DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM



dokumen-dokumen yang mirip
KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

EVALUASI KINERJA DAN PERENCANAAN PERBAIKAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI JALAN MERDEKA KOTA BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

Persyaratan Teknis jalan

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990

SURVEY TC (Traffic Counting) PEJALAN KAKI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97).

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15

Agus Surandono 1,a*, Amri Faizal 2,b

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DARI UNIVERSITAS ESA UNGGUL TERHADAP RUAS JALAN ARJUNA UTARA

PENATAAN KAWASAN KUMUH KAMPUNG PULO, KELURAHAN KAMPUNG MELAYU, KECAMATAN JATINEGARA, JAKARTA TIMUR

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

PENATAAN KAWASAN KUMUH KAMPUNG PULO, KELURAHAN KAMPUNG MELAYU, KECAMATAN JATINEGARA, JAKARTA TIMUR

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spesifikasi geometri teluk bus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 DATA DAN ANALISA

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS

JURNAL Rekayasa dan Manajemen Transportasi Journal of Transportation Management and Engineering

TUGAS AKHIR STUDI KEBUTUHAN FASILITAS PENYEBERANGAN DI KOTA TANGERANG ( STUDI KASUS JL. JENDERAL SUDIRMAN DAN JL. MH. THAMRIN )

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

1. Manajemen Pejalan Kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan

Perencanaan Geometrik Jalan

BAB ll TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari :

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

PEDOMAN. Perencanaan Bundaran untuk Persimpangan Sebidang DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd.

Studi Pemilihan Jenis dan Sebaran Fasilitas Penyeberangan di Koridor Urip Sumiharjo Kota Makassar

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

KAJIAN TEKNIS PERENCANAAN KORIDOR JALAN PANDANARAN SEMARANG

Spesifikasi bukaan pemisah jalur

Penempatan marka jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

PENGEMBANGAN PROGRAM TRANSPORTASI HIJAU PENDUKUNG MOBILITAS DAN KINERJA CIVITAS AKADEMIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian

Kata Kunci : Pedestrianisasi, Pedestrian Mall, Ruang Gerak, Kenyamanan.

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 19/PRT/M/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendulan melintang jalan (road humps) merupakan bagian dari alat

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN BERKESELAMATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

BAB II TINJAU PUSTAKA

PERSYARATAN TEKNIS JALAN UNTUK RUAS JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER < < <

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Transkripsi:

PEDOMAN TEKNIK PEDOMAN PERENCANAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA JALAN UMUM No.032/T/BM/1999 Lampiran No. 10 Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No. 76/KPTS/Db/1999 Tanggal 20 Desember 1999 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Diterbitkan oleh PT. Mediatama Saptakarya ( PT. Medisa ) YAYASAN BADAN PENERBIT PEKERJAAN UMUM 1

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA ALAMAT : JALAN PATTIMURA NO. 20 TELP. 7221960-7203165 - 7222806 FAX 7393938 KEBAYORAN BARU - JAKARTA SELATAN KODE POS 12110 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA MARGA NOMOR : 76/KPTS/Db/1999 TENTANG PENGESAHAN LIMA BELAS PEDOMAN TEKNIK DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTUR JENDERAL BINA MARGA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menunjang pembangunan nasional di bidang kebinamargaan dan kebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan pendayagunaan sumber daya manusia dan sumber daya alam, diperlukan pedoman-pedoman teknik bidang jalan; b. bahwa pedoman teknik yang termaktub dalam Lampiran Keputusan ini telah disusun berdasarkan konsensus pihak-pihak yang terkait, dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan dan keselamatan umum serta memperkirakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan umum sehingga dapat disahkan sebagai Pedoman Teknik Direktorat Jenderal Bina Marga; c. bahwa untuk maksud tersebut, perlu diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga. Mengingat 1. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974, tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen; 2. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1984, tentang Susunan Organisasi Departemen; 3. Keputusan Presidcn Nomor 278/M Tahun 1997, tentang Pengangkatan Direktur Jenderal Bina Marga; 4. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 211/KPTS/1984 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum; 5. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 111/KPTS/1995 tentang Panitia Tetap dan Panitia Kerja serta Tata Kerja Standardisasi Bidang Pekerjaan Umum; 6. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 28/KPTS/1995 tentang Pembentukan Panitia Kerja Standardisasi Naskah Rancangan SNI/Pedoman Teknik Bidang Pengairan/Jalan/ Permukiman; Membaca Surat Ketua Panitia Kerja Standardisasi Bidang Jalan Nomor UM 01 01-Bt.2005/768 tanggal 20 Desember 1999 tentang Laporan Panja Standardisasi Bidang Jalan. Memutuskan.../2. 2

MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA MARGA TENTANG PENGESAHAN LIMA BELAS PEDOMAN TEKNIK DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA Kesatu : Mengesahkan lima belas Pedoman Teknik Direktorat Jenderal Bina Marga, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ketetapan ini. Kedua : Pedoman Tenik tersebut pada diktum kesatu berlaku bagi unsur aparatur pemerintah bidang kebinamargaan dan dapat digunakan dalam perjanjian kerja antar pihak-pihak yang bersangkutan dengan bidang konstruksi. Keempat : Menugaskan kepada Direktur Bina Teknik, Direktorat Jenderal Bina Marga untuk: a. menyebarluaskan Pedoman Teknik Direktorat Jenderal Bina Marga; b. memberikan bimbingan Teknik kepada unsur pemerintah dan unsur masyarakat yang bergerak dalam bidang kebinamargaan; c. menghimpun masukan sebagai akibat dari penerapan Pedoman Teknik ini untuk penyempurnaannya di kemudian hari. Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan bahwa, jika terdapat kesalahan dalam penetapan ini, segala sesuatunya akan diperbaiki sebagaimana mestinya. 'I'embusan Keputusan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Kepala Badan Penelitian dan pengembangan PU, selaku Ketua Panitia Tetap Standardisasi. 2. Direktur Bina Teknik Direktorat Jenderal Bina Marga, selaku Ketua Panitia Kerja Standardisasi Bidang Jalan. 3. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan, selaku Sekretaris Panitia Kerja Standardisasi Bidang Jalan.

Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga Nomor : 76 /KPTS/Db/1999 Tanggal : 20 Desember 1999 PEDOMAN TEKNIK DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA Nomor Urut JUDUL PEDOMAN TEKNIK NOMOR P'EDOMAN TEKNIK (1) (2) (3) 1 Pedoman Pelaksanaan Campuran Beraspal Dingin untuk 023/T/BM/I999 Pemeliharaan 2 Pedoman Pembuatan Aspal Emulsi Jenis Kationik 024/T/BM/1999 3 Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas dengan 025/T/BM/1999 Pendekatan Kepadatan Mutlak 4 Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (Slurry seal) 026/T/BM/1999 5 Jembatan untuk Lalu Lintas Ringan dengan Gelagar Baja Tipe Kabel, Tipe Simetris, Bentang, 125 meter (Buku 2) 027/T/BM/1999 6 Pedoman Penanggulangan Korosi Komponen Baja Jembatan dengan Cara Pengecatan 028/T/BM/1999_ 7 Tata Cara Pelaksanaan Pondasi Cerucuk Kayu di Atas 029/T/BM/1999 Tanah Lembek dan Tanah Gambut 8 Tata Cara Pencatatan Data Kecelakaan Lalu Lintas (Sistem 030/T/BM/1999 3L) 9 Pedoman Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan 031/T/BM/1999 10 Pedoman Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki pada Jalan Umum 032/T/BM/1999 11 Persyaratan Aksebilitas pada Jalan Umum 033/T/BM/1999 12 Pedoman Pemilihan Berbagai Jenis Tanaman untuk Jalan 034/T/BM/1999 13 Pedoman Penataan Tanaman untuk Jalan 035/T/BM/1999 14 Pedoman Perencanaan Teknik Bangunan Perendam Bising 036/T/BM/1999 15 Tata cara Penentuan Lokasi Tempat Istirahat di Jalan Bebas Hambatan 037/T/BM/1999

DAFTAR ISI Halaman Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No. 76/KPTS/Db/1999 tanggal, 20 Desember 1999 DAFTAR ISI i BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1 1.2 Ruang Lingkup 1 1.3 Pengertian 1 BAB II KETENTUAN-KETENTUAN 2.1 Umum 3 2.1.1 Fasditass Pejalan Kaki 3 2.1.2 Kriteria Fasilitas 4 2.1.3 Aspek Lokasi 6 2.2 Kriteria Desain 8 2.2.1 Jalur Pejalan Kaki 8 2.2.2 Jenis Jalur Pejalan Kaki 9 BABIIIPROSEDURPERENCANAAN 3.1 Umum 12 3.2 Teknik 12 3.2.1 Pengumpulan Data 12 3.2.2 Perencanaan 12 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN C : DAFTAR NAMA DAN LEMBAGA i

BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam perencanaan fisilitas Jalur Pejalan Kaki, menyangkut lebar jalur dan fasilitasnya. Tujuan pedoman ini adalah untuk mendapatkan keseragaman dalam merencanakan geometrik jalur Pejalan Kaki sebagai suatu kesatuan yang terpadu dengan sistem jaringan jalan. 1.2 Ruang Lingkup Pedoman ini meliputi deskripsi, ketentuan-ketentuan, dan langkahlangkah pekerjaan yang harus diikuti. 1.3 Pengertian 1) Fasilitas Pejalan Kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan bagi pejalan kaki. 2) Jalur Pejalan Kaki adalah lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki, dapat berupa Trotoar, Penyeberangan Sebidang (penyeberangan zebra atau penyeberangan pelikan), dan Penyeberangan Tak Sebidang. 3) Trotoar adaai Jalur Pejalan Kaki yang terletak pada Daerah Milik Jalan yang diberi lapisan permukaaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan. 4) Penyeberangan Zebra adalah fsilitas penyeberanganan bagi pejalan kaki sebidang yang dilengkapi marka untuk memberi ketegasan/batas dalam melakukan lintasan. 1

5) Penyeberangan Pelikan adalah fasilitas untuk penyeberangi pejalan kaki sebidang yang dilengkapi dengan marka dan lampu pengatur lau lintas. 6) Arus Pejalan Kaki adalah jumlah pejalan kaki yang melewati suatu penapang tertentu, yang biasanya dinyatakan dengan jumlah pejalan kaki per satuan waktu (pejalan/menit). 7) Lapak Tunggu adalah fasilitas untuk berhenti sementara pejalan kaki dalam melakukan penyeberangan, Penyeberangan dapat berhenti sementara sambil menunggu kesempatan melakukan penyeberangan berikutnya. Fasilitas tersebut diletakan pada median jalan. 2

BAB II TENTUAN-KETENTUAN 2.1 Umum Jalur Pejalan Kaki dan perlengkapannya harus direncanakan sesuai ketentuan. Ketentuan secara umum adalah sebagai berikut: 1) Pada hakekatnya pejalan kaki untuk mencapai tujuannya ingin menggunakan lintasan sedekat mungkin, dengan nyaman, lancar dan aman dari gangguan. 2) Adanya kontinuitas Jalur Pejalan Kaki, yang menghubungkan antara tempat asal ke tempat tujuan, dan begitu juga sebaliknya. 3) Jalur Pejalan Kaki harus dilengkapi dengan fisilitas-fasilitasnya seperti: rambu-rambu, penerangan, marka, dan perlengkapan jalan lainnya, sehinga pejalan kaki lebih mendapat kepastian dalam berjalan, terutama bagi pejalan kaki penyandang cacat. 4) Fasilitas Pejalan Kaki tidak dikaitkan dengan fungsi jalan. 5) Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras dan dibuat sedemikian rupa sehingga apabila hujan permukaannya tidak licin, tidak terjadi genangan air, serta disarankan untuk dilengkapi dengan peneduh. 6) Untuk menjaga kesalamatan dan keleluasaan pejalan kaki, sebaiknya dipisahkan secara fisik dari jalur lalu lintas kendaraan. 7) Pertemuan antara jenis Jalur Pejalan Kaki yang menjadi satu kesatuan harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki 2.1.1 Fasilitas Pejalan Kaki 1) Jalur Pejalan Kaki terdiri atas: a) Trotoar b) Penyeberangan Sebidang 3

Penyeberangan Zebra Penyeberangan Pelikan. c) Penyeberangan Tak Sebidang Jembatan penyeberanganan Terowongan. 2) Lapak tunggu 3) Lampu penerangan 4) Rambu 5) Pagar pembatas 6) Marka jalan. 7) Pelindung/Peneduh 2.1.2 Kriteria Fasiltas Fasilitts Pejalan Kaki dapat dipasang dengan kriteria sebagai berikut: 1) Jalur Pejalan Kaki (1) Pada tempat-tempat dimana pejalan kaki keberadaannya sudah menimbulkan konflik dengan lalu lintas kendaraan atau mengganggu peruntukan lain, seperti taman, dan lainlain. (2) Pada lokasi yang dapat memberikan manfaat baik dari segi keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kelancaran. (3) Jika berpotongan dengan jalur lalu lintas kendaraan harus dilengkapi rambu dan marka atau lampu yang menyatakan peringatan/petunjuk bagi pengguna jalan. (4) Koridor Jalur Pejalan Kaki(selain terowongan) mempunyai jarak pandang yang bebas ke semua arah. (5) Dalam merencanakan lebar lajur dan spesifikasi teknik harus memperhatikan peruntukan bagi penyandang cacat. 4

2) Lapak Tunggu (1) Disediakan pada median jalan. (2) Disediakan pada pergantian roda, yaitu dari pejalan kaki ke roda kendaraan umum. 3) Lampu Penerangan (1) Ditempatkan pada jalur penyeberangan jalan. (2) Pemasangan bersifat tetap dan bernilai struktur. (3) Cahaya lampu cukup terang sehingga apabila pejalan kaki melakukan penyeberangan bisa terlihat pengguna jalan baik di waktu gelap/malan hari. (4) Cahaya lanpu tidak membuat silau pengguna jalan lalu lintas kendaraan. 4) Perambuan (1) Penempatan dan dimensi rambu sesuai dengan spesifikasi rambu (2) Jenis rambu sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan keadaan medan. 5) Pagar Pembatas (1) Apabila volume pejalan kaki di satu sisi jalan sudah > 450 orang/jam/lebar efektif (dalam meter). (2) Apabila volume kendaraan sudah > 500 kendaraan/jam. (3) Kecepatan kendaraan > 40 km/janl. (4) Kecenderungan pejalan kaki tidak meggunakan fasilitas penyeberangan. (5) Bahan pagar bisa terbuat dari konstruksi bangunan atau tanaman. 5

6) Marka 1) Marka hanya ditempatkan pada J a lur Pejalan Kaki penyeberangan sebidang. 2) Keberadaan marka mudah terlihat dengan jelas oleh pengguna jalan baik di siang hari maupun malam hari. 3) Pemasangan marka harus bersifat tetap dan tidak berdampak licin bagi penguna jalan. 7) Peneduh / Pelindung (1) Jenis peneduh disesuaikan dengun jenis Jalur Pejalan Kaki, dapat berupa: Pohon pelindung, atap (mengikuti pedoman teknik lansekap) Atap dll. 2.1.3 Aspek Lokasi Lokasi Jalur Pejalan Kaki dan fisilitasnya dengan ketentuan sebagi berikut: 1) Trotoar (1) Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA). Trotoar hendaknya dibuat sejajar dengan jalan, akan tempat Trotoar dapat tidak sejajar dengan jalan bila keadaan topografi atau keadaan setempat yang tidak memungkinkan. (2) Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase terbuka atau di atas saluran drainase yang telah ditutup. (3) Trotoar pada tempat pemberhentian bus harus ditempatkan secara berdampingan/sejajar dengan jalur bus. 6

2) Penyeberangan Sebidang (1) Penyeberangan Zebra Bisa dipasang di kaki persimpangan tanpa apil atau di ruas/link. Apabila persimpangan diatur dengan lampu pengatur lalu lintas, hendaknya pemberian waktu penyeberangan menjadi satu kesatuan dengan lampu pengatur lalu lintas persimpangan. Apabila persimpangan tidak diatur dengn lampu pengatur lalu lintas, maka kriteria batas kecepatan adalah < 40 km/jam. (2) Penyeberangan Pelikan Dipasang pada ruas/link jalan, minimal 300 meter dari persimpangan. Pada jalan dengan kecepatan operasional rata-rata lalu lintas kendaraan > 40 km/jam. 3) Penyeberangan Tak Sebidang (1) Jembatan Bila jenis jalur penyeberangan dengan menggunakan zebra atau pelikan sudah mengganggu lalu lintas kendaraan yang ada. Pada ruas jalan dimana frekwensi terjadinya kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki cukup tingi. Pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dan arus pejalan kaki yang cukup. (2) Terowongan Bila jenis jalur penyeberangan dengan menggunakan jembatan tidak memungkinkan untuk diadakan. 7

Bila lokasi lahan atau medan memungkinkan untuk dibangun terowongan 2.2 Kriteria Desain Kriteria desain yang dibahas secara teknik hanya untuk Jalur Pejalan Kaki, sedangkan kelengkapannya dibahas di lain tempat. 2.2.1 Jalur Pejalan Kaki 1) Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang adaah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergoyang tanpa membawa barang, sehingga kebutuhan total minima untuk 2 orang pejalan kaki bergmidengul atau 2 ora ng pejaan kaki berpapasan tanpa terjadi berpapasan menjadi 150 cm. 2) Dalam keadaan ideal untuk mendapatkan lebar minimum Jalur Pejalan Kaki (W) dipakai rumus sebagai berikut: w = 35 p + 1,5 Keterangan: P W = volume pejalan kaki (orang/menit/meter) = lebar Jalur Pejalan Kaki. 3) Lebar Jalur Pejalan Kaki harus ditambah, bila pada jalur tersebut terdapat perlengkapan jalan (road furniture) seperti patok rambu lalu lintas, kotak surat, pohon peneduh atau fasilitas umum lainnya. 4) Penambahan lebar Jalur Pejalan Kaki apabila dilengkapi fasilitas dapat dilihat seperti pada Tabel 1. tersebut di bawah ini. 8

Tabel 1. Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki No. Jenis Fasilitas Lebar Tambahan (cm) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kursi roda Tiang lampu penerang Tiang lampu lalu lintas Rambu lau lintas Kotak surat Keranjang sampah Tanaman peneduh Pot bunga 100-120 75-100 100-120 75-100 100-120 100 60-120 150 5) Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras dan apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan sekitarnya harus diberi pembatas yang dapat berupa kerb atau batas penghalang. 6) Perkerasan dapat dibuat dari blok beton, perkerasan aspal atau plesteran. 7) Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-3 % supaya tidak terjadi genangan air. Kemiringan memanjang disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan, yaitu maksimum 7 %. 2.2.2 Jenis Jalur Pejalan Kaki 1)Trotoar a) Geometrik Trotoar harus mengikuti pedoman teknik tentang spesifikasi Trotoar. b) Tinggi ruang bebas tidak kurang dari 2,2 meter dan kedalaman bebas tidak kurang dari 1 meter, yang diukur dari permukaan trotoar, kebebasan samping tidak kurang dari 0,3 meter. 9

c) Pemasangan utilitas harus mempertahankan ruang bebas Trotoar. 2) Penyebrangan Sebidang a) Geometrik penyebrangan jalan harus mengikuti spesifikasi teknik penyebrangan jalan dan manual geometri perkotaan. b) Jalur penyeberangan sebidang pejalan kaki yang merupakan terusan dari jalur Trotoar, maka dimensi lebar jalur minimal dibuat sama dengan dimensi lebar jalur Trotoar. c) Dasar penentuan jenis-jenis fasilitas penyeberangan adalah seperti tertera pada Tabel 2. sebagi berikut Tabel 2. Jenis Fasilitas Penyeberangan Berdasarkan PV 2 P V 2 P V Rekomendasi > 10" 50-1100 300-500 Zebra > 2 x 10 8 50-1100 400-750 Zebra dengan lapak tunggu > 10 8 50-1100 > 500 Pelikan > 10 8 > 1100 > 300 Pelikan > 2 x 10 8 50-1100 > 750 Pelikan dengan lapak tunggu > 2 x 10 8 > 1100 > 400 Pelikan dengan lapak tunggu Keterangan : P = Arus lalu lintas pcnyebcrangan pejalan kaki sepanjang 100 meter, dinyatakan dengan orang/jam; V = Arus lalu lintas kendaraan dua arah per jam, dinyatakan kendaraan/jam Catatan : Arus penyeberangan jalan dan arus lalu lintas adalah rata-rata arus lalu lintas pada jam-jam sibuk. d) Lokasi penyeberangan harus terlihat oleh pengendara kendaraan, minimal memenuhi jarak pandangan henti. e) Ditempatkan tegak lurus terhadap sumbu jalan. 10

3) Penyeberangan Tak Sebidang a. jembatan Penyeberangan Konstruksi harus mengikuti spesifikasi, teknik jembatan penyeberangan. Ruang bebas jalur lalu lintas kendaraan tidak kurang dari 2,5 meter. b. Terowongan Konstruksi harus mengikuti spesifikasi teknik terowongan. Dilengkapi dengan penerangan. 11

BAB III PROSEDUR PERENCANAAN 3.1 Umum Dalam perencanaan Jalur Pejalan Kaki yang perlu diperhatikan adalah kondisi medan, dan kebutuhan bagi pengguna fasilitas prasarana Jalur Pejalan Kaki seperti: umur, asal dan tujuan, penyandang cacat, dll. 3.2 Teknik 3.2.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data harus dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut: 1 Volume lalu lintas kendaraan (kendaraan/jam). 2 Kecepatan lalu lintas kendaraan (km/jam). 3 Volume lalu lintas pejalan kaki dalam satu lintasan (orang/jam). 4 Volume lalu lintas penyeberangan 2 arah sepanjang 100 meter (orang/jam). 5 Data geometrik jalan seperti, lebar lintasan lalu lintas kendaraan, lebar hahu, lebar median, dan kemiringan, bahwa data tersebut diilustrasikan dalam bentuk denah. 3.2.2 Perencanaan 1) Trotoar a b C Tentukan besarnya arus pejalan kaki dalam orang/menit/meter dalam satu lintasan, satu seksi yang mewakili ruas jalan. Dengan menggunakan rumus dimensi lebar Jalur Pejalan Kaki, tetapkan lebar Jalur Pejalan Kaki (W, sub-bab. 2.2.1) dalam meter. Kalau ada fasilitas pelengkap, tetapkan penambahan lebar Jalur Pejalan Kaki. 12

2) Penyeberangan Sebidang a) Tentukan besarnya arus lalu lintas penyeberangan jalan (P) dalam orang/jam. b) Tentukan volume lalu lintas kendaraan (V) dalam kendaraan/jam. c) Hitung besarnya nilai PV 2. d) Dengan nilai PV 2, Tetapkan jenis fasilitas penyeberangan jalan dari Tabel 2. 3) Penyeberangan Tak Sebidang a) Tentukan besarnya arus lalu lintas penyeberangan jalan (P) dalam orang/jam. b) Tentukan volume lalu lintas kendaraan (V) dalam kendaraan/jam. c) Hitung besarnya nilai PV 2. d) Dengan nilai PV 2, Tetapkan jenis fasilitas penyeberangan pejalan kaki dari Tabel 2. 4) Ikuti ketentuan-ketentuan sesuai menurut jenis Fasilitas Pejalan Kaki yang direncanakan. 13

DAFTAR PUSTAKA A.Kelompok Buku Transportation Research Board (TRB), Highway Capacity Manual, Special Report 209, Washington, 1994. Longo, Gianni dan Roberto Grambilla, For Pedestrian Only, Whitney Library of Design, New York, 1997. Untermann, Richard K., Accomodating The Pedestrian, Van Nostrand Reinhold Company Inc., New York, 1986. Walpole, Ronald E. and Myers, Raymond H., Ilmu Peluang dun Statistik untuk Insinyur dan Ilmuan, ITB, 1986. Homburger, S. and Kell, H. (1984) : "Fundamental of Traffic Engineering", 11 th.california. Department of Engineering (UK), H.M.S.O, Rood in Urban Areas, London 1966. Fruin, 1994: 191: "New York City Transit Authority" (NYTCA) B.Kelompok Thesis Widjayanti Endang, Pedestrian Flow and Level of Service for Sidewalks in Central Jakarta, Thesis tidak dipublikasikan. Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya, Program Pasca Sarjana, ITB, 1974. C.Kelompok Manual Ditjen Bina Marga/Sweroad, Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM), Jakarta, 1996. Ditjen Bina Marga, Pedoman Teknik, Standar Perencanaan Geometrik Jalan Kota, Jakarta, 1992. Ditjen Bina Marga, Pedoman Teknik, Standar Spesifikasi Trotoar, Jakarta, 1992. Department of Transport Highway and Traffic, Design Considerations for Pelican And Zebra Crossing, TA 28/87. Department of Transport Highway And Traffic, Design Considerations for Pelican and Zebra Crossing, TA 52/87. 14