PANDUAN PRATIKUM PENGUKURAN SURVEI ENTOMOLOGI NYAMUK DAN MAYA INDEX OLEH : SANG GEDE PURNAMA, SKM, MSC PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
BAB I. SURVEI ENTOMOLOGI NYAMUK Surveilans untuk Aedes aegypti sangat penting untuk mengetahui distribusi, kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor risiko berdasarkan waktu, dan tempat yang berdasarkan penyebaran dengue serta tingkat kerentanan terhadap insektisida yang dipakai guna memprioritaskan wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vektor. Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian vektor dan dapat digunakan untuk memantau keefektifannya. Ada beberapa metode yang tersedia untuk mendeteksi dan pemantauan populasi larva dan nyamuk dewasa (Depkes, 2005). Pengamatan terhadap vektor DBD sangat penting untuk mengetahui penyebaran, kepadatan nyamuk, habitat utama jentik dan dugaan risiko terjadinya penularan. Data-data tersebut akan dapat digunakan untuk memilih tindakan pemberantasan vektor yang tepat dan memantau efektivitasnya. Kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti dapat diketahui dengan melakukan survei nyamuk, survei penangkapan telur dan survei jentik. Survei jentik dilakukan dengan cara sebagi berikut : 1. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamukaedes aegypti diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya jentik. 2. Memeriksa kontainer yang berukuran besar seperti bak mandi, tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya. Jika pada pandangan atau penglihatan pertama tidak menemukan jentik tunggu kira-kira 0,5-1 menit untuk memastikan bahwa benar tidak ada jentik. 3. Memeriksa kontainer yang kecil sepertii vas bunga/pot tanaman, air/botol yang airnya keruh, airnya perlu dipindahkan ketempat lain. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya keruh digunakan senter. Ada dua cara survei larva/jentik yaitu : 1. Cara single larva Survei ini dilakukan dengan mengambil larva disetiap tempat genangan air yang ditemukan larva untuk diidentifikasi lebih lanjut larvanya. 2. Secara visual
Survei cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya larva di setiap tempat genangan air tanpa mengambil larvanya. Dalam program pemberantasan penyakit DBD, survei jentik yang biasa digunakan adalah secara visual. Ukuran yang digunakan untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti adalah sebagai berikut (WHO, 2009) : 1. Larva index a. House index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah yang diperiksa. HI = jumlah rumah yang positif jentik jumlah rumah yang diperiksa 100% b. Container index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva dari seluruh kontainer yang diperiksa CI = jumlah kontainer yang positif jentik jumlah kontainer yang di periksa 100% c. Breteau index (BI) adalah jumlah kontainer dengan larva dalam 100 rumah. BI = jumlah kontainer yang positif jentik 100 rumah yang diperiksa 100% HI lebih menggambarkan penyebaran nyamuk di suatu wilayah. Density figure (DF) adalah kepadatan jentik Aedes aegypti yang merupakan gabungan dari HI, CI, dan BI yang dinyatakan dengan skala 1-9 seperti tabel berikut :
Tabel 3. Larva index Density figure House index Container index Breteau index (DF) (HI) (CI) (BI) 1 1-3 1-2 1-4 2 4-7 3-5 5-9 3 8-17 6-9 10-19 4 18-28 10-1 4 20 34 5 29 37 15 20 35-49 6 38 49 21-27 50 74 7 50-59 28-31 75 99 8 60 76 32 40 100 199 9 >77 >41 >200 Sumber : Depkes (2002) Berdasarkan hasil survei larva,dapat ditentukan density figure. Density figure ditentukan setelah menghitung hasil HI, CI, BI, kemudian dibandingkan dengan tabel Larva index. Apabila angka DF kurang dari 1 menunjukkan risiko penularan rendah, 1-5 risiko penularan sedang dan diatas 5 risiko penularan tinggi. 2. Pupa index (PI) Merupakan perkiraan munculnya nyamuk dewasa yang baru menetas berdasarkan jumlah pupa yang ada. PI = JUMLAH PUPA Jumlah rumah yang diperiksa x 100
BAB II. Pengukuran Maya index (MI) Kepadatan larva Kondisi tempat potensial perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat diketahui dengan menggunakan indikator maya index (MI). MI merupakan indikator baru yang digunakan untuk mengidentifikasi sebuah lingkungan di perumahan atau komunitas berisiko tinggi atau tidak sebagai tempat perkembangbiakan (breeding sites) nyamuk Aedes aegypti, didasarkan pada status kebersihan daerah tersebut dan ketersediaan tempat-tempat yang mungkin berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk (Miller et al., 1992). MI juga digunakan sebagai upaya pengendalian DBD di suatu daerah, karena dapat diketahui tingkat risiko dan tempat perkembangbiakan yang paling disukai, sehingga berguna untuk menentukan prioritas dalam penyusunan program pengendalian larva nyamuk. Rumah dengan jumlah hygiene risk index (HRI) yang tinggi dikategorikan kotor, begitu juga sebaliknya. Breeding risk index (BRI) tinggi menunjukkan rumah yang berisiko tinggi sebagai tempat perindukan nyamuk.sebaliknya, bila BRI rendah, maka rumah tersebut berisiko rendah sebagai tempat perindukan nyamuk (Satoto, 2005). Menurut Miller (1992), tempat perindukan dibedakan menjadi 3, yaitu : tempat yang dapat dikontrol (controllable sites) atau dikendalikan oleh manusia seperti ember, pot bunga, talang air, drum minyak, sumur, bak mandi, tempat minum burung, tower, bak air. Selain itu juga sampah atau tempat yang sudah dipakai ( disposable sites) seperti botol bekas, kaleng bekas, ban bekas, ember bekas, lubang pada bambu, pohon berlubang, tempurung kelapa, genangan air, toples bekas. Tempat yang selalu terkontrol (undercontrol sites) seperti kolam yang berisi ikan. MI diperoleh dengan mengkombinasikan 2 indikator yaitu : a) Breeding risk indicator (BRI) : proporsi dari controllable sites di setiap rumah. BRI = Jumlah controllable sites di setiap rumah yang diperiksa Rata-rata kontainer di rumah
b) Hygiene risk indicator (HRI) : proporsi dari disposable sites di setiap rumah Jumlah disposable sites di setiap rumah yang diperiksa HRI = Rata-rata kontainer di rumah Menurut Lazono dan Avila (2002), kedua indikator ini dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan distribusi tertil di bawah ini yaitu : a. X < (µ - 1,0ó) = rendah b. (µ-1,0ó) X < (µ - 1,0ó) = sedang c. (µ-1,0ó) = tinggi Nilai BRI dan HRI di setiap rumah disusun dalam matrik 3 X 3 untuk menentukan kategori maya index rendah, sedang, tinggi. Tabel 1. Kategori maya index Indikator BRI 1 (rendah) BRI 2 (sedang) BRI 3 (tinggi) Rendah Rendah Sedang HRI 1 (rendah) Rendah Sedang Tinggi HRI 2 (sedang) Sedang Tinggi Tinggi HRI 3 (tinggi) Sumber : Lazono dan Avila (2002)
Lampiran 2. Form observasi keberadaan jentik dan pupa Nama KK : Nama petugas : No responden : Tanggal : Alamat : No Jenis kontainer Jumlah kontainer jentik Jumlah pupa 1 a. Controllable sites 1. Ember 2. Pot bunga 3. Talang air 4. Drum minyak 5. Sumur 6. Bak mandi 7. Padasan 8. Tempat minum burung 9. Bak air 10. tower 11. wadah tirta 2 b. Disposable site 1. Botol bekas 2. Kaleng bekas 3. Ban bekas 4. Ember bekas 5. Lubang pada bambu 6. Lubang pada pohon 7. Tempurung kelapa 8. Genangan air 9. Toples bekas 10. Gelas bekas 11.. 3 c. Undercontrollable sites 1. Kolam ikan 2. Botol ikan 3. Akuarium Ket 1. Positif 2. Negatif Letak/ tempat 1. Dalam rumah 2. Luar rumah tertutup Abate/ikan Jenis nyamuk 1. Tertutup 2. Terbuka