Jamaluddin Al Afgani, Ainin Niswati, Muhajir Utomo & Sri Yusnaini

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada lahan bekas alang-alang di Desa Blora Indah

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN JAGUNG

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

III. METODE PENELITIAN. dan legum (kedelai, kacang tanah dan kacang hijau), kemudian lahan diberakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

Monnes Hendri Batubara, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & M.A. Syamsul Arif

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Lapangan Terpadu, Fakultas Pertanian,

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

David Simamora, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & Muhajir Utomo

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan daribulan Juli sampai dengan Oktober 2012 di daerah

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot utilissima)

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan alang-alang di Kelurahan Segalamider,

PENGARUH BOKASHI SEKAM PADI TERHADAP HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays, L Sacharata) PADA TANAH ULTISOL

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan pertanaman tebu di PT. Gunung Madu

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

III. BAHAN DAN METODE. sistem olah tanah dengan pemupukan N jangka panjang dari tahun 1987 sampai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Mei

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan bahan pangan pokok kedua setelah beras yang memiliki

I. PENDAHULUAN. dan jagung. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein 30-50%, lemak

1. PENDAHULUAN. yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu, Universitas Lampung

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni2013. Percobaan

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan bulan

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas

PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG DAN DOSIS UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capssicum annum L.)

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANONITROFOS DAN PUPUK KIMIA TERHADAP SERAPAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 musim ke 43 sampai dengan

PENGARUH DOSIS PUPUK MAJEMUK NPK DAN PUPUK PELENGKAP PLANT CATALYST TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditanam pada lahan tersebut. Perlakuan pengolahan tanah diperlukan dalam

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

PENGARUH DOSIS DAN UKURAN BUTIR PUPUK FOSFAT SUPER YANG DIASIDULASI LIMBAH CAIR TAHU TERHADAP SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN:

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

III. BAHAN DAN METODE

Jurnal Pertanian Tropik ISSN No : Vol.4, No.3. Desember (22) :

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42%

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS

RESPON TIGA VARIETAS KEDELAI TERHADAP APLIKASI PUPUK ORGANIK CAIR DI TANAH ULTISOL

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari luasannya, maka lahan alang-alang merupakan lahan yang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan petak terbagi dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

PEMBERIAN MIKORIZA DAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

RESPONS JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK ORGANIK GRANUL YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS

PENGARUH DOSIS PUPUK NPK DAN APLIKASI PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT CABAI KERITING ( Capsicum annuum L.)

III. METODE PENELITIAN. Pembuatan biochar dilakukan di Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

III. BAHAN DAN METODE. Februari 2013 sampai dengan September 2013 pada lahan pertanaman tebu di PT

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

PENGARUH TUMPANGSARI SELADA DAN SAWI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA KULTIVAR GLADIOL (Gladiolus hybridus L.)

Transkripsi:

J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 50 Jurnal Agrotek Tropika 6(1): 50-55, 2018 Vol. 6, No. 1: 50 55, Januari 2018 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI LAHAN POLINELA BANDAR LAMPUNG, LAMPUNG Jamaluddin Al Afgani, Ainin Niswati, Muhajir Utomo & Sri Yusnaini Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof. Soemantri Brojonegoro, No. 1 Bandar Lampung 35145 Email: ghanialaf@gmail.com ABSTRAK Di dalam budidaya terdapat dua faktor penting yaitu olah tanah dan pemupukan. Secara umum olah tanah dapat dibedakan atas olah tanah intensif (OTI) dan olah tanah konservasi (OTK), olah tanah intensif adalah.olah tanah dimana gulma dan sisasisa tanaman sebelumnya dibersihkan, lalu tanah diolah dengan cara dicangkul minimal dua kali sedalam 0-20 cm, lalu permukaan tanah diratakan, sementara olah tanah konservasi adalah dengan mengembalikan sisa-sisa tanaman setelah panen sebagai sumber bahan organik dalam bentuk mulsa yang mampu menjaga sifat fisik tanah. Pengolahan tanah yang intensif akan menghilangkan sisa tanaman yang dapat berperan sebagai mulsa organik dan sumber bahan organik yang menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya biota tanah seperti cacing tanah. Oleh karena itu, pengolahan tanah sebaiknya dilakukan seminimum mungkin. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh olah tanah dan pemupukan nitrogen serta interaksinya terhadap populasi dan biomassa cacing tanah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial 3 x 2 dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah sistem olah tanah jangka panjang yaitu T1 = Olah Tanah Intensif (OTI), T2 = Olah Tanah Minimum (OTM), T3 = Tanpa Olah Tanah (TOT), dan faktor kedua adalah pemupukan nitrogen jangka panjang yaitu No = 0 kg N ha -1, dan N1 = 100 kg N ha -1. Data yang diperoleh diuji homogenitasnya dengan uji Bartlett dan adifitasnya dengan uji Tukey setelah asumsi terpenuhi data diolah dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Untuk mengetahui hubungan antara beberapa sifat kimia dan fisik tanah dengan populasi dan biomassa cacing tanah dilakukan uji korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi cacing tanah pada pengambilan sampel 0-10 cm berbeda nyata, sementara populasi cacing pada kedalaman 10-20 cm memiliki nilai yang sama dengan biomassa pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm. Tidak terdapat interaksi antara sistem pengolahan tanah dan pemupukan N terhadap populasi dan biomassa cacing tanah. Kata kunci: Jagung, pemupukan nitrogen, sistem olah tanah PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor yang menopang kehidupan khususnya manusia karena di dalam pertanian akan mengolah berbagai sumber energi yang diperlukan dalam siklus kehidupan. Tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman perkebunan adalah contoh hasil produk yang dihasilkan dari pertanian. Jagung adalah salah satu tanaman pangan kedua yang paling banyak dibudidayakan petani di Indonesia setelah padi, produksi jagung di suatu negara sering mengalami pasang surut. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat perubahan areal penanaman jagung. Namun demikian dengan ditemukannya varietas-varietas unggul sebagai imbangan berkurangnya lahan, maka totalitas produksi tidak akan terlalu berubah irigasi dan pemupukan sangat penting untuk mendapatkan produksi yang baik. Walaupun potensi hasil cukup tinggi, cara untuk mendapatkan produksi pada tingkat optimal yang dilakukan oleh petani baru memberikan hasil 7 ton ha -1 (Purwono dan Hartono, 2008 dalam Ekowati dan Nasir, 2011). Selain mendekati kandungan karbohidrat dari padi, jagung juga merupakan salah satu komoditas strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Menurut Badan Statistika (2015), produksi jagung Sulawesi Selatan tahun 2005 sebesar 706.785 ton, dengan luas areal panen 206.879 ha, produksi jagung nasional tahun 2005 sebesar 12,41 juta ton, dengan luas areal panen 3,60 juta ha. Peningkatan produksi jagung dalam 10 tahun ke depan masih dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya. Dengan menciptakan tingkat

Al Afgani et al.: Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang 51 pertumbuhan produksi 2% sampai 6,57% per tahun maka pada tahun 2010 Indonesia akan dapat mengekspor jagung. Dengan penggunaan benih hibrida untuk meningkatkan produktivitas dari rata-rata 3,7 ton ha -1 menjadi lebih dari 6,5 ton ha -1 pengolah produksi jagung unggul masih sangat rasional, apalagi agribisnis jagung telah didukung dengan tersedia dan kesiapan stake holder dari hulu sampai hilir (Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia,1997). Untuk meningkatkan produktivitas perlu teknik budidaya yang tinggi, salah satu yang ada di dalam budidaya adalah dengan pengolahan tanah. Untuk mempertahankan kualitas tanah agar tetap baik,dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip olah tanah konservasi (OTK). Olah tanah konservasi merupakan cara penyiapan lahan yang dapat mengurangi mineralisasi bahan organik, erosi, dan penguapan dibandingkan dengan cara-cara penyiapan lahan konvensional (Abdurachman, dkk., 1998). Keberhasilan OTK dalam menekan mineralisasi bahan organik, erosi, dan penguapan disebabkan karena keberadaan sisa-sisa tanaman dalam jumlah yang memadai di permukaan tanah (Adnan, dkk., 2012). Selain dengan sistem olah tanah konservasi (OTK), usaha untuk meningkatkan produksi tanaman pangan juga dapat dilakukan dengan pemupukan. Pemupukan merupakan suatu tindakan pemberian unsur hara ke dalam tanah atau tanaman sesuai yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal tanaman (Pulung, 2005). Hakim, dkk.(1986), menyatakan bahwa dari semua unsur hara, nitrogen dibutuhkan paling banyak, tetapi ketersediannya selalu rendah, karena mobilitasnya yang sangat tinggi. Nitrogen umumnya dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, namun jumlahnya dalam tanah sedikit sehingga pemberian pupuk nitrogen yang tepat merupakan suatu keharusan untuk dapat memperoleh efisiensi dan hasil yang tinggi. Oleh sebab itu penyiapan lahan dengan sistem OTK dan pemupukan nitrogen merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan serapan hara dan hasil tanaman. Hal ini dapat terjadi karena kelembaban tanah yang tinggi pada sistem OTK dapat memacu serapan pupuk N, sehingga efisiensi pemupukan N meningkat selain itu adanya mulsa pada OTK dapat menjaga dan juga tidak merusak populasi cacing tanah, sehingga dalam jangka panjang dapat menyuburkan tanah (Utomo, 2012). Berkaitan dengan masalah di atas, untuk menunjukkan kesehatan tanah akibat sistem olah tanah dan pemupukkan pupuk N jangka panjang, perlu dilakukan pengamatan tanah secara biologi. Cacing tanah merupakan makroorganisme tanah yang memiliki peran penting dalam memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Sifat fisik tanah dapat terjaga baik dengan adanya lubang jalan yang dibuat oleh cacing tanah yang dapat memperbaiki aerasi dan drainase sehingga tanah menjadi lebih gembur dan sifat kimia melalui kotoran cacing tanah yang mengandung unsur hara yang sangat baik untuk tanaman. Cacing tanah juga berperan dalam peningkatan aerasi tanah karena aktivitas mereka membuat lubang di dalam tanah (Hanafiah, dkk., 2003). Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini dapat dirumuskan masalah yaitu Apakah sistem olah tanah jangka panjang berpengaruh terhadap populasi dan biomassa cacing pada tanaman jagung? Apakah pemupukan nitrogen jangka panjang berpengaruh terhadap populasi dan biomassa cacing pada tanaman jagung? dan apakah interaksi antara sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang berpengaruh terhadap populasi cacing dan biomassa pada tanaman jagung? Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem olah tanah jangka panjangterhadap populasi dan biomassa cacing pada pertanaman jagung, mempelajari pengaruh pemupukan nitrogen jangka panjang terhadap populasidan biomassa cacing pada pertanaman jagung, dan mempelajari pengaruh interaksi antara sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjangterhadap populasi dan biomassa cacing pada pertanaman jagung. BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang tahun ke-28 akan dilakukan di kebun percobaan Politeknik Negeri Lampung terletak pada 105 13 45,5" 105 13 48,0" BT dan 05 21 19,6" 05 21 19,7" LS, dengan elevasi 122 m di atas permukaan laut (Utomo, 2012). Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai dengan Maret 2016. Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi dan Laboratoium Pengelolaan Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah pemupukan nitrogen jangka panjang yaitu N0 = 0 kg N ha -1 dan N1 = 100 kg N ha -1, dan faktor kedua adalah sistem olah tanah jangka panjang yaitu T 1 = Olah Tanah Intensif (OTI),T 2 = Olah Tanah Minimum (OTM), T 3 =

52 Jurnal Agrotek Tropika 6(1): 50-55, 2018 Tanpa Olah Tanah (TOT). Data yang diperoleh diuji homogenitasnya dengan uji Bartlett dan adifitasnya dengan uji Tukey setelah asumsi terpenuhi data diolah dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Untuk mengetahui hubungan antara beberapa sifat kimia dan fisik tanah dengan populasi dan biomassa cacing tanah dilakukan uji korelasi. Pada petak tanpa olah tanah (TOT) tanah tidak diolah sama sekali, gulma yang tumbuh dikendalikan dengan menggunakan herbisida berbahan aktif glifosat dengan dosis 3-5 l ha -1 pada dua minggu sebelum tanam dan gulma dari sisa-sisa tanaman sebelumnya digunakan sebagai mulsa. Pada petak olah tanah minimum (OTM) gulma yang tumbuh dibersihkan dari petak percobaan menggunakan koret, kemudian gulma dari sisa-sisa tanaman sebelumnya digunakan sebagai mulsa. Pada petak olah tanah intensif (OTI) tanah dicangkul dua kali sedalam 0-20 cm setiap awal tanam dan gulma dibuang dari petak percobaan. Lahan dibagi menjadi 24 petak percobaan dengan ukuran tiap petaknya 4 m x 6 m dan jarak antarpetak percobaan yaitu 1 m. Penanaman benih jagung varietas P-27 dengan cara membuat lubang tanam dengan jarak 75 cm x 25 cm, setelah itu ditanami 1 benih jagung per lubang tanam. Pemupukan dilakukan dengan cara dilarik diantara barisan tanaman. Aplikasi pupuk P dan K dilakukan pada 1 minggu setelah tanam. sedangkan pupuk urea dengan dosis 0 kg N ha -1, 100 kg N ha -1 diberikan dua kali yaitu sepertiga dosis pada saat jagung berumur satu minggu setelah tanam dan dua per tiga dosis pada saat jagung memasuki fase vegetatif maksimum yakni delapan minggu setelah tanam. Pemeliharaan meliputi penyulaman, penyiangan, serta pengendalian hama dan penyakit. Penyulaman dilakukan pada lubang tanam yang tidak tumbuh benih jagung dan dilaksanakan satu minggu setelah tanam. Penyiangan dilakukan dengan diberikan herbisida herbisida berbahan aktif glifosat dengan dosis 3-5 liter ha -1 dan mencabut, mengoret gulma yang tumbuh di petak percobaan. Analisis C-Organik tanah, ph tanah, kadar air tanah dan suhu tanah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Sedangkan untuk suhu tanah dilakukan langsung di lahan bersamaan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan alat termometer tanah.variabel utama yang diamati adalah jumlah populasi cacing tanah (individu m -2 ), biomassa cacing tanah (g m -2 ), keanekaragaman cacing tanah atau jenis-jenis cacing tanah. Pengambilan cacing tanah dilakukan dengan membuat lubang dengan ukuran 25 cm x 25 cm dengan kedalaman 0-10 cm, dan 10-20 cm dengan cara digali. Tanah hasil galian tersebut dihitung jumlah cacing tanahnya dengan menggunakan metodehand sorting (penghitungan dengan tangan), yaitu dengan cara memisahkan cacing dari tanahnya satu persatu. Setiap cacing yang didapat dihitung berapa jumlahnya kemudian dimasukkan ke dalam botol kecil, dihitung jumlah populasinya, dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Setelah dibawa ke laboratorium, cacing tanah dicuci bersih dengan air dan dimasukkan kedalam botol berisi alkohol 70% dan cacing tanah siap untuk dihitung biomassanya, dan siap untuk diidentifikasi. Sedangkan pengambilan tanah dilakukan dengan mengambil tanah dengan tiga titik yang berbeda di plot yang digunakan sebagai ulangan, pengambilan tanah untuk soil moisturedigunakan dengan alat soil moister meter. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji BNT Tabel 1 menujukkan bahwa tanpa olah tanah mempunyai populasi cacing lebih tinggi dari pada olah tanah intensif pada sampel pengambilan 0-10 cm. Hal ini diduga bahwa sistem olah tanah intensif yang digunakan berdampak pada berkurangnya bahan organik didalam tanah. Utomo (1994) menjelaskan pada sistem olah tanah intensif, sisa-sisa tanaman pada permukaan tanah dihilangkan. Sebaliknya pada TOT dan OTM sisa-sisa tanaman pada permukaan tanah dapat berperan sebagai mulsa penutup tanah sehingga dapat melindungi tanah dari suhu tinggi pada siang hari. Selain itu sisa-sisa tanaman tersebut dapat juga berperan sebagai tempat berkembangnya kehidupan biologis di dalam tanah seperti cacing tanah. Tersedianya tempat tumbuh dan energi bagi kehidupan biologi di dalam tanah dapat dijadikan sebagai indikator tingkat kesuburan tanah. Hal tersebut selaras dengan penelitian lain oleh Chan (2001) dalam Batubara (2012), yang menunjukkan bahwa seringnya terjadi perubahan lingkungan yang disebabkan oleh pengolahan tanah intensif mengakibatkan menurunnya populasi dan biomassa cacing tanah. Hasil uji korelasi Tabel 2 menunjukkan populasi dan biomassa cacing tanah pada kedalaman 10-20 cmberkolerasi dengan ph tanah, suhu tanah, kadar air tanah, dan C-organik. Biomassa cacing tanah pada kedalaman 0-10 cm perlakuan tanpa olah tanah memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan olah tanah intensif dan olah tanah minimum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanafiah dkk., (2005) pada umumnya cacing tanah tumbuh baik pada ph sekitar 7,0. Selain itu juga suhu tanah sangat mempengaruhi aktivitas, pertumbuhan, metabolisme, respirasi, dan

Al Afgani et al.: Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang 53 Tabel 1. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogenterhadap populasi cacing tanah pada pertanaman jagung. Olah Tanah T 1 T 2 T 3 Populasi Cacing Tanah (ekor m -2 ) 0-10 cm 16 (3,16) b 22 (3,73) b 46 (6,25) a BNT 5% 19,49 (2,23) Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji BNT pada taraf nyata 5 %. Angka di dalam kurung adalah angka (Transformasi ) Tabel 2. Hubungan variabel pendukung dengan populasi dan biomassa cacing tanah. Variabel 0-20 (cm) Populasi (ekor m -2 ) Biomassa (g m -2 ) r (koefisien korelasi) Kadar Air (%) 4,64 * 36,5 ** Suhu Tanah ( o C) -7,12 * -89,1 ** C-organik (%) 6,07 * 92,8 ** ph 6,75 * 96,3 ** Keterangan: tn = tidak berkorelasi dengan variabel utama, n = 24, * = berkorelasi nyata dengan variabel utama, ** = berkolerasi sangat nyata dengan variabel utama reproduksi cacing tanah. Menurut Catalan dalam Batubara (2012), cacing tanah menyukai bahan organik sisa tanaman seperti serasah yang mudah terdekomposisi (terurai) karena lebih mudah dicerna oleh tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanafiah, dkk., (2005) yang menyatakan bahwa suhu tanah sangat mempengaruhi aktivitas, pertumbuhan, metabolisme, respirasi, dan reproduksi cacing tanah. Pada kedalaman 0-10 cm populasi cacing tanah tidak berkorelasi dengan variabel pendukung. Hal ini diduga terjadi karena perubahan lingkungan yang menyebabkan populasi cacing tanah pada kedalaman 0-10 cm memiliki nilai yang rendah sehingga menyebabkan tidak berkorelasi dengan variabel pendukung. Hal tersebut selaras dengan penelitian Firmansyah (2012) yang menyatakan bahwa pada lapisan 30-60 cm populasi cacing tanah nampak masih meningkat dari lapisan 20-30 cm. Hal ini menunjukkan bahwa cacing tanah mampu melakukan jelajah secara vertikal hingga kedalaman 100 cm, dan juga toleransi cacing tanah terhadap sumber pakan lebih luas sehingga memiliki daya hidup yang tinggi. Pada musim kemarau kondisi tanah sangat kering padahal cacing menginginkan kondisai tanah yang lembab karena air merupakan media respirasi melalui kulitnya. Kondisi kering cacing akan berada didalam tanah yang lebih dalam (Dwiastuti, 2012). Berdasarkan hasil dari identifikasi cacing tanah, Gambar 1 hanya terdapat satu jenis cacing tanah dari famili Glossocolicidae. Hal ini diduga karena kemampuan daya adaptasi Glossocolicidae terhadap lingkungan lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Firmansyah (2012) yang menyatakan bahwa toleransi cacing tanah famili Glossocolicidae terhadap sumber pakan menjadi lebih luas sehingga memiliki daya hidup yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya diversitas dan kepadatan populasi fauna tanah (cacing tanah). Kegiatan makrofauna tanah seperti cacing tanah

54 Jurnal Agrotek Tropika 6(1): 50-55, 2018 Gambar 1. Identifikasi tipe mulut cacing tanah famili Glossocolicidae, Zigolobous (a), klitelium (b), dan posterior (c) pada perlakuan sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen. ikut memberikan sumbangan secara alami untuk untuk memperbaiki kualitas tanah. Dengan meningkatnya kualitas tanah yang keberlanjutan, berarti juga memelihara ekosistem tanah sebagai habitat cacing sekaligus tempat tumbuh bagi tanaman. Sebelumnya, penelitian Sugiarto (2003) menyatakan bahwa penyebab dari menurunnya keanekaragaman hayati ( biodiversitas) makrofauna tanah termasuk cacing tanah adalah semakin tingginya intensitas pengolahan tanah. Selain itu, cacing tanah yang ditemukan berukuran sangat kecil sehingga besar kemungkinan adanya jenis cacing tanah yang tidak teridentifikasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2005) berdasarkan hasil identifikasi, tidak semua cacing tanah dapat diidentifikasi, karena terdapat cacing tanah yang belum memiliki klitelum sebagai penciri dari masing-masing jenis cacing tanah. Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan populasi dan biomassa cacing tanah kedalaman 0-20 cm berkolerasi dengan ph tanah, suhu tanah, kadar air tanah, dan C- organik. Biomassa cacing tanah pada kedalaman 0-20 cm perlakuan tanpa olah tanah memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan olah tanah intensif dan olah tanah minimum. Hal ini diduga karena cacing yang terdapat di lahan penelitian merupakan jenis cacing yang aktif di permukaan tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Makalew (2001) dalam Batubara, dkk., (2013) yang menyatakan bahwa perubahan lingkungan yang dapat mempengaruhi populasi cacing tanah antara lain ketersediaan hara dalam tanah, kemasaman tanah (ph), kelembaban tanah,dan suhu atau temperatur tanah. Ekologi cacing tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok cacing epigeik (litter dwellers), cacing endogeik (shallow soil dwelling) dan anecik (deep burrowers). Jenis cacing epigeik yaitu cacing tanah yang aktif di permukaan tanah terutama pada serasah lantai hutan, berpigmen dan pada umumnya tidak membuat liang dan menghuni lapisan serasah. Beberapa cacing hidup di bawah serpihan kayu dapat dimasukkan dalam kategori ini. Cacing kelompok ini tidak dijumpai di tanah-tanah pertanian. Beberapa contoh dari kelompok cacing ini adalah L. rubellus dan L. casteneus. KESIMPULAN Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian adalah yaitu pada kedalaman 0-10 cm, populasi cacing pada perlakuan tanpa olah tanah lebih tinggi dari olah tanah intensif dan olah tanah minimum, sedangkan biomassa tidak berbeda nyata. Pada kedalaman 10-20 cm, populasi dan biomassa cacing tanah pada semua perlakuan tidak berbeda nyata. Jumlah populasi cacing dan biomassa cacing tanah antara pemupukan nitrogen 0 kg N ha -1 dan 100 kg N ha -1 tidak berbeda nyata. Tidak terdapat interaksi antara sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap populasi dan biomassa cacing tanah. DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, A., A. Dariah, dan A. Rachman. 1998. Peranan Pengolahan Tanah dalam Meningkatkan Kesuburan (Fisika, Kimia, dan Biologi) Tanah. Prosiding Seminar Nasional VI Budidaya Olah Tanah Konservasi. Padang. hal: 14-25. Adnan, H. dan Manfarizah. 2012. Aplikasi beberapa dosis herbisida glifosat dan paraquat pada sistem tanpa olah tanah (TOT) serta pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah, karakteristik gulma dan hasil kedelai. J. Agrista. 16(3): 135-145. Badan Pusat Statistik. 2006. Biro Pusat Sulawesi Selatan dalam Angka 2002 Statistik (BPS). Makassar.

Al Afgani et al.: Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang 55 Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia. 1997. Intensifikasi jagung di Indonesia, peluang dan tantangan. Disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Ujung Pandang. Batubara, M. 2012. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah pada Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum). Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 59 hlm. Dwiastuti, S. 2012. Kajian tentang kontribusi cacing tanah dan perannya terhadap lingkungan kaitannya dengan kualitas tanah. Disajikan dalam Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Ekowati, D. dan M. Nasir,. 2013. Pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.) varietas Bisi-2 pada pasir reject dan pasir asli di Pantai Trisik Kulon Progo. J. Manusia dan Lingkungan. 18(3): 220-231. Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. Hanafiah, K. A., A. Napoleon, dan N. Ghoffar. 2005. Ekologi dan Mikrobiologi Tanah. Rajawali Press. Jakarta. 157 hlm. Firmansyah, M.A., Suparman, Harmini, I.G.P. Wigena dan Subowo. 2012. Karakterisasi Populasi dan Potensi Cacing Tanah untuk Pakan Ternak dari Tepi Sungai Kahayan dan Barito. Balai Penelitian Tanah. Palangkaraya. BPTP Kalimantan Tengah. Pulung, M.A. 2005. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 287 hlm. Sugiarto. 2003. Konservasi Makrofauna Tanah dalam Sistem Agroforestri. Puslitbang Bioteknologi dan Biodiversitas LPPM UNS. Surakarta. Utomo, M. 2012. Tanpa Olah Tanah: Teknologi Pengelolaan Pertanian Lahan Kering. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 110 hlm.