BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka itu sendiri

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Luka bakar merupakan masalah pada kulit yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit (Schwartz et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. 2013; Wasitaatmadja, 2011). Terjadinya luka pada kulit dapat mengganggu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

E. Keaslian Penelitian (Tabel.1) No Penulis Judul Hasil

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan luka terbuka sebesar 25,4%, dan prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. koronal prosesus alveolaris (Wolf dan Hassell, 2006). Berbagai tindakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL BIJI SEMANGKA (Citrullus lanatus Thunb.) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA SAYAT PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN DEWASA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

I. PENDAHULUAN. yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur

PENGARUH LIDAH BUAYA ( Aloe vera) TERHADAP WAKTU PENUTUPAN LUKA SAYAT PADA MUKOSA RONGGA MULUT TIKUS WISTAR

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dibagi dalam dua jenis, yaitu trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Luka bakar adalah salah satu cedera yang paling luas yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Salah satu bagian terpenting di dalam rongga mulut manusia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. tubuh lain sehingga menimbulkan efek yang traumatis (Ismail 2009 cit Kozier

BAB 6 PEMBAHASAN. pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan. 27

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meliputi empat fase, yakni : fase inflamasi, fase destruktif, fase proliferasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diagnosis (Melrose dkk., 2007 sit. Avon dan Klieb, 2012). Biopsi merupakan

I. PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah sebuah permasalahan umum yang ada pada masyarakat. 1 Luka

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat adalah kasus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau. gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan

Tugas Biologi Reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. suhu yang tinggi, syok listrik, atau bahan kimia ke kulit. 1, 2

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I. PENDAHULUAN. Luka yang sulit sembuh merupakan salah satu komplikasi pada penderita

HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. AKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA RIMPANG KUNYIT (Curcuma longa Linn.) TERHADAP LUKA INSISI PADA MENCIT Swiss-Webster JANTAN DEWASA

BAB I PENDAHULUAN. juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang. tidak dapat dipungkiri pada saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka itu sendiri didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit. (Cohen et al., 1999). Organ ini berperan sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain dengan mengatur keseimbangan air serta elektrolit, termoregulasi, dan berfungsi sebagai barier terhadap lingkungan luar termasuk mikroorganisme. Saat barier ini rusak karena berbagai penyebab seperti ulkus, luka bakar, trauma, atau neoplasma maka kulit tidak dapat melaksanakan fungsinya secara adekuat. Oleh karena itu sangat penting untuk mengembalikan integritasnya sesegera mungkin. (Cohen et al., 1999). Penyembuhan luka yang normal merupakan proses yang kompleks dan dinamis, namun mempunyai suatu pola yang dapat diprediksi. Proses penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase pokok, yaitu : 1) hemostasis dan inflamasi, 2) proliferasi, 3) maturasi dan remodelling. Fase-fase ini terjadi saling tumpang tindih (overlapping), dan berlangsung sejak terjadinya luka, sampai tercapainya resolusi luka. (Cohen et al., 1999; Wiksman et al., 2007). Penyembuhan luka ditandai dengan adanya reepitelisasi dan pemulihan jaringan ikat dibawahnya. Selama proses ini, keratinosit, sel-sel endothelial, fibroblas dan sel radang berproliferasi dan bermigrasi ke daerah yang mengalami luka, saling berinteraksi dengan matriks ekstraselular. Migrasi sel-sel dan pemulihan jaringan ikat tersebut dipengaruhi oleh degradasi matriks ekstraselular dan aktifasi dari faktor-faktor pertumbuhan. Proses ini dicapai oleh protease ekstraselular dan matriks metaloproteinase. (King et al., 2013). Bidang sitokin telah berkembang pesat selama 2 dekade terakhir. Awalnya, mereka dianggap produk dari sistem kekebalan tubuh sendiri yang memiliki fungsi kekebalan tubuh

dan hematologi saja. Namun, hal itu telah menjadi semakin jelas bahwa sitokin berpartisipasi dalam neuroendokrin dan sistem kekebalan tubuh. Interleukin-10 (IL 10) telah menarik banyak perhatian di bidang endokrin, karena IL-10 adalah endokrin antiinflamasi yang penting (King et al., 2013). Selain menghambat sitokin pro inflamasi seperti IL-6 dan IL-8, IL-10 juga menghambat migrasi sel-sel inflamasi ke tempat radang, termasuk monosit, neutrofil, makrofag, dengan cara menginhibisi chemokines seperti macrophage inflamatory protein 1a(MIP-1a) dan monocyte chemoattractant protein-1(mcp-1) (Peranteau et al., 2008) Interleukin 10 diproduksi oleh berbagai jenis sel, termasuk sel T,monosit, dan makrofag, yang menunjukkan kemampuan mengaktivasi fungsi makrofag atau monosit dan meregulasi sitokin fibrogenik, seperti Transforming growth factor β TGF-β, yang berfungsi dalam remodeling jaringan.(king et al., 2013) Investigasi peran IL-10 dalam penyembuhan luka telah dilakukan dalam berbagai penelitian. Salah satu penelitian eksperimental pada tikus dengan defisiensi IL-10 menunjukkan luka buatan pada tikus jenis ini lebih cepat terjadi kontraksi dan respon inflamasinya sangat meningkat diikuti dengan banyaknya jumlah makrofag yang menginfiltrasi luka dan terjadi pembentukan jaringan parut. (Liechty et al., 2000). Luka tersebut memiliki level sitokin proinflamasi yang sangat tinggi, seperti IL-6 dan IL-8. (Sato et al., 1999). Luka insisi buatan pada tikus jenis ini juga menunjukkan percepatan dalam reepitelisasi namun memiliki kekuatan mekanis yang kurang baik. (Eming et al., 2007). Tikus-tikus tersebut memiliki kolagen yang berlebih, lebih tebal dibandingkan dengan tikus kontrol. Hasil-hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa peran IL-10 sangat penting dalam regulasi respon inflamasi luka dan juga IL-10 mempengaruhi organisasi dan maturasi dari matriks ekstraseluler. Di beberapa negara, lidah buaya (Aloe vera L.) seringkali digunakan sebagai langkah pertolongan pertama pada bagian tubuh yang terluka (luka sayat maupun luka bakar). Lidah

buaya mengandung banyak zat-zat aktif yang sangat bermanfaat dalam mempercepat penyembuhan luka karena mengandung antara lain glukomanan, lignin, vitamin A, vitamin C, enzim-enzim serta asam amino yang sangat penting untuk regenerasi sel-sel. Lidah buaya merupakan tumbuhan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Lidah buaya menstimulasi faktor pertumbuhan epidermis, meningkatkan fungsi fibroblas, dan pembentukan pembuluh darah baru sehingga dapat mempercepat penyembuhan dan penutupan luka. (Furnawathi., 2006; Cole dan Heard., 2007). Madu meningkatkan waktu penyembuhan pada luka bakar ringan dan sedang dibandingkan dengan penutupan luka yang konvensional dan telah diisarankan oleh review dari randomized controlled trial (RCTs) dengan total partisipan sebanyak 2554 (Jull et al., 2008). Sudah sejak lama banyak tulisan mengenai efek penyembuhan yang dikandung oleh madu. Madu dan pasta gula berhubungan dengan penyembuhan luka tanpa skar pada luka berongga. Dalam penelitian terdahulu dilaporkan bahwa luka pada kelinci yang diobati dengan madu topikal menunjukkan edema yang lebih sedikit, infiltrasi sel polimorfonuklear dan mononuklear yang lebih sedikit, nekrosis yang minimal, kontraksi luka yang lebih baik, epitelisasi yang lebih baik, dan konsentrasi glikosaminoglikan dan proteoglikan yang lebih rendah. Madu juga menstimulasi pertumbuhan jaringan, sintesis kolagen, dan pertumbuhan pembuluh darah baru pada dasar luka (Al-Waili et al., 2010). Saliva manusia terdiri dari protein myriad dan peptide yang melindungi dari serangan mikroba, luka mekanis, dan luka kimiawi. Saliva dan fraksi protein saliva dites dan dikembangkan dalam model in vitro untiuk penyembuhan luka menggunakan sel epitelial. Ini mengungkapkan bahwa histatin, seperti epidermal growth factor (EGF), dalam saliva manusia, adalah faktor utama dalam penutupan luka (Oudhoff et al., 2008). Pemanfaatan telur dalam penyembuhan luka belakangan kembali diteliti setelah sempat ditinggalkan karena ada metode pengobatan baru. Sebagian besar berhasil mengungkapkan

kemampuan antimikroba yang dimiliki ovalbumin dari putih telur. Selain mengandung albumin dalam jumlah besar, putih telur juga mengandung lipida yang mempunyai kemampuan seperti faktor pertumbuhan (Abdou et al., 2013; Nakane et al., 2013). Putih telur terdiri dari air sebesar 75%, protein sebesar 12%, lemak sebesar 12%, dan sejumlah kecil substansi lain seperti mineral dan vitamin. Protein pada putih telur termasuk di dalamnya adalah ovoalbumin, lysozime, ovomucin, ovomucoid, ovotransferrin dan lainnya.fungsi utama dari protein putih telur adalah melindungi kuning telur dari invasi patogen (Yoo et al., 2013). B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Membandingkan pengaruh pemberian aloe vera, madu, saliva dan putih telur terhadap ekspresi IL-10 di jaringan sekitar luka kulit pasca insisi pada tikus putih (Rattus norvegicus) dengan kelompok kontrol yang diberikan NaCl 0,9% secara topikal. 2. Membandingkan antara aloe vera, madu, saliva, dan putih telur yang memberikan pengaruh paling besar terhadap ekspresi IL-10. C. Tujuan Penelitian 1. Mengamati ekspresi IL-10 dalam proses penyembuhan luka hewan coba yang diolesi aloe vera, madu, saliva, dan putih telur dalam proses penyembuhan luka dibandingkan dengan kelompok kontrol. 2. Menganalisis perbedaan ekspresi IL-10 dalam proses penyembuhan luka hewan coba yang diolesi aloe vera, madu, saliva, dan putih telur dalam proses penyembuhan luka.

D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi ilmiah tentang pengaruh pemberian aloe vera, madu, saliva manusia, dan putih telur terhadap ekspresi IL-10 di jaringan sekitar luka kulit pasca insisi pada tikus sebagai salah satu indikator penyembuhan luka. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan teori untuk mengungkapkan mekanisme penyembuhan luka dengan pemberian topikal aloe vera, madu, saliva manusia, dan putih telur. 3. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk aplikasi klinis penggunaan aloe vera, madu, saliva manusia, dan putih telur untuk tujuan perawatan luka pada subyek manusia. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai perbandingan antara pengaruh pemberian aloe vera, madu, saliva manusia, putih telur terhadap ekspresi IL-10 di jaringan sekitar luka kulit pasca insisi pada tikus putih (Rattus norvegicus) belum pernah dilakukan berdasarkan sumber perpustakaan di lingkungan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan, yaitu: 1. Penelitian oleh Balaji, et al., 2015 dengan judul The Role of Interleukin-10 and Hyaluronan in Murine Fetal Fibroblast Function In Vitro: Implications for Recapitulating Fetal Regenerative Wound Healing, dengan hasil IL-10 memediasi sintesis hialuronan yang meregulasi migrasi dan invasi dari fibroblas fetal pada kulit. Peran fungsional dari IL-10 ini diduga esensial dalam proses regenerasi. 2. Penelitian Leung, et al., 2012 dengan judul An in vitro and ex vivo study of fetal wound healing: a novel role for Il-10 as a regulator of the extracellular matrix,

dengan hasil IL-10 untuk mempertahankan keseimbangan dan regulasi matriks ekstraseluler. 3. Penelitian oleh Eming, et al., 2007, dengan judul Accelerated Wound Closure in Mice Deficient for Interleukin-10 dengan hasil penyembuhan luka pada tikus defisiensi IL-10 lebih cepat dibandingkan tikus normal. 4. Penelitian oleh Byeon, et al., 2003, dengan judul Aloe Barbadensis Extracts Reduce the Production of Interleukin-10, dengan hasil aplikasi aloe vera mengurangi produksi dan pelepasan sitokin dari keratinosit yang bersifat imunosupresif seperti Interleukin-10. 5. Penelitian oleh Liechty, et al., 2000, dengan judul Fetal wound repair results in scar formation in interleukin-10-deficient mice in a syngeneic murine model of scarless fetal wound repair, dengan hasil IL-10 merupakan sitokin anti-inflamasi yang sangat poten, IL-10 mendeaktifkan monosit dan makrofag, mengurangi produksi sitokin pro inflamasi. Peningkatan respon inflamasi yang diregulasi oleh IL-10 menghasilkan regenerasi penyembuhan luka yang mirip pada fetal dan berbekas minimal. 6. Penelitian oleh Sato Y, et al.,1999 dengan judul Regulatory Role of Endogenous Interleukin-10 in Cutaneous Inflammatory Response of Murine Wound Healing,dengan tingginya level sitokin proinflamasi seperti IL-6 dan IL-8 akibat kurangnya level IL-10. 7. Penelitian yang dilakukan oleh Nur dan Januarsih, 2009, dengan judul Perbedaan efek pemberian topikal gel lidah buaya (Aloe vera L.) dengan solusio povidone iodine terhadap penyembuhan luka sayat pada kulit mencit (Mus musculus), dengan hasil pemberian topikal gel lidah buaya pada luka sayat kulit mencit lebih baik daripada pemberian solusio povidone iodine.

8. Penelitian oleh Mahandaru D dan Dachlan I, 2012, dengan judul The Effect of Aloe vera on healing process of incision wound, dengan hasil perawatan luka menggunakan aloe vera terbukti lebih efektif dibandingkan kasa kering dan kasa lembab untuk meningkatkan kekuatan tautan luka. 9. Penelitian oleh Putro dan Dachlan, 2013, dengan judul Perbandingan pemberian saliva manusia, aloe vera dan moist dressing secara topikal terhadap penyembuhan luka bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus norvegicus), dengan hasil saliva manusia bisa mempercepat masa penyembuhan luka bakar derajat dua dibandingkan dengan NaCl sebagai kontrol dan aloe vera.