BAB IV PEMBAHASAN. dengan aset tetaplah, hampir semua kegiatan operasional dapat dilakukan. Oleh karena



dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan. menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

BAB 2 LANDASAN TEORITIS. Aset tetap termasuk bagian yang sangat signifikan dalam perusahaan. Jika

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB III PEMBAHASAN. Aktiva tetap memiliki pengertian yang berbeda-beda tapi pada prinsipnya

pengklasifikasian dan menetapkan aktiva tetap PT. Gratia Jaya sesuai dengan PSAK No.16. keuangan yang berlaku umum (PSAK No. 16).

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

JAWABAN AKUNTANSI BISNIS PENGANTAR 1

BAB II BAHAN RUJUKAN

AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH I

BAB IV ANALISA HASIL & PEMBAHASAN. 1. Kebijakan Akuntansi Aktiva Tetap Perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian aset tetap (fixed asset) menurut Reeve (2012:2) adalah :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. jangka waktu kurang dari 1 tahun (seperti tagihan) modal, semua milik usaha yang

BAB II BAHAN RUJUKAN

LEBIH JAUH MENGENAI PSAK No. 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP

BAB 7 ASET TETAP. dilakukan agar bisa digunakan secara optimal selama umur ekonominya.

PEDOMAN PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN DANA PENSIUN

Siklus Akuntansi. Transaksi Bukti. Pencatatan dalam Buku Harian (Jurnal) Pencatatan ke Buku Besar. Neraca Lajur & Jurnal Penyesuaian.

BAB 7 PENYESUAIAN DAN KOREKSI AKUN

BAB II BAHAN RUJUKAN

AKTIVA TETAP (FIXED ASSETS )

BAB III SISTEM AKUNTANSI PENYUSUTAN ASET TETAP BERWUJUD PADA PT HERFINTA FRAM AND PLANTATION

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REVALUASI & PELEPASAN ASET TETAP

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entitas pada tanggal tertentu. Halim (2010:3) memberikan pengertian bahwa

jumlah yang sangat besar. Hal ini dikarenakan peranannya yang sangat penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pada bab ini akan dikemukakan teori-teori yang dikutip dari literatur

AKTIVA TETAP (FIXED ASSET)

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

a. dimiliki untuk digunakan dalam penyediaan jasa atau untuk tujuan administratif; dan b. diharapkan akan digunakan lebih dari satu periode.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 Aktiva Tetap Berwujud (Tangible - Assets)

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H)

JUMLAH AKTIVA

JURNAL PENYESUAIAN. Armini Ningsih Politeknik Negeri Samarinda

IV. PENYESUAIAN. Universitas Gadjah Mada

PERTEMUAN KEENAM. Pengertian Aktiva Tetap

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET TETAP PADA CV. KRUWING INDAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA

Laporan Gabungan Neraca (Aset)

Laporan Gabungan Neraca (Aset)

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Pengakuan, Pengukuran, dan Penyajian Pajak Tangguhan. beserta Akun-akun Lainnya pada Laporan Keuangan PT UG

BAGIAN IX ASET

ANALISIS AKUNTANSI AKTIVA TETAP PADA PT. SRI AGUNG MULIA PEKANBARU

Akuntasi Koperasi Sektor Riil sebagai STANDAR AKUNTANSI

PEMAKAI DAN KEBUTUHAN INFORMASI

BAB II LANDASAN TEORI

Kunci Jawaban Siklus Akuntansi_LKS Akuntansi Kota Tangerang Tahun 2014

ekonomi Sesi JURNAL PENYESUAIAN PERUSAHAAN DAGANG A. PENGERTIAN DAN FUNGSI JURNAL PENYESUAIAN B. AKUN YANG PERLU DISESUAIKAN a.

Catatan 31 Maret Maret 2010

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PUSKESMAS SAMBILEGI

MODUL 5 JURNAL PENYESUAIAN PENCATATAN TRANSAKSI - PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN. Jurnal Buku Besar Neraca Laporan Saldo Keuangan

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

AKTIVA TETAP BERWUJUD

BAB IV KEBIJAKAN AKUNTANSI

AKTIVA TETAP BERWUJUD (FIXED ASSETS)

Laporan Keuangan. Laporan Laba/ Rugi. Laporan Perubahan Modal. Neraca. Laporan Arus Kas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB 11 MATEMATIKA LAPORAN KEUANGAN

ANALISIS SUMBER DAN PENGGUNAAN MODAL KERJA PADA PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. : Frischa Lamria NPM :

BAB III OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN. PT UG didirikan dengan akta notaris Abdul Latief, SH, No.104 tertanggal 29

BAGIAN X ASET TETAP, ASET TIDAK BERWUJUD, DAN ASET YANG DIAMBIL-ALIH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORITIS. Terdapat beberapa definisi mengenai analisis, yaitu:

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Aset Tetap Definisi Aset Tetap

30 Juni 31 Desember

BAB II LANDASAN TEORI. Akuntansi yang mengatur tentang aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang

NERACA BULANAN BPR BESERTA REKENING ADMINISTRATIF

S A L I N A N KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LEMBAGA KEUANGAN NOMOR : KEP-2345/LK/2003 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN DANA PENSIUN

BAB II BAHAN RUJUKAN. 2.1 Aset Tetap Pengertian Aset Tetap

Materi: 12 ASET: PENGHENTIAN. (Dihapus, Dijual, Ditukar)

LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) BULANAN

KANTOR JASA PENILAI PUBLIK (KJPP) O, P, Q DAN REKAN. LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) KOMPARATIF 31 DESEMBER 2013 DAN 2014 (Dinyatakan dalam Rupiah)

Contoh Laporan Keuangan Perusahaan Jasa

BAB II LANDASAN TEORI

BANK METRO EXPRESS LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) Tanggal 29 Februari 2016 dan 31 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan yang dipimpinnya.

Kompetensi Dasar 5.2 Menafsirkan persamaan akuntansi

PT. BPR BUMIASIH NBP 13 STABAT ANGGARAN DAN REALISASI BIAYA OPERASIONAL TAHUN 2008 KUMULATIP

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem berasal dari bahasa Latin (systẻma) dan bahasa Yunani (sustẻma),

JURNAL PENYESUAIAN PERUSAHAAN JASA

BAB II LANDASAN TEORITIS. atau mempertanggungjawabkan. bersangkutan dengan hal-hal yang dikerjakan oleh akuntan dalam

ANALISIS AKUNTANSI AKTIVA TETAP PADA CV. AGUNG PERKASA MANDIRI PANGKALAN KERINCI SKRIPSI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL 5 JURNAL PENYESUAIAN PENCATATAN TRANSAKSI - PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN. JURNAL BUKU BESAR NERACA LAPORAN SALDO KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Aset Tetap pada PT Patra Jasa Aset tetap berperan sangat penting dalam kehidupan sebuah perusahaan, karena dengan aset tetaplah, hampir semua kegiatan operasional dapat dilakukan. Oleh karena itu pengelolaan dan pencatatan setiap transaksi terkait dengan aset tetap merupakan hal yang penting. Setiap pengelolaan dan pencatatan transaksi tersebut mengarah ke pengambilan keputusan manajemen yang akan mempengaruhi arah perkembangan dan kebijakan perusahaan. PT Patra Jasa merupakan salah satu perusahaan yang memiliki aset tetap dalam jumlah besar, karena bergerak di bidang properti dan perhotelan. Penting bagi perusahaan ini untuk mengelola dan melakukan prosedur akuntansi menurut standar PSAK. Aset tetap PT Patra Jasa merupakan bagian terbesar dari keseluruhan aset perusahaan (sekitar 83%). Oleh karena itu akan menjadi suatu masalah jika aset tetap tidak dikelola dan dilakukan prosedur akuntansi yang sesuai standar, apalagi mengingat seluruh kegiatan operasional yang menghasilkan pendapatan bagi PT Patra Jasa berasal dari penggunaan aset tetap. Tentunya PT Patra Jasa harus mempunyai kebijakan akuntansi yang mendukung pencatatan dan pengelolaan serta pengungkapan aset tetap yang sesuai dengan PSAK. Mengenai pencatatan mulai dari perolehan aset tetap, pengeluaran setelah perolehan awal, penyusutan aset tetap, hingga pada penghapusbukuan aset tetap akan dibahas oleh penulis satu per satu. 39

1. Klasifikasi Aset Tetap Berdasarkan pengamatan dari penulis, aset tetap pada PT Patra Jasa telah terklasifikasikan dengan baik. Adapun klasifikasi daripada aset tetap dan nilainya beserta dengan total transaksi penambahan, pengurangan, reklasifikasi, dan akumulasi penyusutannya adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Tabel Klasifikasi Aset Tetap 28 Saldo awal Penambahan Pengurangan Reklasifikasi Saldo akhir Biaya perolehan : Tanah 44,421,769,214 1,49,857,7 43,371,911,514 Bangunan 31,969,578,841 4,472,295,191 446,596,84 35,995,277,948 Kendaraan 2,337,547,888 148,35,588 166,, 2,319,898,476 Inventaris 135,492,16,627 8,465,319,91 1,45, 143,946,976,537 Asset dalam penyelesaian 1,27,54,621 86,857,859 733,878,882 2,622,277,362 Jumlah 485,248,543,191 13,946,823,548 166,, 773,24,92 498,256,341,837 2. Akuntansi Perolehan Aset Tetap Penulis akan menjelaskan mengenai prosedur pencatatan akuntansi yang dilakukan saat terjadi perolehan aset tetap. Dalam menentukan harga perolehan sebuah aset tetap, adalah semua biaya yang diperlukan untuk membuat sebuah aset tetap siap digunakan dijumlahkan, kemudian hasilnya adalah harga perolehan aset tetap tersebut. A. Tanah Penentukan harga perolehan tanah, meliputi harga tanah itu sendiri ditambah dengan berbagai biaya terkait dalam perolehan tanah tersebut sampai tanah itu siap digunakan. Biaya-biaya tersebut meliputi semua biaya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap untuk digunakan, tetapi biaya legal atas pengurusan hak atas tanah tidak dimasukkan ke dalam nilai perolehan tanah tetapi diamortisasi secara terpisah. 4

Contoh : PT Patra Jasa pada tahun 1978 membeli tanah di jalan Dukuh Patra II no. 72 dengan harga tanah sebesar Rp. 18.753.76 dan sertifikat tanah sebesar Rp. 28.373.166 untuk dibangun menjadi perumahan. Pada saat pembelian tanah tersebut, kedua transaksi dipisahkan dengan jurnal sebagai berikut : Tanah Jalan Dukuh Patra II No.72 Rp. 18.753.76 Kas Rp. 18.753.76 Sertifikat Tanah Jalan Dukuh Patra II No.72 Rp. 28.373.166 Kas Rp. 28.373.166 B. Bangunan Semua biaya terkait yang berhubungan dengan pembelian atau konstruksi bangunan didebitkan ke dalam harga perolehan bangunan. Semua biaya yang diperlukan untuk menyiapkan sebuah bangunan hingga dapat dipakai dimasukkan ke dalam harga perolehan bangunan, termasuk biaya untuk komisi, dan pajak. Sedangkan untuk bangunan yang dikonstruksi, maka biaya yang termasuk adalah biaya persiapan lahan, pembangunan kabel dan tiang listrik, pipa air, pembayaran jasa arsitek, serta pembayaran bunga pinjaman untuk pembiayaan dilakukannya pembangunan. Untuk beban bunga pinjaman dalam periode dikonstruksinya bangunan, dimasukkan ke dalam harga perolehan bangunan. Tetapi setelah pembangunan selesai dilakukan, maka beban bunga dicatat sebagai beban bunga biasa (Interest expense). Contoh : PT Patra Jasa pada tahun 1973 membangun sebuah gedung perkantoran dengan 22 lantai di Jalan Gatot Subroto Kav. 32-34. Keseluruhan 41

biaya konstruksi mulai dari biaya pembayaran jasa arsitek, pembelian lahan, pembersihan, hingga instalasi semuanya ditotal sebesar Rp. 295.9375. Maka dilakukan penjurnalan seperti berikut : Gedung Perkantoran Gatot Subroto Kav. 32-34 Rp. 295.9375 Kas Rp. 295.9375 C. Kendaraan Untuk biaya perolehan kendaraan, sama seperti aset tetap lainnya, pencatatan atas harga perolehan adalah semua biaya yang dikeluarkan sampai kendaraan tersebut siap digunakan. Tetapi biaya STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) dan biaya asuransi kendaraan tidak boleh dimasukkan ke dalam harga perolehan kendaraan. Pada April 22, PT Patra Jasa melakukan pembelian kendaraan Toyota Kijang LSX bekas dengan nomor kendaraan B 8419 HV untuk kegiatan operasional perusahaan. Nilai perolehan kendaraan tersebut adalah Rp. 12.4., sudah termasuk pajak, dan biaya-biaya lainnya. Jurnal yang dibuat adalah: Toyota Kijang LSX B 8419 HV Rp. 12.4. Kas Rp. 12.4. D. Inventaris/ Peralatan Inventaris meliputi mesin, peralatan, dan furniture. Pada tanggal 15 April 24 dilakukan pembelian terhadap Pompa Air Hydropur-Grundfos 1.5 kw dengan harga Rp. 12.6.5, di dalamnya sudah termasuk biaya pemasangan, maka pencatatannya adalah sebagai berikut: Pompa Air Hydropur-Grundfos 1.5 kw Rp. 12.6.5 Kas Rp. 12.6.5 42

3. Akuntansi Penyusutan pada Aset Tetap Nilai dari aktiva tetap dapat berkurang karena berkurangnya kemampuan dari aset tetap tersebut dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan perusahaan. Dalam akuntansi, berkurangnya kemampuan tersebut dinilai dalam nominal dan disebut sebagai beban penyusutan/ depresiasi. Beban penyusutan biasanya dicatat/ dibukukan pada saat penutupan buku. Berdasarkan kebijakan perusahaan, maka penyusutan terhadap semua aset tetap pada PT Patra Jasa dilakukan dengan menggunakan metode SLN (Straight Line Method). Metode ini menganggap aktiva tetap akan memberikan kontribusi yang merata (tanpa fluktuasi) disepanjang masa penggunaannya, sehingga aktiva tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang sama dari periode ke periode hingga aktiva ditarik dari penggunaannya. Rumus dari penyusutan dengan SLN adalah : D = A C SV LT D = Depreciation (beban depresiasi) AC = Acquisition Cost (harga beli) SV = Salvage Value (nilai sisa) LT = Life Time (masa manfaat aset) Berikut kebijakan penentuan masa manfaat ekonomis aset tetap PT Patra Jasa: Tabel 4.2 Tabel Kebijakan Akuntansi Depresiasi Jenis Aset Tetap Masa Manfaat Persentase penyusutan /tahun Rumah dan gedung 2 tahun 5.% Kendaraan 8 tahun 12.5% Mesin dan peralatan berat 8 tahun 12.5% Inventaris dan peralatan 8 tahun 12.5% 43

Berikut adalah perhitungan penyusutan pada salah satu sampel aset tetap PT Patra Jasa berupa rumah pompa Hotel Patra Jasa dengan harga Rp. 51.34. yang dibeli tahun 21. Berikut perkiraan penyusutan untuk rumah pompa tersebut: Tabel 4.3 Tabel Depresiasi Rumah Pompa No. Tahun Beban Depresiasi /tahun Nilai buku 51,34, 1 21 2,565,2 48,738,8 2 22 2,565,2 46,173,6 3 23 2,565,2 43,68,4 4 24 2,565,2 41,43,2 5 25 2,565,2 38,478, 6 26 2,565,2 35,912,8 7 27 2,565,2 33,347,6 8 28 2,565,2 3,782,4 9 29 2,565,2 28,217,2 1 21 2,565,2 25,652, 11 211 2,565,2 23,86,8 12 212 2,565,2 2,521,6 13 213 2,565,2 17,956,4 14 214 2,565,2 15,391,2 15 215 2,565,2 12,826, 16 216 2,565,2 1,26,8 17 217 2,565,2 7,695,6 18 218 2,565,2 5,13,4 19 219 2,565,2 2,565,2 2 22 2,565,2 Penyusutan juga dilakukan dengan cara yang sama terhadap semua jenis aset tetap PT Patra Jasa, yang membedakannya hanya masa manfaat daripada aset tetap tersebut yang mempengaruhi persentase penyusutan tiap tahun. Misalnya pada kendaraan yang masa manfaatnya 8 tahun; sebuah mobil Kijang LGX B 415 MB yang dibeli pada 1 Februari 23 dengan harga Rp. 143.9., maka penyusutannya adalah sebagai berikut: 44

Tabel 4.4 Tabel Depresiasi Kijang LGX B 415 MB No. Tahun Beban Depresiasi /tahun Nilai buku Feb 3 143,9, 1 Des 23 11/12 x 17,987,5 = 16,488,542 127,411,458 2 Des 24 17,987,5 19,423,958 3 Des 25 17,987,5 91,436,458 4 Des 26 17,987,5 73,448,958 5 Des 27 17,987,5 55,461,458 6 Des 28 17,987,5 37,473,958 7 Des 29 17,987,5 19,486,458 8 Des 21 17,987,5 1,498,958 9 Feb 11 1/12 x 17,987,5 = 1,498,958 Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa apabila sebuah aset tetap diperoleh pada bulan X, maka sesuai dengan jadwal depresiasi, nilai dari aset itu juga akan berakhir pada bulan X juga, kecuali apabila terjadi biaya/ pengeluaran yang dapat meningkatkan nilai / masa manfaat dari aset tetap tersebut. Penulis juga ingin menunjukkan bahwa PT Patra Jasa yang sebagian besar asetnya berupa tanah dan bangunan, dalam depresiasinya bagian-bagian dari aset tetap tersebut ada yang disusutkan secara terpisah. Hal ini diperbolehkan oleh PSAK apabila biaya perolehan setiap bagian dari aset tetap mempunyai nilai yang cukup signifikan. Dalam hal ini, penulis mengambil sampel dari Buku penyusutan Hotel Patra Jasa pada tahun 28 sebagai berikut: 45

Tabel 4.5 Tabel Depresiasi Kamar Hotel Patra Jasa AKUMULASI BEBAN TOTAL AKUM. NILAI BUKU NO. NAMA ASET JML TAHUN NILAI DEPRESIASI PENYUSUTAN PENYUSUTAN S/D (UNIT) PEROLEHAN PEROLEHAN S/D 31 DES 27 TAHUN 28 S/D DES 28 31 DES 28 1 Kamar 21 ; 22 1975 2 Kamar 23 ; 24 1975 3 Kamar 25 ; 26 1975 4 Kamar 27 ; 28 1975 5 Kamar 29 ; 3 1975 6 Kamar 31 ; 32 1975 7 Kamar 33 ; 34 1975 8 Kamar 35 ; 36 1975 9 Kamar 37 ; 38 1975 1 Kamar 39 ; 4 1975 11 Kamar 41 ; 42 1975 12 Kamar 43 ; 44 1975 13 Kamar 45 ; 46 1975 14 Kamar 47 ; 48 1975 15 Kamar 49 ; 5 1975 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penyusutan bangunan hotel Patra Jasa dipisahkan atas kamar-kamar sehingga penyusutan kamar yang satu pada dasarnya dibedakan dari kamar yang lainnya. Sedangkan aset tetap berupa tanah tidak didepresiasi, sesuai dengan PSAK kecuali berkaitan dengan syarat-syarat tertentu yang ditentukan dalam PSAK. 46

4. Akuntansi Pembiayaan Aset Tetap setelah Perolehan Setelah pembelian/ konstruksi aset tetap selesai, pembiayaan terhadap aset tetap tidak berhenti di situ. Setelah perolehan, aset tetap harus tetap dipelihara dan dirawat. Akan ada beban dan pengeluaran yang dilakukan perusahaan untuk mengoperasikan/ mendayagunakan aset tetap tersebut. Pembiayaan setelah perolehan awal aset tetap dilakukan dapat digolongkan menjadi dua bagian: 1. Revenue Expenditure, yaitu pengeluaran yang bersifat rutin dan dilakukan untuk menjaga efisiensi operasi dari aktiva tetap. Pembiayaan ini biasanya hanya menghabiskan sedikit dana. Pembiayaan seperti ini contohnya adalah Reparasi kendaraan minor, ganti oli pada kendaraan, pengecatan ruangan, service A/C rutin, dan lain-lain. Pembiayaan seperti ini biasanya dimasukkan ke dalam akun Beban Perbaikan, dan dibebankan ke dalam Laporan Laba/Rugi pada periode akuntansi berjalan. 2. Capital Expenditure, yaitu pengeluaran yang biasanya berupa penambahan kemampuan maupun kualitas terhadap aktiva tetap yang sudah ada, dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan efisiensi operasi, kapasitas produksi, ataupun umur ekonomis dari aset tetap. Biasanya pembiayaan jenis ini besar jumlah nominalnya dan bukan merupakan kejadian yang sering terjadi. Pembiayaan jenis ini akan mempengaruhi kegiatan operasi perusahaan di masa mendatang, sehingga pembiayaan ini akan menambah nilai dari aset tetap. Jurnalnya adalah dengan 47

mendebitkan Akumulasi penyusutan aset tetap sehingga nilai akumulasinya berkurang. Untuk lebih detailnya, penulis mengemukakan 5 jenis pengeluaran yang dilakukan terhadap aset tetap setelah perolehan dan bagaimana 5 jenis pengeluaran ini dikelompokkan, apakah termasuk beban tahun berjalan atau perlu dikapitalisasi. 1. Pemeliharaan (Maintanance) Merupakan tindakan atau aktivitas yang ditujukan hanya semata-mata agar membuat suatu aktiva tetap berfungsi sebagaimana mestinya dan pengeluaran yang timbul hendaknya di bebankan pada periode berjalan yang ditandingkan dengan pendapatan. Misalnya PT Patra Jasa membayar sebesar Rp 5. untuk membersihkan 5 unit AC di ruangan kantor sekaligus menambah Freon sebanyak 5 psi. Aktivitas ini adalah dimaksudkan hanya untuk membuat AC tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka atas pengeluaran tersebut dicatat sebagai berikut : Beban pemeliharaan kantor Rp. 5. Kas Rp. 5. 2. Perbaikan (Repair) Perbaikan diperhitungkan sebagai aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan pemeliharaan (maintenance). Suatu aktivitas dapat dikatakan sebagai perbaikan apabila untuk membuat aktiva tersebut berfungsi sebagaimana mestinya diperlukan tindakan pemulihan kondisi atas bagian/ komponen yang mengalami penurunan fungsi, akan tetapi belum diperlukan suatu 48

penggantian. Aktivitas perbaikan ini dapat dikapitalisasi tergantung daripada jumlah biaya yang dikeluarkan, apakah material atau tidak. Biaya perbaikan ini dapat dibagi menjadi biaya perbaikan minor dan biaya renovasi. Biaya perbaikan minor akan dibebankan pada laporan laba rugi pada periode berjalan, sedangkan biaya renovasi yang biasanya nilainya material akan dikapitalisasi. Misalnya renovasi gedung Poncowati di Hotel Patra Jasa pada tanggal 1 Januari 21 dengan biaya Rp. 873.958. dijurnal sebagai berikut: Akumulasi penyusutan Gedung Poncowati Rp. 873.958. Kas Rp. 873.958. 3. Penggantian Komponen (Replacement) Aktivitas ini ditandai dengan adanya penggantian atas satu komponen atau lebih dari suatu aset tetap. Misalnya beberapa monitor CPU yang rusak diputuskan untuk digantikan dengan yang baru. Penggantian ini harus dikapitalisasi. Maka pencatatannya adalah sebagai berikut : Akumulasi penyusutan CPU Rp. 4.5. Kas Rp. 4.5. 4. Pengangkatan Kapasitas (Upgrading) Pada fase pertumbuhan perusahaan, biasanya disertai dengan peningkatan produksi, sebagai konsekuensinya, tidak jarang perusahaan harus melakukan peningkatan kapasitas terhadap aset tetap yang digunakan (entah itu mesin, peralatan atau bahkan gedungnya). Suatu upgrading, tentu akan memicu adanya pengeluaran-pengeluaran yang biasanya cukup material. Misalnya 49

karena keperluan listrik yang meningkat maka dilakukan penambahan daya, dan terjadi pengeluaran kas dengan rincian : 1 unit Generator 3 KWH = Rp 18.. 1 unit panel MCB = Rp 1.5. 4 meter Kabel = Rp 5. Biaya pemasangan = Rp 1.. Total Pengeluaran = Rp 21.. Maka dilakukan pencatatan sebagai berikut : Peralatan listrik Rp 21.. Kas Rp 21.. 5. Turun Mesin (Overhaul) Istilah turun mesin terjadi pada aset tetap yang menggunakan mesin. Misalnya mobil, kendaraan, mesin produksi, dan peralatan produksi. Dikatakan mengalami turun mesin apabila untuk membuatnya berfungsi lebih baik, diperlukan tindakan pembongkaran terhadap hampir seluruh komponen atau komponen utama dari aktiva tersebut, untuk kemudian dilakukan pemasangan kembali. Pada proses turun mesin hampir pasti akan terjadi sekaligus tindakan pemeliharaan, perbaikan, dan penggantian koponen. Aktivitas turun mesin biasanya terjadi pada saat aset tetap tersebut mengalami penurunan fungsi yang sangat signifikan akibat penggunaan yang sudah relatif lama. Aktifitas turun mesin (overhaul) sudah pasti akan membuat umur ekonomis aktiva tersebut menjadi bertambah. Untuk itu, pengeluaran-pengeluaran yang timbul hendaknya dikapitalisasi. 5

Selain itu, apabila terjadi overhaul hamper bisa dipastikan aset tetap tersebut akan bertambah masa manfaatnya karena pergantian mesin yang dilakukan akan menambah keefektifan aset itu sendiri. Misalnya harus dilakukan turun mesin pada sebuah mobil operasional kantor. Biaya turun mesin adalah Rp. 15.. dan diperkirakan akan menambah umur produktif sampai 5 tahun mendatang. Maka dilakukan pencatatan sebagai berikut: Akumulasi penyusutan mobil Rp. 15.. Kas Rp. 15.. Berikut adalah faktor-faktor yang juga perlu dipertimbangkan untuk memilah apakah suatu pengeluaraan setelah perolehan aset tetap termasuk Revenue Expenditure atau Capital Expenditure : 1. Tingkat Keseringan Jika jenis pengeluaran tersebut sering terjadi dan sifatnya rutin (repetitive), sebaiknya pengeluaran tersebut dibiayakan saja. 2. Materialitas Jika pengeluaran tersebut sifatnya material, maka sebaiknya dikapitalisasi. Dan apabila tidak material, cukup dicatat sebagai beban pada periode berjalan. 3. Lama Manfaat Jika pengeluaran tersebut diperkirakan akan memberikan manfaat lebih dari satu tahun buku/ satu periode buku, maka sebaiknya di kapitalisasi, jika hanya satu tahun buku atau kurang, sebaiknya dibebankan di periode berjalan. 51

4. Pengaruhnya terhadap Umur Ekonomis atau kapasitas Jika pengeluaran tersebut diperkirakan akan menambah umur ekonomis atau meningkatkan kapasitas operasi daripada aset tetap tersebut, maka sebaiknya di kapitalisasi. Meskipun PT Patra Jasa telah memiliki kebijaksanaan, apabila pembiayaan/ pengeluarannya melebihi dari Rp. 4.. maka akan dikapitalisasi, sedangkan apabila pembiayaannya kurang dari Rp. 4.. maka dibukukan sebagai beban. 5. Akuntansi Pembiayaan Aset Tetap setelah Perolehan Penghapusbukuan suatu aset tetap dapat terjadi dengan beberapa kondisi: a) Masa manfaat aset tetap tersebut telah habis, tetapi aset tetap tersebut masih dapat digunakan. b) Masa manfaat aset tetap tersebut masih ada tetapi harus digantikan dengan aset tetap sejenis yang lebih baru karena pertimbangan efisiensi dan efektivitas dikarenakan perkembangan teknologi. c) Aset tetap tersebut tidak dapat digunakan lagi, mungkin karena hilang, rusak, terkena bencana alam, ataupun kecelakaan. Metode penghapusbukuan ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: 1. Retirement, aset tetap yang ada dibuang. 2. Dijual, aset tetap yang ada dijual dengan harga tertentu ke pihak luar perusahaan. 3. Ditukar aset tetap ditukar dengan aset tetap, baik sejenis maupun tidak sejenis. Apapun metode yang digunakan dalam penghapusbukuan, harus diketahui nilai buku dari aset tetap yang dihapusbukukan tersebut. Nilai buku adalah selisih dari harga pembelian aset tetap terhadap akumulasi depresiasi yang dikenakan terhadap aset tetap. Pada saat penghapusbukuan, beban depresiasi tahun berjalan perlu dihitung dan dicatat. 52

Dalam penelitian, penulis juga menemukan bahwa aset tetap pada PT Patra Jasa yang sebagian besar adalah bangunan mengalami depresiasi hingga mencapai nilai buku nihil, tetapi masih tetap digunakan dalam operasional perusahaan. Penulis kembali menampilkan buku penyusutan Hotel Patra Jasa 28: Tabel 4.6 Tabel Depresiasi Kamar Hotel Patra Jasa 2 AKUMULASI BEBAN TOTAL AKUM. NILAI BUKU NO. NAMA ASET JML TAHUN NILAI DEPRESIASI PENYUSUTAN PENYUSUTAN S/D (UNIT) PEROLEHAN PEROLEHAN S/D 31 DES 27 TAHUN 28 S/D DES 28 31 DES 28 1 Kamar 21 ; 22 1975 2 Kamar 23 ; 24 1975 3 Kamar 25 ; 26 1975 4 Kamar 27 ; 28 1975 5 Kamar 29 ; 3 1975 6 Kamar 31 ; 32 1975 7 Kamar 33 ; 34 1975 8 Kamar 35 ; 36 1975 9 Kamar 37 ; 38 1975 1 Kamar 39 ; 4 1975 11 Kamar 41 ; 42 1975 12 Kamar 43 ; 44 1975 13 Kamar 45 ; 46 1975 14 Kamar 47 ; 48 1975 15 Kamar 49 ; 5 1975 Dari penyusutan di atas, penulis ingin menunjukkan bahwa PT Patra Jasa tidak menghapusbukukan aset yang telah habis nilai bukunya dikarenakan aset tersebut masih 53

dapat digunakan untuk operasional perusahaan meskipun sudah habis nilai bukunya. Hal ini wajar terjadi dan tidak menyalahi PSAK. Adapun penulis mendapati tabel penyusutan lain untuk properti perumahan di Jakarta, sebagai berikut: Tabel 4.7 Tabel Depresiasi Perumahan Taman Patra AKUMULASI BEBAN TOTAL AKUM. NILAI BUKU NO. NAMA ASET TAHUN NILAI DEPRESIASI PENYUSUTAN PENYUSUTAN S/D S/D 31 DES PEROLEHAN PEROLEHAN 27 TAHUN 28 S/D DES 28 31 DES 28 1 RUMAH JL.TAMAN PATRA V/2 377M 2 RUMAH JL.TAMAN PATRA V/3 347M 3 RUMAH JL.TAMAN PATRA V/4 377M 4 RUMAH JL.TAMAN PATRA V/5 358M 5 RUMAH JL.TAMAN PATRA V/1 342M 6 RUMAH JL.TAMAN PATRA V/14 377M 7 RUMAH JL.TAMAN PATRA V/16 368M 8 RUMAH JL.TAMAN PATRA VI/1 342M 9 RUMAH JL.TAMAN PATRA VI/2 345M 1 RUMAH JL.TAMAN PATRA VI/3 357M 1982 1982 1982 1982 1984 1982 1982 1984 1984 1984 82.46.559 82.46.558 82.46.558 1 8.39.784 8.39.783 8.39.783 1 81.676.397 81.676.396 81.676.396 1 76.817.672 76.817.671 76.817.671 1 16.1.317 16.1.317 16.1.317 1 79.87.83 79.87.829 79.87.829 1 79.898.494 79.898.493 79.898.493 1 95.142.542 95.142.542 95.142.542 1 92.46.417 92.46.417 92.46.417 1 96.874.382 96.874.382 96.874.382 1 11 RUMAH JL.TAMAN PATRA VIII/1 347M 1984 978.553 978.553 978.553 1 12 RUMAH JL.TAMAN PATRA VIII/2 347M 1984 978.553 978.553 978.553 1 13 RUMAH JL.TAMAN PATRA X/1 367M 1982 76.743.615 76.743.614 76.743.614 1 Penulis mendapati bahwa adanya ketidakseragaman dalam mencatat aset tetap yang sudah habis terdepresiasi tapi masih dapat dipakai. Sebenarnya bukan masalah yang terlalu besar, tetapi sesuai dengan kebijakan akuntansi perusahaan, seharusnya nilai buku tercantum disisakan sebesar Rp. 1. 54

Berikut penulis akan membahas tentang jenis-jenis kejadian yang menyebabkan terjadinya penghapusbukuan aset tetap pada PT Patra Jasa beserta dengan perlakuan akuntansinya. 1. Penghapusbukuan akibat kerusakan/ kehilangan/ kebakaran/ kecelakaan pada aset tetap. Kejadian seperti itu akan dijurnal dengan mendebet Akumulasi Penyusutan Aset Tetap dan Kerugian penghapusan karena kerusakan/ kehilangan/ kebakaran/ kecelakaan, dan mengkredit Aset Tetap tersebut. Pada Juni 28 lampu sorot tebal untuk dekorasi taman Hotel Patra Jasa Jasa pecah. Lampu tersebut dibeli pada tahun 23 dengan harga Rp 1.56.911 dan telah mengalami penyusutan sebesar Rp. 6.6.569. Nilai buku lampu tersebut sekarang Rp. 3.96.342. Maka yang harus dilakukan pertama kali adalah menghitung beban depresiasi yang belum diakumulasikan untuk tahun berjalan. Perhitungannya adalah sebagai berikut: Lampu sorot tersebut disusutkan selama 8 tahun, yang berarti penyusutan satu tahunnya: Rp. 1.56.911 / 8 tahun = Rp. 1.32.114. Sedangkan periode tahun ini sudah berjalan 6 bulan, berarti beban depresiasi yang dihitung adalah: Rp. 1.32.114 x 6/12 tahun = Rp. 66.57. Jurnal untuk beban depresiasi tahun berjalan hingga lampu tersebut pecah adalah: Beban depresiasi Bollard Lamp Rp. 66.57 Akumulasi depresiasi Bollard Lamp Rp. 66.57 Jurnal untuk melakukan penghapusbukuan adalah sebagai berikut : Akumulasi penyusutan Bollard Lamp Rp. 7.92.683 Kerugian penghapusan Bollard Lamp Rp. 2.64.228 Bollard Lamp Rp 1.56.911 55

2. Penghapusbukuan akibat penjualan aset tetap. Pada tahun 24 terjadi penjualan aset tetap berupa tanah Rp. 79.299.588 yang dijual dengan harga Rp. 6.347.757.659. Pencatatan adalah sebagai berikut: Kas Rp. 6.347.757.659 Keuntungan penjualan atas tanah Rp. 6.268.458.71 Tanah Rp. 79.299.588 3. Penghapusbukuan dengan cara pertukaran dengan aset tetap lainnya. Berdasarkan wawancara, penghapusbukuan jenis ini tidak pernah terjadi di PT Patra Jasa. Oleh karena itu penulis tidak membahas lebih lanjut mengenai penghapusbukuan aset tetap dengan cara ditukarkan dengan aset tetap lainnya, baik aset tetap sejenis maupun tidak. IV.2 Analisis Aset Tetap pada PT Patra Jasa a. Kondisi Dalam penelitian penulis menemukan beberapa transaksi yang kurang tepat dalam pencatatannya. 1. Pada pembangunan sebuah kolam renang yang berlokasi di perumahan mandala tanggal 1 Juni 23, dengan nama aset Kolam Renang JMR 41 senilai Rp. 124.., dijurnal terpisah dari biaya disainnya sebesar Rp. 1.172. dan biaya pengawasan pembangunan sebesar Rp. 4.96.. Kolam Renang JMR 41 pada awalnya didepresiasi dengan perhitungan sebagai berikut: Tahun 23 = 5% x Rp. 124.. x 7/12 = Rp. 3.616.667 Tahun 24 = 5% x Rp. 124.. = Rp. 6.2. 56

Tahun 25 = 5% x Rp. 124.. = Rp. 6.2. Tahun 26 = 5% x Rp. 124.. = Rp. 6.2. Tahun 27 = 5% x Rp. 124.. = Rp. 6.2. Tahun 28 = 5% x Rp. 124.. = Rp. 6.2. Total = Rp. 34.616.667 2. Pengecatan ruangan Yudistira di kantor pusat Gatot Subroto pada tahun 1996 dengan biaya sebesar Rp. 3.847.. Perusahaan bahkan melakukan penyusutan terhadap aktivitas pengecatan ruang Yudistira ini, dengan menjurnal : Beban penyusutan pengecatan Yudistira room Rp. 192.35 Ak. penyusutan pengecatan Yudistira room Rp. 192.35 Dan akumulasi hingga tahun berjalan telah mencapai Rp 2.5.55, dan menyisakan Rp. 1.346.45. 3. Pencatatan pada kendaraan dengan masa manfaat 8 tahun; sebuah mobil Kijang LGX B 415 MB yang dibeli pada 1 Februari 23 dengan harga Rp. 143.9.. Pada tahun 25 dilakukan pelapisan kaca film warna hitam V Cool serta reparasi A/C dan radio yang rusak sehingga menambah nilai jual dari mobil tersebut sebesar biaya yang dikeluarkan untuk pelapisan kaca film warna hitam V Cool dan reparasi A/C yaitu Rp. 8... Transaksi di atas dicatat sebagai revenue expenditure dan dibebankan ke rugi laba tahun berjalan. 4. Penulis mendapati bahwa adanya ketidakseragaman dalam mencatat aset tetap yang sudah habis terdepresiasi tapi masih dapat dipakai. Sebenarnya bukan masalah yang terlalu besar, tetapi sesuai dengan kebijakan akuntansi perusahaan, seharusnya nilai buku tercantum disisakan sebesar Rp. 1. Terlihat terjadinya inkonsistensi yang melanggar prinsip dasar akuntansi. 57

b. Kriteria 1. Seharusnya biaya disain dan pengawasan pembangunan dimasukkan ke dalam nilai perolehan dari Kolam Renang JMR 41 tersebut. Sehingga nilai dari bangunan Kolam Renang JMR 41 tersebut menjadi senilai: Rp. 1.172. + Rp. 4.96. + Rp. 124.. = Rp. 13.132. 2. Pembiayaan ini harusnya merupakan Revenue Expenditure dan tidak menambah nilai aset tetap bangunan kantor pusat Gatot Subroto karena bentuk pengeluaran ini hanya bersifat minor, tidak material dibandingkan dengan nilai bangunan kantor pusat Gatot Subroto. 3. Transaksi yang terjadi pada tahun 25 adalah transaksi capital expenditure karena menambah nilai aset tetap tersebut dan cukup material. 4. Seharunya semua aset tetap yang sudah habis terdepresiasi tapi masih dapat dipakai dicatat dengan nilai 1. c. Sebab 1. Ketidaktelitian dalam menelaah biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan kolam renang, dan akuntan tidak menyadari harus digabungkannya biaya-biaya tersebut ke dalam nilai perolehan aset. 2. Kebijakan akuntansi perusahaan yang tidak diterapkan dengan baik akibat kesalahan akuntan. 3. Kebijakan akuntansi perusahaan yang tidak diterapkan dengan baik akibat kesalahan akuntan. 4. Sosialisasi kebijakan akuntansi untuk setiap daerah yang membuat laporan keuangan dan laporan aset sendiri kurang, sehingga tidak terjadi keseragaman dalam pencatatan. 58

d. Akibat 1. Terjadi kesalahan dalam pencatatan akuntansi aset tetap dalam mencatat nilai perolehan kolam renang JMR 41. 2. Terdapat pencatatan transaksi yang sebetulnya bukan merupakan aset tetap dalam buku aset tetap. 3. Nilai akumulasi penyusutan mobil kijang tidak sesuai dengan keadaan riilnya. Akibat secara keseluruhan adalah penyajian laporan keuangan yang berhubungan dengan aset tetap akan terpengaruh dan nilai yang tersaji kurang tepat dan akan mempengaruhi laporan keuangan tahun-tahun berikutnya. 4. Terjadinya inkonsistensi dalam pencatatan aset tetap yang sudah habis terdepresiasi tapi masih dapat dipakai, hal ini melanggar prinsip dasar akuntansi mengenai konsistensi. e. Rekomendasi 1. Perlu dilakukan jurnal koreksi dengan terlebih dahulu membenarkan tabel depresiasi kolam renang JMR 41 sebagai berikut : Tahun 23 = 5% x Rp. 13.132. x 7/12 = Rp. 3.795.517 Tahun 24 = 5% x Rp. 13.132. = Rp. 6.56.6 Tahun 25 = 5% x Rp. 13.132. = Rp. 6.56.6 Tahun 26 = 5% x Rp. 13.132. = Rp. 6.56.6 Tahun 27 = 5% x Rp. 13.132. = Rp. 6.56.6 Tahun 28 = 5% x Rp. 13.132. = Rp. 6.56.6 Total = Rp. 36.328.517 Terdapat selisih antara Rp. 34.616.667 dan Rp. 36.328.517 yaitu sebesar Rp. 1.711.85. Maka jurnal koreksi yang harus dilakukan adalah 59

Laba ditahan Rp. 1.711.85 Ak. depresiasi Kolam Renang JMR 41 Rp. 1.711.85 Untuk selanjutnya, setiap kali dilakukan pembangunan atas aset tetap maka segala biaya yang diperlukan harus dianggarkan dan dihitung pada akhir proyek dan setiap biaya yang berkaitan langsung dengan pembangunan aset tetap tersebut dimasukkan ke dalam nilai perolehan aset tetap tersebut. Berikut adalah tabel perhitungan nilai kolam renang JMR 41 pada buku aset : Tabel 4.8 Tabel Nilai Kolam Renang JMR 41 Pada Buku Aset Tahun Nilai kolam renang JMR 41 Beban depresiasi Akumulasi depresiasi 23 Rp 124,, Rp 3,616,667 Rp 3,616,667 24 Rp 12,383,333 Rp 6,2, Rp 9,816,667 25 Rp 114,183,333 Rp 6,2, Rp 16,16,667 26 Rp 17,983,333 Rp 6,2, Rp 22,216,667 27 Rp 11,783,333 Rp 6,2, Rp 28,416,667 28 Rp 95,583,333 Rp 6,2, Rp 34,616,667 29 Rp 89,383,333 Berikut adalah perhitungan yang seharusnya : Tabel 4.9 Tabel Nilai Kolam Renang JMR 41 Seharusnya Tahun Nilai kolam renang JMR 41 Beban depresiasi Akumulasi depresiasi 23 Rp 13,132, Rp 3,795,517 Rp 3,795,517 24 Rp 126,336,483 Rp 6,56,6 Rp 1,32,117 25 Rp 119,829,883 Rp 6,56,6 Rp 16,88,717 26 Rp 113,323,283 Rp 6,56,6 Rp 23,315,317 27 Rp 16,816,683 Rp 6,56,6 Rp 29,821,917 28 Rp 1,31,83 Rp 6,56,6 Rp 36,328,516 29 Rp 93,83,483 Berikut adalah selisih nilai buku dengan yang seharusnya : 6

Tabel 4.1 Tabel Selisih Nilai Kolam Renang JMR 41 Dengan Seharusnya Tahun Selisih nilai kolam renang Selisih Akumulasi Selisih Beban depresiasi JMR 41 depresiasi 23 Rp 6,132, Rp 178,85 Rp 178,85 24 Rp 5,953,15 Rp 36,6 Rp 485,45 25 Rp 5,646,55 Rp 36,6 Rp 792,5 26 Rp 5,339,95 Rp 36,6 Rp 1,98,65 27 Rp 5,33,35 Rp 36,6 Rp 1,45,25 28 Rp 4,726,75 Rp 36,6 Rp 1,711,85 29 Rp 4,42,15 Dari tabel sebelumnya dapat dilihat bahwa laporan keuangan pada tahun 23 sampai pada tahun 28 tidak mencerminkan nilai aset tetap kolam renang JMR 41 dengan tepat. 2. Menghapuskan aset Pengecatan Yudistira room dari buku aset tetap dengan menjurnal jurnal koreksi sebagai berikut : Ak. penyusutan pengecatan Yudistira room Rp 2.5.55 Pengecatan Yudistira room Rp. 1.346.15 Laba ditahan Rp. 1.154.4 Untuk selanjutnya, setiap kali dilakukan aktivitas pengecatan ruangan, maka harus diklasifikasikan sebagai revenue expenditure. Apabila pengecatan terhadap ruangan bersifat rutin maka dianggarkan saja dalam beban tahun berjalan. 3. Harus dilakukan pembenahan terhadap pencatatan nilai Kijang LGX B 415 MB bersangkutan sebagai berikut : 61

Tabel 4.11 Tabel Depresiasi Kijang LGX B 415 MB Seharusnya No. Tahun Beban Depresiasi /tahun Nilai buku Feb 3 143,9, 1 Des 23 11/12 x 17,987,5 = 16,488,542 127,411,458 2 Des 24 17,987,5 19,423,958 3 Tahun 25 Penambahan nilai Rp. 5,, 114,423,958 4 Des 25 18,89,418 95,614,54 5 Des 26 18,89,418 76,85,122 6 Des 27 18,89,418 57,995,74 7 Des 28 18,89,418 39,186,286 8 Des 29 18,89,418 2,376,868 9 Des 21 18,89,418 1,567,45 1 Feb 11 1/12 x 18,89,418 = 1,567,45 Perhitungan untuk beban depresiasi satu tahun sejak tahun 23 sampai 24 adalah: Rp. 143.9./ 8 tahun = Rp. 17.987.5 Perhitungan beban depresiasi pada tahun 23 adalah: 11/12 x Rp. 17.987.5 = Rp. 16.488.542 Hal ini dikarenakan pembelian dilakukan pada bulan Februari sehingga perhitungan depresiasi untuk tahun 23 hanya terjadi selama 11 bulan yaitu dari bulan Februari ke bulan Desember 23. Pada tahun 25 terjadi pengeluaran Capital Expenditure yang mengakibatkan kenaikan nilai kendaraan sebesar Rp. 5.. Sehingga pada tahun 25, terjadi perubahan nilai depresiasi juga, dengan perhitungan: Rp. 5../ 73 bulan = Rp. 68.439 x 12 bulan = Rp. 821.918 Penyusutan sekarang: Rp. 821.918 + Rp. 17.987.5 = Rp. 18.89.418 Dan pada Februari 211, nilai aset tetap tersebut akan terdepresiasi hingga mencapai. 62