BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern dan industri. Menurut WHO (2002) prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, 25% dari penduduk dunia pernah menderita masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah gangguan jiwa berat. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2016 menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia adalah 6,0 persen. Hal ini berarti lebih dari 1 juta jiwa di Indonesia yang menderita gangguan jiwa. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang ditulis oleh (R Simatupang, USU 2014) data jumlah pasien gangguan jiwa di Indonesia terus bertambah. Data dari 33 Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini penderita gangguan jiwa mencapai 2,5 juta. Kenaikan jumlah penderita gangguan jiwa terjadi disejumlah kota besar seperti di RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan, jumlah pasien meningkat hingga 100% dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Gangguan jiwa itu sendiri adalah kondisi fisiologik atau mental pasien tidak berfungsi dengan baik sehingga dapat mengganggu fungsi keseharian kerja otak. Gangguan jiwa yang dialami oleh sesorang bisa memiliki bermacam-macam gejala, baik yang tampak jelas maupun yang hanya terdapat dalam pikirannya. Untuk kondisi ini, klien tersebut harus dirawat di rumah sakit untuk memulihkan kondisi mental kejiwaannya 1
2 (Hawari,2001). Menurut Maramis (2004), gangguan jiwa berat (psikosis) salah satunya adalah skizofrenia. Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterprestasikan realita, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaacs, 2004). Berdasarkan seluruh klien skizofrenia, 70% diantaranya mengalami halusinasi (Maramis, 2004). Menurut Maramis (2004), halusinasi merupakan gangguan mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Halusinasi juga merupakan suatu penerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar dan pengkhayatan yang dialami adalah suatu persepsi melalui panca indera yaitu persepsi palsu. Gangguan dari halusinasi tersebut menunjukkan gejala seperti klien berbicara sendiri, mata melihat kekanan dan kekiri, jalan mondar-mandir, sering tersenyum dan tertawa sendiri, dan sering mendengar suara-suara. Menurut Stuart & Laraia (2005) pasien dengan diagnosis medis skizofrenia sebanyak 20% mengalamai halusinasi pendengaran dan penglihatan secara bersamaan, 70% mengalami halusinasi pendengaran, 20% mengalami halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami halusinasi lainnya. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa jenis halusinasi yang paling banyak diderita oleh pasien dengan skizofrenia adalah pendengaran. Halusinasi tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitanya, tetapi juga bagi orang terdekatnya. Biasanya keluarganyalah yang paling terkena dampak bagi hadirnya gangguan jiwa dikeluarga mereka. Selain
3 perawatan di rumah sakit pasien juga membutuhkan perhatian dan dukungan yang lebih dari masyarakat terutama keluarga (Arif, 2006). Menurut penelitian Nurdiana (2007) ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kekambuhan penderita halusinasi adalah kurangnya peran serta keluarga dalam perawatan pemberian perhatian terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut. Dari pernyataan Arif (2006) dan hasil penelitian Nurdiana (2007) saya sebagai peneliti menyimpulkan bahwa keluarga sangat berperan penting terhadap kesembuhan pasien penderitia halusinasi, khususnya dari anggota keluarga pasien dapat menjadi faktor yang mempengaruhi pasien terhadap kemampuannya mengontrol halusinasi. Dalam sebuah jurnal penelitian yang ditulis oleh Z Anwar (2013) hampir 80% pasien skizofrenia mengalami kekambuhan berulang kali. Kekambuhan biasanya terjadi apabila keluarga hanya menyerahkan perawatan pada rumah sakit jiwa dan obat-obatan anti psikotik tanpa didukung perawatan keluarga secara langsung. Menurut Setiadi (2008) dalam bukunya yang berjudul Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga mendefinisikan keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dukungan keluarga didefinisikan oleh Gottlieb (1983) yaitu informasi verbal, sasaran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orangorang yang akrab dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah laku penerimanya. Berdasarkan hal tersebut orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega diperhatikan,
4 mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Keluarga dalam dukungannya pada bidang kesehatannya memiliki 5 tugas, yaitu mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya, mengambil keputusan untuk tindakan yang tepat bagi anggota keluarganya, memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit atau tidak dapat membantu dirinya sendiri, mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan keperibadian anggota keluarganya serta mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga (Friedman, 2002). Uraian diatas menunjukkan bahwa keluarga sangat berperan dalam merawat anggota keluarganya khususnya pada pasien yang mengalami halusinasi seperti halnya yang akan saya bahas dalam penelitian saya ini. Oleh karena itu saya sebagai peneliti tertarik untuk meneliti dan mengidentifikasi lebih dalam tentang Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem Medan. 1.2 Perumusan Masalah Apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan pasien mengontrol halusinasi di ruang rawat jalan RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Medan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum : Mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan pasien mengontrol halusinasi di ruang rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem Medan.
5 Tujuan khusus : a. Mengidentifikasi dukungan keluarga pada pasien yang mengalami halusinasi di ruang rawat jalan rumah sakit jiwa Prof. Dr. M. Ildrem Medan b. Mengidentifikasi kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien yang halusinasi di ruang rawat jalan rumah sakit jiwa Prof. Dr. M. Ildrem Medan 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan pemahaman bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dalam melakukan pendidikan kesehatan agar lebih meningkatkan dukungan keluarga terhadap cara mengontrol halusinasi pasien. 1.4.2 Bagi Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan informasi serta memberikan dasar bagi penelitian berikutnya tentang hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan pasien mengontrol halusinasi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
6 1.4.3 Bagi Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai informasi dan pemahaman bagi tenaga kesehatan khususnya perawat jiwa dalam pemberian pendidikan kesehatan bagi keluarga pasien halusinasi untuk hadir memberikan dukungan kepada saudaranya yang mengalami gangguan jiwa halusinasi agar mempercepat proses kesembuhan pasien dalam mengontrol halusinasinya.