BAB II FENOMENA EKSPLOITASI PEKERJA ANAK DI INDIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II FENOMENA EKSPLOITASI PEKERJA ANAK DI INDIA"

Transkripsi

1 BAB II FENOMENA EKSPLOITASI PEKERJA ANAK DI INDIA Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang fenomena pekerja anak di India pada tahun Kasus pekerja anak yang terjadi di India merupakan masalah kompleks yang harus segera ditangani dan dihapuskan, karena jika terus didiamkan bisa berakibat pada masa depan negara India sendiri. Anak-anak adalah aset bangsa yang harus diberikan perlindungan dan dipenuhi segala hak-haknya, agar keberlangsungan negara semakin membaik kedepannya. A. Pengertian Pekerja Anak Pengertian Pekerja Anak memiliki perbedaan yang signifikan dengan Anak yang Bekerja. Dapat dilihat dari apa yang menjadi subjek pekerjaan dan waktu dari keduanya. Anak yang bekerja adalah anak-anak yang terlibat dalam kegiatan ekonomi setidaknya selama satu jam dalam satu periode. Kegiatan ekonomi tersebut meliputi produksi pasar dan beberapa jenis kegiatan produksi non-pasar. Mereka melakukan kegiatan ekonomi formal dan non-formal, dalam atau di luar aturan keluarga, dan juga untuk mendapatkan gaji atau keuntungan. Termasuk juga anak-anak yang bekerja sebagai pelayan rumah tangga (dibayar atau tidak dibayar) (Perez, 2016). Pekerja anak meliputi semua anak yang bekerja dibawah usia minimum sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Nasional setiap negara dan segala bentuk terburuk dari pekerjaan yang dilakukan anak-anak. Jenis pekerjaan terburuk berupa pekerjaan yang oleh karena kondisikondisi yang menyertai atau melekat pada pekerjaan tersebut ketika dilakukan akan membahayakan anak, melukai anak (secara jasmani, emosi dan atau seksual), mengeksploitasi anak, atau membuat anak tidak mengenyam pendidikan. (Organisasi Perburuhan Internasional, 2009). 15

2 Yang dimaksud dengan pekerja anak adalah segala bentuk pekerjaan tidak wajar yang dilakukan oleh anak-anak, yakni bertujuan untuk menghasilkan uang dan menghidupi keluarga. Pekerja anak tidak meliputi pekerjaan ringan di sekitar rumah yang dilakukan sepulang sekolah atau pekerjaan yang dapat mengasah keterampilan, melainkan pekerjaan yang membutuhkan tanggung jawab dan tenaga berlebihan yang dilakukan setiap hari, terdapat unsur eksploitasi, mengganggu masa pendidikan, dan dapat merusak moral anak pada usia tersebut. ILO mengkategorikan bahwa pekerja anak adalah anakanak yang berada dalam (Progresia, 2000): 1. Anak-anak yang bekerja telah dirampas hak-haknya secara pribadi. 2. Anak-anak bekerja di bawah tekanan yang sangat kuat, walaupun diberikan upah. 3. Anak-anak yang bekerja pada pekerjaan yang berbahaya, baik bagi keselamatan jiwa maupun fisik. 4. Anak-anak yang berkerja pada usia yang relatif muda, yaitu di bawah 12 tahun. B. Perlindungan Pekerja Anak Pekerja anak merupakan permasalahan kompleks yang membutuhkan penanganan dari seluruh sektoral internasional. Jumlah pekerja anak dari tahun ketahun semakin menurun, hal ini dikarenakan sudah mulai banyak pihak yang ikut serta dalam mengatasinya, seperti organisasi internasional, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), dan tentunya pemerintah masing-masing negara. Begitupun halnya yang dilakukan oleh ILO, dalam rangka memberikan perlindungan kepada pekerja anak, ILO membentuk sebuah konvensi yang relevan untuk melindungi hak anak. 1. Konvensi ILO Nomor 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja Konvensi ini disetujui pada Konferensi Ketenagakerjaan Internasional ke 58 pada tanggal 26 Juni 1973 di Jenewa dimana merupakan salah satu 16

3 konvensi yang melindungi hak asasi anak. Konvensi ini menetapkan bahwa usia minimum anak-anak dapat mulai bekerja adalah tidak boleh di bawah usia wajib belajar dan tidak kurang dari 15 tahun, dan terdapat pengecualian bagi negara-negara berkembang (ILO, Child Labour in India). 2. Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segala Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Pada Anak Konvensi ini disetujui pada Konferensi Ketenagakerjaan Internasional ke 87 di Jenewa pada tanggal 17 Juni Konvensi ini bertujuan untuk segera menghilangkan segala bentuk terburuk dari adanya eksploitasi pekerja anak. Didalamnya melarang pekerjaan berbahaya yang kemungkinan akan mengancam mental, fisik, dan moral anak (ILO, Child Labour in India). Dari penjelasan tersebut maka anak-anak harus dilindungi karena beberapa hal berikut (UNICEF, 2003): a. Keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan b. Kesewenang-wenangan c. Eksploitasi termasuk tindak kekerasan dan penelantaran d. Diskriminasi. Perlindungan terhadap hak anak seringkali menjadi yang terabaikan, baik bagi keluarga yang merupakan unit terkecil sekalipun. Sesungguhnya anak sangat membutuhkan perlindungan mulai dari unit terkecil sampai dengan skala yang lebih besar, yakni dari berbagai elemen keluarga, masyarakat dan pemerintah. Namun dalam kenyataannya dari unit terkecil tidak dapat dipenuhi dengan baik. Dengan kurangnya pelindungan terhadap hak anak maka akan menimbulkan dampak yang buruk bagi anak-anak. Berikut adalah dampak umum dari adanya pekerja anak: 17

4 1. Tidak memiliki waktu luang untuk bermain 2. Terganggunya proses tumbuh kembang anak 3. Terganggunya kesehatan fisik dan mental anak 4. Rasa rendah diri dalam pegaulan 5. Rentan terhadap perlakuan diskriminatif 6. Rentan mengalami kecelakaan kerja 7. Rentan terhadap perlakuan tindak kekerasan, eksploitasi dan penganiayaan 8. Rentan menciptakan generasi miskin (dari pekerja anak akan melahirkan pekerja anak pula) a. Masa depan suram karena berpendidikan rendah atau bahkan tidak berpendidikan b. Tidak mampu bersaing dengan pihak lain dalam era globalisasi. Pekerja anak pada awalnya muncul hanya untuk membantu meringankan beban keluarga, akan tetapi pada akhirnya anak dijadikan penopang utama ekonomi keluarga hingga timbulah tindak eksploitasi terhadap pekerja anak. Hal itu tentu akan mengganggu fisik dan psikologis anak. Untuk itu maka segala bentuk eksploitasi terhadap pekerja anak harus segera dihapuskan. C. Fenomena Pekerja Anak di Dunia Berbicara mengenai pekerja anak, kita dihadapkan pada kenyataan mengejutkan tentang fenomena maraknya pekerja anak. Secara global, jumlah pekerja anak usia 5-17 tahun di seluruh dunia mencapai 152 juta, dan 73 juta di antaranya sudah terlibat dalam bentukbentuk pekerjaan berbahaya. Bahkan, laporan terbaru yang dirilis Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyebutkan bahwa tren jumlah anak yang menjadi pekerja di sektor berbahaya terus meningkat (International Labour Organization, 2017). 18

5 Tabel 1. Jumlah Pekerja Anak di Dunia Tahun Pekerja Anak Dunia Usia Jenis Kelamin Wilayah tahun tahun Laki-laki Perempuan Asia Pasifik Afrika Amerika Daerah Lainnya 12,091 Sumber: (Yacouba Diallo, 2013) Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa pekerja anak di dunia dikelompokkan berdasarkan umur, jenis kelamin dan juga wilayah tertentu. Jika dilihat berdasarkan umur maka dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni anak-anak pada usia 5-14 tahun dan tahun. Pada tahun 2008 jumlah pekerja anak di dunia sebesar 215 juta anak, lalu pada tahun 2012 jumlah tersebut turun menjadi 167 juta anak. 152 juta diantaranya merupakan anak-anak dalam rentang usia 5-14 tahun. Ini merupakan yang terbanyak dari keseluruhan jumlah tersebut. Sedang untuk usia pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 15 juta anak dari tahun Dari kelompok jenis kelamin, anak laki-laki masih mendominasi dengan jarak perbedaan sekitar 40 juta anak dengan anak perempuan pada tahun Sebagian besar pekerja anak ditemukan di negara-negara miskin dan berkembang, Asia Pasifik masih menjadi yang terbesar dalam hal jumlah pekerja anak di dunia pada tahun 19

6 2008 yakni sebesar 81 juta anak dan mengalami penurunan menjadi 53 juta pada tahun 2012 dari seluruh pekerja anak di dunia. Asia sebagai wilayah dengan kepedatan penduduk terbesar di dunia juga tidak dapat mengelak bahwa jumlah pekerja anak yang terjadi pun merupakan yang terbesar di dunia. Lalu diikuti oleh Afrika, Amerika, dan wilayah lainnya. Pekerja anak di dunia terbagi menjadi tiga sektor kegiatan ekonomi, yaitu pertanian, industri dan pelayanan. Dari total keseluruhan pekerja anak usia antar 5-17 tahun di dunia, 58,6 persen diantaranya terlibat dalam sektor pertanian, 7,2 persen pada sektor industri, dan 32,3 persen dalam sektor pelayanan (Yacouba Diallo, 2013). Dengan banyaknya jumlah pekerja anak di dunia pasti terdapat hal-hal yang menyebabkannya terjadi. Berikut adalah sebab-sebab dari adanya pekerja anak di dunia. 1. Kemiskinan ILO menganggap bahwa kemiskinan merupakan penyebab utama dari terjadinya pekerja anak. Ketidakmampuan ekonomi keluarga berpengaruh pada produktifitas kerja dan kesehatan. Hal ini pun menjadi pendorong keluarga miskin mengirim anak-anak mereka bekerja untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Banyak anak yang bekerja di lahan pertanian atau toko keluarga yang kelangsungannya tergantung pada anggota keluarga yang bersedia bekerja tanpa dibayar. Orang tua terpaksa memobilisasi anakanaknya sebagai pekerja untuk membantu ekonomi keluarga. Pada titik inilah munculnya kerawanan, sebab anak-anak bisa berubah peran dari sekedar membantu menjadi pencari nafkah utama. 2. Gagalnya Sistem Pendidikan Beberapa daerah, terutama daerah pedesaan, biasanya tidak mempunyai sekolah. Adapun jika terdapat sekolah, maka akan meminta pembayaran uang sekolah dan orang tua tidak sanggup untuk membayarnya. Walaupun sekolah gratis tersedia, biasanya sekolah seperti itu mempunyai mutu yang 20

7 buruk dan kurikulum yang tidak sesuai. Karena itu, orang tua berpendapat bahwa anak mereka akan mempunyai masa depan yang lebih baik bila bekerja dan mempelajari keterampilan praktis yang banyak dibutuhkan orang daripada harus sekolah tapi dengan kualitas yang buruk. 3. Rendahnya Biaya yang Dikeluarkan untuk Mempekerjakan Anak Di perusahaan-perusahaan informal berskala kecil, di mana undang-undang ketenagakerjaan tidak dilaksanakan, mempekerjakan anak merupakan pilihan yang menarik karena anak dapat dibayar dengan upah yang lebih rendah daripada upah orang dewasa. Tidak seperti pekerja dewasa, anak-anak pada umumnya juga tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh dan dianggap lebih mudah dikendalikan dan diatur ( Organisasi Perburuhan Internasional). 4. Tidak Adanya Organisasi Pekerja Jumlah pekerja anak menjadi besar terjadi bila serikat pekerja/serikat buruh lemah atau bahkan tidak ada. Serikat pekerja/serikat buruh pada umumnya tidak dijumpai di sektor informal di mana mengorganisasikan para pekerja secara kolektif sulit dilakukan. Sekalipun ada peraturan untuk melakukan perlindungan pekerja anak, akan tetapi tidak diimbangi dengan pelaksaan dari aturan tersebut. Sehingga sangat dimungkinkan banyak sekali masalah-masalah yang timbul pada pekerja anak yang tidak bisa terselesaikan oleh aparat penegak hukum. D. Pekerja anak di India India merupakan sebuah negara yang terletak di Asia Selatan dengan garis pantai sepanjang km, dan bagian dari anak benua India, India merupakan bagian dari rute perdagangan penting dan bersejarah. Dia membagi perbatasan dengan Pakistan, Republik Rakyat Cina, Myanmar. Banglades, 21

8 Nepal, Bhutan, dan Afganistan. Sri Lanka, Maladewa, dan Indonesia adalah negara kepulauan yang bersebelahan. India adalah letak dari peradaban kuno seperti Peradaban Lembah Sungai Indus dan merupakan tempat kelahiran dari empat agama utama dunia, yakni Hindu, Buddha, Jainisme, dan Sikhisme. India adalah sebuah negara di Asia yang memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia, dengan populasi lebih dari satu miliar jiwa, dan adalah negara terbesar ketujuh berdasarkan ukuran wilayah geografis. Jumlah penduduk India tumbuh pesat sejak pertengahan 1980-an. Dengan tingginya jumlah penduduk yang dimiliki oleh negara tersebut, maka timbulah berbagai macam persoalan yang harus dihadapi pemerintah. Pertumbuhan jumlah penduduk di India yang tinggi tidak dapat dibarengi dengan laju ekonomi yang tinggi pula. India merupakan negara berkembang yang tidak dapat mengelak dari masalah kemiskinan. Dimana kemiskinan ini semakin merambat kesegala aspek, yakni banyak pengangguran, rakyat tidak sejahtera, sistem pendidikan yang buruk, sampai pada pilihan untuk memperkerjakan anak-anak dengan dalih membantu perekonomian keluarga. Situasi anak secara umum di India menunjukkan banyak ketidakadilan yang serius yang dialami oleh anak-anak seperti tingginya angka kematian anak, perawatan kesehatan yang buruk, terbatasnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar, banyaknya kasus anak-anak yang disiksa dan dieksploitasi sebagai pekerja seksual atau dalam pekerjaanpekerjaan yang membahayakan dan banyak hal-hal yang semestinya tidak dialami oleh anak apabila perlindungan bagi anak dilakukan oleh seluruh pihak terutama keluarga atau orang tua, pemerintah serta lingkungan sekitar (Tambunan, 2017). Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan, mengingat India juga merupakan sebuah negara demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, namun adanya diskriminasi dan eksploitasi terhadap anak-anak masih saja banyak terjadi. 22

9 1. Faktor penyebab terjadinya eksploitasi pekerja anak di India Pekerja anak adalah masalah universal yang harus dihadapi oleh negara-negara miskin dan berkembang dewasa ini. Faktor sosial, kemiskinan, buta huruf, urbanisasi, disintegrasi keluarga, keamanan sosial yang tidak memadai, kurangnya akses pendidikan, adat & budaya, kurangnya institusi yang mengatur kebijakan sosial, dan keterbatasan sumber daya adalah beberapa alasan utama untuk ini masalah. Selain itu juga karena adanya keterbelakangan teknologi serta upah tenaga kerja murah bagi pekerja anak semakin memicu anak-anak untuk dipekerjakan. Secara lebih jelas, faktor terjadinya pekerja anak menurut ILO adalah karena beberapa hal berikut (Nanjunda.D.C, 2006). a. Faktor Sosial dan Budaya Konsep sosial dan budaya tentang pekerja anak telah menjadi suatu permasalahan yang selalu diperdebatkan dalam beberapa waktu terakhir. Budaya memiliki definisi tersendiri tentang istilah anak dan pekerja anak, dan hal itu sangat berbeda dengan apa yang ada dalam masyarakat. Budaya telah memperbaiki beberapa fungsi, berkaitan dengan yang harus dilakukan oleh anak-anak di usia dini agar mereka memiliki sosialisasi yang baik di masa depan. Proses sosialisasi dan tujuan budaya ini seharusnya memilki respon yang jelas atas ketergantungan keduanya dengan sistem ekonomi struktural di mana proses sosialisasi itu terjadi (Burra, 1999). Dalam masyarakat yang terikat secara budaya seperti India, tradisi memainkan peran penting dalam struktur keluarga dan jenis kelamin dari setiap anak. Namun, kemiskinan yang ada tidak hanya membuat anakanak keluar dari sekolah. Berbagai bentuk diskriminasi sosial juga selalu terjadi. Misalnya, 23

10 ketidaksetaraan gender yang sangat umum di masyarakat terlepas dari kasta, agama dan kelas yang mencerminkan norma sosial selalu berlawanan dengan pendidikan anak-anak (Nieuwennuy, 2003). Dikarenakan oleh pemusatan kesejahteraan, kekuasaan masa lampau, tingkat pendidikan tinggi dan pemikiran rasional di kalangan kasta atas telah membuat dominasi pada kelompok kasta rendah. Oleh karena itu, pekerja anak bisa terlihat lebih banyak di kalangan kasta rendah atau bagian masyarakat yang lebih lemah. Dalam masyarakat seperti itu, mengirim anak-anak ke sekolah sangat tergantung pada konteks budaya keluarga dan pada dasarnya keputusan itu akan diambil di tingkat rumah tangga. Namun, Keputusan semacam itu tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek penting lainnya, dalam artian hal tersebut tidak murni berdasarkan rumah tangga saja (Mendelievich and Elia, 1980). Dibanyak negara, elit yang berkuasa atau kelompok etnis mayoritas berpendapat bahwa bekerja merupakan hal yang wajar dan alamiah untuk anak-anak miskin. Para elit atau kelompok etis tersebut tidak memiliki komitmen untuk mengakhiri masalah pekerja anak, dan sesungguhnya ingin terus mengeksploitasi anakanak ini karena mereka merupakan tenaga murah. Pada kasus-kasus lain, bila orang tua mempunyai sedikit uang untuk membiayai pendidikan anakanaknya, pada umumnya mereka memilih untuk menyekolahkan anak laki-laki, sehingga anak perempuan rawan dipekerjakan sebagai pekerja anak. b. Kemiskinan Kemiskinan adalah permasalahan sosial di mana sebagian masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Setelah diamati bahwa 24

11 pada dasarnya rumah tangga terutama pada masyarakat kelas ekonomi bawah tidak dapat bertahan kecuali anak-anak dalam keluarga juga ikut bekerja. Oleh karena itu, pekerja anak adalah konsekuensi yang tak terelakkan dari kekuatan ekonomi yang beroperasi di tingkat keluarga. Kemiskinan memiliki dua aspek, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Dalam kasus kemiskinan absolut, tingkat penghasilan masyarakat suatu negara terlalu rendah sehingga mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka, itu disebut tipe kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif berarti, ketika kita membandingkan pendapatan dari orang yang berbeda yang kita temukan bahwa beberapa orang lebih miskin dari yang lain. Ini disebut kemiskinan relatif. Di India orang miskin mengirim anak-anak mereka pergi ke tempat kerja karena peningkatan penghasilan mereka sangat penting untuk kelangsungan hidup keluarga. Masyarakat miskin kota dan desa tertinggal serta mereka yang tidak memiliki tempat tinggal secara terpaksa harus mengirim anak-anak mereka agar mendapatkan upah. c. Pertumbuhan Populasi yang Pesat Setelah China, India menempati urutan kedua dengan jumlah penduduk terpadat di dunia. Penduduk India bertambah 181 juta jiwa dalam sepuluh tahun terakhir pada tahun Dan pada tahun itu pula jumlah penduduk India mencapai jiwa (Ministry of Home Affairs, 2011). Jumlah peningkatan penduduk yang hampir 1,2 milyar jiwa dengan tingkat pendidikan yang rendah serta tingkat kemiskinan yang masih tinggi terdapat di setiap wilayahnya menjadikan India negara yang rawan akan ancaman unstabilitas baik 25

12 dari sektor eknomi, politik, dan sosial (Prasodjo, 2014). Sekarang populasi India meningkat pesat. Tekanan populasi di India telah menciptakan kesengsaraan dan penderitaan yang meluas bagi masyarakat dan secara serius telah menghambat peluang mereka untuk menyelesaikan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan penduduk yang cepat di India telah menciptakan masalah besar, yang secara langsung mempengaruhi aspek sosial, politik dan ekonomi negara tersebut. Orang miskin berpenghasilan rendah yang merupakan sebagian besar dari masyarakat India, umumnya akan menjadi korban dari semua fenomena ini. Pada taraf tertentu pertumbuhan penduduk dapat dianggap sebagai perkembangan yang menguntungkan. Tapi, setelah dilihat dari sisi tertentu, hal itu akan menjadi halangan untuk pembangunan ekonomi negara dan penduduk akan mengurangi pendapatan per kapita bangsa juga membatasi penggunaan sumber daya yang terbatas. Peningkatan populasi yang terus-menerus dapat menyebabkan kelebihan pasokan tenaga kerja dan pengangguran. Hal ini dapat menyebabkan tekanan besar pada orang tua agar menabung dan menginvestasikan banyak uang untuk pendidikan dan kesehatan anak-anak mereka. Ini adalah salah satu penyebab paling penting dalam menciptakan masalah pekerja anak (Nanjunda.D.C, 2006). d. Urbanisasi Kurang kesempatan, pengangguran, kekeringan dan program pembangunan pedesaan yang belum selesai adalah alasan utama di balik urbanisasi. Pada 1901, 11 persen dari total populasi tinggal di kota (Nagpaul, 1988). Pada tahun 1993, terdapat sekitar 26 persen. Namun, di luar dugaan pembangunan perkotaan India telah sampai pada 26

13 tahap dimana proyeksi pertumbuhan untuk akhir abad 21 menjadi sangat mencengangkan. Pada tahun 2020, diperkirakan separuh dari 1,370,000,000 penduduk negara India akan tinggal di perkotaan (Nanjunda, 2008). Populasi di India tumbuh sekitar 2,1 persen per tahun, dan daerah perkotaan telah tumbuh pada angka 3,8 persen per tahun, dengan peningkatan paling pesat yang terjadi di daerah perkotaan, yaitu antara 4 dan 7 persen per tahun. Urbanisasi yang cepat ini telah menyebabkan lebih banyak masalah, seperti banyaknya keberadaan pekerja anak di pusat kota. Arus tenaga kerja di perkotaan ini mengarah pada lebih mudahnya para pengusaha dalam memperdaya tenaga kerja dengan upah rendah (Nanjunda.D.C, 2006). Dengan ini, kemiskinan akan terus menjadi permasalahan pokok. Dengan mahalnya biaya hidup dan pendidikan di pusat kota, akan memaksa anak-anak untuk ikut bekerja dengan alasan membantu keberlangsungan keluarga. Dari beberapa faktor penyebab terjadinya masalah pekerja anak di India di atas, maka akan semakin memperjelas bahwasanya kondisi pekerja anak di negara tersebut masih saja menjadi hal yang sangat mudah untuk ditemui, mengingat di India sendidri masih banyak terjadi hal-hal yang mendukung hal tersebut. 2. Kondisi Pekerja Anak di India Pekerja anak merupakan hal lazim yang terjadi di India, bahkan sudah ada dari zaman kuno dalam berbagai bentuk yang berbeda-beda. Tetapi itu tidak terlalu eksploitatif seperti saat ini terjadi. Pekerja anak dulu terjadi hanya pada sektor yang tidak berbahaya, anak-anak pun masih memiliki peluang untuk beristirahat. Sedangkan saat ini, anak-anak yang 27

14 bekerja cenderung pada bentuk diskriminasi. Anakanak terpaksa bekerja dalam waktu yang sangat tidak masuk akal, sektor pekerjaan berbahaya dan diberi upah rendah. Eksploitasi pekerja anak di India saat ini merupakan praktik yang semakin banyak diterima dan dirasakan oleh penduduk setempat sebagai kebutuhan untuk mengurangi kemiskinan. sehingga tindakan tersebut akan terus berlanjut dan mengakar di masyarakat. India, salah satu negara terkemuka yang memiliki jumlah pekerja anak terbesar dalam berbagai bentuk pekerjaan di Asia. Menurut data statistik Action Aid India, 1 dari setiap 11 anak di India bekerja untuk mencari nafkah. Ada juta pekerja anak antara 5-14 tahun dan 33 juta anak yang bekerja antara usia 5-18 tahun di India (Government of India, Ministry of Labour and Employment, 2011). Berdasarkan analisis data Sensus oleh CRY- Child Rights and You reveals, sekitar 1,4 juta pekerja anak di India dalam kelompok usia 7-14 tahun tidak dapat menulis nama mereka. Ini berarti satu dari tiga pekerja anak di kelompok usia tersebut buta huruf. Ini adalah realitas suram bagi anak-anak, mereka harus merelakan pendidikan dan masa depan mereka demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan, mengingat India merupakan sebuah negara yang menganut demokrasi yang mana seharusnya menjunjung tinggi nilai keadilan terutama bagi anak-anak. Pekerja anak di India banyak terjadi di daerah pedesaan, yakni sekitar 80% dari total keseluruhan pekerja anak di negara tersebut. Namun hal itu tidak menutup kemungkinan pekerja anak juga dapat ditemukan di daerah perkotaan. Pekerja anak di India terbagi dalam beberapa sektor bentuk pekerjaan, yaitu: 28

15 Sektor Pekerja Anak di India Usia antara 5-14 Tahun 13% 5% 13% 69% Pertanian Industri Jasa Manufaktur Lain-lain Sumber : (Government of India, Ministry of Labour and Employment, 2011) a. Pertanian Data Sensus 2011 menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan penyumbsng tenaga kerja anak terbesar di India. Anak-anak di India terlibat dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. Anak-anak bekerja di pertanian, memproduksi tanaman seperti beras dan benih hibrida juga memetik kapas. Anak-anak yang bekerja di sektor pertanian biasanya akan menggunakan alat-alat berbahaya, membawa beban berat, dan bersinggungan langsung dengan pestisida berbahaya. Anak-anak di India juga harus bekerja dalam situasi berbahaya, yaitu memproduksi berbagai produk penggalian batu dan material lainnya, memecahkan batu, dan memoles permata. b. Manufaktur Anak-anak di bidang manufaktur bekerja untuk membuat korek api, batu bata, karpet, kunci, gelang kaca, kembang api, rokok, dupa, alas kaki, garmen, kain sutra yang dijahit dengan tangan, produksi kulit, dan brassware. Anak-anak juga ada 29

16 yang bekerja untuk memutar benang, menyulam, menjahit manik-manik ke kain dan menjahit bola sepak. Banyak anak-anak memproduksi barangbarang tersebut dalam sektor ekonomi informal, yaitu melakukannya di rumah produksi. Selain bekerja lama jam di ruang sempit dengan pencahayaan yang buruk dan ventilasi yang tidak memadai, anak-anak di bidang manufaktur juga dapat terpapar bahan kimia berbahaya dan terkena mesin-mesin berbahaya. c. Industri Jasa Industri jasa yang mempekerjakan anak-anak di India meliputi hotel, pelayan makanan, dan pekerjaan terkait pariwisata tertentu. Dalam ini sektor, anak-anak rentan terhadap kekerasan fisik, trauma mental, dan pelecehan seksual. Anak-anak bekerja menjual makanan dan barang lainnya di jalanan, memperbaiki kendaraan dan ban, dan juga memulung. Pada tahun 2012, Pejabat Pemerintah memperkirakan bahwa 4 juta anak bekerja dalam pelayanan domestik di seluruh India. Banyak dari mereka yang bekerja sangat lama jam dan menderita perlakuan kasar. Bentuk terburuk dari pekerja anak terus saja terjadi di India. Anak-anak terpaksa harus bekerja pada sektor-sektor berbahaya, baik pada lingkungan keluarga maupun dalam perusahaan layanan domestik. Polisi setempat menyatakan bahwa sekitar 1,2 juta anak-anak adalah korban eksploitasi seks komersial. India tetap menjadi sumber, persinggahan, dan negara tujuan utama dalam memperdagangkan anak di bawah umur untuk eksploitasi seks komersial dan tenaga kerja paksa dalam pelayanan rumah tangga, pertanian, dan kegiatan seperti mengemis serta membuat batu bata. 30

17 Sulitnya akses pendidikan bagi anak-anak kurang beruntung di India, beberapa sekolah tidak memiliki fasilitas yang memadai, dan terdapat stereotipe yang melarang anak perempuan untuk bersekolah merupakan salah salah penyebab pekerja anak terus berlanjut. Dimana lebih dari delapan juta anak antara usia 8 dan 14 tidak di sekolah di negara tersebut. Ini merupakan angka yang cukup tinggi bagi sebuah negara berkembang saat ini. 3. Dampak Adanya Eksploitasi Pekerja Anak di India Pekerja anak telah menjadi ancaman terusmenerus mengganggu masyarakat India selama berabad-abad. Ketika ekonomi India berkembang secara dramatis untuk menjadi salah satu negara adidaya ekonomi di masa depan, menjadi sangat penting untuk melindungi generasi masa depan negara tersebut, bukan lain adalah anak-anak. Akan tetepi pekerja anak masih memegang jumlah yang tinggi di India saat ini. Meskipun Konstitusi India melarang anak-anak usia kurang dari 14 tahun untuk dipekerjakan dalam pekerjaan apa pun atau lingkungan berbahaya, pekerja anak ada di negara ini masih saja terus terjadi (Ram, 2009). Mereka sering bekerja berjam-jam di lingkungan yang berbahaya dan tidak higienis dan menerima bayaran rendah (Forastieri, 2002). Anak-anak ini layak untuk dididik dan dapat menikmati masa kecil mereka daripada bekerja pada usia dini dan menghadapi pelecehan, yang mana akan mengakibatkan dampak buruk bagi kehidupan mereka. Berikut adalah beberapa dampak buruk yang akan dihadapi anak-anak apabila terus dipaksa untuk bekerja. 31

18 a. Kehilangan Kualitas masa kanak-kanak Penting bagi seseorang untuk menikmati setiap tahap perkembangan mereka. Seorang anak harus bermain dengan teman dan membuat kenangan untuk masa hidupnya. Mereka harus mengeksplorasi kehidupan dan membentuk fondasi kuat yang akan menentukan masa depan mereka. Pekerja anak, oleh karena itu, menyebabkan hilangnya kualitas masa kanak-kanak karena anakanak akan kehilangan kesempatan untuk menikmati pengalaman pada masa kecilnya. Anak-anak sering didorong untuk bermain karena membantu dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka. Seorang anak yang dipaksa bekerja akan kehilangan banyak hal baik yang terkait dengan masa kanak-kanak tersebut (Victor, 2017). b. Masalah Kesehatan Pekerja anak juga dapat menyebabkan banyak masalah kesehatan pada anak karena kurang gizi dan kondisi kerja yang buruk. Sangat tidak mungkin bahwa orang yang mempekerjakan anakanak juga memiliki kapasitas moral untuk memastikan bahwa mereka memiliki kondisi kerja yang baik. Bekerja di tempat-tempat seperti tambang dan pabrik yang tidak terkondisi dapat menyebabkan masalah kesehatan seumur hidup bagi anak-anak yang dipekerjakan untuk bekerja di tempat-tempat ini. Seorang anak yang ditugaskan untuk tugas-tugas yang menuntut fisik dapat mengalami trauma fisik yang mungkin membuatnya takut seumur hidup (Victor, 2017). c. Trauma Mental Pasti buka pengalaman yang menyenangkan untuk tetap bekerja sebagai seorang anak ketika teman seusianya bermain dan pergi ke sekolah. Anak-anak juga tidak memiliki kemampuan untuk melindungi diri dari sebagian besar tantangan yang 32

19 terjadi di tempat kerja. Isu-isu seperti bullying, eksploitasi seksual, dan jam kerja yang sangat panjang dapat mengakibatkan trauma mental pada anak-anak. Mereka akan merasa sulit untuk melupakan masa lalu dan mungkin akan menjadi seorang anti sosial karena pengalaman masa kecil yang buruk. Pekerja anak juga dapat mengakibatkan kurangnya pertumbuhan emosional dan ketidakpekaan pada anak-anak (Victor, 2017). d. Buta Huruf Anak-anak yang dipekerjakan pastinya tidak mempunyai waktu untuk pergi ke sekolah. Mereka menghabiskan banyak waktu di tempat bekerja selama berhari-hari bahkan bertahun-tahun. Kurangnya pendidikan dan buta huruf membuat mereka memiliki kesempatan terbatas terkait pekerjaan yang layak. Karena pendidikan merupakan bekal seseorang dalam menghadapi tantangan di masyarakat dan tanpa itu, seseorang dapat menjadi kurang memiliki keterampilan dasar yang diperlukan untuk mengatasi banyak masalah kehidupan. Seseorang yang berpendidikan akan lebih mengerti tentang bagaimana mendekati situasi tertentu dalam kehidupan tanpa menggunakan kekerasan. Orang yang buta huruf, di sisi lain menganggap kekuatan sebagai satusatunya jawaban atas hampir semua tantangan yang dialami (Victor, 2017). 33

20 34

RESUME. Situasi anak secara umum di India menunjukkan banyak. ketidakadilan yang serius yang dialami oleh anak-anak

RESUME. Situasi anak secara umum di India menunjukkan banyak. ketidakadilan yang serius yang dialami oleh anak-anak RESUME Situasi anak secara umum di India menunjukkan banyak ketidakadilan yang serius yang dialami oleh anak-anak seperti tingginya angka kematian anak, perawatan kesehatan yang buruk,terbatasnya kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah untuk menambah pendapatan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah untuk menambah pendapatan seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman pembangunan sekarang ini dalam memenuhi kebutuhan hidup dalam rumah tangga, keterlibatan seluruh keluarga sangat dibutuhkan di segala lapangan kerja.

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN, PELAYANAN DAN PEMULIHAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasih sayang, dan perlindungan oleh orangtuanya. Sebagai makhluk sosial, anakanak

BAB I PENDAHULUAN. kasih sayang, dan perlindungan oleh orangtuanya. Sebagai makhluk sosial, anakanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak merupakan bagian dari sebuah keluarga yang patut diberi perhatian, kasih sayang, dan perlindungan oleh orangtuanya. Sebagai makhluk sosial, anakanak senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba ngunan dalam segala bidang. Hal ini bertujuan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik demi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 138 CONCERNING MINIMUM AGE FOR ADMISSION TO EMPLOYMENT (KONVENSI ILO MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset masa depan dalam kehidupan berbangsa. Anak

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset masa depan dalam kehidupan berbangsa. Anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset masa depan dalam kehidupan berbangsa. Anak merupakan modal utama bagi suatu negara dalam mempersiapkan kondisi negara yang kuat, aman dan

Lebih terperinci

Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA)

Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA) Tugas Makalah Masalah Sosial Anak Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA) Disusun Oleh : Muhammad Alhada Fuadilah Habib (NIM. 071114030) DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tiongkok merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. Saat ini total populasi penduduk Tiongkok tahun 2015 kurang lebih 1,49 milyar jiwa. Jumlah populasi

Lebih terperinci

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR... TAHUN... T E N T A N G

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR... TAHUN... T E N T A N G PEMBAHASAN TANGGAL 16 OKTOBER 2015 WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR... TAHUN... T E N T A N G ZONA BEBAS PEKERJA ANAK DI KOTA SAMARINDA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal ILO dan ILS Memahami prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

Discrimination and Equality of Employment

Discrimination and Equality of Employment Discrimination and Equality of Employment Pertemuan ke-3 Disusun oleh: Eko Tjiptojuwono Sumber: 1. Mathis, R.L. and J.H. Jackson, 2010. Human Resources Management 2. Stewart, G.L. and K.G. Brown, 2011.

Lebih terperinci

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Perhatian: ini adalah terjemahan dari teks bahasa Inggris. Versi asli bahasa Inggrislah yang dianggap sebagai dokumen yang mengikat secara hukum. - April 2015

Lebih terperinci

Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 dengan UU No. 1 Tahun 2000 sebagai Politik Hukum Nasional untuk Mewujudkan Perlindungan Anak

Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 dengan UU No. 1 Tahun 2000 sebagai Politik Hukum Nasional untuk Mewujudkan Perlindungan Anak Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 dengan UU No. 1 Tahun 2000 sebagai Politik Hukum Nasional untuk Mewujudkan Perlindungan Anak Novelina MS Hutapea* * Dosen Fakultas Hukum Universitas Simalungun Abstrak

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

PENYUSUNAN STANDAR INTERNASIONAL UNTUK PEKERJA RUMAH TANGGA. Organisasi Perburuhan Internasional

PENYUSUNAN STANDAR INTERNASIONAL UNTUK PEKERJA RUMAH TANGGA. Organisasi Perburuhan Internasional PENYUSUNAN STANDAR INTERNASIONAL UNTUK PEKERJA RUMAH TANGGA Organisasi Perburuhan Internasional Agenda Kerja Layak ILO untuk Pekerja Rumah Tangga Penyusunan Standar untuk Pekerja Rumah Tangga 2 I. DASAR

Lebih terperinci

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN 1 HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN Saya akan mengawali bab pertama buku ini dengan mengetengahkan hak pekerja yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak-anak dalam dunia ketenagakerjaan. Sebagaimana

Lebih terperinci

2. Konsep dan prinsip

2. Konsep dan prinsip Diskriminasi dan kesetaraan: 2. Konsep dan prinsip Kesetaraan and non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar 1. Menganalisa definisi diskriminasi di tempat kerja

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL TAHUN 2016-2018 DENGAN

Lebih terperinci

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG ZONA BEBAS PEKERJA ANAK

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG ZONA BEBAS PEKERJA ANAK 1 SALINAN WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG ZONA BEBAS PEKERJA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA SAMARINDA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia Pekerja Jumlah Pekerja Tahun Survei Tahun Tahun ±

BAB I PENDAHULUAN. Usia Pekerja Jumlah Pekerja Tahun Survei Tahun Tahun ± BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan seorang anak tidaklah lepas dari permasalahan, baik itu masalah ekonomi, sosial, pendidikan yang semuanya tidak dapat diselesaikan oleh si anak itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan atas Eksploitasi dan Tindak Kekerasan Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat Kode Etik Pemasok Kode Etik Pemasok 1. KEBEBASAN MEMILIH PEKERJAAN 1.1 Tidak ada tenaga kerja paksa atau wajib dalam bentuk apa pun, termasuk pekerjaan terikat, perdagangan manusia, atau tahanan dari penjara.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KONVENSI DASAR ILO dan PENERAPANNYA DI INDONESIA

KONVENSI DASAR ILO dan PENERAPANNYA DI INDONESIA KONVENSI DASAR ILO dan PENERAPANNYA DI INDONESIA Disampaikan pada acara : Pelatihan Teknis Calon Hakim Ad-Hoc Perselisihan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Hubungan Industrial dan Mahkamah Agung Hotel

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO.138 CONCERNING MINIMUM AGE FOR ADMISSION TO EMPLOYMENT (KONVENSI ILO MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga sudah seharusnya setiap manusia baik dewasa maupun anak-anak

Lebih terperinci

Kerangka Analisis untuk Mengintegrasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan Kewajiban Pemenuhan Hak-hak Asasi Manusia untuk di Indonesia

Kerangka Analisis untuk Mengintegrasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan Kewajiban Pemenuhan Hak-hak Asasi Manusia untuk di Indonesia Tujuan 8: Mempromosikan keberlajutan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan yang produktif dan menyeluruh, serta perkerja layak bagi semua Hak untuk Bekerja sebagai Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 138 CONCERNING MINIMUM AGE FOR ADMISSION TO EMPLOYMENT (KONVENSI ILO MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN

Lebih terperinci

Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting

Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar Menetapkan konsep

Lebih terperinci

DUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS

DUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS DUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh : ARHAM

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin Bahan Bacaan: Modu 2 Pengertian Anak Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin A. Situasi-Situasi yang Mengancam Kehidupan Anak Sedikitnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sewajarnya menjamin dan melindungi hak-hak anak, baik sipil, sosial, politik,

BAB I PENDAHULUAN. sewajarnya menjamin dan melindungi hak-hak anak, baik sipil, sosial, politik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah dalam keluarga. Anak sudah selayaknya dilindungi serta diperhatikan hak-haknya. Negarapun dalam hal ini sudah sewajarnya menjamin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk mengurangi kemiskinan. Namun pertumbuhan ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk mengurangi kemiskinan. Namun pertumbuhan ekonomi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara sedang berkembang (NSB) yang memiliki berbagai masalah ekonomi. Kemiskinan adalah salah satu masalah ekonomi di Indonesia yang sulit dipecahkan

Lebih terperinci

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia 0 P a g e 1 Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia Perdagangan manusia (atau yang biasa disebut dalam udang-undang sebagai perdagangan orang) telah terjadi dalam periode yang lama dan bertumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja (Trafficking in persons for labor) merupakan masalah yang sangat besar. Data Perdagangan Manusia di Indonesia sejak 1993-2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan ibu rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. Kompleksnya kebutuhan

Lebih terperinci

Situasi Global dan Nasional

Situasi Global dan Nasional Pekerja Rumah Tangga (PRT) Situasi Global dan Nasional A r u m R a t n a w a t i K e p a l a P e n a s e h a t T e k n i s N a s i o n a l P R O M O T E I L O J A K A R T A 1 Pekerja Rumah Tangga: Angkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hal penting yang telah menjadi perhatian serius oleh pemerintah pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),

Lebih terperinci

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Wahyu Ernaningsih Abstrak: Kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KHA definisi anak secara umum adalah manusia yang umurnya belum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KHA definisi anak secara umum adalah manusia yang umurnya belum 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Dalam beberapa ketentuan hukum, manusia disebut sebagai anak dengan pengukuran/batasan usia. Kondisi ini tercermin dari perbedaan batasan usia, menurut Konvensi Hak

Lebih terperinci

Pekerja Rumah Tangga di Indonesia

Pekerja Rumah Tangga di Indonesia Lembar Fakta tentang Pekerja Rumah Tangga di Indonesia Organisasi Perburuhan Internasional Agenda Pekerjaan Layak untuk Pekerja Rumah Tangga Menjawab Pentingnya Kebutuhan Perlindungan bagi Pekerja Rumah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA

MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA Oleh: Arrista Trimaya * Naskah diterima: 30 Januari 2015; disetujui: 12 Februari 2015 Menteri

Lebih terperinci

KONVENSI NO. 138 MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA

KONVENSI NO. 138 MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA KONVENSI NO. 138 MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA Kongres Organisasi Ketenagakerjaan Internasional. Setelah diundang ke Jenewa oleh Badan Pengurus Kantor Ketenagakerjaan Internasional,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan di Indonesia 1. Undang-Undang 2.1 Undang-Undang nomor 20 tahun 1999 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE AKSI DAERAH, PENETAPAN RENCANA AKSI DAERAH, DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK

Lebih terperinci

PEKERJA ANAK. Dibahas dalam UU NO 13 Tahun 2003 Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejaterahan Bagian 1 Paragraf 2.

PEKERJA ANAK. Dibahas dalam UU NO 13 Tahun 2003 Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejaterahan Bagian 1 Paragraf 2. PEKERJA ANAK Dibahas dalam UU NO 13 Tahun 2003 Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejaterahan Bagian 1 Paragraf 2. PASAL 68 Pengusaha dilarang mempekerjakan anak Pasal 69 1. Ketentuan sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar 1. Menguraikan tentang konsep dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Setiap warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat maupun suatu bangsa. Bagaimana kondisi anak pada saat ini, sangat menentukan kondisi keluarga,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 1999 KONVENSI. TENAGA KERJA. HAK ASASI MANUSIA. ILO. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April Pedoman Pemasok Olam Dokumen terakhir diperbarui April 2018 Pedoman Pemasok Olam April 2018 1 Daftar Isi Pendahuluan 3 Prinsip Pedoman Pemasok 4 Pernyataan Pemasok 6 Lampiran 1 7 Pendahuluan Olam berusaha

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak

BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK 3.1. Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak Terkait dengan ketentuan hukum mengenai pekerja anak telah diatur di dalam peraturan perundang undangan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 66 TAHUN : 2013 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PUSAT PELAYANAN TERPADU PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN TINDAK KEKERASAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

KEGIATAN YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN ANAK-ANAK

KEGIATAN YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN ANAK-ANAK Modul 1: Membangun kepedulian Waktu: 120 menit Pengantar: KEGIATAN YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN ANAK-ANAK Unit aktivitas belajar ini sangat tepat untuk orang tua atau keluarga yang dinilai kurang sadar akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR THE ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR ( KONVENSI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 138 CONCERNING MINIMUM AGE FOR ADMISSION TO EMPLOYMENT (KONVENSI ILO MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Anak jalanan, anak gelandangan, atau kadang disebut juga sebagai anak mandiri,

Bab I. Pendahuluan. Anak jalanan, anak gelandangan, atau kadang disebut juga sebagai anak mandiri, Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Anak jalanan, anak gelandangan, atau kadang disebut juga sebagai anak mandiri, sesungguhnya adalah anak- anak yang tersisih, marginal dan teralinasi dari perlakuan

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA

K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA 1 K 138 - Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan merupakan makhluk yang diciptakan dengan berbagai kelebihan, sehingga banyak topik yang diangkat dengan latar belakang perempuan. Kelebihan-kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI

Lebih terperinci

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Pernikahan anak menjadi salah satu persoalan sosial di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun praktik pernikahan anak di Kabupaten Gunungkidul kian menurun di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia. Masalah kemiskinan telah menyebabkan masalah lain muncul, salah

BAB I PENDAHULUAN. di dunia. Masalah kemiskinan telah menyebabkan masalah lain muncul, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang banyak dialami oleh negara-negara di dunia. Masalah kemiskinan telah menyebabkan masalah lain muncul, salah satunya adalah masalah

Lebih terperinci

BAB IV UPAYA DAN HAMBATAN ILO DALAM MENANGGULANGI KASUS PEKERJA ANAK DI THAILAND

BAB IV UPAYA DAN HAMBATAN ILO DALAM MENANGGULANGI KASUS PEKERJA ANAK DI THAILAND BAB IV UPAYA DAN HAMBATAN ILO DALAM MENANGGULANGI KASUS PEKERJA ANAK DI THAILAND Pada bab IV ini penulis akan membahas mengenai penyebab ketidakefektifan upaya ILO dalam menangani kasus pekerja anak di

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2000 (1/2000) TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD

Lebih terperinci