PEMODELAN TANGKAI DAUN RUMBIA (GABA-GABA) SEBAGAI MATERIAL DINDING DAN KEMAMPUAN KONDUKTIVITAS TERMALNYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMODELAN TANGKAI DAUN RUMBIA (GABA-GABA) SEBAGAI MATERIAL DINDING DAN KEMAMPUAN KONDUKTIVITAS TERMALNYA"

Transkripsi

1 PEMODELAN TANGKAI DAUN RUMBIA (GABA-GABA) SEBAGAI MATERIAL DINDING DAN KEMAMPUAN KONDUKTIVITAS TERMALNYA MODELLING OF RUMBIA LEAF STALK (GABA-GABA) AS WALL MATERIAL AND ITS THERMAL CONDUCTIVITY CAPABILITY DISERTASI SUDARMAN SAMAD PO SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 i

2 ii

3 PEMODELAN TANGKAI DAUN RUMBIA (GABA-GABA) SEBAGAI MATERIAL DINDING DAN KEMAMPUAN KONDUKTIVITAS TERMALNYA Disertasi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengapai Gelar Doktor Program Studi S3 Teknik Sipil Disusun dan diajukan oleh SUDARMAN SAMAD PO Kepada SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 iii

4 KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Wr Wb Syukur Alhamdulillah panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan disertasi ini, yang merupakan salah satu syarat akademik guna memperoleh gelar Doktor pada Fakultas Teknik Sipil Universitas Hasanuddin Makassar. Tak lupa salawat dan salam di tujukan kepada kehadirat Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya dan para sahabatnya. Penulisan disertasi ini dapat terlaksana berkat bantuan dari beberapa pihak, baik yang berupa materiil maupun moril, secara langsung maupun tidak langsung, perorangan maupun lembaga yang telah memberikan konstribusi dalam penyelesaian penyusunan disertasi ini, oleh Karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan menghaturkan yang sebesar besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muh Ramli Rahim, M.Eng selaku Promotor, Ibu Dr. Eng. Ir. Rita Tahir Lopa, selaku Ko-Promotor, Ibu Ir. Ria Wikantari,. M.Arch.,Ph.D, selaku Ko-Promotor, atas bimbingan, arahan dan waktu yang telah diluangkan kepada penulis untuk berdiskusi dan memberikan kuliah selama penulis menempuh Pendidikan pada Program Studi Ilmu Teknik Sipil, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar. 2. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu M.A, selaku Rektor Universitas Hasanuddin, Bapak Prof. Dr. Muhammad Ali, SE.,MS, selaku Dekan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Bapak Dr. Ing. Ir. Wahyu H. Piarah, MSME, Selaku dekan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Bapah Dr. Ir. Arsyad Thaha, MT, selaku Ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik, Bapak Prof. Dr. H. M. Wihardi Tjaronge, ST.,M.Eng, selaku Ketua Program Studi S3 Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. iv

5 3. Bapak/ibu Staf Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Bapak ibu Sataf Prodi S3 Teknik Sipil dan Staf Laboratorium Material dan Struktur Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, yang telah membantu selama dalam proses administrasi serta peneliti dalam proses laboratorium. 4. Bapak Prof. Dr. Husaen Alting, SH.,M.Hum, selaku Rektor Universitas Unkhair, Bapak Ir. Ahmat Seng, MT, Selaku Dekan Fakultas Teknik, Bapak Chaerul Anwar, ST.,MT Selaku Program Studi Teknik Sipil, Bapak Syayed Qurays, ST.,MT Selaku Ketua Program Studi Teknik Arsitektur, Bapak Dr. Iis Hamsir Ayub Wahab, ST.,MT, selaku Ketua Laboratorium Elektronika Dasar Universitas Khaerun, Ternate, yang telah memberikan dukungan moril maupun materil selama proses Pendidikan. 5. Orang Tua Ibunda Tercinta Alma Samad, yang selama ini memberikan dorongan dan doa hingga penulis dapat menyelesaikan Studi Doktor ini 6. Saudara/Adik yang selalu bermotivasi dan memberi dukungan moril maupun materil selama penulis menempuh Studi Doktor ini. 7. Terhusus yang tercinta Nurul Fitri Syahbuddin, S.Pd, yang setia mendampinggi, selalu memeberikan Doa, semangat dan dorongan untuk biasa menyelesaikan studi ini, tetap bersabar dan tawakkal dalam menghadapi persoalan dan kendala yang penulis hadapi selama menempuh Pendidikan S3. Yang tersayang Anak-anak Ku, Sitti Hajar Salsabillah, Sitti Fatmala Darista Sany, Ismi Khusnul Khotimah, Muh. Aufar Habibi, dengan sabar dan harapan besar agar penulis dapat menyelesaikan studi doctor ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan disertasi ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kelemahan, Karena itu penulis berharap masukan, saran dan kritikan pada semua pihak demi kesempurnaan dari hasil karya ilmiah ini. v

6 Akhir kata, penulis memohon maaf selama dalam proses perkuliahan hingga selesainya studi ini terdapat perkataan dan/atau tingkah laku perbuatan yang tidak berkenaan baik sengaja maupun tidak sengaja. Makassar, September 2017 Wassalam P e n u l I s vi

7 ABSTRAK SUDARMAN SAMAD, Pemodelan Tangkai Daun Rumbia (Gaba-Gaba) Sebagai Material Dinding Dan Kemampuan Konduktivitas Termalnya ( dibimbing oleh Muh. Ramli Rahim, Rita Tahir Lopa, Ria Wikantari) Penelitian ini bertujuan memodelkan/merekayasa material tangkai daun rumbia/sagu sebagai papan partikel komposit dan papan laminasi dan mengetahui sifat fisik dan mekanis serta kemampuan konduktivitas termal material tersebut. Penelitian ini menggunakan metode rekayasa material dengan pendekatan eksperimantal. Variable pengujian berdasarkan kuat tekan 400 kg/cm 2 dan lama tahan pengempaan/pressing 12 jam dan 5 jam. Prosedur pengujian berdasarkan SNI untuk papan partikel komposit dan memperhatikan standar nilai JIS A dan FAO 1996, sedangkan untuk papan laminasi tangkai daun rumbia/sagu menggunakan standar ASTM D , pengujian konduktivitas termal mengacu pada ASTM C Hasil pengujian sifat fisik papan partikel komposit pada sampel dengan lama tahan kempa 12 jam selisih hasil terhadap sampel lama tahan kempa/pressing 5 jam yaitu 6 % - 17 %. Pengujian sifat mekanis modulus patah ( MOR ) dan modulus elastisitas ( MOE) selisih nilai 6 % hingga 11 %. Untuk pengujian sifat fisik papan laminasi selisih nilai 7 % - 18 %, dan pengujian sifat mekanis terdapat selisih nilai 5-10 %. Secara umun sampel papan partikel komposit dan papan laminasi dari tangkai daun rumbia dengan prilaku lama tahan kempa/pressing 12 jam lebih baik dibandingkan dengan sampel lama tahan kempa/pressing 5 jam. Pengujian konduktivitas termal pada sampel papan partikel komposit dan papan laminasi, yaitu lama tahan kempa/pressing 12 jam lebih besar 10% konduktivitas termal dari pada lama tahan kempa 5 jam. dimana kepadatan/kerapatan semakain padat maka nilai konduktivitas termal semakin besar, serta ketebalan material yang lebih tebal dapat menyimpan kalor yang lebih besar dibandingkan yang tipis. Kata kunci : Pemodelan, Tangkai Daun Rumbia ( Gaba-Gaba ), Material Dinding, Konduktivitas Termal vii

8 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAN. DAFTAR ISI... ABSTRAK. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK. DAFTAR LAMPIRAN i ii iii iv v ix xi xiv xv BAB I PENDAHULUAN 1 A Latar Belakang. 1 B Rumusan Masalah.. 5 C Tujuan Penelitian. 6 D Manfaat Penelitian 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 8 A Diskripsi Umum Pohon Rumbia (Metroxylon sagu Rotth). 8 B Potensi Pohon Rumbia (Metroxylon sagu Rotth).. 9 C Papan Laminasi 11 D Penyusunan Papan Laminasi 13 E Papan Partikel. 14 viii

9 1. Jenis Papan Partikel Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Papan Partikel Mutu Papan Partikel. 18 F. Kenyamanan Termal 30 G. Efesiensi Energi Dalam Ruang Bangunan.. 33 H. Perpindahan Kalor 40 I. Perpindahan Kalor Konduksi. 41 J. Perpindahan Kalor radiasi. 45 K. Perpindahan Kalor Konveksi. 46 L. Dinding Bangunan 52 M. Material Kayu Lapis 53 N. Perekat dan Perekatan 55 O. Perekat Epoxy. 57 P. Penelitian Terdahulu (State of The Art).. 59 Q. Kebaruan (Novelty). 61 R. Kerangka Konseptual. 67 BAB III METODE PENELITIAN 67 A Jenis Penelitian 67 B Material/Bahan Penelitian.. 67 C Alat Penelitian.. 69 D Pembuatan Bahan Uji. 71 E Variabel Penelitian 77 F Definisi Operasional 79 ix

10 G Tahapan Penelitian Tahapan Penelitian Papan Partikel Tahapan Penelitian Papan Laminasi Tahapan Penelitian Konduktivitas Termal 87 H Prosedur Pengujian Prosedur Pengujian Papan Partikel Prosedur Pengujian Papan Laminasi 89 3 Prosedur Pengujian Konduktivitas Termal Papan 97 Partikel Dan Papan Laminasi. I Pemotongan Sampel Uji 99 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 100 A. Hasil Penelitian Hasil Pengujian sifat fisik Papan Partikel Komposit Hasil Pengujian Mekanis Papan Prtikel Komposit Pembahasan Sifat Fisik dan Mekanis Papan partikel Komposit Hasil Pengujian Sifat Fisik dan Mekanis Papan Laminasi Pembahasan Hasil Sifat Fisik dan Mekanis Papan Laminasi Pengujian Konduktivitas Termal. Pembahasan Hasil Penelitian Konduktivitas Termal Papan Komposit dan Papan Laminasi x

11 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran - Saran DAFTAR PUSTAKA. 129 xi

12 DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Klasifikasikan bahan bangunan ekologis 3 Tabel 2.1. Sifat fisis dan mekanis papan partikel dengan standar SNI dan JIS A Tabel 2.2 Tabel 2.3. Klasifikasi papan serat menurut FAO (1958) dan USDA (1955) Kollmann et al ( ) Tabel 2.3. Sifat fisis dan mekanis papan menurut FAO (1996).. 29 Tabel 2.4. Persyaratan kekuatan (MDF) menurut NPA (1994).. 30 Tabel 2.5. Konduktifitas termal bahan bangunan di Indonesia Tabel 2.6 Parameter termal bahan-bahan bangunan.. 39 Tabel 2.7 Nilai Konduktivitas Bahan 44 Tabel 2.8 Penelitian terdahulu yang terkait 62 Tabel 3.1. Alat yang di gunakan dalam penelitian 70 Tabel 3.2. Variabel dan definisi operasional penelitian 80 Tabel 4.1. Formulasi pemodelan/pembentuk papan partikel Tabel 4.2. Formulasi pemodelan/pembentuk papan Laminasi Tabel 4.3. Hasil Sifat Fisik Papan Partikel Komposit 102 Tabel 4.4. Hasil Pengujian MOR dan MOE Papan Partikel Komposit 105 Tabel 4.5 Nilai keteguhan Tarik Tegak Lurus pada masing-masing Sampel Tabel 4.6. Nilai Keteguhan Cabut Sekrup Papan Partikel Komposit. 110 xii

13 Tabel 4.7. Hasil pengukuran sifat fisik papan laminasi tangkai daun rumbia Tabel 4.8. Nilai Pengujian MOR dan MOE sampel uji Papan Laminasi. 116 Tabel 4.9. Nilai Keteguhan Tekan Papan Laminasi Tangkai Daun Rumbia ( gaba-gaba ).. Tabel Nilai Keteguhan Geser Rekat Papan Laminasi Tangkai Daun Rumbia ( gaba-gaba )... Tabel Hasil Pengujia Konduktivitas Termal Papan Partikel Komposit Tangkai Daun Rumbia.. Tabel Hasil Pengujia Konduktivitas Termal Papan Laminasi Tangkai Daun Rumbia xiii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Bagian bagian Tanaman Sagu 9 Gambar 2.2. Proses Transfer Panas di dalam Bangunan. 34 Gambar 2.3. Proses Transfer Panas pada Dinding Bangunan. 35 Gambar 2.4. Variasi dari konduktivitas termal polyurethane sebagai fungsi suhu.. Gambar 2.5. Distribusi suhu untuk konduksi keadaan stedi melalui dinding datar Gambar 2.6. Sketsa yang melukiskan perjanjian tentang tanda untuk aliran panas konduksi Gambar 2.7. Aliran konveksi bebas di atas plat rata vertical.. 48 Gambar 2.8. Perpindahan kalor dinyatakan dengan perpindahan suhu limbak... Gambar 2.9 Penukar kalor pipa konsentris (a) parallel flow (b) counterflow Gambar 2.10 Penukar kalor aliran melintang Gambar 2.11 Lima rantai pembentuk ikatan dalam proses perekatan.. 56 Gambar 2.12 Kerangka Konseptual 67 Gambar 3.1. Material Penelitian Batang daun rumbia (gaba-gaba).. 69 Gambar 3.2 Proses Penghancuran. 71 Gambar 3.3 Hasil Serat.. 71 xiv

15 Gambar 3.4 Serbuk/partikel Gambar 3.5. Pencampuran Partikel Serat dan Epoxy.. 72 Gambar 3.6. Pembuatan Papan Partikel Komposit 73 Gambar 3.7. Hasil Pengempaan Papan Komposit 73 Gambar 3.8. Hasil Papan Partikel Komposit. 144 x 61 x Gambar 3.9. Hasil Papan Partikel Komposit. 144 x 61 x Gambar Hasil Papan Partikel Komposit. 144 x 61 x 6 74 Gambar Proses Pembelahan Tangkai Daun Rumbia. 75 Gambar Pencetakan Papan Laminasi Tangkai Daun Rumbia.. 76 Gambar Proses Pengempaan Papan Laminasi Gambar Hasil Pencetakan Papan Laminasi. 77 Gambar 3.15 tahapan penelitian pemodelan tangkai daun rumbia (gaba-gaba) sebagai material dinding ringan Gambar 3.16 Proses pembuatan papan partikel dari gaba-gaba 85 Gambar Proses pembuatan papan gaba-gaba laminasi 86 Gambar Proses persiapan pengujian konduktivitas termal 87 Gambar 3.19 perletakan bahan uji Gambar 3.20 Uji MOE dan MOR Laminasi. 95 Gambar Contoh Alat uji 97 Gambar Contoh ukuran bahan uji.. 97 Gambar 3.23.Pemotongan Partikel komposit. 99 Gambar Pemotongan Laminasi.. 99 Gambar 4.1. Proses Pengujian MOE dan MOR. 104 xv

16 Gambar 4.2. Pengujian Tarik Tegak Lurus Permukaan 106 Gambar 4.3. Pengujian keteguhan cabut sekrup Gambar 4.4. Pengujian MOR dan MOE Gambar 4.5. Pengujian Keteguhan Tekan. 117 Gambar 4.6. Pengujian Keteguhan Geser Rekat Gambar 4.7. pengujian Konduktivitas papan laminasi dan papan partikel xvi

17 DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1, Keteguhan Lentur dan Keteguhan Elastisitas Grafik 4.2 Keteguhan Tarik Tegak Lurus. 107 Grafik 4.3 Keteguhan cabut sekrup Grafik 4.4, Pengujian MOR dan MOE. 115 Grafik 4.5. Pengujian Keteguhan Tekan. 118 Grafik 4.6 Pengujian Keteguhan Gesr Rekat Laminasi 120 Grafik 4.7 Proses Perpindahan Panas Papan Partikel Komposit 123 Grafik 4.8 Proses Perpindahan Panas Papan Laminasi 124 xvii

18 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Pengujian Kadar Air Papan Partikel Komposit. 135 Lampiran 2. Data Pengujian Kerapatan Papan Partikel Komposit 136 Lampiran 3. Data Pengujian Pengembangan Tebal Papan Partikel Komposit 137 Lampiran 4. Data Pengujian Daya Resapan Air Lampiran 5. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP A 2 cm Papan Partikel Komposit Lampiran 6. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP B 2 cm Papan Partikel Komposit Lampiran 7. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP C 2 cm Papan Partikel Komposit Lampiran 8. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP A 4 cm Papan Partikel Komposit Lampiran 9. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP B 4 cm Papan Partikel Komposit Lampiran 10. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP C 4 cm Papan Partikel Komposit Lampiran 11. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP A 6 cm Papan Partikel Komposit. Lampiran 12. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP B 6 cm Papan Partikel Komposit xviii

19 Lampiran 13. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP C 6 cm Papan Partikel Komposit. Lampiran 14. Data Keteguhan Tarik Rekat Papan Partikel Komposit 149 Lampiran 15. Data Keteguhan Cabut Sekrup Papan Partikel Komposit. 150 Lampiran 16. Data Pengujian Kadar Air Papan Laminasi Lampiran 17. Data Pengujian Kerapatan Papan Laminasi 152 Lampiran 18. Data Pengujian Daya Resapan Air Lampiran 19. Data Pengujian Pengembangan Tebal Papan Laminasi Lampiran 20. Data Pengujian Delaminasi Papan Laminasi Lampiran 21. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP A 2 cm Papan Laminasi.... Lampiran 22. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP B 2 cm Papan Laminasi Lampiran 23. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP C 2 cm Papan Laminasi Lampiran 24. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP A 4 cm Papan Laminasi.... Lampiran 25. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP B 4 cm Papan Laminasi... Lampiran 26. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP C 4 cm Papan Laminasi xix

20 Lampiran 27. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP A 6 cm Papan Laminasi.... Lampiran 28. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP B 6 cm Papan Laminasi.... Lampiran 29. Data Modulus Lentur dan Modulus Elastisitas Sampel MUP C 6 cm Papan Laminasi Lampiran 30. Data Kuat Tekan Papan Laminasi. 185 Lampiran 31. Data Kuat Geser Rekat Papan Laminasi. 185 Lampiran 32. Data Konduktivitas Termal Papan Laminasi 2 cm 5 jam dan 12 jam... Lampiran 33. Data Konduktivitas Termal Papan Laminasi 4 cm 5 jam dan 12 jam... Lampiran 34. Data Konduktivitas Termal Papan Laminasi 6 cm 5 jam dan 12 jam... Lampiran 35. Data Konduktivitas Termal Papan Partikel 2 cm 5 jam dan 12 jam... Lampiran 36. Data Konduktivitas Termal Papan Partikel 4 cm 5 jam dan 12 jam... Lampiran 37. Data Konduktivitas Termal Papan Partikel 6 cm 5 jam dan 12 jam xx

21 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, sebuah peradaban suatu bangsa dapat dilihat dari teknik-teknik bangunan maupun sarana dan prasarana yang dibuat ataupun ditinggalkan oleh manusia dalam perjalanan sejarahnya. Bangunan biasanya dikonotasikan dengan segala sarana, prasarana atau infrastruktur dalam kebudayaan atau kehidupan manusia seperti rumah, gedung, jembatan dan jalan (Tanubrata, 2015). Hal prinsip dalam membuat suatu sarana dan prasarana yang berkaitan dengan konstruksi, manusia memerlukan pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan bangunan, dan pengetahuan dan teknologi tersebut antara lain arsitektur dan teknik sipil. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang sipil dan arsitektur, terutama pada material konstruksi, umumnya selalu memperhatikan efisensi pelaksanaan, ekonomis, dan keindahan pada setiap pelaksanaan konstruksi. Di Indonesia, pelaksanaan konstruksi tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 45/PRT/M/2007 tentang: Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara dan Peraturan

22 2 Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau. Menurut Permen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 02/PRT/M/2015, pengertian Bangunan Gedung Hijau adalah bangunan gedung yang memenuhi persyaratan bangunan gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energi, air, dan sumber daya lainnya melalui penerapan prinsip bangunan gedung hijau sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraannya. Untuk memenuhi kriteria dari gedung hijau tersebut salah satunya adalah dengan menggunakan material yang ramah lingkungan. Penggunaan material ramah lingkungan dapat menghasilkan bangunan yang berkualitas sekaligus ramah lingkungan, khususnya pemanfaatan material ekologis atau material yang ramah lingkungan (Dianita, et al, 2014). Ervianto (2012) menyatakan bahwa material ekologis adalah material yang bersumber dari alam dan tidak mengandung zat-zat yang mengganggu kesehatan, seperti misalnya batu alam, kayu, bambu, tanah liat. Material yang digolongkan jenis ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) eksploitasi dan produksinya menggunakan energi sesedikit mungkin; (b) tidak mengalami transformasi bahan sehingga dapat dikembalikan ke alam; (c) eksploitasi, produksi, penggunaan, dan pemeliharaannya tidak mencemari lingkungan; (d) bersumber dari sumber alam lokal. Sedangkan

23 3 Frick & Suskiyatno (2007) mengklasifikasikan bahan bangunan ekologis seperti yang terlihat pada tabel 1.1 Tabel 1.1 Klasifikasikan Bahan bangunan ekologis (Frick and Suskiyatno 2007) Penggolongan Ekologis Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali (regeneratif) Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali Bahan bangunan yang dapat digunakan kembali Bahan bangunan alam yang mengalami perubahan transformasi sederhana Bahan bangunan alam yang mengalami beberapa tingkat perubahan transformasi Bahan bangunan komposit Bahan Bangunan Kayu, bambu, rotan, rumbia, alang-alang, serabut kelapa, kulit kayu, kapas, kapuk, kulit binatang, wol Tanah, tanah liat, lempung, tras, kapur, batu kali, batu alam Limbah, potongan, sampah, ampas, bahan kemasan, mobil bekas, serbuk kayu, potongan kaca Batu merah, genting tanah liat, batako, conblock, logam, kaca, semen Plastik, bahan sintesis, epoksi Beton bertulang, pelat serat semen, beton komposit, cat kimia, perekat Pemilihan dan penggunaan material yang ramah lingkungan pada bangunan sebenarnya sudah lama diterapkan oleh nenek moyang Bangsa Indonesia yang beriklim tropis. Suhu dan kelembaban udara yang relatif tinggi pada iklim tropis merupakan penyebab utama situasi tidak nyaman secara termal bagi manusia. Namun begitu, masyarakat berhasil menghadapi tantangan iklim tersebut dari waktu ke waktu dengan memanfaatkan material ekologis yang mampu beradaptasi pada lingkungan sekitarnya. Pemanfaatan material tersebut diantaranya adalah

24 4 penggunaan bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali seperti kayu, bambu, rotan, rumbia, alang-alang, serabut kelapa, kulit kayu dan lain sebagainya. Tanaman rumbia (Metroxylon sagu Rottb) dikenal dengan nama tanaman sagu, termasuk tanaman yang tumbuh subur di daerah rawa berair tawar. Tanaman ini memiliki sebaran yang cukup luas sekitar kurang lebih Hektar (Flach, 1997) dan dapat dijumpai di berbagai daerah di Indonesia terutama di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua serta tumbuh juga di pulau pulau kecil lainnya.tanaman ini memiliki banyak manfaat (multiple trees) dimana daunnya dapat digunakan sebagai atap rumah, tangkai daun setelah dibelah dan dianyam dapat dibuat tikar maupun dinding bangunan, isi batang dapat diolah sagu, ijuknya dapat diolah sapu, nira untuk membuat gula (Fatriani, 2010). Pemanfaatan tanaman rumbia sebagai bahan bangunan telah lama digunakan oleh masyarakat. Seperti contohnya adalah pemanfaatan daun dan tangkainya sebagai atap dan dinding bangunan rumah tinggal tradisional antara lain Rumoh Aceh (Fakriah, 2015), Sasadu di Jailolo (Poedjowibowo, et al, 2011), rumah Minahasa (Gosal, 2012), rumah Banjar (Muchamad, at al, 2011), rumah suku Bajo, dan rumah tradisional Honai di Papua (Fauziah, 2014). Tanaman sagu/rumbia merupakan bagian dari famili tanaman palm, daun dan tangkai tanaman rumbia yang sudah kering memiliki daya serap termal yang cukup baik (Agoudjil et al. 2011). Namun, daun maupun tangkai tanaman rumbia yang digunakan sebagai material

25 5 bangunan sangat mudah terbakar (Cecep et al, 2011). Selain itu, penggunaan tangkai tanaman rumbia sebagai dinding pada bangunan tradisional masih sangat sederhana, yaitu dengan cara diikat, hingga kini masyarakat tidak lagi / jarang memanfaatkan tangkai daun rumbia sebagai dinding bangunan,tetapi hanya di gunakan pada bangunan rumah rumah adat untuk mempertahanka nilai-nilai tradisionalnya, sehingga tangkai daun rumbia/sagu kini dibiarkan sebagai limbah penebangan. ( Arifin, 2010). Dari paparan tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk mengembangkan material tersebut sebagai salah satu material alternative yang di rekayasa dengan teknologi modern, sehingga arah penelitian ini peneliti menggunakan tangkai daun rumbia sebagai obyek penelitian, dimana obyek penelitian ini direkayasa dengan teknologi yang dimodelkannya sebagai material dinding bangunan, kemampuan sifat fisik mekanis serta kemampuan konduktivitas termalnya. B. Rumusan Masalah Pemanfaatan bahan bangunan lokal (tangkai daun Rumbia) saat ini sebagai material dinding dilakukan secara tradisional, namun belum dilakukan/dimodelkan menggunakan rekayasa teknologi serta kemampuan konduktivitas termal material tersebut, dengan demikian pertanyaan penelitian yang dapat diajukan sebagai berikut: 1. Bagaimana memformulasi dengan rekayasa teknologi sehingga dapat dapat memodelkan tangkai daun rumbia sebagai material dinding?

26 6 2. Apakah dengan formulasi tersebut untuk pemodelan tangkai daun rumbia dapat memenuhi persyaratan fisik dan mekanisnya sebagai material dinding bangunan? 3. Berapa besar konduktivitas termal material sebagai syarat isolasi panas? Ketiga pernyataan diatas sekaligus merupakan rumusan masalah yang akan dilakukan rekayasa teknologi material dan dikaji sehingga dapat di terapkan sebagai mateial dinding bangunan. C. Tujuan Penelitian 1. Menemukan memformulasi yang dapat modelkan/dibentuk papan partikel dan papan laminasi sebagai material dinding bangunan. 2. Menemukan kekuatan sifat fisik dan mekanis papan partikel komposit dan papan laminasi sebagai material dinding bangunan 3. Menemukan kemampuan konduktivitas termal material papan partikel komposit dan papan laminasi dari tangkai daun rumbia. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat di bagi menjadi dua yaitu: 1. Manfaat Akademis a. Hasil penilitian ini digunakan sebagai informasi bagi penelitian lain yang tertarik untuk mengembangkan lebih lanjut b. Untuk menambah khasanah ilmu rekayasa material alami yang sedang berkembang saat ini.

27 7 2. Manfaat Praktis a. Untuk Memberikan manfaat bagi masyarakat dalam upaya memperoleh lingkungan yang nyaman. b. Memberikan manfaat bagi masyarakat untuk memanfaatkan kembali batang rumbia sebagai dinding bangunan c. Untuk memudahkan masyarakat dalam mengembangkan tangkai daun rumbia sebagai material dinding bangunan dengan sistem modern

28 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diskripsi Umum Pohon Rumbia (Metroxylon sagu Rottb) Rumbia atau disebut juga pohon sagu adalah tanaman sejenis palma yang menghasilkan tepung sagu, dengan nama ilmiahnya adalah Metroxylon sp. Tanaman sagu tumbuh secara alami terutama di daerah dataran atau rawa dengan sumber air yang melimpah. Menurut Oates & Hicks (2002), tanaman sagu masih dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian m dpl dengan curah hujan mm/tahun.luas areal tanaman ini di Indonesia berdasarkan perkiraan Flach (1997) sekitar hektar, yang tersebar di seluruh Indonesia. Secara garis besar sagu digolongkan dalam dua golongan, yaitu yang berbunga atau berbuah sekali (Hapaxanthic) dan yang berbunga atau berbuah lebih dari sekali (Pleonanthic) (Yoshida 1980). Tinggi pohon sekitar 7,20 17 meter, diameter pohon cm tebal kulit 2-3 cm, daunnya berwarna hijau tua dengan batang daun berwarn hijau kekuningan, panjang batang daun sekitar 3,50 8,50 meter, sedangkan panjang pelepah daun sekitar 1,5 3,50 meter dan lebar daun antara 5 9,5 cm, batang daun berduri pada pangkal sampai ujung pinggiran daun. Setiap batang, daunnya terdiri atas helai daun (Riska, Suliansyah, and Syarif 2005) seperti yang terlihat pada gambar 2.1.

29 9 Gambar 2.1 Bagian bagian tanaman sagu B. Potensi Pohon Rumbia (Metroxylon sagu Rottb) Pohon sagu Memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Sesuai hasil penelitian bahwa sagu mampu menghidupi dunia. Hasil riset/penelitian keunggulan fungsinya bahwa jika pohon ditanam seluas 200 Ha maka ia

30 10 mampu menghidupi se-asia ( Wijaya, 2010), secara praktis nilai ekonomis semakin naik menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat. Pohon sagu juga penyumbang oksigen agar dapat mengurangi dampak global warning. Sagu dan pohon sagu secara tradisional bagi masyarakat Asli Sentani, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara. Masyarakat di daerah tersebut sebagai peramu sagu, selain meramu sagu masyarakat tersebut secara tradisional. Bagian-bagian pohon sagu tersebut memiliki manfaat lainnya, seperti; tali sebagai pengikat pengganti paku, batang/gaba sebagai dinding rumah pengganti kayu dan tripleks, daun sebagai atap rumah pengganti seng dan juga sebagai noken, kulit pohon sagu sebagai lantai pengganti kayu atau papan, ampas ela sebagai penghasil jamur (Haryanto and Pangloli 1992). Salah satu nilai jual yang telah ditemukan dalam penelitian dan sudah digunakan oleh Negara-negara maju yaitu, pati sagu yang diolah menjadi bahan industry pangan, korteks/batang sagu diolah menjadi industry kertas; ampas sagu diolah menjadi campuran pakan ternak, campuran briket arang, campuran papan partikel, media jamur, dari pohon sagu dapat membuat tripleks, tekstil, bahan kimia, asam organic, fruktosa, etanol sebagai bahan pokok energy. Chiang et al. (2016) mengungkapkan bahwa batang pelepah pohon rumbia memiliki potensi yang sebesar sebagai bahan papan partikel. Pelepah pohon rumbia yang telah diproses sebagai papan partikel memiliki karakteristik hidrofilik dan porositas yang tinggi. pelepah pohon rumbia dengan pembebanan lebih tinggi dari perekat PF

31 11 mengurangi tingkat penyerapan air. Ini mencerminkan penggantian gugus hidroksil dengan atom karbon dalam rantai PF. Distribusi berat molekul resin secara signifikan mempengaruhi viskositas dan kemampuan resin untuk menembus dinding sel. Selain itu, perekat PF tahan terhadap suhu ekstrim di 800 o C, sehingga papan partikel pelepah sagu dengan perekat PF memiliki stabilitas termal tinggi. Hal tersebut dikarenakan indeks kristalinitas tinggi yang memiliki stabilitas termal yang tinggi. Papan partikel pelepah sagu dengan perekat PF mempunyai pemanasan waktu dan suhu yang tinggi untuk meningkatkan dekomposisi tanpa mengubah struktur atau kehilangan kekuatannya. C. Papan Laminasi Papan laminasi adalah papan yang direkat dengan perekat tertentu secara bersama-sama dengan arah serat. Dari potongan-potongan kayu yang kecil dapat dibuat papan laminasi dengan panjang, lebar dan tebal yang dinginkan yaitu dengan cara menyambung ujung-ujung papan dan merekatkan sisi-sisinya (Wardhani, 1999). Faktor yang mempengaruhi kualitas papan lamina antara lain adalah bahan baku, persyaratan bahan baku adalah memiliki kerapatan serat dan berat jenis yang berdekatan. Selain itu juga perekat yang digunakan harus sesuai dengan tujuan penggunaan papan lamina. Hal lain yang harus diperhatikan adalah bentuk sambungan, proses pengeleman dan pengempaan yang akan mempengaruhi kualitas papan lamina Manik

32 12 (1997). Keunggulan teknologi laminasi adalah pengadaan material di pasaran mudah dikarenakan kebutuhan papan pelapis yang digunakan maksimum sebesar 20 mm, juga panjang pelapis tidak dibatasi. Penggunaan material kayu lebih efisien, penyediaan material akan lebih cepat karena potongan kayu yang tipis (sampai 5 mm), pendek, serta ada cacatnya masih bisa digunakan untuk konstruksi. Sedikit penggunaan bahan pengikat mekanis dengan dimensi lebih kecil dan bersifat hanya menyatukan permukaan bidang perekatan. Mudah dilakukan pemeriksaan cacat, karena dimensi bahan baku penyusun papan laminasi lebih kecil dan tipis, kekedapan dapat terjamin, konstruksi lebih rigid atau kaku. Pelindungan berganda dapat dilaksanakan, kayu yang kering dan dijenuhkan akan lebih tahan terhadap kerusakan, dan sifat lapisan perekat yang diciptakan khusus juga merupakan perlindungan terhadap kerusakan yang ada (Manik, 1997). Disamping kelebihan yang disebutkan di atas, papan laminasi juga memiliki beberapa kekurangan. Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan papan laminasi akan meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian. Pembuatan papan laminasi memerlukan peralatan khusus, perekat, fasilitas pabrik dan keahlian dalam pembuatannya, dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian. Semua tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk akhir yang berkualitas tinggi. Faktor yang harus dipertimbangkan di awal dalam desain papan laminasi berukuran besar,

33 13 lurus atau lengkung adalah penanganan dan pengapalan (Gunawan. I, 1999). D. Penyusunan Papan Laminasi Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan papan laminasi. Papan lamina harus diketam pada kedua permukaannya untuk memperoleh permukaan yang bersih, sejajar dan dapat direkat sebelum dilakukan proses perekatan. Hal ini menjamin susunan akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata (Warrdhani, 1999). Menurut Apriliana F, 2012., papan laminasi untuk tujuan struktural adalah suatu teknik pembuatan produk yang berbasis tekanan, terdiri atas kumpulan lapisan kayu yang telah terseleksi dan siap digunakan yang saling mengikat dengan adanya perekat. Kayu berkualitas tinggi diperlukan hanya untuk laminasi luar dan kayu berkualitas rendah dapat digunakan dalam laminasi inti (Tsoumis G. 1991). Papan laminasi terbuat dari jenis pohon yang cepat tumbuh dapat dimanfaatkan sebagai komponen bangunan struktural untuk pembangunan perumahan atau bagian struktural ringan dalam bangunan (Tsoumis G. 1991). Sugiarti, 2010 menyatakan dengan ringkas bahwa keuntungan penggunaan papan laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan dan kekakuan, memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam,

34 14 memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk. Canadian Wood Council (2000) menyatakan bahwa laminasi adalah cara yang efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas menjadi elemen struktural yang besar dalam berbagai bentuk ukuran. E. Papan Partikel Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbut dari partikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat dengan perekat atau bahan pengikat lainnya kemudian dikempa panas (Moody et al. 1999). Menurut Sudarsono dkk, (2010), papan partikel adalah lembaran hasil pengempaan panas campuran partikel kayu atau bahan berlognoselulosa lainnya dengan perekat organik dan bahan lainnya. Kualitas papan partikel merupakan fungsi dari beberapa faktor yang berinteraksi dalam proses pembuatan papan partikel tersebut. Sifat fisis dan mekanis papan partikel seperti kerapatan, modulus patah, modulus elastis dan keteguhan rekat internal serta pengembangan tebal merupakan parameter yang cukup baik untuk menduga kualitas papan partikel yang dihasilkan (Moody et al. 1999).

35 15 1. Jenis Papan Partikel Ada beberapa jenis papan partikel yang ditinjau dari beberapa segi, yaitu sebagai berikut (Sinulingga 2009) : a. Bentuk Papan partikel umumnya berbentuk datar dengan ukuran relatif panjang, relative lebar, dan relatif tipis sehingga disebut Panel. Ada papan partikel yang tidak datar (papan partikel lengkung) dan mempunyai bentuk tertentu tergantung pada acuan (cetakan) yang dipakai seperti bentuk kotak radio. b. Pengempaan Cara pengempaan dapat secara mendatar atau secara ekstrusi. Cara mendatar ada yang kontinyu dan tidak kontinyu. Cara kontinyu berlangsung melalui ban baja yang menekan pada saat bergerak memutar. Cara tidak kontinyu pengempaan berlangsung pada lempeng yang bergerak vertikal dan banyaknya celah (rongga atau lempeng) dapat satu atau lebih. Pada cara ekstrusi, pengempaan berlangsung kontinyu diantara dua lempeng yang statis. Penekanan dilakukan oleh semacam piston yang bergerak vertical atau horizontal. c. Kerapatan Ada tiga kelompok kerapatan papan partikel, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Terdapat perbedaan batas antara setiap kelompok tersebut, tergantung pada standar yang digunakan.

36 16 d. Kekuatan (sifat mekanis) Pada prinsipnya sama seperti kerapatan, pembagian berdasarkan kekuatanpun ada yang rendah, sedang, dan tinggi. Terdapat perbedaan batas antara setiap macam (tipe) tersebut, tergantung pada standar yang digunakan. Ada standar yang menambahkan persyaratan beberapa sifat fisis. e. Macam perekat Macam perekat yang dipakai mempengaruhi ketahanan papan partikel terhadap pengaruh kelembaban, yang selanjutnya menentukan penggunaanya. Ada standar yang membedakan berdasarkan sifat perekatnya, yaitu interior dan eksterior. Ada standar yang memakai penggolongan berdasarkan macam perekat, yaitu tipe U (urea formaldehida atau yang setara), tipe M (melamin urea formaldehida atau yang setara) dan tipe P (phenol formaldehida atau yang setara). Untuk yang memakai perekat urea formaldehida ada yang membedakan berdasarkan emisi formaldehida dari papan partikelnya, yaitu yang rendah dan yang tinggi atau yang rendah, sedang dan tinggi. f. Susunan partikel Pada saat membuat partikel dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu halus dan kasar. Pada saat membuat papan partikel kedua macam partikel tersebut dapat disusun tiga macam sehingga menghasilkan papan partikel yang berbeda yaitu papan partikel homogen (berlapis tunggal), papan partikel berlapis tiga dan papan partikel berlapis bertingkat.

37 17 g. Arah partikel Pada saat membuat hamparan, penaburan partikel (yang sudah dicampur sama perekat) dapat dilakukan secara acak (arah serat partikel tidak diatur) atau arah serat diatur, misalnya sejajar atau bersilangan tegak lurus. Untuk yang disebutkan terakhir dipakai partikel yang relatif panjang, biasanya berbentuk untai sehingga disebut papan untuk terarah. h. Penggunaan Berdasarkan penggunaan yang berhubungan dengan beban, papan partikel dibedakan menjadi papan partikel penggunaan umum dan papan partikel struktural (memerlukan kekuatan yang lebih tinggi). Untuk membuat mebel, pengikat dinding dipakai papan partikel penggunaan umum. Untuk membuat komponen dinding, peti kemas dipakai papan partikel struktural. i. Pengolahan Ada dua macam papan partikel berdasarkan tingkat pengolahannya, yaitu pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Papan partikel pengolahan primer adalah papan partikel yang dibuat melalui proses pembuatan partikel, pembentukan hamparan dan pengempaan yang menghasilkan papan partikel. Papan partikel pengolahan sekunder adalah pengolahan lanjutan dari papan partikel pengolahan primer misalnya dilapisi venir indah, dilapisi kertas aneka corak. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Papan Partikel Adapun faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel adalah sebagai berikut (Sinulingga HR, 2009) :

38 18 a. Berat jenis partikel Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan partikel dengan berat jenis kayu harus lebih dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar mutu papan partikelnya baik. Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan optimal sehingga kontak antar partikel baik. b. Zat ekstraktif partikel Partikel yang berminyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baik dibandingkan dengan papan partikel dari kayu yang tidak berminyak. Zat ekstraktif semacam ini akan mengganggu proses perekatan. c. Jenis partikel Jenis kayu (misalnya Meranti Kuning) yang kalau dibuat papan partikel emisi folmaldehidanya lebih tinggi dari jenis lain (misalnya Meranti Merah). Masih diperdebatkan apakah karena pengaruh warna atau pengaruh zat ekstraktif atau pengaruh keduanya. d. Campuran jenis kayu Keteguhan lentur papan partikel dari campuran jenis kayu ada diantara keteguhan lentur papan partikel jenis tunggalnya, karena itu papan partikel struktural lebih baik dibuat dari satu jenis kayu daripada dari campuran jenis kayu. e. Ukuran partikel Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih daripada yang dibuat dari serbuk karena ukuran tatal lebih besar daripada serbuk. Karena itu,

39 19 papan partikel strukturan dibuat dari partikel yang relatif panjang dan relatif lebar. f. Kulit kayu Makin banyak kulit kayu dalam partikel kayu sifat papan partikelnya makin kurang baik karena kulit kayu akan mengganggu proses perekatan antar partikel. Banyaknya kulit kayu maksimum sekitar 10%. g. Perekat Macam partikel yang dipakai mempengaruhi sifat papan partikel. Penggunaan perekat eksterior akan menghasilkan papan partikel eksterior sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan partikel interior. Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan, misalnya karena ada perbedaan dalam komposisi perekat dan terdapat banyak sifat papan partikel. Sebagai contoh, penggunaan perekat urea formaldehid yang kadar formaldehidnya tinggi akan menghasilkan papan partikel yang keteguhan lentur dan keteguhan rekat internalnya lebih baik tetapi emisi formaldehidnya lebih jelek. h. Pengolahan Proses produksi papan partikel berlangsung secara otomatis. Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan yang dapat mengurangi mutu papan partikel. Sebagai contoh, kadar air hamparan (campuran partikel dengan perekat) yang optimum adalah 10 14%, bila terlalu tinggi keteguhan lentur dan keteguhan rekat internal papan partikel akan menurun.

40 20 3. Mutu Papan Partikel Mutu papan partikel yaitu meliputi (Sinulingga HR, 2009): 1. Cacat 2. Ukuran 3. Sifat fisis 4. Sifat mekanis Dalam standar papan partikel yang dikeluarkan oleh beberapa negara masih mungkin terjadi perbedaan dalam hal kriteria, cara pengujian dan persyaratannya. Walaupun demikian, secara garis besarnya sama. Dibawah ini dapat ditunjukkan standar SNI dan JIS A untuk pengujian papan partikel : Tabel 2.1. Sifat fisis dan mekanis papan partikel dengan standar SNI dan JIS A No Sifat Fisis mekanis SNI JIS A Kerapatan (gr/cm3) 0,5-0,9 0,4-0,9 2 Kadar Air (%) < Daya Serap Air Maks 12 Maks 12 4 Pengembangan Tebal (%) MOR (kg/cm2) Min 80 Min 80 6 MOE (kg/cm2) Min Min 80 7 Internal Bond (kg/cm2) Min 1,5 Min 1,5 8 Kuat Pegang Sekrup (kg) Min 30 Min 30 9 Linear Ekspnsion (%) Hardness (N) Emisi Formaldehyde (ppm) - Min 0,3 Sumber : Sinulingga HR, 2009 Sifat papan partikel dipengaruhi oleh bahan baku pembentuknya, perekat dan formulasi yang digunakan serta proses pembuatan papan partikel tersebut mulai dari persipaan bahan baku kayu, pembentukan

41 21 partikel sampai proses kempa dan penyelesaiannya. Penggunaan papan partikel yang tepat akan berpengaruh terhadap lama dan pemanfaatannya yang diperoleh dari papan partikel yang digunakan. Sifat bahan baku yang berpengaruh terhadap sifat papan partikel antara lain yaitu jenis dan kerapatan kayu, bentuk dan ukuran bahan baku kayu yang digunakan, kadar air kayu, ukuran dan geometri partikel kayu, tipe dan penggunaan kulit kayu ( Hadi 1998, dalam Sinulingga HR, 2009). Menurut (Haygreen dan Bowyer 1989, dalam Sinulingga 2009), bentuk bahan baku (serbuk gergaji, pasahan, tatal atau kayu bundar) mempengaruhi sifat-sifat papan partikel terutama karena bahan tersebut menentukan ukuran dan bentuk partikel yang dapat dihasilkan dalam mesin pembuat serpih dan mesin penghalus. Sifat fisis papan partikel adalah sifat yang telah dimiliki oleh papan partikel tanpa adanya pengaruh beban dari luar dan sifatnya tetap. Sifat ini meliputi kerapatan, kadar air, berat jenis, pengembangan tebal dan penyerapan air (Surjokusumo, et al 1985, dalam Sinulingga HR, Menurut (Tsoumis, 1991) sifat mekanis kayu dipengaruhi oleh kekuatan dalam menahan beban dari luar. Sifat ini dipengaruhi oleh kelembaban, kerapatan, suhu dan kerusakan kayu. Sifat fisis mekanis papan partikel meliputi kerapatan, kadar air, penyerapan air, pengembangan tebal, modulus lentur dan keteguhan rekat internal. Menurut Widarmana (1977) dalam Sinulingga HR, (2009), kerapatan adalah suatu kekompakan partikel dalam lembaran yang tergantung pada besaarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan

42 22 lembaran. Makin tinggi kerapatan papan partikel yang akan dibuat semakin besar tekanan yang digunakan pada saat pengempaan. Sedangkan kadar air papan partikel akan semakin rendah dengan semakin meningkatnya suhu dan semakin banyaknya perekat yang digunakan karena ikatan antar partikel akan semakin kuat sehingga air sukar untuk masuk kedalam papan partikel. Menurut (Haygreen dan Bowyer 1989, dalam Sinulingga HR, 2009) semakin tinggi kerapatan papan partikel dari suatu bahan baku tertentu maka semakin tinggi kekuatannya, tetapi kestabilan dimensinya menurun oleh naiknya kerapatan. Kerapatan papan partikel dipengaruhi kerapatan kayu. Kerapatan papan partikel merupakan faktor utama dengan kerapatan 5%-20% lebih tinggi dibandingkan kerapatan kayu. Penambahan perekat akan mempengaruhi kerapatan dan menghasilkan papan partikel yang berat (Tsoumis 1991, dalam Sinulingga HR, 2009). Menurut (Siagian 1983, dalam Sinulingga 2009), berdasarkan hasil analisa ragam kerapatan massa papan serat tidak dipengaruhi oleh suhu kempa tetapi dipengaruhi oleh tekanan kempa dan kombinasi suhu dan tekanan kempa. Nilai pengembangan tebal yang paling kecil merupakan pengembangan yang paling baik karena dapat mengantisipasi menyerapnya air kedalam papan partikel melalui pori-pori partikel dan ruang kosong antar partikel secara perlahan (Widiyanto, 2006). Sifat pengembangan tebal papan serat sejalan dengan sifat daya serap air, yaitu semakin banyak air yang diserap makin besar pengembangan tebalnya.

43 23 Semakin tinggi suhu dan tekanan kempa, makin kecil pengembangan tebal papan serat. Keadaan ini disebabkan pada waktu perendaman serat akan menarik air kembali sehingga serat-serat papan serat akan kembali menjadi bentuk semula akibat hilangnya tekanan setelah perendaman (Siagan 1983, dalam Hesty 2009). Daya serap air suatu papan partikel dipengaruhi oleh jenis partikelnya. Menurut (Siagian 1983, dalam Hesty 2009), semakin besar tekanan kempa, suhu kempa dan kombinasi keduanya maka makin kecil daya serap air papan sarat. Perbedaan daya serap papan serat terhadap air berhubungan dengan kerapatan papan yang berbanding terbalik dengan daya serap terhadap air. Semakin besar kerapatan papan maka makin kecil daya serapnya terhadap air. Keteguhan rekat internal adalah suatu ukuran ikatan antar partikel dalam lembaran papan partikel (Ariesanto, 2002). Menurut (Haygreen dan Bowyer 1989, dalam Hesty 2009), internal bond (IB) adalah suatu uji pengendalian kualitas yang penting karena menunjukkan kabaikan pencampurannya, pembentukannya dan pengepresannya dan merupakan ukuran terbaik tentang kualitas pembuatan suatu papan karena menunjukkan ikatan antar partikel. Modulus patah dan modulus elastisitas menunjukkan tingkat keteguhan papan partikel dalam menerima beban tegak lurus terhadap permukaan papan partikel (Ariesanto, 2002). Nilai modulus patah (MOR) dipengaruhi oleh suhu kempa, tekanan kempa dan kombinasi keduanya. Semakin tinggi kerapatan papan partikel

44 24 dari suatu bahan baku tertentu maka semakin tinggi sifat keteguhan dari papan yang dihasilkan. Lebih banyak volume kayu yang dipadatkan maka ikatan partikel lebih baik. Semakin banyak perekat yang digunakan maka semakin tinggi sifat mekanis dan stabilitas papan partikel (Haygreen dan Bowyer 1989, dalam Hesty 2009). Papan partikel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan kayu asalnya yaitu papan partikel bebas dari mata kayu, pecah dan retak, ukuran dan kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tebal dan kerapatannya seragam dan mudah dikerjakan, mempunyai sifat isotropis, sifat dan kualitasnya dapat diatur. Kelemahan papan partikel adalah stabilitas dimensinya yang rendah (Erwinsyah Putra, 2011). Bahan kimia yang berpengaruh terhadap papan partikel yang dihasilkan adalah zat ekstraktif dan lignin. Zat ekstraktif antara lain berupa lemak, minyak, tanin dan resin. Lemak dan minyak berpengaruh negatif terhadap papan serat, karena dapat mengurangi daya ikat serat, sedangkat tanin dan resin berpengaruh positif karena dapat menambah kekuatan ikatan lembaran sehingga dapat mengurangi penggunaan bahan penolong (Silitonga et al. Dalam Kemal Idris, 1994). Lignin berfungsi sebagai bahan pengikat dalam lembaran papan partikel (FAO dalam Kemal Idris, 1994). Menurut Sudi (1990), papan partikel adalah istilah umum untuk panel yang dibuat (biasanya kayu), terutama dalam bentuk potongan-potongan kecil atau partikel dicampur dengan perekat sintetis atau perekat lain yang sesuai dan direkat bersama-

45 25 sama di bawah tekanan dan pres di dalam suatu alat kempa panas melalui suatu proses dimana terjadi ikatan antara partikel dan perekat yang di tambahkan. Menutur Kalis (2008), papan serat sabut kelapa memenuhi standar FAO (1996) yang mensyaratkan kerapatan sebesar 0,42 0,80 g/cm3, untuk pengaruh papan dengan kadar perekat dibedakan, pada benda uji kekuatan patah diperoleh hasil modulus pecah (MOR) pada kadar perekat 5 % = 3,71 kg/mm2, 7 % = 3,75 kg/mm2 dan 9 % = 3,81 kg/mm2. Sedangkan hasil modulus elastisitas (MOE) dari kadar perekat 5 % = 282,44 kg/mm2, 7 % = 228,55 kg/mm2 dan 9 % = 326,54 kg/mm2. pada pengujian modulus pecah dan modulus elastisitas tidak memenuhi standar MDF dan standar FAO untuk papan serat interior. Menurut Azhar (2007), semakin padat kepadatan papan partikel sekam padi tersebut, maka semakin rendah angka konduktivitas thermal dari papan partikel sekam padi tersebut. Dan semakin rendah angka konduktivitas thermal papan partikel sekam padi tersebut maka semakin baik untuk dijadikan isolator. Smith, F William (2000), definisi komposit adalah sebuah system material yang tersusun atas campuran atau kombinasi dari dua atau lebih papan partikel mikro maupun makro yang berbeda bentuk maupun komposisi kimianya yang terikat secara erat satu dengan yang lain. Damanalu (1982), mendefinisikan papan partikel sebagai papan buatan yang terbuat dari serpihan kayu dengan perekat sintetis kemudian di pres hingga memiliki sifat seperti kayu, massif, tahan api dan merupakan

46 26 bahan isolator dan bahan akustik yang baik. FAO (1998) dalam Kollman et al (1975 : 551). Papan serat adalah papan tiruan yang di buat dari serat kayu atau lignin selulosa lain, dengan cara tenunan serat yang dikejutkan dengan penekanan oleh kempa plat/rol. Bahan perekat atau bahan lain dapat ditambahkan untuk meningkatkan sifat papan seperti sifat mekanis, ketahanan kelembaban, ketahanan terhadap api maupun serangga. ISO (1975), mendefinisikan papan partikel (serat) sebagai papan tiruan dengan ketebalan lebih dari 1,5 mm yang terbuat dari serat atau lignouselulosa lain dengan mengandalkan kekuatan antar serat yang terdiri dari ikatan primer daya rekat serat itu sendiri. Haygreen dan Bowyer (1989), mendefinisikan papan keras sebagai produk serat kayu berkerapatan sedang sampai tinggi yang umumnya dibuat sampai berat jenis mendekati 1,0. Produk tersebut dibuat dalam bentuk lembaran datar berkisar dari 1/6 ½ inchi (0,16 1,27 cm) tebalnya dan dapat dibuat menjadi bermacammacam bentuk. Definisi papan partikel menurut Maloney (1993), mengemukakan bahwa papan partikel atau papan serat adalah salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat atau bahan perekat lainnya. Berdasar Rule of Mixture (ROM), kekuatan komposit berpenguat serat searah kontinyu dapat dihitung dengan persamaan yang sederhana, yaitu : σc =σf.vf +σm(1 vf )...(2)

47 27 Keterangan : σ c = kekuatan tarik komposit σ f = kekuatan tarik serat σ m = kekuatan tarik matrik Modulus Elastisitas komposit dapat dihitung berdasar ROM dengan : Ec = vf. Ef + (1 vf). Em...(3) Keterangan : Ec = Modulus Elastisitas komposit Ef = Modolus Elastisitas serat Em = Modulus Elastisitas matrik Kedua persamaan tersebut berlaku untuk serat kontinyu searah, sedangkan untuk serat acak maka persamaan tersebut dapat di modifikasi menjadi : σ c = X (σ f. Vf + σ f. Vf)... (4) Ec = X (Vf. Ef + Vm. Em)... (5) Harga X adalah harga pembanding antara kekuatan komposit serat acak dengan serat searah kontinyu pada fraksi volume yang sama. Berdasarkan ASTM, kekuatan Tarik dan modulus elastisitas kempa yang dihitung berdasarkan pengujian dapat dihitung dengan persamaan :

48 28 Pada komposit acak, analisis kekuatan umumnya berdasarkan persamaan (4) dan (5) atau dengan persaman (6). Secara umum papan partikel dapat diklasifikasikan berdasarkan kerapatan dan proses pembuatannya. Kollmann et al (1975 : 551) mengemukakan bahwa papan partikel diklasifikasikan berdasarkan tipe bahan baku dan metode produksi serat, metode pembentukan kasuran, kerapatan papan serta jenis dan tempat penggunaannya, namun cara terbaik untuk mengklasifikasikan papan partikel adalah berdasarkan kerapatannya. Berdasarkan rekomendasi ASTM 1974, dalam standar designation mengklasifikasikan : a) Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density particleboard). Papan partikel berkerapatan rendah yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan kurang dari 37 lb/ft3 atau berat jenis kurang dari 0,59 g/cm3 b) Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density particleboard). Papan partikel berkerapatan rendah yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan kurang dari lb/ft3 atau berat jenis kurang dari 0,59 0,80 g/cm3 c) Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density particleboard). Papan partikel berkerapatan rendah yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan lebih dari 50 lb/ft3 atau berat jenis lebih dari 0,80 g/cm3 Klasifikasi berdasarkan kerapatannya menurut FAO (1958) dan USDA

49 29 (1955) dalam Kollmann et al 1975 : 552) adalah seperti ditujukan pada tabel berikut: Tabel 2.2. Klasifikasi papan serat menurut FAO (1958) dan USDA (1955) Kolman et al (1975 :552) Papan Partikel ( Serat ) Tidak di tekan Papan setar lunak agak kaku, SRF ( semi rigit ) Papan serat lunak kaku, RF ( rigit ) Di tekan Kerapatan g/cm 3 Lb/ft 3 0, Papan serat sedang ( MDF ) Papan serat keras ( Hardboard/HF ) Papan serat spasial ( SDHF ) Kualitas papan serat dinilai berdasarkan beberapa standar persyaratan sifat-sifat yang harus dimiliki papan serat. Menurut standar industri papan serat dari FAO (1996) adalah terlihat seperti pada table 2.2 Tabel 2.3. Sifat Fisik dan Mekanis Papan Menurut FAO (1996) Sifat Papan Satuan Nilai Standar Kerapatan g/cm Modulus Patah ( MOR ) g/cm Modulus Elastisitas ( MOE ) g/cm Ketangguhan tarik tegak lurut permukaan g/cm Daya serap Air ( % ) 6-40 Sumber : Pasaribu dan Purba 1986 : 16

50 30 Persyaratan sifat papan serat interior kerapatan sedang (MDF) menurut National Particleboard Assocition/NPA (1994) dalam Youngquist (1999 : 21) adalah di tunjukkan pada tabel berikut : Tabel 2.4. Persyaratan kekuatan (MDF) menurut NPA (1994) Kelas Produk Ketebalan ( mm ) MOR ( Mpa ) MOE ( Mpa ) Intemal bounding ( Mpa ) High Density 34,5 3, Medium 21 24,0 2,400 0, ,0 2,400 0,55 Low Density 14,0 1,400 0,33 Sumber : Youngquist 1999 :21 Klasifikasi papan serat berdasarkan proses pembuatannya adalah papan serat (partikel) yang dibuat dengan cara kering dan papan yang dibuat dengan cara basah. Pembuatan papan partikel dengan cara kering menggunakan udara untuk membantu terbentuknya ikatan antar serat, sedangkan pembuatan papan dengan cara basah menggunakan air untuk membantu terbentuknya ikatan antar serat. F. Kenyamanan Termal Kenyamanan termal dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi pikiran yang mengekspresikan kepuasan dengan lingkungan termal. Secara umum, dalam komunitas riset kenyamanan termal yang diterima adalah identik dengan 'kepuasan', dan kepuasan dikaitkan dengan sensasi panas, sedikit hangat, netral, dan 'Sedikit dingin'. Pemaknaan

51 31 berdasarkan pada pendekatan psikologis lebih banyak digunakan oleh para pakar pada bidang termal. ASHRAE (American Society of Heating Refrigating Air Conditioning Engineer) memberikan definisi kenyamanan termal sebagai kondisi pikiran yang mengekspresikan tingkat kepuasan seseorang terhadap lingkungan termalnya, berarti kenyamanan termal akan melibatkan tiga aspek yang meliputi fisik, fisiologis dan psikologis, sehingga pemaknaan kenyamanan termal berdasarkan pendekatan psikologis adalah pemaknaan yang paling lengkap (Nugroho, Ahmad, and Hiung 2006). Evaluasi kenyamanan termal dalam ruang biasanya dilakukan dengan survey langsung pada lokasi penelitian atau percobaan lapangan(harith 1997; Nugroho, Ahmad, and Hiung 2006; Santoso 2012; Zakaria, Ahmad, and Rahman 2011). Penelitian yang berkaitan dengan kenyamanan termal umumnya menggunakan variabel sebagai berikut: 1) Variabel personal meliputi variabel: Rate metabolisme yang diwujudkan dalam variabel aktivitas; dan Rate insulasi pakaian yangdiwujudkan dalam variabel cara berpakaian; 2) Variabel iklim ruang meliputi: Suhu udara; Suhu radiasi rata-rata; Kelembaban; Pergerakan udara atau kecepatan angin. Kenyamanan termal dan ventilasi alami dalam upaya menciptakan kenyamanan termal ruang bangunan. Kenyamanan termal di daerah beriklim tropis lembab untuk bangunan dengan menggunakan penghawaan alami atau ventilasi sulit untuk menjangkau standar kenyamanan

52 32 internasional ASHRAE 55-92, karena rata-rata suhu udara dan kelembaban relatif tinggi sehingga suhu netral tidak memenuhi zona kenyamanan yang disyaratkan yaitu antara 23 ºC sampai 26 ºC. Penelitian yang dilakukanoleh Wafi et al., (2011); Daghigh et al., (2009) dan Nugroho et al., (2007) menunjukkan bahwa di daerah beriklim tropis-lembab, suhu netral padaobjek beberapa jenis bangunan adalah antara 26.1ºC 29.8 ºC. Sulitnya mencapai suhu netral yang sesuai zona kenyamanan termal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karena disain yang menyebabkan radiasi sinar matahari cukup tinggi (Nugroho, Ahmad, and Ossen 2007), sirkulasi udara yang disebabkan kecepatan udara relatif kecil (Daghigh, Sopian, and Moshtagh 2009) dan tingginya kelembaban udara karena faktor iklim (tropis lembab). Sebagian besar penelitian yang dilakukan dalam bangunan dengan iklim tropis lembab persepsi kenyamanan yang dirasakan oleh penghuni menyatakan kurang dapat menerima kondisi udara dalam ruang yang disebabkan oleh faktor-faktor diatas. Berdasarkan Predicted Mean Vote (PMV) menunjukkan penghuni merasakan suhu udara netral sedikit hangat, namun penghuni melakukan tindakan adaptif dengan memberikan kontrol berupa pengaturan bukaan sistem ventilasi (Daghigh, Sopian, and Moshtagh 2009; Nugroho, Ahmad, and Ossen 2007), mempercepat gerakan udara dengan sistem mekanik (Longo, Melo, and Ghisi 2011), memberikan tirai pada bukaan-bukaan yang langsung menerima radiasi matahari (Raja et al. 2001). Bahkan, pada beberapa penelitian penghuni

53 33 melakukan kontrol dengan menyesuaikan pakaian dengan kondisi iklim (Feriadi and Wong 2004). Dengan kontrol ini penghuni memberikan toleransi menerima kondisi kenyamanan termal dalam ruang meskipun belum sepenuhnya memenuhi syarat zona kenyamanan termal ASHRAE 55 (Santoso 2012). G. Efesiensi Energi Dalam Ruang Bangunan Efisien energi dalam bangunan merupakan tuntutan yang paling utama saat ini, karena terbatasnya sumber alam saat ini, sehingga penghematan pemakaian energi perlu dilakukan. Pada saat yang lalu atau masih dianut oleh sebagian ahli bahwa efisien energi adalah: energi yang hanya berkaitan dengan panas dalam ruangan. Menurut sustainable architecture pada tahun hal tersebut belum memadai sehingga perlu ditambah lagi yakni efisien energi untuk proses produksi bahan bangunan atau juga dikenal dengan green product (Amatruda, 2012). Dalam bangunan terdapat dua energi yang penting yakni: energi untuk kenyaman dalam ruangan, yang disebut dengan operational energy ; dan energi untuk proses produksi bahan bangunan yang dipergunakan pada bangunan tersebut yang dikenal dengan material. kedua energi tersebut harus seimbang, tidak ada yang lebih menonjol diantara keduanya, sehingga perlu dilakukan optimasi dari keduanya. Bahan bangunan memegang peran dalam penghematan energi ini, karena bahan bangunan yang dipergunakan memiliki karakteristik dan

54 34 dapat mempengaruhi kedua energi tersebut. Karakteristik yang dimiliki pada bahan bangunan pada operational energy adalah: thermal properties, yaitu pada setiap bahan bangunan memiliki nilai yang berbeda sehingga pengaruh panas terhadap ruangan berbeda-beda pula. Demikian juga karakteristik bahan bangunan terhadap material masing-masing bahan bangunan berbeda pula. Noerwasito (2005) menyatakan thermal properties yang paling berpengaruh pada kondisi panas adalah: decrement factor dan admittance dimana keduanya juga ditentukan oleh thermal properties lainnya, yakni: konduktifitas (conductivity), spesifikasi panas (specific heat) dan kerapatan (density) dari bahan bangunan. Gambar 2.2 merupakan ilustrasi proses transfer panas yang ada di bangunan. Proses tersebut meliputi transfer panas konduksi dalam bahanbahan material melewati dinding, atap dan lantai; radiasi sinar matahari melewati kaca jendela; infiltrasi dari udara luar dan antar kamar di dalam rumah; pelepasan panas dan air dari penerangan, alat masak dan penghuni dalam rumah; serta pemanasan, pendinginan dan dehumidifikasi oleh HVAC dalam rumah. Gambar 2.2. Proses transfer panas di dalam bangunan Sumber : Noerwasito (2005)

55 35 Gambar 2.3. Proses transfer panas pada dinding bangunan Sumber : Noerwasito (2005) Transfer panas yang terjadi pada bagian yang tidak tembus cahaya seperti terlihat pada gambar 2.3. Dalam ruangan terjadi transfer secara konveksi dan radiasi antara dinding bagian dalam dan ruangan. Pada material dinding, terjadi transfer konduksi dalam bagian yang padat dan kombinasi antara radiasi, konduksi dan konveksi dalam bagian yang berisi udara. Sisi dalam material yang berisi udara juga merupakan gabungan antara radiasi, konveksi dan konduksi. Disisi luar dinding terjadi proses radiasi dan konveksi. Dengan demikian, transfer panas konduksi dipengaruhi oleh aliran panas karena kontak langsung, molekul yang bervibrasi, dominan pada benda padat. Oleh karenanya konduktansi adalah sifat bawaan dari bahan yang mencerminkan seberapa mudah panas dapat melalui bahan yang bersangkutan dan sebaliknya R-value

56 36 adalah mencerminkan seberapa bagus lapisan tersebut dapat menahan panas. Untuk kebanyakan kasus, perbedaan suhu konstan digunakan untuk mengukur perpindahan panas secara linear. Panas yang melewati material bangunan yang homogen dirumuskan dengan: q = (2-1) dengan T1 dan T2 adalah temperature di dua sisi bangunan, d adalah ketebalan bahan dan adalah konduktivitas termal bahan. Perhitungan heat transfer di dalam dan di luar dinding biasanya dilakukan dengan rumus sederhana berikut: q = dan q = (2-2) dengan Ri dan Re adalah internal dan ekternal tahanan permukaan (kombinasi dari efek transfer panas radiasi dan konveksi), Trs adalah temperatur udara kering di dalam dinding (kurang lebih merupakan rata-rata dari temperatur radiasi dan temperatur udara), dan Te adalah temperatur udara luar. Sebagai standar perhitungan tahanan permukaan dianggap tetap (fixed value), Re = 0.04 m2k/w dan Ri = 0.13 atau 0.16 m2k/w (tergantung pada situasi). Penggunaan nilai yang tetap ini jelas merupakan penyederhaan dari fenomena fisik yang riil. Konduktifitas suhu (termal conductivity) ( ) dan tentunya juga tahanan bervariasi tergantung pada tipe material, kerapatan dan rongga, konten

57 37 air/kelembaban, kombinasi udara dan material. Tabel 2.2 merupakan beberapa nilai dari bahan bangunan di Indonesia. Tabel 2.5. Konduktifitas termal bahan bangunan di Indonesia Nama Bahan Nilai Konduktivitas ( ) Beton 1250 Bata 1150 Kaca 1050 Kayu 1250 Fiberglass 1150 EPS 1050 Sumber : Noerwasito (2005) Parameter yang juga penting dalam bangunan adalah kapasitas termal. Hal ini mengindikasikan kemampuan material dalam menyimpan panas. Nilai ini diberikan dalam c (J/kgK) dan juga (kg/m3). Dalam hubungannya dengan spesifik kapasitansi maka nilai yang paling umum dari material bangunan adalah antara 1000 sampai dengan 2000 J/kgK. Konduktivitas termal tidaklah merupakan nilai yang tetap, tetapi berubah-ubah berdasarkan suhu. Gambar 2.4 memberikan gambaran perubahan nilai terhadap berubahnya suhu. Nilai dari bahan material bangunan harus bisa ditentukan dengan akurasi yang besar, misalnya nilai harus bisa diukur ketimbang nilai 0.025W/mK.

58 38 Gambar 2.4. Variasi dari Konduktivitas Termal polyurethane sebagai Fungsi Suhu Sumber : Noerwasito (2005) Hal lain yang berpengaruh pada karakteristik adalah: luasan dinding disamping faktot-faktor lainnya. Reaksi yang dimiliki oleh bahan bangunan terhadap aksi panas dari luar timbul akibat Thermal properties yang dimiliki oleh bahan bangunan. Karakteristik dari bahan bangunan tersebut yang dapat berpengaruh terhadap penurunan panas didalam ruangan, disisi lain disaian bangunan juga memegang peran juga terhadap turunnya panas dalam ruangan, dari kedua faktor tersebut yang mendukung turunnya panas dalam ruangan. Adapun Kurniasih (2009) membagi zona kenyamanan di indonesia menjadi : 1. Sejuk Nyaman : 22,5 0-22,8 0 C 2. Nyaman Optimal : C 3. Nyaman Hangat : ,1 0 C 4. Panas : 27,1 0 C

59 Tabel 2.6 Parameter termal bahan-bahan bangunan (Davies 2004) 39

60 40 H. Perpindahan Kalor Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material. Pada termodinamika telah kita ketahui bahwa energi yang pindah itu dinamakan kalor (heat). Ilmu perpindahan kalor tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari suatu benda ke benda lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Kenyataan di sini yang menjadi sasaran analisis ialah masalah laju perpindahan, inilah yang membedakan ilmu perpindahan kalor dari ilmu termodinamika. Termodinamika membahas sistem dalam keseimbangan, ilmu ini dapat digunakan untuk meramal energi yang diperlukan untuk mengubah sistem dari suatu keadaan seimbang ke keadaan seimbang lain, tetapi tidak dapat meramalkan kecepatan perpindahan itu. Hal ini disebabkan karena pada waktu proses perpindahan itu berlangsung, sistem tidak berada dalam keadaan seimbang. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika, yaitu dengan memberikan beberapa kaidah percobaan yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan perpindahan energi. Sebagaimana juga dalam ilmu termodinamika, kaidah-kaidah percobaan yang digunakan dalam masalah perpindahan kalor cukup sederhana, dan dapat dengan mudah dikembangkan sehingga mencakup berbagai ragam situasi praktis. (Holman,1997)

61 41 I. Perpindahan Kalor Konduksi Perpindahan kalor konduksi adalah perpindahan energi sebagai kalor melalui sebuah proses medium stasioner, seperti tembaga, air, atau udara. Di dalam benda-benda padat maka perpindahan tenaga timbul karena atom-atom pada temperatur yang lebih tinggi bergetar dengan lebih bergairah, sehingga atom-atom tersebut dapat memindahkan tenaga kepada atom-atom yang lebih lesu yang berada di dekatnya dengan kerja mikroskopik, yakni kalor. Di dalam logam-logam, elektron-elektron bebas juga membuat kontribusi kepada proses hantaran kalor. Di dalam sebuah cairan atau gas, molekul-molekul juga mudah bergerak, dan tenaga juga dihantar oleh tumbukan-tumbukan molekul. (Reynold dan Perkins, 1983) Gambar 2.5. Distribusi suhu untuk konduksi keadaan stedi melalui dinding datar. Perpindahan kalor konduksi satu dimensi melalui padatan diatur oleh hukum Fourier, yang dalam bentuk satu dimensi dapat dinyatakan sebagai, di mana q adalah laju perpindahan kalor dan T/ x merupakan gradient suhu

62 42 ke arah perpindahan kalor. Konstanta positif k disebut konduktivitas atau thermal conductivity benda itu, sedangkan tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala suhu. (Holman, 1997) di mana q adalah laju perpindahan kalor dan T/ x merupakan gradient suhu ke arah perpindahan kalor. Konstanta positif k disebut konduktivitas atau thermal conductivity benda itu, sedangkan tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala suhu. (Holman, 1997) Gambar 2.6. Sketsa yang melukiskan perjanjian tentang tanda untuk aliran panas konduksi Persamaan (1) merupakan persamaan dasar tentang konduktivitas termal. Berdasarkan rumusan itu maka dapatlah dilaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk menentukan konduktivitas termal berbagai bahan. Untuk gas-gas pada suhu agak rendah, pengolahan analitis teori kinetik gas dapat dipergunakan untuk meramalkan secara teliti nilai-nilai yang diamati dalam

63 43 percobaan. Mekanisme konduksi termal pada gas cukup sederhana. Energi kinetic molekul dutunjukkan oleh suhunya, jadi pada bagian bersuhu tinggi molekul-molekul mempunyai kecepatan yang lebih tinggi daripada yang berada pada bagian bersuhu rendah. Molekul-molekul itu selalu berada dalam gerakan rambang atau acak, saling bertumbukkan satu sama lain, di mana terjadi pertukaran energi dan momentum. Jika suatu molekul bergerak dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah, maka molekul itu mengangkut energi kinetik ke bagian sistem yang suhunya lebih rendah, dan di sini menyerahkan energinya pada waktu bertumbukkan dengan molekul yang energinya lebih rendah. Nilai konduktivitas termal itu menunjukkan berapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu. Energi termal dihantarkan dalam zat padat menurut salah satu dari dua modus, melalui getaran kisi (lattice vibration) atau dengan angkutan melalui elektron bebas. Dalam konduktor listrik yang baik, dimana terdapat elektron bebas yang bergerak di dalam struktur kisi bahan-bahan, maka elektron, di samping dapat mengangkut muatan listrik, dapat pula membawa energi termal dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah, sebagaimana halnya dalam gas. Energi dapat pula berpindah sebagai energi getaran dalam struktur kisi bahan. Namun, pada umumnya perpindahan energi melalui getaran ini tidaklah sebanyak dengan cara angkutan elektron. Karena itu penghantar listrik yang baik selalu merupakan penghantar kalor yang baik pula, seperti

64 44 halnya tembaga, aluminium dan perak. Sebaliknya isolator listrik yang baik merupakan isolator kalor. (Holman, 1997) Nilai kondukitivitas thermal suatu bahan menunjukkan laju perpindahan panas yang mengalir dalam suatu bahan. Konduktivitas thermal kebanyakan bahan merupakan fungsi suhu, dan bertambah sedikit kalau suhu naik, akan tetapi variasinya kecil dan sering kali diabaikan. Jika nilai konduktivitas thermal suatu bahan makin besar, maka makin besar juga panas yang mengalir melalui benda tersebut. Karena itu, bahan yang harga k-nya besar adalah penghantar panas yang baik, sedangkan bila k- nya kecil bahan itu kurang menghantar atau merupakan isolator. Tabel 2.7 Nilai Konduktivitas Bahan (Holman, 1997) Bahan Logam k (W/m.C) Bahan Non Logam k (W/m.C) Perak 410 Kuarsa 41,6 Tembaga 385 Magnesit 4,15 Aluminium 202 Marmar 2,08-2,94 Nikel 93 Batu pasir 1,83 Besi 73 Kaca jendela 0,78 Baja karbon 43 Kayu 0,8 Timbal 35 Serbuk gergaji 0,59 Baja krom-nikel 16 Wol Kaca 0,38 Emas 314 Karet 0,2 Perak 410 Polystyrene 0,157 Tembaga 385 Polyethylene 0,33 Polypropylene 0,16 Polyvinyl Chlorida 0,09 Kertas 0,166 Zat cair Gas Air raks 8,21 Hidrogen 0,175 Air raks 0,556 Helium 0,141 Amonia 0,540 Udara 0,024 Minyak lumas SAE 50 0,147 Uap Air ( jenuh ) 0,0206 Freon 12 0,073 Karbondioksida 0,0146

65 45 J. Perpindahan Kalor Radiasi Perpindahan kalor radiasi adalah perpindahan energi oleh penjalaran (rambatan) foton yang tak terorganisir. Setiap benda yang terus memancarkan foton-foton secara serampangan di dalam arah dan waktu, dan tenaga netto yang dipindahkan oleh foton-foton ini diperhitungkan sebagai kalor. Bila foton-foton ini berada di dalam jangkauan panjang gelombang 0,38 sampai 0,76 μm, maka foton-foton tersebut mempengaruhi mata kita sebagai sinar cahaya yang tampak (dapat dilihat). Bertentangan dengan itu, maka setiap tenaga foton yang terorganisir, seperti transmissi radio, dapat diidentifikasikan secara mikroskopik dan tak dipandang sebagai kalor. (Reynold dan Perkins, 1983) Pembahasan termodinamika menunjukkan bahwa radiator (penyinar) ideal, atau benda hitam (blackbody), memancarkan energi dengan laju yang sebanding dengan pangkat empat suhu absolut benda itu dan berbanding langsung dengan luas permukaan. Di mana σ adalah konstanta Stefan-Boltzmann dengan nilai 5,669 X 10-8 W/m 2.K 4 Persamaan (2) disebut hukum Stefan-Boltzmann tentang radiasi termal, dan berlaku hanya untuk radiasi benda hitam. (Reynold dan Perkins, 1983)

66 46 K. Perpindahan Kalor Konveksi Bila sebuah fluida lewat di atas sebuah permukaan padat panas, maka energi dipindahkan kepada fluida dari dinding oleh hantaran panas. Energi ini kemudian diangkut atau dikonveksikan (convected), ke hilir oleh fluida, dan didifusikan melalui fluida oleh hantaran di dalam fluida tersebut. Jenis proses perpindahan energi ini dinamakan perpindahan panas konveksi (convection heat transfer). (Incropera et al, 1990 ) Jika proses aliran fluida tersebut diinduksikan oleh sebuah pompa atau sistem pengedar (circulating system) yang lain, maka digunakan istilah konveksi yang dipaksakan (forced convection). Bertentangan dengan itu, jika aliran fluida timbul karena gaya apung fluida yang disebabkan oleh pemanasan, maka proses tersebut dinamakan konveksi bebas (free) atau konveksi alami (natural). Persamaan dasar untuk menghitung laju perpindahan panas konveksi yaitu: Dimana : q = Laju perpindahan panas (W) h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/ m 2. 0 C) A = Luas permukaan ( m 2 ) ΔT = Perbedaan temperatur ( 0 C) Banyak parameter yang mempengaruhi perpindahan kalor konveksi di dalam sebuah geometri khusus. Parameter-parameter ini termasuk luas permukaan (A),

67 47 konduktivitas termal fluida (k), biasanya kecepatan fluida (V), kerapatan (ρ), viskositas ( µ ) panas jenis (Cp), dan kadang-kadang faktor lain yang berhubungan dengan cara-cara pemanasan (temperatur dinding seragam atau temperatur dinding berubah-ubah). Fluks kalor dari permukaan padat akan bergantung juga pada temperatur permukaan (Ts) dan temperatur fluida (Tf), tetapi biasanya dianggap bahwa (ΔT = Ts Tf) yang penting. Akan tetapi, jika sifat-sifat fluida berubah dengan nyata pada daerah pengkonveksi (convection region), maka temperatur-temperatur absolute Ts dan Tf dapat juga merupakan faktor-faktor penting didalam korelasi. Jelaslah bahwa dengan sedemikian banyak variable-variabel penting,maka korelasi spesifik akan sulit dipakai, dan sebagai konsekuensinya maka korelasi-korelasi biasanya disajikan dalam pengelompokkan-pengelompokkan tak berdimensi (dimensionless groupings) yang mengizinkan representasi-representasi yang jauh lebih sederhana. Juga faktor-faktor dengan pengaruh yang kurang penting, seperti variasi sifat fluida dan distribusi temperatur dinding, seringkali diabaikan untuk menyederhanakan korelasi-korelasi tersebut. (Incropera et al, 1990) a. Konveksi alamiah (Natural Convection) Konveksi alamiah (natural convection) atau konveksi bebas (free convection), terjadi karena fluida yang karena proses pemanasan berubah densitasnya (kerapatannya) dan bergerak naik. Radiator panas yang digunakan untuk memanaskan ruang merupakan suatu contoh piranti praktis yang memindahkan kalor

68 48 dengan konveksi bebas. Gerakan fluida dalam konveksi bebas, baik fluida itu gas maupun zat cair terjadi karena gaya apung (bouyancy force) yang dialaminya apabila densitas fluida di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat proses pemanasan. Gaya apung itu tidak akan terjadi apabila fluida itu tidak mengalami sesuatu gaya dari luar seperti gravitasi (gaya berat), walaupun gravitasi bukanlah satu-satunya medan gaya luar yang dapat menghasilkan arus konveksi bebas. Fluida yang terkurung dalam mesin rotasi mengalami medan gaya sentrifugal, dan karena itu mengalami arus konveksi bebas bila salah satu atau beberapa permukaannya yang dalam kontak dengan fluida itu dipanaskan. (Holman, 1997) Gambar 2.7. Aliran konveksi bebas di atas plat rata vertical b. Konveksi Paksa (Force Convection) Konveksi paksa adalah perpindahan panas yang mana dialirannya tersebut berasal dari luar, seperti dari blower atau kran dan pompa.

69 49 Konveksi paksa dalam pipa merupakan persolaan perpindahan konveksi untuk aliran dalam atau yang disebut dengan internal flow. Adapun aliran yang terjadi dalam pipa adalah fluida yang dibatasi oleh suatu permukaan. Sehingga lapisan batas tidak dapat berkembang secara bebas seperti halnya pada aliran luar. Sebagai gambaran adalah fenomena perpindahan panas aliran di dalam pipa yang dinyatakan sebagai: Gambar 2.8. Perpindahan kalor dinyatakan dengan perpindahan suhu limbak c. Heat Exchanger Heat Exchanger merupakan peralatan yang digunakan untuk perpindahan panas antara dua atau lebih fluida. Banyak jenis Heat Exchanger yang dibuat dan digunakan dalam pusat pembangkit tenaga, unit pendingin, unit produksi udara, proses di industri, sistem turbin gas, dan lain lain. Dalam heat exchanger tidak terjadi pencampuran seperti dalam halnya suatu mixing chamber. Dalam radiator mobil misalnya, panas berpindah dari air yang panas yang mengalir dalam pipa radiator ke udara yang mengalir dengan bantuan fan.

70 50 Suatu heat exchanger terdiri dari elemen penukar kalor yang disebut sebagai inti atau matrix yang berisikan di dinding penukar panas, dan elemen distribusi fluida seperti tangki, nozzle masukan, nozzle keluaran, pipa-pipa, dan lain-lain. Biasanya, tidak ada pergerakan pada bagian-bagian dalam heat exchanger. Namun, ada perkecualian untuk regenerator rotary dimana matriksnya digerakan berputar dengan kecepatan yang dirancang. Dinding permukaan heat exchanger adalah bagian yang bersinggungan langsung dengan fluida yang mentransfer panasnya secara konduksi. (Incropera et al, 1990) Hampir disemua heat exchanger, perpindahan panas didominasi oleh konveksi dan konduksi dari fluida panas ke fluida dingin, dimana keduanya dipisahkan oleh dinding. Perpindahan panas secara konveksi sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri heat exchanger dan tiga bilangan tak berdimensi, yaitu bilangan Reynold, bilangan Nusselt dan bilangan Prandtl fluida. Besar konveksi yang terjadi dalam suatu double-pipe heat exchanger akan berbeda dengan cros-flow heat exchanger atau compact heat exchanger atau plate heat exchanger untuk berbeda temperatur yang sama. Sedang besar ketiga bilangan tak berdimensi tersebut tergantung pada kecepatan aliran serta property fluida yang meliputi massa jenis, viskositas absolut, panas jenis dan konduktivitas panas. (Incropera et al, 1990)

71 51 Alat penukar kalor (Heat Exchanger) secara tipikal diklasifikasikan berdasarkan susunan aliran (flow arrangement) dan tipe konstruksi. Penukar kalor yang paling sederhana adalah satu penukar kalor yang mana fluida panas dan dingin bergerak atau mengalir pada arah yang sama atau berlawanan dalam sebuah pipa berbentuk bundar (atau pipa rangkap dua). Pada susunan aliran sejajar (parallel-flow arrangement) yang ditunjukkan gambar 5 (a) fluida panas dan dingin masuk pada ujung yang sama, mengalir dalam arah yang sama dan keluar pada ujung yang sama. Pada susunan aliran berlawanan (counter flow arrangement) yang ditunjukkan gambar 5 (b) kedua fluida tersebut pada ujung yang berlawanan, mengalir dalam arah yang berlawanan, dan keluar pada ujung yang berlawanan. (Incropera, 2007) Gambar 2.9 Penukar kalor pipa konsentris (a) parallel flow (b) counterflow Gambar 2.10 Penukar kalor aliran melintang (a) bersirip dengan kedua fluidanya tidak campur (b) tidak bersirip dengan satu fluida campur dan satu fluida lagi tidak campur. Sumber : Incropera, 2007

72 52 Sebagai alternatif, fluida panas dan dingin bergerak dalam arah melintang (tegak lurus satu dengan yang lain), seperti yang ditunjukkan oleh alat penukar kalor berbentuk pipa besirip dan tidak bersirip pada gambar 6. Kedua konfigurasi ini secara tipikal dibedakan oleh sebuah perlakuan terhadap fluida di luar pipa sebagai fluida campur atau fluida tak campur. Gambar 6 (a), fluida disebut fluida tak campur karena sirip-sirip menghalangi gerakan fluida dalam satu arah y gerak tersebut melintang ke arah aliran utama x. (Incropera, 2007) L. Dinding Bangunan Dinding adalah salah satu elemen bangunan yang memisahkan/membentuk ruang, di tinjau dari segi struktur dan konstruksi, dinding memiliki dua fungsi yaitu; 1) Dinding pengisi, yaitu dinding yang tidak menahan beban, 2) Dinding struktur (Bearing wall), yaitu dinding penahan beban. Dinding pengisi dapat di buat dari beton, batu bata atau kayu. Dinding tersebut tidak berat agar gaya inersial yang timbul kecil, dapat menahan gaya dan memiliki bukaan yang sangat sedikit sehingga memiliki ketahanan geser lebih besar. Dalam penelitian Nasution dan Nugroho 2005, mengenai pengaruh Jenis Dinding pengisi pada perencanaan struktur bangunan tinggi,

73 53 menyimpulkan bahwa penggunaan dinding ringan pada struktur bangunan 25 lantai sampai dengan 50 lantai telah menghemat berat tulangan baja total % - 25,21 % pada struktur beton, sedangkan untuk struktur baja terjadi penghematan berat pada profil baja sebesar 11,7 % - 25,4 %, sedangkan dalam pengujian lain dilakukan oleh Tambunan(2005), terhadap dinding batu bata merah, batako, dengan tulangan horisontal dapat menahan gaya leteral berturut turut sebesar N, N dan N retak signifikan pertama. M. Material Kayu Lapis Kayu lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun bersilangan tegak lurus lembaran venir yang diikat dengan perekat, minimal tiga lapis (BSN 1992). Pemasangan venir dengan arah saling tegak lurus dimaksudkan untuk mendapatkan kekuatan mekanis yang lebih tinggi, penyusutan lebih kecil sehingga menjadikan produk tersebut memiliki stabilitas dimensi yang tinggi. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No kayu lapis Indonesia terdiri atas kayu lapis penggunaan umum, kayu lapis struktural, dan kayu lapis bermuka film. Kayu lapis penggunaan umum atau kayu lapis yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan tanpa diproses lebih lanjut, kayu lapis tersebut dikelompokkan ke dalam kelas mutu (A, B, C, dan D), menurut penampilan, kandungan cacat dari venir muka atau

74 54 belakang (venir luar) dan menurut ukurannya. Toleransi ukuran, kesikuan dan kadar air merupakan prasyarat dalam pengujian kayu lapis. Tipe kayu lapis struktural dapat dibedakan berdasarkan kekuatan ikatan perekat, kayu lapis diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu : 1. Tipe Eksterior I adalah kayu lapis yang dalam penggunaannya tahan terhadap cuaca dalam waktu relatif lama. 2. Tipe Eksterior II adalah kayu lapis yang dalam penggunaannya hanya tahan terhadap cuaca dalam waktu relatif singkat. 3. Tipe Interior I adalah kayu lapis yang dalam penggunaannya hanya tahan terhadap kelembaban udara tinggi. 4. Tipe Interior II adalah kayu lapis yang dalam penggunaannya hanya tahan terhadap kelembaban udara rendah. Kayu lapis struktural menurut SNI No diklasifikasikan menjadi dua tipe berdasarkan pada ketentuan ikatan perekatannya, yaitu struktural I dan struktural II. Menurut mutu penampilannya kayu lapis struktural dibagi menjadi tiga kelas mutu yaitu CC, CD, dan DD. Sedangkan berdasarkan kekuatannya kayu lapis dikelompokkan menjadi 12 kelas yaitu : TS 7; TS 10 ; TS 12 ; TS 15 ; TS 17 ; TS,20 ; TS 22 ; TS 25 ; TS 27 ; TS 30 ; TS 32 ; dan TS 35. N. Perekat dan Perekatan Houwink dan Salomon (1965) mendefinisikan perekat sebagai suatu bahan yang mempunyai kemampuan untuk menggabungkan material

75 55 melalui sentuhan permukaan. Perekat digolongkan menjadi tiga golongan besar berdasarkan pada asal bahannya, yaitu : 1. Perekat nabati, yaitu perekat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti perekat kedelai, perekat tanin, perekat tapioka, dan lainnya 2. Perekat hewani, yaitu perekat yang berasal dari bagian hewan seperti kulit, tulang, darah, kasein, dan lainnya 3. Perekat sintetis, yaitu perekat yang terbuat dari bahan anorganik, dimana jenis perekat ini dibagi menjadi tiga menjadi : a. Perekat thermoplastik, yaitu perekat yang mengeras dalam keadaan dingin dan akan melunak bila dipanaskan seperti polivinil asetat, neoprane, dan alifatik resin. b. Perekat thermoseting, yaitu perekat yang mengeras bila dipanaskan dan akan tetap keras bila didinginkan serta reaksinya tidak dapat balik seperti urea formaldehida (UF), melamin formaldehida (MF), phenol formaldehida (PF), dan resorsinol formaldehida (RF) c. Perekat yang terdiri dari dua polimer yang merupakan gabungan dari perekat thermoseting dan perekat thermoplastik seperti nilon. Proses bersatunya bahan yang direkatkan disebut proses perekatan. Menurut Panshin et al., (1964) proses perekatan meliputi dua tipe : 1. Perekatan mekanis (mechnical adhesion), yaitu perekatan yang terjadi ketika perekat yang masih cair masuk ke dalam permukaan yang berpori, kemudian mengeras membentuk ikatan yang kuat.

76 56 2. Perekatan spesifik (spesific adhesion), terbentuk karena adanya gaya tarikmenarik antara molekul atau atom perekat dengan molekul atau atom yang berada di permukaan kayu. Untuk terjadinya perekatan tidak diperlukan penembusan perekat ke dalam kayu, ini yang memungkinkan terjadinya proses perekatan antara benda yang tidak berpori. Proses terjadinya perekatan antara kayu dengan perekat serta gaya yang bekerja selama proses perekatan berjalan dapat digambarkan sebagai lima buah rantai yang berlekatan membentuk deretan yang berakhir pada adheren dalam membentuk (A. J. Panshin, Zeeuw, and Brown 1949). Gambar 2.11 Lima rantai pembentuk ikatan dalam proses perekatan (A. J. Panshin, Zeeuw, and Brown 1949). 1. Rantai pertama mewakili garis rekat antara molekul perekat, ikatan yang terjadi bersifat kohesi. 2. Rantai kedua dan ketiga mewakili ikatan yang terjadi antara perekat dengan permukaan kayu, ikatan yang terjadi bersifat adhesi.

77 57 3. Rantai keempat dan kelima mewakili ikatan kohesi antara molekul kayu atauadheren. Ikatan yang terjadi sebagian besar tergantung pada sifat kayu yang direkat, terutama sekali pada kekuatan permukaan dimana perekat melekat. O. Perekat Epoxy Perekat epoxy merupakan produk sintesis thermoseting dari reaksi resin poliepoxy dengan zatcuring (pengeras) asam atau basa (Gunawan, 1999). Epoxy dapat diperoleh dalam bentuk sistem satu atau dua komponen meliputi resin zat cair bebas pelarut, larutan, pasta resincair, bubuk, pallet, dan pasta. Sistem dua komponen terdiri atas resin zat curing dengan poliepoxy yang dicampur saat akan digunakan. Sistem ini juga mengandung plastik, pengencer reaktif, filler, pigmen, dan zat resin lainnya. Cara seting polimerisasi dengan kondisi pemrosesan tergantung pada zat curing yang dipakai. Sistem dua bagian tersebut dicampur dan segera dipakai. Curing pada suhu kamar (sehari) atau dengan pemanasan 60 o C selama 3 jam, atau 20 menit pada suhu 100 o C. Suhu-suhu tersebut tergantung jenis curingnya, jenis-jenis curing bagi bagi epoxy antara lain amina alifatik (TETA, TEPA, DETA, DMP 30), alumina aromatik (Ftalat, PMDA, HET), tergantung sistem, formulasi dan kondisi curing yang diinginkan.

78 58 Perekat epoxy tidak berubah kekuatannya meskipun telah bertahuntahun dan tahan minyak, gemuk, BBM, alkali, pelarut aromatik, asam, alkohol, juga panas atau cuaca dingin. Ada juga formulasi tidak tahan suhu dingin atau beku. Pemakaian perekat epoxy amat luas terutama padabahan-bahan logam, gelas, keramik, kayu, beton, plastik thermoset (poliester, fenolik). Jenis perekat epoxy yang dimodifikasi antara lain epoxynilon, epoxypolyamida, epoxy-polisulfida, dan epoxy-poliuretan. Kelebihan perekat epoxy adalah mudah dikerjakan, praktis, efisiensi yang tinggi dalam kekuatan, tahan air, kontak antara perekat dan adheren yang baik serta daya rekatnya permanen. Perekat epoxy berbentuk cair dan merupakan sistem dua komponen yang terdiri atas resin dan pengeras (hardener) yang dicampur saat akan digunakan dengan rasio masingmasing 50%. Waktu simpannya tiga bulan sampai satu tahun. Berat labur yang dipakai adalah 175 gr/m2 (Hindrawan 2005). Pencampuran resin epoxy MR yang bersifat thermosetting, karna tahan minyak, gemuk, BBM, alkali, pelarut aromatik, asam, alkohol, juga panas atau cuaca dingin. Pada tabel 3.4 merupakan spesifikasi resin epoxy yang akan digunakan pada penelitian ini.

79 59 Tabel 2.8 Spesifikasi resin epoxy (Surdia and Saito 1999) Sifat-sifat Satuan Nilai Tipikal Massa Jenis Gram/cm³ 1,17 Penyerapan air (suhu ruang) C 0,2 Kekuatan tarik Kgf/mm² 5,95 Kekuatan tekan Kgf/mm² 14 Kekuatan lentur Kgf/mm² 12 Temperatur pencetakan C 90 Sumber : Surdia and Saito 1999 P. Penelitian Terdahulu (State of The Art) Sejak dahulu nenek moyang Bangsa Indonesia sudah membangun dengan menggunakan material ramah lingkungan. Indonesia yang beriklim tropis memiliki suhu dan kelembaban udara yang relatif tinggi. Keadaan ini merupakan penyebab utama situasi tidak nyaman secara termal bagi manusia. Namun begitu, masyarakat berhasil menghadapi tantangan iklim tersebut dari waktu ke waktu dengan memanfaatkan material ekologis yang mampu beradaptasi pada lingkungan sekitarnya. Pemanfaatan material tersebut diantaranya adalah penggunaan bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali seperti kayu, bambu, rotan, rumbia, alang-alang, serabut kelapa, kulit kayu dan lain sebagainya. Penelitian-penelitian tentang material bangunan ramah lingkungan dewasa ini sangat berkembang. Ada beberapa pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan material bangunan ramah lingkungan, yaitu

80 60 efisiensi sumber daya, kualitas udara dalam ruangan, efisiensi energi, konservasi air, dan keterjangkauan. Aspek-aspek tersebut ternyata terdapat dalam bahan rumah tradisional yang merupakan kearifan lokal dari suatu daerah (Fakriah, et al. 2015). Rumah tradisional mereduksi kerusakan lingkungan. Dengan tidak adanya beton dan logam, maka rumah ini tidak menggunakan bahan-bahan tambang (Gosal 2012). Contohnya seperti rumah tradisional Minahasa. Material utama rumah tradisional Minahasa adalah kayu. Kayu adalah satusatunya renewable material sehingga ini merupakan faktor utama mengapa rumah tradisional disebut memenuhi kriteria bangunan hijau. Selain itu, rumah tradisional sangat efisien dalam penggunaan energi karena semua material utama diperoleh secara lokal sehingga embodied energi relatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan rumah beton maupun metal. Pemanfaatan air dalam proses pembangunan nyaris tidak ada. Rumah tradisional yang moduler dan standar dimana ukuran-ukuran kayu serta jenis konstruksi bangunan yang sama, konstruksi sambungan kayu yang sama cenderung memberi efek efisiensi karena dalam pengaturan material semuanya dapat diprediksi dan terukur. Contoh lain dari rumah tradisional dengan memanfaatkan material ramah lingkungan adalah Rumoh Aceh (Fakriah, 2015), Sasadu di Jailolo (Poedjowibowo, et al, 2011), rumah Minahasa (Gosal, 2012), rumah Banjar (Muchamad, et al, 2011), rumah suku Bajo, dan rumah tradisional Honai di Papua (Fauziah, 2014). Kesemua rumah tradisional tersebut menggunakan

81 61 batang, dan daun dari tanaman palem-paleman atau lebih tepatnya adalah tanaman rumbia. Hal ini dikarenakan sebagai bagian dari famili tanaman palm, daun dan tangkai tanaman rumbia yang sudah kering memiliki daya serap termal yang cukup baik (Agoudjil et al. 2011). Namun, daun maupun tangkai tanaman rumbia yang digunakan sebagai material bangunan adalah daun dan tangkai yang sudah dikeringkan sehingga sangat mudah terbakar namun memiliki bobot yang cukup ringan (Cecep et al. 2011). Selain itu, penggunaan tangkai tanaman rumbia sebagai dinding pada bangunan tradisional masih sangat sederhana, yaitu hanya dengan cara diikat (Arifin, 2010). Q. Kebaruan (Novelty) Kebaruan (novelty) dalam penelitian merupakan unsur kebaruan atau temuan dari penelitian. Untuk mengetahui kebaruan tersebut dilakukan pengkajian/telaah terhadap penelitian penelitian terdahulu sejenis yang terkait. Penelitian terdahulu sejenis/terkait merupakan salah satu acuan dan referensi peneliti yang memudahkan untuk mengkaji hal-hal yang menjadi kebaruan (novelty) / menyempurnaan, melanjutkan penelitian atau mengembangkan hasil penelitian tersebut. Bagian penelitian yang memeliki relevansi dengan topik yang sedang diteliti, yaitu pemodelan tangkai daun rumbia (gaba-gaba) sebagai material dinding dan kemampuan konduktivitas termalnya, peneliti

82 62 mengambilnya sebagai referensi dalam memperkaya kebutuhan kajian penelitian. Pada tabel 2.1 dibawah ini secara rinci disajikan beberapa penelitian terdahulu berupa jurnal ilmiah, prosiding, artikel ilmiah atau karya ilmiah terkait dengan penelitian yang dilakukan saat ini.

83 63 Tabel 2.8 Penelitian terdahulu yang terkait No Judul / Objek Penulis 1 Properties of Sago Particleboards Resinated With UF And PF Resin 2 Mechanical Properties of Sago/Urea Formaldehyde Particleboard Affected by the Weight Fraction of Sago 3 Water Absorption and Thickness Swelling Behavior of Sago Particles Urea Formaldehyde Particleboard 4 Pengujian Sifat Fisik Dan Sifat Mekanik Papan Semen Partikel Pelepah Aren (Arenga Pinnata) 5 Renewable materials to reduce building heat loss: Characterization of date palm wood Lanjutan halaman 9... Tay Chen Chianga, Sinin Hamdan, Mohd Shahril B.Osman, 2016 (Tay Chen Chiang, Sinin Hamdan, Mohd Shahril.Osman, 2015) (Tay Chen Chiang, Mohd Shahril Osman, Sinin Hamdan, 2014 (Andriyansyah Mahfudin Saputra, 2014) (Boudjema Agoudjila, Adel Benchabane, Abderrahim Boudenne, Laurent Ibos, Magali Fois, 2011) Lokasi Penelitian In Sarawak Malaysia In Sarawak Malaysia In Sarawak Malaysia Metode yang digunakan Experimental ASTM A 370 JIS a 5908 The fabrication and testing method are based on JIS A 5908 standard method are based on Japanese Industrial Standard A 5908 standard. Hasil Peneitian Tebal 2.00 mm Elastisitas ,50 kgf/cm 2 Kuat Tarik 47 kg/cm 2 pengembangan tebal 7.35%. Particleboards with 1.18mm with 90wt% and 85wt% met the M-2, 1.18mm with 80wt% met M-0,M-1&M-S, 2mm with 90wt%, 85wt% and 80wt% met the M-0, M-1 & M- S The combination of sago particles with UF panels can be utilized for general indoor application purposes such as furniture manufacturing. The result showed that sago can be an alternative raw material in the manufacture of particleboards. Indonesia SNI Nilai rata-rata kadar air terendah (10,13 %), nilai ratarata kerapatan tertinggi 0,89 gr/cm3, nilai pengembangan tebal terendah 1,83 % 2. nilai rata-rata keteguhan lentur kering tertinggi 24,03 kgf/cm2 3. Nilai rata-rata keteguhan tarik tegak lurus permukaan tertinggi 6,13 kgf/cm2 4. Nilai rata-rata keteguhan cabut sekrup tertinggi 74,93 kg Algeria. a periodic method: experimental investigation The mean value of the thermal conductivity of all date palm samples studied in this work was k = 0.083Wm 1 K 1 at atmospheric pressure. This value is close to the thermal conductivity range of many insulating materials such as wood-fiber insulation boards, used for thermal and sound insulation in roofs, walls and floors. Likewise, the k value is close to or lower than the thermal conductivity of many natural insulating materials like: Sisal (k = 0.070Wm 1 K 1 [29]), cork (k = 0.039Wm 1 K 1 [30]), hemp (k = 0.115Wm 1 K 1 [27]) and banana (k = 0.117Wm 1 K 1 [31])

84 64 No Judul / Objek Penulis Lokasi Penelitian Unsaturated polyester composites reinforced with fiber and powder of peach palm: Mechanical characterization and water absorption profile Analisis Teknis dan Ekonomis Ketebalan Bilah Laminasi Bambu Sebagai Material Lambung Kapal Pengaruh Kepadatan dan Ketebalan Terhadap Sifat Isolator Panas Papan Partikel Sekam Padi Kaji Eksprimental Konduktivitas Termal Isolator Dari Serbuk Batang Kelapa Sawit Pengaruh kepadatan papan partikel Dari tiga jenis serbuk kayu terhadap Nilai konduktivitas panasnya Sifat Fisik Dan Mekanik Papan Laminasi Silang Kayu Mindi (Melia Azedarach Linn) Menggunakan Perekat Isosianat Lanjutan halaman... (M.A. de Farias, M.Z. Farina, A.P.T. Pezzin, D.A.K. Silva, 2009) Andika Prabowo, Heri Supomo Hary Wibowo, Toto Rusianto, dan Manarul Ikhsan M. Ali, Rakhmat Kurniawan I GustiGde Badrawada, Agung Susilo SYAHRUL RACHMAD Indonesia Indonesi Indonesia Metode yang digunakan Experiment accordance with ASTM D256-06, ASTM D and ASTM D570/98. Experimental SNI untuk uji tarik dan SNI M Experimental ASTM C Indonesia Jurnal Desiminasi Teknologi, Volume 1, Nomor 1, Januari 2013, Hal Indonesia, ASTM, 1994b Jurnal Teknologi ISSN Vol 2 desember 2009 Indonesi ASTM D , JPIC 2003 Hasil The results of the Izod impact strength test showed that composite W5 obtained 157% increase in comparison with polyester resin. Konfigurasi bilah yang digunakan dalam proses laminasi 5 mm, 8 mm, dan 10 mm. Nilai kuat tarik tertinggi bilah 5 mm sebesar 135,87 MPa dengan selisih terhadap kuat tarik terendah hanya 1,72 MPa. Kuat tekan tertinggi bilah 10 mm dengan nilai 52,56 MPa. ketebalan 1 cm dan kepadatan 6-1 & 5-1, nilai konduktivitas termalnya kecil ( W/m. 0C), pada tebal 2 cm, kepadatan 12-2 nilai konduktivitas termalnya besar (0.238 W/m. 0C) sehingga papan partikel dengan tebal 1 cm dan pada kepadatan 6-1 baik digunakan sebagai bahan isolator panas. ASTM, 1994b konduktivitas termal rata-rata 0, watts/m 0 C. Hasil Nila konduktivitas papan partikel kayu jati dengan ketebalan 1.5 cm = , kayu mahoni tebal 1 cm = nilai k adalah 0.76, tebal 1.5 cm nilai k = , dan kayu glugu tebal 1.5 cm nilai k = 0,93 0,95 sedangkan tebal 2 cm nilai k = 1.7 Nilai rata-rata dari kerapatan, kadar air, pengembangan volume, susut volume, delaminasi air dingin, dan delaminasi air panas dari papan laminasi silang ini masingmasing sebesar 0.34 g/cm3, 15.44%, 5.00%, 4.29%, 9.29%, 31.98%. Nilai rata-rata dari MOE, MOR, keteguhan tekan, dan keteguhan geser rekat masing-masing sebesar kg/cm2, 217 kg/cm2, 133 kg/cm2, kg/cm2.

85 65 No Judul / Objek Penulis Lokasi Penelitian Pengaruh Susunan Lamina Kayu Karet Tua Terhadap Sifat Kekuatan Balok Silang-I Laminasi Pengukuran Konduktivitas Termal Bata Merah Pejal Studi anding Konduktifitas panas antara Gabus Styrofoam) dengan Sekam Padi Analisis Kualitas Perekatan Kayu Laminasi Mangium dengan Perekat Polistirena Kuat Tekan dan Angka Poisson Bambu Petung Laminasi Lanjutan halaman... Han Roliadi & Nurwati Hadjib Indonesia Jurnal PUSLITBANK April 2010 Halauddin Jurnal Gradien Vol. 2 No. 2 Juli 2006 : Tito Suciptoa*, Surdiding Ruhendib Nor Intang Setyo H., Iman Satyarno, Djoko Sulistyo dan T.A. Prayitno FORESTA Indonesian Journal of Forestry I (1) 2012: ISSN: Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, Oktober 2013 Metode yang digunakan ASTM D 3737 ASTM, 1994 Hasil Hasil perakitan menunjukkan kekuatan balok silang-i laminasi dengan profil rekatan horisontal antar lamina dibagian tubuh (keteguhan lengkung pada batas roporsi Pengaruh susunan lamina kayu karet tua terhadap sifat kekuatan balok silang I laminasi 2 = kg/cm2, MOR = kg/cm2, MOE = kg/cm2, dan keteguhan geser horisontal = kg/cm2) lebih rendah dari pada sifat balok kayu karet utuh Batu merah pejal yang mempunyai harga konduktivitas termal yang paling tinggi adalah batu merah yang berasal dari daerah Nakau dengan k = 0,380 (J s-1 m-1 K-1), sedangkan batu merah pejal yang mempunyai harga konduktivitas termal yang paling rendah adalah batu merah yang berasal dari daerah Pekik Nyaring dengan konduktivitas termal k = 0,150 (J s-1 m-1 K-1). ASTM, 1994b papan partikel sekam padi dengan kepadatan 3-1 konduktivitas termal 0,133 W/m C dengan sumber kalor 70 watt dan 0,103 W/m C dengan sumber kalor 80 watt. Angka konduktivitas termal pada kepadatan 6-1 konduktivitas termal 0,096 W/m C pada sumber kalor 70 watt dan 0,082 W/m C pada sumber kalor 80 watt. papan gabus (Styrofoam) rata-rata diperoleh sebesar 0,095 W/m C. SNI ASTM D (2000). Keteguhan rekat (uji kering) laminasi radial-ss-170 yaitu 5.01 N/mm2, aminasi aksial-ss-120 yaitu 1.47 N/mm2. laminasi bidang aksial adalah 2.04 N/mm2, rerata keteguhan rekat kayu laminasi bidang radial adalah 3.46 N/mm2 dan laminasi bidang tangensial adalah 3.38 N/mm2.Keteguhan rekat (uji basahyaitu 4.68 N/mm2, 1.47 N/mm2, 0.65 N/mm2, 2.19 N/mm2 dan 2.76 N/mm2. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai kuat tekan antara 48,230 57,603 MPa, angka poisson s ratio longitudinal-radial sebesar 0,079-0,282 (rerata 0,189) dan angka poisson s ratio longitudinaltangensial sebesar 0,187-0,278 (rerata 0,225).

86 66 No Judul / Objek Penulis Lokasi Penelitian Pembuatan Papan Partikel Berbahan Baku Sabut Kelapa dengan Bahan Pengikat Alami (lem kopal) Pemodelan Tangkai Daun Rumbia (gaba-gaba) sebagai Material Dinding dan Konduktivitas Termalnya. Sumber : Peneliti Sudarsono, Toto Rusianto, Yogi suryadi Sudarman Samad Indonesia Jurnal Teknologi, Volume 3 Nomor 1, Juni 2010, Metode yang digunakan ASTM D , ASTM, 1974 Indonesia SNI , JIS A dan standar FAO 1996 Hasil Hasil pengujian berat jenis (density), terlihat bahwa papan partikel dengan perbandingan serat 1 : 6 mempunyai berat jenis terkecil, sedangkan hasil pengujian bending test untuk MOE adalah 1 : 5 = 64,2672 kg/mm 2 ; 1 : 6 = 89,2009 kg/mm 2, dan hasil bending test untuk MOR adalah 1 : 5 = 2,4555 kg/mm 2 ; 1 : 6 = 1,7513 kg/mm. 1. Matrix campuran papan partikel komposit dan papan laminasi 2. Papan partikel komposit 3. Papan Laminasi 4. Sifat Fisik 5. Sifat Mekanis 6. Konduktivitas Termal Material papan partikel komposit dan papan laminasi. Keterangan : Kesamaan Penelitian

87 67 Kebaruan (novelty) peneilitian ini berdasarkan penelusuran dan telaah terhadap penelitian terdahulu sejenis, maka dipastikan hal hal yang menjadi novelty dalam penelitian ini yaitu : 1. Tangkai daun dari tanaman rumbia/sagu yang digunakan sebagai obyek penelitian. 2. Merekayasa teknologi tangkai daun rumbia dimodelkan secara fisik berupa papan partikel komposit dan papan laminasi 3. Penggunaan perekat epoxy resin dan hardener pada partikel komposit dan laminasi tangkai daun rumbia 4. Penggunaan Formulasii berdasarkan karakteristik material sebagai pemodel/pembentuk papan partikel komposit dan papan laminasi. 5. Metode pengempaan pembuatan papan partikel komposit dan papan laminasi tangkai daun rumbia Kajian ilmiah dan penelitian terdahulu yang berkesesuain dalam penelitian ini, selain menghasilkan novelty juga memperlihatkan suatu pencapaian tertinggi dari suatu pengembangan bidang ilmu dalam bentuk prosedur, proses, Teknik maupun sains yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

88 68 R. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan dasar pemikiran penelitian, yang di sentasakan dari tinjauan literature dan karateristik material serta mengacu pada permasalahan yang akan di teliti secara hirarki pengujian, sehingga pada akhirnya tercapainya hasil yang sebagaimana yang diharapkan yaitu pemodelan tangkaidaun rumbia (gaba-gaba) sebagai dinding dan konduktivitas termal material tersebut. Gambar 2.12 Kerangka Konseptual Sumber : peniliti

89 68 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian pemodelan dan rekayasa teknologi material, dengan pendekatan eksperimantal yang merupakan bentuk penelitian percobaan yang berusaha untuk mengisolasi dan melakukan control setiap kondisi-kondisi yang relevan dengan situasi yang di teliti kemudian melakukan pengamatan terhadap efek atau pengaruh ketika kondisi-kondisi tersebut dimanipulasi, dengan kata lain perubahan atau manipulasi dilakukan terhadap variable bebas dan pengaruhnya diamati pada variable terikat ( Emsir 2008 : ). B. Material/Bahan Penelitian Material/Bahan penelitian yang digunakan adalah Batang daun rumbia (gaba-gaba), dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini menjelaskan karakteristik serta dimensi material yang menjadikan sebagai objek penelitian. Tangkai daun rumbia atau di kenal di Indonesia yaitu gaba-gaba, memiliki karakter tersendiri yaitu ; berwarna hijau dalam kondisi basa/masih hidup, berwarna coklat dalam kondisi kering, berbentuk seperdelapan lingkaran dan lancip, dimensi pada pangkal tangkai yaitu

90 69 berdiameter 5 sampai dengan 8 cm dan pada ujung tangkai yaitu berdiameter 2-3 cm pajang tangkai 12 meter, ringan dalam keadaan kering jenuh, berat tangkai besar 0,45 kg/batang dan batang kecil 0,12 kg/batang. Tangkai daun rumbia ini di selimuti isi dengan kulit keras setebal 1-2 mm, isi bertekstur lembut berserat, mudah terbakar serta serapan air cukup tinggi. Gambar 3.1. Material Penelitian Batang daun rumbia (gaba-gaba) C. Alat Penelitian Peralatan yang di gunakan dalam penelitan pemodelan tangkai daun rumbia rumbia dibagi material dinding di kelompokan menjadi 4

91 70 (empat) kelompok penggunaan alat sesuai dengan tahapan penelitian yaitu : 1. Alat untuk pengambilan dan penyiapan material penelitian yaitu : a. Pisau besar/parang sebagai alat pemotong b. Gergaji tangan sebagai alat pemotong 2. Alat untuk penyiapan bahan uji a. Pisau besar/parang sebagai alat pengupas kulit dan belah tangkai daun rumbia b. Gergaji tangan sebagai alat pemotong c. Mesin parut sebagai pembuat partikel 3. Alat untuk pembuatan bahan uji papan partikel dan papan laminasi yaitu : a. Mesin cool press untuk membuat papan laminasi dan papan partikel b. Kuas sebagai pengoles lem c. Bak adukan, sebagai pengaduk partikel 4. Alat pengujian, seperti di jelaskan pada table 3.1 dibawah ini Tabel 3.1. Alat yang di gunakan dalam penelitian ini NO. JENIS MESIN FUNGSI LOKASI 1. Gergaji tangan/manual UTM (Universal Testing Machine ) dan Data Logger, Switching Box Cold Press Machine Serbuk Memotong bahan uji Pengujian kuat tarik tekan dan lentur material Membuat material penelitian dalam bentuk partikel dan laminasi Laboratorium Struktur dan Material Teknik Sipil UNHAS Laboratorium Struktur dan Material Teknik Sipil UNHAS Laboratorium Struktur dan Material Teknik Sipil UNHAS

92 Timbangan Digital Jangka sorong Meter Mengukur berat bahan uji Mengukur dimensi bahan uji Mengukur dimensi bahan uji Laboratorium Struktur dan Material Teknik Sipil UNHAS Laboratorium Struktur dan Material Teknik Sipil UNHAS Laboratorium Struktur dan Material Teknik Sipil UNHAS 7. Oven (Mesin Pengering) Pengering material, Pengujian Kadar air dan delaminasi Laboratorium Struktur dan Material Teknik Sipil UNHAS 8. Box Uji 9. Termokopel 9 Channal 10. Bolam Lampu pijar 100 Watt Kotak Pengujian Konduktivitas Termal Laboratorium Logam dan Konversi Energi Teknik Mesin UNHAS 11. Plat Tembaga tebal 4 mm D. Pembuatan Bahan Uji 1. Pembuatan bahan uji partikel komposit Proses penghancuran tangkai daun rumbia menggunakan mesin parut, hasil parutan menjadi partikel/serbuk, pada gambar 3.2, 3.3 dan 3.4 dibawah ini merupakan proses penghacuran yang serbuk/partikel dan serat tangkai daun rumbia setelah di parut Gambar 3.2 proses penghancuran Gambar 3.3 Hasil Serat Gambar 3.4 Serbuk/partikel

93 72 Serbuk/partikel dan serat di keringkan di bawah sinar matahari hingga kering jenuh permukaan, kemudian partikel serat tersebut di campurkan dengan campuran 1 : 1, kemudian di campurkan dengan perekata epoxy terdiri dari resin dan hardiner perbandingannya yaitu 1 : 1. Sebelum pencampuran serbuk/partikel dan serat dengan epoxy, terlebih dahulu resin dan hardiner epoxy di cairkan terlebih dahulu menggunakan bensin, perbandingan campuran yang di cetak di atas cetakan cold press berukuran 144 x 61 cm. Pencampuran serbuk/partikel, serat, dengan perekat epoxy dan bensin yaitu : papan partikel serat tebal 2 cm adalah 2,4 Kg partikel serat : 1 kg epoxy : 4 liter bensin, papan tebal 4 cm dengan perbandingan 4,8 : 2 : 8 kg, dan papan tebal 6 cm dengan perbandingan 7,8 : 3 : 16 kg. Pada gambar 3.5 di bawah ini menunjukan proses pencampuran partikel serat dengan epoxy dan bensin. Gambar 3.5. Pencampuran Partikel Serat dan Epoxy. Pencampuran perekat epoxy dan partikel serat hingga merata dan merasap pada partikel serat, kemudian campuran komposit tersebut di tuangkan ke dalam mat 144 x 61 cm hingga merata permukaan dan

94 73 di kempa / ditekan hingga padat, pengempaan dilakukan pada papan komposit dengan tekanan 400 kg/cm 2. Pada gambar 3.6 dan 3.7 dibawah ini merupakan proses mencetak papan partikel komposit dari tangkai daun rumbia. Gambar 3.6. Pembuatan Papan Partikel Komposit. Gambar 3.7. Hasil Pengempaan Papan Komposit. Pengempaan pada saat dibuat papan komposit dengan dengan dua fariasi tekanan yang sama yaitu 400 kg/cm 2. Variasi pertama yaitu tekanan 400 kg/cm 2 lalu di tahan selama 5 jam kemudian di lepas dan Variasi ke dua yaitu tekanan 400 kg/cm 2 kemudian di tahan selama 12 jam. Pada gambar 3.8, 3.9, 3.10.

95 74 merupakan hasil papan komposit tangkai daun rumbia dengan variasi ketebalan dan lama waktu tahan kempa/pressing. Gambar 3.8. Hasil Papan Partikel Komposit. 144 x 61 x 2 Gambar 3.9. Hasil Papan Partikel Komposit. 144 x 61 x 4 Gambar Hasil Papan Partikel Komposit. 144 x 61 x 6 Hasil papan komposit memiliki ketebalan 2, 4, 6 cm dengan ukuran 144 x 61 cm rata rata memiliki berat jenuh permukaan yang sama yaitu ; untuk papan komposit tangkai daun rumbian dan epoxy berukuran 144 x 61 x 2 cm dengan berat jenuh permukaan yaitu 3.98

96 75 Kg dan papan komposit ukuran 144 x 61 x 4 cm 6.59 kg dan papan komposit ukuran 144 x 61 x 6 cm yaitu kg. 2. Pembuatan bahan uji Papan Laminasi Proses pembuatan papan laminasi dengan cara sederhana/manual yaitu ; tangkai daun rumbia di lepas kulit keras dari tangkai daun kemudian dibelah dengan pisau menjadi belahan tipis berukuran tebal 1 cm sampai dengan 2,5 cm, dan panjang belahan disesuaikan dengan panjang mat dan lebar mat yaitu 144 x 61 cm kemudian belahan di bersihkan dari kotoran/debu. Pada gambar dibawah ini proses pembelahan tangkai daun rumbia. Gambar Proses Pembelahan Tangkai Daun Rumbia Proses pembelahan tangkaidaun rumbia selesai, kemudian di jemur diwah sinar matahari hingga belahan tersebut mengalami kering jenuh permukaan. Setelah belahan kering kemudian 4 sisi tiap - tiap belahan di hamparkan dengan perekat epoxy 0.25 kg/cm2, kemudian disusun didalam mat/cetakan, susunan tangkai saling bersilangan yaitu serat belahan memanjang dan serat belahan

97 76 melintang. Pada gambar 3.12 merupakan proses pencetakan papan laminasi. Gambar Pencetakan Papan Laminasi Tangkai Daun Rumbia Gambar Proses Pengempaan Papan Laminasi Proses pencetakan penyusunan belahan laminasi untuk papan laminasi tebal 2 cm terdapat 3 ( tiga ) lapisan belahan tipis berukuran 1 cm saling bersilangan, untuk belahan papan laminasi dengan ketebalan 4 cm terdapat 4 ( empat ) lapisan belahan setebal 2 cm saling bersilangan dan untuk papan laminasi ketebalan 6 cm terdapat 6 lapisan belahan setebal 2 cm saling bersilangan, setelah belahan-belahan tangkai daun rumbia tersebut di susun dalam mat/cetakan kemudian di kempa.

98 77 Pengempaan papan laminasi di berikan tekanan 400 kg/cm2, pengampaan tersebut dengan dua katagori yaitu pengempaan yang diamkan selama 5 jam kemudian di lepas tekanannya dan pengempaan yang di diamkan selama 12 jam kemudian dilepas tekanannya. Pada gambar 3.14 di bawah ini menunjukan hasil pecetakan papan laminasi dengan fariasi ketebalan. Gambar Hasil Pencetakan Papan Laminasi E. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013: 38). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dengan judul pemodelan material dinding ringan dari batang daun rumbia sebagai pengkondisi termal ruang bangunan dapat diklasifikasikan menjadi: (1) variabel independen (bebas), yaitu variabel yang menjelaskan dan memengaruhi variabel lain, dan (2) variabel dependen (terikat), yaitu variabel yang dijelaskan dan dipengaruhi oleh variabel independen.

99 78 1. Variabel independen adalah variabel yang sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, dan antesenden. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel ini memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2013: 39). Variabel independen dalam tujuan penelitian ini adalah model papan komposit partikel, papan laminasi dan konduktivitas termal dari batang daun rumbia (X). 2. Variabel dependen sering disebut sebagai variabel output, kriteria, dan konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013: 39). (Y) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah: a. Papan komposit partikel tangkai daun rumbia dengan perekat epoxy. 1. Perbandingan partikel dengan epoxy 2. Ketebalan komposit partikel 3. Kerapatan partikel komposit 4. kadar air / serapan air 5. Pengembangan tebal 6. Keteguhan lentur

100 79 7. Keteguhan Tarik 8. Keteguhan cabut sekrup 9. Kemampuan isolasi panas terhadap partikel komposit b. Papan laminasi tangkai daun rumbia dengan epoxy 1. Perbandingan epoxy dan laminasi 2. Ketebalan dan lapisan 3. Kerapatan laminasi 4. kadar air 5. Pengembangan tebal 6. Delaminasi air dingin 7. Delaminasi air panas 8. Modulus Elastisitas (MOE) 9. Modulus Patah (MOR) 10. Keteguhan geser Rekat 11. Keteguhan tekan 12. Kemampuan isolasi panas terhadap laminasi F. Definisi Operasional Mendefinisikan variabel secara operasional adalah Menggambarkan / mendeskripsikan variable penelitian sedemikian rupa, sehingga variable tersebut bersifat : 1. Spesifik (Tidak terinterprestasi Ganda) 2. Terukur (Observable atau Measurable)

101 80 Definisi operasional adalah mendefinisikan variable secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. (Hidayat A, 2007). Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran adalah cara dimana variable dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya. Sehingga dalam definisi operasional mencakup penjelasan tentang : 1. Nama variable 2. Definisi variable berdasarkan konsep/maksud dan tujuan penelitian. 3. Hasil Ukur / Kategori 4. Skala Pengukuran. Dari tujuan penelitian Pemodelan material dinding ringan dari tangkai daun rumbia sebagai pengkondisi kenyamanan termal bangunan, berdasarkan judul tersebut maka tujuan penilitian menggunakan variable bebas dan variable terikat. Pada table 3.2 dibawah ini menjelaskan variable dan definisi operasional penelitian : Tabel 3.2. Variabel dan definisi operasional penelitian. No. 1. Variabel ( X ) Model papan komposit partikel Definisi Operasional Papan partikel adalah lembaran hasil pengempaan campuran partikel kayu atau bahan berlognoselulosa Terukur ( Y ) 1. Ukuran/dimensi bahan penelitian 2. Ketebalan komposit partikel 3. Perbandingan partikel dengan perekat Skala 61 x 122 Cm 2, 4, 6 Cm 1 : 2.5 Kg

102 81 2. Model papan laminasi lainnya dengan perekat organik dan bahan lainnya. Kualitas papan partikel merupakan fungsi dari beberapa faktor yang berinteraksi dalam proses pembuatan papan partikel tersebut. Sifat fisis dan mekanis papan partikel seperti kerapatan, modulus patah, modulus elastis dan keteguhan rekat internal serta pengembangan tebal merupakan parameter yang cukup baik untuk menduga kualitas papan partikel yang dihasilkan. Papan laminasi (glue laminated timber) merupakan lapisanlapisan kayu gergajian yang direkatkan dengan bahan resin tertentu sehingga semua lapisan seratnya sejajar pada arah memanjang. Prinsip penyusunannya dalah dengan menempatkan lamina yang memiliki nilai MOE tinggi di bagian luar (face dan back) dan lamina yang memiliki nilai MOE rendah di bagian tengah (core). 4. Pengempaan/pressing komposit 5. Lama Tahan Kempa/pressing 400 kg/cm2 12 jam dan 5 jam 6. Kerapatan partikel komposit 0,4-0,9 7. kadar air 8. Pengembangan tebal 9. Keteguhan Elastisitas 10. Keteguhan lentur 11. Keteguhan Tarik rekat 12. Keteguhan cabut sekrup 1. Perbandingan sebaran perekat pada belahan laminasi 2. Ketebalan belahan dan lapisan 3. Pengempaan/pressing laminasi 4. Lama tahan Kempa/pressing 5. Kerapatan laminasi 5-14 % 5 15 % Min 80 kgf/cm kgf/cm3 Min 30 Kg 0.15 kg/m2 1 3 Cm 400 Kg/Cm2 12 jam dan 5 jam 0,4-0,9 6. kadar air 5-18 % 7. Pengembangan tebal 8. Delaminasi air panas 5 15 % % 9. Modulus Elastisitas (MOE) 10. Modulus Patah (MOR) Min 80 kgf/cm2 Min 150 kgf/cm2 11. Keteguhan geser 87 Rekat kgf/cm2 12. Keteguhan tekan 67 kgf/cm2

103 82 3. Konduktivitas termal dari batang daun rumbia Perpindahan kalor 1. sumber panas yang secara perambatan terukur nilai kalornya atau konduksi adalah perpindahan kalor dari 2. ruang isolasi sumber suatu bagian benda panas padat ke bagian lain dari benda padat yang 3. lempeng panas (titik sama, atau dari benda pengukuran suhu padat yang satu ke sumber panas) benda padat yang lain karena terjadi 4. titik pengukuran suhu persinggungan fisik pada benda uji (untuk atau menempel tanpa menentukan radient terjadinya perpindahan emperature molekul-molekul dari benda padat itu sendiri sedangkan Konduktivitas panas suatu bahan adalah ukuran kemampuan bahan untuk menghantarkan panas (termal) 100 watt 0.66 x 0.35 x 0.35 m 30 x 30 x 0.05 cm 9 titik 5. Ruang isolasi 30 x 60 cm 6. ukuran benda uji 30 x 30 cm Ketebalan, 2, 4, 6 cm G. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan adalah tahapan awal dimana pengumpulan dan pengambilan material secara bersamaan pada lokasi yang sama yaitu Desa Loleo Kota Tidore Kepulauan Propinsi Malukun Utara Indonesia, kemudian material yang telah diambil, di keringkan secara alami di bawa terik sinar matahari hingga batang daun rumbia (gaba-gaba) menjadi warna coklat kehitaman dan mengalami kering jenuh. Material tersebut menjadi material penelitian dan dipisahkan untuk dijadikan partikel gaba-gaba, dan bagian ke dua dipisahkan untuk dijadikan laminasi. Tahapan ini dapat dilihat pada gambar 3.2 dibawah ini menunjukan tahapan penelitian secara umum.

104 83 Mulai Proses Pembuatan Gambar 3.15 tahapan penelitian pemodelan tangkai daun rumbia (gaba-gaba) sebagai material dinding ringan Dari tahapan penelitian di atas dapat di pisahkan menjadi tiga yaitu papan partikel komposit, papan laminasi dan konduktivitas termal:

105 84 1. Tahapan Penelitian Papan Partikel dari tangkai daun rumbia (gabagaba) Tahapan atau langkah-langkah penelitian papan partikel dari batang daun rumbia (gaba-gaba) yaitu: 1. Batang gaba-gaba dihancurkan mengunakan mesin pembuat partikel. Mensin tersebut menghancurkan batang gaba-gaba hingga menjadi partikel-partikel kecil. 2. Pembuatan mat, di sesuaikan dengan demensi bahan uji yang direncanakan adalah 144 Cm x 61 cm x 7 cm. 3. Pencampuran partikel gaba-gaba dengan resin epoxy Pencampuran resin epoxy MR pada pembuatan papan komposit partikel yaitu dengan campuran 1 : 2,5 Kg (1 kg Epoxy dan 2.5 kg partikel) 4. Setelah pencampuran partikel dan resin hardiner epoxy, di aduk secara manual hingga teresap merata pada partikel kemudian campuran tersebut di tuangkan didalam mat bahan uji dengan ukuran 144 cm x 61 cm x 7 cm kemudian di kempa dengan tekanan 400 kg/cm2 hingga padat. 5. Proses pembuatan papan partikel selesai maka selanjutnya papan partikel telah menjadi bahan penelitian yang akan siap untuk di uji sifat fisis mekanisnya dan konduktivitas termal. Pada gambar 3.3 menggambarkan proses pembuatan papan partikel secara sederhana.

106 85 Pemilihan material Gaba-gaba Pembuatan Partikel Penyaringan Pemisahan Partikel Bahan Resin Pencampuran Partikel dan Resin Epoxy Pembuatan Mat Pengempaan Hasil Papan Partikel Pengujian Gambar 3.16 Proses pembuatan papan partikel dari gaba-gaba 2. Tahapan/Langkah-langkah Penelitian Papan Laminasi dari tangkai daun rumbia (gaba-gaba) Tahapan/langkah-langkah penelitian papan Laminasi dari batang daun rumbia (gaba-gaba) yaitu: 1. Batang gaba-gaba dibelah-belah dengan pisau menjadi belahan kecil dengan ukuran 144 cm x 5 cm x 2 cm dan 144 cm x 3 cm x 1 cm

107 86 2. Pembuatan mat, di sesuaikan dengan demensi bahan penelitian adalah 144 Cm x 61 cm x 6 cm. 3. Belahan tangkai daun rumbia disusun secara sejajar serat saling bersilangan dengan banyak 3-6 lapisan untuk mendapatkan ketebalan yang di rencanakan adalah 2, 4, dan 6 cm. 4. Setiap lapisan belahan tangkai daun di hampar perekat epoxy pada ke 4 (empat) sisi belahan. 5. Pencampuran/peleburan perekat epoxy pada permukaan setiap lapisan permukaan laminasi yaitu 0.25 kg/m2 6. Pengempaan papan laminasi di berikan tekanan 400 kg/cm2 dan di tahan selama 3 jam dan 12 jam. Pada gambar 3.4 menggambarkan proses pembuatan papan laminasi secara sederhan. Pemilihan material Gaba-gaba Pembuatan Papan Laminasi Pemotongan Penyusunan Bahan Resin Pencampuran Laminasi dan Resin Epoxy Pembuatan Mat Pengempaan Hasil Papan Laminasi Pengujian

108 87 Gambar Proses pembuatan papan gaba-gaba laminasi 3. Langkah-langkah Penelitian Konduktivitas Termal pada Papan Partikel dan Papan Laminasi dari tangkai daun rumbia (gaba-gaba) Tahapan / langkah-langkah penelitian konduktivitas termal pada papan laminasi dan papan partikel dari batang daun rumbia (gaba-gaba) yaitu: 1. Pemotongan Bahan uji dengan ukuran 30 cm x 30 cm pada masing fariasi ketebalan yaitu 2, 4 dan cm sebagai bahan pengujian konduktivitas termal 2. Bahan uji dibuat pola/titik pengukuran temperature, tiap-tiap titik pengukuran temperature diberi jarak 5 cm, sehingga jumlah titik pada satu lembar bahan uji adalah 9 titik. 3. Pembuatan kotak pengujian konduktivitas termal 4. Pengujian bahan uji

109 88 Gambar Proses persiapan pengujian konduktivitas termal H. Prosedur Pengujian 1. Prosedur Pengujian sifat fisis Papan Partikel Dalam penelitian ini menggunakan prosedur pengujian papan partikel berdasarkan SNI , tentang Papan partikel, dengan pengujian meliputi : 1.1. Pengujian Kerapatan Bahan uji kerapatan papan partikel komposit berukuran Panjang 10 Cm dan lebar 10 cm ketebalannya bervariasi yaitu 2 cm, 4 cm dan 6 cm, masing-masing 1 buah bahan uji, penyajian hasil dengan rumus : Kerapatan (g/cm³) = Keterangan B = berat (gram) I = isi (cm³) = panjang (cm) x lebar (cm) x tebal (cm) 1.2. Pengujian kadar air Bahan uji kadar air papan partikel berukuran Panjang 10 Cm dan lebar 10 cm dan ketebalannya bervariasi yaitu 2 cm, 4 cm dan 6 cm, masing-masing 1 buah bahan uji, penyajian hasil dengan rumus :

110 89 Kadar air (%) = x 100 Keterangan: Ba = berat awal (gram). Bk = berat kering mutlak (gram) Pengujian Daya Resapan air 24 jam Bahan uji daya resapan air papan partikel berukuran Panjang 5 Cm dan lebar 5 cm dan ketebalannya berfariasi yaitu 2 cm, 4 cm dan 6 cm, masing-masing 1 buah bahan uji, penyajian hasil dengan rumus : DSA (%) = x 100 Keterangan: DSA = Daya resapan air B2 = Setelah direndam air 24 jam ( g ). B1 = Sebelum direndam air ( g ) Pengujian pengembangan tebal setelah direndam air Bahan uji pengembangan tebal papan partikel berukuran Panjang 5 Cm dan lebar 5 cm dan ketebalannya berfariasi yaitu 2 cm, 4 cm dan 6 cm, masing-masing 1 buah bahan uji, penyajian hasil dengan rumus : Pengembangan tebal (%) = x 100

111 90 Keterangan: T2 = tebal setelah direndam air (mm). T1 = tebal sebelum direndam air (mm). 2. Pengujian sifat mekanis Papan Partikel Komposit 2.1. Pengujian keteguhan lentur kering dan modulus elastisitas lentur Bahan uji papan partikel dengan ukuran Panjang 30 Cm dan lebar 10 cm dan ketebalannya berfariasi yaitu 2 cm, 4 cm dan 6 cm, gambar 3.6 dibawah menunjukan tata letak bahan uji. Gambar 3.19 perletakan bahan uji Keterangan gambar: Bbeban (kgf). S = jarak sangga (mm). A = diameter ± 10 mm. T = tebal papan partikel

112 91 Penyajian hasil dengan rumus Untuk keteguhan lentur Keteguhan lentur (kgf/cm²) = x 100 B = beban maksimum (kgf). S = jarak sangga (cm). L = lebar (cm). T = tebal (cm). Untuk Modulus elastisitas lentur Modulus elastisitas lentur (kgf/cm²) = x S = jarak sangga (cm). L = lebar (cm). T = tebal (cm). ΔB = selisih beban (B1 B2) yang diambil dari kurva (kgf). ΔD = defleksi (cm) (B1 B2) Pengujian keteguhan Tarik tegak lurus permukaan Bahan uji papan partikel dengan ukuran Panjang 5 Cm dan lebar 5 cm dan ketebalannya bervariasi yaitu 2 cm, 4 cm dan 6 cm, masingmasing 1 buah bahan uji, penyajian hasil dengan rumus Keteguhan tarik tegak lurus permukaan (kgf/cm²) = Keterangan B = beban maksimum (kgf)

113 92 P = panjang (cm) L = lebar (cm) 2.3. Pengujian Keteguhan cabut sekrup Bahan uji papan partikel dengan ukuran Panjang 10 Cm dan lebar 5 cm dan ketebalannya berfariasi yaitu 2 cm, 4 cm dan 6 cm, masing-masing 1 buah bahan uji, penyajian dengan rumus: Keteguhan cabut sekrup (kgf/cm²) = Keterangan: B = beban maksimum (kgf) P = panjang (cm) L = lebar (cm) 3. Prosedur Pengujian sifat fisik Papan Laminasi Pengujian sifat fisik, meliputi kerapatan, kadar air, dan kembang susut serta sifat mekanik, meliputi MOE, MOR, keteguhan tekan, dan keteguhan geser rekat yang mengacu pada standar ASTM D 143 (2005) tentang Standard Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber yang dimodifikasi. Selain itu, pengujian delaminasi sesuai standar Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notifcation No. 234 tahun 2003 (JPIC 2003).

114 Pengujian Kerapatan papan Laminasi Bahan uji papan partikel dengan ukuran Panjang 10 Cm dan lebar 10 cm, penyajian hasil dengan rumus Kerapatan (g/cm³) = Keterangan B = berat (gram) I = Isi (cm³) = panjang (cm) x lebar (cm) x tebal (cm ) 3.2. Pengujian kadar air Prosedur melakukan penelitian kadar air yaitu, bahan uji papan laminasi dengan ukuran Panjang 10 Cm dan lebar 10 cm dan ketebalannya berfariasi yaitu 2 cm, 4 cm dan 6 cm, masing-masing 1 buah bahan uji, penyajian hasil dengan rumus : Kadar air (%) = x 100 Keterangan: Ba = berat awal (gram). Bk = berat kering mutlak (gram).

115 Pengujian pengembangan tebal setelah direndam air Prosedur melakukan penelitian pengembangan tebal setelah direndam air yaitu, bahan uji papan partikel dengan ukuran Panjang 5 Cm dan lebar 5 cm dan ketebalannya berfariasi yaitu 2 cm, 4 cm dan 6 cm, masing-masing 1 buah bahan uji, penyajian hasil dengan rumus : Pengembangan tebal (%) = Keterangan: T2 = tebal setelah direndam air (mm). x 100 T1 = tebal sebelum direndam air (mm) Pengujian Delaminasi Bahan uji delaminasi papan laminasi berukuran (10 x 10) cm, penyajian hasil dengan rumus : Rasio delaminasi (%) = x 100 Keterangan: PT = Panjang garis rekat yang terbuka (cm) PG = Panjang garis rekat yang direkat (cm)

116 95 4. Pengujian Sifat Mekanis Papan Laminasi 4.1. Pengujian Modulus of Elasticity ( MOR ) Bahan uji pengujian modulus of elastisitas ( MOR ) berukuran ( 15 x 40 ) cm, gambar 3.7 dibawah menunjukan tata letak bahan uji pada tumpuan dan tekan. Gambar 3.20 Uji MOE dan MOR Laminasi Penyajian hasil modulus of elasticity dengan rumus MOE = Dimana: MOE = Modulus of elasticity (kg/cm2) ΔP L ΔY B H = Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kg) = Jarak sangga (cm) = Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban ΔP (cm) = Lebar contoh uji (cm) = Tebal contoh uji (cm)

117 96 Penyajian hasil modulus of rupture MOR = Dimana: MOR = Modulus of rupture (kg/cm2) P L B H = Beban maksimum (kgf) = Jarak sangga (cm) = Lebar contoh uji (cm) = Tebal contoh uji (cm) 4.2. Keteguhan Tekan Bahan uji pengujian keteguhan tekan berukuran (5 x 10) cm, nilai keteguhan tekan dihitung dengan rumus: KR = KR = Keteguhan tekan maksimum sejajar serat (kg/cm2) P = Beban maximum ( kg ) L = Luas penampang ( cm 2 ) 4.3. Keteguhan Geser Rekat Bahan uji penguyjian keteguhan geser rekat berukuran 5 x 5 cm, dihitung dengan rumus: KG = KG = Keteguhan geser rekat (kg/cm2)

118 97 P L = Beban maximum (Kg) = Luas permukaan rekat cm 5. Prosedur Pengujian Konduktivitas Termal Papan Partikel Dan Papan Laminasi Prosedur Pengujian konduktivitas termal ini menggunakan metode ASTM C Pengujian konduktivitas termal pada Papan partikel dan papan laminasi gaba-gaba dengan kepadatan optimal dari hasil penekanan 400 kg/cm 2. Papan partikel dan papan laminasi gaba-gaba masing-masing 1 buah bahan berukuran 30 x 30 Cm, bahan uji dengan Variasi tebal yang berbeda yaitu 2 cm, 4 cm dan 6 cm dengan tidak memperhatikan kekuatan bahan., dengan pengujian secara tertutup, sumber panas yang diberikan C pada plat. Dalam penelitian ini lingkungan diisolir dengan temperatur dan tekanan tertentu. Gambar Contoh Alat uji Gambar Contoh ukuran bahan uji Keterangan : 1. Sumber panas. 2. Ruang isolasi sumber panas. 3. Lempeng panas ( titik pengukuran temperatur sumber panas ) 4. Asbes isolasi panas 5. Papan isolasi ruang uji 6. Papan bahan yang diuji

119 98 7. Titik pengukuran temperatur pada bahan uji ( untuk menentukan gradient temperatur ) 8. Penutup dengan lapisan asbes 9. Dudukan termokopel 10. Ruang isolasi Penyajian hasil dengan rumus Rumus Laju perpindahan panas pada pada bidang datar rangkap 2 K = Dengan : q = Laju perpindahan panas (W) k = Konduktivitas termal bahan (W/m 0 C ) A = Luas penampang benda = P x L (m ). TT = Temperatur muka dinding ( 0 C) LΔ = Tebal dinding / bahan ( m ) Rumus tersebut diatas berlaku untuk laju perpindahan panas secara konduksi pada dinding datar lapisan rangkap dua satu dimensi. Perpindahan panas pada dinding datar dapat dihitung dengan mengintegrasikan hukum Fourier, bila konduktivitas termal dianggap tetap maka persamaannya: Jika laju perpindahan kalor pada suatu didinding datar, seperti dalam hal dinding lapisan rangkap dua, satu dimensi yang tersusun atas dua lapisan, plat aliminium dan papan partikel tangkai daun rumbia. maka aliran kalor dapat ditulis sebagai berikut :

120 99 Pesamaan tersebut dikonversikan menjadi I. Pemotongan Sampel Uji. Sesuai dengan metode penelitian ini dengan prosedur pemotongan material uji adalah pemotongan berdasarkan lama menahan kempa yaitu selama 5 jam dan 12 jam. Pada gambar 4.13 dan 4.14 dibawah ini menunjukan pola pemotongan material uji papan komposit dan papan laminasi. A C Konduktivi tas Termal B Gambar 3.23.Pemotongan Partikel komposit Gambar Pemotongan Laminasi

121 100 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Formulasi Partikel Komposit dan Laminasi Formulasi partikel komposit dan laminasi merupakan ukuran atau takaran sebagai pemodelan/pembentuk material partikel dan laminasi. Tabel 4.1 dan 4.2 di bawah ini menunjukan fumulasi sebagai pemodelan/pembentuk papan partikel komposit dan papn laminasi tangkai daun rumbia. Tabel 4.1. Formulasi pemodelan/pembentuk papan partikel dan papan laminasi SAMPEL UJI Cetakan ( Cm ) Beban (Kg/Cm 2 ) FORMULASI / CAMPURAN (kg/cm 2 ) PAPAN PARTIKEL Partikel (kg) Serat (kg) Hardin er (kg) Resin (kg) Resedu oktan C8H18 92 % (kg) 1. TEBAL 2 CM 144 X TEBAL 4 CM 144 X TEBAL 6 CM 144 X Tabel 4.2. Formulasi pemodelan/pembentuk papan partikel dan papan laminasi SAMPEL UJI PAPAN LAMINASI Cetaka n ( Cm ) Beba n (Kg/C m 2 ) Jumlah bilahan 1.5 cm (lapis) FORMULASI / CAMPURAN (kg/cm 2 ) Jumlah bilahan 2 cm (lapis) Jumla h bilah Hardin er (kg) Resin (kg) Resedu oktan C8H18 92 %

122 101 an (lbr) 1. TEBAL 2 CM 144 X TEBAL 4 CM 144 X TEBAL 6 CM 144 X (kg) Pada tabel 4.1 dan 4.2 diatas menunjukan furmula yang digunakan dalam pembuatan papan partikel komposit, formula tersebut dibuat berdasarkan karakter dan sifat material tangkai daun rumbia, dimana karakter material tersebut merupakan material sangat ringan dan memiliki daya resap cukup tinggi, sehingga membuat formula untuk dapat menembus pori-pori material dengan tujuan untuk memperkecil daya serap air dan memperkuat ikatan partikel serat. A. Hasil Penilitian Penelitian ini merupakan pemodelan tangkai daun rumbia (gabagaba) sebagai material dinding serta kemampuan konduktivitas termal material tersebut, dimana dalam pelaksanaannya tangkai daun rumbia dimodelkan/merekayasa teknologi di jadikan sebagai papan partikel komposit dan papan laminasi yang akan di terapkan pada dinding bangunan, selanjutnya material tersebut dilakukan pengujian sifat fisik dan mekanis serta kemampuan konduktivitas termal material yaitu papan partikel komposit dan papan laminasi, pengujian tersebut menggunakan 2 variabel material uji yaitu : sampel material uji dengan lama tahan

123 102 kempa/pressing 12 jam dan lama tahan kempa/pressing 5 jam diberikan tekanan/beban sama yaitu 400 kg/cm 2. dengan demikian hasil penelitian dapat di uraikan sebagai berikut : 1. Hasil Pengujian sifat fisik Papan Partikel Komposit Hasil pengujian sifat fisik papan partikel komposit tangkai daun rumbia dengan nilai rata-rata selengkapnya disajikan pada Tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.3. Hasil Sifat Fisik Papan Partikel Komposit Kode Sampel KK ( kg/cm2 ) LTK ( jam ) KA ( % ) Sifat Fisik Papan partikel KR ( g/cm 3 ) PT ( % ) DSA ( % ) MUP A 2cm 400kg/cm2 12 jam MUP B 2cm 400kg/cm2 5 jam MUP C 2cm 400kg/cm2 5 jam MUP A 4 cm 400kg/cm2 12 jam MUP B 4 cm 400kg/cm2 5 jam MUP C 4 cm 400kg/cm2 5 jam MUP A 6 cm 400kg/cm2 12 jam MUP B 6 cm 400kg/cm2 5 jam MUP C 6 cm 400kg/cm2 5 jam Kontrol Standar SNI Max 12 Keterangan : Kuat kempa/pressing (KK), lama tahan kempa/pressing ( LTK ), kadar air ( KA ), kerapatan ( KR ), pengembangan tebal ( PT ). Daya Resapan Air ( DSA )

124 103 Pada tabel 4.1 diatas menunjukan pengujian sifat fisik papan partikel komposit, sampel dengan lama tahan kempa/pressing 12 jam lebih besar di bandingkan dengan lama tahan kempa/pressing 5 jam, hasil pengujian kadar air dan pengembangan tebal papan partikel komposit menunjukan nilai tersebut memenuhi standar yang di syaratkan SNI , JIS A dan standar FAO 1996, sedangkan nilai kerapatan masih dibawah standar yang di syaratkan, hal ini di sebabkan ada beberapa faktok yang mempengaruhi kecilnya nilai kerapatan yaitu kurangnya tekanan kempa/pressing saat pembuatan material, sehingga terjadi regangan pada partikel dan perekat yang membentuk poro-pori. Terbentuknya pori pori pada material uji sangat mempengaruhi daya resapan air kedalam material yang mengakibatkan nilai daya resapan air menjadi lebih besar. 2. Hasil Pengujian Mekanis Papan Prtikel Komposit a. Hasil keteguhan lentur ( MOR ) dan Keteguhan elastisitas ( MOE ) Pengujian keteguhan lentur ( MOR ) dan keteguhan elastisitas ( MOE ) pada bahan uji papan partikel komposit pada sampel lama tahan kempa/pressing 12 jam dan 5 jam dengan tekanan 400 kg/cm2, gambar 4.1 dibawah ini menunjukan proses pengujian MOE dan MOR menggunakan alat universal machine dengan alat pengukur deformasi LVDT sebagai pembacaan kelenturan/elastititas material uji.

125 104 Gambar 4.1. Proses Pengujian MOE dan MOR Besar kecilnya nilai pengujian di gambarkan pada grafik 4.1 dibawah ini menunjukan grafik pengujian partikel komposit tangkai daun rumbia berdasar variasi ketebalan sampel uji. Beban ( kn ) MUP A 6 cm 12 jam MUP B 6 cm 5 Jam MUP C 6 cm 5 Jam MUP A 4 cm 12 Jam MUP B 4 cm 5 Jam MUP C 4 cm 5 Jam MUP A 2 cm 12 Jam MUP B 2 cm 5 Jam MUP C 2 cm 5 Jam Lendutan ( mm ) Grafik 4.1, Keteguhan Lentur dan Keteguhan Elastisitas Grafik 4.1 diatas menggambarkan nilai keteguhan lentur ( MOR ) pada masing-masing sampel uji, sampel uji dengan lama tahan kempa/pressing 12 jam lebih besar yaitu terdapat pada sampel uji dengan kode sampel MUP A 2, MUP A 4 dan MUP A 6 cm,

126 105 sedangkan nilai terkecil terdapat pada sampel uji lama tahan kempa/pressing 5 jam yaitu kode sampel MUP B, C 2 cm, MUP B, C 4 cm dan sampel MUP B, C 6 cm, namun nilai keteguhan elastisitas ( MOE ) lebih besar pada sampel dengan lama tahan kempa/pressing 5 jam, sebaliknya nilai elastisitas rendah terdapat pada sampel uji lama tahan kempa/pressing 12 jam. Nilai keteguhan lentur ( MOR ) dan nilai keteguhan elastisitas ( MOE ) di sajikan pada t abel 4.2 dibawah yang merupakan nilai hasil perhitungan sampel uji. Tabel 4.4. Hasil Pengujian MOR dan MOE Papan Partikel Komposit Kode Sampel KK ( kg/cm2 ) LTK ( jam ) Sifat Mekanis Papan partikel MOR (kgf/cm 2 ) MOE (kgf/cm 2 ) MUP A 2cm 400kg/cm2 12 jam 1, , MUP B 2cm 400kg/cm2 5 jam , MUP C 2cm 400kg/cm2 5 jam , MUP A 4 cm 400kg/cm2 12 jam , MUP B 4 cm 400kg/cm2 5 jam , MUP C 4 cm 400kg/cm2 5 jam , MUP A 6 cm 400kg/cm2 12 jam 3, , MUP B 6 cm 400kg/cm2 5 jam , MUP C 6 cm 400kg/cm2 5 jam , Kontrol Standar SNI Minimal Keterangan : Kuat kempa/pressing (KK), lama tahan kempa/pressing ( LTK ).

127 106 Nilai pengujian sifat mekanis yang di sajikan pada table 4.2 diatas menunjukan nilai dari kedua variable sampel uji diatas dapat memenuhi standar yang di syaratkan SNI , JIS A dan standar FAO 1996, dimana nilai MOR sampel uji lama tahan kempa/pressing 12 jam lebih besar tetapi nilai MOE lebih kecil, sedangkan sampel uji lama tahan kempa/pressing 5 jam nilai MOR lebih kecil tetapi nilai MOE lebih besar. Hal ini menunjukan bahwa sampel lama tahan kempa/pressing angat berpengaruh pada nilai keteguhan lentur dan nilai elastisitas, begitu juga perekat epoxy memiliki peranan yang sangat penting sebagai pengikat partikel serat pada sampel uji ini sehingga menjadi lebih solid. b. Pengujian keteguhan Tarik tegak lurus permukaan Pengujian keteguhan tarik tegak lurus permukaan sampel uji lama tahan kempa/pressing 12 jan dan 5 jam dengan kuat kempa/pressing 400 kg/cm 2. Gambar 4.2 dibawah ini menunjukan pengujian tarik tegak hingga material uji terjadi pemisahan/putus. Gambar 4.2. Pengujian Tarik Tegak Lurus Permukaan

128 107 Pada gambar diatas menunjukan material putus akibat Tarik saat pengujian. Grafik 4.10 dibawah ini menunjukan grafik kuat Tarik pada tiap-tiap sampel uji. Beban ( kn ) Lendutan ( mm ) Sampel Uji MUP A 6 cm 12 Jam MUP B 6 cm 5 Jam MUP C 6 cm 5 Jam MUP A 4 cm 12 Jam MUP B 4 cm 5 Jam MUP C 4 cm 5 Jam MUP A 2 cm 12 Jam MUP B 2 cm 5 Jam MUP C 2 cm 5 jam Grafik 4.2 Keteguhan Tarik Tegak Lurus Pada grafik 4.2 diatas menunjukan garis grafik keteguhan tarik tegak lurus tiap-tiap sampel, dimana sampel uji lama tahan kempa/pressing 12 jam lebih tinggi garis grafik di bandingkan dengan lama tahan kempa/pressing 5 jam, sedangkan nilai pengujian setelah di hitung dapat di sajikan pada tabel 4.3 di bawah ini.

129 108 Tabel 4.5 Nilai keteguhan Tarik Tegak Lurus pada masing-masing Sampel. Kode Sampel Kuat Kempa/pressing (kgf/cm2) Lama Tahan Kempa/Pressing ( Jam ) Sifat Mekanis Papan partikel Keteguhan Tarik tegak lurus (kgf/cm 2 ) MUP A 2cm 400kgf/cm 2 12 jam MUP B 2cm 400kgf/cm 2 5 jam MUP C 2cm 400kgf/cm 2 5 jam MUP A 4 cm 400kgf/cm 2 12 jam MUP B 4 cm 400kg/cm 2 5 jam MUP C 4 cm 400kgf/cm 2 5 jam MUP A 6 cm 400kgf/cm 2 12 jam MUP B 6 cm 400kgf/cm 2 5 jam MUP C 6 cm 400kgf/cm 2 5 jam Kontrol Standar SNI Min 51 Nilai yang di sajikan pada tabel 4.3 diatas menunjukan nilai kedua variable sampel uji yaitu sampel uji dengan lama tahan kempa/pressing 12 jam dan sampel uji dengan lama tahan kempa/pressing 5 jam dengan ketebalan yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat mengidentifikasikan bahwa perlakuan lama tahan kempa/pressing sangat berpengaruh terhadap keteguhan tarik rekat, kurangnya tahan kempa/pressing menyebabkan serat dan partikel kurang solid dengan perekat epoxy sehingga terjadi regangan/mengembang saat melepas tekanan sehingga material uji tersebut tidak kuat untuk menahan beban pada saat di terik, hal ini terlihat tidak terjadi pemutususan serat partikel tetapi serat partikel terjadi pemisahan, sehingga terindikasi bahwa partikel dan serat tidak

130 109 saling mererkat dengan baik, sedangkan sampel uji dengan lama tahan kempa lebih lama terjadi pemutusan sampel uji saat di tarik. c. Pengujian Keteguhan cabut sekrup sampel papan komposit partikel Pengujian keteguhan cabut sekrup sampel uji lama tahan kempa/pressing 12 jan dan 5 jam dengan kuat kempa/pressing 400 kg/cm 2. Gambar 4.3 dibawah ini menunjukan pengujian keteguhan cabut sekrup. Gambar 4.3. Pengujian keteguhan cabut sekrup Gambar 4.18 diatas menunjukan pengujian keteguhan Tarik sekrup menggunakan alat universal testing machine, kemudian hasil pengujian di sajikan dalam bentuk grafik seperti pada grafik 4.3 dibawah yang menunjukan nila keteguhan cabut sekrup pada masing masing sampel uji.

131 110 Keteguhan Cabut sekrup (kgf/cm2) Sampel Uji MUP A 6 cm 12 jam MUP B 6 cm 5 jam MUP A 4 cm 12 jam MUP B 4 cm 5 jam MUP A 2 cm 12 jam MUP B 2 cm 5 jam Grafik 4.3 Keteguhan cabut sekrup Gambaran pada grafik 4.3 diatas menunjukan tinggi rendahnya pengujian keteguhan cabut sekrup, dimana grafik yang tinggi terdapat pada sampel lama tahan kempa/pressing 12 jam di bandingkan dengan sampel lama tahan kempa/pressing 5 jam, nilai tinggi dan rendahnya di sajikan pada tabel 4.4 dibawah yang menunjukan nilai keteguhan cabut sekrup pada masing-masing sampel uji. Tabel 4.6 Nilai Keteguhan Cabut Sekrup Papan Partikel Komposit Kode Sampel Kuat Kempa/pressing (kgf/cm2) Lama Tahan Kempa/Pressing ( Jam ) Sifat Mekanis Papan partikel Keteguhan Cabut Sekrup (kgf/cm 2 ) MUP A 2cm 400kgf/cm 2 12 jam MUP B 2cm 400kgf/cm 2 5 jam 7.75 MUP A 4 cm 400kgf/cm 2 12 jam MUP B 4 cm 400kg/cm 2 5 jam MUP A 6 cm 400kgf/cm 2 12 jam MUP B 6 cm 400kgf/cm 2 5 jam Kontrol Standar SNI Min 20-30

132 111 Nilai pengujian pada tabel 4.4 diatas merupakan hasil perhitungan setelah sampel di uji, dimana sampel uji lama tahan kempa 12 jam lebih besar, sedangkan sampel dengan lama tahan kempa/pressing 5 jam, secara umum nilai cabut sekrup dapat memenuhi standar yang syaratkan SNI , JIS A dan standar FAO 1996, namun pada sampel uji dengan ketebalan 4 cm dan 6 cm lebih besar dari standar yang di tetapkan. Hasil diatas menunjukan bahwa pengaruh lama tahan kempa 12 jam terhadap nilai keteguhan cabut sekrup sangat besar, diduga karna dengan lamanya tahan kempa/pressing fraksi partikel komposit menjadi lebih solid dengan perekat dan partikel serat sehingga pengikatan sekrup cukup kuat. 3. Pembahasan Sifat Fisik dan Mekanis Papan partikel Komposit Pengujian sifat fisik dan mekanis papan partikel saling berpengaruh satu dengan yang lainnya, untuk mendapatkan mutu papan partikel komposit berdasarkan standar yang di syaratkan SNI , JIS A dan standar FAO Secara keseluruhan nilai pengujian sifat fisik dan menkanis dapat memenuhi standar yang di syaratkan SNI , JIS A dan standar FAO 1996, namun pengujian kerapatan masih dibawah standar yang di syaratkan, tetapi kecilnya nilai kerapatan tidak mempengaruhi nilai MOR tetapi berpengaruh pada pengujian modulus elastisitas (MOE) dan keteguhan cabut sekrup, dimana kurangnya lama tahan kempa sangat berpengaruh terhadap nilai modulus elastisitas, hal ini terlihat pada data diatas yang menunjukan nilai modulus elastisitas pada

133 112 sampel dengan lama tahan kempa 5 jam sangat besar dibandingkan dengan sampel lama tahan kempa 12 jam, dengan demikian dapat diduga pada saat beban saat dilepas maka material uji dapat mengembang kembali, disebabkan karna partikel dan perekat belum menyatu dengan sempurna, begitu juga pada pengujian keteguhan cabut sekrup, yaitu terdapat pada sampel MUP A 2 cm, MUP B 2 cm, MUP B 4 cm, MUP B 6 cm, mendapatkan beban berada dibawah satandar yang di tetapkan. Secara teori menurut (Haygreen dan Bowyer 1989, dalam Sinulingga HR, 2009) semakin tinggi kerapatan papan partikel dari suatu bahan baku tertentu maka semakin tinggi kekuatannya, kecil nilai pegembangan tebal, mengantisipasi menyerapnya air kedalam papan partikel melalui pori-pori partikel dan ruang kosong antar partikel secara perlahan (Widiyanto, 2006). Untuk memenuhi hal tersebut maka menurut (Siagian 1983, dalam Hesty 2009), semakin besar tekanan kempa/pressing, maka semakin kecil daya serap air, keteguhan rekat internal. Oleh karnanya untuk meningkatkan kekuatan nilai MOR dan MOE pada papan partikel dari tangkai daun rumbia perlu di tingkatkan kuat kempa/pressing untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi. 4. Hasil Pengujian Sifat Fisik dan Mekanis Papan Laminasi 4.1. Pengujian sifat fisik Papan Laminasi Hasil pengukuran nilai kadar air (KA), kerapatan (KR), pengembangan tebal (PT), dan delaminasi air panas (DL) papan laminasi

134 113 dan daya resap air ( DSA) tangkai daun rumbia selengkapnya disajikan pada Tabel 4.5 dibawah ini. Tabel 4.7. Hasil pengukuran sifat fisik papan laminasi tangkai daun rumbia Kode Sampel KK (kg/cm 2 ) Sifat Fisik Papan Laminasi LTK KA KR PT ( Jam ) ( % ) (g/cm 3 ) ( % ) DL ( % ) DSA ( % ) MUL A 2cm 400kg/cm 2 12 jam MUL B 2cm 400kg/cm 2 5 jam MUL C 2cm 400kg/cm 2 5 jam MUL A 4 cm 400kg/cm 2 12 jam MUL B 4 cm 400kg/cm 2 5 jam MUL C 4 cm 400kg/cm 2 5 jam MUL A 6 cm 400kg/cm 2 12 jam MUL B 6 cm 400kg/cm 2 5 jam MUL C 6 cm 400kg/cm 2 5 jam Kontrol ASTM D ,4-0, Nilai pengujian sifat fisik papan laminasi yang di sajikan pada tabel 4.5 diatas menunjukan bahwa lama tahan kempa/pressing 12 jam dan 5 jam berpengaruh nyata pada pengujian tersebut, dimana lama tahan kempa/pressing memiliki nilai kadar air, pengembangan tebal, delaminasi dan daya resapan cukup baik, yang memenuhi satandar yang disyaratkan ASTM D , namun nilai pengujian kerapatan masih dibawah standar tersebut. Kecilnya nilai kerapatan yang terdapat pada pengujian sifat fisik tidak berpengaruh terhadap nilai sifat mekanis papan laminasi. Kecilnya nilai kerapatan serta besarnya nilai pengembangan tebal secara langsung dapat berpengaruh langsung pada daya resapan air, hal

135 114 ini dapat terlihat pada sampel uji dengan lama tahan kempa 5 jam, penyebabnya dapat diduga bahwa kurangnya lama tahan kempa diakibatkan lapisan/belahan lamina dapat mengembang kembali sehingga perekat epoxy tidak dapat diserap masuk kedalam pori-pori lamina sehingga dengan mudah air dapat meresap. Pengujian delaminasi dilakukan untuk melihat faktor ketahanan perekat terhadap tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya kelembaban dan panas yang tinggi. Delaminasi air dingin dan air panas rata-rata papan laminasi tidak melebihi standar JAS (Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification) 234:2003 yang menyaratkan nilai delaminasi dengan perendaman air dingin maksimal 10%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perekat epoxy lebih cocok diaplikasikan pada laminasi tangkai daun rumbia. Hal ini menunjukkan bahwa lama tahan kempa/pressing lamina memberikan pengaruh nyata terhadap delaminasi air dingin papan Hasil Pengujian sifat Mekanis Papan Laminasi a. Pengujian Modulus of Rupture dan Modulus of Elasticity Pengujian sifat fisik mekanis papan laminasi terdiri dari : pengujian Modulus of Rupture (MOR) dan Modulus of Elasticity (MOE), pengujian keteguhan tekan dan pengujian keteguhan geser rekat, mekanisme dan system pengujian berdasarkan standar ASTM D 143 (2005) tentang Standard Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber. Pengujian keteguhan lentur dan elastisitas (MOE dan MOR) pada sampel uji lama

136 115 tahan pengempaan 12 jam dan sampel uji lama tahan kempa/pressing 5 jam, gambar 4.4 dibawah ini menunjukan proses pengujian MOE dan MOR menggunakan alat universal machine dengan alat pengukur deformasi LVDT sebagai pembacaan kelenturan/elastititas material uji. Gambar 4.4. Pengujian MOR dan MOE Pengujian MOR dan MOE dapat di gambarkan pada grafik 4.4 dibawah ini. Beban ( kn ) Sampel Uji MUL A 6 cm 12 Jam MUL B 6 cm 5 Jam MUL C 6 cm 5 Jam MUL A 4 cm 12 Jam MUL B 4 cm 5 Jam MUL C 4 cm 5 Jam MUL A 2 cm 12 Jam MUL B 2 cm 5 Jam Lendutan ( mm ) MUL C 2 cm 5 Jam Grafik 4.4, Pengujian MOR dan MOE

137 116 Gambaran grafik 4.4 diatas menunjukan besar kecilnya beban disaat pengujian, nilai pengujian di sajikan pada tabel 4.6 di bawah ini. Tabel 4.8 Nilai Pengujian MOR dan MOE sampel uji Papan Laminasi Sifat Mekanis Papan Laminasi Tangkai Daun Rumbia Kode Sampel KK (kg/cm 2 ) LTK ( Jam ) Keteguhan Lentur MOR (kgf/cm 2 ) Keteguhan Elastisitas MOE (kgf/cm 2 ) MUL A 6cm 400kg/cm 2 12 jam 5, ,285, MUL B 6cm 400kg/cm 2 5 jam 4, ,214, MUL C 6cm 400kg/cm 2 5 jam 3, , MUL A 4 cm 400kg/cm 2 12 jam 3, , MUL B 4 cm 400kg/cm 2 5 jam 2, , MUL C 4 cm 400kg/cm 2 5 jam 2, , MUL A 2 cm 400kg/cm 2 12 jam 2, , MUL B 2 cm 400kg/cm 2 5 jam 2, , MUL C 2 cm 400kg/cm 2 5 jam , Kontrol ASTM D Nilai modulus lentur ( MOR ) dan modulus elastisitas ( MOE ) pada tabel 4.6 diatas menunjukan nilai rata-rata pada tiap-tiap sampel uji, dimana nilai rata-rata yang besar adalah terdapat pada sampel uji dengan lama tahan kempa/pressing selama 12 jam, namun secara keseluruhan nilai MOR dan MOE lebih besar dari standar yang di syaratkan ASTM D Hal ini dapat diduga bahwa lama tahan kempa/pressing sangat memberikan pengaruh pada sampel uji, dimana sebaran perekat yang baik membuat partikel serat tangkai daun rumbia menjadi lebih kaku sehingga kerapatan partikel serat dan perekat sangat padat, hal ini dapat terlihat pada saat sampel uji di tekan hingga beban puncak benda uji mengalami getas/patah,

138 117 sehingga sampel uji ini menunjukan sifatnya lebih kaku. Namun sebaliknya pada sampel uji dengan lama tahan kempa 5 jam memiliki nilai MOR lebih rendah tetapi nilai modulus elastisitas (MOE) sangat besar. 4.b. Pengujian Keteguhan Tekan Pengujian keteguhan tekan pada sampel uji papan laminasi berukuran (5 x 10) cm sampel uji diberikan beban pada arah sejajar/vertikal, hingga sampel uji mengalami kerusakan. Pada gambar 4.5 di bawah ini menunjukan proses pengujian keteguhan tekan. Gambar 4.5. Pengujian Keteguhan Tekan Pada saat sampel di berikan beban maksimum yang dapat diterima sampel uji hingga mengalami lendutan dan tidak lagi memberikan perlawanan, grafik 4.5 di bawah ini menunjukan beban maksimal yang di terima sampel uji, yaitu sampel uji dengan lama tahan kempa/pressing 12 jam dan sampel uji dengan lama tahan kempa/pressing 5 jam.

139 118 Kuat Tekan ( kn ) Sampel MUL 6 cm MUL 4 cm MUL 2 cm 0 MUL 12 Jam MUL 5 Jam MUL 5 Jam Grafik 4.5. Pengujian Keteguhan Tekan Pada grafik 4.5 diatas menggambarkan nilai maksimal lebih besar terdapat pada sampel uji lama tahan kempa/pressing 12 jam yaitu sampel uji dengan ketebalan 2 cm, 4 cm dan 6 cm. Nilai pada tiaptiap sampel dapat di sajikan pada tabel 4.7 di bawah ini. Tabel 4.9. Nilai Keteguhan Tekan Papan Laminasi Tangkai Daun Rumbia ( gaba-gaba ) SAMPEL KK (kg/cm 2 ) LTK ( Jam ) BEBAN MAX ( kn ) BEBAN (Kg/Cm 2 ) (Kgf/cm 2 ) MUP A 2 cm 400kg/cm2 12 jam MUP B 2 cm 400kg/cm2 5 jam MUP C 2 cm 400kg/cm2 5 jam MUP A 4 cm 400kg/cm2 12 jam MUP B 4 cm 400kg/cm2 5 jam MUP C 4 cm 400kg/cm2 5 jam MUP A 6 cm 400kg/cm2 12 jam MUP B 6 cm 400kg/cm2 5 jam MUP C 6 cm 400kg/cm2 5 jam Kontrol ASTM D

140 119 Nilai keteguhan tekan pada tabel 4.7 diatas menunjukan sampel uji dengan lama tahan kempa/pressing 12 jam lebih besar di bandingkan dengan sampel uji dengan lama tahan kempa 5 jam, dima perbedaan nilai rata-rata yaitu 5.6 % sampai dengan 29.5 %, perbedaan tersebut menunjukan bahwa lama tahan kempa/pressing dan sebaran perekat epoxy sangat besar berpengaruh terhadap pembuatan sampel uji, Karena lama tahan kempa/pressing memberikan kerapatan yang baik serta sebaran perekat epoxy dapat meresap masuk ke dalam pori-pori lamina/belahan lamina menjadi lebih kaku. Secara keseluruhan nilai keteguhan tekan sampel uji lama tahan kempa/pressing 12 jam dan sampel uji lama tahan kempa 5 jam dapat memenuhi standar yang di syaratkan ASTM D c. Pengujian keteguhan Rekat Pengujian keteguhan geser dengan cara memberikan pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan material uji secara vertikal. Gambar 4.6 menunjukan proses pengujian keteguhan geser rekat papan laminasi dari tangkai daun rumbia (gaba-gaba).

141 120 Gambar 4.6. Pengujian Keteguhan Geser Rekat Dalam proses pengujian sampel uji diberikan beban hingga sampel uji mengalami pemisahan belahan, dibawah ini dapat grafik 4.6 yang menggambarkan fariasi maksimum beban pada tiap-tiap sampel uji saat pengujian Sampel Uji Beban (kn) MUL A 4 cm 12 Jam MUL B 4 cm 5 jam MUL A 6 cm 12 Jam MUL B 6 cm 5 Jam Grafik 4.6 Pengujian Keteguhan Gesr Rekat Laminasi

142 121 Grafik 4.6 diatas menunjukan keteguhan geser rekat pada tiap tiap sampel uji, dimana grafik sampel uji dengan lama tahan kempa 12 jam lebih tinggi di bandingkan dengan grafik rata-rata sampel uji 5 jam. Pada tabel 4.10 dibawah ini menunjukan nilai rata-rata sampel uji. Tabel Nilai Keteguhan Geser Rekat Papan Laminasi Tangkai SAMPEL Daun Rumbia ( gaba-gaba ) KK (kg/cm 2 ) LTK ( Jam ) BEBAN MAX ( kn ) BEBAN (Kg/Cm2) MUP A 4 cm 400kg/cm2 12 jam MUP B 4 cm 400kg/cm2 5 jam MUP A 6 cm 400kg/cm2 12 jam MUP B 6 cm 400kg/cm2 5 jam Kontrol ASTM D < 7 Hasil analisa pengujian keteguhan geser rekat yaitu niilai rata-rata sampel uji tertinggi pada tabel 4.7 diatas menunjukan bahwa sampel uji dengan lama tahan kempa/pressing 12 jam lebih besar di bandingkan dengan nilai rata-rata pada sampel uji dengan lama tahan kempa/pressing 5 jam. Proses pengujian keteguhan geser rekat pada semua sampel uji, sampel uji mengalami pecah pada lapisan/belahan lamina, hal ini di sebabkan karena belahan lamina belum mendapat kerapatan yang cukup padat sehingga tiap-tiap lapisan/belahan lamina masih memiliki pori-pori yang memungkinkan terjadinnya pecah pada belahan/lamina namun rata-rata nilai keteguhan geser rekat tersebut

143 122 memenuhi persyaratan standar ASTM D sehingga hasil pengujian tersebut masih dapat di tingkatkan apabila belahan lamina di perpadat sebelum disusun menjadi laminasi papan. 5. Pembahasan Hasil Sifat Fisik dan Mekanis Papan Laminasi Dari hasil penelitian melalui pengujian sifat fisik dan mekanis papan laminasi, dapat dijelaskan bahwa perlakuan lama tahan kempa/pressing dan besarnya beban/tekanan yang di berikan pembuatan papan laminasi tangkai daun rumbia sangat berpengaruh terhadap sifat fisik mekanis papan laminasi, selain itu perekat epoxy sangat cocok penggunaan pada papan laminasi tangkai daun rumbiah. 6. Pengujian Konduktivitas Termal Pengujian konduktivitas termal pada Papan partikel dan papan laminasi tangkai daun rumbia dengan kepadatan optimal dari variable 400 kg/cm2 dengan lama tahan kempa/pressing 12 jam dan lama tahan kempa/pressing 5 jam. Papan partikel dan papan laminasi tangkai daun rumbia masing-masing 1 buah berukuran 30 x 30 Cm sebagai sampel material uji dengan variasi ketebalan yaitu 2 cm, 4 cm dan 6 cm dengan pengujian secara tertutup, sumber panas yang diberikan 100 watt (pada plat) alumunium tebal 3 mm. Pada gambar 4.7 menunjukan proses pengujian konduktivitas termal material papan laminasi dan papan partikel

144 123 Gambar 4.7. pengujian Konduktivitas papan laminasi dan papan partikel Proses pengujian pengukuran suhu papan partikel komposit dan papan laminasi dari tangkai dau rumbia (gaba-gaba), dapat di lihat pada grafik 4.8 dibawah ini yang menunjukan proses pengukuran perindahan panas pada papan partikel komposit dan grafik 4.9 menunjukan proses pengukuran perpindahan panas papan laminasi tangkai daun rumba. Suhu tempuh ( 0 C) Sampel Uji MUP A 6 CM 12 Jam MUP A 6 CM 5 Jam MUP A 6 CM 12 Jam MUP B 4 CM 5 Jam MUP A 2 cm 12 Jam MUP B 2 cm 5 Jam Waktu Pengukuran ( Menit ) Grafik 4.7 Proses Perpindahan Panas Papan Partikel Komposit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PAPAN PARTIKEL 2.1.1 Definisi dan Pengertian Papan partikel adalah suatu produk kayu yang dihasilkan dari hasil pengempaan panas antara campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Akustik Papan Partikel Sengon 4.1.1 Koefisien Absorbsi suara Apabila ada gelombang suara bersumber dari bahan lain mengenai bahan kayu, maka sebagian dari energi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisis Papan Semen 4.1.1. Kadar Air Nilai rata-rata kadar air papan semen sekam hasil pengukuran disajikan pada Gambar 7. 12 Kadar air (%) 9 6 3 0 JIS A5417 1992:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 1 strand

Lebih terperinci

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Mitra Rahayu1,a), Widayani1,b) 1 Laboratorium Biofisika, Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4.1 Geometri Strand pada Tabel 1. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran nilai rata-rata geometri strand pada penelitian ini tertera Tabel 1 Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand, perhitungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 % TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Eko (2007) menyatakan bahwa limbah utama dari industri kayu adalah potongan - potongan kecil dan serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan partikel yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Sifat mekanis papan partikel yang diuji meliputi Modulus of Elasticity

Lebih terperinci

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan. 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Komposit Anyaman Pandan 4.1.1 Kerapatan Sifat papan yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh kerapatan. Dari pengujian didapat nilai kerapatan papan berkisar

Lebih terperinci

Merupakan salah satu elemen kualitas dalam perencanaan eko-arsitektur, walaupun terdapat beberapa masalah kualitas lainnya yang berhubungan.

Merupakan salah satu elemen kualitas dalam perencanaan eko-arsitektur, walaupun terdapat beberapa masalah kualitas lainnya yang berhubungan. Merupakan salah satu elemen kualitas dalam perencanaan eko-arsitektur, walaupun terdapat beberapa masalah kualitas lainnya yang berhubungan. Disampaikan oleh : Beta Paramita, MT. pada kuliah Arsitektur

Lebih terperinci

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 77 6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 6.1 Pendahuluan Pengempaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas papan yang dihasilkan (USDA, 1972). Salah satu hal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand Hasil pengukuran geometri strand secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan nilai rata-ratanya tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai pengukuran

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat menggunakan

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Desember 00 : 7 BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L) LAMINATED BEAMS FROM COCONUT WOOD (Cocos nucifera L) Djoko Purwanto *) *) Peneliti Baristand

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi plastik membuat aktivitas produksi plastik terus meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan dasar. Material plastik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Klasifikasi papan partikel menurut FAO (1958) dan USDA (1955)

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Klasifikasi papan partikel menurut FAO (1958) dan USDA (1955) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PAPAN PARTIKEL Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang material komposit, menjadi sebuah tantangan dalam ilmu material untuk mencari dan mendapatkan material baru yang memiliki

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun seluas 8,91 juta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun seluas 8,91 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit telah berkembang dengan pesat di Indonesia. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun 2011-2012 seluas 8,91 juta Ha 9,27 juta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mutu Kekakuan Lamina BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan lamina diawali dengan melakukan penentuan mutu pada tiap ketebalan lamina menggunakan uji non destructive test. Data hasil pengujian NDT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan

TINJAUAN PUSTAKA. kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit Sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang sawit berbentuk silinder dengan diameter 20-75 cm. Tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1 Kerapatan Kerapatan merupakan perbandingan antara massa per volume yang berhubungan dengan distribusi partikel dan perekat dalam contoh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Sifat fisis dari panel CLT yang diuji yaitu, kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan volume (KV) dan penyusutan volume (SV). Hasil pengujian sifat fisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga didunia setelah Nigeria dan Thailand dengan hasil produksi mencapai lebih 23 juta ton pada tahun 2014

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam Andi Aulia Iswari Syam un 1, Muhammad Agung 2 Endang Ariyanti

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN : SINTESIS DAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH PELEPAH SAWIT DAN SABUT KELAPA Erwan 1), Irfana Diah Faryuni 1)*, Dwiria Wahyuni 1) 1) Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA i PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i PENGARUH PERENDAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok masyarakat dalam bahan bangunan untuk perumahan, maka

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pokok masyarakat dalam bahan bangunan untuk perumahan, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia maka semakin bertambah pula kebutuhan pokok masyarakat dalam bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni Kadar perekat urea formaldehida (UF) = 12% Ukuran sampel = 25 x

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman sagu (Metroxylon sago) merupakan tanaman yang tersebar di Indonesia, dan termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, marga Metroxylon, dengan ordo

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit (BKS) Menurut sistem klasifikasi yang ada kelapa sawit termasuk dalam kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledoneae, family

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN PENDAHULUAN Pasokan kayu sebagai bahan mebel dan bangunan belum mencukupi kebutuhan yang ada Bambu (multiguna, cepat tumbuh, tersebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komposit Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material, dimana akan terbentuk material yang lebih baik dari material pembentuknya. Material

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SEKAM PADI DENGAN ANYAMAN BAMBU SEBAGAI PAPAN SEMEN DEKORATIF

PENGGUNAAN SEKAM PADI DENGAN ANYAMAN BAMBU SEBAGAI PAPAN SEMEN DEKORATIF POLI TEKNOLOGI VOL.10 NO.1, JANUARI 2011 PENGGUNAAN SEKAM PADI DENGAN ANYAMAN BAMBU SEBAGAI PAPAN SEMEN DEKORATIF Eko Wiyono dan Anni Susilowati Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Jakarta Kampus Baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat TINJAUAN PUSTAKA Bambu Tali Bambu sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki kandungan lignoselulosa melimpah di Indonesia dan berpotensi besar untuk dijadikan sebagai bahan pengganti kayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan tanaman penghasil kayu yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, baik untuk keperluan industri besar, industri

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ( Jamilah, 2009 ). Menurut Direktorat Bina Produksi Kehutanan (2006) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. ( Jamilah, 2009 ). Menurut Direktorat Bina Produksi Kehutanan (2006) bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai konstruksi, bangunan atau furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara ketersediaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu akan mempengaruhi kekuatan kayu dalam menerima dan menahan beban yang terjadi pada kayu itu sendiri. Pada umumnya kayu yang memiliki kadar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan bangunan rumah di Indonesia setiap tahun rata-rata sebesar ± 1,1 juta unit dengan pasar potensial di daerah perkotaan sebesar 40 % atau ± 440.000 unit. Dari

Lebih terperinci

Analisis Termal pada Material Alami Gaba-gaba (Pelepah Sagu) sebagai Bahan Alternatif Hemat Energi

Analisis Termal pada Material Alami Gaba-gaba (Pelepah Sagu) sebagai Bahan Alternatif Hemat Energi TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Analisis Termal pada Material Alami Gaba-gaba (Pelepah Sagu) sebagai Bahan Alternatif Hemat Energi Sherly Asriany (1), Adnan Sofyan (2), Ridwan (3) Sherly.73@gmail.com (1) Prodi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Serat Sisal (Agave sisalana Perr.) Serat sisal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari serat sisal kontrol dan serat sisal yang mendapatkan perlakuan mekanis

Lebih terperinci

UJI COBA PENGGUNAAN SABUT KELAPA SEBAGAI PAPAN SERAT. Ninik Paryati 1)

UJI COBA PENGGUNAAN SABUT KELAPA SEBAGAI PAPAN SERAT. Ninik Paryati 1) 69 UJI COBA PENGGUNAAN SABUT KELAPA SEBAGAI PAPAN SERAT Ninik Paryati 1) 1) Jurusan Teknik Sipil, Universitas Islam 45 Bekasi Jl. Cut Meutia No. 83 Bekasi Telp. 021-88344436 e-mail: nparyati@yahoo.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Papan Partikel. Sorghum (Shorgum bicolour) merupakan salah satu sumber daya alam

TINJAUAN PUSTAKA. Papan Partikel. Sorghum (Shorgum bicolour) merupakan salah satu sumber daya alam TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Sorghum (Shorgum bicolour) merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk keperluan pangan, pakan, energy, dan industri. Kelebihan dari tanaman sorghum adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F KAYU LAMINASI Oleh : Yudi.K. Mowemba F 111 12 040 Pendahuluan Kayu merupakan bahan konstruksi tertua yang dapat diperbaharui dan merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang penting. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD i PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan manusia akan kayu terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada saat yang bersamaan, daya dukung hutan sebagai penghasil kayu sudah berada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bahan baku industri terus meningkat jumlahnya, akan tetapi rata-rata pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bahan baku industri terus meningkat jumlahnya, akan tetapi rata-rata pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai salah satu sumber daya alam penghasil kayu menjadi modal dasar bagi pertumbuhan industri sektor pengolahan kayu. Penggunaan kayu sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Material untuk rekayasa struktur terbagi menjadi empat jenis, diantaranya logam, keramik, polimer, dan komposit (Ashby, 1999). Material komposit merupakan alternatif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ampas tebu atau yang umum disebut bagas diperoleh dari sisa pengolahan tebu (Saccharum officinarum) pada industri gula pasir. Subroto (2006) menyatakan bahwa pada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN B. Tahapan Proses Pembuatan Papan Serat 1. Pembuatan Matras a. Pemotongan serat Serat kenaf memiliki ukuran panjang rata-rata 40-60 cm (Gambar 18), untuk mempermudah proses pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Papan Partikel Papan partikel merupakan produk panil hasil industri manufaktur yang berasal dari bahan berlignoselulosa (biasanya kayu), yang dibentuk menjadi partikel-partikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bambu merupakan tanaman rumpun yang tumbuh hampir di seluruh belahan dunia, dan dari keseluruhan yang ada di dunia Asia Selatan dan Asia Tenggara menyediakan kira-kira

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Pengaruh Variasi Penyusunan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku, pembuatan dan pengujian sifat fisis papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian sifat mekanis

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

akan sejalan dengan program lingkungan pemerintah yaitu go green.

akan sejalan dengan program lingkungan pemerintah yaitu go green. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, masyarakat Indonesia masih memahami bahwa serat alam tidak terlalu banyak manfaatnya, bahkan tidak sedikit yang menganggapnya sebagai bahan yang tak berguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dibidang teknologi dan sains mendorong material komposit banyak digunakan pada berbagai macam aplikasi produk. Secara global material komposit dikembangkan

Lebih terperinci

KAYU LAPIS BAMBU (BAMBOO PLYWOOD) DARI PEMANFAATAN LIMBAH KERAJINAN BILIK BAMBU

KAYU LAPIS BAMBU (BAMBOO PLYWOOD) DARI PEMANFAATAN LIMBAH KERAJINAN BILIK BAMBU DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.mps.23 KAYU LAPIS BAMBU (BAMBOO PLYWOOD) DARI PEMANFAATAN LIMBAH KERAJINAN BILIK BAMBU Tina Anggraini 1, a), Sulhadi b), Teguh Darsono c) 1 Program Studi Magister Pendidikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perkembangan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam industri mulai menyulitkan bahan konvensional seperti logam untuk memenuhi keperluan aplikasi baru. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2010. Tempat yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut : untuk pembuatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia menyebabkan industri kehutanan mengalami krisis bahan baku.

PENDAHULUAN. Indonesia menyebabkan industri kehutanan mengalami krisis bahan baku. PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan kayu semakin meningkat dengan semakin berkembangnya pembangunan di Indonesia. Fakta menunjukkan, besarnya laju kerusakan hutan di Indonesia menyebabkan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Produk Majemuk dan Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sambungan material komposit yang telah. banyak menggunakan jenis sambungan mekanik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sambungan material komposit yang telah. banyak menggunakan jenis sambungan mekanik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan sambungan material komposit yang telah dilakukan banyak menggunakan jenis sambungan mekanik dan sambungan ikat, tetapi pada zaman sekarang para rekayasawan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya(suharto, 2011). Berdasarkan wujudnya limbah di kelompokkan

TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya(suharto, 2011). Berdasarkan wujudnya limbah di kelompokkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu proses atau kegiatan, baik pada skala industri, pertambangan, rumah tangga, dan sebagainya(suharto,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V ANALISIS HASIL BAB V ANALISIS HASIL Pada bab ini membahas tentang analisis terhadap output yang didapatkan dan interpretasi hasil penelitian. Analisis hasil tersebut diuraikan dalam sub bab berikut ini. 5.1 ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dunia konstruksi di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini, di berbagai tempat dibangun gedung-gedung betingkat, jembatan layang, jalan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam perkembangan industri dibutuhkan material yang memiliki sifat-sifat istimewa seperti logam. Material komposit polimer merupakan salah satu material alternative

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan material komposit dengan filler serat alam mulai banyak dikenal dalam industri manufaktur. Material yang ramah lingkungan, mampu didaur ulang, serta mampu

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : Serat sabut kelapa, Genteng beton, Kuat lentur, Impak, Daya serap air

Abstrak. Kata kunci : Serat sabut kelapa, Genteng beton, Kuat lentur, Impak, Daya serap air PEMBUATAN DAN PENGUJIAN KARAKTERISTIK GENTENG BETON DENGAN PENAMBAHAN SERAT SABUT KELAPA Ita Sari M Simbolon dan Mara Bangun Harahap Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN 1 PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Oleh : Febriana Tri Wulandari Prodi Kehutanan Faperta Unram

Oleh : Febriana Tri Wulandari Prodi Kehutanan Faperta Unram ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 7 DESKRIPSI SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA PAPAN PARTIKEL TANGKAI DAUN NIPAH (Nypa fruticans.wurmb) DAN PAPAN PARTIKEL BATANG BENGLE (Zingiber cassumunar.roxb) Oleh : Febriana

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokompsit Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kekuatan Bahan dan Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atmosfer. Untuk memaksimalkan limbah sekam padi, sangat perlu untuk dicari

I. PENDAHULUAN. atmosfer. Untuk memaksimalkan limbah sekam padi, sangat perlu untuk dicari 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, abu gosok, bahan bakar dan sebagai pembuatan

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan rekayasa teknologi saat ini tidak hanya bertujuan untuk membantu umat manusia, namun juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan. Segala hal yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai 11 15 LS sehingga memiliki iklim tropis lembab basah dengan ciri khas: curah hujan yang tinggi namun penguapan rendah, suhu

Lebih terperinci

PEMBUATAN BATANG SILINDRIS DENGAN VARIASI UKURAN PARTIKEL SEKAM DARI SEKAM PADI

PEMBUATAN BATANG SILINDRIS DENGAN VARIASI UKURAN PARTIKEL SEKAM DARI SEKAM PADI Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi PEMBUATAN BATANG SILINDRIS DENGAN VARIASI UKURAN PARTIKEL SEKAM DARI SEKAM PADI *Norman Iskandar, Agung Eko Wicaksono, Moh Farid

Lebih terperinci