pemeriksaan penunjang, konsultasi medis sesuai indikasi, serta persiapan untuk tindakan bedahnya apakah akan dilakukan secara lokal, narkose umum, di

dokumen-dokumen yang mirip
Data Administrasi diisi oleh Nama: NPM/NIP:

ENDODONTIC-EMERGENCIES

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

DETEKSI DAN MANAJEMEN PENYAKIT SISTEMIK PADA PASIEN GIGI-MULUT DENGAN KOMPROMIS MEDIS. Harum Sasanti FKG-UI, Departemen Ilmu Penyakit Mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini pembangunan dan perkembangan suatu negara telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER

REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

BAB I PENDAHULUAN. sakit memegang peranan penting terhadap meningkatnya derajat kesehatan

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR

Data Administrasi diisi oleh Nama: NPM/NIP:

PERSALINAN LAMA No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal : Terbit. berlaku Halaman :

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus:

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL

BAB I PENDAHULUAN. namun juga sehat rohani juga perlu, seperti halnya di negara sedang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan SK Menteri kesehatan Nomor:269/Menkes/Per/III/2008

Pendahuluan. Bab Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Jl Dame No.59 SM Raja Km 10 Medan-Amplas : TK Panglima Angkasturi, Medan : SD Negeri , Medan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN. Saya dr. Azwita Effrina Hasibuan, saat ini sedang menjalani Program

FORMULIR PERMINTAAN PELAYANAN SPIRITUAL BERDASARKAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN PASIEN

Pedoman Pelayanan Anastesi

DASAR-DASAR PELAYANAN REKAM MEDIS. MATERI MIK 1 RMIK smt 1

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB 1 PENDAHULUAN. otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan aset berharga, tidak hanya bagi individu tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. ini dituangkan menjadi 4 misi yaitu Meningkatkan derajat kesehatan. tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny I GII P I00I INPARTU DENGAN GEMELLI

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis

FORMULIR INFORMASI KESEHATAN PRIBADI PESERTA. Alamat. T/T Lahir Jenis Kelamin Tinggi / Berat Badan

LAYANAN REHABILITASI MEDIK DALAM KEJADIAN KEGAWATDARURATAN. dr Luh K Wahyuni, SpKFR-K*, dr Fitri Anestherita, SpKFR

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Anestesi Persiapan Pra Bedah

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengumpulan/Penyajian Data Dasar Secara Lengkap

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengusahakan keamanan dan kenyamanan pasien perioperatif. Resiko

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

BAB II PELAYANAN BEDAH OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSIA KEMANG NOMOR : 056/SK/DIR/5/2017 TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN PASIEN RSIA KEMANG

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB)

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

Sosialisasi Kaidah Koding sesuai Permenkes 76 tahun RIRIS DIAN HARDIANI Tim Teknis Ina CBG Kementerian Kesehatan

BAB III ELABORASI TEMA

DRUG RELATED PROBLEMS

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 5 Diare. Catatan untuk instruktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Indikator Wajib pengukuran kualitas pelayanan keesehatan di FKRTL. Indikator Standar Dimensi Input/Proses l/klinis 1 Kepatuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN DASAR DI LINGKUNGAN SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN RI

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).

PAB: Maksud Anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah sering dilakukan dan kompleks Hal-hal tersebut membutuhkan: Pengkajian yang lengkap dan meny

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konseptual

Tujuan Asuhan Keperawatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. dan lain-lain. Pemanfaatan teknologi informasi dapat meningkatkan

PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit Sumber Waras. Naya pada tahun Diatas tanah ± 619 hektar dijalan tangerang (sekarang

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI PENDIDIKAN AKUPUNKTUR

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

REINFORECEMENT BLOK 11 Pemicu 2. DR.Harum Sasanti, drg, SpPM KaDep. Ilmu Penyakit Mulut FKGUI

RINGKASAN INFORMASI PRODUK COMM CLASSY CARE

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

PANDUAN PELAYANAN MEMINTA PENDAPAT LAIN (SECOND OPINION)

FORMULIR INFORMASI KESEHATAN PRIBADI SISWA SMA SAMPOERNA (SAMPOERNA ACADEMY BOARDING SCHOOL) Alamat. Tempat/ Tanggal Lahir: Jenis Kelamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

CONTOH CONTOH INSIDEN. No. INSTALASI INDIKATOR JENIS

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era perdagangan bebas dunia yang dimulai dengan Asean Free Trade

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Fatihah Rizqi, Kebidanan DIII UMP, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang menyerang seperti typhoid fever. Typhoid fever ( typhus abdominalis, enteric fever ) adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah

Transkripsi:

Bab 1 Pendahuluan Sebelum melakukan suatu tindakan pembedahan maka harus didasarkan pada hasil diagnosis, indikasi, dan urgensinya tindakan pembedahan tersebut. Tindakan pembedahan yang dilakukan harus mampu mengatasi masalah dari kasus yang membutuhkan tindakan tersebut dengan trauma yang minimal, kerusakan yang minimal dengan memperhitungkan berbagai segi baik anatomis maupun fisiologis tubuh manusia sangat penting untuk mendukung keberhasilan tindakan pembedahan. Suatu tindakan pembedahan akan menyebabkan kerusakan jaringan sehingga tanggung jawab ahli bedah untuk meminimalisasi kerusakan jaringan di samping mempertimbangkan segi estetik, timbulnya infeksi luka, dan dapat mempercepat proses penyembuhan luka sehingga fungsi anatomis fisiologis dapat seperti semula. Untuk melakukan suatu tindakan pembedahan dibutuhkan berbagai persiapan yang meliputi berbagai aspek yang terdiri atas persiapan prabedah, yang meliputi persiapan klinis dari pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan, pemeriksaan laboratorium sebagai 1

pemeriksaan penunjang, konsultasi medis sesuai indikasi, serta persiapan untuk tindakan bedahnya apakah akan dilakukan secara lokal, narkose umum, di klinik atau harus di rumah sakit yang lengkap. Pemilihan tempat operasi tentu harus didasarkan kepada berbagai pertimbangan dari kasus bedahnya sendiri, apakah bersifat pembedahan kecil, bedah mayor, canggih, atau atas dasar indikasi lainnya. Hal itu perlu dipertimbangkan karena berkaitan dengan berbagai risiko yang mungkin terjadi sebagai akibat tindakan pembedahan tersebut. Adanya sarana dan prasarana yang lengkap tentu akan memudahkan untuk menangani yang membutuhkan tindakan darurat yang cepat dengan fasilitas yang menunjang yang juga ada kaitannya dengan tenaga-tenaga medis yang diperlukan seandainya harus mendapat perawatan kerja sama dengan tenaga medis lainnya di bidang kedokteran. 2

BAB 2 Persiapan Preoperatif 1. Anamnesa Anamnesa merupakan suatu proses yang sangat penting sebagai langkah awal perawatan terhadap pasien sehingga harus benar-benar dikuasai dengan baik cara pelaksanaannya. Hal-hal yang harus dicatat dalam anamnesa adalah: 1. Data biografi. Untuk mendapatkan informasi yang paling penting dapat dimulai dari cara yang paling sederhana. Ini meliputi: nama, alamat, umur, kelamin, pekerjaan, status perkawinan. Data itu dapat dipercaya sepanjang pasien memberikannya dengan benar tanpa ada keraguan. 2. Keluhan utama, pasien harus dapat menjelaskan keluhan utama yang dirasakannya menurut bahasanya sendiri sehingga didapatkan riwayat keluhan secara utuh. Untuk mendapatkan penjelasan yang akurat tentang keluhan utamanya, pasien harus diarahkan dengan pertanyaan yang spesifik, misalnya: kapan keluhan mulai dirasakan?, Di mana lokasinya?, Apakah keluhan tersebut menetap 3

atau hilang timbul?, Apakah keluhannya saat ini berkurang atau bertambah parah? 3. Riwayat penyakit umum, beberapa kelainan dan penyakit sistemik berkaitan dengan penatalaksanaan bedah sehingga harus mendapat perhatian serius, yaitu: a. Sistem kardiovaskuler, status kardiovaskuler pasien sangat penting untuk diketahui khususnya ketika akan dilaksanakan prosedur bedah di bawah anastesi umum. Demikian juga pasien dengan riwayat endokarditis harus mendapatkan antibiotik profilaksis sebelum penatalaksanaan prosedur bedah. b. Sistem pernapasan, infeksi saluran pernapasan atas merupakan kontraindikasi relatif sehingga prosedur bedah harus ditunda dulu sampai infeksinya teratasi. Pasien dengan penyakit paru kronis membutuhkan penatalaksanaan khusus, riwayat batuk produktif/berdahak harus diketahui untuk menentukan adanya infeksi paru aktif yang membutuhkan penanganan khusus sebelum pelaksanaan prosedur bedah dengan anastesi umum. c. Sistem gastrointestinal, adanya riwayat penyakit liver dengan atau tanpa jaundice harus diwaspadai kemungkinan adanya hepatitis yang sering disertai pula dengan masalah pembekuan darah sehingga membutuhkan perhatian serius. 4

d. Sistem penggerak (rangka, otot, dan sendi), adanya riwayat arthritis khususnya rematoid arthritis penting untuk diperhatikan yang mana pasien tersebut cenderung memiliki masalah pada tulang belakang. Hal itu sangat penting karena akan menimbulkan masalah pada saat intubasi untuk anastesi umum atau pada saat penanganan pasien dengan menggunakan kursi gigi. e. Sistem saraf, gejala-gejala neurologis sangat penting diketahui terutama pada kasus-kasus penatalaksanaan trauma khususnya di daerah maksilofasial yang banyak melibatkan sistem saraf. f. Riwayat penggunaan obat, merupakan hal yang sangat krusial untuk mengetahui jenis obat yang sedang pasien gunakan sebelum merencanakan tindakan bedah, khususnya riwayat terapi kortikosteroid dan antikoagulan sangat penting diketahui karena akan sangat berpengaruh pada suatu tindakan bedah. g. Riwayat keluarga, dapat memberikan keterangan tentang kemungkinan adanya kelainan genetik seperti hemofilia. Selain itu, dapat memberikan gambaran tentang kerentanan pasien terhadap suatu penyakit melalui riwayat penyakit yang diderita atau riwayat penyebab kematian dari sanak familinya. Sebagai contoh serangan jantung, stroke, dan kanker. 5

2. Pemeriksaan Fisik Hasil pemeriksaan fisik haruslah secara objektif dengan keakuratan yang tinggi. Pemeriksaan fisik dimulai dari pemeriksaan vital sign yang meliputi: keadaan umum, tekanan darah, denyut nadi, dan pernapasan. Pemeriksaan fisik dilakukan dalam beberapa cara yaitu: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. 3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang sebelum tindakan bedah terdiri atas: pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah lengkap dan urine rutin jika diperlukan. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah rontgen foto sesuai kebutuhan. 4. Menegakkan Diagnosis Setelah proses anamnesa dilaksanakan dengan baik dan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang akurat dengan didukung hasil pemeriksaan penunjang yang adekuat maka kita dapat menegakkan suatu diagnosis dari penyakit atau kelainan dentoalveolar yang kita temukan. Selain menegakkan diagnosis kadang-kadang perlu juga dilakukan suatu diferential diagnosis jika diduga ada suatu penyakit atau kelainan yang menunjukkan tanda dan gejala yang hampir mirip sekali. 6

5. Rencana Perawatan Setelah diagnosis ditegakkan maka tindakan selanjutnya adalah menentukan rencana perawatan. Dalam bedah dentoalveolar, rencana perawatan tentu saja berdasarkan diagnosis dari kasus yang ada. 6. Inform Consent Sering disebut juga surat izin operasi yang berisi kesanggupan pasien untuk menjalani seluruh prosedur operasi serta bersedia menanggung semua risiko yang mungkin terjadi akibat tindakan yang dilakukan, setelah sebelumnya tentu saja mendapat penjelasan yang cukup dari dokter gigi yang merawatnya. Saat ini inform consent mutlak harus dilaksanakan karena kalau tidak dilaksanakan dan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan tidak menutup kemungkinan akan ada tuntutan baik pidana maupun perdata dari pasien. 7

BAB 3 Perawatan Secara Pembedahan (Tindakan Operasi) 1. Manajemen Rasa Sakit (Pain Control) Dewasa ini, telah dipahami secara luas bahwa semua operasi harus tidak menyakitkan. Hal itu penting untuk menghindari stres psikologis dan fisik kepada pasien, yang mungkin menjadi predisposisi syok, menunda pemulihan, dan membuat operasi dengan anestesi lokal menjadi lebih sulit bagi ahli bedah. Dalam bedah mulut, anestesi umum diberikan oleh spesialis anastesi, sedangkan ahli bedah mulut biasanya sangat terampil dalam memberikan suntikan anestesi lokal. Seorang ahli bedah harus berusaha untuk mencapai lokal anestesi menggunakan blok anestesi sebaik mungkin, karena hal ini dapat membuat ketidaknyamanan yang cukup besar bagi pasien. Pilihan jenis anestesi akan bergantung pada operasi serta pertimbangan medis, dan ketika timbul keraguan, keputusan harus dibuat bersama-sama dengan dokter anestesi. Pasien dan dokter 9

anestesi mungkin harus diarahkan untuk pilihan yang terbaik khususnya dalam keadaan tertentu. Indikasi untuk anestesi umum adalah: pertama, bila ada infeksi akut atau subakut yang tidak mungkin untuk mengobati menggunakan blok anestesi regional; kedua, di mana operasi melibatkan beberapa kuadran mulut, durasinya panjang, sulit, atau secara umum berbahaya. Ketiga, untuk anak-anak dan dewasa yang tidak mampu untuk bekerja sama. Anestesi umum tanpa intubasi tidak boleh digunakan untuk prosedur diperkirakan berlangsung lebih dari lima menit, meskipun penggunaan masker laring dapat memperpanjang anestesi dengan aman hingga dua puluh menit. Sebagai pasien rawat jalan, prosedur ini sekarang hampir seluruhnya dibatasi untuk pengobatan anak-anak. Kasus operasi, yang mana pasien diintubasi dan diawasi oleh staf perawat, cocok untuk operasi yang dapat diselesaikan dalam waktu 45 menit, yang memungkinkan pasien untuk pulih penuh sebelum pulang ke rumah. Anestesi lokal cocok untuk kebanyakan prosedur bedah mulut minor. Kombinasi anestesi lokal dan sedasi intravena dengan benzodiazepin, seperti midazolam, berguna untuk pasien yang tegang. Teknik ini membutuhkan baik staf yang terlatih dan fasilitas pemulihan yang memadai. Sedasi semacam ini harus diperlakukan dengan cara yang sama bila pasien diberikan anestesi umum dan pasien pun disiapkan dengan cara yang sama. 10