SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat OLEH : NELLY NOVITHALINA GARI NIM.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009

LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MELAKUKAN WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan

: INDAH DOANITA HASIBUAN NIM.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA PETUGAS MALARIA PUSKESMAS DI DAERAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS MALARIA KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

Pengertian. Tujuan. b. Persiapan pasien - c. Pelaksanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

SISKA DEVI BANGUN NIM.

BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

ABSTRAK. Sri Ariany P, 2009, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II: J. Teguh Widjaja, dr., Sp.P., FCCP

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah ditetapkan sebelumnya (Srimindarti, 2006). dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel

BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

ANALISIS PERAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) TERHADAP KESEMBUHAN TUBERCULOSIS PARU DI PUSKESMAS MEDAN AREA SELATAN KECAMATAN MEDAN AREA TAHUN 2014 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

/Pusk- Bal/TB/VIII/2015. Tanggal Terbit

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

OLEH : RUMITA ENA SARI

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seorang

UNIVERSITAS INDONESIA

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM TB PARU. Tuberkulosis adalah penyaki tmenular langsung yang disebabkan oleh kuman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang dapat mengenai paru-paru

Indonesia dalam rangka percepatan Millenium Development Goals (MDGs) mentargetkan penemuan kasus baru TB BTA positif atau Case Detection Rate (CDR)

PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM IMELDA PEKERJA INDONESIA MEDAN TAHUN 2010 SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kuman TBC (Microbecterium Tuberkalosis). Sebagian besar kuman TBC

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SORIK KECAMATAN BATANG ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PETUGAS TB PARU PUSKESMAS DALAM PENEMUAN PENDERITA TB PARU PADA PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT (P2P) TB PARU DI KOTA MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat OLEH : NELLY NOVITHALINA GARI NIM. 061000288 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi Dengan Judul : PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PETUGAS TB PARU PUSKESMAS DALAM PENEMUAN PENDERITA TB PARU PADA PROGRAM P2 TB PARU DI KOTA MEDAN TAHUN 2009 Yang dipersiapkan dan diseminarkan oleh : NELLY NOVITHALINA GARI NIM. 061000288 Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan dihadapan peserta seminar Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Oleh : Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II dr. Heldy BZ, MPH dr. Fauzi, SKM NIP. 131124052 NIP. 140052649

A B S T R A C T TB Lungs was still being the problem of health in the world especially in the developing country. Was based on the report on the eradication program of originating infection diseases from the Health Service of Medan City of province North Sumatra (2009), the Discovery of the patient TB lungs in 2007 did not yet reach the target that is 26,2%, During 2008 the netting sample TB lungs totaling 32,5%. Now the netting target sample that was appointed in the program of TB lungs in 2007 to be 60% and in 2008 was as many as 70%. This research kind was explanatory research, that aimed at knowing the influence of the work motivation on the level of the achievement of the official TB lungs the community health centre in the Discovery of the sufferer TB lungs in the program of P2 TB lungs in Medan City in 2009. The population was all the official TB lungs the community health centre in Medan City that is 34 people with the total sample sampling that is 34 people. Results of the analysis of the regression test multiple showed that is gotten by the influence that was significant between the condition for the work and the supervision towards the achievement of the official TB the Community Health Centre lungs where (p = < 0,05), and the equality of Y = - 0,372 of + 0,047 X4 + 0,022 X6. whereas responsibility, the achievement, the incentive, and the acknowledgment were not received by the influence on the achievement of the official TB the Community Health Centre lungs (p = > 0,05). Suggested to the Health Service of Medan City in the matter concerning the distribution of the health power and the procurement of means and equipment apparently paid attention on the requirement for this Community Health Centre, and to the head of the Community Health Centre apparently did not give the double position to his subordinate to avoid the occurrence of the decline in the achievement to his subordinate by increasing the supervision so as the official TB lungs became more responsible still on his work and more increased the quality and quantity of his achievement. The key word : The work motivation, The achievement of the discovery of the sufferer TB lungs the official TB lungs.

A B S T R A K TB Paru masih merupakan masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang. Berdasarkan Laporan Program Pemberantasan Penyakit Menular bersumber dari Dinas Kesehatan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara (2009), Penemuan pasien TB Paru tahun 2007 belum mencapai target yaitu 26,2%. Pada tahun 2008 penjaringan suspek TB Paru sebanyak 32,5%. Sementara target penjaringan suspek yang ditetapkan pada program TB Paru tahun 2007 adalah 60% dan tahun 2008 adalah sebanyak 70%. Jenis penelitian ini adalah explanatory research, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap tingkat kinerja petugas TB Paru Puskesmas dalam Penemuan penderita TB Paru pada program P2 TB Paru di Kota Medan Tahun 2009. Populasi adalah seluruh petugas TB Paru Puskesmas Di Kota Medan yaitu 34 orang dengan sampel total sampling yaitu 34 orang. Hasil analisa uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara kondisi kerja dan supervisi terhadap kinerja petugas TB Paru Puskesmas dimana ( p = < 0,05), dengan persamaan Y = -0,372 +0,047X4 + 0,022X6. Sedangkan tanggung jawab, prestasi, insentif, dan pengakuan tidak terdapat pengaruh terhadap kinerja petugas TB Paru Puskesmas (P = > 0,05). Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dalam hal mengenai pembagian tenaga kesehatan dan pengadaan sarana dan peralatan kiranya memperhatikan kebutuhan Puskesmas tersebut, dan kepada kepala Puskesmas kiranya tidak memberikan jabatan rangkap kepada bawahannya untuk menghindari terjadinya penurunan kinerja pada bawahannya dengan meningkatkan supervisi sehingga petugas TB Paru menjadi lebih bertanggung jawab lagi atas pekerjaannya dan lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas kinerjanya. Kata Kunci : Motivasi Kerja, Kinerja penemuan penderita TB Paru petugas TB Paru

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Nelly Novithalina Gari Tempat/Tgl lahir : Medan/ 15 Nopember 1984 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Kristen Katolik Alamat : Jl. Bt. Kuis Psr.8 Gg. Proyo No.135 a Tg.Morawa RIWAYAT PENDIDIKAN 1990 1996 : SD Negeri I Tg. Morawa 1996 1999 : SLTP St. Antonius Medan 1999 2002 : SMA NEGERI I TG. Morawa 2002 2005 : Akademi Kebidanan Imelda Medan 2006 Sekarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara RIWAYAT PEKERJAAN 2005 2006 : Bidan RSU Imelda Medan 2006 2008 : Staf Pengajar Akbid Imelda Medan 2008 Sekarang : Honorer RSU Sultan Sulaiman Serdang Bedagai

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas Dalam Penemuan Penderita TB Paru Pada Program Pemberantasan Penyakit TB Paru Di Kota Medan Tahun 2009. Penulisan skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Ibu dr. Ria Masniari, Msi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing Akademik. 2. Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, Msi, selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM USU dan dosen penguji II yang banyak memberikan nasihat dan sumbangan pemikiran kepada penulis. 3. Bapak dr. Heldy BZ, MPH, sebagai dosen pembimbing skripsi I yang banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada penulis 4. Bapak dr. Fauzi, SKM, sebagai dosen pembimbing skripsi II yang banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada penulis. 5. Ibu Siti Khadijah Nst, SKM, MKes sebagai dosen penguji III yang banyak memberikan nasihat dan sumbangan pemikiran kepada penulis.

6. Bapak dr. H. Edwin Effendi, MSc selaku Ka. Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Puskesmas lingkungan Kota Medan. 7. Ibu Sondang, SPsi, selaku ketua program TB Paru Puskesmas Kota Medan yang banyak memberikan nasihat dan bantuannya dalam pelaksanaan penelitian di Puskesmas lingkungan Kota Medan 8. Seluruh Bapak/Ibu dan staf FKM USU, khususnya di AKK 9. Teman- teman stambuk 2006 dan peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang banyak memberikan masukan kepada penulis (Cepi, Bu wiwik, Fitri, Ade, Bang Telpa, Kak Rika) serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Secara khusu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang tercinta Ayahanda AT.Gari, Ibunda R. Br. Hombing, Abang dan Adik-adikku serta Kristian Sitompul,SH yang telah memberikan motivasi dan doa buat saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya dan bagi siapa yang membacanya, Terima kasih. Medan, Juni 2009 Penulis Nelly Novithalina Gari

DAFTAR ISI Halaman Halaman Persetujuan... Abstrak... Abstract... Riwayat Hidup Penulis... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... i ii iii iv v vii ix x BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 7 1.3. Tujuan Penelitian... 7 1.4. Manfaat Penelitian... 7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 9 2.1. Kinerja... 9 2.1.1. Pengertian Kinerja... 9 2.1.2. Faktor Yang Berkaitan dengan Kinerja... 10 2.2. Uraian Tugas Petugas TB Paru... 12 2.3. Motivasi Kerja... 14 2.3.1. Pengertian Motivasi Kerja... 14 2.3.2. Teori-teori Motivasi... 15 2.4. Defenisi TB Paru dan Cara Penularan... 19 2.4.1. Penemuan Penderita TB Paru... 20 2.4.2. Sistem Pencatatan dan Pelaporan... 22 2.5. Kerangka Konsep... 23 2.6. Hipotesis Penelitian... 24 BAB III. METODE PENELITIAN... 25 3.1. Jenis Penelitian... 25 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 25 3.3. Populasi dan Sampel... 27 3.4. Teknik Pengumpulan Data... 27 3.5. Defenisi Operasional... 27 3.5.1. Variabel Bebas... 28 3.5.2. Variabel Terikat... 29 3.6. Aspek Pengukuran... 29 3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas... 29 3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat... 30

3.7. Teknik Analisa Data... 31 BAB IV. HASIL PENELITIAN... 32 4.1. Gambaran Umum Kota Medan... 32 4.1.1. Data Geografis... 32 4.1.2. Data Demografis... 32 4.1.3. Fasilitas Kesehatan... 33 4.1.3.1. Jumlah tenaga kesehatan... 33 4.2. Karakteristik Responden... 34 4.3. Deskripsi Motivasi Kerja Petugas TB Paru Puskesmas... 35 4.4. Deskripsi Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas... 37 4.5. Analisa Statistik... 37 BAB V. PEMBAHASAN... 40 5.1. Pengaruh Tanggung jawab terhadap kinerja petugas TB Paru 41 5.2. Pengaruh Prestasi terhadap kinerja petugas TB Paru... 42 5.3. Pengaruh Insentif terhadap kinerja petugas TB Paru... 43 5.4. Pengaruh Kondisi Kerja terhadap kinerja petugas TB Paru.. 43 5.5. Pengaruh Pengakuan terhadap kinerja petugas TB Paru... 44 5.6. Pengaruh Supervisi terhadap kinerja petugas TB Paru... 45 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 47 6.1. Kesimpulan... 47 6.2. Saran... 48 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1. Jumlah Penjaringan Suspek TB Paru Per Wilayah UPK Di Kota Medan Tahun 2007-2008... 4 Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas... 30 Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat... 31 Tabel 4.1. Distribusi Fasilitas Kesehatan Di Kota Medan Tahun 2009... 33 Tabel 4.2. Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan Di Kota Medan Tahun 2009... 33 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden Petugas TB Paru Puskesmas Di Kota Medan Tahun 2009... 35 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Kerja... 36 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas Di Kota Medan Tahun 2009... 37 Tabel 4.6. Analisa Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas Dalam Penemuan Penderita TB Paru Pada P2P TB Paru Di Kota Medan Tahun 2009... 38 Tabel 4.7. Koefisien Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas Dalam Penemuan Penderita TB Paru Pada P2P TB Paru Di Kota Medan Tahun 2009... 39

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Kerangka Konsep... 23

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari Pembangunan Nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh (Depkes RI, 2002). Program Pemberantasan Penyakit Menular mempunyai peranan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan penerapan teknologi kesehatan secara tepat oleh petugas-petugas kesehatan yang didukung peran serta aktif masyarakat (Depkes RI, 2002). Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO = World Health Organization) melaksanakan suatu evaluasi bersama (WHO-Indonesia Joint Evaluation) yang menghasilkan rekomendasi perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi penanggulangan TB Paru di Indonesia yang kemudian disebut Strategi DOTS yang menandai era baru pemberantasan TB Paru di Indonesia (Dirjen P2M & PLP, 1997). Menurut laporan dari WHO (2006), bahwa ada 9,2 juta kasus baru TB secara global, diperkirakan 1,7 juta orang meninggal termasuk yang memperoleh infeksi HIV. Di Indonesia penyakit TB Paru merupakan salah satu masalah kesehatan utama karena merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia,dan merupakan penyakit nomor satu terbesar dalam penyakit infeksi. Menurut survei yang

dilakukan WHO tahun 1999 diperkirakan bahwa besarnya penderita TB Paru di Indonesia sebanyak 583.000 kasus baru dengan kematian sekitar 140.000 penduduk (Depkes RI, 2002). Penyakit TB Paru telah diupayakan pemberantasannya puluhan tahun yang lalu, dimulai sejak diadakan simposium pemberantasan TB Paru di Ciloto pada tahun 1969, tetapi sampai sekarang perkembangannya belum begitu baik (Depkes RI, 2002). Untuk menanggulangi masalah TB Paru, sejak tahun 1994 program pemberantasan TB Paru di Indonesia telah mengadopsi strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) yang dianjurkan oleh WHO. Strategi ini telah terbukti cukup efektif dalam penyembuhan penderita TB Paru di beberapa negara berkembang lainnya, termasuk Indonesia. Meski demikian angka penjaringan suspek terhadap penderita TB khususnya TB Paru masih perlu ditingkatkan terutama di wilayah endemik. Untuk itu perlu peran aktif dengan semangat kemitraan dari semua pihak yang terkait sehingga penanggulangan penyakit TB Paru dapat lebih ditingkatkan sesuai dengan tujuan yang telah dicanangkan oleh Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (Gerdunas TB) sebagai dasar kebijakan sejak 24 Maret 1999 (Depkes RI, 2002). Pada era desentralisasi, daerah Kabupaten/Kota mendapatkan otonomi seluasluasnya dalam mengelola program kesehatan, sehingga Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memiliki peranan yang sangat menentukan keberhasilan suatu program. Dalam program penanggulangan TB Paru, penjaringan suspek TB Paru merupakan bagian terdepan dalam pelaksanaan program, karena Puskesmas

merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan dasar di Masyarakat. Dalam pelaksanaan pelayanannya di harapkan banyak suspek TB dapat terjaring dari berbagai kegiatannya. Semakin tinggi angka penjaringan suspek diharapkan semakin banyak pula penderita BTA positif yang dapat ditemukan. Dalam pengukuran keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Indikator yang dipakai untuk penjaringan suspek dalam program penanggulangan TB paru adalah 16 per 1000 penduduk (Depkes RI, 2002). Berdasarkan hasil penelitian Ratu (2006), Ditemukan masih rendahnya tingkat penjaringan suspek TB Paru oleh petugas kesehatan di Puskesmas Hutarakyat yang merupakan salah satu Unit pelaksana yang ditetapkan sebagai PRM yaitu hanya menjaring sebanyak 33% atau 381 jiwa dari estimasi suspek yang harus terjaring sebanyak 1121 jiwa dari seluruh jumlah penduduk di wilayah kerja PRM Hutarakyat yaitu 70.111 jiwa. Sementara target penjaringan suspek yang ditetapkan pada program TB Paru adalah sebanyak 100%. Berdasarkan Laporan Program Pemberantasan Penyakit Menular bersumber dari Dinas Kesehatan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara (2009), Penemuan pasien TB Paru tahun 2007 belum mencapai target yang ditetapkan dari indikator yang dipakai untuk penjaringan suspek dalam program penanggulangan TB Paru yaitu dari 1.986.195 jiwa jumlah penduduk hanya terjaring suspek TB Paru sebanyak 14% atau 2.590 jiwa dari target yang harus terjaring yaitu 19.067 jiwa dari seluruh jumlah penduduk di Kota Medan. Pada tahun 2008 penjaringan suspek TB Paru juga tidak mencapai target yang ditetapkan yaitu dari 1.986.195 jiwa jumlah penduduk hanya terjaring suspek TB Paru sebanyak 46% atau 10.334 jiwa dari target yang harus

terjaring yaitu 22.245 jiwa dari seluruh jumlah penduduk di Kota Medan. Sementara target penjaringan suspek yang ditetapkan pada program TB Paru per wilayah UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) di Kota Medan tahun 2007 adalah 60% dan tahun 2008 adalah sebanyak 70%. Hal ini menunjukkan dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami peningkatan target penjaringan suspek TB Paru, namun target penjaringan suspek TB Paru tidak tercapai pada sebagian besar UPK di Kota Medan. Untuk lebih jelasnya penjaringan suspek TB Paru per UPK di Kota Medan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.1. dibawah ini. No. Tabel 1.1. Nama UPK Jumlah Penjaringan Suspek TB Paru Per Wilayah UPK Di Kota Medan Tahun 2007-2008. Tahun 2007 Tahun 2008 JP Suspk 16/ ) Target (60%X suspk) TJR % JP Susp (16/ ) Target (70%X suspk) TJR % 40.917 655 393 379 96 40.917 655 459 526 115 1. Pasar merah 2. Sukaramai 38.408 615 369 107 29 38.408 615 431 106 25 3. Kota 57.725 924 554 177 32 57.725 924 647 144 22 Matsum 4. Medan area 36.031 576 346 85 25 36.031 576 403 82 20 selatan 5. Bromo 29.021 464 278 77 28 29.021 464 325 78 24 6. Teladan 37.810 605 363 1013 279 37.810 605 424 871 205 7. Simpang 24.009 384 230 246 107 24.009 384 269 229 85 Limun 8. Amplas 96.446 1543 926 338 37 96.446 1543 1080 391 36 9. Desa Binjai 36.370 582 349 240 69 36.370 582 407 250 61 10 Sentosa 96.860 1549 929 289 31 96.860 1549 1084 366 34 baru 11 Sering 54.721 875 525 301 57 54.721 875 612 142 23

Sambungan Tabel 1.1. 12. Tegal sari 41.818 669 401 67 17 41.818 669 468 64 14 13. Mandala 76.398 1222 733 179 24 76.398 1222 855 623 73 14. Denai 25.241 404 242 144 60 25.241 404 283 144 51 15. Darussalam 24.046 385 231 150 65 24.046 385 270 172 64 16. Petisah 32.633 522 313 80 26 32.633 522 365 111 30 17. Sei agul 50.126 802 481 249 52 50.126 802 561 223 40 18. Ratang 20.425 327 196 187 95 20.425 327 229 161 70 19. Padsng bulan 47.444 759 455 145 32 47.444 759 531 211 39 20. Pb.selayang 61.429 983 590 54 9 61.429 983 688 241 35 21. Simalingkar 37.072 593 356 76 21 37.072 593 415 56 14 22. Tuntungan 18.962 303 182 54 29 18.962 303 212 79 37 23. Polonia 44.795 717 430 42 9 44.795 717 502 72 14 24. Medan johor 65.985 1056 634 292 46 65.985 1056 739 316 43 25. Kampung 52.747 844 506 111 22 52.747 844 591 507 86 baru 26. Kedai durian 41.097 658 395 225 57 41.097 658 461 255 55 27. Pekan 26.325 421 253 161 63 26.325 421 295 121 41 labuhan 28. Medan 22.678 363 218 75 34 22.678 363 254 68 27 labuhan 29. Terjun 101.069 1617 970 122 13 101.069 1617 1132 102 9 30. Medan deli 96.852 1550 930 525 56 96.852 1550 1085 946 87 31. Titipapan 22.027 352 211 146 69 22.027 352 246 168 68 32. Martubung 32.188 515 309 337 109 32.188 515 361 379 104 33. Sunggal 62.991 1008 605 313 52 62.991 1008 706 290 41 34. Desa lalang 34.083 545 327 56 17 34.083 545 382 81 21 35. Helvetia 140.808 2253 1352 470 35 140.808 2253 1577 581 37 36. Glugur darat 100.572 1609 965 168 17 100.572 1609 1126 238 21 37. Pulo brayan 31.315 501 301 12 `4 31.315 501 351 98 28 38. Glugur kota 22.202 355 213 37 17 22.202 355 249 71 29 39. Belawan 104.549 1673 1004 596 59 104.549 1673 1171 1171 100 Jumlah 1.986.195 31.779 19.0 67 2.590 14 1.986.195 31.77 9 22.2 45 10.3 34 46 Sumber:Profil Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2008 Keterangan : - JP : Jumlah Penduduk - TJR : Terjaring Dari tabel diatas, dapat terlihat dari 39 UPK di kota Medan hanya 2 UPK yang mencapai target dari tahun 2007 2008 yaitu Martubung dan Teladan serta ada 2 UPK pada tahun 2007 mendekati target dan tahun 2008 mencapai target yaitu Pasar merah dan Belawan sedangkan 1 UPK Simpang limun pada tahun 2007 mencapai target dan tahun 2008 mendekati target, 34 UPK lainnya yaitu Sukaramai, Kota Matsum, Medan Area Selatan, Bromo, Amplas, Desa Binjai, Sentosa Baru, Sering, Tegal Sari, Mandala, Denai, Darussalam, Petisah, Sei Agul, Ratang, Padang Bulan,

Pb.Selayang, Tuntungan, Simalingkar, Polonia, Medan Johor, Kampung Baru, Kedai Durian, Medan Labuhan, Pekan Labuhan, Terjun, Medan Deli, Titipapan, Sunggal, Desa Lalang, Helvetia, Glugur Darat, Pulo Brayan, dan Glugur Kota belum mencapai target dari tahun 2007-2008. Secara teoritis, kinerja seseorang dipengaruhi oleh tiga kelompok variabel yaitu : 1) variabel individu (kemampuan dan keterampilan, latar belakang, dan demografi), 2) varibel organisasi (sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekrjaan), 3) variabel psikologis (persepsi, sikap, kepribadian, kepuasan kerja, dan motivasi). Ketiga variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekrjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas. Motivasi merupakan sub variabel dari variabel psikologis, yang berperan dalam memengaruhi kinerja karyawan (Ilyas, 1999). Menurut Fakhruddin (2000), terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel motivasi dengan kemampuan kerja terhadap kinerja perekam medis di Rumah Sakit Haji Medan. Menurut Adiono (2002), tentang analisis Kepemimpinan Yang Mendorong Iklim Kerja dan Motivasi Kerja Serta Dampaknya Terhadap Kinerja Perawat Di Rumah Sakit Se-Kota Palu, didaptkan hasil adanya hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja tenaga perawat. Menurut Wiwik (2008), terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel motivasi dengan insentif terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Bhayangkari Medan.

Berdasarkan uraian diatas tersebut dan sejalan dengan kebijakan terhadap pemerataan pelayanan kesehatan khususnya pada Program Pemberantasan Penyakit (P2P) TB Paru, maka peneliti merasa tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja petugas TB Paru Puskesmas dalam penemuan penderita TB Paru pada program P2 TB Paru di Kota Medan Tahun 2009. 1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja petugas TB Paru puskesmas dalam penemuan penderita TB Paru Pada program P2 TB Paru di Kota Medan Tahun 2009. 1.3. Tujuan Penelitian. Untuk menjelaskan adanya pengaruh motivasi kerja ( meliputi : Tanggung jawab, prestasi, insentif, kondisi kerja, pengakuan, dan supervisi) terhadap kinerja petugas TB Paru puskesmas dalam penemuan penderita TB Paru Pada program P2 TB Paru di Kota Medan Tahun 2009. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Bagi pemerintah daerah khususnya Instansi Dinas Kesehatan Kota Medan Sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam membina dan meningkatkan kualitas dan kuantitas kinerja sumber daya manusia khususnya penanggung jawab program pemberantasan penyakit TB Paru.

2. Bagi pihak Puskesmas di Kota Medan Dapat menjadi masukan dan acuan dalam meningkatkan kemampuan manajerial dari pelaksana program pemberantasan penyakit TB Paru. 3. Bagi peneliti lain Sebagai bahan referensi melakukan penelitian sehubungan dengan program pemberantasan penyakit TB Paru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi (Ilyas, 1999). Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu tujuan, ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel. Walaupun demikian, penentuan tujuan saja tidaklah cukup, sebab itu dibutuhkan ukuran apakah seseorang telah mencapai kinerja yang diharapkan. Untuk itu kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personel memegang peranan penting. Sementara penilaian kinerja secara reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan membuat personel untuk senatiasa berorientasi terhadap tujuan dan perilaku kerja sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian kinerja dengan deskripsi tujuan, ukuran operasional dan penilaian reguler mempunyai peranan yang sangat penting dalam merawat dan meningkatkan motivasi personel. 9

Didalam organisasi, sejumlah orang harus memainkan peranan sebagai pemimpin sedangkan lainnya harus memainkan perananan pengikut atau bawahan. Hubungan antara individu dan kelompok dalam organisasi menghasilkan suatu harapan terhadap perilaku kerja individu. Sedangkan kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi (Ilyas, 1999). Dalam organisasi pelayanan kesehatan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga profesional. Proses evaluasi kinerja menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif (Ilyas, 1999). 2.1.2. Faktor yang Berkaitan dengan Kinerja Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang baik sebagai individu atau sebagai individu yang ada dan bekerja dalam suatu lingkungan. Sebagai individu, setiap orang mempunyai ciri dan karakteristik yang bersifat fisik maupun non fisik. Dan sebagai manusia yang berada dalam lingkungan maka keberadaan serta perilakunya tidak dapat dilepaskan dari lingkungan tempat tinggal ataupun tempat kerjanya (Tenty, 2004). Menurut Gibson yang dikutip Ilyas (1999), secara teoritis ada 3 variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu: 1. Variabel individu yang dikelompokkan pada sub variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang (keluarga, tingkat sosial dan pengalaman) dan demografis (umur, asal usul dan jenis kelamin). Kemampuan dan keterampilan

merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. 2. Variabel organisasi terdiri dari sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. 3. Variabel psikologis mencakup sub variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial dan pengalaman kerja sebelumnya dari variabel demografis. Variabel psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur. Gibson juga menyatakan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan keterampilan berbeda satu dengan lainnya. Menurut Notoatmodjo (2003), ada teori yang mengemukakan tentang faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja yang disingkat ACHIVEVE, yakni Ability (kemampuan pembawaan), Capasity (kemampuan yang dikembangkan), Help (bantuan untuk terwujudnya kinerja), Incentive (insentif material maupun non material), Environment (lingkungan tempat kerja karyawan), Validity (pedoman/petunjuk uraian kerja) dan Evaluation (adanya umpan balik hasil kerja). Keberhasilan kinerja pelaksanaan suatu kegiatan juga sangat ditentukan ada tidaknya bimbingan dan supervisi yang baik dari atasan/ pimpinan. Kewajiban pimpinan dalam membimbing dan supervisi pada bawahan adalah:

1. Menanyakan permasalahan serta kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan agar dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan dan penyempurnaan. 2. Memberi umpan balik, koreksi dan perbaikan untuk diketahui dan disadari oleh yang bersangkutan agar diperbaiki sesuai standar. 3. Membimbing dan memberi solusi cara mengatasi permasalahan yang dialami bawahan dan meningkatkan motivasi kerja dan mengembangkan potensi petugas. Ketersediaan sumber daya seperti biaya, tenaga serta sarana dan fasilitas kerja akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pekerjaan. Sarana dan fasilitas kerja merupakan faktor pendukung (Enabling factor) dalam menjalankan suatu kegiatan. 2.1.3. Kinerja Pelayanan Kesehatan Program TB Paru Pelayanan kesehatan adalah tindakan mandiri petugas kesehatan profesional melalui kerja sama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan pelayanan kesehatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya (Nursalam, 2007). Pelayanan kesehatan ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Otonomi dalam bekerja b. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat c. Pengambilan keputusan yang mandiri d. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain e. Pemberian Pembelaan (advocacy) f. Memfasilitasi kepentingan pasien

Terbentuknya petugas kesehatan sebagai suatu bidang profesi dapat terus dikembangkan dan terintegrasi sepenuhnya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Pelayanan Kesehatan program TB Paru merupakan kegiatan yang dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan kode etik profesi keperawatannya (Nursalam, 2007). Sistem pelayanan kesehatan pada program TB Paru terdiri dari : a. Masukan, yaitu : Petugas, pasien b.proses, yaitu : intervensi pelayanan kesehatan, interaksi tenaga kesehatan-pasien meliputi : keramahan, sopan santun, kepedulian, penampilan dan sebagainya. c. Keluaran, yaitu : berupa kualitas pelayanan kesehatan meliputi kebutuhan yang terpenuhi, pasien puas, sesuai dengan kaidah bio-psioko-sosio-spritual. d. Sistem informasi manajemen dan pengendalian 2.1.4. Penilaian Kinerja Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Mangkuprawira (2002), menayatakan bahwa penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas. Pendekatan penilaian kinerja hendaknya mengidentifikasi standar kinerja yang terkait, mengukur kriteria dan kemudian memberikan umpan balik pada karyawan

dan departemen sumber daya manusia. Menurut Hellriegel & Slocum yang dikutip oleh Aditama (2003), meyatakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses sistematik untuk mengevaluasi kelebihan dan kekurangan setiap karyawan serta menemukan jalan untuk memperbaiki prestasi mereka. Robbins (2003) menayatakan bahwa Penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh siapa saja yang paham benar tentang penilaian karyawan secara individual, antara lain : (a) atasan langsung, (b) anggota kelompok yang menilai satu sama lainnya, (c) penilaian karyawan sendiri, (d) bawahan langsung, (e) pendekatan menyeluruh atau evaluasi 360. Melalui penilaian kinerja kita dapat mengetahui apakah pekerjaan itu sudah sesuai atau belum dengan uraian pekerjaan yang telah disusun sebelumnya, Dengan melakukan penilaian kinerja, seorang pimpinan akan menggunakan uraian pekerjaan, berarti pekerjaan itu berhasil dilaksanakan dengan baik. Bila di bawah uraian pekerjaan, maka berarti pelaksanaan pekerjaan tersebut kurang maksimal (Ilyas, 1999). Menurut Rivai (2005) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja : 1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu. a. Skala Peringkat (Rating Scale) Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

b. Daftar Pertanyaan (Cheklist) Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau pertanyaan yang menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusnya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. c. Metode dengan Pilihan Terarah Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama. d. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method) Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya. e. Metode Catatan Prestasi Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para professional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. f. Skala Peringkat Dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale = BARS)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu : 1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja 2) Menentukan kategori prestasi kerja seseorang untuk dikaitkan dengan skala peringkat tersebut di atas. 3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas g. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Methode) Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut. h. Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation) Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian praktik yang langsung diamati oleh penilai. i. Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach) Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. 2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal) Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan

dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidnetifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective) Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersamasama menetapkab tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang. c. Penilaian dengan Psikolog Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia. Menurut Ilyas (1999), metode penilaian kinerja dapat diukur dengan dua penilaian, yang pertama penilaian diri sendiri (Self Assesment) dan penilaian 360 derajat (360 degree Assesment) a. Penilaian diri sendiri (Self Assesment) Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan individu. Ada dua teori yang menyarankan peran sentral dari penilaian sendiri dalam memahami perilaku individu. Teori tersebut adalah teori kontrol dan interaksi simbolik. Kedua teori tersebut mendorong dan memberikan kerangka pemikiran bagi pemahaman fungsi penilaian sendiri (Ilyas, 1999). b. Penilaian 360 derajat (360 degree Assesment) Teknik ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra dan atasan personel. Data penilaian merupakan penilaian kumulatif dari penilaian ketiga penilai. Hasil penilaian

silang ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan, bila penilaian kinerja hanya dilakukan oleh personel sendiri saja. Penilaian atasan, pada organisasi dengan tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai oleh atasan yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian ini termasuk yang dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung yang kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok di mana individu sering melakukan interaksi. Penilaian mitra, biasanya penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi, di mana wewenang pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen kepada anggota kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik untuk personel yang dinilai dilakukan oleh komite kelompok kerja dan bukan oleh penyelia. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk mengembangkan personel dibandingkan untuk evaluasi. Yang perlu diperhatikan pada penilaian mitra adalah kerahasiaan penilaian untuk mencegah reaksi negative dari personel yang dinilai (Ilyas, 1999). Penilaian bawahan, di dalam penilaian bawahan terhadap kinerja personel terutama dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personel. Pada penilaian bawahan ini meminta kepada atasan untuk menerima penilaian bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka. Atasan diharapkan mengubah perilaku manajemen sesuai dengan harapan bawahan. Sistem control seimbang ini menolong atasan untuk meningkatkan kinerja manajemen

berdasarkan umpan balik bawahan menjelaskan kinerja yang diharapkan (Ilyas, 1999). 2.1.5. Tujuan Penilaian Kinerja Penilaian kerja pada dasarnya mempunyai dua tujuan utama yaitu : 1. Penilaian kemampuan personel Merupakan tujuan yang mendasar dalam rangka penilaian personel secara individual, yang dapat dipergunakan sebagai informasi untuk penilain efektifitas manajemen sumber daya manusia. 2. Pengembangan personel Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk mengembangkan personel seperti : promosi, mutasi, rotasi, terminasi, dan penyesuaian kompensasi. Secara spesifik penilaian kerja bertujuan antara lain untuk : a. Mengenali sumber daya manusia yang perlu dilakukan pembinaan b. Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi c. Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan d. Bahan perencanaan manajemen program Sumber Daya Manusia masa datang e. Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi personel (Ilyas, 1999) 2.2. Uraian Tugas Untuk Petugas TB Paru Di Puskesmas Adapun uraian tugas untuk petugas TB Paru di Puskesmas yaitu sebagai berikut (Depkes RI,2002) : 1. Menemukan Penderita a. memberikan penyuluhan tentang TB Paru kepada masyarakat

b. menjaring suspek TB Paru c. mengumpulkan dahak dan mengisi buku daftar suspek form TB.06 d. membuat sediaan hapus dahak e. mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium dengan form TB.05 f. menegakkan diagnosis TB sesuai protap g. membuat kalsifikasi type penderita h. mengisi kartu penderita (form TB 01) dab kartu identitas penderita (TB.02) i. memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB Paru (+) j. memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TB Paru yang ditemukan 2. Memberikan Pengobatan a. menetapkan jenis paduan obat b. memberi obat tahap intensif dan tahap lanjutan c. mencatat pemeberian obat tersebut dalam kartu penderita (form TB.01) d. menentukan PMO (bersama penderita) e. memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO f. memantau keteraturan berobat g. melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan h. mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara penanganannya

3. Penanganan Logistik a. menjamin tersedianya OAT di Puskesmas b. menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formulir, reagens, dll) 2.3. Motivasi Kerja 2.3.1. Pengertian Motivasi Kerja Menurut Ilyas (1999) yang mengutip pendapat dari Stoner bahwa motivasi adalah hal yang menyebabkan dan mendukung perilaku seseorang. Sementara George menyatakan motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya untuk melakukan beberapa tindakan. Selain itu Vroom mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses yang menentukan pilihan antara beberapa alternatif dari kegiatan sukarela. Sebagian besar perilaku dipandang sebagai kegiatan yang dapat dikendalikan orang secara sukarela dan karena itu di motivasi. Dalam kehidupan organisasi, yang menjadi sasaran utama pemberian motivasi oleh para pimpinan adalah peningkatan prestasi kerja para bawahan yang bersangkutan dalam mencapai tujuan dan berbagai sasaran organisasi. Prestasi kerja tidak dapat ditingkatkan hanya dengan pemberian motivasi saja karena merupakan perkalian antara kemampuan dengan motivasi. Ada tiga hal penting yang berkaitan dengan motivasi yaitu : 1. Pemberian motivasi berkaitan dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.

2. Motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu. 3. Kebutuhan yaitu keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha tertentu menjadi menarik. Jadi motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang dikenal dengan istilah motivasi internal/instrinsik dan juga dapat berasal dari luar diri seseorang yang dikenal dengan motivasi eksternal/ekstrinsik. Motivasi instrinsik maupun ekstrinsik ada yang bersifat positif dan negatif. Kunci keberhasilan seseorang manajer dalam menggerakkan bawahannya terletak pada kemampuan untuk memahami faktor-faktor motivasi tersebut sedemikian rupa sehingga menjadi daya pendorong yang efektif. 2.3.2. Teori-teori Motivasi Banyak dikemukakan teori tentang motivasi sebagai literatur. Masingmasing motivasi tersebut pada dasarnya berusaha menjelaskan mengapa motivasi itu timbul dan bagaimana proses motivasi itu berlangsung. 1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow Maslow mengemukakan bahwasanya individu mempunyai lima kebutuhan yang tersusun dalam suatu hirarki yang berawal dari yang paling besar. Kelima kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologis (physiological needs), kebutuhan rasa aman (safety needs), kebutuhan sosial (social needs), kebutuhan pengharapan atau prestasi (esteem needs) dan kebutuhan aktualisasi diri (self actualization). Dalam bukunya motivation and personality, bahwa kebutuhan sosial itu meliputi empat rincian kebutuhan yaitu:

1. Kebutuhan untuk disayangi, dicintai dan diterima oleh orang lain (sense of belonging). 2. Kebutuhan untuk dihormati oleh orang lain (sense of importance). 3. Kebutuhan untuk diikutsertakan dalam pergaulan/kegiatan (sense of participation) 4. Kebutuhan untuk berprestasi (sense of achievement) Untuk memenuhi kebutuhan sosial ini seorang pimpinan harus peka terhadap situasi anggotanya. Kalau kebutuhan ini tidak tercapai dapat menyebabkan motivasi anggotanya lemah. Oleh sebab itu, seorang pimpinan harus menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga bawahan itu merasa diperdulikan dan dihargai dalam unit kerjanya untuk meningkatkan produktivitas yang berdampak pada kinerjanya (Tenty, 2004). 2. Teori Dua Faktor dari Herzberg Herzberg mengembangkan teori ini kearah motivasi yang mempunyai implikasi luas bagi manajemen dan usaha-usahanya kearah pemanfaatan sumber daya manusia yang efektif. a. Faktor membuat orang merasa tidak puas Ada serangkaian kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan yang menyebabkan rasa tidak puas diantara karyawan apabila kondisi ini tidak ada. Jika kondisi ini ada, maka hal itu tidak perlu memotivasi karyawan. Kondisi ini adalah faktor-faktor yang membuat orang merasa tidak puas atau disebut juga faktor kesehatan karena faktor ini diperlukan untuk mempertahankan tingkat yang lebih rendah yaitu tingkat tidak adanya ketidakpuasan.

Faktor-faktor ini mencakup upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu dan supervisi teknis, mutu dari hubungan interpersonal diantara teman sejawat, dengan atasan dan dengan bawahan. b. Faktor yang membuat orang merasa puas Ada serangkaian kondisi instrinsik, kepuasan kerja yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat sehingga dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi ini tidak ada, maka kondisi ini ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Faktor-faktor ini meliputi prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri dan kemungkinan berkembang (Hasibuan, 2001). Menurut teori ini, faktor-faktor yang sifatnya menyehatkan dan bersifat ekstrinsik seperti upah, dan kondisi lingkungan bukanlah yang sungguh-sungguh mendorong para pegawai untuk kerja namun peranannya hanya untuk mengurangi keresahan saja. Sedangkan faktor yang bersifat instrinsik seperti penghargaan penuh yang diperoleh dari pelaksanaan kerja yang memang baik jauh lebih besar peranannya dalam mewujudkan kepuasan kerja dan faktor-faktor demikian pula yang sungguhsungguh dapat merupakan motivator bagi orang-orang yang memperolehnya. 3. Teori Kebutuhan Aldever Teori ini merupakan perluasan dari teori Maslow dan Herzberg. Aldever mengenalkan tiga kelompok inti dari kebutuhan-kebutuhan tersebut yaitu: a. Kebutuhan akan keberadaan adalah akan tetap bisa hidup. Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan fisik dari Maslow dan sama dengan faktor hygiene dari Herzberg.

b. Kebutuhan berhubungan adalah suatu kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan sesamanya/ hubungan sosial dan bekerja sama dengan orang lain. c. Kebutuhan untuk berkembang adalah suatu kebutuhan dari seseorang untuk mengembangkan dirinya. Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi dari Maslow dan faktor motivator dari Herzberg (Hasibuan, 2001). 4. Teori Motivasi Prestasi David Mc Clelland Mc Clelland menyebutkan ada tiga kelompok motivasi kebutuhan yang dimiliki seseorang, yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan kekuasaan dan kebutuhan afiliasi. Kebutuhan prestasi (Achievement) yaitu adanya keinginan untuk mencapai tujuan yang lebih baik daripada sebelumnya, hal ini dapat dicapai dengan cara: merumuskan tujuan, mendapatkan umpan balik, memberikan tanggung jawab pribadi, bekerja keras. Kebutuhan kekuasaan (power) artinya ada kebutuhan kekuasaan yang mendorong seseorang bekerja sehingga termotivasi dalam pekerjaannya. Cara bertindak dengan kekuasaan tergantung kepada: pengalaman masa kanak-kanak, kepribadian, pengalaman kerja, tipe organisasi. Kebutuhan Afiliasi artinya kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain, dapat dicapai dengan cara : bekerjasama dengan orang lain sosialisasi (Ishak Arep, 2003). 5. Teori Keadilan (Equity Theory) Menurut Stoner dan Freeman, dalam Nursalam (2007), teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam motivasi pekaryaan adalah evaluasi individu atau keadailan dari penghargaan yang diterima individu akan termotivasi jika hal yang mereka dapatkan seimbang dengan usaha yang mereka kerjakan

6. Teori Harapan (Expectancy Theory) Teori ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif tingkah laku mereka, berdasarkan harapannya apakah ada keuntungan yang diperoleh dari tiap tingkah laku. Teori harapan berpikir atasa dasar: - Harapan hasil prestasi Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku mereka, harapan ini nantinya akan memengaruhi keputusan tentang bagaimana cara mereka bertingkah laku. - Valensi Hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau kekuatan untuk memotivasi, valensi ini bervariasi dari satu individu ke individu yang lain. - Harapan prestasi usaha Menurut Stoner dan Freeman, harapan orang mengenai tingkat keberhasilan mereka dalam melaksanakan tugas yang sulit akan berpengaruh pada tingkah laku. Tingkah laku seseorang sampai tingkat tertentu akan tergantung pada tipe hasil yang diharapkan (Nursalam, 2007). 7. Teori Penguatan (Reinforcement Theory) Teori penguatan menunjukkan bagaimana konsekuensi tingkah laku di masa lampau akan memengaruho tindakan di masa depan dalam proses belajar siklis. Menurut teori penguatan seseorang akan termotivasi jika dia memberikan respons pada rangsangan pada pola tingkah laku yang konsisten sepanjang waktu (Nursalam,2007).

2.4. Defenisi Tuberkulosis Paru dan Cara Penularan Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis), kuman ini menyerang organ tubuh yaitu Paru. Kuman ini berbentuk batang dan memiliki sifat tahan terhadap asam pada pewarnaan atau sebagai Basil Tahan Asam (BTA), tidak tahan terhadap sianr matahari tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat tertidur lama beberapa tahun (dormant). Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif, pada saat batuk atau bersin penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Jika droplet tersebut terhirup ke pernafasan orang lain, dan menginfeksi tubuh orang tersebut menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau ke bagian tubuh lainnya, dengan risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%, pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, sepuluh orang terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB (Depkes RI, 2002). 2.4.1. Penemuan Penderita TB Paru Suspek (tersangka) adalah seseorang yang belum dapat dipastikan sebagai penderita Tuberkulosis, dengan demikian untuk menentukan seseorang sebagai suspek TB Paru harus berdasarkan gejala-gejala umum yang ditunjukkannya.

Gejala utama yaitu batuk terus menerus selama tiga minggu atau lebih, gejala tambahan yang sering dijumpai : (a) dahak bercampur darah (b) batuk darah (c) sesak nafas dan rasa nyeri dada (d) badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. Penemuan penderita TB Paru yaitu dengan cara menunggu penderita datang sendiri memeriksakan diri ke puskesmas atau unit pelayanan kesehatan (penemuan suspek secara pasif) dan di dukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas maupun masyarakat. Penyuluhan dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penyuluhan secara langsung bisa dilakukan pada perorangan dan kelompok, sedangkan penyuluhan tidak langsung dilakukan dengan menggunakan media dalam bentuk bahan cetak seperti leaflet, poster atau spanduk. Dan juga dapat menggunakan media massa yang dapat berupa koran, majalah, radio dan televisi (Depkes, 2002). Setelah ditemukan tersangka penderita TB Paru kemudian dilakukan penegakan diagnosis dengan melakukan berbagai pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung, biakan, rontgen, dan test tuberkulin. Pada saat ini yang digunakan di Puskesmas adalah pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung. Semua tersangka harus diperiksa tiga spesimen dahak dalam waktu dua hari berturutturut, yaitu : sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru dapat ditegakkan dengan ditemukan kuman BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopik, hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS positif (Depkes RI, 2002).