1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 39 ayat 2 tertulis pendidik merupakankan tenaga profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, dan menilai hasil pembelajaran. Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru dituntut agar memiliki kompetensi dalam menjalankan fungsinya. Berdasarkan hal tersebut diatas kenyataan dilapangan mengenai kompetensi guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran masih kurang menguasai, hal ini dikarenakan rencana pelaksanaan pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran bukan buatan sendiri, sehingga dalam mencapai suatu keberhasilan mata pelajaran matematika yang menjadi permasalahan, khususnya guru adalah mata pelajaran matematika kurang berhasil. Oleh karena itu perlu pelatihan penyusunan rencana pelaksanaan pem- belajaran dengan model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil pembelajaran atau keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Model pembelajaran yang saya jadikan topik dalam penelitian ini adalah rencana pelaksanaan pembelajaran dengan model pengajuan masalah. Pengajuan masalah (problem posing) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat memotivasi 1
siswa, meningkatkan kreativitas berfikir, dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap prestasi. Model problem posing adalah suatu cara meminta siswa untuk mengajukan atau membuat soal berdasar informasi yang diberikan, sekaligus menyelesaikan soal atau masalah yang dibuat tersebut. Pengajuan masalah dapat diberikan setelah atau sebelum siswa menyelesaikan suatu masalah. Berdasar penjelasan tersebut, maka pengajuan masalah merupakan salah satu cara untuk mendorong kreativitas sebagai produk berpikir kreatif siswa. Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika disebutkan: pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Karena mencakup masalah yang menyebar, maka pemecahan masalah yang dianjurkan dalam standar isi dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Selain pemecahan masalah, pendekatan pengajuan masalah juga dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa. Dunlap, (2001: 4) menjelaskan bahwa pengajuan masalah sedikit berbeda dengan pemecahan masalah, tetapi masih merupakan suatu alat valid untuk mengajarkan berpikir matematis. Moses (dalam Dunlap, 2001: 4) membicarakan berbagai cara yang dapat mendorong berpikir kreatif siswa menggunakan pengajuan 2
masalah. Langkahnya a. Penguasaaan konsep pada siswa. b. menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang mempunyai jawaban ganda agar siswa berfikir kreatif, jawaban tunggal menjadikan siswa hanya menerapkan algoritma yang sudah diketahui, c. Untuk mengajarkan kemampuan berpikir kreatif itu diperlukan peran guru. Soedjadi (2000: 4) menjelaskan dalam proses pembelajaran di kelas terjadi interaksi antara siswa, guru, materi ajar, dan sarana prasarana. Guru merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam keberhasilan siswa. Berdasarkan tuntutan profesionalisme guru dan permasalahan rencana pembelajaran yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran, maka perlu diadakan pelatihan pembelajaran. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, yang merupakan proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kompetensi Pegawai Negeri Sipil termasuk didalamnya guru, dan sebagai salah satu wahana pengembangan sumber daya manusia. Perlu diketahui bersama bahwa suatu diklat berhasil atau tidak sangatlah ditentukan oleh model pelatihan yang diberikan dan materi pelatihan sesuai kebutuhan. Model pelatihan dianggap berhasil jika program pelatihan telah evaluasi keberhasilannya sesuai kurikulum, pendekatan dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan belajar sasaran didik dan permasalahan-permasalahan yang terjadi di tengahtengahnya. Menurut pengamatan pada struktur program dalam panduan pelatihan yang disusun pada 3
setiap kegiatan, masih didominasi oleh kegiatan menyusun administrasi pembelajaran, dan hanya sedikit kegiatan yang membimbing guru dalam penguasaan materi serta penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan materi. Model pelatihan yang efektif adalah pelatihan model partisipasif karena adanya keikutsertaan peserta dalam penentuan kebutuhan pelatihan dibutuhkan peserta pelatihan. dan materi yang Rebecca (2008: i) Strategy Training for Language Learners: Six Case Studies and Models Situational Training, we as teachers want to help students find a way to learn the language more effectively and more easily. One way to do this is a training strategy, which has recently captured the imagination of researchers and teachers of the world. Results of the study are: a) the use of learning strategies and training strategies; b) to present six case studies of situational training strategy, the affective aspects intertwined as part of the training; c) to offer training model strategy based on personal experience; and d) to make other instructional suggestions for training strategies in the language classroom Navarro (2000: 18) teacher training in Latin America entitled updates and trends say that classroom-based training, teacher training, group training, integration training, support special ability is a strong case and used as training programs that effectively address the problem of teaching in the use of teaching methods will have an effect on learning outcomes. Haksan Darwangsa (2012: 128) Berdasarkan hasil-hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model 4
diklat partisipatif-kolaboratif yang dapat meningkatkan kompetensi Guru Biologi SMA adalah pada tahap perencanaan dimulai dari identifikasi kebutuhan peserta, menentukan tujuan, mendesain program, dan struktur program diklat yang dilakukan dengan melibatkan seluruh peserta diklat secara bersamasama. Selanjutnya pada tahap pelaksanaan pembelajaran,nara sumber berperan sebagai fasilitator dalam memotivasi dan melibatkan secara aktif peserta dalam mengungkapkan pengalaman-pengalaman belajar, permasalahan-permasalahan pembelajaran di sekolah serta mendorong peserta lebih aktif dalam memberikan tanggapan-tanggapan dalam diskusi untuk pemecahan masalah yang terkait dengan pembelajaran dan permasalahan yang dihadapi di sekolah. Pada tahap evaluasi fasilitator mengarahkan peserta untuk secara bersama-sama menyusunprogram tindak lanjut dari kegiatan yang telah dilaksanakan untuk melakukan program desiminasi kepada rekanrekan sejawat di sekolah atau di MGMP serta mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan tanggapan peserta terhadap pelaksanaan model diklat. Babang Robandi (2015: i) Hasil penelitian Model Pembelajaran Partisipatif Untuk Meningkatkan Kompetensi Guru Pada Pendidikan Profesi Guru Sekolah Dasar. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan yang dihadapi para peserta program Pendidikan Profesi Guru (PPG-SD) yakni masih rendahnya kompetensi mereka terutama terkait dengan kompetensi pedagogik dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru. Hal ini terlihat dari indikasi 5
hasil uji kinerja dan ujian tulis pada PPG SM3T tahun 2013. Dari peserta berjumlah 32 orang lulus ujian kinerja tahap pertama hanya 8 orang (25%). Demikian pula hasil dari ujian tulis nasional uji kompetensi guru dari 32 orang peserta hanya 14 orang (kurang dari 50%) yang lulus uji kompetensi guru tahap pertama. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang model pembelajaran yang dapat meningkatkan kompetensi dan kemandirian peserta program pendidikan profesi guru sekolah dasar (PPGSD). Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang: (1) kompetensi pedagogik peserta PPG SM3T sebelum menggunakan model pembelajaran partisipatif; (2) gambaran pelaksanaan pendidikan profesi guru melalui model pembelajaran partisipatif, dan 3) gambaran tentang kompetensi pedagogik peserta PPG SM3T setelah meng- gunakan model pembelajaran partisipatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen melalui desain pretest dan post test. Pretest dan post test dikenakan pada kelompok ujicoba (treatment), dan pada kelompok kontrol (tanpa treatment). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu test dan non test mencakup wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan penguasaan kompetensi pedagogik peserta program pendidikan profesi guru SD melalui penggunaan model pembelajaran partisipatif. 6
Sudhiana (2007) meneliti tentang upaya meningkatkan kemampan guru dalam menyusun RPP melalui kegiatan pelatihan workshop. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas peserta dalam kegiatan pelatihan workshop.di samping itu juga, terjadi peningkatan kompetensi guru dalam menyusun RPP melalui pembinaan berupa pelatihan workshop dari siklus I ke siklus III dan mencapai target minimal yang telah ditetapkan yakni 80%, artinya 80% guru telah efektif dalam menyusun RPP pada masing-masing aspek. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui pelatihan workshop dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun RPP Pendidikan dan pelatihan dilakukan sesuai dengan kebutuhan peserta pelatihan, tujuan Pelatihan, model pelatihan, metode, teknik pelatihan dan evaluasi program pelatihan. Melalui pengamatan peneliti pada beberapa guru di sekolah dasar salah satu faktor penyebab kurang berhasilnya proses pembelajaran adalah kurangnya kompetensi guru dalam menyusun dan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran. Dari uraian di atas, tampak bahwa model dan strategi pembelajaran yang tepat akan berdampak positif terhadap hasil pembelajaran. Berdasarkan latar belakang masalah diatas penulis tertarik dan berkeinginan meneliti bagaimana pelatihan partisipasif yang diadakan kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran model problem posing melalui pelatihan di sekolah dasar. 7
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah diatas dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah dengan pelatihan partisipasif, guru dapat menyusun rencana pembelajaran model problem posing. 2. Mengapa dengan pelatihan partisipasif, guru dapat menyusun rencana pembelajaran problem posing. 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengetahui dengan pelatihan partisipatif, guru dapat menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dengan model problem posing. 2. Mengetahui diadakannya pelatihan partisipatif menyusun rencana pembelajaran problem posing sesuai kebutuhan. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teori model pembelajaran problem posing pada sekolah, dan kegiatan di kelompok Kerja guru sekolah dasar. 2. Partisipatif dapat dijadikan model pelatihan bagi guru bagi guru untuk menyusun rencana pelaksanapembelajaran model problem posing. 8
1.4.2 Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah Menjadi model pelatihan untuk menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran model problem posing. b. Bagi guru Memberi gambaran bagi guru yang akan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran model problem posing 9