BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan berbagai peristiwa internasional, seperti dibentuknya Organisasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan berbagai peristiwa internasional, seperti dibentuknya Organisasi"

Transkripsi

1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini perkembangan perekonomian dunia yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa internasional, seperti dibentuknya Organisasi Perdagangan Internasioal (World Trade Organization/WTO), blok-blok perdagangan regional seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA), maupun Asia Pasific Economy Cooperation (APEC), dan sebagainya. 1 Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif melaksanakan pembangunan. Dalam melaksanakan pembangunan sudah barang tentu membutuhkan dana yang cukup besar. Melihat potensi perkembangannya, pemerintah Indonesia bertekad akan mengurangi peranan bantuan luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan. 2 Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. Kebutuhan yang semakin besar ini tidak akan dapat dibiayai oleh pemerintah saja melalui penerimaan pajak dan penerimaan lainnya. 3 1 Joni Emirzon, Aspek-Aspek Hukum Perusahaan Jasa Penilai, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal Adrian Sutedi, Segi-Segi Hukum Pasar Modal,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), hal. 2 3 Jusuf Anwar, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, (Bandung: Alumni, 2007), hal. 1. 1

2 2 Pada Bab IV dari Ketetapan MPR No. IV/ MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun ditegaskan mengenai masalah Pembangunan Ekonomi. Dalam Butir A.7 dari Bab IV tersebut disebutkan : Mengembangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional. 4 Selanjutnya Butir B.7 dari GBHN Bab IV menyebutkan : Mengembangkan kebijakan fiskal dengan memperhatikan prinsip transparansi, disiplin, keadilan, efisiensi, dan efektfitas, untuk menambah penerimaan negara dan menurangi ketergantungan dana dari luar negeri. Sektor swasta akan mengambil peran yang lebih besar melalui penciptaan dan pengembangan berbagai alternatif sumber pembiayaan tidak hanya melalui sistem perbankan tetapi 5 juga melalui sistem lainnya termasuk pasar modal. Dengan demikian, maka pasar modal sebagai salah satu alternatif pembiayaan pembangunan, harus dapat memfasilitasi perkembangan ekonomi pasar. Dalam hubungan ini swasta akan menjadi motor dalam kegiatan ekonomi (private sector leads growth economy). 6 Kesulitan yang menimpa perekonomian Indonesia mungkin tidak terjadi apabila, antara lain, dunia usaha secara sungguhsungguh melaksanakan prinsip-prinsip manajemen keuangan perusahaan yang sehat yakni dengan menyeimbangkan struktur permodalan sedemikian rupa sehingga keperluan jangka pendek benar-benar dapat dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan jangka panjang. 7 4 Bab IV Butir A.7 dari Ketetapan MPR No. IV/ MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun Butir B.7 Bab IV Garis-garis Besar Haluan Negara 6 Jusuf Anwar, Op.cit., hal Ibid., hal. 3.

3 3 Pada hakikatnya, yang dimaksud dengan struktur permodalan adalah pencerminan dari pertimbangan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri dari suatu perusahaan. Perbaikan struktur permodalan dunia usaha merupakan keharusan untuk meningkatkan efisiensi dan memperokoh daya saing perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam terutama dalam era globalisasi. Untuk itu, sumber pembiayaan jangka panjang seperti yang disediakan oleh pasar modal merupakan suatu keharusan bagi pembangunan nasional. 8 Pasal 1 Ayat 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, berbunyi : Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum, dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasar modal (capital market) adalah pasar yang terorganisir, yakni sarana bertemunya penawar (emiten) dan peminta dana jangka menengah maupun panjang dalam bentuk efek, termasuk bank-bank komersil, lembaga-lembaga, dan semua perantara di bidang keuangan maupun surat berharga suatu perusahaan. Kemudian penawar dan peminta modal jangka panjang tersebut dapat melakukan transaksinya dan mencapai kata sepakat tanpa perlu bertatap muka layaknya pasar konvensional. 9 8 Ibid. 9 Pasal 1 Ayat 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

4 4 Kalau diamati perkembangan pasar modal di negara-negara maju, ternyata pasar modal mempunyai peran yang sangat penting, baik dari sisi permintaan modal oleh perusahaan, yang biasa disebut emiten atau dalam bahasa Ingggris-nya issuer, maupun isi penawaran oleh pemilik modal, yaitu masyarakat yang biasa disebut investor. Sepertinya, keduanya sama-sama mendapatkan keuntungan sehingga pasar modal dapat terus berkembang. Bahkan, pasar modal dijadikan tolak ukur kemodernan. Artinya, suatu bangsa atau negara baru berhak menyandang predikat modern kalau pasar modalnya maju. 10 Salah satu kelebihan pasar modal adalah kemampuannya menyediakan modal dalam jangka panjang dan tanpa batas. Dengan demikian, untuk membiayai investasi pada proyek-proyek jangka panjang dan memerlukan modal yang besar, sudah selayaknya para pengusaha menggunakan dana-dana dari pasar modal. Sedangkan untuk membiayai investasi jangka pendek, seperti kebutuhan modal kerja, dapat digunakan dana-dana (misalnya kredit) dari perbankan. 11 Banyak negara yang menyadari bahwa pasar modal merupakan suatu sarana yang bernilai positif dan produktif guna mendorong perekonomian negaranya masing-masing. Negara yang menganut paham sosialispun seperti RRC, dalam kehidupan perekonomiannya sudah mengarah pada praktik yang umum terdapat di negara kapitalis. Di samping itu, pasar modal merupakan alternatif baru bagi para pemodal untuk melakukan investasi. Dengan berbagai alternatif investasi yang 10 Sarwidji Widoatmodjo, (1) Pasar Modal Indonesia : Pengantar dan Studi Kasus, (Jakarta: Ghalia Indonesia), 2009, hal Ibid.

5 5 telah ada seperti perbankan, properti, dan komoditi para pemodal dapat melakukan pilihan investasi secara tepat serta memberikan manfaat terbaik. 12 Di samping kelebihan seperti tersebut di atas, pasar modal juga masih memiliki manfaat lain. Pasar modal dapat menjadi sarana pengalihan resiko (risk diversification), dimana pengalihan resiko ini merupakan salah satu strategi investasi untuk menekan resiko, baik dari pihak issuer maupun pihak pemodal tetapi tetap berpotensi menghasilkan keuntungan yang cukup bagi para pihak. Ada pula fungsi lainnya, yakni fungsi pasar modal dalam mekanisme alokasi modal dan pemantauan korporasi, serta sebagai sarana bagi pemerintah untuk melaksanakan ekonomi pasar disamping memanfaatkan baik kebijakan fiskal maupun moneter. 13 Hal-hal lain yang sangat penting adalah telah berlaku efektifnya Undang- Undang Pasar Modal, yakni Undang-Undang No. 8 Tahun Di dalam UU No. 8 Tahun 1995 secara tegas mewajibkan setiap perusahaan yang menawarkan efeknya melalui pasar modal atau disebut emiten untuk mengungkapkan seluruh informasi mengenai keadaan usahanya, termasuk keadaan keuangan, aspek hukum, manajemen, dan harta kekayaan perusahaan (full disclosure) kepada masyarakat karena pada prinsipnya membeli suatu barang janganlah seperti membeli kucing dalam karung. Tetapi barang yang dibeli haruslah jelas wujudnya. 14 Namun demikian, untuk yang namanya tindakan membeli efek, maka sektor hukum mensyaratkan untuk keterbukaan (disclosure) lebih dari yang berlaku 12 Jusuf Anwar, Op.cit., hal Ibid., hal Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 4.

6 6 untuk membeli barang biasa. Cukup banyak pemikiran telah dicurahkan dan cukup banyak aturan main yang telah digulirkan hanya untuk menjain agar unsur transparansi tersebut benar-benar muncul ke permukaan. Begitu pentingnya eksistensi dan kedudukan unsur keterbukaan (disclosure) dalam pasar modal sehingga kalau belum bisa menjamin unsur keterbukaan ini, maka hukum pasar modal tersebut dianggap masih belum apa-apa. Dalam hal inilah diperlukannya keterbukaan (disclosure) informasi di pasar modal karena informasi itu harus dijamin kebenarannya sehingga masyarakat pemodal dapat memahami keadaan perusahaan sebelum mengambil keputusan untuk membeli atau tidak membeli efek. 15 Di dalam pengertian keterbukaan (disclosure), Bacelius Ruru menyebutkan bahwa keterbukaan (disclosure) adalah kewajiban perusahaan atau emiten untuk menyampaikan laporan perusahaan, baik dalam bentuk laporan keuangan berkala maupun laporan kejadian penting lainnya. Informasi tersebut harus akurat, tepat waktu, dan dapat dipertanggungjawabkan. 16 Menurut Pasal 1 ayat 15 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal : Penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya Ibid. 16 Bacelius Ruru, Pasar Modal Indonesia Pasca Deregulasi Paket Desember 1990, Makalah Dalam Seminar Nasional Perkembangan Pasar Modal di Indonesia Pasca Deregulasi Paket Desember 1990, Yogyakarta, 22 Januari 1994, hal Pasal 1 Ayat 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

7 7 Dalam proses penawaran umum (go public), emiten harus menyerahkan prospektus perusahaannya. Menurut Pasal 1 ayat 26 UU No. 8 Tahun 1995, yang dimaksud dengan prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan penawaran umum dengan tujuan agar pihak lain membeli efek. Artinya, prospektus tersebut merupakan iklan yang berisi tentang pernyataan dan atau informasi yang dicetak dalam bentuk dokumen dan dipergunakan untuk mempengaruhi calon pemodal, sehingga ia tertarik untuk membeli efek tersebut. Prospektus merupakan dokumen yang sangat penting bagi suatu perusahaan yang baru pertama kali go public, dikarenakan masyarakat (calon investor) hanya dapat memperoleh informasi tentang perusahaan go public tersebut dari prospektus yang dikeluarkan oleh emiten. Karena itulah, prospektus akan dibuat semenarik mungkin, baik desain dan mutu bahan percetakannya maupun substansi isi informasi yang ingin disampaikan kepada investor. Meskipun prospektus tampak sangat menarik, tidak ada yang menjamin kebenaran isi prospektus tersebut. Karena itulah Bapepam-LK (Otoritas Jasa Keuangan) selalu dan perlu menyatakan dalam setiap prospektus yang dikeluarkan emiten bahwa Bapepam-LK (Otoritas Jasa Keuangan) tidak menjamin kebenaran isi prospektus. 18 Prospektus harus menyajikan paling tidak hal-hal berikut Jadwal proses go public 2. Sejarah singkat perusahaan 3. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) 18 Sarwidji Widoatmodjo, Op.cit., hal Ibid.

8 8 4. Para pengelola (komisaris dan direksi) 5. Struktur organisasi 6. Pendapat dari konsultan hukum 7. Pendapat dari penilai 8. Laporan keuangan, yang sudah diaudit akuntan publik : a. Neraca b. Laporan laba/rugi c. Laporan perubahan modal 9. Proyeksi, yang dirinci per tahun 10. Kebijaksanaan deviden yang akan diambil emiten 11. Risiko, yaitu kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan perusahaan tidak berhasil mencapai proyeksi sehingga menyebabkan investor akan merugi. Jika dicermati hal-hal yang harus disajikan dalam prospektus diatas, beberapa informasi yang disajikan dalam dokumen prospektus merupakan hasil kerja dari profesi penunjang dalam pasar modal, khususnya dalam hal penawaran umum perdana (initial public offering). Bagi perusahaan yang hendak go public, profesi penunjang pasar modal menjadi sangat penting karena profesi penunjang pasar modal ini akan membantu emiten dalam proses penawaran umum. Profesi penunjang pasar modal tersebut, yaitu: 1. Akuntan Publik 2. Konsultan Hukum 3. Perusahaan Penilai

9 9 4. Notaris Informasi yang disajikan oleh institusi dan profesi penunjang pasar modal tentang keadaan perusahaan (emiten/calon emiten) merupakan hal yang sangat fundamental di pasar modal, mengingat informasi tersebut merupakan sarana bagi investor untuk mengambil keputusan bagi investasinya. 20 Pada hakikatnya, Usaha Jasa Penilai adalah badan usaha yang berpredikat sebagai lembaga kepercayaan, wajib memberikan penilaian yang independen. 21 Perusahaan Penilai sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal mempunyai kedudukan yang cukup penting, karena lembaga ini berperan dalam menentukan nilai wajar dan harta milik perusahaan. Nilai ini diperlukan sebagai bahan informasi bagi para investor dalam mengambil keputusan investasi. Salah satu tolok ukur yang dipergunakan untuk menilai keadaan perusahaan go public adalah dengan mengetahui seberapa jauh nilai harta tetap perusahaan bersangkutan. Neraca juga mencerminkan harta kekayaan perusahaan baik harta tetap maupun aktiva lancar, tetapi nilainya didasarkan pada nilai buku. Nilai ini kiranya belum mencerminkan nilai harta kekayaan sebagaimana dikehendaki oleh para investor di pasar modal. Umumnya, para investor menginginkan pengetahuan mengenai nilai wajar perusahaan sebagai usaha yang berkelanjutan (going concern). 22 Peran penilai antara lain 23 : 20 Jusuf Anwar, Op. cit., hal Pasal 67 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor Jusuf Anwar, Op.cit., hal Sarwidji Widoatmodjo, (2) Jurus Jitu Go Public, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004), hal. 79.

10 10 a. Penilai berperan menilai keberadaan suatu barang/benda secara fisik dan non fisik. Secara fisik berarti menilai berapa nilai barang tersebut jika dirupiahkan. b. Dalam bentuk fisiknya, harta kekayaan dapat berupa harta tetap, harta tidak tetap maupun yang tidak berwujud. Semua itu menjadi tanggung jawab penilai. Aset merupakan harta kekayaan dari emiten sehingga perlu diberikan penilaian yang objektif dan terbuka. Sebab bagian inilah yang dibeli dan dibayar oleh pemodal, atau yang dapat dijadikan agunan terhadap pinjaman dari pemodal. Dengan demikian, penilai bisa menentukan seberapa besar nilai kekayaan emiten. Selanjutnya nilai kekayaan ini akan menentukan harga saham atau obligasi. Karena itu emiten sangat erat kaitannya dengan keberadaan penilai. 24 Hasil dari penilaian tersebut akan dilampirkan dalam dokumen prospektus emiten, untuk selanjutnya dijadikan bahan informasi oleh calon investor. Oleh karena itulah profesi penilai diharapkan dapat bekerja secara transparan dan memberikan penilaian yang independen. Penilaian yang independen ini diperlukan untuk menghindari tindakan penipuan informasi bagi calon investor oleh perusahaan yang akan go public, karena umumnya dalam mekanisme penawaran umum perdana, emiten ingin menarik minat calon investor melalui nilai harta dan aset perusahaan yang besar. Padahal, pemodal menginginkan suatu penilaian yang independen dan objektif atas aset-aset perusahaan, sehingga mereka merasa yakin bahwa mereka berinvestasi di perusahaan yang potensial. 24 Ibid.

11 11 Karena apabila seorang pemodal berinvestasi di perusahaan yang laporan penilaian asetnya tidak dapat dijamin transparansi dan independensinya, maka hal ini akan menimbulkan kerugian yang besar dikemudian hari bagi pihak investor. Oleh karena itu sangat ditekankan penerapan prinsip transparansi oleh perusahaan jasa penilai dalam melaksanakan tugasnya. Atas dasar itulah, penulis merasa perlu membahas lebih lanjut mengenai Penerapan Prinsip Transparansi oleh Perusahaan Jasa Penilai Terkait Penawaran Saham Perdana. B. Rumusan Masalah Dari uraian singkat yang telah dikemukakan diatas, penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan prinsip keterbukaan dalam penawaran saham perdana? 2. Bagaimana pelaksanaan pekerjaan profesi penilai dalam kegiatan penawaran saham perdana? 3. Bagaimana tanggung jawab hukum penilai dalam implemetasi prinsip transparansi di penawaran saham perdana? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun yang menjadi tujuan utama dalam penulisan ini adalah :

12 12 1. Mengetahui penerapan prinsip keterbukaan dalam penawaran saham perdana berdasarkan peraturan-peraturan pasar modal Indonesia. 2. Mengetahui pelaksanaan pekerjaan profesi penilai dalam kegiatan penawaran saham perdana. 3. Mengetahui bagaimana tanggung jawab hukum penilai dalam implementasi prinsip transparansi di penawaran saham perdana. Adapun manfaat penulisan skripsi ini antara lain : 1. Secara Teoritis Secara teoritis, penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap penerapan prinsip transparansi oleh Profesi Penunjang Pasar Modal, khususnya Perusahaan Jasa Penilai dalam kegiatan Penawaran Saham Perdana oleh perusahaan go public. 2. Secara Praktis Penulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yuridis mengenai perusahaan jasa penilai, khususnya mengenai penerapan prinsip transparansi dalam melaksanakan tugasnya sehubungan dengan kegiatan penawaran saham perdana di pasar modal kepada Almamater Fakultas Hukum sebagai bahan masukan bagi rekan-rekan mahasiswa. D. Keaslian Penulisan Skripsi ini berjudul Implementasi Prinsip Transparansi Oleh Perusahaan Jasa Penilai Terkait Penawaran Saham Perdana. Di dalam penulisan skripsi ini

13 13 dimulai dari mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan perusahaan jasa penilai, pelaksanaan kegiatan penilaian di penawaran saham perdana, maupun peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan atau media cetak maupun media elektronik. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini, telah dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan melalui internet untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara atau ditempat lainnya. Namun terdapat tulisan mengenai Aspek Hukum Kedudukan Penjamin Emisi dalam Rangka Penawaran Umum Penjual Saham Perdana yang ditulis oleh Poppy Dian Ariany S. dengan mengangkat rumusan permasalahan sebagai berikut: 1. Perbedaan antara pasar perdana dengan pasar sekunder dan bursa pararel 2. Proses penjualan saham di pasar perdana 3. Aspek hukum kedudukan penjamin emisi dalam rangka penawaran umum penjualan saham perdana 4. Pembagian kategori penjamin emisi yang melakukan pelanggaran dalam peroses penawaran saham pada pasar perdana atau IPO. Dan Merliana Lepita S. menulis tentang Transparansi pada Perseroan Terbuka sebagai Implementasi Good Corporate Governance (GCG) di Pasar Modal dengan mengangkat rumusan permasalahan sebagai berikut:

14 14 1. Penerapan prinsip transparansi pada perseroan terbuka sebagai implementasi good corporate governance di pasar modal. 2. Ketentuan sanksi atas pelanggaran prinsip transparansi di pasar modal. Dan skripsi ini ditulis dengan permasalahan dan pembahasan yang berbeda sehingga bisa dipandang sebagai tulisan yang asli. Apabila dikemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban dikemudian hari. E. Tinjauan Kepustakaan Pasal 64 Ayat 1 Huruf c UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa profesi penunjang pasar modal antara lain terdiri dari penilai. Profesi penilai sesungguhnya memiliki peran sangat strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, baik sektor publik maupun privat. 25 Penilai adalah pihak yang menerbitkan dan menandatangani laporan penilaian atas nilai aktiva, yang disusun berdasarkan pemeriksaan menurut keahlian dari penilai. 26 Penilai yang melakukan kegiatan di bidang pasar modal wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam (Otoritas Jasa Keuangan) untuk mendapatkan Surat Tanda Terdaftar Profesi Penunjang Pasar Modal untuk Penilai. Peranan perusahaan penilai sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal cukup menentukan di pasar modal karena lembaga ini berperan dalam menentukan nilai wajar dari harta milik perusahaan. 25 Doli D. Siregar, Breakthrough Profesionalisme Penilai Indonesia, (Jakarta: Masyarakat Profesi Penilai Indonesia, 2013), hal Sarwidji Widoatmodjo, (2), Op.cit., hal. 78.

15 15 Nilai ini diperlukan sebagai bahan informasi bagi para investor di dalam mengambil keputusan investasi. 27 Ditinjau dari berbagai sisi, usaha jasa penilai serta profesi penilai di Indonesia memang masih menyimpan banyak problematikanya sendiri. Pertama, dari segi jumlah saja, misalnya ketersediaan tenaga penilai masih jauh jika dibandingkan dengan kebutuhan dan tuntutan pasar yang cenderung terus meningkat dan berkembang. Ketua umum MAPPI Hamid Yusuf memiliki perkiraan, tahun 2011 jumlah tenaga penilai hanya sekitar 2000 orang, padahal dengan wilayah yang demikian luas dan perkembangan ekonomi yang sangat pesat, Indonesia sedikitnya membutuhkan sekitar 10 ribu tenaga penilai. 28 Kondisi tersebut tidak bisa dilepaskan dari permasalahan kedua yang masih melilit industri jasa dan profesi penilai di Indonesia, yaitu soal pendidikan. Dengan intensitas pendidikan dan tingkat kelulusan peserta pendidikan jasa penilai yang tidak melampaui angka 50 persen, sulit untuk bisa memenuhi kebutuhan jasa penilai sesuai permintaan dan tuntutan pasar yang kian besar. 29 Pendek kata, dengan kondisi ketersediaan dan penyelenggaraan pendidikan yang masih terbatas, pertumbuhan jumlah penilai, baik dalam pengertian tenaga penilai atau penilai publik, akan terbatas pula. 30 Masalah ketiga adalah persoalan kompetensi profesionalitas, dan integritas dari profesi penilai. Diakui atau tidak, masih adanya persoalan tentang kompetensi, profesionalitas, dan integritas dari profesi penilai tersebut terbaca 27 Adrian Sutedi, Op.cit., hal Kompas, 30 September Media Penilai, Edisi Maret/TH.VII/2012, hal Doli D. Siregar, Op.cit., hal. 45.

16 16 pada diterbitkannya aturan mengenai standar imbalan jasa (fee) minimum yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat MAPPI. Keluarnya kebijakan ini dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya praktek persaingan yang tidak sehat di kalangan penilai. Tentu saja, persaingan tidak sehat ini muncul lantaran para penilai telah mempertaruhkan kompetensi, profesionalitas, dan integritas mereka. Artinya, dalam praktek kegiatan penilaian, banyak terjadi pengabaian terhadap Standar Penilaian Indonesia (SPI) dan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI), yang secara gambling mewujud dalam perang tarif guna berebut klien atau pasar. Praktek yang demikian tentu saja semakin menjauhkan peran profesi penilai dari misi awalnya guna turut serta membangun perekonomian nasional yang transparan, efisien, akuntabel, berkeadilan, dan kokoh. Dan, ironisnya, hal itu bukan terjadi belakangan ini. Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh seorang dosen dari Universitas Jayabaya Jakarta, RA Thajibah KY pada 2007 menunjukkan bahwa praktek penilaian di Indonesia belum mendukung terbangunnya Good Corporate Governance (GCG) 31 Salah satu temuan dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa banyak penilai publik yang dengan sadar bertindak tidak independen alias mau disetir oleh klien atau pemberi tugas demi mendapatkan imbalan jasa yang tak sepantasnya. Jika ini terjadi, sudah dapat dipastikan bahwa hasil kegiatan penilaiannya tidak akan sesuai dengan standar profesionalitas dan standar kompetensi. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa, selain karena faktor integritas pribadi-pribadi para penilai, juga disebabkan oleh belum adanya 31 Ibid.

17 17 regulasi yang mampu menjamin terbangunnya sistem dan praktek penilaian yang mengacu pada penerapan prinsip-prinsip GCG. Dan memang itulah salah satu persoalan mendasar yang dihadapi profesi penilai hingga saat ini. Inilah masalah keempat bagi profesi penilai di Indonesia : belum ada payung hukum setingkat undang-undang (UU) yang secara khusus mengatur usaha jasa penilai dan profesi penilai di Indonesia. Jika dibandingkan dengan profesi penunjang kegiatan ekonomi lainnya, seperti akuntan, notaris, advokat, hanya penilai yang belum memiliki UU sendiri. Sejak pertama kali profesi ini diatur, hingga saat ini regulasi yang mengatur penilai hanyalah produk hukum setingkat peraturan menteri. Karena itu, dalam konteks bernegara, peraturan menteri yang mengatur profesi penilai ini tidak bisa mengikat para pihak di luar kewenangan kementerian yang menerbitkan peraturan tersebut. Lebih jauh lagi, dengan demikian, seluruh hasil kegiatan penilaian yang dilakukan penilai berupa opini nilai sesungguhnya tidak memiliki kekuatan hukum di depan tata peradilan nasional. 32 Seperti dilaporkan Majalah Media Penilai, sebagai Ketua Umum MAPPI, Hamid Yusuf menyadari akan pentingnya payung UU bagi profesi penilai. Sebab, jika belum dipayungi peraturan perundang-undangan setingkat UU, segala upaya dan terobosan yang dilakukan guna mengembangkan profesi penilai di Tanah Air akan lebih sering membentur tembok. 33 Namun sesungguhnya problematika tersebut tidak bisa dijadikan alasan atau pembenar bagi seorang penilai untuk abai pada masalah profesionalitas, kompetensi, dan integritas sebagai seorang yang 32 Ibid., hal Media Penilai, Edisi September / TH.VI/2011, hal. 16.

18 18 menyandang profesi penilai. Sebab tugas dan tanggung jawab penilai sebagai profesi melekat pada pribadi. 34 Dari sekian banyak permasalahan yang ada dalam pelaksanaan kegiatan penilai tersebut, penerapan prinsip transparansi oleh penilai dalam menjalankan kegiatan penilaian menjadi permasalahan yang cukup penting untuk dijelaskan. Hal ini mengingat, masyarakat sebagai calon investor merupakan salah satu subjek yang terpenting untuk dilindungi dari berbagai macam bentuk kerugian akibat trindakan-tindakan profesi penilai yang tidak transparan. Terlebih apabila suatu perusahaan baru pertama kali go public, maka informasi yang didapatkan oleh calon investor hanya berdasarkan kepada apa yang disajikan oleh emiten dalam prospektus. Sehingga, apabila prospektus tersebut tidak dibuat berdasarkan profesionalitas, kompetensi, dan integritas, maka akibatnya akan sangat merugikan bagi investor. F. Metode Penulisan 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah merupakan penelitian yang menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu metode pendekatan dengan meninjau masalah yang diteliti dari segi ilmu hukum dan melakukan analisis terhadap norma-norma hukum dan peraturan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan berdasarkan bahan primer, sekunder, dan tersier untuk mendapatkan kesimpulan dari data-data yang diperoleh selama penelitian. 34 Doli D. Siregar, Op.cit., hal

19 19 2. Sumber Data Dalam menyusun skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun , Kitab Undangundang Hukum Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) 2013, Standar Penilaian Indonesia (SPI) 2013, Peraturan Nomor VIII.C.1 tentang Pendaftaran Penilai yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal, Peraturan Nomor VIII.C.2 tentang Independensi Pendaftaran Penilai yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal, Peraturan Nomor VIII.C.3 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Usaha di Pasar Modal, Peraturan Nomor VIII.C.4 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Properti di Pasar Modal, Peraturan Nomor VIII.C.5 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Aset Tak Berwujud di Pasar Modal, dan Peraturan Nomor X.J.4 Tentang Laporan Berkala Kegiatan Penilai. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu serta menganalisis. Misalnya: RUU, jurnal hukum, buku-buku para sarjana, hasil penelitian, makalah hukum, dan sebagainya. c. Bahan Hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder. Misalnya: Koran dan majalah.

20 20 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan secara studi pustaka (library Research) atau disebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang disebut dengan data sekunder, berupa perundangundangan, karya ilmiah para ahli, sejumlah buku-buku, artikel-artikel baik dari surat kabar, majalah maupun media elektronik yangs emua itu dimaksudkan untuk memperoleh data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian. 4. Analisis Data Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe penelitian hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisis terhadap permasalahan yang dibahas. Analisis data dilakukan dengan: 35 a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. b. Memilih kaidah-kaidah hukum/doktrin yangs esuai dengan penelitian. c. Mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, azas atau pasal atau doktrin yang ada. d. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif kualitatif. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini meliputi : 35 Amiruddin Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 4.

21 21 BAB I : PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : PRINSIP KETERBUKAAN DALAM PENAWARAN SAHAM PERDANA Berisikan tentang Tujuan Prinsip Keterbukaan, Proses Penawaran Saham Perdana, Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan sebelum Pernyataan Pendaftaran menjadi Efektif, Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan pada Perdagangan Saham di Pasar Perdana oleh Profesi Penunjang Pasar Modal, dan Prospektus. BAB III : PELAKSANAAN PEKERJAAN PROFESI PENILAI DALAM KEGIATAN PENAWARAN SAHAM PERDANA Berisikan tentang Profesi Penilai, Peraturan Jasa Penilai Berdasarkan Ketentuan Otoritas Jasa Keuangan, dan Ruang Lingkup Pekerjaan Jasa Penilai dalam Kegiatan di Pasar Modal. BAB IV : IMPLEMENTASI PRINSIP TRANSPARANSI OLEH PERUSAHAAN JASA PENILAI TERKAIT PENAWARAN SAHAM PERDANA Berisikan tentang Ketentuan Terkait Implementasi Prinsip Transparansi oleh Perusahaan Jasa Penilai, dan Tanggung jawab Hukum Penilai terhadap Pelaksanaan Kegiatannya di Pasar Modal.

22 22 BAB V : PENUTUP Bab ini menjelaskan kesimpulan dan saran.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. Kebutuhan ini tidak akan dapat dibiayai oleh pemerintah saja melalui

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. Kebutuhan ini tidak akan dapat dibiayai oleh pemerintah saja melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan ekonomi nasional suatu negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa mendatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak alasan perusahaan melakukan penawaran umum baik dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak alasan perusahaan melakukan penawaran umum baik dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak alasan perusahaan melakukan penawaran umum baik dengan menjual saham atau surat hutang kepada masyarakat. Alasan yang tak mungkin disangkal perusahaan melakukan

Lebih terperinci

BAB II PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA. menjadikan perusahaannya sebagai salah satu perusahaan go public akan

BAB II PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA. menjadikan perusahaannya sebagai salah satu perusahaan go public akan BAB II PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA 2.1. Latar Belakang Go Public Pesatnya perkembangan dunia usaha menimbulkan persaingan yang ketat di antara para pelaku usaha. Setiap perusahaan berlomba-lomba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung kepada nilai saham yang hendak diperjualbelikan di pasar modal. Undang-

BAB I PENDAHULUAN. tergantung kepada nilai saham yang hendak diperjualbelikan di pasar modal. Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan sarana investasi atau sarana pembiayaan bagi perusahaanperusahaan yang akan menjual sahamnya kepada masyarakat melalui proses penawaran umum (go

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN DAN PERAN NOTARIS DALAM PASAR MODAL Oleh: M. IRFAN ISLAMI RAMBE, S.H., M.Kn.

ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN DAN PERAN NOTARIS DALAM PASAR MODAL Oleh: M. IRFAN ISLAMI RAMBE, S.H., M.Kn. ANALISIS HUKUM KEDUDUKAN DAN PERAN NOTARIS DALAM PASAR MODAL Oleh: M. IRFAN ISLAMI RAMBE, S.H., M.Kn. Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Asahan FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ASAHAN KISARAN 2017 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional. memperoleh dana untuk berinvestasi melalui perbankan, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional. memperoleh dana untuk berinvestasi melalui perbankan, lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah dan masyarakat. Penerimaan pemerintah untuk membiayai

Lebih terperinci

Proses Go Publik Go Public (Penawaran Umum) adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan di-go

Proses Go Publik Go Public (Penawaran Umum) adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan di-go Proses Go Publik Go Public (Penawaran Umum) adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan di-go public) untuk menjual saham atau efek kepada masyarakat

Lebih terperinci

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Direksi PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 74 /POJK.04/2016 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 74 /POJK.04/2016 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 74 /POJK.04/2016 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PT ARGHA KARYA PRIMA INDUSTRY Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT. (Audit Committee Charter)

PT ARGHA KARYA PRIMA INDUSTRY Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT. (Audit Committee Charter) PT ARGHA KARYA PRIMA INDUSTRY Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT 28 November 2013 PT ARGHA KARYA PRIMA INDUSTRY Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT DAFTAR ISI A. PENDAHULUAN... 1 A.1. Latar Belakang Penyusunan... 1 A.2. Tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan sekarang ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 telah berlangsung. AFTA merupakan kerja

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 telah berlangsung. AFTA merupakan kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 telah berlangsung. AFTA merupakan kerja sama antara negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, yang bertujuan untuk meningkatkan daya

Lebih terperinci

PIAGAM KOMITE AUDIT 2015

PIAGAM KOMITE AUDIT 2015 PIAGAM KOMITE AUDIT 2015 DAFTAR ISI Halaman BAGIAN PERTAMA... 1 PENDAHULUAN... 1 1. LATAR BELAKANG... 1 2. VISI DAN MISI... 1 3. MAKSUD DAN TUJUAN... 1 BAGIAN KEDUA... 3 PEMBENTUKAN DAN KEANGGOTAAN KOMITE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rendahnya penerapan corporate governance merupakan salah satu hal yang memperparah terjadinya krisis di Indonesia pada pertangahan tahun 1997. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asril Sitompul, Pasar Modal Penawaran Umum Dan Permasalahannya, (Bandung: PT. Citra Adhitya Bakti,2000), hal. 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. Asril Sitompul, Pasar Modal Penawaran Umum Dan Permasalahannya, (Bandung: PT. Citra Adhitya Bakti,2000), hal. 1. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman yang semakin modern dewasa ini isu globalisasi memang tidak dapat dihindarkan lagi, isu ini terus berkembang dan dampaknya pada perkembangan ekonomi

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU Pasar Modal Nomor 8 tahun 1995 Pasal 1 butir 13, Pasar Modal didefinisikan sebagai Kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat meningkatkan posisi keuangan perusahan disamping untuk. Perusahaan melakukan penjualan saham ataupun mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat meningkatkan posisi keuangan perusahan disamping untuk. Perusahaan melakukan penjualan saham ataupun mengeluarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Go Public merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan tambahan dana dalam rangka pengembangan dana yang diperoleh oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis terhadap..., Aryanti Artisari, FT UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis terhadap..., Aryanti Artisari, FT UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Globalisasi telah mendorong pergerakan ekonomi dunia berkembang semakin cepat di setiap negara. Meskipun pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis multidimensi

Lebih terperinci

PERAN KONSULTAN HUKUM DI DALAM RANGKA PERLINDUNGAN INVESTOR (INVESTOR PROTECTION) Said Sampara* ABSTRACT

PERAN KONSULTAN HUKUM DI DALAM RANGKA PERLINDUNGAN INVESTOR (INVESTOR PROTECTION) Said Sampara* ABSTRACT ISSN : NO. 0854-2031 PERAN KONSULTAN HUKUM DI DALAM RANGKA PERLINDUNGAN INVESTOR (INVESTOR PROTECTION) Said Sampara* ABSTRACT Keberadaan konsultan hukum pasar modal diperlukan untuk dapat memberikan pendapat

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PRINSIP TRANSPARANSI OLEH PERUSAHAAN JASA PENILAI TERKAIT PENAWARAN SAHAM PERDANA SKRIPSI OLEH: YESSICA TRI ANGELINE SITUMORANG

IMPLEMENTASI PRINSIP TRANSPARANSI OLEH PERUSAHAAN JASA PENILAI TERKAIT PENAWARAN SAHAM PERDANA SKRIPSI OLEH: YESSICA TRI ANGELINE SITUMORANG IMPLEMENTASI PRINSIP TRANSPARANSI OLEH PERUSAHAAN JASA PENILAI TERKAIT PENAWARAN SAHAM PERDANA SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

PT. BANK CENTRAL ASIA, Tbk. PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTE CHARTER)

PT. BANK CENTRAL ASIA, Tbk. PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTE CHARTER) PT. BANK CENTRAL ASIA, Tbk. PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTE CHARTER) Tujuan Komite Audit PT. Bank Central Asia, Tbk dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dengan tujuan membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. 1 Mengingat prospek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan saja, tetapi

Lebih terperinci

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN Yth. Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.04/20.. TENTANG LAPORAN PENERAPAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT UTANG DAN/ATAU SUKUK KEPADA PEMODAL PROFESIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan No.289, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Pasar Modal. Kegiatan. Penilai. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6157) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

Audit Committee Charter- SSI. PT SURYA SEMESTA INTERNUSA Tbk. PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER)

Audit Committee Charter- SSI. PT SURYA SEMESTA INTERNUSA Tbk. PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SURYA SEMESTA INTERNUSA Tbk. PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) Daftar Isi Halaman I. Pendahuluan Latar belakang..... 1 II. Komite Audit - Arti dan tujuan Komite Audit...... 1 - Komposisi,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP- 176/BL/2008 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 68 /POJK.04/2017 TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 68 /POJK.04/2017 TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 68 /POJK.04/2017 TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015 TINJUAN YURIDIS INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL 1 Oleh: Lucky P. Rantung 2 ABSTRAK Landasan hukum perbankan utama di Indonesia dan juga merupakan Landasan Konstitusionalnya menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

KEDUDUKAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011

KEDUDUKAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 KEDUDUKAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 Oleh: Ni Kadek Lisnadewi I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

Pedoman Kerja Dewan Komisaris

Pedoman Kerja Dewan Komisaris Pedoman Kerja Dewan Komisaris PT Erajaya Swasembada Tbk & Entitas Anak Berlaku Sejak Tahun 2015 Dewan Komisaris mempunyai peran yang sangat penting dalam mengawasi jalannya usaha Perusahaan, sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laporan audit merupakan sarana atau media yang digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai kewajaran penyusunan laporan keuangan suatu perusahaan kepada para pengguna

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-552/BL/2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan investasi jangka panjang suatu perusahaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan investasi jangka panjang suatu perusahaan yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan suatu pasar keuangan untuk melakukan kegiatan investasi jangka panjang suatu perusahaan yang dapat diperjualbelikan dalam bentuk modal sendiri

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI IHSG

BAB II DESKRIPSI IHSG BAB II DESKRIPSI IHSG 2.1 Sejarah Singkat IHSG Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham yang tercatat di bursa. Hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Pasar Modal mempunyai peran. termasuk pemodal kecil dan menengah. 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Pasar Modal mempunyai peran. termasuk pemodal kecil dan menengah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar Modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional ke arah peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/20/PBI/2006 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/20/PBI/2006 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/20/PBI/2006 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar modal, merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

Semula istilah Pasar adalah menunjukkan tempat di mana penjual dan pembeli berkumpul untuk saling bertukar barang. Ahli ekonomi menggunakan istilah

Semula istilah Pasar adalah menunjukkan tempat di mana penjual dan pembeli berkumpul untuk saling bertukar barang. Ahli ekonomi menggunakan istilah Pasar & Pasar Modal Semula istilah Pasar adalah menunjukkan tempat di mana penjual dan pembeli berkumpul untuk saling bertukar barang. Ahli ekonomi menggunakan istilah Pasar untuk menunjuk pada sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain yang mau ikut menanamkan modalnya pada perusahaan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain yang mau ikut menanamkan modalnya pada perusahaan. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sejalan dengan berkembangnya perekonomian Indonesia, banyak perusahaan yang melakukan ekspansi usaha. Untuk tujuan tersebut, maka perusahaan memerlukan dana yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. era 1997 silam. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya perdagangan di bursa

BAB I PENDAHULUAN. era 1997 silam. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya perdagangan di bursa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan perekonomian, banyak perusahaan termasuk perbankan dalam rangka mengembangkan usahanya melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PT MULTI INDOCITRA Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT

PT MULTI INDOCITRA Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT PT MULTI INDOCITRA Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT Jakarta, April 2013 PT MULTI INDOCITRA Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT DAFTAR ISI Halaman 1. PENDAHULUAN 1 a. Profil Perusahaan 1 b. Latar Belakang 1-2 2. PIAGAM KOMITE

Lebih terperinci

PT. MALINDO FEEDMILL, Tbk. No. Dokumen = 067/CS/XI/13 PIAGAM KOMITE AUDIT. Halaman = 1 dari 10. PIAGAM Komite Audit. PT Malindo Feedmill Tbk.

PT. MALINDO FEEDMILL, Tbk. No. Dokumen = 067/CS/XI/13 PIAGAM KOMITE AUDIT. Halaman = 1 dari 10. PIAGAM Komite Audit. PT Malindo Feedmill Tbk. Halaman = 1 dari 10 PIAGAM Komite Audit PT Malindo Feedmill Tbk. Jakarta Halaman = 2 dari 10 DAFTAR ISI Halaman I. Tujuan 3 II. Tugas dan Tanggung Jawab Komite Audit 3 III. Hak dan Kewenangan Komite Audit

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris 1 BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Informasi yang menyesatkan menurut peraturan perundangundangan. pasar modal adalah suatu informasi yang tidak

BAB V PENUTUP. 1. Informasi yang menyesatkan menurut peraturan perundangundangan. pasar modal adalah suatu informasi yang tidak 105 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Informasi yang menyesatkan menurut peraturan perundangundangan pasar modal adalah suatu informasi yang tidak menyampaikan fakta material secara benar atau tidak memuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan No.133, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Perseroan. Pengelolaan. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6080) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan tahun 1997 menjadi awal mula terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan tahun 1997 menjadi awal mula terjadinya krisis ekonomi di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada pertengahan tahun 1997 menjadi awal mula terjadinya krisis ekonomi di Indonesia yang kemudian berkembang menjadi krisis multidimensi pada tahun 1998

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UU R.I No.8/1995 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 424/BL/2007 TENTANG PEDOMAN MENGENAI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak dapat dipungkiri lagi, dalam tatanan ekonomi global tuntutan terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak dapat dipungkiri lagi, dalam tatanan ekonomi global tuntutan terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di masa yang semakin berkembangnya demokrasi dan birokrasi seperti saat ini tidak dapat dipungkiri lagi, dalam tatanan ekonomi global tuntutan terciptanya transparansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 54 /POJK.04/2017 TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM DAN PENAMBAHAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan, seperti untuk membeli bahan baku, peningkatan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan, seperti untuk membeli bahan baku, peningkatan teknologi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menuntut perusahaan agar mampu menjaga eksistensinya sebagai perusahaan yang tumbuh dan berkembang. Dalam upaya tumbuh

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.../20...

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.../20... OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK..../20... TENTANG SITUS WEB EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR: KEP- 13/PM/2002 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR: KEP- 13/PM/2002 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR: KEP- 13/PM/2002 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL, Menimbang : bahwa dalam rangka peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan kegiatan Pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan sasaran utama bagi seorang auditor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan sasaran utama bagi seorang auditor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan sasaran utama bagi seorang auditor eksternal yang berprofesi sebagai akuntan publik. Terkait dengan itu, bahwa laporan keuangan sudah menjadi

Lebih terperinci

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi BAB I: PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM DAN PENAMBAHAN MODAL DENGAN MEMBERIKAN HAK MEMESAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut telah melakukan proses initial public offering (IPO). Yang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut telah melakukan proses initial public offering (IPO). Yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berkembangnya perekonomian Indonesia, banyak perusahaan yang melakukan ekspansi usaha. Untuk tujuan tersebut, maka perusahaan memerlukan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digariskan. Audit internal modern menyediakan jasa- jasa yang mencakup

BAB I PENDAHULUAN. digariskan. Audit internal modern menyediakan jasa- jasa yang mencakup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanaan pengendalian internal di suatu perusahaan dapat dilakukan secara langsung oleh anggota perusahaan dan dapat pula dilakukan oleh suatu departemen

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan yang pesat dalam bidang teknologi informasi. ekonomi, sosial, budaya maupun politik mempengaruhi kondisi dunia bisnis dan persaingan yang timbul

Lebih terperinci

PASAR MODAL INDONESIA

PASAR MODAL INDONESIA PASAR MODAL INDONESIA Struktur Pasar Modal Indonesia Menteri Keuangan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK) Bursa Efek (BEI) Lembaga Kliring dan Penjamin (KPEI) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (KSEI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan usaha yang semakin ketat. Salah satu kendala yang kerap kali dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. persaingan usaha yang semakin ketat. Salah satu kendala yang kerap kali dihadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan didirikan dengan harapan bahwa perusahaan tersebut dapat mempertahankan kelangsungan usahanya dan berkembang dalam jangka waktu yang panjang.

Lebih terperinci

Materi 2 Pengertian dan Instrumen Pasar Modal. Prof. Dr. DEDEN MULYANA, SE. M.Si.

Materi 2 Pengertian dan Instrumen Pasar Modal. Prof. Dr. DEDEN MULYANA, SE. M.Si. Materi 2 Pengertian dan Instrumen Pasar Modal Prof. Dr. DEDEN MULYANA, SE. M.Si. 2-1 PENGERTIAN & INSTRUMEN PASAR MODAL PENGERTIAN PASAR MODAL - Pasar Perdana - Pasar Sekunder INSTRUMEN PASAR MODAL - Saham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun pihak yang berwenang

Lebih terperinci

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek SALINAN

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek SALINAN - Yth. Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /SEOJK.04/2017

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain melalui perbankan, lembaga pembiayan, dan pasar modal. Pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. lain melalui perbankan, lembaga pembiayan, dan pasar modal. Pasar modal 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu negara membutuhkan pembiayaan baik dari pemerintah maupun masyarakat. Penerimaan pemerintah untuk membiayai

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-521/BL/2010 TENTANG TRANSAKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sangat membutuhkan keberadaan bank. Bank dianggap sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sangat membutuhkan keberadaan bank. Bank dianggap sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank bukanlah suatu hal yang asing dalam masyarakat di suatu negara. Masyarakat sangat membutuhkan keberadaan bank. Bank dianggap sebagai lembaga keuangan yang

Lebih terperinci

ANDRI HELMI M, SE., MM ANALISIS INVESTASI DAN PORTOFOLIO

ANDRI HELMI M, SE., MM ANALISIS INVESTASI DAN PORTOFOLIO ANDRI HELMI M, SE., MM ANALISIS INVESTASI DAN PORTOFOLIO Pasar Modal di Indonesia Pasar modal Indonesia dibentuk untuk menghubungkan investor (pemodal) dengan perusahaan atau institusi pemerintah. Investor

Lebih terperinci

P A S A R M O D A L (Capital Market)

P A S A R M O D A L (Capital Market) P A S A R M O D A L (Capital Market) INVESTASI merupakan suatu bentuk penundaan konsumsi dari masa sekarang untuk masa yang akan datang, yang didalamnya terkandung resiko ketidak pastian, untuk itu dibutuhkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Good Corpossrate Governance (GCG) adalah suatu istilah yang sudah tidak asing lagi. Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia perekonomian, pengelolaan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN I. UMUM Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal (unified supervisory model)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

Cara mencatatkan perusahaan di BEI (go public)

Cara mencatatkan perusahaan di BEI (go public) Cara mencatatkan perusahaan di BEI (go public) Efek yang dapat dicatatkan di BEI (go public) dapat berupa: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Saham Reksa Dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (Exchange Traded Fund/ETF)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Dengan keadaan sekarang ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan

Lebih terperinci

12Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

12Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Modul ke: Fakultas 12Pasca Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Pembuatan Template Powerpoint untuk digunakan sebagai template standar modul-modul yang digunakan dalam perkuliahan Cecep Winata

Lebih terperinci

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2003-2005 SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat

Lebih terperinci