BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KETENTUAN PAJAK BERGANDA ATAS TRANSAKSI MURA>BAHAH PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hukum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT MUSLIM SIDOMOJO KRIAN SIDOARJO MENGENAI BUNGA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEGIATAN EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. tujuan utama dari pembangunan nasional, dalam pelaksanaannya haruslah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan. ekonominya berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah.

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB IV PENERAPAN AKAD BAYʽ BITHAMAN AJIL DALAM PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA DI KOPONTREN NURUL HUDA BANYUATES SAMPANG MADURA

BAB I PENDAHULUAN. berpedoman penuh pada Al-Qur an dan As-Sunnah. Hukum-hukum yang melandasi

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH

BAB I PENDAHULUAN. lembaga tersebut mencakup bagian dari keseluruhan sistem sosial masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Islam merupakan agama yang memiliki aturan-aturan untuk mengatur

BAB IV ANALISIS WADI< AH MUD{A>RABAH TERHADAP BONUS HAJI GRATIS PADA PT. ANUGERAH NUR NABAWI JOMBANG

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini, keuangan syari ah menawarkan layanan-layanan. syari ah haruslah sesuai dengan prinsip syari ah.

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BISNIS PULSA DENGAN HARGA DIBAWAH STANDAR

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas)

HILMAN FAJRI ( )

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini terlihat dari tindakan bank bank konvensional untuk membuka

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi alasan mereka untuk mau berhubungan dan menjadi nasabah adalah

BAB IV ANALISA PEMIKIRAN IMAM SYATIBI

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al- Baqarah : 275).

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURA<BAH}AH DI BMS FAKULTAS SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

Contoh Penghitungan Murabahah (Hipotesis)

BAB I PEDAHULUAN. peluang terjadinya jual-beli dengan sistem kredit atau tidak tunai dalam

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBULATAN TIMBANGAN PADA PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR DI JALAN KARIMUN JAWA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. syariah dianggap sangat penting khususnya dalam pengembangan sistem ekonomi

maka dalam bab ini penulis akan menganalisis praktek denda pada pembiayaan

A. Analisis Mekanisme Angsuran Usaha Kecil dengan Infaq Sukarela pada Bantuan Kelompok Usaha Mandiri di Yayasan Dana Sosial Al Falah Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. yang ada sekarang ini. Selain itu sebagai mahluk sosial manusia yang tidak

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Perbankan dari sekian jenis lembaga keuangan, merupakan sektor yang paling

BAB I PENDAHULUAN. untuk investasi, modal kerja, maupun konsumsi. Salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan bank syariah di Indonesia dewasa ini berjalan dengan

ANALISIS YURIDIS PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PERBANKAN SYARIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan.

BAB IV ANALISIS PERSEPSI NASABAH RENTENIR TENTANG QARD} PADA PRAKTIK RENTENIR DI DESA BANDARAN KECAMATAN BANGKALAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

BAB I PENDAHULUAN. di bidang perbankan. Kebijakan ini diharapkan dapat memperbaiki dan. memperkokoh ketahanan nasional.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

MURA<BAH{AH BERMASALAH DI BPRS BAKTI MAKMUR

BAB I PENDAHULUAN. Istilah bank berasal dari kata Italia banco yang berarti kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. Bank syari ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan

BAB IV. suatu transaksi. Pembiayaan yang terjadi yaitu pembiayaan mura>bah}ah bi alwaka>lah.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB VI P E N U T U P. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi tingkat bunga akhir-akhir ini memberikan perhatian lebih kepada

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

BAB IV ANALISIS PENETAPAN MARGIN PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BSM LUMAJANG DALAM TINJAUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Bai Bitsaman Ajil dalam Fiqh Muamalah

Pengertian. Dasar Hukum. QS. Al-Baqarah [2] : 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

BAB III TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pemberi layanan perbankan bagi masyarakat. Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang ada di Indonesia.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI PERUBAHAN PENGHITUNGAN DARI SISTEM "FLAT" KE "EFEKTIF" PADA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Mura>bah}ah merupakan produk finansial yang berbasis ba i atau jual beli.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan dan kecukupan dalam keuangan, maka masyarakat dapat

BAB I PENDAHULUAN. kredit. Instrumen yang digunakan adalah bunga (interest). Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar (medium of exchange),

Pembiayaan Multi Jasa

BAB III LUMAJANG. berbeda beda untuk jangka waktu cicilan yang berbeda. Penerapan keuntungan transaksi pembiayaan mura>bah{ah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

BAB I PENDAHULUAN. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya

BAB II LANDASAN TEORI. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. disetujuinya UU No. 10 Tahun Undang-Undang tersebut mengatur

BAB V PENUTUP. perubahan yang siginifikan pada akad murābahah dalam praktiknya. Akad

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Setiap manusia memiliki kebutuhan yang beragam dalam kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada fungsi sosial LAZ, Baznas, dan lembaga pengelola wakaf.

BAB I PENDAHULUAN. Dimana bank memiliki beberapa fungsi, salah satunya adalah agent of trust. Agent

BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN DANA MASJID ROUDLOTUL MUTTAQIN DESA PANDEAN WARU SIDOARJO PADA PERBANKAN

DANA TALANGAN H A J I. خفظ اهلل Oleh: Ustadz Dr. Erwandi Tirmidzi, MA. Publication: 1433 H_2012 M DANA TALANGAN HAJI

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya. Untuk melakukan kegiatan bisnis tersebut para pelaku usaha

MUSYARAKAH MUTANAQISAH SEBAGAI ALTERNATIF PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH. Kajian LiSEnSi, Selasa, 23 Maret 2010

BAB I PENDAHULUAN. pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa pembayaran serta peredaran uang

BAB IV. Sejalan dengan tujuan dari berdirinya Pegadaian Syariah yang berkomitmen

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

(Survey pada Mahasiswa Akuntansi Di Universitas Muhammadiyah Surakarta)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGHASILAN KEGIATAN USAHA BERBASIS SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia perbankan. Jika dihubungkan dengan pendanaan, hampir semua

BAB I PENDAHULUAN. hubungan manusia dengan Tuhannya. Ibadah juga merupakan sarana untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan lembaga Islam di Indonesia termasuk cukup signifikan

BAB 1 PENDAHULUAN. dipenuhi. Memiliki rumah sendiri adalah idaman semua orang, bahkan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB IV. Analisis Hukum Islam Terhadap Penjualan Obat Generik Melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) Pada Tiga Apotek di Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. penting di dalam perekonomian suatu Negara sebagai lembaga perantara

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KETENTUAN PAJAK BERGANDA ATAS TRANSAKSI MURA>BAHAH PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA A. Analisis Terhadap Implikasi Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Pada Bank Syariah Bank Syariah merupakan bank yang dijalankan dengan mematuhi prinsipprinsip syariah, atau dengan kata lain mengacu pada al-qur an dan Hadits. Di Indonesia, operasional syariah ini diatur dalam UU Nomor 7 tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10 tahun 1998. Aturan ini dibuat dengan latar belakang adanya keyakinan dalam agama Islam yang melarang praktek-praktek tertentu yang biasa dilakukan oleh bank konvensional, terutama pengenaan riba (bunga). Dengan batasan ini, produk perbankan Syariah harus dimodifikasi untuk menghindari riba (serta larangan-larangan lain) tersebut. Salah satu produk hasil modifikasi tersebut adalah pembiayaan dengan akad mura>bahah, yaitu akad jual beli. Dasar hukum dari produk mura>bahah ini antara lain adalah:...إ م ن ا ال ب ي ع م ث ل الر ب ا و أ ح مل اللمه ال ب ي ع و ح مرم الر ب ا... Artinya: Bahwasanya jual-beli itu seperti riba, tetapi Allah menghalalkan jualbeli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah: 275). 60

61 Dengan akad ini, penyerahan barang dari penjual (bank syariah) kepada pembeli (nasabah) merupakan syarat mutlak dilakukannya proses pembiayaan. Untuk dapat menyerahkan barang tersebut kepada nasabah, bank syariah harus terlebih dulu memilikinya, yang berarti harus membeli barang tersebut dari pemasok. Saat ini, perbankan syariah sedang mengalami pertumbuhan. Di lain pihak, perbankan konvensional justru mengalami kemunduran. Satu hal yang membuat perbankan syariah tumbuh pesat adalah produk yang ditawarkan bebas terhadap tindakan spekulatif. Demikian juga, produk-produk yang ditawarkan mampu bersaing dengan produk-produk perbankan konvensional. Pemungutan pajak tidak dapat dilakukan sembarangan dan sekehendak hati penguasa. Apabila pajak itu benar-benar dibutuhkan dan tidak ada sumber lain yang memadai, maka pemungutan pajak, bukan saja boleh, tapi wajib dengan syarat. Tetapi harus dicatat, pembebanan itu harus adil dan tidak memberatkan. Jangan sampai menimbulkan keluhan dari masyarakat. Keadilan dalam pemungutan pajak didasarkan kepada pertimbangan ekonomi, sosial dan kebutuhan yang diperlukan rakyat dan pembangunan. Pengenaan PPN atas pembiayaan mura>bahah merupakan kebijakan yang tidak adil, karena pada hakekatnya baik bank syariah maupun bank konvensional sama-sama menjalankan fungsi intermediary dalam bidang keuangan. Hanya saja, transaksi pembiayaan dalam perbankan syariah ada yang menggunakan akad mura>bahah yang dilaksanakan dengan prinsip jual beli barang.

62 Ketidakadilan kebijakan ini akan berimplikasi tidak kompetitifnya bank syariah dibandingkan bank konvensional, juga lambat laun akan mampu mematikan industri perbankan syariah di Indonesia, padahal kontribusi Perbankan syariah sangat besar sebagai lembaga intermediari keuangan alternatif dari sistem perbankan konvensional. Dari sudut pandang makro ekonomi, pengenaan PPN pada produk mura>bahah akan memicu terjadinya inflasi. Hal ini bisa terjadi karena inputing tax yang tinggi tentu menyebabkan pricing bank menjadi tinggi juga, ini pada gilirannya berpengaruh pada kemampuan nasabah untuk mengangsur pembiayaan. Kalau nasabah tidak mempunyai kemampuan atau kolap nasabah tidak punya positioning power terhadap good akibatnya terjadi inflasi karena semua kredit bank akan macet. Dari paparan diatas jelas bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada pembiayaan mura>bahah di Perbankan Syariah telah memicu timbulnya persoalan hukum dan berpotensi akan merugikan bank syariah yang pada gilirannya akan menyebabkan bangkrut dan hilangnya Perbankan Syariah di Indonesia. Padahal keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia sebagai alternatif dari sistem perbankan konvensional. Di sisi lain memang diakui bahwa keberadaan pajak sebagai sumber pendapatan negara (budgeter) sangat diperlukan sehingga dengan dibebaskannya produk mura>bahah dari PPN akan menyebabkan berkurangnya pendapatan sektor pajak.

63 Namun demikian, mengingat nilai strategis dari perbankan syariah di atas maka perlakuan pembebasan PPN pada perbankan konvensional perlu juga diberikan kepada perbankan syariah. Sedangkan beberapa kendala atau problem yuridis yang masih menjadi perdebatan di atas dapat ditawarkan solusi penyelesaian di antaranya: Pertama, problem yuridis yang disebabkan oleh ketidaktepatan peraturan perundang-undangan yang mengatur PPN di perbankan syariah perlu segera diselesaikan dengan mempersiapkan rancangan amandemen undang-undang PPN yang mengakomodir kepentingan pengembangan perbankan syariah, yaitu dengan mengecualikan produk pembiayaan di perbankan syariah dari PPN. Meskipun pada saat ini sudah dipersiapkan tetapi dukungan sepenuh hati oleh semua pihak sangat diperlukan. Kedua, untuk menghindari berbagai upaya pihak perbankan syariah dalam tindakan penghindaran pajak yang justru menyebabkan tereduksinya karakteristik dasar perbankan syariah yang mengedepankan kejujuran, transparansi, nilai-nilai moralitas lainnya maka untuk sementara Direktorat jenderal pajak hendaknya segera mengeluarkan kebijakan yang membebaskan produk pembiayaan Perbankan syariah pada umumnya dan pembiayaan mura>bahah khususnya dari pengenaan PPN. Ketiga, bagi pihakpihak terkait dengan perbankan syariah yang telah melakukan tindakan penghindaran pajak dengan melakukan berbagai macam cara yang memang masih kategori penghindaran pajak secara yuridis agar menghentikan cara-cara tersebut. Karena tindakan seperti itu justru akan mencenderai atau mencoreng

64 wajah perbankan yang didasarkan atas nilai-nilai syariat Islam yang luhur yang dalam ajarannya sangat menekankan aspek substansi akad (maud}u/ maqsad alaqd) dari pada hanya sekedar formalitas (mabani) nya. Sebagai gantinya upaya dialog antara para pihak yang terkait dengan perbankan syariah dan pihak Direktorat jenderal pajak Departemen Keuangan perlu lebih diintensifkan untuk mencapai kemaslahatan bersama. B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Berganda) Pada Transaksi Mura>bahah Secara sederhana, pajak berganda dapat diartikan sebagai pengenaan pajak atas obyek yang sama lebih dari satu kali. Lawan dari pajak berganda ini adalah obyek pajak yang tidak dikenakan pajak. Aturan perpajakan di Indonesia, dengan perbaikan yang telah dilakukan secara terus menerus, secara konsisten dilakukan dengan salah satu tujuan untuk menghindari kedua hal tersebut. Bila masih ada aturan tertentu yang tidak konsisten dengan tujuan tersebut, kemungkinan besar aturan tersebut dibuat dengan motif untuk menjalankan fungsi pengatur untuk mengarahkan kegiatan ekonomi ke arah yang diinginkan. Oleh karena itu, akan sangat mengherankan bila PPN atas produk mura>bahah tersebut merupakan pajak berganda tetapi tetap diberlakukan oleh Dirjen Pajak. Meskipun bukan merupakan pajak berganda, pengenaan PPN atas produk mura>bahah tetap merupakan inkonsistensi peraturan. Pendapatan bunga, yang merupakan pendapatan dari produk intermediasi perbankan konvensional, tidak

65 dikenakan PPN sedangkan margin pembiayaan mura>bahah, yang juga merupakan pendapatan dari produk intermediasi perbankan (syariah) dikenakan PPN. Inkonsistensi aturan ini menyebabkan bank Syariah harus menjual produk mura>bahah lebih mahal untuk mendapat tingkat keuntungan yang sama dengan pembiayaan bank konvensional. Konsekuensi dari adanya perbedaan di atas, konsumen harus membayar lebih mahal untuk memilih produk mura>bahah dibandingkan dengan produk bank konvensional. Dampaknya, bila masalah agama dikesampingkan, konsumen yang rasional akan memilih produk yang lebih murah untuk mendapat manfaat yang sama. Oleh karena itu, disengaja atau tidak, aturan ini akan menjalankan fungsi regulent-nya untuk mengarahkan kegiatan ekonomi ke arah yang mungkin kurang diinginkan yaitu: mengarahkan konsumen rasional untuk memilih produk perbankan konvensional. Dalam undang-undang perpajakan, akad mura>bahah didefinisikan sebagai jual beli. Pemerintah mengenakan PPN kepada akad mura>bahah pada waktu transaksi pembelian barang kepada produsen oleh bank syariah dan saat diserahkan kepada debitur yang meminta pembiayaan mura>bahah. PPN berganda yang dikenakan pada transaksi mura>bahah tersebut sangat tidak tepat, karena transaksi jual beli dalam akad mura>bahah itu bukanlah transaksi dagang yang sebenarnya. Seharusnya ada peraturan khusus dari Dirjen Pajak untuk mengatur masalah produk mura>bahah, PPN atas produk mura>bahah

66 semestinya ditiadakan. Pendanaan menggunakan Konsep mura>bahah itu bukan berarti mengaplikasikan pajak berganda tetapi pendanaan ini sesuai dengan akad antara pembeli dan penjual serta perantara sehingga terdapat kesepakatan antara kedua belah pihak. Kalau dilihat dari proses transaksi yang dilakukan oleh perbankan syariah dengan transaksi mura>bahahnya (menjual barang lalu memperoleh margin), maka memang terkena PPN sesuai dengan UU PPN. Adapun Peraturan Bank Indonesia yang membedakan antara transaksi mura>bahah dengan pembiayaan mura>bahah dan dengan itu ditentukan terkena PPN atau tidak, sesungguhnya tidak seusai dengan hukum Islam karena terdapat ketidakadilan. Karena margin yang diperoleh dari transaksi mura>bahah dari satu sisi sama seperti margin yang didapat oleh bank konvensional dari selisih bunga. Persamaannya adalah sama-sama hasil dari produk/ jasa perbankan, hanya saja akadnya yang berbeda. Seharusnya transaksi mura>bahah hasil dari jasa perbankan syariah juga tidak terkena PPN sebagaimana selisih bunga yang didapat oleh bank konvensional. Ini jika transaksi mura>bahah dimasukkan ke dalam produk/ jasa perbankan. Dan sudah seharusnya dimasukkan ke dalam produk/ jasa perbankan, karena transaksi inilah yang menjadi andalan dalam bisnis perbankan syariah dan yang menjadi perbedaan utama dengan bank konvensional. Adapun dalam pembiayaan mura>bahah, perbankan syariah hanya menyediakan dana saja. Dan yang perlu diperhatikan di sini adalah dalam Islam transaksi seperti ini (menyediakan dana) termasuk dalam transaksi pinjam

67 meminjam, dan transaksi ini di dalam Islam bukan transaksi komersial, sehingga tidak ada margin yang diperoleh oleh bank syariah. Jadi wajar saja jika tidak terkena PPN. Ini tidak bisa dijadikan alasan bahwa regulator telah berbuat adil dan telah tepat menerapkan regulasinya. Seharusnya perlu membedakan antara transaksi mura>bahah dengan pembiayaan mura>bahah. Dalam Peraturan Bank Indonesia juga sudah dibedakan definisi dari transaksi mura>bahah dengan pembiayaan mura>bahah. Dimana pembiayaan mura>bahah merupakan salah satu jasa perbankan yang termasuk dalam jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN. Sedangkan transaksi mura>bahah tidak. Regulasi tersebut harus segera diperbaiki agar tidak terjadi pertentangan peraturan dan ketidakwajaran aturan. Dan pihak yang dirugikan dalam hal ini adalah industri perbankan syariah yang tidak akan mampu bersaing dengan bank konvensional harga produknya lebih mahal hanya karena regulasi yang tidak sesuai dengan kewajaran. Hal tersebut sesungguhnya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Di dalam Islam terdapat larangan untuk melakukan kezaliman. Pemungutan pajak tidak dapat dilakukan sembarangan dan sekehendak hati penguasa. Pajak itu boleh dipungut apabila negara memang benar-benar membutuhkan dana, sedangkan sumber lain tidak diperoleh. Para ulama dan para ahli fatwa hukum Islam menekankan agar memperhatikan syarat ini sejauh mungkin. Pemungutan Pajak harus dilakukan dengan adil dan apabila pajak itu benar-benar dibutuhkan serta

68 jika tidak ada sumber lain yang memadai, jika syarat terebut terpenuhi maka pemungutan pajak, bukan saja boleh, tapi wajib dengan syarat. Tetapi harus dicatat, pembebanan itu harus adil dan tidak memberatkan. Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan umat, bukan untuk maksiat dan hawa nafsu. Hasil pajak harus digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan kelompok (partai), bukan untuk pemuas nafsu para penguasa, kepentingan pribadi, kemewahan keluarga pejabat dan orang-orang dekatnya. Pemerintah tidak boleh bertindak sendiri untuk mewajibkan pajak, menentukan besarnya, kecuali setelah dimusyawarahkan dan mendapat persetujuan dari para ahli dan cendikiawan dalam masyarakat. Karena pada dasarnya, harta seseorang itu haram diganggu dan harta itu bebas dari berbagai beban dan tanggungan, namun bila ada kebutuhan demi untuk kemaslahatan umum, maka harus dibicarakan dengan para ahli termasuk ulama. Musyawarah adalah unsur pokok dalam masyarakat yang beriman, sebagai perintah langsung dari Allah SWT. Para pejabat pemerintah yang menangani pajak harus mempertimbangkan secara adil, obyektif dan seksama dan matang dalam menetapkan tarif pajak. Oleh karena itu, pemerintah sebagai regulator dalam penentu kebijakan harus memperhatikan syarat-syarat pemungutan pajak yang telah dirumuskan ulama, demi terwujudnya keadilan dan hilangnya kezaliman dalam masyarakat.