14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini ditentukan oleh status gizi yang baik (Dinkes Propinsi Sumatra Utara, 2006). Masalah gizi terjadi disetiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi. Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian juga bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang (Depkes RI, 2007). Status gizi masyarakat dapat diindikasikan oleh status gizi balita dan ibu hamil. Masalah gizi pada dua kelompok tersebut dapat berpengaruh pada rendahnya kualitas SDM.
15 Pengaruh dari kedua masalah gizi ini sangat luas dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, baik dalam konteks masalah sosial budaya, maupun ekonomi dan status bangsa. (Dinkes Propinsi Sumatra Utara, 2006). Menurut laporan UNICEF (United Nations International Children s Emergency Fund) jumlah anak balita penderita gizi buruk mengalami lonjakan dari 1,8 juta ( 2005), menjadi 2,3 juta (2006) diluar 2,3 juta penderita gizi buruk masih ada 3 juta lebih mengalami gizi kurang yaitu sekitar 28% dari total balita di seluruh Indonesia. Dari jumlah balita penderita gizi buruk dan kurang sekitar 10% berakhir dengan kematian. Dari angka kematian balita yang 37 per 1000 ini, separuhnya adalah kurang gizi (Depkes, 2006) Meningkatnya gizi buruk, terutama pada anak-anak di Indonesia harus diwaspadai. Khomsam (2008) menyebutkan bahwa pada tahun 2007 anak usia dibawah lima tahun (balita) yang mengalami gizi buruk sebanyak tujuh ratus ribu anak dan yang mengalami gizi kurang sebanyak empat juta balita. Keadaan gizi masyarakat Indonesia pada saat ini juga masih memprihatinkan, terutama pada anak-anak. Hasil penelitian program pangan dunia pada tahun 2008 yang menyebutkan bahwa sebanyak 13 juta anak Indonesia menderita mal nutrisi atau gizi buruk (Siswono, 2008). Selain permasalahan gizi kurang dan gizi buruk, masih terdapat masalah gizi lainnya yaitu masalah kurang vitamin A, Gangguan akibat kurang yodium, dan anemi pada balita. Prevalensi kurang vitamin A sub klinis pada balita 50% pada tahun 1992. Prevalensi Gangguan akibat kurang yodium sebesar 9,8% pada tahun
16 1998 menjadi 11,1% pada tahun 2003. Prevalensi anemia pada balita 40,5% pada tahun 1995 menjadi 47,0% pada tahun 2001 (Untoro, 2006). Pada tahun 2000 di Sumatera Utara terdapat kasus gizi kurang sebesar 17,3% dan gizi buruk 9,16%. Tahun 2003 terjadi peningkatan, gizi kurang 18,59% dan gizi buruk 12,3%, tahun 2005 terjadi penurunan gizi kurang menjadi 15,78% dan gizi buruk menjadi 8,82% pada tahun 2006 terjadi penurunan persentase balita dengan gizi buruk sebesar 1,02% menjadi 7,8% tetapi balita dengan gizi kurang meningkat menjadi 20,5%. Pada tahun 2006 balita yang tergolong gizi buruk yang mendapat perawatan di Sumatera Utara hanya mencapai 43,9%, tahun 2007 prevalensi gizi buruk 4,4% dan prevalensi gizi kurang 18,8%, bila dibandingkan dengan target 2010 yaitu 100% masih sangat rendah (Dinkes Propinsi Sumut, 2006). Selama ini telah dilakukan upaya perbaikan gizi mencakup promosi gizi seimbang termasuk penyuluhan gizi di posyandu, fortifikasi pangan, pemberian makanan tambahan termasuk MP-ASI, pemberian suplemen gizi (kapsul Vitamin A dan tablet tambah darah TTD), pemantauan dan penanggulangan gizi buruk. Kenyataannya masih banyak keluarga yang belum berperilaku gizi baik sehingga penurunan masalah gizi berjalan lambat (Depkes RI, 2007). Tahun 1998 Depkes RI telah mencanangkan program kadarzi. Kadarzi merupakan sasaran program perbaikan gizi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah gizi. Dengan adanya program keluarga sadar gizi diharapkan tidak ada lagi bayi berat badan lahir rendah (BBLR), gizi lebih, dan status gizi semua anggota keluarga baik (Dinkes Propinsi Sumatra Utara, 2005).
17 Di Kabupaten Dairi, pelaksanaan program masih pada tahap pemetaan yang pelaksanaanya belum secara menyeluruh disemua daerah. Penyuluhanpenyuluhan mengenai gizi di lapangan seperti di posyandu, pada pengobatan gratis dilaksanakan hanya sebagai kegiatan rutin oleh petugas kesehatan. Di Kabupaten Dairi selama tahun 2007 ditemukan BBLR sebanyak 20 orang (0,44%) dari 7.479 bayi yang lahir. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan menjadi 109 orang (2,57%) dari 4.245 bayi yang lahir. Jumlah balita pada tahun 2007 sebayak 39.250 orang, yang mengalami gizi buruk adalah 1,03% dan yang berada dibawah Garis merah adalah 1,03%. Pada tahun 2008 jumlah balita bertambah menjadi 40.250 orang, dan terjadi penurunan jumlah balita gizi buruk menjadi 0,37% tetapi peningkatan jumlah balita di bawah garis merah menjadi 4,02% dari tahun sebelumnya. Seluruh Kecamatan di Kabupaten Dairi terdapat balita gizi buruk maupun balita di bawah garis merah (Dinkes Kab Dairi, 2009). Desa Sitinjo Induk adalah salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi. Kecamatan Sitinjo memiliki empat desa yang tediri dari 9242 jiwa penduduk dan 1747 kepala keluarga. Jumlah penduduk terbesar berada di desa Sitinjo Induk yaitu sebanyak 3612 jiwa (39,08%) dan 628 kepala keluarga (33,25%) dengan jumlah balita 534 orang, 6 orang balita bawah garis merah (BGM) dan 85 orang bawah garis titik-titik (BGT). Jumlah keluarga prasejahtera yang berada di Sitinjo Induk sebanyak 93 kepala keluarga dan sejahtera I sebanyak 140 kepala keluarga yang merupakan sasaran utama program Kadarzi.
18 Dengan demikian penulis tertarik untuk meneliti gambaran tingkat sadar gizi keluarga dan status gizi balita di Desa Sitinjo Induk. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran tingkat sadar gizi keluarga dan status gizi balita di Desa Sitinjo Induk Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi tahun 2008. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran keluarga sadar gizi dan status gizi balita di Desa Sitinjo Induk tahun 2008. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator penimbangan balita. 2. Untuk mengetahui kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator ASI Eksklusif. 3. Untuk mengetahui kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator keaneka ragaman makanan yang dikonsumsi. 4. Untuk mengetahui kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator penggunaan garam beryodium.
19 5. Untuk mengetahui kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada balita. 6. Untuk mengetahui status gizi balita berdasarkan indeks antropometri BB/U. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan bagi puskesmas dan instansi yang terkait (Dinas Kesehatan). 2. Sebagai bahan masukan dan tambahan untuk penelitian lain yang berkaitan dengan keluarga sadar gizi (Kadarzi).