BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Hindu pada Atap Masjid Agung Demak

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

ISLAMIC CENTRE DI KABUPATEN DEMAK

2015 ORNAMEN MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA

c. Preferensi Fiqih Dalam Beragama di Demak Dipengaruhi oleh Kondisi Lokal dan Keikutsertaan Pada Ormas Islam d. Budaya Ziarah Makam Wali yang

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ISLAMIC CENTER DI KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada

Masjid Agung Demak sebagai Pencitraan Kawasan Kota

BAB I PENDAHULUAN. tauhid, mengubah semua jenis kehidupan yang timpang kearah kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dimiliki oleh Kabupaten Karanganyar. Berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng,

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

Penyusunan Data Master Referensi Kebudayaan Kab. Demak, Provinsi Jawa Tengah

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. Anastasia Jessica Putri Larasati

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

BAB II DESA SENDANGDUWUR. Sebelah Selatan Wilayah Kecamatan Paciran serta memiliki Luas Wilayah + 22,5

BAB I PENDAHULUAN. Banyak telaah dan penelitian menunjukkan bahwa pembentukan

MASJID BERBASIS MASYARAKAT DAN SIGNIFIKANSINYA SEBAGAI RUANG PUBLIK

BAB IV DAKWAH ISLAM DI JEPARA KETIKA KEPEMIMPINAN KERAJAAN KALINYAMAT. peninggalannya berupa masjid di desa Mantingan kecamatan Tahunan kabupaten

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut sejarah Cina kuno dikatakan bahwa orang-orang Cina mulai

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Pasar Wisata Perbelanjaan Tradisional Bakalan Krapyak di Kudus ( Maksud dari pengertian judul di atas adalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Pengertian Judul Penataan dan Pengembangan Wisata Kampung Rebana di Tanubayan, Bintoro, Demak. I.1.1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk

PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA COLO, KUDUS

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki potensi wisata, seperti: Bandung, Yogyakarta, Bali, dan

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

Karakteristik Sistem Struktur Ruang Utama Masjid Agung Demak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Masjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang perlu dilestarikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dan situs sejarah adalah Situ Lengkong yang berada di desa Panjalu, Kecamatan

PERENCANAAN LANSKAP. Tata Ruang Wisata Budaya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Wisata religi bukan merupakan hal baru dalam dunia pariwisata. Pada

V. KONSEP PENGEMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG. Kabupaten Kudus yang terletak di Propinsi Jawa Tengah, secara

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR

BAB III KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR MAKAM KADILANGU (SUNAN KALIJAGA) DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. Maamun Al-Rasyid Perkasa Alamsjah IX yang menjadi Sultan ketika itu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. serta mudah dipahami oleh orang awam lantaran pendekatan-pendekatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Latarbelakang Pengadaan Proyek

BAB I. PENDAHULUAN A.

Ekspresi Sakral Arsitektur pada Bangunan Masjid Sunan Ampel Surabaya

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR

Cagar Budaya Candi Cangkuang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Karakteristik Fisik Eksisting Ruang Publik Yaroana Masigi

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan merupakan paparan deskriptif mengenai langkah-langkah di dalam

Tipologi Masjid Kagungan Dalem di Imogiri, Bantul

BAB IV ANALISIS TERHADAP AKURASI ARAH KIBLAT MASJID AGUNG SUNAN AMPEL. A. Analisis Akurasi Arah Kiblat Masjid Agung Sunan Ampel

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jogi Morrison, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

P E N D A H U L U A N

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR. LEMBAGA KAJIAN ISLAM KAMPUS STAIN KUDUS Dengan Penekanan Desain Arsitektur Islam Jawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan industri global yang bersifat fenomenal. Pariwisata penting bagi negara karena menghasilkan devisa dan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sumber buku karangan Nirwabda Wow Building, 2014 : 88 2 Ibid : 88

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar

MASJID RAYA BANDAR LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. multi dimensional baik fisik, sosial, ekonomi, politik, maupun budaya.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demak adalah kota yang menjadi asal muasal kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Demak memiliki julukan Kota Wali, karena Demak adalah tempat berkumpulnya para Walisongo dalam membangun peradaban Islam di dalam lingkungan Majapahit pada tahun 1400-an. Peninggalan sejarah Islam yang sampai saat ini masih ada di kota Demak adalah Masjid Agung Demak. Masjid Agung Demak menduduki tempat khusus dalam sejarah Jawa masa Islam. Bangunan ini didirikan sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah shalat bagi umat Islam sekaligus sebagai tengaran (landmark) dan monumen bagi kota Demak Bintara, ibu kota Kerajaan Islam, yang berkembang dari hutan Glagahwangi. Masjid ini berdiri di atas tanah seluas kurang lebih 1,5 hektar di kawasan pusat kota dan berfungsi sebagai masjid Jami, masjid negara kesultanan Demak pada zaman dahulu. Masjid Agung Demak diyakini sebagai pusaka bagi tanah Jawa dari masa awal kedatangan Islam, khususnya bagi kerajaan-kerajaan Islam yang mengikutinya. Purwanto (2014) mengatakan bahwa Masjid Agung Demak merupakan salah satu artefak peninggalan kebudayaan Kerajaan Demak yang masih lengkap dan utuh. Artefak ini selesai dibangun pada tahun 1403 Caka atau 1481 Masehi. Masjid Demak adalah contoh penggunaan tempat ibadah yang masih terkait dengan situs keramat, baik yang lama maupun yang terbaru (Nas, 2009). Kesakralan masjid ini tidak hanya karena sebagai bangunan ibadah, tapi juga karena cerita-cerita pembangunannya yang dilakukan oleh para Walisanga dengan konsep akulturasi antara Islam dan Hindu (Marwoto, et. All, 2014). Oleh karena itu, masyarakat menganggap kawasan Masjid Agung Demak menjadi orientasi utama dari program wisata religius. Bahkan lebih dari itu, tempat makam raja-raja yang menjadi wilayah sakral untuk dijadikan tempat dan upacara 1

keagamaan yang dianggap suci dan terjadi secara rutin sepanjang tahun. Peran penting tersebut masih disandang Masjid Agung Demak. Menurut Purwanto (2014), sampai saat ini keberadaan citra Masjid Agung Demak masih tinggi terbukti suasana religius dan bangunan yang dianggap suci. Terlihat dari pengunjung yang datang berbondong-bondong untuk beribadah dan berziarah ke makam-makam para sunan yang ada disekitar Masjid Agung Demak. Mereka yang datang ingin merasakan kesakralan suasana yang ada didalamnya dan mengharapkan pahala serta keberkahan hidup. Bahkan Wahby (2007; 79) menyebutkan dalam disertasinya bahwa Demak sangat penting bagi umat muslim yang membandingkan signifikansinya dengan Mekkah. Alasan yang sering diungkapkan para pengunjung adalah karena ingin beribadah di dalam masjid bersejarah dan ingin berziarah ke makam Wali. Masjid Agung Demak, selain berfungsi sebagai tempat peribadatan juga digunakan sebagai tempat wisata keagamaan, implementasi budaya, dan pendidikan. Peranan keberadaan Masjid Agung terhadap kehidupan masyarakat pada dasarnya berintikan tiga aspek dasar, yaitu aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek budaya. Masjid yang didirikan pada peralihan abad ke 14 menuju ke abad ke 15, selama berabad-abad masih digunakan untuk beribadah dan banyaknya pengunjung yang datang setiap hari untuk berwisata religi menjadi alasan yang tak terelakkan untuk melakukan pemugaran elemen bangunan yang ada di Masjid Demak. Dalam berita yang dilansir oleh Kemenag Kabupaten Demak pada tanggal 16 Maret 2016, ketua ta mir Masjid Agung Demak menyatakan bahwa masjid peninggalan Walisongo tersebut sampai saat ini masih dipertahankan keasliannya, meski ada beberapa yang mengalami pemugaran. Pada dasarnya kompleks Masjid Demak dibagi menjadi dua area besar, yakni area Masjid dan area Makam dinasti penguasa Demak yang terletak di sisi barat Masjid. Di area Masjid terdapat bangunan utama untuk shalat (haram/liwan), serambi, tanah cekung yang diyakini sebagai kolam kuno, menara dengan rangka besi yang didirikan pada tahun 1925, serta beberapa bangunan penunjang yang relatif baru. Di lingkungan makam di barat masjid, yang paling menonjol dan kerap 2

diziarahi adalah makam Raja Demak pertama hingga ketiga, yakni Raden Patah, Pati Unus dan Trenggana yang ketiganya terletak berdekatan di sudut barat laut Masjid. Dalam penelitian Ashadi (2013) terdapat gambar-gambar alur perubahan di Masjid Agung Demak. Dari awal pembangunan hingga tahun 1710, bangunan yang berdiri masih berupa masjid saja, tidak ada satupun bangunan yang berada di dekat masjid. Pada tahun 1710-1845, terdapat penambahan bangunan berupa paseban di depan masjid. Namun setelah 1845, paseban tersebut dibongkar dan diganti dengan serambi yang menempel di bagian timur bangunan masjid. Area serambi tersebut ditandai sebagai area yang sakral, digunakan sebagai tempat sholat, duduk dan membaca Al-Qur an (Ismudiyanto, 1987). Namun bila melihat kenyataannya pada masa kini, serambi digunakan sebagai tempat beristirahat, transit pengunjung yang baru datang, berkumpul dan berbicara yang tak jarang dengan suara keras, merokok dan lain-lain. Fenomena kesakralan arsitektur pada Masjid Agung Demak memunculkan rasa keingintahuan dan ketertarikan mengenai bagaimana nilai kesakralan ruang dan apa faktor-faktor yang memunculkan nilai sakral dan profan dalam arsitektur bangunan masjid. Masyarakat muslim yang tinggal di sekitar Masjid Agung Demak merupakan masyarakat NU yang identik sebagai masyarakat muslim tradisional, yaitu masyarakat yang berpegang teguh pada adat istiadat yang dilestarikan orang tua dan nenek moyang mereka (Hadiyanto, 2006). Bangunan ibadah yang memiliki nilai kesakralan ditentukan dari nilai agama, latar budaya, simbolisasi dan tujuan spiritualnya, karena bangunan yang memiliki nilai-nilai sakral akan terpancarkan pada tempat yang terbangun untuk menghasilkan makna dari simbol dan akomodasi ritual pada sistem kepercayaan yang dianut oleh masyarakat setempat (Marwoto, et.all, 2014). Masjid Agung Demak dipilih menjadi obyek penelitian karena masjid ini merupakan prototipe masjid-masjid yang ada di Pulau Jawa, bahkan Nusantara, sehingga masjid ini menjadi acuan bagi masjid-masjid lain (Ashadi,2002). Oleh karena itu, diyakini konsep kesakralan yang berlaku di Masjid Agung Demak, maka 3

hal tersebut pun akan menjadi acuan bagi masjid-masjid lainnya terutama masjidmasjid tradisional seperti masjid-masjid Wali. Penelitian ini nantinya terfokus pada setting ruang untuk mengidentifikasi nilai kesakralan ruang dalam Masjid Agung Demak di masa sekarang, diantaranya bagian inti bangunan yaitu masjid, serambi dan tempat wudhu. Setting ruang ini yang nantinya akan membedakan ruang berdasarkan jenis kegiatan yang dilakukan oleh pengguna masjid menjadi area ruang sakral dan profan. Selain itu fokus penelitian ini juga hendak mencari tahu faktor-faktor yang mempengaruhi kesakralan ruang yang berlaku pada Masjid Agung Demak. Area profan yang awalnya hanya di bagian halaman masjid, kini merambah ke area serambi. Berdasarkan kelebihan lokasi penelitian ini maka dimungkinkan akan didapatkan temuan mengenai nilai-nilai sakral dan profan dalam arsitektur Masjid Agung Demak. 1.2. Pertanyaan Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini adalah upaya untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana identifikasi nilai sakral dan profan ruang dalam arsitektur bangunan Masjid Agung Demak? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai sakral dan profan ruang dalam arsitektur Masjid Agung Demak? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi nilai sakral dan profan ruang dalam arsitektur Masjid Agung Demak. Tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu: 1. Untuk mendapatkan gambaran tentang nilai sakral dan profan ruang dalam arsitektur bangunan Masjid Agung Demak, Jawa Tengah 2. Mendapatkan rumusan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai sakral dan profan ruang dalam arsitektur Masjid Agung Demak, Jawa Tengah 1.4. Sasaran Penelitian 4

Sasaran dari penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian pada Masjid Agung Demak, yaitu: 1. Mengidentifikasi nilai sakral dan profan ruang dalam arsitektur Masjid Agung Demak berdasarkan jenis aktivitas pengguna ruang. 2. Mengklasifikasi nilai sakral dan profan ruang berdasarkan dalil Al-Qur an dan Hadits. 3. Mencari faktor-faktor yang memunculkan nilai sakral dan nilai profan ruang dalam arsitektur Masjid Agung Demak. 4. Mendapatkan temuan-temuan yang akan dijadikan studi untuk menghasilkan konsep-konsep yang bersifat fisik dan non-fisik di Masjid Agung Demak dilihat dari setting ruang sakral dan profan. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini secara spesifik diharapkan memberikan manfaat adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis (Bagi Ilmu Pengetahuan) a. Dapat memperkaya wawasan ilmu arsitektur dan membantu pemahaman mengenai pelestarian Masjid Agung Demak sebagai warisan budaya dan objek wisata dalam kaitannya dengan nilai-nilai, konsep tata ruang dan aktivitas sosial budaya berdasarkan prinsip-prinsip bangunan masjid. b. Menambah pengetahuan mengenai konsep arsitektur pada Masjid Agung Demak yang menjadi dasar prinsip masjid-masjid tradisional di pulau Jawa. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan inventaris arsip Museum Masjid Agung Demak yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran mengenai nilai kesakralan masjid. b. Sebagai bahan pembelajaran tentang proses suatu arsitektur yang memiliki nilai kesakralan disesuaikan dengan keberadaan dan kondisi objek. c. Sebagai bahan pertimbangan perencanaan pelestarian ataupun pengembangan terhadap masjid-masjid tradisional di Jawa. 5

1.6.Keaslian Penelitian Keaslian penelitian ini memaparkan mengenai penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi permasalahan dengan penelitian yang dilakukan dengan tujuan menghindari adanya duplikasi di dalam penelitian. Penelitian yang dijadikan sebagai referensi merupakan penelitian yang memiliki kesamaan ataupun persamaan topik yaitu sakral dan profan ruang dalam arsitektur masjid maupun mengenai Masjid Agung Demak. Penelitian ini menelusuri kesakralan di Masjid Agung Demak dengan mengidentifikasi mana ruang sakral dan mana ruang profan. Penelitian ini nantinya lebih menitikberatkan pada penggunaan ruang sakral dan profan pada arsitektur Masjid Agung Demak dengan mengkaji kegiatan pengunjung dari aspek fisik dan non fisiknya. Penelitian-penelitian yang ada sebelumnya hanya membahas secara sekilas tentang pembagian ruang sakral dan ruang profan yang ada di Masjid Agung Demak sebagai pelengkap pembahasan, yaitu Sinkretisme Arsitektur Masjid Demak-Kudus-Jepara (Ismudiyanto dan Parmono Atmadi, 1987) dan The Center Vs. The Periphery (Aryanti, 2006). Masjid Agung Demak, selain menjadi tempat beribadah, juga menjadi tujuan wisata yang dikunjungi oleh masyarakat muslim luar daerah. Tujuan wisatawan tentu akan berbeda-beda, tergantung dari kepercayaan dan persepsi mereka terhadap kesakralan yang ada di Masjid Agung Demak, atau lebih spesifik lagi, kesakralan yang ada di suatu ruang atau benda yang ada di area masjid. Penelitian ini nantinya akan menitikberatkan pada persepsi masyarakat yang didialogkan dengan pengamatan alur dan jenis kegiatan yang dilakukan di Masjid Agung Demak. Berdasarkan penelusuran terhadap judul penelitian tesis, sedikitnya ditemukan dua penelitian yang berkaitan dengan ruang sakral dan profan Masjid Agung Demak, yaitu: 6

Tabel 1. Tabel Keaslian Penelitian Nama & Tahun Ismudiyanto, dan Parmono Atmadi, 1987 Judul Penelitian Demak-Kudus-Jepara Mosque : A Study of Architectural Syncretism in Research Report Metode Penelitian Kualitatif Hasil Penelitian Site dan lokasi Masjid Agung Demak mengikuti pola dimana masjid berposisi di bagian barat alun-alun. Sinkretisme aktivitas menunjukkan adanya integrasi aktivitas di masjid dan makam yang dekat dan simultan, yaitu peziarah beribadah di masjid sebagaimana mereka beribadah di makam. Organisasi ruang di masjid mengadaptasi pola ruang bangunan jawa, dengan halaman yang luas, memiliki gerbang dan dinding pagar keliling. Bangunan simetris di tengah pekarangan yang luas dengan beberapa tingkatan sifat ruang, yaitu gerbang sebagai area publik, tempat wudhu sebagai area transisi antara ruang profan dan sakral. Serambi adalahh ruang sakral yang digunakan untuk beberapa kegiatan dan masjid untuk beribadah. Tutin Aryanti, 2006 The Center Vs The Periphery in Central- Javanese Mosque Architecture Kualitatif Pembauran budaya antara Islam dan Jawa terlihat sebagia aspek positif dalam proses masuknya Islam di masyarakat Jawa. Sayangnya, efek dari pembauran ini mengorbankan prinsip Islam. Dalam ruang Pawestren, posisi wanita di masjid menjadi bias dan akhirnya tidak menyelesaikan masalah hubungan antara wanita dan pria yang membuatnya semakin buruk. Posisi pawestren memperlihatkan bahwa partisipasi wanita 7

dalam masjid masih merupakan suatu kebijakan yang langka. Muncul dilema baru ketika pawestren sebagai ruang dengan batas fisik dapat memberikan ruang yang khusus untuk wanita. Tapi, di sisi lain, pawestren jadi membatasi interaksi dan akses antara wanita dan pria. sumber: penulis (2017) 8