I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

1. Tinjauan Umum

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia)

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011).

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU,

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan cara pembangunan infrastruktur sebagai pendorong

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. atau investor.kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk

BAB I PENDAHULUAN. tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

PRUlink Quarterly Newsletter

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Diskusi Terbuka INFID

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat mempengaruhi iklim usaha di Indonesia. Para pelaku bisnis harus

BAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

I. PENDAHULUAN. harian bank (cash in vaults), dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (Reserve

VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian ini menyajikan faktor faktor ekonomi yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yaitu nilai tukar (exchange rate) atau yang biasa dikenal dengan

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Atas Dollar Amerika Serikat Periode 2004Q.!-2013Q.3

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

BAB IV GAMBARAN UMUM

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham, obligasi,

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh globalisasi terhadap suatu negara yang menganut sistem perekonomian terbuka dapat berdampak pada kebijakan ekonomi yang diambil. Perubahan terhadap suku bunga internasional, banyaknya investasi yang dilakukan oleh investor asing, perkembangan ekspor dan impor, dan sebagainya merupakan beberapa faktor yang mendukung dinamika perekonomian bagi negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Indonesia sebagai salah satu negara yang menganut sistem perekonomian terbuka tentunya dapat terpengaruh dengan adanya perubahan perekonomian internasional terutama krisis keuangan yang melanda kawasan Eropa sejak 2010. Krisis keuangan yang melanda kawasan Eropa khususnya Yunani dikhawatirkan dapat menular sehingga sektor keuangan Indonesia akan terganggu. Meskipun Indonesia telah membangun momentum pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi mencapai 6,5%, namun diyakini tidak akan terlepas dari dampak negatif perlemahan ekonomi dunia tersebut. Krisis keuangan global yang mulai berpengaruh secara signifikan pada tahun 2008 diperkirakan akan berdampak negatif pada kinerja makroekonomi Indonesia baik di sisi neraca pembayaran dan neraca sektor riil, maupun sektor moneter dan fiskal 1. Melihat gejolak finansial di Eropa yang sampai sekarang belum juga menunjukkan tanda-tanda pemulihan, Indonesia terus mengikuti perkembangan dan mengambil langkah-langkah antisipatif. Salah satu langkah antisipatif tersebut adalah kebijakan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) di awal Februari 2012 hingga mencapai 5,75%. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah ancaman pelemahan ekonomi global dengan tetap mengutamakan pencapaian sasaran inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah. BI terus mewaspadai risiko memburuknya perekonomian global dan dampak kebijakan pemerintah di bidang energi. Kebijakan bauran moneter dan 1 http://www.anggaran.depkeu.go.id/content/09-02-24,%20mengatasidampakkrisisglobal.pdf

2 makroprudensial sangat diperlukan dalam pengelolaan makroekonomi secara keseluruhan serta untuk membawa inflasi pada target yang telah ditetapkan sebelumnya sebesar 4,5% ± 1% pada 2012 2. Kestabilan sektor keuangan sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi karena ketidakstabilan keuangan dapat berdampak negatif pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan. Penciptaan pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya merupakan tujuan utama setiap pemerintahan yang sedang berkuasa termasuk Pemerintah Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi tersebut tentunya harus merupakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan. Oleh karena itu untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut diperlukan sumber pembiayaan yang memadai. Sumber pembiayaan utama untuk menggerakkan roda perekonomian adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dimana kontributor utama APBN melalui perpajakan. Setiap tahun pemerintah menyusun anggaran negara dan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggran ini tersusun dalam APBN yang secara garis besar terdiri dari anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Sebelum tahun 1999, penyusunan APBN oleh pemerintah dengan menerapkan prinsip anggaran berimbang. Artinya, penerimaan negara harus sama dengan pengeluaran walaupun dalam kenyataannya tidak pernah ada karena dalam pembiayaan pembangunan nasional pemerintah juga mengandalkan pinjaman luar negeri. Namun sejak tahun 1999, pemerintah menggunakan penyusunan APBN dengan prinsip anggaran defisit. Politik anggaran defisit merupakan kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Tabel 1 menunjukkan bahwa pendapatan negara lima tahun terakhir (2006-2010) memang terus meningkat, tetapi belanja negara juga terus bertambah. Belanja negara sejak 2006 sampai 2010 selalu lebih besar dari pada pendapatan sehingga terjadi defisit anggaran dengan tren yang terus menigkat. Namun defisit anggaran Rp4,13 triliun pada 2008 relatif kecil jika dibandingkan dengan tahun- 2 Gubernur BI, Investor Daily, 10 Februari 2010

3 tahun sebelumnya. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya krisis keuangan dunia terutama yang melanda Amerika dan Eropa sehingga berdampak pada perekonomian Indonesia dimana terjadi pelambatan penyerapan anggaran dan pertumbuhan ekonomi. Tabel 1 Realisasi Pendapatan Negara, Belanja Negara dan Defisit Anggaran 2006-2010 (Rp Triliun) Tahun Pendapatan Negara Belanja Negara Defisit 2006 637,98 666,21 28,23 2007 707,81 757,65 49,84 2008 981,60 985,73 4,13 2009 848,76 937,38 88,62 2010 995,27 1.042,11 46,84 Sumber: Bank Indonesia, 2011 Jika pembiayaan melalui APBN mengalami defisit atau pengeluaran lebih besar dari pada pemasukan, maka pemerintah akan menutup defisit tersebut dengan utang. Utang ini dapat bersumber dari pinjaman luar negeri dan/atau menerbitkan Surat Utang Negera (SUN). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang SUN, yang dimaksud dengan SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. Pasal 3 menyatakan bahwa SUN terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara. SPN berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. Obligasi negara berjangka waktu lebih dari 12 bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. Tabel 2 menunjukkan perkembangan realisasi penerbitan obligasi negara terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2007 yang mencapai 24,01% (senilai Rp22,62 triliun) jika dibandingkan dengan realisasi penerbitan obligasi negara pada tahun 2006 senilai Rp94,23 triliun. Selanjutnya pada tahun 2008 total penerbitan obligasi negara mencapai Rp132,69 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp148,53 triliun pada tahun 2009. Peningkatan penerbitan obligasi negara terus berlanjut pada tahun 2010 yang mencapai Rp167,63 triliun.

4 Tabel 2 Realisasi Penerbitan Obligasi Negara 2006-2010 Tahun Total Penerbitan (Rp Triliun) Perubahan (%) 2006 94,23-2007 116,85 24,01 2008 132,69 13,55 2009 148,53 11,94 2010 167,63 12,86 Sumber: Bank Indonesia, 2011 Penerbitan obligasi negara dan utang lainnya merupakan bagian dari kebijakan fiskal (APBN) yang menjadi bagian dari kebijakan pengelolaan ekonomi secara keseluruhan. Dengan kata lain bahwa kebijakan utang adalah kebijakan yang secara sadar memang didesain perlu ada dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan ekonomi. Sebagai bagian dari kebijakan fiskal, tentunya kebijakan dan pengelolaan utang harus sinkron dengan kebijakan dan pengelolaan fiskal secara keseluruhan. Dalam hal ini masih terlihat bahwa kebijakan dan pengelolaan utang pemerintah belum sepenuhnya sinkron dengan kebijakan APBN. Sebagai contoh, kebijakan utang pemerintah masih melebihi dari kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan APBN. Pada tahun 2008 misalnya, defisit anggaran hanya Rp4,12 triliun, namun realisasi pembiayaannya melalui penerbitan obligasi saja sudah mencapai Rp85,91 triliun. Demikian juga pada 2009 defisit anggaran Rp88,62 triliun, namun realisasi obligasi negara melebihi angka tersebut yang mencapai Rp99,47 triliun. Hal ini belum termasuk penerbitan SPN, sukuk, dan utang pinjaman luar negeri. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam manajemen utang pemerintah adalah masalah waktu (timing) penerbitan SUN. Pada tahun 2009, pemerintah masih memiliki kelebihan pembiayaan sebesar Rp38,35 triliun. Sementara itu, realisasi APBN 2010 hingga kuartal I-2010 masih rendah, yaitu kurang dari 20%. Realisasi penerimaan pajak mencapai Rp116 triliun atau mencapai 19% dari target APBN-P 2010. Dengan kata lain, sejatinya dari sisa pembiayaan tahun 2009 lalu plus realisasi penerimaan pajak hingga kuartal I-2010 cukup untuk membiayai realisasi APBN 2010. Namun hingga April 2010, pemerintah telah menerbitkan SUN hingga Rp86,94 triliun atau sekitar 48,83% dari target penerbitan SUN tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun dikatakan kebijakan utang kita

5 merupakan bagian dari kebijakan fiskal (APBN), namun dalam prakteknya masih jauh dari harapan. 3 Keputusan penerbitan obligasi negara untuk menutup defisit APBN merupakan bagian dari kebijakan pengelolaan SUN. Selain itu dalam menerbitkan obligasi negara juga perlu dikelola dengan baik hal-hal teknis lainnya seperti jumlah nominal, jumlah seri, waktu penerbitan, struktur jatuh tempo, tingkat kupon, jenis suku bunga, dan sebagainya untuk meminimalkan cost of fund dan mengurangi risiko gagal bayar (default). Oleh karena itu pemerintah perlu mencermati dan menganalisa terhadap berbagai variabel makroekonomi yang berkaitan dengan pasar keuangan sebelum memutuskan untuk menerbitkan obligasi negara. Selain variabel pendapatan negara seperti telah diuraikan sebelumnya, variabel makroekonomi lain yang dapat mempengaruhi penerbitan obligasi negara yaitu: suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang beredar, tingkat inflasi, dan nilai tukar rupiah. 1. Suku Bunga SBI Penerbitan obligasi jangka pendek dengan masa jatuh tempo kurang dari satu tahun dapat menggantikan SBI untuk kebijaksanaan moneter. Selama ini kebijaksanaan moneter BI mengandalkan SBI yang biayanya cukup besar. Namun dana SBI ini tidak dapat dipergunakan untuk mendorong kegiatan ekonomi dan SBI tidak diperdagangkan dalam pasar sekunder (Arief, 2004). Tabel 3 Perkembangan Suku Bunga SBI 2006-2010 (%) Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Triwulan I 12,74 9,25 7,96 8,82 6,38 Triwulan II 12,58 8,83 8,34 7,26 6,25 Triwulan III 11,75 8,25 9,41 6,59 6,26 Triwulan IV 10,25 8,17 11,02 6,47 6,26 Sumber: Bank Indonesia, 2011 Tabel 3 menunjukkan bahwa suku bunga SBI pada Triwulan I tahun 2006 yaitu sebesar 12,74%. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan arah kebijakan moneter ketat yang merupakan cerminan komitmen Bank Indonesia dalam mengendalikan tekanan inflasi yang masih relatif tinggi. Terkait dengan itu, Bank Indonesia memutuskan 3 http://www.sunarsip.com/index.php?option=com_content&view=article&id=95&catid=39: fiskal-dan-apbn&itemid=131

6 untuk menetapkan suku bunga SBI sebesar 12,74%. Sedangkan suku bunga SBI terendah adalah sebesar 6,25% pada Triwulan II tahun 2010. Dewan Gubernur Bank Indonesia memandang bahwa pelonggaran kebijakan moneter tersebut melalui penurunan suku bunga SBI menjadi 6,25% cukup kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi perbankan. Suku bunga SBI sebesar 6,25% tersebut juga dipandang konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010. Penelitian yang dilakukan Siahaan (2006) menyimpulkan bahwa suku bunga SBI tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka rekapitalisasi perbankan di Indonesia. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Sasanti (2008) yang mengungkapkan bahwa suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan obligasi negara pada jangka pendek dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan obligasi negara pada jangka panjang. Selanjutnya hasil penelitian Surya dan Nasher (2011) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh searah yang signifikan antara tingkat suku bunga SBI terhadap yield obligasi korporasi. 2. Jumlah Uang Beredar Konsep uang beredar dapat ditinjau dari dua sisi, penawaran dan permintaan. Interaksi antara keduanya menentukan jumlah uang beredar di masyarakat. Uang beredar ini tidak hanya dikendalikan oleh bank sentral semata, namun dalam kenyataannya juga ditentukan oleh pelaku ekonomi yaitu bank-bank umum (sektor perbankan) dan masyarakat umum. Perilaku dan reaksi kedua pelaku ini ikut menentukan berapa jumlah uang beredar pada suatu saat, walaupun secara umum memang benar otoritas moneter yang merupakan penentu utamanya. Jumlah uang beredar dapat didefenisikan dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2). M1 meliputi uang kartal yang dipegang masyarakat dan uang giral, sedangkan M2 meliputi M1, uang kuasi, dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki oleh sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun (Bank Indonesia, 2010). Jumlah uang beredar yang berlebih akan menyebabkan inflasi semakin tinggi sehingga suku bunga bank akan turun. Jika hal ini terjadi akan mendorong masyarakat yang

7 memiliki uang, lebih memilih berinvestasi dari pada menabung di bank. Investasi dapat berupa pembelian saham atau obligasi. 3. Tingkat Inflasi Pada dasarnya inflasi merupakan proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus yang diakibatkan tingginya likuiditas di pasar dan terganggunya produksi serta distribusi barang dan jasa. Siahaan (2006) menyatakan bahwa inflasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka rekapitalisasi perbankan. 4. Nilai Tukar Rupiah Stabilitas nilai tukar rupiah merupakan salah satu persoalan penting dalam perekonomian negara karena sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Fluktuasi nilai tukar rupiah dipengaruhi banyak hal seperti stabilitas keuangan regional, perdagangan regional, dan tingkat investasi. Derasnya arus investasi asing ke Indonesia turut mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Hal terpenting dari nilai tukar rupiah adalah volatilitas nilai tukar rupiah tersebut, karena akan berdampak kepada pembiayaan, termasuk obligasi. Pergerakan nilai tukar rupiah lebih ditentukan oleh faktor fundamental dan penguatan nilai tukar rupiah merupakan reaksi positif terhadap kondisi perekonomian global. Surya dan Nasher (2011) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh searah yang signifikan antara nilai tukar rupiah terhadap yield obligasi korporasi di Indonesia. Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Rachmawati (2012) bahwa terdapat pengaruh kurs rupiah pada USD dan Euro terhadap yield obligasi pemerintah seri fixed rate melalui IHSG. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi makroekonomi Indonesia pada periode 2001-2010? 2. Bagaimana pengaruh variabel makroekonomi seperti pendapatan negara, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang beredar, tingkat inflasi, dan nilai tukar rupiah terhadap penerbitan obligasi negara?

8 3. Bagaimana implikasi kebijakan atas pengaruh variabel makroekonomi terhadap penerbitan obligasi negara? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menggambarkan kondisi makroekonomi Indonesia periode 2001-2010. 2. Menganalisis dan mengukur pengaruh variabel makroekonomi: pendapatan negara, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang beredar, tingkat inflasi, dan nilai tukar rupiah terhadap penerbitan obligasi negara. 3. Merumuskan implikasi kebijakan atas pengaruh variabel makroekonomi terhadap penerbitan obligasi negara. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberi manfaat tidak hanya bagi penulis, namun juga bagi pemerintah dan pihak lainnya yang berkepentingan. 1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan menjadi sarana belajar praktis dalam mempraktekkan teori-teori yang telah diperoleh, serta dapat memperkaya wawasan berpikir dan menganalisa permasalahan. 2. Bagi pemerintah, Bank Indonesia, dan DPR, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi sebagai bahan pertimbangan dalam penerbitan obligasi negara. 3. Bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian lebih lanjut mengenai penerbitan obligasi negara dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB