KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DALAM MENGHADAPI PEMBERLAKUAN KESEPAKATAN ASEAN Free Trade Area (AFTA)



dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan

BAB 2 KETENTUAN POKOK DALAM KESEPAKATAN AFTA DAN KEBIJAKAN INDONESIA DALAM IMPLEMENTASINYA SELAMA PERIODE

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS STRATEGI KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM MENGHADAPI KESEPAKATAN AFTA HAKA AVESINA ASYKUR

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

Menteri Perdagangan Republik Indonesia NOMOR : 43/M-DAG/PER/10/ /M-DAG/PER/9/2007

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Think Globally, hal.22. Strategi kebijakan..., Haka Avesina 1 Asykur, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 17/M-DAG/PER/9/2005

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

2016, No c. bahwa Menteri Perdagangan melalui surat Nomor: 330/M- DAG/SD/4/2016 tanggal 14 April 2016 hal Permohonan Perubahan Peraturan Menter

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

BAB 4 UPAYA PENGEMBANGAN KEGIATAN PERDAGANGAN DENGAN KAWASAN ASEAN

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

1. 3. Realisasi ekspor DKI Jakarta berdasarkan Penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Pembentukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

perdagangan, industri, pertania

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

MEMBANGUN TIM EFEKTIF

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *)

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan.

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

PENGARUH PEMBERLAKUAN AREA PERDAGANGAN BEBAS ASEAN DI INDONESIA

Kerja sama ekonomi internasional

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan munculnya perjanjian kerjasama perdagangan antar dua negara atau yang

Transkripsi:

KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DALAM MENGHADAPI PEMBERLAKUAN KESEPAKATAN ASEAN Free Trade Area (AFTA) Oleh: Henry Aspan Staf Pengajar Fakultas Ekonomi UNPAB ABSTRAK Pemberlakuan AFTA dan keikutsertaan Indonesia di dalamnya saat ini merupakan suatu kenyataan yagn tidak dapat dihindari. Persoalannya sekarang adalah bagaimana kebijakan Indonesia dalam menghadapi pemberlakuan AFTA tersebut. Karena itu penelitian ini ingin menelah bagaimana kebijakan Indonesia tersebut. Selain menggunakan pendekatan yang bersifat analitis-deskriptif, penelitian ini juga menggunakan toeri yang dikemukakan oleh Judith M. Dean, Seema Desai, dan James Riedel, tentang tingkat outward orientation suatu negara dalam bidang perdagangan luar negeri. Pengukuran terhadap tingkat outward orientation ini akan menggunakan 2 parameter, yaitu parameter liberality dan parameter openess. Kata kunci: Kebijakan, AFTA, outward orientation, liberality, openess LATAR BELAKANG Berbicara mengenai kawasan perdagangan bebas ASEAN (Association of South-East Asia Nations) atau AFTA (ASEAN Free Trade Area) saat ini bukan lagi sekedar isu ataupun wacana. AFTA, bagi negara-negara pesertanya, sekarang adalah sebuah kenyataan yang mau tidak mau harus dihadapi. Ini karena sejak tanggal 1 Januari 2002, kesepakatan AFTA tersebut telah resmi diberlakukan, khususnya di negara ASEAN-6, yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand (di Vietnam mulai diberlakukan pada tahun 2006, Laos dan Myanmar pada tahun 2008, dan Kamboja pada tahun 2010). Dengan diberlakukannya AFTA ini, maka negara-negara anggota harus menurunkan pengenaan tarif impor intra-aseannya, menjadi hanya 0% - 5%, bagi barang-barang yang telah dimasukkan ke dalam Daftar Inklusi (Inclusive List) dan telah memenuhi ketentuan tentang kandungan produk ASEAN. Pada akhirnya, diharapkan keseluruhan tarif ini akan dihapuskan sama sekali (menjadi 0%), pada tahun 2010 bagi negara ASEAN-6 dan 2015 bagi negara ASEAN-4, sehingga akan menciptakan kawasan perdagangan regional Asia Tenggara yang benar-benar bebas. Pemimpin negara-negara ASEAN ketika ide AFTA ini diluncurkan, menyadari bahwa masing-masing negara memiliki potensi ekonomi yang sangat besar, yang jika difasilitasi melalui kerja-sama antar negara yang erat, tentunya akan membawa kemanfaatan yang besar pula bagi masing-masing negara. Berangkat dari hal tersebut, maka lahirlah ide untuk menciptakan suatu kawasan

perdagangan bebas di wilayah ASEAN, yang akan meminimalkan hambatan (baik tarif maupun non-tarif) bagi masing-masing negara untuk melakukan kegiatan perdagangan satu-sama lain. Meski demikian, terdapat 2 kelompok yang masing-masing memiliki pandangan yang berbeda terkait dengan pembentukan AFTA ini. Kelompok yang mendukung terbentuknya AFTA ini mengatakan bahwa kelak akan tercapai efisiensi ekonomi yang maksimal di masing-masing negara. Sebaliknya, kelompok-kelompok yang menentang akan mengatakan bahwa kesepakatan liberalisasi perdagangan ini pasti akan memakan korban (khususnya di negaranegara yang kemampuan ekonominya rendah). Pandangan yang cukup netral mungkin datang dari kelompok tengah, yang mengatakan bahwa AFTA ini sesungguhnya dapat dijadikan sebagai ajang pembelajaran bagi masing-masing negara sebelum memasuki kesepakatan liberalisasi perdagangan yang lebih luas lagi, yang kelak memang tidak dapat dihindari. Dengan kondisi internal negaranegara ASEAN yang dapat dikatakan relatif cukup seimbang, masing-masing negara memiliki kesempatan untuk mempersiapkan diri agar tidak menjadi bulanbulanan. Di Indonesia sendiri perbedaan pandangan ini juga terjadi. Kenyataannya memang tidak semua kelompok pengusaha menyambut gembira atas diberlakukannya kesepakatan AFTA ini. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Adianto P. Simamora di harian The Jakarta Post, disebutkan bahwa dari sebuah survey yang dilakukan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia terhadap 80 pengusaha pada berbagai bidang, tercatat paling tidak ada 27 pengusaha yang menyatakan belum siap untuk menghadapi pemberlakuan AFTA ini. Berangkat dari kenyataan tersebut, maka Indonesia mau tidak mau dituntut untuk mampu mengambil kebijakan dan strategi perdagangan yang tepat, agar dapat menghadapi pemberlakuan AFTA tersebut sebaik mungkin dan dapat memperoleh kemanfaatan yang sebesar-besarnya dari kesepakatan tersebut. Dalam hal ini, kebijakan dan strategi yang diambil tersebut harus dapat menjadi jembatan, bahwa di satu sisi pemberlakuan AFTA ini dan keikutsertaan Indonesia di dalamnya adalah sesuatu kenyataan yang harus dipatuhi, namun di sisi lain Indonesia harus mampu mengambil kesempatan dari pemberlakuan AFTA ini guna memperoleh kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional. RUMUSAN MASALAH Berangkat dari penjelasan di atas, maka rumusan permasalahan pokok yang terdapat dalam tulisan ini adalah, Bagaimana kebijakan dan strategi perdagangan Indonesia dalam menghadapi pemberlakuan kesepakatan AFTA (ASEAN Free Trade Area). GAGASAN UTAMA Gagasan utama yang dikemukan dalam tesis ini adalah bahwa tingkat orientasi keluar (outward orientation) yang dimiliki Indonesia dalam bidang perdagangan luar-negeri sampai saat ini masih rendah, baik diukur melalui Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu 680

parameter kebebasan (liberality) maupun diukur melalui parameter keterbukaan (openess). Maka dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Indonesia masih berorientasi ke dalam (inward oriented). Namun demikian, pemberlakuan kesepakatan AFTA ini bagaimanapun telah mempengaruhi kebijakan perdagangan yang diambil oleh pemerintah Indonesia. Hal ini misalnya dapat dilihat dari perubahan kebijakan ekspor, impor, dan kepabeanan yang dilakukan pemerintah, guna menyesuaikan dengan apa yang telah disepakati dalam kesepakatan AFTA. Selain itu pemerintah juga telah melakukan langkah-langkah yang bersifat fasilitatif dan proaktif guna mengembangkan kegiatan perdagangan Indonesia dengan kawasan ASEAN. KERANGKA ANALISA Pada dasarnya pembahasan terhadap kebijakan perdagangan luar-negeri Indonesia dalam menghadapai pemberlakuan AFTA yang terdapat dalam tulisan ini menggunakan pendekatan yang bersifat analitis-deskriptif. Meski demikian, tulisan ini juga menggunakan teori yang dikemukakan oleh Judith M. Dean, Seema Desai, dan James Riedel tentang tingkat orientasi keluar (outward orientation) yang dimliki suatu negara dalam bidang perdagangan luar-negeri, sebagai salah satu alat analisa utamanya. Pengukuran terhadap tingkat outward orientation ini sendiri akan menggunakan 2 parameter. Yang pertama adalah parameter kebebasan (liberality), yang diukur melalui besar-kecilnya tingkat intervensi yang dilakukan pemerintah dalam kegiatan perdagangan luar-negeri. Dan yang kedua adalah parameter keterbukaan (openess), yang diukur melalui tinggi-rendahnya (seberapa signifikan) rasio nilai perdagangan luar-negeri terhadap GDP yang dimiliki oleh suatu negara. PEMBAHASAN KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA Parameter Keterbukaan (Openess) Kondisi perdagangan luar-negeri Indonesia mulai mengalami perkembangan pesat ketika rezim orde baru, yang memiliki perhatian besar terhadap masalah pembangunan ekonomi, mulai berkuasa. Disahkannya UU tentang Penanaman Modal Asing (tahun 1967) dan UU tentang Penanaman Modal Dalam-Negeri (tahun 1968) pada awal rezim ini berkuasa, telah mendorong berkembangnya sektor industri melalui kegiatan penanaman modal. Berkembangnya sektor industri ini sedikit banyak juga telah mendorong berkembangnya sektor perdagangan luar-negeri Indonesia. Perkembangan sektor perdagangan luar-negeri Indonesia ini kemudian mendapat tambahan energi ketika pada dekade 1980an investasi asing di sektor industri masuk secara besar-besaran ke Indonesia. Industri yang didirikan tersebut umumnya merupakan hasil relokasi dari negara-negara industri maju (misalnya Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa Barat) dan negara-negara industri baru (misalnya Korea Selatan dan Taiwan), dalam rangka mencari lokasi produksi baru yang lebih kompetitif. Mengalir derasnya investasi asing di sektor 681 Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

industri ini telah meningkatkan nilai perdagangan luar-negeri Indonesia dengan sangat pesat. Namun, meski sektor perdagangan luar-negeri tersebut mengalami perkembangan pesat, nilainya terhadap aktifitas ekonomi deomestik masih belum terlalu signifikan. Sampai tahun 2006, rasio nilai perdagangan luar-negeri terhadap GDP (parameter openess) Indonesia tercatat hanya sebesar 44,4 %. Bahkan dalam 7 tahun terakhir (periode 2000 2006), rasio tersebut mengalami tren penurunan (lihat tabel 1). Dengan kondisi ini maka kita dapat menilai bahwa parameter openess yang dimiliki Indonesia sampai saat ini masih tergolong rendah. Tahun Tabel 1: Perkembangan Parameter Keterbukaan (Openess) Indonesia Dalam Bidang Perdagangan Luar-Negeri (1993 2006) Ekspor Impor Total Perdagangan GDP Rasio Total Perdagangan Terhadap GDP ( % ) (US$ juta) (US$ juta) (US$ juta) (US$ juta) 2000 62.124,0 33.514,8 95.638,8 165.494,0 57,8 2001 56.317,6 30.962,1 87.279,7 164.805,0 53,0 2002 57.158,8 31.288,9 88.447,7 204.499,4 43,3 2003 61.058,2 32.550,7 93.608,9 237,663.0 39.4 2004 71.584,6 46.524,5 118.109,1 251,647.2 46.9 2005 85.660,0 57.700,9 143.360,8 280.265,2 51,2 2006 100.798,6 61.065,5 161.864,1 364.258,8 44,4 Sumber: Diolah dari data yang terdapat dalam buku ASEAN Statistical Yearbook 2005, serta laporan Intra- and Extra- ASEAN Trade 2005, Extra- and Intra- ASEAN Trade 2006, Gross Domestic Product in ASEAN 2007, dan Selected Basic ASEAN Indicators 2006. Selain itu, khusus untuk perdagangan dengan ASEAN, pangsa perdagangan Indonesia dengan ASEAN sampai saat ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pangsa perdagangan intra-asean secara umum. Sampai tahun 2006 pangsa perdagangan Indonesia dengan ASEAN tercatat sebesar 23,4%, sedangkan pangsa perdagangan intra-asean secara umum tercatat sebesar 25,1%. Dengan kondisi ini kita dapat mengatakan bahwa sampai saat ini orientasi perdagangan Indonesia dengan kawasan ASEAN masih lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata orientasi perdagangan intra-asean secara umum. Parameter Kebebasan (Liberality) Masalah parameter kebebasan (liberality), khususnya yang terkait dengan masalah banyaknya aturan/ kebijakan pemerintah yang dinilai dapat menghambat Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu 682

berlangsungnya kegiatan perdagangan luar-negeri, telah menjadi persoalan di seluruh negara ASEAN. Berbagai kesepakatan yang dibuat nyatanya belum berhasil menghapus berbagai hambatan non-tarif yang telah menghambat kelancaran kegiatan perdagangan intra-asean. Karena itu dalam AEM ke-38 di Kuala Lumpur, Malaysia, negara-negara ASEAN sepakat untuk memulai kembali proses penghapusan hambatan non-tarif tersebut dengan cara yang baru. Proses penghapusan hambatan non-tarif tersebut dimulai dengan menugaskan Sekretariat ASEAN untuk mengevaluasi berbagai produk hukum yang dimiliki oleh masing-masing negara anggota yang terkait dengan masalah perdagangan luar-negeri. Aturan-aturan yang ada tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam 3 kategori. Yang pertama adalah kategori green box, yaitu produk-produk hukum yang dinilai masih boleh berlaku atau masih boleh dipertahankan. Yang kedua adalah kategori amber box, yaitu produkproduk hukum yang perubahannya masih bergantung pada kelanjutan negosiasi yang dilakukan di antara negara-negara anggota. Dan yang ketiga adalah kategori red box, yaitu produk-produk hukum yang dinilai harus dihapuskan atau diubah agar tidak lagi menjadi hambatan dalam kegiatan perdagangan intra ASEAN. Berdasarkan hasil evaluasi ini, masing-masing negara anggota kemudian diharuskan untuk memperbaiki aturan-aturan perdagangannya yang masuk dalam kategori red box dan amber box tersebut. Indonesia sendiri, berdasarkan hasil supervisi yang dilakukan oleh Sekretariat ASEAN tersebut, diketahui masih memiliki 217 produk hukum yang masuk dalam kategori red box, 121 produk hukum yang masuk dalam ketegori amber box, dan hanya 93 produk hukum yang masuk dalam kategori green box. Maka dengan jumlah peraturan yang masuk dalam kategori red box sebanyak itu, dan hanya seperlima dari peraturan yang ada yang masuk dalam kategori green box, kita dapat menilai bahwa parameter liberality yang dimiliki Indonesia sampai saat ini masih sangat rendah. Maka berdasarkan telaah terhadap kedua parameter di atas (liberality dan openess), dimana kedua-dua parameter tersebut menunjukkan nilai yang rendah, kita dapat menyimpulkan bahwa secara normatif tingkat outward orientation yang dimiliki Indonesia dalam bidang perdagangan luar-negeri sampai saat ini masih rendah, atau dengan kata lain Indonesia sampai saat ini masih berorientasi ke dalam (inward oriented). UPAYA PEMERINTAH Meski tingkat outward orietation yang dimiliki Indonesia masih rendah, namun kita tidak bisa begitu saja mengatakan bahwa langkah dan kebijakan yang diambil Indonesia selama ini tidak siap untuk menghadapi pemberlakuan AFTA tersebut. Bagaimanapun harus diakui bahwa pemerintah selama ini telah mengambil berbagai kebijakan untuk melaksanakan isi kesepakatan AFTA tersebut, dan juga telah melakukan langkah-langkah guna menghadapi pemberlakuan AFTA tersebut. 683 Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

Penghapusan Hambatan Tarif Meski tingkat kepatuhan Indonesia untuk menghapus hambatan non-tarif masih tergolong rendah (terbukti dari masih banyaknya terdapat aturan yang masuk dalam kategori red box), namun untuk penurunan/ penghapusan hambatan tarif Indonesia tergolong patuh melaksanakannya. Terkait dengan upaya penurunan/ penghapusan hambatan tarif dalam rangka pelaksanaan AFTA tersebut, posisi Indonesia sampai saat ini adalah sebagai berikut: 1. Inclusion List (IL) Sampai saat ini Indonesia telah memasukkan sebanyak 7.206 pos tarif ke dalam IL untuk diturunkan tarifnya menjadi hanya 0 5 %. 2. Temporary Exclusion List (TEL) Indonesia sudah tidak lagi memiliki pos tarif yang masuk ke dalam TEL. 3. Sensitive List (SL)/ Highly Sensitive List (HSL) Indonesia memasukkan 11 pos tarif ke dalam HSL, yaitu pos tarif untuk produk beras dan gula. Produk beras dan gula ini sendiri tidak hanya sensitif bagi perekonomian namun juga bagi kestabilan nasional. 4. General Exclusion List (GEL) Indonesia telah memasukkan sebanyak 100 pos tarif barang-barang yang dianggap penting guna melindungi keamanan nasional, moral masyarakat, kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, serta barang-barang seni dan bernilai sejarah/ arkeologis ke dalam GEL ini. Desentralisasi Kewenangan Pengeluaran SKA Surat Keterangan Asal (SKA) barang, didefinisikan sebagai sebuah dokumen yang berisi penjelasan tentang dari mana suatu produk itu berasal, yang berdasarkan kesepakatan yang ada dalam suatu perjanjian perdagangan ataupun secara sepihak ditetapkan oleh negara pengekspor atau oleh negara tujuan ekspor wajib untuk disertakan setiap kali barang tersebut memasuki wilayah pabean negara tujuan ekspor. SKA ini sendiri merupakan instrumen yang penting bagi pemberlakuan skema CEPT-AFTA, yaitu dalam kaitannya dengan ketentuan tentang kandungan ASEAN. Dalam hal ini SKA tersebut berfungsi sebagai pernyataan jaminan dari pihak eksportir bahwa barang-barang yang diekspornya tersebut benar-benar diproduksi di negara ASEAN dan telah memenuhi syarat kandungan ASEAN minimal 40%. Maka keberadaan SKA ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi agar suatu produk bisa memperoleh kemudahan yang terdapat dalam skema CEPT-AFTA tersebut. Di Indonesia, kewenangan untuk mengeluarkan SKA tersebut saat ini telah didesentralisasikan ke banyak instansi. Dalam hal ini instansi-instansi yang diberi kewenangan untuk mengeluarkan SKA tersebut adalah: 1. Dinas Perdagangan Provinsi/ Kabupaten/ Kota yang telah ditetapkan oleh Menteri Perdagangan setelah memenuhi persyaratan tertentu. 2. P.T. (Persero) Kawasan Berikat Nusantara dan kantor cabangnya di Jakarta, yaitu untuk barang-barang yang diproduksi di kawasan berikat tersebut. Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu 684

3. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS), yaitu untuk barang-barang yang diekspor melalui Pelabuhan Bebas Sabang tersebut. 4. Otorita Pengembangan Daerah Industri (OPDI) Batam, yaitu untuk barangbarang yang diproduksi di Kawasan Pengembangan Daerah Industri Batam tersebut. 5. Lembaga Tembakau cabang Medan dan Surakarta, serta Balai Pengujian Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) dan Lembaga Tembakau Surabaya dan Jember, yaitu untuk ekspor produk tembakau dan produk-produk turunannya. Terdesentralisasinya kewenangan untuk mengeluarkan SKA ini sangat memudahkan produsen/ eksportir yang ingin memperoleh SKA tersebut, sebagai syarat untuk bisa memperoleh kemudahan-kemudahan yang terdapat dalam kesepakatan AFTA. Selain itu, terdesentralisasinya kewenangan mengeluarkan SKA ini juga mendorong semakin berkembangnya kegiatan ekspor ke daerahdaerah sehingga tidak terpusat hanya di satu kawasan tertentu saja. Ketentuan Tentang Safeguard Policy Safeguard policy didefinisikan sebagai suatu ketentuan yang terdapat dalam suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan yang memungkinkan negaranegara yang ikut serta dalam kesepakatan tersebut untuk melakukan langkahlangkah guna memulihkan ataupun melindungi industri dalam negerinya dari terjadinya kerugian serius ataupun ancaman kerugian serius, sebagai akibat dari pemberlakuan kesepakatan liberalisasi perdagangan tersebut. Negara-negara anggota AFTA sendiri sejak awal telah menyadari tentang kemungkinan terjadinya kerugian serius ataupun ancaman kerugian serius yang diakibatkan oleh pemberlakuan AFTA ini. Karena itu dalam kesepakatan AFTA ini ketentuan tentang safeguard policy tersebut diatur secara eksplisit dalam CEPT-AFTA Agreement pada artikel VI tentang Emergency Measures. Dalam rangka melindungi industri dalam negeri dari kemungkinan terjadinya kerugian serius ataupun ancaman kerugian serius sebagai akibat dari keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kesepakatan liberalisasi perdagangan, pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang menjadi dasar hukum bagi pemberlakuan langkah-langkah yang dianggap perlu guna melindungi industri dalam negeri tersebut. Peraturan tersebut adalah Keppres No. 84 tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri Dari Akibat Lonjakan Impor. Meski banyak mengadopsi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Agreement on Safeguard yang ada dalam kesepakatan GATT/ WTO, namun Keppres ini merupakan payung hukum dan panduan bagi pemberlakuan safeguard policy di Indonesia secara umum, termasuk juga bagi pemberlakuan ketentuan tentang Emergency Measures yang terdapat dalam kesepakatan AFTA. Fasilitasi Bagi Kegiatan Perdagangan Selain melakukan upaya-upaya guna memenuhi ketentuan yang terdapat dalam kesepakatan AFTA, pemerintah juga telah mengambil langkah-langkah dan kebijakan yang bersifat fasilitatif guna mempermudah pelaksanaan kegiatan perdagangan luar-negeri serta membantu pelaku usaha nasional dalam 685 Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

memanfaatkan keberadaan AFTA. Dalam hal kebijakan yang bersifat fasilitatif tersebut, pemerintah saat ini telah memberlakukan berbagai kemudahan dalam kegiatan ekspor dan impor. Salah satunya adalah dengan menerapkan sistem pengurusan perizinan secara online di berbagai instansi. Lebih jauh lagi, pemerintah saat ini juga sedang mengembangkan suatu sistem pelayanan yang lebih lengkap dan integratif bagi kegiatan eskpor dan impor, yang dikenal dengan nama sistem INSW (Indonesian national Single Window). Dengan menggunakan sistem INSW ini, kegiatan pengurusan perizinan, kepabeanan, dan kepelabuhan/ kebandarudaraan dapat dilakukan secara terintegrasi melalui internet dengan hanya menggunakan satu jendela (window). Pengembangan sistem INSW ini sendiri merupakan bagian dari pengembangan sistem pelayanan bagi kegiatan ekspor dan impor pada tingkat yang lebih luas lagi (yaitu tingkat ASEAN) yang dikenal dengan nama sistem ASW (ASEAN Single Window). Gambar 4.1: Model Konseptual ASEAN Single Window Sumber: ASW Technical Guide Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu 686

Gambar 4.4: Entitas Pendukung Yang Terlibat Dalam Pelaksanaan Uji-coba Sistem INSW di Tanjung Priok Sumber: Slide Pemaparan Tentang Rencana Kerja Pelaksanaan Uji-coba Sistem NSW di Pelabuhan Tanjung Priok Priok yang dipresentasikan oleh Tim Kerja Pelaksanaan Uji-coba Sistem NSW pada tanggal 28 Agustus 2007 di Hotel Borobudur, Jakarta. Sistem INSW tersebut saat ini sedang dalam masa uji-coba di pelabuhan Tanjung Priok. Pelaksanaan uji-coba ini sendiri melibatkan 5 instansi pemerintah (DJBC, DJ Daglu, BPOM, Baratan, dan Puskari), pengelola pelabuhan/ bandara, dan perbankan sebagai pihak yang memberikan pelayanan. Diharapkan pada bulan September 2008 sistem INSW ini sudah dapat digunakan secara nasional, untuk selanjutnya diintegrasikan ke dalam sistem ASW pada bulan Desember 2008. Pada akhirnya, pemberlakuan sistem INSW dan ASW ini diharapkan akan dapat memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha untuk bisa melakukan kegiatan pengurusan perizinan, kepabeanan, dan kepelabuhan/ kebandarudaraan dengan lebih terintegrasi, efektif, dan efisien. Upaya Pengembangan Ekspor Nasional Guna mengembangkan kegiatan perdagangan luar-negeri Indonesia serta dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan berbagai kesepakatan liberalisasi perdagangan yang diikuti Indonesia (termasuk kesepakatan AFTA), pemerintah telah melakukan langkah-langkah proaktif yang diharapkan dapat semakin mendorong berkembangnya ekspor nasional. Salah satunya adalah dengan membentuk sebuah lembaga, yaitu Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), yang secara khusus bertugas untuk melakukan usaha pengembangan 687 Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

ekspor nasional. Dalam melaksanakan tugasnya untuk mengembangkan ekspor nasional tersebut, BPEN menitikberatkan pada 5 hal pokok, yaitu: 1. Menyediakan pelayanan informasi mengenai peluang ekspor. 2. Menjembatani calon pembeli yang berasal dari luar-negeri dengan produsen yang ada di dalam-negeri. 3. Melakukan kegiatan promosi produk ekspor Indonesia 4. Memberikan pembinaan, pendidikan, dan pelatihan kepada produsen dan eksportir nasional 5. Melakukan usaha pengembangan kegiatan ekspor di daerah. KESIMPULAN Dari keseluruhan pembahasan yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, kita dapat melihat bahwa sampai saat ini tingkat orientasi keluar (outward orientation) yang dimiliki Indonesia dalam bidang perdagangan luarnegeri masih rendah, atau dengan kata lain Indonesia sampai saat ini masih berorientasi ke dalam (inward oriented). Demikian pula dengan orientasi perdagangan Indonesia dengan kawasan ASEAN, dimana pangsa perdagangan Indonesia dengan ASEAN masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pangsa perdagangan intra-asean secara umum. Namun demikian, bagaimanapun telah ada upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar ke depannya Indonesia bisa mengambil porsi yang lebih besar dalam kegiatan perdagangan luar-negeri dan dalam kegiatan perdagangan intra-asean tersebut. Dan khusus terkait dengan pelaksanaan AFTA, Indonesia telah mengambil langkah-langkah dan kebijakan guna melaksanakan isi kesepakatan AFTA tersebut serta pada saat yang sama berupaya untuk memanfaatkan keberadaannya secara maksimal bagi kepentingan nasional. DAFTAR PUSTAKA BUKU DAN LAPORAN ASEAN Secretariat, ASEAN Statistical Yearbook 2005, Jakarta: ASEAN Secretariat, 2005. Departemen Perdagangan RI, Laporan Perdagangan AFTA 1993, Jakarta: Departemen Perdagangan RI, 1991. Ditjen Kerjasama ASEAN - Departemen Luar Negeri RI, Peningkatan Kesiapan Dan Prospek Sektor Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan Indonesia Dalam Perdagangan Bebas ASEAN, Jakarta: Ditjen Kerjasama ASEAN, 2002. Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional - Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, AFTA dan Implementasinya, Jakarta: Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional, 2002. Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional - Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional Periode Desember 2003, Jakarta: Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan, 2003. Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu 688

Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional - Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional Periode Januari 2004, Jakarta: Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan, 2004. Ditjen Perdagangan Luar Negeri - Departemen Perdagangan RI, Kebijakan Umum di Bidang Ekspor, Jakarta: Ditjen Perdagangan Luar Negeri, 2005. Sugeng, B., How AFTA Are You?: A Question to Enterpreneurs Who Act Locally But Think Globally, Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama, 2003. JURNAL, ARTIKEL, TULISAN, DAN PRESENTASI Dean, J. M., Desai, S., & Riedel, J., Trade Policy Reform in Developing Countries since 1985: A Review of The Evidence, dalam World Bank Discussion Papers No. 267, 2003. Simamora, A.P., Will Or Won t AFTA?, dimuat di harian The Jakarta Post. Tim Kerja Pelaksanaan Uji-coba Sistem NSW - Tim Persiapan NSW RI, Pemaparan Tentang Rencana Kerja Pelaksanaan Uji-coba Sistem NSW di Pelabuhan Tanjung Priok Priok (slide untuk bahan presentasi pada tanggal 28 Agustus 2007 di Hotel Borobudur, Jakarta), Jakarta: Tim Kerja Pelaksanaan Uji-coba sistem NSW, 2007 SURAT KABAR DAN MAJALAH Harian Republika edisi Senin 4 September 2006. WEBSITE ASEAN Secretariat, Gross Domestic Product in ASEAN 2007, http://www.aseansec.org. ASEAN Secretariat, Intra- and extra- ASEAN Trade 2005, http://www.aseansec.org. ASEAN Secretariat, Intra- and extra- ASEAN Trade 2006, http://www.aseansec.org. ASEAN Secretariat, Selected Basic ASEAN Indicators 2006, http://www.aseansec.org. Wahyu Daniel, NSW Tahap I Diluncurkan di Pelabuhan Tanjung Priok, http://www.detikfinance.com. 689 Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu