BAB I PENDAHULUAN. adalah berpendidikan rendah, dan sudah berkeluarga. merupakan pencerminan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dagang yang kadang-kadang juga sekaligus produsen. Ada yang menetap pada

PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENATAAN TEMPAT USAHA PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKITAR WILAYAH PASAR KEPUTRAN KOTA SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA. (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto. Purwodadi Kabupaten Grobogan)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyebaran dan pergerakan penduduk. Hal ini mengakibatkan di. masyarakat, fungsi pelayanan dan kegiatan ekonomi.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, DAN PEDAGANG KAKI LIMA. 2.1 Pemerintah Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah

melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya yang ada.

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja dan menyediakan barang/jasa murah, serta reputasinya sebagai

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini dibagi menjadi beberapa bagian terdiri atas

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja di Indonesia. Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB I PENDAHULUAN. mempersempit ruang gerak di sebuah wilayah. Dimana jumlah pertumbuhan penduduk tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. golongan pedagang adalah orang-orang yang dalam pekerjaan sehari-harinya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area

BAB I PENDAHULUAN. padat. Pemukiman kumuh terjadi disetiap sudut kota. Banyaknya pengamen,

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya.

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 27 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu. masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENDAHULUAN. merencanakan pertumbuhan dan perubahannya (Catanese & Snider, 1988).

BAB I PENDAHULUAN. fungsional dalam proses produksi yang bertindak sebagai faktor produksi. Sisi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kondisi perekonomian negara tidak stabil, hal ini

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro)

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Melaksanakan pembangunan nasional merupakan tugas pemerintah yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. pemerintah dalam era otonomi daerah seperti saat ini. Hal tersebut disebabkan

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG POLA PENYEBARAN PELETAKAN REKLAME

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

PEDOMAN WAWANCARA PROFESIONALISME APARAT SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEDOMAN WAWANCARA I. 2. Apakah tata kelola transportasi di Kota Yogyakarta sudah responsif terhadap kebutuhan masyarakat?

I. PENDAHULUAN. positif. Migrasi dianggap sebagai proses alami di mana surplus tenaga kerja

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kota tersebut. Namun sebagian besar kota-kota di Indonesia tidak dapat memenuhi

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURABAYA,

I.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DARI PURUK CAHU BANGKUANG BATANJUNG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Inspektorat Kabupaten Bantul. PELAYANAN UMUM. PRASARANA. Hari. Kawasan. Bebas Kendaraan Bermotor.

BAB VI PENUTUP. Mataram, Yogyakarta disebabkan oleh beberapa faktor:

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau gerobaknya, di pinggir perlintasan jalan raya. atau agak jauh dari pemukiman penduduk. Ruang ini untuk dijadikan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesempatan kerja yang tersedia di berbagai kota biasanya lebih banyak di sektor formal dan jasa yang menuntut prasyarat pendidikan tinggi, padahal ciri-ciri para migran yang melakukan urbanisasi ke kota umumnya adalah berpendidikan rendah, dan sudah berkeluarga. Terciptanya perluasan kesempatan kerja bagi masyarakat luas merupakan pencerminan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, dimana kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang per orang. Mendayagunakan sumber alam untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan kebudayaan masyarakat sekitar serta penataan ruang lingkungan yang saling mendukung. Perluasan kesempatan kerja merupakan kebutuhan yang makin mendesak dan dalam rangka meratakan pembangunan ke seluruh wilayah Indonesia. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang terus meningkat baik itu di desa maupun di kota seperti Yogyakarta. Yogyakarta terletak di bagian tengah selatan pulau jawa, secara astronomis Yogyakarta berada pada 100º 23 79-110º 28 53 BT dan terletak kurang 7º 49 26-7º 50 84 LS. 1 1 Ryadi Goenawan & Darto Harnoko, 1993, Sejarah Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta Mobilitas Sosial DI Yogyakarta Periode Awal Abad Dua Puluha, Jakarta: Depdikbud hlm. 151 1

Akibat dari tingkat pertumbuhan angkatan kerja tersebut sering tidak diimbangi dengan tingkat pertumbuhan lapangan pekerjaan. Dari sinilah awal adanya kecenderungan bahwa, mereka yang tidak tertampung di sektor formal terpaksa berpartisipasi pada sektor informal yang bisanya bergerak dalam bidang atau sektor jasa dan perdagangan. Sektor jasa dan perdagangan di perkotaan merupakan perpindahan masyarakat menengah ke bawah yang umumnya menumpuk pada sektor jasa dan perdagangan di perkotaan umumnya merupakan wahana bagi perpindahan masyarakat menengah kebawah terhadap pembangunan antar daerah yang tidak merata, urbanisasi, meluasnya tingkat pengangguran dan merebaknya tekanan kemiskinan. Kota Yogyakarta adalah salah satu kota yang menawarkan beraneka ragam budaya dengan menyajikan berbagai aktivitas belanja, mulai dari bentuk aktivitas tradisional sampai dengan aktivitas belanja modern. Dengan keunikan serta ciri khas yang dimiliki kota Yogyakarta maka hal tersebut membuat banyaknya wisatawan yang datang ke kota ini, sehingga juga membuat banyaknya pedagang kaki lima yang secara alami berorientasi untuk mendekati lalu lalang pejalan kaki. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk merupakan potensi bagi Negara, namun disisi lain tidak jarang terdapat hal-hal yang menjadi permasalahan. Salah satu permasalahan yang timbul akibat pertumbuhan penduduk di kota Yogyakarta adalah masalah Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disebut oleh masyarakat PKL. PKL adalah usaha sektor informal berupa 2

usaha dagang yang kadang-kadang juga sekaligus produsen. Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat satu ke tempat yang lain (menggunakan pikulan, kereta dorong) menjajakan bahan makanan, minuman dan barang-barang konsumsi lainnya secara eceran. PKL umumnya bermodal kecil terkadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan mendapatkan sekedar komisi sebagai imbalan atau jerih payahnya. 2 Pedagang kaki lima memanfaatkan ruang kosong sebagai tempat menggelar dagangannya, salah satu tempat yang dimanfaatkan oleh PKL adalah trotoar. Penggunaan fasilitas jalan berupa trotoar di kota Yogyakarta khususnya di daerah sekitar Stasiun Lempuyangan berubah fungsinya tidak lagi sebagai fasilitas jalan bagi pejalan kaki tetapi telah berubah tidak sesuai fungsinya. Lokasi yang menjadi tempat bagi PKL biasanya merupakan bagian dari Jalan Nasional dengan mobilitas yang padat sekaligus jalan kota. Selain itu juga merupakan bagian kawasan perhatian bagi sosialita, pencari kehidupan di jalan, dan lain sebagainya. Selain itu, di Kota Yogyakarta khususnya di daerah sekitar Stasiun Lempuyangan yang menjadi Pusat Kota dan lalu lintas kendaraan justru di tempat inilah banyak PKL yang berjualan. Sebagian besar PKL menawarkan berbagai barang dagangan di trotoar sebagai kawasan ruang publik. Berdasarkan hal tersebut para pejalan kaki telah terganggu atau terenggut haknya untuk berjalan kaki di atas trotoar, karena telah dipenuhi oleh PKL yang menjajakan berbagai barang dagangannya. Keberadaan PKL juga dapat berdampak pada 2 Henny Purwanti dan Misnarti, 2012,Usaha Penertiban dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Lumajang. Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jenderal Sudirman Lumajang. Hlm.1 3

kesehatan masyarakat seperti adanya limbah cair dan padat sebagai dampak dari PKL. Sebagai contoh, PKL yang bergerak di bidang usaha makanan pada umumnya akan membuang sisa makanan dan minuman di tempat umum. Dari sisi lokasi dan letak, keberadaan PKL yang kurang tertata mengganggu eksistensi ruang terbuka hijau dan lalu lintas kendaraan yang berlalu lalang. Kebijakan dan wewenang trotoar dipertanggung jawabkan oleh dinas terkait dalam tata kelola dan pelaksanaannya sesuai kebijakan daerah pemerintah kota masing-masing. Pemerintah Kota Yogyakarta berusaha mengimplementasikan Perda No. 26 tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kota Yogyakarta untuk menegakkan peraturan dan memelihara ketertiban dan kententraman masyarakat. Ketertiban adalah suasana yang mengarah kepada peraturan dalam masyarakat menurut norma yang berlaku sehingga menimbulkan motivasi bekerja dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. 3 Usaha untuk menertibkan PKL tentunya perlu mendapat dukungan kuat dari berbagai pihak, dalam hal ini perlu adanya koordinasi dari pemerintah daerah, para PKL, dan masyarakat, terutama PKL karena apabila mereka diberikan pemahaman yang baik mengenai kesadaran hukum, memberikan jaminan kepastian usaha dan memfasilitasi agar usaha yang mereka rintis dapat berkelanjutan maka mereka akan mentaati Perda. Artinya upaya untuk menertibkan para PKL yang ada di Kota Yogyakarta sesuai dengan Perda tersebut, Pemda melibatkan masyarakat terutama para PKL 3 Irawan Soejito, 2004, Sejarah Daerah Indonesia, Jakarta: Pradanya Paramita, hlm. 101 4

yang akan ditertibkan. Pemerintah tidak langsung menggunakan otoritasnya dengan menggusur secara paksa para PKL. Tetapi melalui pendekatan dan sosialisasi kepada para PKL sampai mereka mengerti dan memahami program pemerintah tersebut, sehingga para PKL tersebut bersedia untuk direlokasi tanpa adanya paksaan dan penggusuran. Permasalahaan yang terjadi mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh PKL terkait dengan tempat yang ditempatinya untuk aktivitas berjualan sebenarnya dapat dihindari jika PKL tidak melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Daerah No. 26 tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima, Perda ini mengatur tentang pelarangan untuk berdagang bagi PKL di daerahdaerah yang sudah ditentukan. Dalam hal ini penulis akan membahas mengenai Penerapan Perda No. 26 tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kota Yogyakarta khususnya di daerah sekitar lempuyangan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan Perda No. 26 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Lempuyangan Kota Yogyakarta? 2. Apa faktor penghambat dalam pelaksanaan Perda Nomor 26 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima? C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan Perda No. 26 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Lempuyangan Kota Yogyakarta 5

2. Untuk mengetahui hambatan dalam melaksanakan Perda No. 26 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Lempuyangan Kota Yogyakarta D. Manfaat Penelitian Dari tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini bermaksud memberikan manfaat terhadap: 1. Pemerintah Kota Yogyakarta Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kebijikan Pemerintah Kota Yogyakarta terutama dalam penataan dan pengaturan PKL di kawasan stasiun Lempuyangan sehingga terciptanya ketertiban dalam penataan PKL tersebut. 2. Bagi Pedagang Kaki Lima Agar dapat memahami dan mentaati aturan yang ada dalam Perda Nomor 26 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima. 3. Bagi peneliti dan masyarakat Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam memahami Peraturan Pemerintah Kota Yogyakarta khususnya mengenai penataan PKL di jl. Lempuyangan 6