BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN, PELAKU USAHA, PENERBANGAN, DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan perlindungan

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN PELAKU USAHA DENGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku Usaha

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB II PENGERTIAN PELAKU USAHA, KONSUMEN, DAN PENGOPLOSAN. Konsumen menentukan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility

BAB II. A. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen. kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN

I. PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang banyak bermunculan. Kegiatan usaha terbagi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mempererat hubungan antar bangsa. Pentingnya transportasi tersebut

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya tingkat kesejahteraan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN. A. Sejarah Singkat Perlindungan Konsumen Di Indonesia

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama

BAB III TINJAUAN UMUM. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen. antar anggota masyarakat yang satu dengan yang

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian-uraian pada bagian pembahasan, maka dapat

BAB IV ANALISIS HAK KEAMANAN PENGGUNA JALAN TOL DARI KABUT ASAP KEBAKARAN LAHAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PP NO 15 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR

Perlindungan Konsumen Dalam Persaingan Usaha Industri Jasa Penerbangan

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB III KERANGKA TEORITIS. orang yang memiliki hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TELEKOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK. Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. baru dari rokok yang disebut rokok elektrik atau nama lainnya adalah vapor yang

BAB I PENDAHULUAN. dirugikan. Begitu banyak dapat dibaca berita-berita yang mengungkapkan

TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENYEDIA JASA AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PEKERJA OUTSOURCING

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI M, SE., MM.

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN. A. Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN, PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN, TANGGUNG JAWAB DAN PENGIKLANAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artinya, perlindungan menurut hukum dan undang-undang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

34 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN, PELAKU USAHA, PENERBANGAN, DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM 2.1. Perlindungan Konsumen 2.1.1. Pengertian perlindungan konsumen Di Indonesia telah tumbuh dan berkembang banyak industri barang dan jasa, baik yang berskala besar maupun kecil, terutama sejak dilaksanakannya pembangunan nasional secara bertahap dan terencana melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). 33 Pertumbuhan dan perkembangan industri barang dan jasa di satu pihak membawa dampak positif antara lain dapat disebutkan tersedianya kebutuhan dalam jumlah yang mencukupi, mutunya yang lebih baik, serta adaya alternatif pilihan bagi konsumen dalam pemenuhan kebutuhannya. Akan tetapi, dilain pihak terdapat dampak negatif yaitu dampak penggunaan dari teknologi itu sendiri serta perilaku bisnis yang timbul karena makin ketatnya persaingan yang memengaruhi masyarakat selaku konsumen. Ketatnya persingan dapat mengubah perilaku ke arah persaingan yang tidak sehat karena para produsen - pelaku usaha memiliki kepentingan yang saling berbenturan di antara mereka. Persaingan tidak sehat ini pada gilirannya dapat 33 Janus Sidabalok, op cit, hal. 1 34

35 merugikan konsumen. Berdasarkan kondisi dan fenomena tersebut mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dengan konsumen menjadi tidak seimbang, dimana kedudukan konsumen lebih lemah dibandingkan kedudukan pelaku usaha. Oleh karena itu, sangatlah dibutuhkan adanya peraturan yang melindungi kepentingankepentingan konsumen yang selama ini terabaikan serta untuk menjamin terciptanya perlindungan terhadap kedudukan konsumen. Lahirlah istilah perlindungan konsumen yang sesungguhnya berfungsi untuk menyeimbangkan kedudukan konsumen dan pelaku usaha, dengan siapa mereka saling berhubungan dan saling membutuhkan. Keadaan yang seimbang tersebut akan menertibkan dan menserasikan keselarasan materiil, tidak sekedar formil, dalam kehidupan manusia Indonesia seutuhnya sebagaimana dikendaki oleh falsafah bangsa dan negara Indonesia. 34. Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan kosumen dalam memperoleh barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga akibat-akibat dari pemakaian barang dan jasa itu. 35 Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta 34 A.Z Nasution, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen (Suatu Pengantar), Dana WIdya, Jakarta, (selanjutnya disingkat A.Z Nasution I), hal. 16 35 Janus Sidabalok, op cit, hal. 7

36 mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut. 36 Untuk melindungi konsumen diperlukan seperangkat aturan hukum dengan suatu campur tangan negara melalui penetapan sistem perlindungan hukum terhadap konsumen. Campur tangan yang dilakukan negara dalam menjamin suatu penyelenggaraan perlindungan konsumen adalah menuangkan perlindungan konsumen ke dalam suatu produk hukum yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pengertian perlindungan konsumen tertuang dalam Pasal 1 angka 1 UUPK yang menyatakan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Hukum perlindungan konsumen merupakan keseluruhan peraturan perundang-undangan, baik undang-undang maupun peraturan perundang-undangan lainnya serta putusan-putusan hakim yang substansinya mengatur mengenai kepentingan konsumen. 37 A.Z Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidahkaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan 36 A.Z Nasution, 2003, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, Jurnal Teropong, (selanjutnya disingkat A.Z Nasution II), hal. 6-7 37 Abdul R. Saliman, 2005, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Kencana, Jakarta, hal. 213

37 masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup. 38 Dalam perlindungan konsumen terdapat hubungan hukum antara dua pihak yakni pihak pelaku usaha dan pihak konsumen. Apabila perlindungan konsumen dikaitkan dalam penggunaan jasa penerbangan maka yang dimaksud sebagai pelaku usaha adalah pihak perusahaan maskapai penerbangan yang menyediakan jasa penerbangan, sedangkan yang dimaksud sebagai konsumen dalam penerbangan adalah para pengguna jasa penerbangan atau yang biasa dikenal dengan sebutan penumpang. 2.1.2. Asas dan tujuan perlindungan konsumen Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa asas hukum bukan merupakan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya, asas-asas hukum memberi makna etis kepada setiap peraturan-peraturan hukum serta tata hukum. 39 Asas hukum ibarat jantung peraturan hukum atas dasar dua alasan yakni, pertama asas hukum merupakan landasan paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Artinya penerapan peraturan-peraturan hukum itu dapat dikembalikan kepada asas-asas hukum, sedangkan yang kedua karena asas hukum mengandung etis, maka 38 Sidharta, op cit, hal. 9-10 39 Satjipto Rahardjo, 1991, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Satjipto Rahardjo II), hal. 87

38 asas hukum diibaratkan sebagai jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 40 Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh pihak yang terkait, masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah berdasarkan lima asas, yang menurut Pasal 2 UUPK adalah : 1. asas manfaat; 2. asas keadilan; 3. asas keseimbangan; 4. asas keamanan dan keselamatan konsumen; serta 5. asas kepastian hukum. 41 Asas manfaat mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas ini menghendaki bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak diatas pihak lain atau sebaliknya, tetapi adalah untuk memberikan kepada masing-masing pihak, produsen-pelaku usaha dan konsumen, apa yang menjadi hak-haknya. Dengan demikian, diharapkan bahwa 40 Ibid, hal. 85 41 Janus Sidabalok, op cit, hal. 25-27

39 pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen bermanfaat bagi selutuh lapisan masyarakat dan pada gilirannya bermanfaat bagi kehidupan berbangsa. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas ini mengendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen ini, konsumen dan produsen-pelaku usaha dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan penunaian kewajiban secara seimbang. Oleh karena itu, undangundang ini mengatur sejumlah hak dan kewajiban konsumen dan produsen-pelaku usaha. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual. Asas ini menghendaki agar konsumen, produsen-pelaku usaha dan pemerintah memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen, produsen-pelaku usaha dan pemerintah diatur dan harus diwujudkan secara seimbang sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada salah satu pihak yang mendapat perlindungan atas kepentingannya yang lebih besar dari pada pihak lain.

40 Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi atau digunakannya dan sebaliknya bahwa produk itu tidak akan mengancam ketentraman dan keselamatan jiwa dan harta bendanya. Oleh karena itu, undang-undang ini membebankan sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi dan menetapkan sejumlah larangan yang harus dipatuhi oleh produsen-pelaku usaha dalam memproduksi dan mengedarkan produknya Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Asrtinya, kewajiban yang terkandung didalam undang-undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan seharihari sehingga masing-masing pihak memperoleh keadilan. Oleh karena itu, negara bertugas dan menjamin terlaksananya undang-undang ini sesuai dengan bunyinya. Tujuan diadakannya perlindungan konsumen adalah untuk memberikan kedudukan yang sama antara pelaku usaha dan konsumen, serta memperhatikan hakhak konsumen. Dalam UUPK Pasal 3 menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah : a. meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

41 b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanaan, dan keselamatan konsumen. Tujuan hukum ini baru dapat berjalan sebagaimana yang dicita-citakan apabila diperkuat oleh kesatuan dari keseluruhan subsistem yang terkandung dalam undang-undang dengan didukung oleh sarana dan fasilitas yang menunjang. Selain itu suatu tujuan hukum walaupun telah diatur secara sistematis dalam peraturan perundang-undangan atau ketentuan lainnya akan menjadi mati apabila penerapannya tidak mampu memenuhi tuntutan rasa keadilan atau memberi manfaat lain kepada masyarakat umum. 2.1.3. Pengertian konsumen, hak, dan kewajiban konsumen Istilah konsumen pertama kali masuk dalam substansi GBHN pada tahun 1983. Menurut GBHN, pembangunan nasional pada umumnya serta pembangunan ekonomi pada khususnya harus menguntungkan dan menjamin kepentingan konsumen. Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris- Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari kata consumer

42 adalah lawan dari produsen yakni setiap orang yang menggunakan barang dan/atau jasa. 42 Pengertian konsumen dalam Pasal 1 angka 2 UUPK menyatakan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. A.Z Nasution berpendapat bahwa terdapat beberapa batasan tentang konsumen, yakni : 1. konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu; 2. konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang atau jasa lain untuk diperdagangkan kembali (tujuan komersial); 3. konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga, dan/atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (tujuan nonkomersial). 43 Beberapa pengertian konsumen di atas bila dikaitkan dengan penerbangan maka, para pengguna jasa penerbangan yang biasa dikenal dengan istilah penumpang termasuk ke dalam kategori konsumen akhir karena penumpang menggunakan jasa penerbangan untuk suatu kegunaan tertentu yang dalam hal ini untuk kepentingan pribadi dan tidak untuk diperdagangkan kembali. 42 A.Z Nasution I, op cit, hal. 3 43 A.Z Nasution I, op cit, hal. 13

43 Hal tersebut diperkuat dalam Ordonansi Pengangkutan Udara yakni istilah konsumen lebih tertuju kepada pengguna jasa atau penumpang. Meskipun dalam Ordonansi Pengangkutan Udara tersebut tidak memberikan defisini tentang apa yang dimaksud dengan penumpang, tetapi dalam penerbangan tertatur dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan penumpang oleh Ordonansi tersebut adalah setiap orang yang diangkut oleh pengangkut berdasarkan suatu perjanjian pengangkutan dengan atau tanpa bayaran. 44 Perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih-lebih hakhaknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak-hak konsumen. 45 Dalam pengertian hukum, yang dimaksud dengan hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan 44 Suherman E., 2000, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan (Himpunan Makalah 1961-1995), Mandar Maju, Bandung, hal. 40 45 Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 30

44 yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya. 46 Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen yang diakui secara internasional, yaitu : 1. hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety); 2. hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed); 3. hak untuk memilih (the right to choose); 4. hak untuk didengar (right to be heard). 47 Penerbangan bila dikaitkan dengan hak-hak konsumen yang diatur dalam Pasal 4 UUPK, yaitu : a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkomsumsi barang dan/atau jasa. Dalam hal ini konsumen pengguna jasa penerbangan dalam mengkomsumsi jasa dengan tujuan memperoleh manfaat dari jasa penerbangan yang dipergunakan. Manfaat yang didapatkan tidak boleh mengancam keselamatan, jiwa dan harta benda konsumen serta terjaminnya kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut. Sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Dalam hal ini konsumen pengguna jasa penerbangan tidak mau mempergunakan jasa penerbangan yang dapat mengancam keselamatan, jiwa 46 A.Z Nasution I, op cit, hal. 4 47 Sidharta, op cit, hal. 16-27

45 dan harta bendanya. Oleh karena itu, konsumen harus diberi kebebasan dalam memilih jasa penerbangan yang akan dipergunakan. c. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Konsumen pengguna jasa penerbangan harus memperoleh informasi yang benar jasa penerbangan yang akan dipergunakan. Karena informasi yang diperolehlah yang menjadi landasan konsumen untuk memilih. d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Dalam hal ini tidak jarang konsumen pengguna jasa penerbangan memperoleh kerugian dalam mempergunakan jasa penerbangan. Artinya, terdapat suatu kelemahan pada jasa penerbangan yang disediakan oleh penyedia jasa. Penyedia jasa penerbangan harus siap dalam menerima setiap pendapat dan keluhan dari konsumen guna memperoleh masukan dalam meningkatkan kualitas dalam daya saing. e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Kedudukan konsumen pengguna jasa penerbangan lebih lemah dibanding penyedia jasa penerbangan karena konsumen tidak memahami mengenai proses yang dilakukan oleh penyedia jasa dalam menyediakan jasa penerbangan yang dipergunakan. Oleh karena itu diperlukan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa bagi konsumen.

46 f. hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. Konsumen karena memiliki kedudukan yang lebih lemah dibandingkan penyedia jasa. Untuk itu konsumen harus diberikan pembinaan dan pendidikan terkait hak dan kewajiban seorang konsumen. g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Sudah merupakan suatu hak dasar manusia untuk diperlakukan sama. Oleh karena itu penyedia jasa penerbangan harus berperilaku adil dengan memberikan pelayanan yang sama kepada semua konsumennya tanpa memandang perbedaan status sosial, agama, ras maupun suku. h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Sudah selayaknya setiap konsumen pengguna jasa penerbangan yang mengalami kerugian atas penggunaan jasa penerbangan harus mendapatkan berupa kompensasi ataupun ganti rugi dari pihak penyedia jasa semasih diatur dalam peraturan perundang-undangan. Setiap hak yang melekat pada setiap diri konsumen akan selalu diimbangi oleh kewajiban-kewajiban yang berfungsi sebagai kontrol agar hak yang dimiliki tidak dipergunakan dengan melampaui batas-batas nilai kewajaran yang ada di dalam masyarakat pada umumnya dan pada hubungan dalam dunia perdagangan antara konsumen dengan pelaku usaha pada khususnya. Kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5 UUPK yang bila dikaitkan dengan penyelenggaraan penerbangan yaitu :

47 a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. Tidak jarang konsumen sering dirugikan karena tidak memperoleh manfaat yang maksimal dalam mempergunakan jasa penerbangan. Hanya saja setelah diselidiki kerugian yang diderita konsumen adalah disebabkan karena konsumen tidak mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian yang telah disediakan oleh penyedia jasa penerbangan. Oleh karena itu, konsumen harus membaca dan mengikuti petunjuk informasi yang diberikan jika tidak ingin dirugikan. b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Konsumen pengguna jasa penerbangan harus beritikad baik dalam melakukan transaksi dalam pembeliaan jasa kepada penyedia jasa. c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang sudah disepakati. Antara konsumen pengguna jasa dengan penyedia jasa memiliki hubungan yang bersifat kontraktual. Artinya merupakan kewajiban konsumen pengguna jasa penerbangan untuk membayar sesuai nilai tukar jasa penerbangan yang dipergunakannya. d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Konsumen pengguna jasa penerbangan patut mengikuti segala ketentuan yang berlaku terkait upaya penyelesaian sengketa.

48 2.2. Pelaku Usaha 2.2.1 Pengertian pelaku usaha Dalam Pasal 1 angka 3 UUPK disebutkan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarkan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dalam penjelasan undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lainlain. 48 Berdasarkan pengertian di atas penyedia jasa penerbangan yang dalam hal ini adalah perusahaan maskapai penerbangan termasuk ke dalam kategori pelaku usaha. Sebagai penyelenggara kegiatan usaha, pelaku usaha adalah pihak yang harus bertanggung jawab atas akibat-akibat negatif berupa kerugian yang ditimbulkan dari kegiatan usahanya baik berupa barang maupun jasa yang ditawarkan terhadap pihak ketiga yakni pihak konsumen selaku pengguna jasa. 2.2.2 Hak dan kewajiban pelaku usaha Bukan hanya pada diri konsumen saja memiliki hak, melainkan pelaku usaha juga memiliki hak yang serupa. Hak-hak yang dimiliki oleh pelaku usaha sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 6 UUPK, di antaranya : 48 A.Z Nasution, op cit, hal. 17

49 a. hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Hal ini berarti penyedia jasa penerbangan berhak untuk meminta bayaran kepada konsumen atau pengguna jasa penerbangan sebagai kompensasi dari kegiatan penyedia jasa yang telah melaksanakan kewajibannya sebagai pengangkut sesuai dengan jasa yang diperjanjikan yakni seperti waktu keberangkatan, tujuan yang dituju, dan lainnya; b. hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. Bila dikaitkan dengan penyelenggaraan penerbangan terkadang dapat dijumpai ada beberapa konsumen yang dengan sengaja / dengan itikad yang buruk melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak penyedia jasa, tindakan yang acap kali dilakukan diantaranya dengan sengaja merusak fasilitas di dalam pesawat seperti kursi, lampu baca, media elektronik dan tindakan merugikan lainnya. Maka untuk menjamin adanya kepastian hukum atas tindakan tersebut, pelaku usaha diberikan hak untuk mendapatkan perlindungan hukum serta diberikan hak untuk meminta ganti kerugian atas kerugian yang dideritanya; c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen. Sengketa konsumen sering kali terjadi di dalam penyelenggaraan jasa penerbangan yang melibatkan penyedia jasa dengan konsumen pengguna jasa penerbangan. Dalam penyelesaian perkara perlindungan konsumen atas pelanggaran yang diduga dilakukan oleh

50 penyedia jasa, maka penyedia jasa penerbangan diberikan hak untuk mendapatkan pembelaan sepatutnya yang berarti tidak memihak dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku; d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Dalam penyelenggaraan penerbangan apabila ada sengketa perlindungan konsumen yang terjadi antara penyedia jasa dengan konsumen pengguna jasa yang mana pihak penyedia jasa ternyata tidak terbukti melakukan pelanggaran atau kesalahan atas kerugian yang diderita konsumen, maka pihak penyedia jasa diberikan hak untuk melakukan rehabilitasi pemulihan nama baik usahanya; e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban dari pelaku usaha yang harus ditaati dalam menjalankan usahanya diatur dalam Pasal 7 UUPK yakni : a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Pelaku usaha dalam penyelenggaraan jasa penerbangan berkewajiban untuk melaksanakan kegiatan usahanya tersebut tanpa niat atau keinginan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersifat menimbulkan kerugian bagi pihak konsumen pengguna jasa dan hanya menguntungkan bagi penyedia jasa penerbangan saja; b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan tentang penggunaa,

51 perbaikan dan pemeliharaan. Penyedia jasa sudah semestinya berkewajiban untuk memberikan rincian secara detail terkait jasa penerbangan yang ditawarkan dengan informasi yang benar, jelas dan jujur; c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Penyedia jasa berkewajiban untuk melayani konsumen pengguna jasa penerbangannya dengan benar, jujur dan tanpa membedakan status atau kedudukan dari konsumen tersebut. d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar dan/atau jasa yang yang berlaku. Penyedia jasa dalam pelaksanaan jasa penerbangan berkewajiban untuk mengikuti standarisasi yang telah ada baik yang berkaitan dengan standar infrastruktur, operasional, serta pelayanan jasa yang ditawarkan. e. memberi kompensasi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Penyedia jasa berkewajiban untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi apabila konsumen pengguna jasa mengalami kerugian dalam penyelenggaraan jasa penerbangan. 2.3. Penerbangan 2.3.1 Pengertian penerbangan Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim atau penumpang, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau jasa dari suatu tempat ke tempat

52 tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. 49 Di Indonesia terdapat tiga jalur pengangkutan yakni melalui darat, laut, dan udara. Pengangkutan melalui udara adalah pilihan yang paling efektif bila dilihat dari keadaan geografis Negara Republik Indonesia. Angkutan udara menurut Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan (untuk selanjutnya disingkat UU Penerbangan) menyatakan angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk mengangkut satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Dalam melaksanakan pengangkutan udara terdapat pihak pengangkut yang menyediakan jasa angkutan udara yang biasa disebut jasa penerbangan. Dalam bahasa Inggris penerbangan disebut aviation yang berarti the operation of aircraft (penerbangan adalah pengoperasian pesawat terbang). Sedangkan penerbangan dalam Pasal 1 angka 1 Undang Undang Penerbangan dijelaskan bahwa penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, navigasi penerbangan, keselamatan, dan keamanaan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. hal. 2 49 H.M.N Purwosutjipto, 1987, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta,

53 2.3.2 Asas dan tujuan penyelenggaraan penerbangan Dalam Undang-Undang Penerbangan Pasal 2 diatur mengenai asas diselenggarakan penerbangan yaitu berdasarkan asas : a. manfaat; artinya, penyelenggaraan penerbangan harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan bagi warga Negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan keamanan Negara. b. usaha bersama dan kekeluargaan; artinya, penyelenggaraan usaha dibidang penerbangan dilaksanakan untuk mencapai tujuan nasional yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan. c. adil dan merata; artinya, penyelenggaraan penerbangan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata tanpa diskriminasi kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat tanpa membedakan suku, agama, dan keturunan serta tingkat ekonomi. d. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan; artinya, penyelenggaraan penerbangan harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara

54 kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional. e. kepentingan umum; artinya, penyelenggaraan penerbangan harus mengutamakan kepentingan masyarakat luas. f. keterpaduan; artinya, penyelenggaraan penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang dan saling mengisi, baik intra maupun antar moda transportasi. g. tegaknya hukum; artinya, undang-undang ini mewajibkan pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga, Negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hokum dalam penyelenggaraan penerbangan. h. kemandirian; artinya, penyelenggaraan penerbangan harus bersendikan pada kepribadian bangsa, berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, mengutamakan kepentingan nasional dalam penerbangan, dan memperhatikan pangsa muatan yang wajar dalam angkutan di perairan dari dan ke luar negeri. i. keterbukaan dan anti monopoli;

55 artinya, penyelenggaraan usaha dibidang penerbangan dilaksanakan untuk mencapai tujuan nasional yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan. j. berwawasan lingkungan hidup; artinya, penyelenggaraan penerbangan harus dilakukan selaras dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup. k. kedaulatan negara; artinya, penyelenggaraan penerbangan harus dilakukan selaras dengan upaya menjaga keutuhan wilayah NKRI. l. kebangsaan; dan artinya, penyelenggaraan penerbangan harus mencerminkan sifat dan watak Bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip NKRI. m. kenusantaraan. Artinya, setiap penyelenggaraan penerbangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan penyelenggaraan yang dilakukan oleh daerah merupakan bagian dari sistem penerbangan nasiobal yang berdasarkan Pancasila. Tujuan diselenggarakannya penerbangan berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Penerbangan yaitu :

56 a. mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar, dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat; b. memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional; c. membina jiwa kedirgantaraan; d. menjunjung kedaulatan negara; e. menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional; f. menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional; g. memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara; h. meningkatkan ketahanan nasional; dan i. mempererat hubungan antarbangsa. 2.4. Tanggung Jawab Hukum 2.4.1. Pengertian tanggung jawab hukum Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) tanggung jawab dapat berarti wajib menanggung segala sesuatunya, 50 kalau terjadi apa-apa dapat disalahkan, dituntut dan diancam hukuman pidana oleh penegak hukum di depan pengadilan, menerima beban akibat tindakan sendiri atau orang lain. Menurut hukum, tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seseorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan. Titik Triwulan berpendapat pertanggung jawaban harus mempunyai dasar yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seseorang untuk menuntut 50 Lukman ali, 1995,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 747

57 orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggung jawabannya. 51 Selain itu tanggung jawab dapat pula berarti menanggung segala kerugian yang terjadi akibat perbuatannya atau perbuatan orang lain yang bertindak untuk dan atas namanya. 2.4.2. Prinsip prinsip tanggung jawab hukum Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. 52 Dalam hukum perlindungan konsumen dan hukum pengangkutan terdapat tiga prinsip tanggung jawab : a. prinsip tanggung jawab berdasarkan atas adanya unsur kesalahan (the based on fault atau liability based on fault principle); b. prinsip tanggung jawab berdasarkan atas praduga (rebutable presumption of liability principle); c. prinsip tanggung jawab mutlak (no fault, absolute atau strict liability, atau absolute liability principle). 53 Pertama, prinsip tanggung jawab yang didasarkan atas adanya unsur kesalahan terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Pasal tersebut yang dikenal 51 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, 2010, Perlindungan Hukum,Prestasi Pustaka, Jakarta, hal. 48 52 Shidarta, op cit, hal. 59 53 E. Saefullah Wiradipradja I, op cit, hal. 19

58 sebagai tindakan melawan hukum (onrechtsmatigdaad) berlaku umum terhadap siapa pun. Menurut pasal tersebut setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain mewajibkan orang yang karena perbuatannya menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian (to compensate the damage). 54 Berdasarkan ketentuan tersebut setiap orang harus bertanggung jawab (liable) secara hukum atas perbuatan sendiri artinya apabila karena perbuatannya mengakibatkan kerugian kepada orang lain, maka orang tersebut harus bertanggung jawab (liable) untuk membayar ganti kerugian yang diderita. Tanggung jawab atas dasar kesalahan harus memenuhi unsur-unsur ada kesalahan dan ada kerugian, yang membuktikan adalah korban yang menderita kerugian. 55 Prinsip yang kedua adalah prinsip yang didasarkan atas dasar praduga (rebutable presumption of liability principle). Pada prinsip ini beban pembuktian beralih dari korban (penggugat) kepada tergugat, yakni diterapkannya beban pembuktian terbalik. Jadi, pihak penggugat atau korban dapat mengajukan tuntutan untuk memperoleh santunan tanpa harus membuktikan adanya kesalahan dipihak tergugat. Bila dikaitkan dengan penerbangan maka, satu-satunya kewajiban yang harus dilakukan oleh korban adalah menunjukan bahwa kejadian yang terjadi yang menyebabkan kerugian tersebut memang terjadi di dalam peswat udara atau selama embarkasi dan disembarkasi dilakukan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan 54 H.K. Martono dan Amad Sudiro, op cit, hal. 219 55 H.K. Martono dan Amad Sudiro, op cit, hal. 220

59 tanggung jawab berdasarkan atas dasar praduga berarti pengangkut tersebut dapat menghindarkan diri dari tanggung jawab apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa pihaknya tidak bersalah. Ketiga, yakni prinsip tanggung jawab mutlak (no fault, absolute atau strict liability, atau absolute liability principle). Pada prinsip ini dimaksudkan tanggung jawab tanpa keharusan untuk membuktikan adanya kesalahan atau dengan perkataan lain, suatu prinsip tanggung jawab yang memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak relevan untuk dipermasalahkan apakah kenyataannya ada atau tidak. 56 Prinsip tanggung jawab mutlak dalam perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha, khususnya produsen barang yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen. 57 Dalam hal ini perusahaan maskapai penerbangan bertanggung jawab mutlak terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga yang timbul akibat pendaratan darurat atau jatuhnya barang dan/atau orang dari pesawat udara, tanpa memerlukan adanya pembuktian terlebih dahulu. 58 56 E. Saefullah Wiradipradja I, op cit, hal. 35 57 Celina Tri Siwi Kristiyanti, op cit, hal. 97 58 H.K. Martono dan Amad Sudiro,op cit, hal.227-228