengan jaringan internet secara luas, dan secara otomatis semua jenis konten akan sampai ke pengguna. Dengan demikian, tentu penyelenggara jaringan tidak bisa dimintai pertanggung jawabannya atas semua konten yang tersalurkan ke pengguna. Hal ini tidak terakomodasi dalam RPM Konten ini, di mana pada pasal 9 ayat 2, di mana RPM melarang penyelenggara untuk melepaskan tanggung jawab ini. Bagaimanapun juga, tanggung jawab atas konten yang disiarkan seharusnya ada pada pihak pengirim, dan tanggung jawab atas konten yang diterima, ada pada pihak penerima, bukan penyelenggara jaringan. Jangan sampai RPM ini bersikap Kill the Messenger, atur penyelenggara jaringannya, karena pemerintah tidak bisa mengatur penyelenggara konten di dalam negeri, apalagi yang di luar negeri. Nuansa penyiaran juga muncul cukup kental pada beberapa pasal yang berisi larangan jenis konten. Misalnya pada RPM pasal 7 butir a muatan privasi, antara lain Konten mengenai isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang, riwayat dan kondisi anggota keluarga, riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang, kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang, hasil hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang, dan/atau catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal. Jelas jelas RPM ini menganggap bahwa internet sama sifatnya dengan penyiaran. Harus dipahami bahwa internet bukan hanya layanan situs yang dibaca secara umum. Pengiriman file point to point, email, forum diskusi tertutup, aplikasi perbankan, dan masih banyak lagi aplikasi khusus lainnya, juga merupakan aplikasi yang berjalan dan merupakan konten internet. Pasal ini jelas jelas membuat tidak mungkin terselenggara internet banking, pengiriman email berkonten khusus, aplikasi sistem keuangan tertutup, sistem jaringan data pendidikan. C. Pembedaan Kelas Konten Secara teknis, jika akan melakukan memblokiran suatu konten di internet, perlu ditentukan juga bagaimana kita akan melakukan memblokiran tadi. Ada beberapa level objek : 1. IP Address 2. Domain 3. Halaman situs tertentu

4. Objek situs tertentu (bisa tulisan, gambar, atau objek lainnya) 5. Kata tertentu yang tertulis di situs Di RPM konten, karena yang disebut penyelenggara hanyalah penyelanggara jaringan, maka yang bisa dilakukan secara umum adalah pemblokiran berdasar IP Address. Seperti telah disebutkan sebelumnya, pola kerja penyelenggara jaringan adalah berdasar IP Address, tanpa melihat konten. Harus disadari, bahwa pemblokiran berdasarkan IP Address ini bisa berdampak cukup luas. Bisa terjadi situs lain yang kebetulan menggunakan IP Address yang sama bisa ikut terblok. Pada saat akan memutuskan untuk melakukan blok IP Address tertentu, pemerintah harus siap menanggung konsekwensi ini. Pemblokan untuk level domain, seperti dengan menggunakan DNS Nawala adalah cara yang mudah dilakukan di level Warnet, Kantor, Rumah, jaringan kecil, atau bahkan di komputer. Cara ini tidak baik jika digunakan di level penyelenggara jaringan karena berpotensi adanya DNS posioning. D. Batasan Konten Pada RPM Bab II pasal 3 sampai 7, disebutkan bahwa RPM ini melarang adanya konten yang bersifat pornografi atau melanggar kesusilaan, perjudian, pelecehan fisik dan intelektual, berita bohong, SARA, pengancaman, muatan privasi, dan konten yang melanggar HAKI. Yang menjadi masalah adalah untuk beberapa jenis sifat tersebut, pemerintah masih belum berhasil untuk memberikan definisinya secara jelas dan pasti. Ambil contoh pornografi. Apa batasan konten yang disebut pornografi? Tentu saja jelas apabila kita mengambil contoh wanita dengan baju serba tertutup, dan dibandingkan dengan wanita tanpa busana dengan pose ala penthouse. Tetapi, di mana garis batasnya? UU Pornografi pun tidak bisa memberikan batasan yang jelas mengenai hal ini. Yang sangat disayangkan adalah RPM ini kemudian mengamplifikasi aturan larangan tersebut, tanpa juga memperjelas batasan batasannya. Hal ini akan menambah masalah karena batasan konten yang dilarang dan yang tidak pun tidak pernah jelas, dan sangat berpotensi dijadikan senjata yang lentur oleh oknum penegak hukum. RPM ini juga mengatur pembentukan Tim Konten Multimedia, yang mempunyai wewenang untuk menentukan mana konten yang boleh dan mana yang tidak. Sekali lagi, tanpa ada batasan yang jelas, tim ini akan menjadi dewa yang memiliki hak istimewa untuk mewakili standart moral banyak orang. Di negara yang demokratis, harus disadari bahwa standart moral setiap orang bisa berbeda, yang diakibatkan oleh agama dan kultur yang berbeda pula, dan hal ini dilindungi oleh undang undang. Kembali ke masalah RPM, usulannya adalah meniadakan pasal larangan ini, karena hal ini harusnya menjadi porsi Peraturan Pemerintah sebagai penjelas UU ITE dan UU Pornografi, bukan di level Peraturan Menteri.

E. Pemantauan, Pemeriksaan = Penyadapan? Ada hak istimewa yang diberikan oleh RPM ini kepada penyelanggara, seperti tertulis pada Bab III pasal 8, Penyelenggara wajib memantau seluruh Konten dalam layanannya yang dimuat, ditransmisikan, diumumkan, dan/atau disimpan oleh Pengguna yang diteruskan dengan butir b pada pasal yang sama melakukan pemeriksaan mengenai kepatuhan Pengguna terhadap aturan penggunaan layanan Penyelenggara. Bayangkan, penyelenggara wajib memeriksa satu demi satu konten yang menuju ke pengguna, dan juga konten yang berasal dari pengguna. Hal ini termasuk website apa saja yang dilihat oleh pengguna, email apa saja yang diterima dan dikirimkan oleh pengguna. Secara teknis, tentu saja hal ini hampir mustahil bisa dijalankan. Tetapi, relakah kita melepaskan hak privasi kita sebagai pengguna, mengingat bahwa konten yang kita baca dan kita kirimkan, seharusnya adalah rahasia yang tidak boleh dipantau oleh penyelenggara? Melihat definisi konten multimedia yang juga mencakup Konten yang dimuat, didistribusikan, ditransmisikan, dibuat dapat diakses dan/atau disimpan melalui atau dalam Perangkat Multimedia, bisa kita artikan juga panggilan telp berbasis IP juga menjadi objek yang harus diperiksa oleh penyelenggara. Pemantauan dan pemeriksaan ini bertentangan dengan UU Telekomunikasi no 36/1999, pasal 40 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Hal ini diperkuat juga oleh UU ITE no 11/2008 pasal 31 ayat 1 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain. Secara teknis hal ini sangat jelas : jika harus memantau dan memeriksa, tentu penyelenggara harus melakukan penyadapan. Padahal penyadapan ini dilarang UU Telekomunikasi dan UU ITE. Di sisi lain, teknologi enkripsi yang banyak digunakan pada situs situs komersial juga membuat pemantauan konten menjadi sulit dilakukan. Dibutuhkan resources yang sangat besar kalau mau melakukan pemeriksaan untuk paket data yang terenkripsi. Berarti, kewajiban pemantauan dan pemeriksaan yang dibebankan ke penyelenggara ini tidak akan bisa dilakukan oleh penyelenggara sebagaimana mestinya. F. Internet bukan Hanya Browsing Internet bukan sekadar browsing! Banyak aplikasi yang berjalan di atas internet. Bahkan aplikasi telepon yang tadinya analog, hampir semuanya dikonversi berbasis IP. Juga banyak aplikasi komersial lainnya, seperti perbankan, tiket pesawat, bursa saham, dll.

Aplikasi aplikasi ini membutuhkan delay jaringan yang sangat singkat. Pewajiban pemeriksaan akan membebani mesin mesin jaringan, dan tentu akan berakibat menurunnya kualitas jaringan. Belum lagi resiko salah blok. Bisa jadi aplikasi bisnis yang tidak melanggar, menjadi terblok. Siapa yang mau menanggung resiko kerugian salah blok seperti ini? G. Keinginan Mendapatkan Layanan Internet Terfilter Tentu saja, penyelenggara jaringan harus juga bisa memahami kalau ada pengguna internet yang menginginkan layanan terfilter. Sistem untuk melakukan filtering konten di kantor kantor, sekolah, atau di rumah tidaklah sulit. Di jaringan internasional, ada sistem OpenDNS yang memungkinkan kita memfilter konten tidak pantas. Asosiasi Warnet Indonesia (AWARI) sendiri memiliki DNS Nawala, yang juga bisa melakukan hal serupa. Kalau pun pengguna masih merasa sulit, penyelenggara jaringan diharapkan bisa membantu untuk menginstall sistem filter tersebut. Beberapa operator selular yang menjual layanan data ada yang memiliki layanan khusus yang konten di dalamnya sudah secara otomatis terfilter. Pihak penyelenggara sebaiknya bisa memberikan tawaran, apakah pengguna internet mau berlangganan layanan yang bebas, atau yang terfilter. Tentu saja dengan catatan, bahwa layanan terfilter ini dilakukan dengan sistem best effort, di mana penyelenggara hanya memanfaatkan salah satu sistem filtering yang ada, dan tidak bertanggung jawab kalau masih ada satu dua konten yang tersalurkan. H. Delegasi Wewenang Yang menjadi pertanyaan dasar seputar RPM konten Multimedia ini adalah, aturan mana yang memberikan wewenang ke Kementrian Kominfo untuk melakukan pembatasan konten internet? UU Telekomunikasi pasal 6 secara tegas menyatakan bahwa Menteri bertindak sebagai penanggung jawab administrasi telekomunikasi Indonesia. Harus dipertanyakan juga pendelegasian oleh RPM ini ke Tim Konten Multimedia. Tidak ada aturan yang mengatur pendelegasian ini. Bagaimana tim ini akan bekerja? Bagaimana proses rekruitmen orang yang duduk di tim ini? Dan masih banyak pertanyaan pertanyaan lain baik secara legal maupun secara teknis, untuk dapat menentukan kelayakan tim ini sebagai penentu konten mana yang boleh dan mana yang tidak. Yang lebih fatal, RPM ini juga mendelegasikan tugas pemantauan dan pemeriksaan ke penyelenggara (lihat butir E di atas, soal penyadapan yang juga dilarang UU Telekomunikasi dan UU ITE). Kesimpulan Jelas, bahwa harus dilakukan revisi besar besaran terhadap RPM, disamping perlu dipertanyakan apakah kita memang membutuhkan RPM ini, mengingat

bahwa RPM ini dirancang tahun 2006, di mana kondisi internet saat ini sudah jauh berbeda. Internet Sehat yang kita inginkan bersama, tidak perlu dicapai dengan cara cara yang represif. Kita harus percaya bahwa sosialisasi yang mengena adalah cara yang paling ampuh untuk mendewasakan masyarakat kita dalam berinternet. Hak hak pribadi untuk memilih konten apa yang ingin dilihat juga harus dihormati, sebagai salah satu hak asasi untuk memperoleh pengetahuan secara terbuka. Masih banyak lubang lubang yang mungkin timbul sebagai implikasi rancangan ini. Kementrian Kominfo harus berbesar hati untuk mengolah kembali dan melakukan revisi atas rancangan ini. Atau malah bila perlu dibatalkan. Valens Riyadi Ketua APJII Bid. NIR