ANALISIS PENGARUH PEMBERDAYAAN STRUKTURAL DAN PEMBERDAYAAN PSIKOLOGIS TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI (STUDI KASUS DI PT.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENGARUH PEMBERDAYAAN STRUKTURAL DAN PEMBERDAYAAN PSIKOLOGIS TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI (STUDI KASUS DI PT."

Transkripsi

1 ANALISIS PENGARUH PEMBERDAYAAN STRUKTURAL DAN PEMBERDAYAAN PSIKOLOGIS TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI (STUDI KASUS DI PT. X, JAKARTA) SKRIPSI RUDY HARYANTO MARIO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 ANALYZING THE EFFECTS OF STRUCTURAL EMPOWERMENT AND PSYCHOLOGICAL EMPOWERMENT ON JOB SATISFACTION AND ORGANIZATIONAL COMMITMENT ( A CASE STUDY AT PT. X, JAKARTA) Aji Hermawan dan Rudy Haryanto Mario Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology Bogor Agroindustrial Unviversity, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia ABSTRACT Employee empowerment becomes important for today s organization. Each organization requires responsive and independent employees. In developed countries organizations implement empowerment as an effective tool in improving employee performance, the concept of empowerment is also to be adapted in Indonesia. Therefore, a study on empowerment and its impacts in Indonesia is required. The main method used was survey research with a questionnaire to obtain primary data from respondents in the form of quantitative data. The questionnaire used for structural empowerment refers to the Conditions of Work Effectiveness Questionnaire (CWEQ-II) developed by Rosabeth Moss Kanter (1993), Psychological Empowerment Instrument Psychological Empowerment developed Spreitzer (1995), Minnessota Satisfaction Questionnaire (MSQ) developed by Weiss, Dawis, England, and Lofquist (1967), and Organizational commitment refers to the questionnaire Affective, Continuance, Normative Commitment Scale developed by Allen and Meyer (1990). The results of this study indicate that structural empowerment has a significant influence on job satisfaction and organizational commitment are mediated by psychological empowerment. Keywords : structural empowerment, psychological empowerment, job satisfaction, organizational commitment

3 RUDY HARYANTO MARIO. F Analisis Pengaruh Pemberdayaan Struktural dan Pemberdayaan Psikologis Terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi (Studi Kasus Di PT. X, Jakarta). Di bawah bimbingan Aji Hermawan RINGKASAN Pemberdayaan karyawan menjadi penting saat ini di dalam organisasi. Setiap organisasi membutuhkan karyawan yang cepat tanggap dan mandiri. Di negara-negara maju, organisasiorganisasi yang ada menerapkan pemberdayaan seefektif mungkin dalam meningkatkan kinerja karyawan. Suatu penilaian tingkat pemberdayaan terhadap karyawan sangat diperlukan khususnya masyarakat industri dan sekaligus melihat pengaruhnya terhadap kinerja karyawan, maka konsep pemberdayaan ini dicoba untuk diadaptasikan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian tentang pemberdayaan beserta dampaknya di Indonesia perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberdayaan struktural dan pemberdayaan psikologis terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan di PT. X, Jakarta. Metode utama yang digunakan adalah penelitian survei dengan kuesioner untuk mendapatkan data primer dari responden yang berupa data kuantitatif. Data dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) untuk mengetahui hubungan antar variabel dalam penelitian yang berbentuk model persamaan struktural. SEM terdiri dari analisis model pengukuran dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan analisis model struktural. Analisis model pengukuran merupakan validitas dan reliabilitas model pengukuran pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi. Sedangkan analisis model struktural adalah analisis pengaruh pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi dalam bentuk persamaan struktural. Kuesioner yang digunakan untuk pemberdayaan struktural mengacu pada kuesioner Conditions of Work Effectiveness Questionnaire (CWEQ-II) yang dikembangkan oleh Rosabeth Moss Kanter (1993). Pemberdayaan psikologis Psychological Empowerment Instrument yang dikembangkan Spreitzer (1995). Kuesioner Kepuasan kerja karyawan mengacu pada kuesioner Minnessota Satisfaction Questionnaire (MSQ) yang dikembangkan Weiss, Dawis, England, dan Lofquist (1967). Komitmen Organisasi mengacu pada kuesioner Affective, Continuance, Normative Commitment Scale yang dikembangkan Allen dan Meyer (1990). Berdasarkan analisis deskriptif menunjukkan bahwa karyawan di perusahaan mempunyai tingkat pemberdayaan struktural yang netral atau dengan kata lain karyawan merasa cukup menerima bentuk-bentuk pemberdayaan yang telah diberikan. Untuk tingkat pemberdayaan psikologis karyawan di perusahaan adalah tinggi. Sedangkan tingkat kepuasan kerja dan komitmen organisasi masingmasing dapat dapat dikategorikan puas dan tinggi. Hasil uji One Way Anova menunjukkan bahwa pemberdayaan struktural mempunyai perbedaan yang nyata berdasarkan jabatan. Pemberdayaan psikologis mempunyai perbedaan yang nyata berdasarkan lama bekerja pada perusahaan (masa kerja) sedangkan komitmen organisasi mempunyai perbedaan yang nyata berdasarkan tingkat pendidikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberdayaan struktural memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi dengan dimediasi pemberdayaan psikologis.

4 ANALISIS PENGARUH PEMBERDAYAAN STRUKTURAL DAN PEMBERDAYAAN PSIKOLOGIS TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI (STUDI KASUS DI PT. X, JAKARTA) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh RUDY HARYANTO MARIO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

5 Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Pemberdayaan Struktural dan Pemberdayaan Psikologis Terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi (Studi Kasus Di PT. X, Jakarta) Nama : Rudy Haryanto Mario NIM : F Menyetujui, Pembimbing, (Dr. Ir. Aji Hermawan, M.M.) NIP Mengetahui : Ketua Departemen, (Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP Tanggal lulus : 22 Oktober 2010

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Pemberdayaan Struktural dan Pemberdayaan Psikologis Terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi (Studi Kasus Di PT. X, Jakarta) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2010 Yang membuat pernyataan Rudy Haryanto Mario F

7 BIODATA PENULIS Rudy Haryanto Mario. Lahir di Jakarta, 28 Maret 1988 dari ayah Sumantri Sihite dan Iriani Sitorus, sebagai putri pertama dari empat bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2006 dari SMA NEGERI 67 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri pada tahun 2008/2009. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2009 di PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk Bogasari Flour Mills, Jakarta.

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan karunianya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Pemberdayaan Struktural dan Pemberdayaan Psikologis Terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi dilaksanakan di salah satu perusahaan agroindustri yang mengolah tepung terigu. Penelitian ini dilaksanakan dar bulan Juni sampai Agustus Dengan selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1) Dr. Ir Aji Hermawan, M.M. sebagai dosen pembimbing atas pengarahan dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan skripsi. 2) Dr.Eng Taufik Djatna, S.TP, M.Si. dan Ir. Sugiarto, M.Si. sebagai dosen penguji atas koreksi dan masukannya. 3) Keluarga besar Ayahanda Sumantri Sihite dan Ibunda Iriani Sitorus serta adik-adikku Rima, Linda dan Fredy atas perhatian, pengorbanan, dukungan, dan doa yang telah diberikan selama ini. 4) Mill Group I (Bapak Rosevelt H. Nainggolan), Mill Group II (Bapak Riefki Dwijaya), Mill Group III (Bapak Bobby Ariyanto), dan Mill Group IV (Bapak Firman Nasution). Seluruh karyawan Departemen Produksi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas kerjasama. 5) Shanty R Pratama, Dwi Ajias Pramasari, dan Restu Dwi Prihatina yang selalu memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 6) Teman-teman kostan GRINDA dan f e e db a c k. 7) Rekan-rekan TIN 43 dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuannya. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang perindustrian. Bogor, Oktober 2010 Penulis, Rudy Haryanto Mario

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... iii iv vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan Struktural Pemberdayaan Psikologis Kepuasan Kerja Komitmen Organisasi Penelitian Terdahulu... 9 III. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pengelompokkan Variabel Definisi Operasional Hipotesis Metode Pengumpulan Data Objek Penelitian Metode Survei Metode Analisis Data Structural Equation Modeling (SEM) Analisis Deskriptif... 22

10 3.4.3 Analisis ANOVA IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Berdirinya Perusahaan Tujuan Pendirian Perusahaan Struktur Organisasi Hari dan Jam Kerja Pemberdayaan Karyawan V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Deskriptif Responden Deskriptif Variabel Analisis ANOVA Analisis Model Pengukuran Analisis Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural Analisis Model Pengukuran Pemberdayaan Psikologis Analisis Model Pengukuran Kepuasan Kerja Analisis Model Pengukuran Komitmen Organisasi Analisis Model Struktural Uji Kecocokan Model (Goodness of Fit Statistic) Analisis Pengaruh Antar Variabel Analisis Variabel Individual Variabel Laten Bebas Pemberdayaan Struktural Variabel Laten Terikat Pemberdayaan Psikologis Variabel Laten Terikat Kepuasan Kerja Variabel Laten Terikat Komitmen Organisasi Implikasi Manajerial VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran... 58

11 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 61

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Variabel Laten dan Variabel Indikator Tabel 2. Operasionalisasi variabel pemberdayaan struktural (Kanter, 1993) Tabel 3. Operasionalisasi pemberdayaan psikologis (Spreitzer, 1995) Tabel 4. Operasionalisasi Kepuasan Kerja (Weiss, Dawis, England, and Lofquist, 1967) Tabel 5. Operasionalisasi Variabel Komitmen Organisasi (Allen dan Meyer, 1990) Tabel 6. Jumlah Karyawan dan Jumlah Kuesioner Yang Kembali Tabel 7. Perbandingan Ukuran-Ukuran GOF (Wijanto, 2008) Tabel 8. Deskripsi Statistik Tabel 9. Posisi Keputusan Penilaian Karyawan Terhadap Tingkat Pemberdayaan Struktural, Pemberdayaan Psikologis, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi Tabel 10. Penilaian Karyawan Terhadap Pemberdayaan Struktural Tabel 11. Penilaian Karyawan Terhadap Pemberdayaan Psikologis Tabel 12. Penilaian Karyawan Terhadap Kepuasan Kerja Tabel 13. Penilaian Karyawan Terhadap Komitmen Organisasi Tabel 14. Hasil uji One Way Anova dari Faktor Demografi Tabel 15. Daftar Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran CFA tingkat kedua Pemberdayaan Struktural Tabel 16. Daftar Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran CFA tingkat kedua Pemberdayaan Psikologis Tabel 17. Daftar Validitas dan Reliabilitas Model 1 st CFA Kepuasan Kerja Tabel 18. Daftar Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran CFA tingkat kedua Komitmen Organisasi Tabel 19. Hasil Uji Kecocokan Model Struktural Tabel 20. Nilai t. Koefesien Estimasi. dan SMC Model Struktural Tabel 21. Hasil Estimasi Variabel Laten Terikat Pemberdayaan Struktural Tabel 22. Hasil Estimasi Variabel Laten Bebas Pemberdayaan Psikologis Tabel 23. Hasil Estimasi Variabel Laten Bebas Komitmen Organisasi Tabel 24. Perbandingan Tingkat Kepentingan Indikator Penyusun Pemberdayaan Struktural Dengan Kondisi Indikator Pemberdayaan Struktural Saat Ini... 57

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran Gambar 2. Struktur Organisasi Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan Jabatan Gambar 5. Distribusi Responden Tingkat Pendidikan Gambar 6. Distribusi Responden Lama Kerja Gambar 7. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural (Awal) Gambar 8. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural (Perbaikan) Gambar 9. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural. 37 Gambar 10. Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd CFA Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural Gambar 11. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Pemberdayaan Psikologis Gambar 12. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Pemberdayaan Psikologis 41 Gambar 13. Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd CFA Model Pengukuran Pemberdayaan Psikologis Gambar 14. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Kepuasan Kerja Gambar 15. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Kepuasan Kerja Gambar 16. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Komitmen Organisasi Gambar 17. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Komitmen Organisasi (Awal) Gambar 18. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Komitmen Organisasi (Perbaikan) Gambar 19. Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd CFA Model Pengukuran Komitmen Organisasi Gambar 20. Path Diagram nilai t Estimasi Model Struktural Gambar 21. Path Diagram Koefesien Estimasi Model Struktural... 51

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kuesioner Lampiran 2. Tabulasi Data Lampiran 3. GOF Statistik Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural Lampiran 4. GOF Statistik Model Pengukuran Pemberdayaan Psikologis Lampiran 5. GOF Statistik Model Pengukuran Kepuasan Kerja Lampiran 6. GOF Statistik Model Pengukuran Komitmen Organisasi Lampiran 7. GOF Statistik Model Struktural Lampiran 8. Perhitungan CR dan VE... 91

15 I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pemberdayaan sumberdaya manusia (empowerment) merupakan konsep manajemen yang paling popular sejak tahun 1990-an bahkan sampai saat ini. Dalam perkembangan selanjutnya, pemberdayaan telah diimplementasikan oleh organisasi-organisasi besar sebagai salah satu fungsi pokok manajemen, seperti halnya fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian. Sejauh ini, konsep pemberdayaan telah dipakai secara luas di banyak perusahaan di negaranegara maju. Namun demikian, konsep ini sebenarnya masih problematik karena sangat beragam dan tidak ada satupun konsep yang dominan. Meskipun demikian, benang merahnya masih dapat ditarik yaitu bermuaranya pada dua perspektif: perspektif struktural (ditinjau dari sudut pandang organisasi) dan perspektif psikologis (ditinjau dari sudut pandang sumberdaya manusia). Ditinjau dari sudut pandang organisasi (struktural), pemberdayaan adalah proses mendorong karyawan untuk menetapkan tujuan-tujuan dari pekerjaan mereka, dan memberi kemampuan, tanggung jawab, atau wewenang yang lebih besar untuk melakukan pengambilan keputusan dalam lingkup pekerjaan mereka dan sampai pada taraf tertentu mengontrol pekerjaannya sendiri. Tujuan pemberdayaan terfokus pada meningkatkan keterlibatan (job involvement) dan kepuasan kerja karyawan untuk meningkatkan kualitas hasil produksi dan pelayanan. Jika ditinjau dari sudut pandang sumberdaya manusia (psikologis), pemberdayaan karyawan adalah pemberian kesempatan dan dorongan kepada para karyawan untuk mendayagunakan bakat, ketrampilan-ketrampilan, sumberdaya-sumberdaya, dan pengalaman-pengalaman mereka untuk menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu atau dengan kata lain sebagai perasaan berarti, mampu, mengontrol pekerjaannya sendiri, dan berdampak penting bagi organisasi. Hasil-hasil yang dicapai dalam menerapkan konsep pemberdayaan di berbagai perusahaan adalah peningkatan efisiensi dan kualitas dalam produksi dan pelayanan (Baker, 2000). Adapun akibat dari pelaksanaan pemberdayaan di perusahaan/organisasi, yaitu mampu meningkatkan efektifitas organisasi. Di dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan untuk melihat efektifitas organisasi adalah dari segi kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Kepuasan kerja yang tinggi serta komitmen terhadap organisasi yang besar sangat diharapkan dalam pencapaiannya. Dalam beberapa studi, pemberdayaan struktural diketahui mempengaruhi pemberdayaan psikologis seseorang. Disamping itu, pemberdayaan psikologis diketahui sebagai variabel penting yang mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Untuk konteks Indonesia, dapat diduga konsep pemberdayaan ini belum tentu cocok dengan kondisi Indonesia. Dengan kata lain, konsep ini memerlukan adaptasi lebih jauh sebelum diterapkan atau bahkan mungkin sebaliknya manajer-manajer Indonesia memformulasikan kembali pemberdayaan agar sesuai dengan kondisi Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan di PT. X, Jakarta. Perusahaan ini menghasilkan produk dengan proses produksi yang hampir seluruhnya dikerjakan oleh mesin. Walaupun demikian, sumberdaya manusia tetap memegang peran penting dalam menentukan produktivitas perusahaan. Dalam aktivitas bekerjanya, karyawan dituntut kemandirian dan kerjasamanya dalam melakukan pekerjaannya. Oleh karena itu, dengan sistem manajemen sumberdaya manusia yang baik yang diterapkan di PT. X, diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas apakah konsep pemberdayaan ini sudah berjalan dengan baik, khususnya sebagai salah satu perusahaan yang ada di Indonesia dan memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi karyawan.

16 1.2 TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah membangun dasar pengetahuan tentang pengaruh pemberdayaan psikologis dan pemberdayaan struktural terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Adapun tujuan utama penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh pemberdayaan psikologis dan pemberdayaan struktural terhadap kepuasan dan komitmen organisasi pada karyawan. 2. Mengetahui perbedaan tingkat pemberdayaan psikologis, pemberdayaan struktural, kepuasan kerja, komitmen organisasi pada karyawan berdasarkan faktor demografi seperti usia, jabatan, tingkat pendidikan, dan lama bekerja pada perusahaan. 1.3 RUANG LINGKUP Ruang lingkup penelitian ini adalah mengukur persepsi karyawan PT. X terhadap pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi. Pemberdayaan struktural meliputi kesempatan, akses informasi, dukungan, akses sumberdaya, kekuasaan formal, dan kekuasaan informal. Pemberdayaan psikologis meliputi rasa kebermaknaan, kompetensi, pilihan, dan berdampak. Kepuasan kerja diukur dengan persepsi kepuasan karyawan secara menyeluruh dalam perusahaan. Komitmen organisasi meliputi komitmen afektif, normatif, dan kontinuan.

17 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PEMBERDAYAAN STRUKTURAL Pemakaian istilah pemberdayaan berawal dari lingkungan politik yang bertujuan untuk memperkuat pengaruh politik, umumnya di antara orang-orang yang tidak terlibat dalam pengambilan keputusan. Lalu, penggunaan istilah ini kemudian berkembang ke dalam lingkungan organisasi, di mana pengertian pemberdayaan tidak mengarah pada aspek kepribadian namun lebih menggambarkan keyakinan individu mengenai hubungannya dengan lingkungan (Spreitzer, 1997). Secara garis besar, ada dua perbedaan cara untuk memandang pemberdayaan, yaitu pemberdayaan dari aspek relasional/struktural dan aspek psikologis. Konsep pemberdayaan berdasarkan aspek relasional/struktural menegaskan kepada masalah pembagian kekuasaan antara manajer/pimpinan dan bawahan. Selain itu aspek relasional ini memiliki fokus pada pembagian otoritas pengambilan keputusan. Sedangkan pemberdayaan dari aspek psikologis memandang pemberdayaan sebagai proses yang berpengaruhi terhadap inisiasi dan ketekunan bekerja. (Conger dan Kanungo dalam Baker, 2000). Dalam studi organisasi, pemberdayaan didefinisikan sebagai aspek relasional yang membahas hubungan antara pimpinan dan bawahan dalam hal pendistribusian kekuasaan. Hal ini lebih difokuskan kepada pemindahan kekuasaan dari pimpinan ke bawahan. Di dalam pembelajaran mengenai pemberdayaan, sering menganjurkan bahwa para karyawan seharusnya diijinkan atau bahkan mempengaruhi lingkungan kerja mereka. (Hollander dan Offermann dalam Baker, 2000). Menurut Conger dan Kanungo dalam Barker (2000), kekuasan dalam hal ini diartikan memiliki kekuasan formal atau kontrol/ pengaturan atas seluruh sumberdaya dalam organisasi. Pfeffer dalam Barker (2000) menyatakan bahwa kekuasan adalah kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku, merubah suatu kejadian, mengatasi kendala, dan memampukan orang untuk melakukan sesuatu hal yang sebenarnya tidak ingin mereka lakukan. Menurut Lawyer dalam Barker (2000), pemindahan kekuasan dari pimpinan ke bawahan sangat dianjurkan dalam pekerjaan. Hal ini dapat meningkatkan kinerja karyawan. Suatu lingkungan kerja yang memberdayakan karyawan, mendorong adanya hubungan antara pimpinan-bawahan sehingga akan terpupuk/ terjalin suatu kepercayaan dan kredibilitas yang baik. Hollander dan Offermann dalam Barker (2000) juga menambahkan bahwa, dampak yang baik antara pimpinanbawahan dapat meningkatkan tanggung jawab atas pekerjaan, kontribusi, dan komitmen. Begitu juga kepuasan kerja dan motivasi akan meningkat ketika para karyawan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dalam organisasi. Strategi pemberdayaan pegawai (struktural) dapat dilaksanakan jika pimpinan dapat mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada karyawan/bawahan yang mampu membuat dan melaksanakan keputusan dengan baik. Pendelegasian kewenangan dapat dilaksanakan bila pimpinan dan bawahan memiliki jalur komunikasi dan pengawasan yang baik sehingga kewenangan yang diturunkan dapat dikendalikan dengan baik. Menurut Cook dan Macaulay (1996), proses pemberdayaan dilakukan dengan : 1. Memperlakukan karyawan dengan jujur, peduli, rasa hormat, kesamaan, dan kerjasama yang baik. 2. Mengetahui pegawai yang sedang melakukan pekerjaan adalah karyawan yang lebih baik dibandingkan karyawan lainnya. 3. Merekrut orang-orang terbaik yang berkualitas. Pemberdayaan karyawan ini dapat terwujud jika karyawan tersebut memiliki kompetensi berupa pengetahuan, kemampuan, dan perilaku mandiri yang didukung oleh kepercayaan dari pimpinan/manajer dan memiliki motivasi yang tinggi. Teori Kanter dalam Laschinger et al (2001), kekuasaan organisasi berasal dari kondisi yang terstruktur dari suatu lingkungan pekerjaan bukan berasal dari karakteristik setiap individu atau dampak sosial. Kekuasan merupakan kemampuan individu untuk melakukan sesuatu yang berasal dari posisinya dalam suatu organisasi. Teori kekuasan ini berasal dari etnografi dalam lingkungan kerja di perusahaan besar di Amerika. Kekuasan dapat bersumber dari formal dan informal. Kekuasan formal terdapat pada pekerjaan yg nyata dan berdasarkan tujuan organisasi dan memungkinkan adanya suatu yang mengarah kepada kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan. Sedangkan kekuasan informal

18 adalah setiap individu memperoleh kekuasaan dari aliansi yang mereka bentuk di dalam organisasi dimana dengan atasan, teman sebaya, maupun dengan bawahan. Aliansi ini dapat memberikan kekuasan informal yang memampukan individu untuk bekerja sama dalam melakukan suatu hal. Kanter menambahkan bahwa seseorang yang memiliki akses yang tinggi terhadap kekuasan formal dan informal juga meningkatkan aksesnya terhadap kesempatan dan kekuasaan selama berada di struktur organisasi. Terdapat tiga teori struktural atas kekuasan dalam organisasi yaitu : memiliki akses pada informasi, menerima dukungan, dan akses terhadap sumberdaya. Menurut teori Kanter, agar dapat diberdayakan maka seseorang membutuhkan akses pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan dalam mengerjakan pekerjaan mereka. Hal ini termasuk informasi (seperti alur kerja, produktifitas, lingkungan eksternal, kompetisi, dan strategi organisasi), merupakan hal penting bagi pemberdayaan karyawan (struktural), sehingga organisasi harus menyediakan informasi yang terbuka pada berbagai level karyawan melalui berbagai media. Tanpa informasi yang cukup, karyawan dapat dipastikan tidak akan mengambil tanggung jawab atau membuka diri terhadap kreatifitas. Tindakan ini diperlukan untuk memungkinkan karyawan melihat gambaran umum dan mengembangkan sudut pandang alternatif dalam memahami perannya dalam menjalankan organisasi. Menurut Spreitzer (1995), informasi dapat dispesifikasikan menjadi dua tipe terhadap pembentukan pemberdayaan karyawan, yaitu informasi mengenai misi dan kinerja organisasi. Informasi mengenai misi organisasi merupakan hal penting karena member arah organisasi secara keseluruhan, sehingga memudahkan individu dalam mengambil inisiatif. Informasi mengenai misi selain menciptakan arti dan tujuan individu, juga meningkatkan kemampuan untuk membuat dan mempengaruhi keputusan yang sesuai dengan tujuan dan misi organisasi. Secara khusus, karyawan yang diberdayakan harus memahami tujuan dan unit kerjanya serta mengerti bagaimana ia dapat memberikan kontribusi melalui pekerjaannya. Informasi mengenai visi organisasi juga merupakan hal penting karena menciptakan tujuan dan arti bagi karyawan. Berbagai informasi tersebut penting, terutama dalam kondisi ketidakpastian yang muncul dalam organisasi. Adapun aspek dukungan dapat berasal dari umpan balik dan bimbingan yang diterima dari atasan, rekan kerja, dan bawahan. Menurut Spreitzer (1996), kurangnya dukungan akan mengurangi rasa kompetensi karyawan. Selain itu, Akses sumberdaya diperlukan terutama dalam kondisi dimana organisasi besar dipecah ke dalam beberapa bisnis unit, dimana terdapat kegiatan-kegiatan yang memerlukan sumberdaya secara terpisah sesuai kebutuhan bisnis tersebut. Akses ini akan memudahkan karyawan tersebut untuk memecahkan persoalan sendiri tanpa harus bergantung pada pihak lain. Dengan demikian, dalam diri karyawan akan muncul perasaan bahwa ia mampu dan dapat mengendalikan pekerjaanya. (Kanter dalam Laschinger et al, 2001). Kondisi seperti ini juga akan menumbuhkan semangat karyawan dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Secara lebih spesifik, bentuk konkrit akses terhadap sumberdaya ini dapat berupa kebebasan karyawan untuk menentukan hal-hal yang terkait secara langsung dengan pekerjaannya, seperti persoalan time frame, pemakaian atau persetujuan biaya, dan lain-lain. Menurut Kanter dalam Laschinger et al (2001), ketika seseorang tidak memiliki akses terhadap informasi, dukungan, sumberdaya, dan kesempatan, maka mereka kurang sekali merasa berkuasa. 2.2 PEMBERDAYAAN PSIKOLOGIS Konteks mengenai pemberdayaan sangat luas karena itu dalam konteks bisnis Spreitzer (1997) menyatakan bahwa perspeksif psikologis fokus pada persepsi pemberdayaan yang dimiliki karyawan. Pemberdayaan psikologis merupakan variabel yang merefleksikan atau mencerminkan tingkatan pemberdayaan yang dirasakan karyawan. Menurut Thomas dan Velthouse (1990) membagi pemberdayaan psikologis menjadi empat faktor : 1. Makna (meaning) Nilai dari sebuah tujuan pekerjaan yang dicapai oleh seorang individu sehubungan dengan idealism atau standar individu tersebut. (Thomas dan Velthouse, 1990). Menurut Spreitzer (1997), keberartian akan tercipta ketika karyawan merasakan bahwa pekerjaannya berarti dan penting baginya. Pekerjaan dirasakan berarti oleh karyawan ketika tujuan dari aktivitas pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan sistem nilai ideal atau standar orang tersebut. 2. Berkompetensi/yakin pada kemampuan sendiri (competence/self-efficacy) Keyakinan yang dimiliki karyawan terhadap kemampuannya untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan sesuai atau berdasarkan keahlian yang dimilikinya (Thomas dan Velthouse, 1990).

19 Menurut Conger dan Kanungo (1998), tanpa rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, karyawan akan merasa tidak mampu dan kurang diberdayakan. 3. Penentuan sendiri/pilihan (self- determination) Mengacu pada persepsi karyawan terhadap otonomi yang dimilikinya dalam memprakarsai dan mengatur tindakannya dalam pekerjaan. Jika karyawan berkeyakinan bahwa karyawan hanya mengikuti perintah yang diberikan dari orang yang tingkat hirarkinya lebih tinggi dalam suatu perusahaan maka mereka akan merasa tidak diberdayakan. Penentuan sendiri melibatkan tanggung jawab perorangan karyawan terhadap tindakan yang telah diambil. 4. Dampak (impact) Seberapa besar pengaruh hasil pekerjaan yang dilakukan seorang karyawan di dalam sebuah lingkungan kerja. Karyawan akan merasa diberdayakan ketika individu keyakinan bahwa pekerjaan atau tindakan yang individu lakukan mempengaruhi dan berdampak pada sistem organisasi. Keempat komponen diatas jika digabungkan membentuk konstruk pemberdayaan secara psikologis. Jadi, pemberdayaan secara psikologis dapat didefinisikan suatu konstruk motivasi yang termanifestasi dalam empat kognisi yaitu makna, kompetensi, pilihan, dan dampak. Menurut Spreitzer (1995), pemberdayaan merupakan perluasan dari job enrichment. Hal ini dapat meningkatkan harga diri dan menimbulkan perasaan bahwa dirinya kompeten dalam melakukan tugas. Pada model pemberdayaan yang dibentuk oleh Spreitzer ini ditandai dimana pada akhirnya pelaksanaan tugas yang dilakukan karyawan akan menghasilkan motivasi dan kepuasan dan mengarah pada tingkah laku yang selaras. Menurut Spreitzer (1995), pemberdayaan karyawan menimbulkan beberapa konsekuensi yang signifikan yakni berupa efektifitas dan tingkah laku inovatif. Pada level manajerial, pemberdayaan karyawan mampu memberikan kontribusi yang signifikan. Manajer yang diberdayakan akan melihat dirinya kompeten dan mampu mempengaruhi pekerjaan dan lingkungan kerjanya dengan cara yang berarti. Mereka juga lebih proaktif dalam melaksanakan tanggung jawab pekerjaannya, misalnya dalam mengantisipasi persoalan dan bertindak secara independen, sehingga pekerjaannya dapat dijalankan secara efektif. Selain itu, pemberdayaan akan mampu meningkatkan konsentrasi, inisiatif dan fleksibel, sehingga mendorong efektifitas kerja seorang manajer. Sedangkan pada level karyawan, jika karyawan diberdayakan, maka akan memiliki keyakinan bahwa mereka mampu melakukan sendiri dan mempunyai pengaruh, sehingga mereka cenderung lebih kreatif. Mereka tidak merasa terikat oleh peraturan atau aspek teknis pekerjaan. Keyakinan akan kemampuannya melakukan tugas akan mendorong karyawan untuk lebih inovatif dan mengharapkan dirinya berhasil. Secara garis besar, ada dua perbedaan cara untuk memandang pemberdayaan, yaitu pemberdayaan dari aspek relasional/struktural dan aspek psikologis. Konsep pemberdayaan berdasarkan aspek relasional/struktural menegaskan kepada masalah pembagian kekuasaan antara manajer/pimpinan dan bawahan. Selain itu aspek relasional ini memiliki fokus pada pembagian otoritas pengambilan keputusan. Sedangkan pemberdayaan dari aspek psikologis memandang pemberdayaan sebagai proses yang berpengaruhi terhadap inisiasi dan ketekunan bekerja. (Conger dan Kanungo dalam Baker, 2000). 2.3 KEPUASAN KERJA Kepuasan kerja (job satisfaction) sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. (Robbins, 2001). Menurut Blum dan Naylor (1986), kepuasan kerja adalah hasil daripada beberapa sikap yang dimiliki oleh seorang pekerja terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan bidang penelitian yang memfokuskan antara dua pengaruh yaitu pengaruh pekerjaan organisasi terhadap pekerja dan pengaruh pekerja terhadap pekerjaan organisasi. Luthans (1998), menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki tiga dimensi. Pertama, kepuasan kerja adalah tanggapan emosional seseorang terhadap situasi kerjanya. Kepuasan ini bersifat abstrak, tidak dapat dilihat hanya dapat diduga. Kedua, kepuasan kerja hanya dapat ditentukan oleh sejauh mana hasil kerja memenuhi atau melebihi harapan seseorang. Jika mereka bekerja lebih berat dibandingkan orang lain pada organisasi yang sama, tetapi penghargaan yang diterima lebih rendah, maka mereka akan bersikap negatif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, jika mereka diperlakukan

20 dengan baik, dan diberi penghargaan yang layak, maka mereka akan bersikap positif terhadap pekerjaannya. Ketiga, kepuasan kerja menunjukkan beberapa sikap seseorang yang saling terkait. Smith, Kendall, dan Hulin dalam Lok (1997) mengembangkan pengukuran kepuasan yang terdiri dari kepuasan terhadap pengawasan, hubungan pekerja, pekerjaan, penggajian, dan promosi. Pengukuran lain yang biasa digunakan yaitu dengan Job Diagnosic Index yang dikembangkan oleh Hackman dan Oldham (1975) yang mengukur kepuasan kerja dari lima dimensi pekerjaan yang terdiri dari skill variety, task identify, task significance, autonomy, dan job feedback. Luthans (1998) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu: 1. Pekerjaan yang dilakukan Jenis pekerjaan yang dilakukan dapat merupakan sumber kepuasan. Pekerjaan yang dapat memberikan kepuasan kerja adalah pekerjaan yang menarik dan menantang, tidak membosankan dan pekerjaan itu dapat memberikan status. 2. Gaji Gaji dan upah yang diterima karyawan dianggap sebagai refleksi cara pandang manajer mengenai kontribusi karyawan terhadap organisasi. Uang tidak hanya membantu orang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, tetapi juga dapat memberikan kepuasan pada tingkat berikutnya. 3. Promosi Kesempatan untuk lebih berkembang di organisasi dapat menjadi sumber kepuasan kerja. 4. Supervisi Kemampuan supervisor untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan moral dapat meningkatkan kepuasan kerja. Sikap supervisor yang dapat meningkatkan kepuasan kerja adalah karyawan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, supervisor yang memberi pengarahan dan bantuan pada karyawan, dan berkomunikasi dengan karyawan. 5. Lingkungan kerja dan rekan sekerja. Rekan kerja dapat memberikan bantuan secara teknis dan dapat mendukung secara sosial akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Luthans (1998) menjelaskan kepuasan kerja akan mempengaruhi faktor-faktor : 1. Produktivitas Karyawan yang tingkat kepuasan kerjanya tinggi, produktivitasnya akan meningkat, walaupun hasilnya tidak langsung. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ada beberapa variabel moderating yang menghubungkan antara produktivitas dengan kepuasan kerja, terutama penghargaan. Jika karyawan menerima penghargaan yang mereka anggap layak, maka mereka akan merasa puas sehingga usaha untuk mencapai kinerja semakin tinggi. 2. Keinginan untuk berpindah kerja (turnover). Jika karyawan tidak merasa puas terhadap pekerjaannya, maka besar keinginan mereka untuk pindah kerja. Walaupun demikian, hasil penelitian sebelumnya tidak mendukung pernyataan sebaliknya. Tingkat kepuasan kerja yang tinggi bukan berarti karyawan yang bekerja di organisasi tersebut tidak ingin pindah (turnover rendah). 3. Tingkat kehadiran Hasil penelitian sebelumnya menunjukan bahwa ketika tingkat kepuasan kerja tinggi maka tingkat ketidakhadiran (absen) rendah. Sebaliknya, ketika tingkat kepuasan rendah maka tingkat ketidakhadiran tinggi. 4. Faktor lain-lain Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi akan mempunyai kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, lebih cepat untuk mempelajari tugastugas, tidak banyak kesalahan yang dibuat, tidak banyak keluhan. Selain itu, karyawan akan menunjukkan perilaku dan aktivitas yang lebih baik, misal membantu rekan sejawat, membantu pelanggan, dan lebih mudah bekerja sama. Terdapat banyak cara untuk mengukur kepuasan kerja karyawan dalam suatu organisasi/perusahaan baik besar maupun kecil. Menurut Luthans (1989) terdapat empat cara yang dapat dipakai untuk mengukur kepusan kerja, yaitu: 1. Rating Scale (Skala Rentang) Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan kerja dengan menggunakan Rating Scale antara lain: (1) Minnessota Satisfaction Questionnaire, (2) Job Descriptive Index, dan (3) Porter Need Satisfaction Questionnaire.

21 Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) adalah suatu instrumen atau alat pengukur kepuasan kerja yang dirancang demikian rupa yang di dalamnya memuat secara rinci unsurunsur yang terkategorikan dalam unsur kepuasan dan unsur ketidakpuasan. Skala MSQ mengukur berbagai aspek pekerjaan yang dirasakan sangat memuaskan, memuaskan, tidak dapat memutuskan, tidak memuaskan dan sangat tidak memuaskan. Karyawan diminta memilih satu alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi pekerjaannya. Job descriptive index adalah suatu instrumen pengukur kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Kendall dan Hulin. Dengan instrumen ini dapat diketahui secara luas bagaimana sikap karyawan terhadap komponen-komponen dari pekerjaan itu. Variabel yang diukur adalah pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, supervisi dan mitra kerja. Porter Need Satisfaction Questionnaire adalah suatu intrumen pengukur kepuasan kerja yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja para manajer. Pertanyaan yang diajukan lebih mempokuskan diri pada permasalahan tertentu dan tantangan yang dihadapi oleh para manajer. 2. Critical Incidents (Kejadian Kritis) Critical Incidents dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Dia menggu-nakan teknik ini dalam penelitiannya tentang teori motivasi dua faktor. Dalam penelitiannya tersebut dia mengajukan pertanyaan kepada para karyawan tentang faktor-faktor apa yang saja yang membuat mereka puas dan tidak puas. 3. Interview (Wawancara) Untuk mengukur kepuasan kerja dengan menggunakan wawancara yang dilakukan terhadap para karyawan secara individu. Dengan metode ini dapat diketahui secara mendalam mengenai bagaimana sikap karyawan terhadap berbagai aspek pekrjaan. 4. Action Tendencies (Kencendrungan Tindakan) Action Tendencies dimaksudkan sebagai suatu kecenderungan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kepuasan kerja karyawan dapat dilihat berdasarkan action tendencies. Dalam penelitian ini kepuasan kerja diukur dengan menggunakan model fixed response scale yang dikembangkan dalam instrumen Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ). Becker (1992) mengemukakan bahwa komitmen pada manajemen puncak, supervisor dan pekerja level bawah merupakan faktor penting yang mempengaruhi kepuasan kerja, keinginan pindah, dan perilaku organisasi lainnya. Dalam kenyataan menunjukkan bahwa komitmen untuk fokus pada pekerja organisasi, khususnya pada manajemen puncak, supervisor, dan pekerja level bawah berhubungan negatif terhadap keinginan pindah dan berhubungan positif terhadap kepuasan kerja dan perilaku organisasi serta menunjukkan perbedaan yang signifikan. 2.4 KOMITMEN ORGANISASI Pada penelitian ini, model yang digunakan dalam menganalisa komitmen karyawan terhadap organisasi adalah model tiga komponen dari Allen dan Meyer. Model ini merupakan model terbaru yang telah dikembangkan melalui penelitian empiris yang mendalam. Selain itu, model ini telah dikembangkan melalui proses identifikasi terhadap persoalan yang serupa dalam menggambarkan konsep komitmen organisasi dimana konsepsi yang dilakukan oleh para ahli sebelumnya sudah tercakup pada kompnenen yang dikemukakan oleh Allen dan Meyer. Komitmen organisasi adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu. (Mowday, Porter, dan Steers dalam Panggabean, 2002). Menurut Salancik (1977), definisi komitmen organisasi dipengaruhi oleh dua pendekatan yaitu komitmen organisasi berdasarkan perilaku organisasi dan pendekatan psikologi sosial. Berdasarkan pendekatan perilaku organisasi komitmen organisasi merupakan identifikasi pekerja dan keterlibatannya dalam tujuan dan nilai organisasi (Halaby, 1986). Komitmen organisasi merupakan keinginan dan loyalitas pekerja berpikir kearah organisasi. Menurut Marrow dalam Lim (2003), terdapat 3 bentuk dari komitmen organisasi yaitu calculative, affective, dan normative berdasarkan pengaruh kesetiaan karyawan terhadap organisasi dengan komitmen organisasi. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai hubungan psikologi antara pekerja dan organisasi yang membuat pekerja enggan untuk meninggalkan organisasi (Allen dan Mayer, 1990). Allen dan Meyer memasukkan komponen komitmen affective (afektif), continuance (kontinuan), dan normative (normatif)

22 Individu dengan continuance commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Berkaitan dengan hal ini, maka individu tersebut tidak dapat diharapkan untuk memiliki keinginan yang kuat untuk berkontribusi pada organisasi. Jika individu tersebut tetap bertahan dalam organisasi, maka pada tahap selanjutnya individu tersebut dapat merasakan putus asa dan frustasi yang dapat menyebabkan kinerja yang buruk. Allen dan Meyer menyatakan bahwa continuance commitment tidak berhubungan atau memiliki hubungan yang negatif pada kehadiran anggota organisasi atau indikator hasil pekerjaan selanjutnya, kecuali dalam kasuskasus di mana job retention jelas sekali mempengaruhi hasil pekerjaan. Individu dengan continuance commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi dibandingkan yang rendah. Continuance commitment tidak mempengaruhi beberapa hasil pengukuran kerja. Berdasarkan beberapa penelitian continuance commitment tidak memiliki hubungan yang sangat erat dengan seberapa sering seorang anggota tidak hadir atau absen dalam organisasi. Komitmen juga berhubungan dengan bagaimana anggota organisasi merespon ketidakpuasannya dengan kejadian-kejadian dalam pekerjaan. Continuance commitment tidak berhubungan dengan kecenderungan seorang anggota organisasi untuk mengembangkan suatu situasi yang tidak berhasil ataupun menerima suatu situasi apa adanya. Hal menarik lainnya, semakin besar continuance commitment seseorang, maka ia akan semakin bersikap pasif atau membiarkan saja keadaan yang tidak berjalan dengan baik. Individu dengan normative commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer dan Allen menyatakan bahwa perasaan semacam itu akan memotivasi individu untuk bertingkah laku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi organisasi. Namun adanya normative commitment diharapkan memiliki hubungan yang positif dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti job performance, work attendance, dan organizational citizenship. Normative commitment akan berdampak kuat pada suasana pekerjaan. Hubungan antara normative commitment dengan ketidakhadiran seseorang jarang sekali mendapat perhatian. Normative commitment dianggap memiliki hubungan dengan tingkat ketidakhadiran dalam suatu penelitian. Namun suatu penelitian lain menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua variabel tersebut. Sedikit sekali penelitian yang mengukur normative commitment dan role-job performance. Berdasarkan hasil penelitian normative commitment berhubungan positif dengan pengukuran hasil kerja dan pengukuran laporan kerja dari keseluruhan pekerjaan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan hubungan yang negatif antara komitmen terhadap organisasi dengan intensi untuk meninggalkan organisasi dan actual turnover. Meskipun hubungan terbesar terdapat pada affective commitment, terdapat pula hubungan yang signifikan antara komitmen dan turnover variable diantara ketiga dimensi komitmen. Sebagian besar organisasi menginginkan anggota yang berkomitmen, dan tidak hanya bertahan dalam organisasi saja. Komitmen Organisasi dalam setiap dimensinya memiliki konsekuensi secara umum yang mengarah pada bertahannya karyawan di dalam organisasi. Menurut Allen dan Meyer, dikemukakan bahwa setiap dimensi komitmen organisasi memiliki konsekuensi yang cukup berbeda dibandingkan pandangan awam yang hanya melihat tingkah laku di tempat sebatas absensi dan kinerja. Sifat psikologis dari setiap dimensi komitmen organisasi merupakan dasar konsekuensi dari komitmen tersebut. Affective Commitment yang tinggi mengindikasikan bahwa ada kedekatan emosional karyawan terhadap organisasinya akan memberikan motivasi atau keinginan yang besar dalam diri karyawan tersebut untuk memberikan kontribusi yang dianggap memiliki arti penting pada organisasinya. Konsekuensi logis lainnya adalah timbulnya motivasi kehadiran yang lebih besar setiap harinya di kantor sehingga mengurangi jumlah absensi. Selain itu, karyawan juga akan memiliki motivasi untuk menampilkan unjuk kerja yang baik di tempat kerjanya. Demikian pula sebaliknya untuk karyawan yang memiliki komitmen yang rendah. Berbeda dengan dimensi afektif, dimensi komitmen kontinuan, karyawan dengan tingkat dimensi komitmen kontinuan yang tinggi akan bertahan di dalam organisasi karena mengakui bahwa biaya yang diasosiasikan dengan melakukan hal lain di luar organisasi dianggap terlalu besar. Apabila biaya dianggap sebanding, maka sulit bagi organisasi untuk mengharapkan kontribusi lebih dari karyawan tersebut. Kalau pun karyawan tersebut hanya bertahan di dalam organisasi, maka hal ini dapat menimbulkan perasaan marah, tidak suka, atau frustasi yang mengarah pada tingkah laku di tempat kerja yang kurang baik. Dengan demikian, komitmen kontinuan berkaitan dengan persoalan kehadiran dan indikator unjuk kerja.

23 Sedangkan dimensi komitmen normatif, berkaitan dengan adanya perasaan harus melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang ditugaskan organisasi. Perasaan tersebut mendorong karyawan untuk memiliki motivasi dalam menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas dan baik di mata organisasi. Selanjutnya hal ini berdampak pada tingkah laku di tempat kerja seperti unjuk kerja, kehadiran, dan keanggotaannya sebagai bagian dari organisasi. Dampak tersebut tampak serupa dengan konsekuensi dari komitmen afektif, namun tingkatannya kemungkinan tergolong sedang komponen ini tidak melibatkan unsur keterlibatan dan antusiasme sebagaimana yang terdapat pada komitmen afektif. Namun demikian, mengingat unsur keharusan atau balas budi terhadap organisasi, maka komponen ini dapat mempengaruhi seorang untuk berkeinginan dalam melakukan tugas. 2.5 PENELITIAN TERDAHULU Penelitian yang dilakukan Debora (2006) mengenai pemberdayaan kerja dan psikologis terhadap kepercayaan organisasional dan kepuasan kerja Dosen Tetap Perguruan Tinggi Swasta, diketahui bahwa pemberdayaan kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kepercayaan organisasional secara langsung. Selain itu, secara tidak langsung dengan melalui pemberdayaan psikologis juga mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepercayaan organisasional dan kepuasan kerja. Penyusun pemberdayaan kerja pada penelitian ini adalah akses informasi, akses sumberdaya, akses dukungan, dan akses peluang. Keempat penyusun ini merupakan faktor penting sebagai pembentuk pemberdayaan kerja. Virlaili (2007) dalam penelitiannya mengenai pengaruh pemberdayaan karyawan terhadap keterlibatan karyawan melalui kepuasan kerja (studi kasus pada karyawan PT. BRI (Persero) Kanca Malang Martadinata) diketahui bahwa pemberdayaan karyawan mempunyai pengaruh langsung yang cukup signifikan terhadap kepuasan kerja, kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keterlibatan karyawan, sedangkan pemberdayaan karyawan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keterlibatan karyawan. Pengaruh tidak langsung pemberdayaan karyawan terhadap keterlibatan karyawan melalui kepuasan kerja. Dalam penelitian ini, Virlaili menyarankan agar pihak manajemen BRI Kanca Malang Martadinata benar-benar mengimplementasikan program pemberdayaan karyawan, terutama dalam hal pembagian wewenang pada bawahan untuk benar-benar bertanggung jawab penuh pada pekerjaan yang mereka kerjakan. Saran ini diberikan mengingat pemberdayaan karyawan mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap keterlibatan karyawan dengan dimediasi kepuasan kerja terlebih dahulu. Penelitian yang dilakukan Sinurat (2004) mengenai hubungan komitmen organisasi dan pemberdayaan karyawan pada organisasi yang mengalami downsizing (studi kasus pada SBU INCO, PT. Sucofindo, Persero). Dimensi penyusun komitmen organisasi pada penelitian ini adalah komitmen afektif, komitmen normatif, dan komitmen kontinuan. Sedangkan pembentuk pemberdayaan karyawan adalah dampak, kompetensi, makna, dan pilihan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara komitmen organisasi dan pemberdayaan karyawan. Tinjauan korelasi pada setiap dimensi-dimensinya hanya menunjukkan sedikit hubungan yang tergolong lemah. Hubungan yang signifikan ditemukan pada variabel komitmen organisasi dan dimensi dampak pada variabel pemberdayaan karyawan. Selain itu, juga ditemukan hubungan signifikan pada dimensi komitmen kontinuan terhadap dampak, serta dimensi pilihan. Mengacu pada hasil penelitiannya, Ia menyatakan bahwa karyawan masih memiliki potensi untuk produktif, namun masih membutuhkan arahan dan dukungan.

24 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan kajian teori yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa pemberdayaan memegang peran penting dalam meningkatkan efektifitas organisasi. Adapun efektifitas organisasi ini didekati dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, menunjukkan bahwa ada variabel antara yang mempengaruhi hubungan antara pemberdayaan struktural dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi yaitu pemberdayaan psikologis. Pemberdayaan psikologis yaitu merupakan kondisi dimana karyawan merasa dirinya berdaya. Berlandaskan prinsip-prinsip kerangka penelitian diatas maka pemberdayaan struktural diduga akan mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasi secara langsung. Adapun secara tidak langsung melalui pemberdayaan psikologis terlebih dahulu. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan simbol-simbol yang terdapat pada gambar 1 adalah sebagai berikut: : tanda yang menunjukkan faktor/konstruk/latent variable Unobserved variable yaitu variabel yang tidak dapat diukur secara langsung, tetapi dibentuk melalui dimensi-dimensi atau indikator-indikator yang diamati (Wijanto, 2008). : tanda yang menunjukkan variabel teramati/observed variable yaitu variabel yang datanya harus dicari melalui lapangan, misalnya melalui instrument-instrumen (Wijanto, 2008). : 1. Menunjukkan hubungan kausal (anak panah yang dituju variabel laten 1 menuju variabel laten 2) dan 2. Diukur oleh (anak panah yang menuju variabel teramati).

25 3.1.1 Pengelompokkan Variabel Pengelompokkan variabel dilakukan untuk mengelompokkan variabel-variabel yang akan diukur dalam kerangka penelitian. Variabel Laten ialah variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa variabel indikator sebagai proksi. Pada variabel pemberdayaan struktural (variabel laten bebas) terdiri dari enam variabel indikator yaitu kesempatan, akses informasi, dukungan, akses terhadap sumber daya, kekuasan formal, dan kekuasan informal. Pada variabel laten tak bebas terbagi menjadi tiga variabel. Pertama adalah pemberdayaan psikologis yang terdiri dari empat indikator yaitu makna, kemampuan, pilihan, dan dampak. Kedua adalah kepuasan kerja yang terdiri dari kepuasan kerja menyeluruh. Ketiga adalah komitmen organisasi yang terdiri dari tiga indikator yaitu afektif, normatif, dan kontinuan. Di bawah ini merupakan Tabel 1 variabel laten dan variabel indikator yang digunakan dalam penelitian. Tabel 1. Variabel Laten dan Variabel Indikator Variabel Laten Pemberdayaan struktural (variabel laten bebas) Pemberdayaan psikologis (variabel laten tak bebas) Kepuasan kerja (variabel laten tak bebas) Komitmen organisasi (variabel laten tak bebas) Variabel Indikator Kesempatan Akses informasi Dukungan Akses sumberdaya Kekuasaan formal Kekuasaan informal Makna Kemampuan Pilihan Dampak Kepuasan kerja menyeluruh Afektif Normatif Kontinuan Definisi Operasional Konsep dalam membangun pemberdayaan struktural adalah kepada masalah pembagian kekuasaan antara manager/pimpinan dan bawahan. Menurut Kanter dalam Laschinger et al (2001) hal ini dapat dilihat ketika seseorang memiliki kesempatan, akses terhadap informasi, dukungan, sumberdaya; maka mereka mampu memiliki kekuasaan baik kekuasaan formal maupun informal. Kesempatan menjelaskan sejauh mana karyawan memperoleh kesempatan dalam bertindak sesuai dengan kemampuannya sendiri serta berkesempatan menerima pekerjaan yang menantang dari atasan. Informasi menjelaskan seberapa besar akses informasi yang dimiliki karyawan terhadap terhadap informasi-informasi penting perusahaan. Dukungan menjelaskan seberapa besar dukungan yang dimiliki oleh karyawan yang telah diberikan oleh atasan selama ini. Akses sumberdaya menjelaskan seberapa besar akses yang dimiliki karyawan terhadap sumberdaya untuk menunjang kinerja karyawan. menurut Menurut Conger dan Kanungo dalam Barker (2000), kekuasaan formal adalah kontrol/ pengaturan atas seluruh sumberdaya dalam organisasi serta kekuasaan informal merupakan kekuasaan yang didapat dari aliansi yang mereka bentuk di dalam organisasi dimana dengan atasan, teman sebaya, maupun dengan bawahan.

26 Alat yang dipakai untuk mengukur pemberdayaan struktural adalah Conditions of Work Effectiveness Questionnaire (CWEQ-II). Item-item CWEQ-II dinilai pada skala likert lima poin dengan rentang dari tidak satupun sampai dengan banyak. Dari delapan belas pertanyaan tersebut sudah dapat menggambarkan bagaimana pemberdayaan struktural yang dilakukan perusahaan terhadap karyawan. Operasionalisasi variabel pemberdayaan struktural dilihat pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Operasionalisasi variabel pemberdayaan struktural (Kanter, 1993) Dimensi Variabel Indikator Pertanyaan Dalam Kuesioner Kesempatan Adanya pekerjaan yang menantang. Adanya kejelasan pekerjaan yang terkait dengan pekerjaan saya di dalam perusahaan. Pekerjaan dikerjakan dengan kemampuan dan pengetahuan saya sendiri. Informasi Saya mengetahui keadaan perusahaan saat ini. Saya mengetahui nilai-nilai dari manajemen tertinggi perusahaan ini (contoh: kebijakan-kebijakan yang dibentuk oleh pimpinan tertinggi perusahaan). Saya mengetahui tujuan dari manajemen tertinggi (contoh: tujuan kebijakan-kebijakan yang dibentuk oleh pimpinan tertinggi perusahaan). Dukungan Saya selalu menerima informasi yang spesifik tentang hal-hal yang dapat saya lakukan dengan baik dari rekan saya ataupun pimpinan saya. Saya selalu menerima komentar yang spesifik tentang hal-hal yang dapat saya tingkatkan, baik dari rekan saya ataupun pimpinan saya. Saya membantu memberikan petunjuk atau nasihat dalam memecahkan masalah. (Bagian A, Lampiran 1) 1 (P1) 17 (P2) 13 (P3) 2 (P4) 8 (P5) 14 (P6) 3 (P7) 9 (P8) 15 (P9)

27 Tabel 2. Operasionalisasi variabel pemberdayaan struktural (Lanjutan) Dimensi Variabel Indikator Pertanyaan Dalam Kuesioner Akses sumberdaya Tersedianya waktu untuk mengerjakan dokumen yang diperlukan. Tersedianya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan saya. Adanya bantuan sementara yang saya berikan ketika diperlukan. Kekuasaan formal Saya mendapat penghargaan atas Kekuasaan informal inovasi yang saya lakukan dalam pekerjaan saya. Adanya kefleksibelan dalam pekerjaan saya. Adanya kejelasan pekerjaan yang terkait dengan pekerjaan saya di dalam perusahaan. Adanya kolaborasi antara saya dengan pimpinan. Karyawan seperti saya dibutuhkan oleh manajer untuk membantu menghadapi masalah. Frekuensi atasan meminta bantuan saya untuk mencari ide-ide dari orang-orang professional selain manajer. (Bagian A, Lampiran 1) 4 (P10) 10 (P11) 16 (P12) 5 (P13) 11 (P14) 17 (P15) 6 (P16) 12 (P17) 18 (P18) Untuk konsep pemberdayaan psikologis, dalam penelitian ini digunakan konsep Spreitzer (1995) yang mendefinisikan pemberdayaan psikologis terdiri atas empat dimensi, yaitu makna, kemampuan, pilihan atau penentuan sendiri, dan dampak. Makna berarti keyakinan seseorang terhadap nilai dari tujuan dan sasaran pekerjaan ditimbang dalam kaitannya dengan cita-cita dan standar masing-masing individu. Kemampuan artinya keyakinan seseorang bahwa ia memiliki keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. Penentuan sendiri berkaitan dengan perasaan memiliki pilihan dalam menginisiasi dan mengatur kegiatan atau perasaan memiliki kontrol terhadap pekerjaannya. Dampak adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki pengaruh penting terhadap hasil atau keluaran dalam pekerjaan, baik yang bersifat strategis, administratif ataupun operasional. Alat yang dipakai untuk mengukur pemberdayaan psikologis menggunakan Psychological Empowerment Instrument dengan menggunakan skala likert. Skala likert ini menggunakan lima poin dengan rentang dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju. Dari dua belas pertanyaan dengan masing-masing tiga pertanyaan pada tiap dimensi dapat menggambarkan bagaimana pemberdayakan

28 yang dirasakan secara psikologis oleh karyawan. Operasionalisasi pemberdayaan psikologis dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini : Tabel 3. Operasionalisasi pemberdayaan psikologis (Spreitzer, 1995) Dimensi Variabel Indikator Pertanyaan Dalam Kuesioner Makna Pekerjaan saya ini sangat berarti bagi saya. Pekerjaan saya ini sangat penting bagi saya. Kegiatan-kegiatan/tugas-tugas dalam pekerjaan saya secara pribadi sangat berarti bagi saya. Dampak Saya percaya akan kemampuan saya dalam melakukan pekerjaan saya. Saya sangat yakin akan kemampuan saya dalam menyelesaikan pekerjaan saya. Saya telah menguasai keterampilan yang diperlukan untuk pekerjaan saya. Pilihan Saya memiliki wewenang penuh dalam menentukan bagaimana saya melakukan pekerjaan saya. Saya dapat memutuskan sendiri bagaimana saja mengerjakan pekerjaan saya. Saya memiliki peluang besar untuk bebas dan merdeka dalam melakukan pekerjaan. Kemampuan Keberadaan saya memberikan dampak yang sangat besar terhadap apa yang terjadi di departemen saya. Saya memiliki kontrol yang besar terhadap apa yang terjadi di departemen saya. Saya memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap apa yang terjadi di departemen saya. (Bagian B, Lampiran 1) 1 (P19) 5 (P20) 9 (P21) 2 (P22) 6 (P23) 10 (P24) 3 (P25) 7 (P26) 11 (P27) 4 (P28) 8 (P29) 12 (P30)

29 Konsep kepuasan kerja yang digunakan ialah konsep Weiss, Dawis, England, dan Lofquist dalam As ad (1991) yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Dalam konsep kepuasan kerja ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni kegiatan, tanggung jawab, keragaman, status sosial, pengawasan oleh atasan, teknik pengawasan, nilai moral, jaminan,pelayanan sosial, wewenang, pemanfaatan kemampuan, praktek dan kebijakan perusahaan, kompensasi, kemajuan, kebebasan, kreativitas, kondisi kerja, rekan kerja, dan pengakuan. Alat yang dipakai untuk mengukur kepuasan kerja adalah Minnessota Satisfaction Questionnaire (MSQ). Bentuk dari instrument MSQ adalah diukur dengan skala likert dari sangat tidak puas sampai dengan sangat puas. Dari dua puluh pertanyaan dapat menggambarkan bagaimana kepuasan kerja para karyawan. Operasionalisasi variabel kepuasan kerja dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini : Tabel 3. Operasionalisasi Kepuasan Kerja (Weiss, Dawis, England, and Lofquist, 1967) Dimensi Variabel Indikator Pertanyaan Dalam Kuesioner (Bagian C, Lampiran 1) Kegiatan Kestabilan kerja dalam setiap waktu 1 (P31) Tanggung jawab Keragaman Status sosial Pengawasan oleh atasan Teknik pengawasan Nilai moral Jaminan Pelayanan sosial Wewenang Pemanfaatan kemampuan Praktek dan kebijakan perusahaan Kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan sendiri. Kesempatan dalam mengerjakan sesuatu yang berbeda dari waktu ke waktu Kesempatan untuk menjadi orang yang dihargai dalam sebuah kelompok kerja. Cara atasan mengarahkan saya dalam menangani pekerjaan. Kompetensi yang dimiliki atasan saya dalam mengambil keputusan. Mengerjakan pekerjaan sesuai hati nurani. Ketersediaan pekerjaan untuk saya sebagai seorang karyawan. Kesempatan untuk membantu pekerjaan orang lain. Kesempatan untuk memberitahukan orang lain mengenai apa yang harus dikerjakan. Kesempatan menggunakan ketrampilan dan kemampuan saya. Kebijakan perusahaan yang diterapkan dalam praktik. 2 (P32) 3 (P33) 4 (P34) 5 (P35) 6 (P36) 7 (P37) 8 (P38) 9 (P39) 10 (P40) 11 (P41) 12 (P42)

30 Tabel 3. Operasionalisasi pemberdayaan psikologis (Lanjutan) Dimensi Variabel Indikator Pertanyaan Dalam Kuesioner Kompensasi Kemajuan Kebebasan Kreativitas Kondisi kerja Rekan kerja Pengakuan Penghargaan Gaji yang didapat atas pekerjaan yang saya lakukan. Kesempatan untuk mengembangkan diri pada pekerjaan. Kebebasan untuk menggunakan pertimbangan sendiri. Kesempatan untuk mencoba mengerjakan tugas dengan cara yang saya ciptakan sendiri. Kondisi pekerjaan yang saya rasakan. Hubungan saya dengan rekan kerja dan atasan. Saya mendapat penghargaan/pujian ketika dapat menjalankan tugas dengan baik. Saya mendapat penghargaan/pujian ketika dapat menjalankan tugas dengan baik. (Bagian C, Lampiran 1) 13 (P43) 14 (P44) 15 (P45) 16 (P46) 17 (P47) 18 (P48) 19 (P49) 20 (P50) Konsep komitmen organisasi yang digunakan adalah konsep Allen dan Meyer (1990). Komitmen organisasi ini memiliki tiga dimensi, yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuan, dan komitmen normatif. Komitmen afektif berkaitan dengan emosi, identifikasi, dan keterlibatan karyawan dalam organisasi. Komitmen afektif yang tinggi berarti karyawan memiliki keinginan dari dalam dirinya sendiri untuk tetap menjadi anggota organisasi. Komitmen kontinuan merupakan persepsi karyawan tentang kerugian jika meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuan yang tinggi berarti karyawan tetap bertahan karena karyawan membutuhkan organisasi tersebut. Sedangkan komitmen normatif adalah perasaan-perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi. Komitmen normatif yang tinggi artinya karyawan merasa harus melakukan tanggung jawabnya di dalam perusahaan. Alat yang dipakai untuk mengukur komitmen organisasi adalah Affective, Continuance, Normative Commitment Scale. Bentuk dari alat ukur ini diukur dengan skala likert dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju dengan lima ukuran skala likert dengan rentang dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju. Untuk pengukuran komitmen afektif, komitmen normatif, dan komitmen kontinuan masing-masing menggunakan empat pertanyaan. Dari dua belas pertanyaan dapat menggambarkan komitmen karyawan di perusahaan. Operasionalisasi variabel komitmen organisasi dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini :

31 Tabel 5. Operasionalisasi Variabel Komitmen Organisasi (Allen dan Meyer, 1990) Dimensi Variabel Indikator Pertanyaan Dalam Kuesioner Afektif Saya tidak merasa menjadi bagian dari perusahaan ini. Saya tidak merasa ada hubungan secara emosional dengan perusahaan ini. Perusahaan ini berarti secara pribadi bagi saya. Saya tidak mempunyai rasa memiliki pada perusahaan ini. Normatif Saya pikir belakangan ini wajar banyak karyawan yang sering berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain menurut saya tidak bertentangan dengan nilai etis. Salah satu alasan yang paling penting mempengaruhi saya untuk tetap bekerja di perusahaan ini adalah kesetiaan. Segala sesuatu akan menjadi lebih baik ketika seorang karyawan tetap setia kepada satu perusahaan selama masa karirnya. Kontinuan Saya tidak mungkin meninggalkan perusahaan ini meskipun saya bisa melakukannya. Tetap bekerja di perusahaan yang sekarang merupakan suatu kebutuhan. Saya merasa bahwa saya memiliki sedikit pilihan untuk meninggalkan perusahaan ini. Salah satu konsekuensi yang serius untuk meninggalkan perusahaan ini adalah keterbatasan alternatif. (Bagian D, Lampiran 1) 1 (P1) 4 (P2) 7 (P3) 10 (P4) 2 (P5) 5 (P6) 8 (P7) 11 (P8) 3 (P9) 6 (P10) 9 (P11) 12 (P12)

32 3.2 HIPOTESIS Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah : 1. H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan struktural terhadap pemberdayaan psikologis. H1: Ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan struktural terhadap pemberdayaan psikologis. 2. H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan struktural terhadap kepuasan kerja. H1: Ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan struktural terhadap kepuasan kerja. 3. H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan struktural terhadap komitmen organisasi H1: Ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan struktural terhadap komitmen organisasi. 4. H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan psikologis terhadap kepuasan kerja. H1: Ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan psikologis terhadap kepuasan kerja. 5. H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan psikologis terhadap komitmen organisasi. H1: Ada pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan psikologis terhadap komitmen organisasi. Pengujian hipotesis di atas menggunakan SEM untuk melihat pengaruh yang ada. H0 akan diterima, jika nilai-t lebih kecil dari 1.96 dan H0 akan ditolak atau menerima H1, jika nilai-t lebih besar dari 1.96 (Wijanto, 2008). 3.3 METODE PENGUMPULAN DATA Objek Penelitian Responden yang diikutkan dalam penelitian ini adalah karyawan Departemen Produksi (Miller, Ast.miller, foreman, dan operator) dengan level individu. Adapun departemen produksi yang menjadi objek penelitian dikarenakan departemen produksi merupakan inti dari perusahaan. Di departemen produksi ini juga paling banyak terdapat jumlah karyawannya dibandingkan departemen lainnya. Oleh karena itu, dengan menjadikan departemen produksi sebagai objek penelitian, diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pemberdayaan struktural di Bogasari. Departemen Produksi di Bogasari terbagi menjadi empat sub-departemen. Sub-departemen Mill Group I, Mill Group II, Mill Group III, dan Mill Group IV. Adapun jumlah masing-masing karyawan pada masing-masing sub-departemen adalah 77, 48, 62, dan 47 orang. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan Departemen Produksi. Begitu juga halnya dengan sampel yang diambil pada penelitian ini adalah sebesar populasinya yang berjumlah 234 orang Jumlah responden ini juga sudah memenuhi jumlah kriteria dalam sampel dalam analisis SEM. Menurut Ghozali dan Fuad (2005), dalam analisis SEM dibutuhkan sampel 100 sampai 200. Penelitian yang menggunakan sampel kurang dari 100 akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat (Wijanto, 2008) Metode Survei Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), metodologi penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Metode ini dapat digunakan untuk maksud penjajagan (eksploratif), deskriptif, penjelasan (explanatory atau confirmatory), evaluasi, prediksi, penelitian operasional, dan pengembangan indikator-indikator sosial. Keuntungan terbesar penelitian survei dengan kuesioner adalah kehematan. Penggunaan kuesioner akan memperoleh data yang maksimal dengan biaya yang relatif kecil. Selain itu, kuesioner adalah alat yang lebih peka, karena data pada kuesioner berbias lebih rendah terhadap jawaban yang diinginkan dibandingkan data yang diperoleh dengan wawancara. Keterbatasan kuesioner adalah relatif singkat dan responden kebanyakan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengisi kuesioner (Chadwick et. Al., 1991).

33 Idealnya, penelitian dapat memberikan gambaran yang akurat jika penelitian dapat dilakukan ke seluruh populasi. Namun demikian, hal ini sulit dilakukan karena adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya sehingga memungkinkan adanya ketidaksempurnaan jumlah pengembalian kuesioner. Di bawah ini merupakan Tabel 6 yang menggambarkan jumlah karyawan Departemen Produksi serta jumlah kuesioner yang kembali. Tabel 6. Jumlah Karyawan dan Jumlah Kuesioner Yang Kembali Departemen Jumlah Karyawan Jumlah Kuesioner Yang Kembali Mill Group I Mill Group II Mill Group III Mill Group IV Total Penyebaran kuesioner sebagai alat ukur pada departemen produksi sebanyak jumlah karyawan yaitu 234 orang. Dari hasil akhir pengumpulan kuesioner diperoleh 169 kuesioner yang kembali. 3.4 METODE ANALISIS DATA Agar tujuan penelitian dapat tercapai, maka perlu dilakukan analisis terhadap data. Pada penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM) yang terdiri dari analisis model pengukuran dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan analisis model struktural dengan menggunakan software LISREL Selain itu dilakukan analisis deskriptif untuk melihat distribusi responden berdasarkan usia, jabatan, tingkat pendidikan, dan lama bekerja pada perusahaan dan analisis perbedaan tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi berdasarkan usia, jabatan, tingkat pendidikan, dan lama bekerja pada perusahaan. Analisis deskriptif dan analisis tingkat perbedaan ini menggunakan software SPSS Structural Equation Modeling (SEM) Model persamaan struktural (Structural Equation Modeling) adalah generasi kedua teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model. SEM dapat menguji model struktural dan model pengukuran secara bersama-sama atau terpisah (Bollen dan Long dalam Wijanto, 2008). Metode SEM digunakan untuk menganalisis hubungan sebab akibat (kausal) yang rumit, dimana di dalamnya terdapat variabel laten dan variabel indikator. SEM menggambarkan keterkaitan hubungan linear secara simultan variabel-variabel pengamatan, yang sekaligus melibatkan variabel laten yang tidak dapat diukur secara langsung. Prosedur SEM secara umum akan mengandung tahap-tahap sebagai berikut (Bollen dan Long dalam Wijanto, 2008) : 1. Spesifikasi model (model specification) Tahap ini berkaitan dengan pembentukan model awal persamaan struktural, sebelum dilakukan estimasi. Model awal ini diformulasikan berdasarkan suatu teori atau penelitian sebelumnya. 2. Identifikasi (identification) Tahapan ini berkaitan dengan pengkajian tentang kemungkinan diperolehnya nilai yang unik untuk setiap parameter yang ada di dalam model dan kemungkinan persamaan simultan tidak ada solusinya.

34 3. Estimasi (estimation Tahap ini berkaitan dengan estimasi terhadap model untuk menghasilkan nilai-nilai parameter dengan menggunakan salah satu metode estimasi yang tersedia. Pemilihan metode estimasi yang digunakan seringkali ditentukan berdasarkan karakteristik dari variabel-variabel yang dianalisis. Metode estimasi yang umum digunakan dalam SEM adalah Maximum Likehood dan Weighted Least Square. 4. Uji kecocokan (testing fit) Tahap ini berkaitan dengan pengujian kecocokan antara model dengan data. Beberapa kriteria ukuran kecocokan atau Goodness Of Fit (GOF) dapat digunakan untuk melaksanakan langkah ini. 5. Respesifikasi (respecification) Tahap ini berkaitan dengan respesifikasi model berdasarkan atas hasil uji kecocokan tahap sebelumnya. Penelitian kali ini menggunakan pendekatan alternatif yang dikenal dengan Two-Step Approach. Tahap pertama dari Two-Step Approach adalah dengan merespesifikasikan sebuah model full SEM sebagai model CFA (Confirmatory Factor Analysis) atau dengan kata lain, hanya komponen model pengukuran dari model full SEM yang dispesifikasikan. Model CFA ini kemudian dianalisis untuk menentukan kecocokannya terhadap data. Jika kecocokan (fit) dari model CFA tidak baik, maka tidak hanya hipotesis peneliti tentang model pengukuran yang salah, tetapi juga kecocokan model full SEM terhadap data akan lebih jelek lagi. Oleh karena itu, pada tahap pertama, yaitu yang mempunyai kecocokan data-model, validitas dan reliabilitas yang baik. Setelah tahap pertama menghasilkan model CFA dengan kecocokan data-model, validitas dan reliabilitas yang baik, maka tahap kedua bisa dilaksanakan. Tahap kedua, dari two-step approach adalah menambahkan model struktural aslinya pada model CFA hasil tahap pertama untuk menghasilkan model full SEM. Model full SEM dianalisis untuk melihat kecocokan model secara keseluruhan serta evaluasi terhadap model strukturalnya. Karena pada penelitian ini menggunakan two-step approach, maka analisis awal terhadap hasil estimasi difokuskan kepada model pengukuran dan hal-hal sebagai berikut diperiksa : 1. Offending estimates, terutama adanya negative error variance. Jika ada varian kesalahan negatif maka varian kesalahan tersebut perlu ditetapkan menjadi 0.01 atau T-values dari muatan faktor hasil estimasi <1.96. Jika ada nilai-t dari estimasi muatan faktor < 1.96, berarti estimasi muatan faktor tersebut tidak signifikan dan variabel teramati yang terkait bisa dihapuskan dari model. 3. Standardized Loading Factors (muatan faktor standar) < 0.50 atau >0.70. Jika ada nilai muatan faktor standar lebih kecil dari batas kritis tersebut, maka variabel terkait bisa dihapuskan dari model. Selain kedua pilihan batas kritikal, Igbaria dalam Wijanto (2008) menambahkan, jika nilai muatan faktor standar <0.50, tetapi masih > 0.30 maka variabel yang terkatit bisa dipertimbangkan untuk tidak dihapus. Tetapi jika nilai muatan faktor standar < 0.30 maka variabel terkait bisa dihapuskan dari model. Penggunaan batas kritikal dari ketiga kriteria diatas sepenuhnya terserah kepada peneliti dengan mempertimbangkan teori atau substansi yang mendasari model.

35 Setelah analisis awal terhadap estimasi model pengukuran dilakukan, maka dilanjutkan dengan uji kecocokan seluruh model. Uji ini berkaitan dengan analisis terhadap GOF statistik yang dihasilkan program. Berikut dibawah ini Tabel 7 merupakan ringkasan uji kecocokan yang baik (good fit). Tabel 7. Perbandingan Ukuran-Ukuran GOF (Wijanto, 2008) Ukuran GOF Tingkat kecocokan yang dapat diterima Statistic Chi-Square (X 2 ) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) Expected Cross-Validation Index (ECVI) Tucker-Lewis Index atau Non-Normed Fit Index (TLI atau NNFI) Normed Fit Index (NFI) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) Relative Fit Index (RFI) Incremental Fit Index (IFI) Comparative Fit Index (CFI) Mengikuti uji statistik yang berkaitan dengan persyaratan signifikan. Semakin kecil semakin baik. Rata-rata perbedaan per degree of fredom yang diharapkan terjadi dalam populas dan bukan sampel. RMSEA < 0.08 adalah good fit, sedangkan RMSEA < 0.05 close fit. Digunakan untuk perbandingan antar model. Semakin kecil semakin baik. Pada model tunggal, nilai ECVI dari model yang mendekati nilai saturated ECVI menunjukkan goof fit. Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai yang lebih tinggi adalah lebih baik. TLI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < TLI< 0.90 adalah marginal fit. Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai yang lebih tinggi adalah lebih baik. NFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < NFI< 0.90 adalah marginal fit. Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai yang lebih tinggi adalah lebih baik. AGFI> 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < AGFI< 0.90 adalah marginal fit. Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai yang lebih tinggi adalah lebih baik. RFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < RFI< 0.90 adalah marginal fit. Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai yang lebih tinggi adalah lebih baik. IFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < IFI< 0.90 adalah marginal fit. Nilai berkisar antara 0-1, dengan nilai yang lebih tinggi adalah lebih baik. CFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < CFI< 0.90 adalah marginal fit. Setelah kecocokan model dan data secara keseluruhan adalah baik, langkah berikutnya adalah evaluasi atau analisis model pengukuran. Evaluasi ini akan dilakukan terhadap model pengukuran atau konstruk secara terpisah melalui evaluasi terhadap validitas (validity) dan reliabilitas (reliability) dari model pengukuran. Kedua evaluasi ini akan diuraikan lebih lanjut dibawah ini : 1. Evaluasi terhadap validitas (validity) dari model pengukuran Seperti yang telah disebutkan sebelumnya suatu variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap konstruk atau variabel laten, jika: - Nilai t-muatan faktornya (factor loading) lebih besar dari nilai kritis (> 1.96).

36 - Muatan faktor standarnya (standardized factor loading) > 0.70 atau > 0.50 atau > Evaluasi terhadap reliabilitas (reliability) dari model pengukuran. Dalam mengukur reliabilitas dalam SEM dapat menggunakan : composite reliability measure (ukuran reliabilitas komposit) dan variance measure ( ukuran ekstrak varian). Reliabilitas komposit suatu konstruk dihitung sebagai (Wijanto, 2008). : Contruct Reliability (CR) = (Σstd.loading) 2 (Σ std.loading) 2 + Σ e j (3.1) Variance Extracted (VE) = Σstd.loading 2 Σ std.loading 2 + Σ e j (3.2) Std.loading (standardized loading) dapat diperoleh dari keluaran program LISREL, dan e j adalah kesalahan pengukuran untuk setiap indikator atau variabel teramati (Fornel dan Larker dalam Wijanto, 2008). Hair et.al dalam Wijanto (2008) menyatakan bahwa sebuah konstruk mempunyai reliabilitas yang baik jika nilai CR-nya > 0.70 dan VE-nya > Evaluasi atau analisis terhadap model stuktural mencakup pemeriksaan terhadap signifikansi koefesien-koefesien yang diestimasi. Metode SEM tidak hanya menyediakan nilai koefesien-koefesien yang diestimasi tetapi juga nilai t-hitung untuk setiap kefesien. Dengan menspesifikasikan tingkat nilai signifikan (lazimnya α = 0.05), maka setiap koefesien yang mewakili hubungan kausal yang dihipotesiskan dapat diuji signifikansinya secara statistik. Selain hal tersebut, juga perlu dilakukan evaluasi terhadap solusi standar dimana semua koefesien mempunyai varian yang sama maksimumnya adalah satu. Peningkatan nilai koefesien ini berhubungan dengan peningkatan pentingnya variabel yang bersangkutan dalam hubungan kausal. Sebagai ukuran menyeluruh terhadap persamaan struktural, overall coefficient of determination (R 2 ) dihitung seperti pada regresi berganda, paling tidak memberikan Gambaran ukuran kecocokan relatif dari setiap persamaan struktural Analisis Deskriptif Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi karyawan dalam perusahaan secara keseluruhan. Analisis deskriptif ini menggunakan data kuantitatif dari hasil pengukuran dengan kuesioner. Setelah diketahui gambaran secara umum dari variabel-variabel laten yang telah dianalisis maka akan dianalisis pengaruhnya. Di dalam penelitian ini, ada dua analisis deskriptif yang dilakukan, yaitu analisis deskriptif responden dan analisis deksriptif variabel. Pada analisis deskriptif responden dilakukan pengelompokan responden berdasarkan usia, jabatan, tingkat pendidikan, dan lama bekerja pada perusahaan. Sedangkan analisis deksriptif variabel berdasarkan nilai mean dari masing-masing variabel yang diukur. Analisis deskriptif ini menggunakan software SPSS 13. Analisis deskriptif ini digunakan untuk melihat tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi karyawan dalam perusahaan. Hasil mean yang diperoleh akan dibandingkan dengan rentang skala rataan sehingga akan didapatkan tingkat dari masing-masing variabel. Rumus rentang skala (1-5) adalah (Durianto dan Sugiarto, 2003): RS = (m-1) m (3.3) Dimana : m = jumlah alternatif jawaban tiap item Analisis ANOVA Analisis ANOVA ini untuk melihat apakah terdapat perbedaan berdasarkan faktor demografi (usia, jabatan, tingkat pendidikan, dan lama bekerja pada perusahaan) terhadap tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi. Prosedur yang digunakan dalam analisis ANOVA ini adalah prosedur One Way ANOVA, yang merupakan salah satu

37 alat analisis statistik ANOVA yang bersifat satu arah (satu jalur). Alat ini untuk menguji apakah dua populasi atau lebih yang independent, memiliki rata-rata yang dianggap sama atau tidak sama. Anova lebih dikenal dengan Uji F, sedangkan arti variasi atau varians itu berasal dari konsep Mean Square atau kuadrat rata-rata rumus sistemnya (Sugiyono, 2010) : KR = JK/dk (3.4) Dimana: JK = Jumlah kuadrat. Dk = derajat kebebasan. Menghitung nilai ANOVA atau F hitung dengan menggunakan rumus: F hitung = KR A /KR D = varians antar kelompok/varians dalam kelompok (3.5) Lebih lanjut dapat dirumuskan: JK (ΣXAi) 2 (ΣXA T ) 2 A =Σ - Untuk dk A = A-1 (3.6) N n Ai JK D = Σ X T 2 - (ΣXA T ) 2 Untuk dk D = N-A (3.7) N (ΣXA T ) 2 N = sebagai faktor koreksi N = Jumlah keseluruhan sampel (jumlah responden dalam penelitian). A = Jumlah keseluruhan kelompok sampel X = rata-rata Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut: Penentuan hipotesis: H0: Diduga bahwa dua (atau lebih) rata-rata populasi sama. H1: Diduga bahwa dua (atau lebih) rata-rata populasi berbeda. Pengambilan kesimpulan: Bila probabilitas > 0.05 atau F hitung < F tabel maka H0 diterima atau tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kedua kelompok. Bila probabilitas < 0.05 atau F hitung > F tabel F hitung < F tabel maka H0 ditolak atau rata-rata tiap kelompok memang secara signifikan berbeda. Hipotesis yang disusun untuk melihat perbedaan tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi terhadap faktor demografi adalah: H0: Tidak terdapat perbedaan tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi pada kelompok usia, jabatan, tingkat pendidikan, dan lama kerja pada perusahaan. H1: Terdapat perbedaan tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi pada kelompok usia, jabatan, tingkat pendidikan, dan lama kerja pada perusahaan.

38 IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 SEJARAH BERDIRINYA PERUSAHAAN Analisa yang dilakukan terhadap minyak yang digunakan sebagai asam lemak adalah asam lemak bebas (ALB) dan bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod, dan bilangan peroksida. PT. X merupakan produsen tepung terigu pertama dan terbesar di Indonesia yang berdiri secara notarial pada tanggal 7 Agustus Setelah masa konstruksi selama setahun, pada tanggal 29 November 1971, pabrik X yang berada di kawasan Cilincing Jakarta Utara mulai beroperasi secara komersial. Pabrik tersebut didirikan oleh Soedono Salim, Djuhar Sutanto, Ibrahim Risjad dan Sudwikatmono. Kemudian, untuk memenuhi tingkat permintaan pasar di kawasan timur dan sekitarnya, didirikan PT. X di Surabaya pada tanggal 10 Juli Setelah itu, berturut-turut PT. X membuka divisi-divisi baru untuk melengkapi kegiatan produksi tepung terigu. Pada tahun 1977 didirikan Divisi Tekstil sebagai mitra usaha PT. X dalam hal memproduksi kantong terigu. Pada bulan 12 September 1977, didirikan pula Divisi Maritim untuk menjamin kelancaran dan pengadaan gandum sebagai bahan baku proses produksi tepung terigu. Disusul pendirian Pabrik pasta pada bulan Desember 1991 yang memproduksi spaghetti dan macaroni dengan tujuan untuk melakukan pengembangan usaha PT. X, yang sebagian besar produknya diekspor ke mancanegara Kegiatan utama PT. X ialah mengolah gandum menjadi tepung terigu. Kapasitas penggilingan awal dengan dua fasilitas penggilingan yaitu mill A dan mill B adalah 650 ton gandum per hari. Pada tahun pertama total produksi yang dihasilkan pabrik di Jakarta mencapai ton tepung terigu. Seiring dengan meningkatnya permintaan tepung terigu dalam negeri, maka PT. X mendirikan pabrik tepung terigu kedua di kawasan Tanjung Perak, Surabaya yang mulai beroperasi pada tanggal 10 Juli Pada tahun 1973, PT. X mengoperasikan fasilitas penggilingan baru di Jakarta yaitu mill C. Kemudian pada tahun 1975, pabrik di Jakarta juga mulai mengoperasikan mill D dan E, pada tahun 1978 mengoperasikan mill F dan G, tahun 1983 mengoperasikan mill H, I dan J, kemudian tahun 1992 mengoperasikan mill K dan L dan terakhir pada tahun 1996 mengoperasikan mill M, N dan O. PT. X mendirikan divisi kemasan pada tahun 1977 di Citeureup, Jawa Barat yang memproduksi kebutuhan kantong terigu untuk kedua pabrik tepung terigu yang berada di Jakarta dan Surabaya tersebut. Pada tahun yang sama, PT. X melengkapi organisasinya dengan divisi maritim untuk menjamin kelangsungan persediaan gandum serta untuk menjamin kelancaran pengangkutan gandum yang diimpor dari mancanegara. Pada tahun 1981, PT. X merintis usaha kemitraan dengan para penjahit di kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat untuk pembuatan kantong terigu. Kemitraan yang lain juga dilakukan dengan para penjahit di Gunung Putri dan Bojong Gede Kabupaten bogor serta Depok untuk penjahitan kantong terigu. Kemitraan berlanjut dengan 110 pengusaha roti di Jabotabek yang tergabung dalam KOPERJA dan para peternak sapi perah yang tergabung dalam KUD di Jawa. Pengembangan usaha PT. X berikutnya dilakukan dengan mendirikan pabrik pasta pada bulan Desember 1991 di Jakarta dengan kapasitas produksi metrik ton per tahun. Produk yang dihasilkan adalah Long Pasta dan Short Pasta, dan hampir 80% ditujukan untuk pasaran ekspor ke negara-negara Jepang, Hongkong, Australia, Korea Selatan, Rusia, Filipina, Thailand dan Singapura. 4.2 TUJUAN PENDIRIAN PERUSAHAAN Terigu masuk ke Indonesia di zaman penjajahan Belanda, tetapi baru dikonsumsi secara luas saat terjadi krisis beras, yaitu pada tahun 1950-an. Hal ini mengakibatkan konsumsi terigu merupakan suatu langkah yang tepat untuk melakukan diverisifikasi terhadap bahan makanan pokok. Maka pada tahun 1960-an terigu secara rutin melengkapi beras. Namun, ada dua kendala yang dihadapi Indonesia dalam proses pemenuhan kebutuhan terigu: 1. Indonesia tidak menanam gandum sebagai bahan baku terigu karena letak Indonesia yang berada di daerah khatulistiwa dan memiliki iklim tropis yang menyebabkan gandum tidak cocok

39 dibudidayakan di Indonesia. Namun, Indonesia dapat melakukan pengkondisian lingkungan, seperti suhu yang relatif rendah sehingga gandum mempunyai kesempatan untuk tumbuh 2. Indonesia belum memiliki pabrik penggilingan gandum Oleh karena itu, Indonesia mengimpor terigu dari Amerika maupun Eropa, untuk memenuhi kebutuhan kedua bahan pokok tersebut. Dikarenakan jarak yang cukup jauh serta waktu perjalanan yang lama antara Indonesia dengan Amerika tersebut, tepung terigu yang sampai ke Indonesia sudah mengalami penurunan kualitas seperti membusuk dan mengalami penurunan kadar protein sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Kenyataan ini tentu saja merugikan negara hingga akhirnya pemerintah berupaya menukar komoditas tepung terigu dari Amerika tersebut dengan gandum untuk digiling di Malaysia dan Singapura karena Indonsia saat itu belum mempunyai perusahaan penggiling gandum. Munculnya Peraturan Pemerintah No.8/1968 mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri mendorong berkembangnya industri padat karya dengan prioritas fasilitas pada industri bahan pangan. Atas dasar inilah, pada tanggal 19 Mei 1969, berlokasi di kawasan Cilincing, Tanjung Priok, Jakarta Utara, PT. X didirikan sebagai pabrik penggilingan gandum pertama di Indonesia. Persetujuan pendirian pabrik yang dibuka sebagai perseroan terbatas ini dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perindustrian Ringan melalui surat No.461/Bina/V/1969. Beberapa faktor seperti terjadinya peningkatan kesadaran masyarakat bahwa tepung adalah bahan makanan yang sehat dan bergizi, peningkatan konsumsi makanan berbasis tepung terigu serta adanya alternatif diversifikasi pangan dan diperkuat adanya kesadaran bahwa lebih baik memproduksi tepung terigu di Indonesia dalam rangka menjaga kualitas dan kandungan gizi tepung terigunya, telah memicu timbul dan berkembanganya industri tepung terigu Indonesia. Tujuan utama pendirian pabrik tepung terigu ini adalah untuk mencukupi kebutuhan konsumen terhadap terigu dengan kuantitas dan kualtias baik serta ketersediannya terjaga secara kontinyu, menjadikan terigu sebagai bahan diversifikasi pangan di masyarakat sehingga ketergantungan terhadap beras menurun dan dapat menghilangkan predikat sebagai negara pengimpor beras terbesar di dunia saat terjadi krisis di Indonesia. Dengan latar belakang tersebut maka berdirilah pabrik tepung terigu dengan kapasitas terbesar di dunia, yakni PT. X yang beroperasi pada tanggal 29 November Kekuatannya terletak pada visi dan misi perusahaan yang solid dan terus menerus dibina serta dikembangkan. Adapun visi dan misi perusahaan tersebut ialah sebagai berikut: 1. Visi Perusahaan Visi perusahaan adalah industri pangan berbasis produk pertanian dan jasa terkait yang bertaraf dunia 2. Misi Perusahaan Misi perusahaan adalah : a. Memproduksi, mendistribusi, dan menjual pangan, bahan pangan serta pakan yang bermutu dan bernilai tambah yang berbasis produk pertanian, guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran pelanggan, mitra usaha, masyarakat dan pemegang saham. b. Menyediakan atau menjual produk jasa terkait. c. Memperkuat daya saing dengan cara menerapkan teknologi yang tepat, melakukan diversifikasi produk dan jasa, serta mengembangkan sumber daya manusia seutuhnya. 4.3 STRUKTUR ORGANISASI Adapun Gambar 2 merupakan struktur organisasi yang terdapat pada Departemen Produksi.

40 VICE PRESIDENT OPERATION HEAD MILLER DEPUTY H.MILLER SEGITIGA BIRU DEPUTY H.MILLER KUNCI BIRU DEPUTY H.MILLER CAKRA KEMBAR MIILER AST. MILLER MIILER AST. MILLER MIILER AST. MILLER FOREMAN FOREMAN FOREMAN OPERATOR OPERATOR OPERATOR Gambar 2. Struktur Organisasi Deskripsi tugas, wewenang, dan tanggung jawab : 1. Head Miller: bertugas menerima dan menangani segala jenis pesanan (order), bertanggung jawab atas kualitas tepung yang dihasilkan sesuai dengan order konsumen. 2. Deputy Head Miller: bertugas membantu pelaksanaan proses produksi tepung di mill, memeriksa kelengkapan mesin produksi (terutama mesin giling) dan mengkontrol kualitas tepung. 3. Miller: bertugas sebagai pelaksana lapangan, mengoperasikan mesin-mesin, menerima laporan dan mengawasi kegiatan produksi di mill. 4. Ass. Miller: bertugas membantu kerja Miller, pelaksana kegiatan produksi sehari-hari, mengawasi kegiatan produksi di mill, mengatur pengiriman bahan baku. 5. Foreman dan Operator: bertugas sebagai pelaksana sehari-hari terutama yang berhubungan dengan proses produksi tepung dan penggunaan mesin produksi sesuai dengan SOP (Standard Operation Procedure). Dalam hal ini, foreman bertanggung jawab atas aktivitas yang dilakukan operator. 4.4 HARI DAN JAM KERJA Dalam usaha meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi permintan konsumen, PT. X menetapkan sistem kerja 24 jam sehari yang terbagi dalam tiga shift dengan tiap shift menggunakan 8 jam kerja termasuk 1 jam istirahat dan pembagiannya adalah : a. shift pagi : WIB b. shift siang : WIB c. shift malam : WIB

41 Setiap seminggu sekali diadakan pergantian shift, yaitu shift pagi menjadi shift malam, shift sore menjadi shift pagi, dan shift malam menjadi shift sore, begitu seterusnya untuk menghindari kejenuhan karena rutinitas yang sama. Diluar jam kerja dan waktu kerja yang telah ditetapkan yaitu 8 jam sehari dan 6 hari seminggu, perusahaan juga memberlakukan waktu lembur yang biasanya dilaksanakan pada waktu istirahat mingguan dan hari raya serta hari besar. Namun waktu lembur yang digunakan tidak boleh melebihi waktu bagi pekerja, yaitu 7 jam sehari atau 40 jam seminggu. 4.5 PEMBERDAYAAN KARYAWAN Pelatihan merupakan salah satu bentuk pemberdayaan yang dilakukan PT. X untuk meningkatkan kinerja karyawan. Pelatihan yang ada di PT. X ada dua macam yaitu training development program (diberikan perusahaan menjadi kepada karyawan yang dirasakan berpotensi untuk mengasah potensi tersebut) dan in house training ( diberikan kepada seluruh karyawan agar mampu mengembangkan kemampuan yang seharusnya dimiliki karyawan yang bersangkutan). Salah satu bentuk pelatihan yang pernah dilakukan PT. X adalah training technical sales person yang bertujuan agar peserta memahami profil individu sendiri, memiliki komitmen, memiliki motivasi, dan perencanaan yang baik. Beberapa materi pelatihan in house training yang ditujukan untuk mengembangkan pekerja dilihat dari berbagai aspek, yakni : 1. Managerial Program yang bertujuan mengembangkan pekerja dari aspek managerial, exposure, dan commercial program. Adapun beberapa judul pelatihan, diantaranya pelatihan sikap kerja produktif yang diberikan kepada pekerja level foreman/officer yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya kedisiplinan, kepatuhan, kejujuran, tanggung jawab, dan kerjasama. Selain itu ada juga pelatihan achievement motivation yang diberikan kepada pekerja level miller agar peserta pelatihan menguasai teknik untuk membangkitkan motivasi. 2. Technical Program yang bertujuan mengembangkan pekerja dari aspek teknis mencakup manufacturing program dan security & safety. Adapun beberapa judul pelatihan, diantaranya pelatihan sertifikasi forklift & skid loader yan diberikan kepada operator, foreman, dan miller. Tujuan dari pelatihan ini adalah agar peserta memahami aspek keselamatan kerja dalam penggunaan, perawatan, dan penggunaan forklift. Selain itu ada juga pelatihan hazard management orientation yang diberikan kepada foreman dan miller. Tujuan dari pelatihan ini adalah agar peserta pelatihan mampu mengidentifikasi health safety hazard & environment impact. 3. System Orientation yang bersifat pengarahan dan pemberitahuan mengenai sistem baru yag berkembang yang berkaitan dengan perusahaan.

42 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS DESKRIPTIF Deskriptif Responden Distribusi Responden Berdasarkan Usia 1% 15% 19% % Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Distribusi Responden Berdasarkan Jabatan 13% 14% 16% 57% Operator Foreman Ast.Miller Miller Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan Jabatan

43 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 1% 1% 10% 88% SD SMP SMA S1 Gambar 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bekerja Pada Perusahaan 2% 57% 41% < > 10 Gambar 6. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja Deskriptif Variabel Tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi direpresentasikan oleh karyawan PT. X yang diperoleh dengan mencari nilai skor rataan atau rata-rata tertimbang terlebih dahulu. Nilai skor rataan/mean dapat dilihat pada Tabel 8.

44 Tabel 8. Deskripsi Statistik N Rata-rata Pemberdayaan Struktural Informasi Dukungan Akses sumberdaya Kekuasaan formal Kekuasaan informal Pemberdayaan Psikologis Makna Kompetensi/kemampuan Pilihan Dampak Kepuasan Kerja Komitmen Organisasi Afektif Normatif Kontinuan Valid N (listwise) 169 Nilai skor rataan mengenai pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi dicari dengan perhitungan rumus skala (RS). Berdasarkan rumus rentang skala, diperoleh sebagai berikut: RS = (5-1) = Nilai rentang skala ini akan digunakan untuk membuat selang tingkatan pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi. Nilai skor rataan diperoleh dari hasil perkalian antara bobot nilai jawaban berdasarkan skala dengan jumlah responden, kemudian dibagi dengan jumlah responden. Berdasarkan nilai skor rataan tersebut, maka didapat posisi keputusan penilaian karyawan terhadap tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi, seperti terlihat pada Tabel 9. Penilaian karyawan mengenai pernyataan-pernyataan yang menyangkut pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi dilakukan dengan menggunakan skor rataan sebagai tolak ukur. Skor rataan tersebut yang digunakan untuk menyimpulkan tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi karyawan di PT. X.

45 Tabel 9. Posisi keputusan penilaian karyawan terhadap tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi Skor rataan Keterangan Untuk Pemberdayaan Keterangan untuk Kepuasan Kerja Keterangan Untuk Komitmen Organisasi Struktural dan Pemberdayaan Psikologis Sangat Rendah Sangat Tidak Puas Sangat Rendah Rendah Tidak Puas Rendah Netral Netral Netral Tinggi Puas Tinggi Sangat Tinggi Sangat Puas Sangat Tinggi Dari Tabel 10, dapat dilihat bahwa variabel pemberdayaan struktural meliputi informasi, dukungan, akses sumberdaya, kekuasaan formal, dan kekuasaan informal. Untuk informasi, dukungan, sumberdaya, dan kekuasaan formal sejauh ini netral dengan nilai masing-masing 2.85, 3.15, 3.32, dan Dari indikator informasi dapat dilihat bahwa selama ini informasi yang diterima karyawan baik mengenai pengetahuan, data-data penting dalam proses produksi, bentuk-bentuk keahlian yang berhubungan dengan pekerjaan dinilai cukup oleh karyawan. Untuk indikator dukungan yang dapat dilihat dari sisi sejauh mana selama ini atasan memberikan bimbingan/tuntunan terhadap karyawan (bawahannya) mempunyai nilai yang netral atau terbilang cukup bagi karyawan. Begitu juga halnya dengan akses sumberdaya yaitu sejauh mana karyawan memiliki sumberdaya waktu yang cukup serta perangkat-perangkat kerja yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan organisasi memiliki tingkatan yang netral/ cukup bagi karyawan. Kekuasaan informal yang menjadi salah satu faktor dalam pemberdayaan struktural memiliki nilai yang netral. Karyawan menilai bahwa bentuk-bentuk aliansi atau kerjasama yang dibentuk karyawan selama ini dengan teman sekerjanya maupun dengan atasannya dapat dikatakan netral atau terbilang cukup oleh karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa ada kesempatan yang dimiliki karyawan untuk dapat bekerja sama dengan atasan ataupun dengan teman sebayanya sehingga karyawan memiliki kekuasaan yang cukup selama menjalankan pekerjaannya. Walaupun sejauh ini informasi, dukungan, akses sumberdaya, dan kekuasaan informal yang didapat karyawan terbilang cukup ataupun tidak terlalu tinggi, sebaiknya atasan lebih meningkatkan lagi dalam berbagi informasi, dukungan, sumberdaya, dan kekuasaan informal agar pemberdayaan struktural dapat terwujud secara maksimal sehingga secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan. Lain halnya dengan indikator kekuasaan formal yang dapat dilihat dari seberapa besar partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan adalah dinilai tinggi oleh karyawan yaitu dengan nilai Hal ini menunjukkan bahwa selama ini karyawan memiliki kekuasaan dalam pengambilan keputusan terkait dalam proses produksi. Jika dilihat secara keseluruhan, untuk tingkat pemberdayaan struktural di departemen produksi adalah netral (cukup). Sehingga harapan besar pemberdayaan secara struktural yang telah dilakukan atasan terhadap bawahan sejauh ini dapat ditingkatkan lagi untuk kedepannya.

46 Tabel 10. Penilaian Karyawan Terhadap Pemberdayaan Struktural Indikator Pemberdayaan Skor Rataan Keterangan Struktural Informasi 2.85 Netral Dukungan 3.15 Netral Sumberdaya 3.32 Netral Kekuasaan Formal 3.53 Tinggi Kekuasaan Informal 3.01 Netral Total 3.15 Netral Dari deskripsi pemberdayaan psikologis secara keseluruhan dengan nilai 4.04 adalah menujukkan bahwa pemberdayaan yang dinilai dari sisi psikologis karyawan terhadap bentuk-bentuk pekerjaan yang selama ini dilakukannya adalah tinggi. Jika dilihat dari masing-masing faktor, untuk indikator makna dan dampak dengan masing-masing nilai 4.04 dan 3.45 adalah tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan merasa bahwa pekerjaan yang dilakukannya saat ini berarti dan penting baginya begitu juga pekerjaan yang dilakukan karyawan membawa dampak yang baik dan besar terhadap departemen produksi. Untuk indikator pilihan memiliki nilai 3.17 atau dapat dikatakan netral. Hal ini berarti bahwa sejauh ini persepsi karyawan terhadap kebebasan yang dimilikinya dalam melakukan sesuatu di departemennya tidak terlalu tinggi atau cukup. Persepsi karyawan terhadap pilihan-pilihan yang dirasakannya dapat ditingkatkan dengan memberikan karyawan kesempatankesempatan dalam menentukan pilihan yang terbaik dalam pekerjaannya. Sedangkan untuk indikator kompetensi, karyawan merasa bahwa kompetensi yang dirasakan/dimiliki oleh masing-masing karyawan sangat tinggi atau dapat dikatakan karyawan sangat yakin bahwa dirinya memiliki keahlian ataupun kemampuan dalam melakukan pekerjaan mereka masing-masing. Dengan tingginya kepercayaan diri yang dimiliki karyawan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen organisasi serta tingkat pemberdayaan psikologis karyawan secara keseluruhan. Besarnya penilaian karyawan terhadap pemberdayaan psikologis dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Penilaian Karyawan Terhadap Pemberdayaan Psikologis Indikator Pemberdayaan Skor Rataan Keterangan Psikologis Makna 4.04 Tinggi Kompetensi 4.29 Sangat Tinggi Pilihan 3.17 Netral Dampak 3.45 Tinggi Total 3.74 Tinggi Deskripsi kepuasan kerja menunjukkan tingkatan kepuasan kerja karyawan pada perusahaan adalah puas dengan nilai mean Dari data kualitatif yang dihasilkan menunjukkan bahwa karyawan puas terhadap perusahaan secara keseluruhan walaupun ada beberapa yang menunjukkan ketidakpuasaan terhadap perusahaan. Kepuasaan kerja dapat ditunjukkan oleh kepuasaan mereka terhadap beberapa hal seperti pada faktor intrinsik yaitu : pemanfaatan kemampuan, pencapaian kegiatan, kemajuan, kompensasi, rekan kerja,dan sebagainya ; faktor ekstrinsik yaitu : wewenang, kebijakan perusahaan, pengakuan, tanggung jawab, dan sebagainya ; serta secara general

47 (keseluruhan) yaitu : pengawasan yang dilakukan atasan. Besarnya penilaian karyawan terhadap kepuasan kerja dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Penilaian Karyawan Terhadap Kepuasan Kerja Indikator Kepuasan Kerja Skor Rataan Keterangan Kepuasan Kerja 3.54 Puas Total 3.54 Puas Variabel komitmen organisasi memiliki tiga dimensi yang terdiri dari komitmen afketif, komitmen normatif, dan komitmen kontinuan. Adapun nilai mean yang diperoleh adalah 3.81, 3.41, dan Ketiga nilai tersebut masuk dalam tingkatan komitmen yang tinggi. Jika dilihat dari indikator komitmen afektif, keinginan karyawan untuk tetap tinggal pada perusahaan tinggi. Hal ini didukung oleh keinginan karyawan pribadi untuk tetap terus bekerja pada perusahaan. Komitmen kontinuan yang dimiliki karyawan juga tinggi. Dapat dilihat dari pengorbanan karyawan yang ditinjau dari seberapa besar keuntungan yang akan diterima karyawan jika ia terus bekerja pada perusahaan. Sedangkan jika dilihat dari komitmen normatif juga mempunyai nilai komitmen yang tinggi. Karyawan memiliki tanggung jawab yang tinggi yang harus diberikan pada perusahaan. Hal ini juga didukung dengan kesetiaan karyawan yang tinggi untuk tetap bertahan pada perusahaan. Besarnya penilaian karyawan terhadap komitmen organisasi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Penilaian Karyawan Terhadap Komitmen Organisasi Indikator Komitmen Skor Rataan Keterangan Organisasi Afektif 3.81 Tinggi Normatif 3.41 Tinggi Kontinuan 3.48 Tinggi Total 3.60 Tinggi Analisis ANOVA Untuk mengetahui perbedaan pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi karyawan maka digunakan Uji F (One Way Anova). Data demografi sampel dikelompokkan berdasarkan usia, jabatan, tingkat pendidikan, lama bekerja pada jabatan sekarang, dan lama bekerja pada perusahaan. Adapun jenis kelamin karyawan sebagai salah satu bagian dalam data demografi tidak diikutkan dalam pengujian karena jenis kelamin karyawan departemen produksi seluruhnya laki-laki. Hasil uji One Way Anova dapat dilihat pada Tabel 14.

48 Tabel 14. Hasil uji One Way Anova dari Faktor Demografi Faktor One Way Anova Kelompok Demografi P.Struktural P.Psikologis K.Kerja K.Organisasi Usia Jabatan Tingkat Pendidikan Lama Kerja Pada Perusahaan Operator Foreman Ast.Miller Miller SD SMP SMA S1 < > 10 F Sig ( < 0.05) F Sig ( < 0.05) 0.01* F Sig ( < 0.05) * F Sig ( < 0.05) * Ket: * = nilai Signifikan dibawah 0.05 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan. Berdasarkan uji One Way Anova, variabel usia tidak signifikan terhadap pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas (sig) keempat variabel laten > Maka dapat disimpulkan bahwa usia tidak memberikan perbedaan rata-rata yang signifikan terhadap tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi. Variabel pemberdayaan struktural tidak dipengaruhi usia karena dalam mengukur pemberdayaan struktural faktor usia bukanlah indikator telah terjadinya pemberdayaan struktural. Disamping itu, kepuasan kerja tidak dipengaruhi usia seseorang. Hal ini dikarenakan usia bukanlah suatu hal yang dapat membuat seseorang puas dalam bekerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan bertambahnya usia seseorang bukan indikator yang dapat menyebabkan seseorang puas dalam lingkungan kerjanya. Begitu juga halnya yang terdapat pada komitmen organisasi. Komitmen organisasi karyawan tidak dipengaruhi usia seseorang, dikarenakan keinginan karyawan untuk tetap setia dan tinggal dalam perusahaan bukan dikarenakan usia atau dapat dikatakan bahwa komitmen organisasi karyawan sama saja pada usia yang berbeda. Pada uji One Way Anova untuk jabatan terhadap pemberdayaan struktural, nilai F-hitung adalah 3.93 dengan nilai probabilitas 0.01 <0.05 sehingga tingkat pemberdayaan struktural karyawan di perusahaan terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan jabatan. Hal ini menggambarkan bahwa pemberdayaan yang dilakukan manajer terhadap masing-masing jabatan yaitu miller, ast.miller, operator, dan foreman itu berbeda-beda dikarenakan masing-masing jabatan memiliki peran dan fungsinya masing-masing dalam proses produksi. Lain halnya dengan tingkat pemberdayaan

49 psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi berdasarkan jabatan. Ketiganya tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap terhadap jabatan. Dapat dilihat dari nilai F-hitung dan Probabilitas dari ketiganya yaitu untuk pemberdayaan psikologis dengan nilai F-hitung 2.432; probabilitasnya > 0.05, kepuasan kerja dengan nilai dengan nilai F-hitung 0.494; probabilitasnya > 0.05, dan komitmen organisasi dengan nilai dengan nilai F-hitung 0.363; probabilitasnya 0.78 > Beberapa hal yang dapat dijelaskan disini bahwa pemberdayaan yang dirasakan karyawan adalah sama apapun itu jabatan mereka. Begitu juga halnya dengan kepuasan karyawan pada setiap kelompok jabatan adalah sama. Adapun juga kesetiaan karyawan untuk tetap tinggal di perusahaan jika dilihat dari jabatan yang ada juga sama. Pada uji One Way Anova tingkat pendidikan terhadap pemberdayaan struktural menunjukkan nilai F-hitung sebesar dengan nilai probabilitasnya yaitu sebesar 0.55 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan tingkat pendidikan tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap pemberdayaan struktural. Hal ini juga menggambarkan bahwa manajer melakukan pemberdayaan di seluruh tingkat pendidikan yang ada pada karyawan. Pada pemberdayaan psikologis nilai F-hitung adalah dengan probabilitas > 0.05 sehingga tingkat pendidikan tidak berbeda secara signifikan terhadap pemberdayaan psikologis karyawan. Begitu juga halnya dengan pemberdayaan yang dirasakan oleh masing-masing karyawan mengambarkan bahwa apapun pendidikan mereka, mereka merasakan hal yang sama yaitu mereka merasa diri mereka telah diberdayakan. Kepuasan kerja menunjukkan nilai F- hitung dengan nilai probabilitasnya > 0.05 sehingga sehingga tingkat pendidikan tidak berbeda secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Hal ini disebabkan kepuasan kerja karyawan tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Lain halnya dengan komitmen organisasi, pada komitmen organisasi menunjukkan nilai F-hitung 4.94 dengan nilai probabilitasnya < Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan memberikan perbedaan secara signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan departemen produksi. Uji One Way Anova untuk lama bekerja pada perusahaan (masa kerja) menunjukkan bahwa tingkat pemberdayaan struktural tidak berbeda signifikan berdasarkan masa kerja dalam perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai F-hitung sebesar dengan nilai probabilitasnya 0.650>0.05. Lain halnya dengan tingkat pemberdayaan psikologis, dengan F-hitung sebesar dan probabilitasnya 0.041<0.05 memberikan kesimpulan bahwa masa kerja memberikan perbedaan yang signifikan terhadap pemberdayaan psikologis. Sedangkan untuk kepuasan kerja dan komitmen organisasi menunjukkan hal yang sama yaitu masa kerja tidak berbeda secara signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Hal ini dapat dilihat dari masing-masing nilai F-hitung dan probabilitasnya yaitu untuk kepuasan kerja dimana F-hitung sebesar dengan signifikan > 0.05 dan komitmen organisasi dimana F-hitung sebesar dengan signifikan > ANALISIS MODEL PENGUKURAN Analisis Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural Model analisis faktor konfirmatori (CFA) merupakan model yang murni berisi model pengukuran. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi model yang tepat yang menjelaskan hubungan antara seperangkat item-item dengan konstrak yang diukur oleh item tersebut. Adapun evaluasi yang dapat dilakukan oleh model pengukuran ini adalah evaluasi validitas dan reliabilitas hubungan variabel laten terhadap indikator-indikator pengukuran dalam model pengukuran. Pada kesempatan kali ini, model pengukuran yang digunakan untuk mengukur pemberdayaan struktural adalah CFA tingkat kedua (2 nd CFA). Pengukuran ini terdiri dari dua tingkat. Tingkat pertama adalah sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel teramati sebagai indikator-indikator dari varibel laten terkait. Sedangkan tingkat kedua adalah sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel laten pada tingkat pertama sebagai indikator-indikator dari sebuah variabel laten tingkat kedua (Wijanto, 2008). Agar model pengukuran dapat dianalisis, maka terlebih dahulu harus dilihat kecocokan seluruh model, yaitu mengevaluasi kecocokan antara data dan model. Untuk melihat kecocokan model, dapat ditinjau dari Good of Fit (GOF) model secara keseluruhan. Hasil GOF untuk model pengukuran pemberdayaan struktural dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari GOF keseluruhan model pada Lampiran 3, dapat dilihat bahwa NFI, NNFI, PNFI, CFI, IFI, RFI > Hal ini menunjukkan kecocokan model yang baik. Dari hasil estimasi model pemberdayaan struktural yang terdapat pada Gambar 7,

50 menunjukkan nilai chi square (df=75) adalah dengan P-value 0.99>0.05. Berdasarkan hasil chi, square model menunjukkan kecocokan yang baik. Sedangkan untuk nilai RMSEA yang diperoleh pada model pemberdayaan struktural adalah <0.05, sehingga menunjukkan kecocokan yang baik atau close fit. Menurut Brown dan Cudeck dalam Wijanto (2008), untuk memperoleh ukuran kecocokan model yang baik, maka nilai chi square harus menunjukkan nilai yang kecil dan signifikansi yang lebih besar dari Selain itu untuk kriteria nilai RMSEA yaitu dimana nilai RMSEA < 0.05 menunjukkan close fit, sedangkan 0.05 sampai 0.08 menunjukkan good fit. McCallum dalam Wijanto (2008) menambahkan bahwa nilai RMSEA antara 0.08 dan 0.1 adalah marginal fit atau dikatakan kecocokan yang cukup. Dalam mengukur validitas dan reliabilitas pada CFA tingkat kedua (2 nd CFA) dilakukan evaluasi dua tingkat, yaitu pada tingkat pertama dan tingkat kedua. Menurut Rigdon dan Ferguson dalam Wijanto (2008), untuk melihat suatu indikator dinyatakan valid atau tidaknya dengan melakukan evaluasi terhadap nilai t-muatan faktornya dan muatan faktor standar. Nilai t-muatan harus lebih besar dari 1.96 dan muatan faktor standarnya > 0.70 atau 0.5 (Igbaria dalam Wijanto, 2008). Igbaria dalam Wijanto (2008) menambahkan, jika ada nilai muatan faktor standar <0.50, tetapi masih > 0.30 maka variabel yang terkait bisa dipertimbangkan untuk tidak dihapus. Penggunaan batas kritikal sepenuhnya diserahkan kepada peneliti dengan mempertimbangkan teori dan substansi yang mendasari model. Gambar 7. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural (Awal) Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai t-muatan faktor variabel laten dan indikator kesempatan kurang dari Sedangkan untuk untuk variabel lainnya seperti informasi, dukungan, akses sumber daya, kekuasaan formal, dan kekuasaan informal lebih besar dari Oleh karena itu, variabel laten kesempatan dibuang. Perbaikan untuk path diagram nilai t model pemberdayaan struktural dapat dilihat pada Gambar 8.

51 Gambar 8. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural (Perbaikan) Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai t-muatan faktor untuk model pengukuran pemberdayaan struktural telah memenuhi syarat, yaitu lebih dari 1.96 untuk masing-masing indikator terhadap variabel latennya pada tingkat pertama. Selain itu, nilai muatan faktor standarnya > 0.70 atau 0.5 (Igbaria dalam Wijanto, 2008). Begitu juga > 0.30 dengan mempertimbangkan teori dan substansi yang mendasari model (Igbaria dalam Wijanto,2008). Sehingga dapat disimpulkan CFA tingkat pertama mempunyai validitas yang baik. Pada CFA tingkat kedua nilai t-muatan faktor masingmasing variabel laten informasi, dukungan, akses sumberdaya, kekuasaan formal, dan kekuasaan informal sebagai indikator variabel laten pemberdayaan struktural menunjukkan nilai yang lebih besar dari 1.96 dan nilai muatan faktor standarnya lebih besar dari 0.70 atau 0.5 atau 0.3. Sehingga dapat disimpulkan CFA tingkat kedua mempunyai validitas yang baik. Untuk melihat muatan faktor standar dan kesalahan untuk CFA pada tingkat pertama dapat dilihat pada Gambar 9 dan untuk tingkat yang kedua pada Gambar 10. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan nilai validitas model pemberdayaan struktural adalah baik. Gambar 9. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural

52 Gambar 10. Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd CFA Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural Reliabilitas adalah konsistensi suatu pengukuran. Reliabilitas tinggi menunjukkan bahwa indikator-indikator mempunyai konsistensi tinggi dalam mengukur konstruk latennya. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk mengukur reliabilitas dalam SEM akan digunakan composite reliability measure (ukuran reliabilitas komposit) dan variance measure (ukuran ekstrak varian). (Wijanto, 2008). Adapun di bawah ini merupakan data muatan faktor standar dan kesalahan CFA pada tingkat pertama dan kedua. Untuk perhitungan besarnya nilai CR dan VE pada CFA tingkat pertama maupun tingkat kedua, dapat dilihat pada Lampiran 8. Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa pada tingkat pertama CFA, variabel laten yang memiliki nilai contruct reliability diatas batas kritis 0,70 dan variance extracted diatas 0.50 adalah informasi. Sedangkan variabel laten dukungan, nilai CR nya > 0.70 tetapi nilai VE nya 0.44 <0.5. Begitu juga halnya yang terdapat pada variabel laten akses sumberdaya. Pada variabel laten ini memiliki nilai contruct reliability dibawah batas kritis 0.60 < 0.70 dan variance extracted diatas 0.50.

53 Tabel 15. Daftar Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran CFA tingkat kedua Pemberdayaan Struktural Muatan Faktor Variabel Standar Kesalahan Reliabilitas Keterangan CR> 0.70 VE > st CFA Informasi Reliabilitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik Dukungan Reliabilitas baik Akses P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik Sumberdaya Reliabilitas baik P10 0,48 0,70 Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik Formal Reliabilitas baik P Validitas baik P Validitas baik Informal Reliabilitas baik 2 nd CFA P. Struktural P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik Kesempatan Reliabilitas baik Informasi Validitas baik Dukungan Validitas baik Akses Sumberdaya Validitas baik Formal Validitas baik Informal Validitas baik

54 Lain halnya pada variabel laten akses kekuasaan formal dan kekuasaan informal. Kedua variabel ini memiliki nilai CR di bawah 0.70 dan nilai VE di bawah Dimana nilai CR masing-masing variabel laten tersebut adalah 0.55 dan 0.63 dan nilai VE masing-masing variabel laten tersebut adalah 0.38 dan Walaupun pada variabel laten dukungan, akses sumberdaya, kekuasaan formal, dan kekuasaan informal memiliki kendala dalam memenuhi kriteria CR dan VE, maka tetap diikutkan dalam model struktural nantinya. Hal ini dikarenakan tiap nilai CR dan VE yang diperoleh hampir mendekati batas kritis, sehingga dapat dianggap reliabel. Pada tingkat kedua dimana sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel laten informasi, dukungan, akses sumberdaya, kekuasaan formal, dan kekuasaan informal pada tingkat pertama sebagai indikator-indikator dari sebuah variabel laten pemberdayaan struktural pada tingkat kedua menunjukkan nilai CR nya diatas > 070 dan nilai VE nya diatas > Oleh karena itu, reliabilitas pada tingkat dua dapat dikatakan baik dan dapat dijadikan sebagai model pengukuran dalam SEM Analisis Model Pengukuran Pemberdayaan Psikologis Konstruk pemberdayaan psikologis merupakan model pengukuran dua tingkat dengan empat variabel laten tingkat pertama dan satu variabel laten tingkat kedua. Adapun evaluasi yang dapat dilakukan oleh model pengukuran ini adalah evaluasi validitas dan reliabilitas hubungan variabel laten terhadap indikator-indikator pegukuran dalam model. Sebelum dilakukan uji validitas dan reliabilitas, terlebih dahulu dilakukan uji kecocokan model. Uji kecocokan model berkaitan dengan analisis Goodness of Fit (GOF) statistik. Hasil GOF untuk model pengukuran pemberdayaan psikologis dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari GOF keseluruhan model pada Lampiran 4, dapat dilihat bahwa NFI, NNFI, PNFI, CFI, IFI, RFI > Hal ini menunjukkan kecocokan model yang baik. Dari hasil estimasi model pemberdayaan psikologis yang terdapat pada Gambar 11, menunjukkan nilai chi square (df=34) adalah dengan P-value 0.032<0.05. Berdasarkan nilai chi square, model menunjukkan kecocokan yang baik karena memiliki nilai yang kecil tetapi signifikansi-nya tidak baik karena kurang dari Gambar 11. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Pemberdayaan Psikologis

55 Menurut Wijanto (2008), mengejar probabilitas/signifikansi chi square P > 0.05 akan mengarah ke over-fitting dan model menjadi tidak masuk akal. Sedangkan untuk nilai RMSEA yang diperoleh pada model pemberdayaan psikologis adalah > 0.05, sehingga menunjukkan kecocokan yang baik atau good fit. Evaluasi validitas dan reliabilitas model pengukuran dua tingkat pada pemberdayaan psikologis dilakukan dengan melihat nilai-t dan muatan faktor standar. Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa nilai t-muatan faktor untuk model pengukuran pemberdayaan psikologis telah memenuhi syarat, yaitu lebih dari 1.96 untuk masing-masing indikator terhadap variabel latennya pada tingkat pertama maupun tingkat kedua. Selain itu, nilai muatan faktor standarnya > 0.70 atau 0.5 (Igbaria dalam Wijanto, 2008). Sehingga dapat disimpulkan CFA dua tingkat mempunyai validitas yang baik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan nilai validitas model pemberdayaan psikologis adalah baik. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya/ diandalkan untuk dijadikan sebagai alat ukur apabila pengukuran diulangi. Dalam SEM, pengukuran reliabilitas menggunakan composite reliability measure (ukuran reliabilitas komposit) dan variance measure (ukuran ekstrak varian). Nilai muatan faktor standard an kesalahan untuk CFA pada tingkat pertama dapat dilihat pada Gambar 12 dan untuk tingkat kedua pada Gambar 13. Gambar 12. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Pemberdayaan Psikologis Gambar 13. Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd Psikologis CFA Model Pengukuran Pemberdayaan

56 Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa pada tingkat pertama dan tingkat kedua CFA, variabel laten yang memiliki nilai contruct reliability diatas batas kritis 0.70 dan variance extracted diatas Untuk perhitungan besarnya nilai CR dan VE pada CFA tingkat pertama maupun tingkat kedua, dapat dilihat pada Lampiran 8. Oleh karena itu, CFA tingkat pertama dan tingkat kedua mempunyai reliabilitas yang baik dan dapat dijadikan sebagai model pengukuran dalam SEM. Tabel 16. Daftar Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran CFA tingkat kedua Pemberdayaan Psikologis Muatan Faktor Variabel Standar Kesalahan Reliabilitas Keterangan CR> 0.70 VE > st CFA Makna Reliabilitas Baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik Dampak Reliabilitas Baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik Pilihan Reliabilitas Baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik Kemampuan Reliabilitas Baik 2 nd CFA P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P.Psikologis Reliabilitas Baik Makna Validitas baik Dampak Validitas baik Pilihan Validitas baik Kemampuan Validitas baik

57 5.2.3 Analisis Model Pengukuran Kepuasan Kerja Model pengukuran kepuasan kerja merupakan CFA tingkat pertama. Variabel laten kepuasan kerja diukur dengan dua puluh indikator. Evaluasi yang dilakukan pada model pengukuran ini adalah evaluasi validitas dan reliabilitas. Sebelum dilakukan uji validitas dan reliabilitas, model pengukuran ini harus memiliki nilai-nilai kecocokan model yang baik. Untuk melihat kecocokan model yang ada dapat ditinjau dari Good of Fit (GOF) model secara keseluruhan. Dari GOF keseluruhan model pada Lampiran 5. dapat dilihat bahwa NFI, NNFI, CFI, IFI, RFI > Sedangkan nilai PNFI 0.54<0.9. Dari hasil GOF secara keseluruhan dapat disimpulkan kecocokan modelnya baik. Dari hasil estimasi model kepuasan kerja yang terdapat pada Gambar 14 menunjukkan nilai chi cquare (df=109) adalah dengan P-value >0.05. Berdasarkan hasil chi square model menunjukkan kecocokan yang baik. Sedangkan untuk nilai RMSEA yang diperoleh pada model kepuasan kerja adalah < sehingga menunjukkan kecocokan yang baik atau close fit. Menurut Brown dan Cudeck dalam Wijanto (2008) nilai RMSEA yaitu dimana nilai RMSEA < 0.05 menunjukkan close fit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecocokan seluruh model adalah baik. Untuk melihat suatu indikator dinyatakan valid atau tidaknya dengan melakukan evaluasi terhadap nilai t-muatan faktornya dan muatan faktor standar. Nilai t-muatan harus lebih besar dari 1.96 dan muatan faktor standarnya > 0.70 atau 0.5 atau > Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa nilai t-muatan faktor untuk model pengukuran kepuasan kerja telah memenuhi syarat, yaitu lebih dari 1.96 untuk masing-masing indikator terhadap variabel latennya pada tingkat pertama. Selain itu. nilai muatan faktor standarnya > 0.70 atau 0.5 atau > Nilai muatan faktor standar untuk setiap indikator dapat dilihat pada Gambar 15. Sehingga dapat disimpulkan CFA mempunyai validitas yang baik atau dengan kata lain dapat diikutkan untuk model persamaan struktural. Gambar 14. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Kepuasan Kerja

58 Untuk melihat apakah indikator-indikator mempunyai konsistensi yang tinggi dalam mengukur konstruk latennya maka dilakukan uji reliabilitas. Dalam SEM akan digunakan composite reliability measure (ukuran reliabilitas komposit) dan variance measure (ukuran ekstrak varian). Untuk perhitungan besarnya nilai CR dan VE pada CFA model pengukuran kepuasan kerja dapat dilihat pada Lampiran 8. Gambar 15. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Kepuasan Kerja Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa pada CFA kepuasan kerja, variabel laten yang memiliki nilai contruct reliability diatas batas kritis 0.70 dan variance extracted dibawah titik kritis 0.38 <0.5. Walaupun pada variabel laten kepuasan kerja memiliki kendala dalam memenuhi kriteria VE, maka tetap diikutkan dalam model struktural nantinya. Hal ini dikarenakan nilai VE yang diperoleh hampir mendekati batas kritis, sehingga dapat dianggap reliabel. Oleh karena itu, Reliabilitas variabel laten kepuasan kerja dapat dikatakan baik dan dapat dijadikan sebagai model pengukuran dalam SEM.

59 Tabel 17. Daftar Validitas dan Reliabilitas Model 1 st CFA Kepuasan Kerja Muatan Faktor Variabel Standar Kesalahan Reliabilitas Keterangan CR> 0.70 VE > st CFA Kepuasan kerja Reliabilitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik Analisis Model Pengukuran Komitmen Organisasi Pada kesempatan kali ini, model pengukuran yang digunakan untuk mengukur komitmen organisasi adalah CFA tingkat kedua (2 nd CFA). Pengukuran ini terdiri dari dua tingkat. Tingkat pertama adalah sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel teramati sebagai indikator-indikator dari varibel laten terkait. Sedangkan tingkat kedua adalah sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel laten pada tingkat pertama sebagai indikatorindikator dari sebuah variabel laten tingkat kedua. Evaluasi kecocokan antara model dan data harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan uji validitas dan reliabilitas. Untuk melihat kecocokan model.dapat ditinjau dari Good of Fit (GOF) model secara keseluruhan. Hasil GOF untuk model pengukuran komitmen organisasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari GOF keseluruhan model pada Lampiran 6, dapat dilihat bahwa NFI, NNFI, CFI, IFI, RFI > Nilai PNFI 0.64<0.9. Dari hasil GOF secara keseluruhan dapat disimpulkan kecocokan modelnya baik. Dari hasil estimasi model pemberdayaan struktural yang terdapat pada Gambar 16, menunjukkan nilai chi square (df=44) adalah dengan P-value <0.05.

60 Berdasarkan hasil chi square model menunjukkan kecocokan yang baik walaupun memiliki signifikansi kecil tetapi memiliki nilai chi square yang kecil. Berdasarkan hasil chi square model menunjukkan kecocokan yang baik. Sedangkan untuk nilai RMSEA yang diperoleh pada model komitmen organisasi adalah >0.05. sehingga menunjukkan kecocokan yang baik atau good fit. Oleh karena itu, berdasarkan peninjauan GOF secara keseluruhan maka model memiliki kecocokan yann baik. Setelah model memiliki kecocokan yang baik, tahap selanjutnya dalam analisis model pengukuran adalah uji validitas. Uji ini dilakukan dengan menganalisis nilai-t lebih besar dari 1.96 dan muatan faktor standarnya > 0.70 atau Hasil estimasi nilai-t dapat dilihat pada Gambar 16 dibawah ini. Gambar 16. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Komitmen Organisasi Berdasarkan Gambar 16 diatas diketahui semua nilai-t yang dihasilkan lebih besar dari Pada Gambar 17 dapat dilihat bahwa nilai muatan faktor standar indikator P6 pada variabel laten normatif dan P11 dan P12 pada variabel laten kontinuan memiliki muatan faktor standar kurang dari 0.3 sebagai titik kritis. Oleh karena itu. indikator P6, P11, dan P12 tidak diikutkan dalam model.

61 Gambar 17. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Komitmen Organisasi (Awal) Berikut dibawah ini Gambar 18 yang merupakan perbaikan model muatan faktor standar model pengukuran komitmen organisasi awal. Indikator P6, P11, dan P12 tidak diikutkan dalam model Gambar 18. Gambar 18. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Komitmen Organisasi (Perbaikan)

62 Gambar 19. Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd CFA Model Pengukuran Komitmen Organisasi Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa pada tingkat pertama dan tingkat kedua CFA, variabel laten yang memiliki nilai contruct reliability diatas batas kritis 0.70 dan variance extracted diatas Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai CR dan VE Untuk perhitungan besarnya nilai CR dan VE pada CFA tingkat pertama maupun tingkat kedua, dapat dilihat pada Lampiran 8. Oleh karena itu, CFA tingkat pertama dan tingkat kedua mempunyai reliabilitas yang baik dan dapat dijadikan sebagai model pengukuran dalam SEM. Tabel 18. Daftar Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran CFA tingkat kedua Komitmen Organisasi Muatan Reliabilitas Faktor Variabel Standar Kesalahan CR> 0.70 VE > 0.50 Keterangan 1 st CFA Afektif Reliabilitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Normatif Reliabilitas baik P Validitas baik P Validitas baik P Validitas baik Kontinuan Reliabilitas baik 2 nd CFA P Validitas baik P Validitas baik K.Organisasi Reliabilitas baik Afektif Validitas baik Normatif Validitas baik Kontinuan Validitas baik

63 5.3 ANALISIS MODEL STRUKTURAL Uji Kecocokan Model (Goodness of Fit Statistic) Menurut Ghozali dan Fuad (2005), dalam SEM peneliti tidak boleh hanya tergantung pada satu indeks atau beberapa indeks fit, tetapi sebaiknya mempertimbangkan seluruh indeks fit. Oleh karena itu, disini digunakan 13 uji model fit untuk mengetahui tingkat kebaikan model yang dibangun. Uji model yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi-square, NCP, RMSEA, ECVI, AIC, CAIC, NFI, NNFI, CFI, IFI, RFI, GFI, dan AGFI. Berdasarkan hasil uji model atau goodness of fit statistic yang terdapat pada Tabel 19 dapat diketahui bahwa dari 13 uji model tersebut terdapat dua uji yang tidak memenuhi nilai target kecocokan. Tabel 19. Hasil Uji Kecocokan Model Struktural Target Tingkat Ukuran GOF Kecocokan Hasil Estimasi Tingkat kecocokan Chi Square Nilai yang kecil Chi Square= Kurang baik P P > 0.05 P= NCP Nilai yang kecil Baik (good fit) Interval Interval yang sempit (1.94 ; 47.87) RMSEA RMSEA < Baik (good fit) P(close fit) P > ECVI Nilai yang kecil dan dekat dengan ECVI saturated Model= 0.88 ; Saturated= 1.08 ; Independence= 9.64 Baik (good fit) AIC Nilai yang kecil dan dekat dengan AIC saturated Model= ; Saturated= ; Independence= Baik (good fit) CAIC Nilai yang kecil dan dekat dengan CAIC saturated Model= ; Saturated= ; Independence= Baik (good fit) NFI NFI > Baik (good fit) NNFI NNFI > Baik (good fit) CFI CFI > Baik (good fit) IFI IFI > Baik (good fit) RFI RFI > Baik (good fit) GFI GFI > Baik (good fit) AGFI AGFI > Kurang baik

64 Nilai chi square yang tercantum sebesar (df=55). P-value sebesar dan nilai RMSEA sebesar Model ini memiliki kecocokan model yang kurang baik. Tidak ada modifikasi yang dilakukan pada model ini. Ukuran kecocokan model yang lain dapat dilihat dari nilai ECVI, AIC, CAIC, NFI, NNFI, CFI, IFI, RFI, GFI, AGFI, ECVI digunakan untuk perbandingan model dan semakin kecil nilai ECVI sebuah model semakin baik tingkat kecocokannya. Nilai ECVI model yang lebih rendah dari ECVI yang diperoleh pada saturated dan independence model, mengindikasikan bahwa model adalah fit. Nilai ECVI yang diperoleh adalah sebesar 0.88, sedangkan nilai ECVI saturated dan idenpendence masing-masing adalah 1.08 dan Sehingga dapat disimpulkan bahwa model struktural ini adalah fit. AIC merupakan ukuran berdasarkan atas statistical information theory dan digunakan untuk membandingkan beberapa model dengan jumlah konstruk yang berbeda. AIC tidak berkaitan dengan ukuran sampel. Statistical information theory dan digunakan untuk membandingkan beberapa model dengan jumlah konstruk yang berbeda tetapi mengikutsertakan ukuran sampel. Jika Nilai AIC dan CAIC yang diperoleh lebih rendah daripada model saturated dan independence, maka model struktural adalah fit. Adapun nilai AIC dan CAIC yang diperoleh masing-masing adalah dan Nilai keduanya lebih rendah dari nilai saturated-nya yaitu masing-masing 182 dan Sehingga dapat disimpulkan model struktural ini adalah baik. Suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai NFI, NNFI, CFI, IFI, RFI, GFI, AGFI lebih besar daripada NFI merupakan alternatif untuk menentukan model fit. NNFI juga digunakan sebagai sarana untuk mengevaluasi faktor yang kemudian diperluas dengan SEM. Untuk CFI, merupakan ukuran dalam menentukan model itu fit atau tidak sebagai revisi dari NFI yang dapat merendahkan fit model pada sampel terkecil. Begitu juga halnya sama dengan IFI dan RFI. Jika nilai keduanya semakin tinggi menunjukkan kecocokan model yang semakin baik. GFI merupakan ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matrix covariance. Sedangkan AGFI sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degree of freedom pada suatu model. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Lisrel, diperoleh nilai NFI, NNFI, CFI, IFI, RFI, GFI, AGFI > Besar keseluruhan nilai dapat dilihat pada Lampiran Analisis Pengaruh Antar Variabel Untuk mengetahui pengaruh antara variabel laten bebas dan variabel laten terikat maka perlu dilakukan analisis lebih lanjut yaitu analisis pengaruh antar variabel/analisis model struktural. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar pengaruh antar variabel dapat dikatakan signifikan/berpengaruh positif maka harus memenuhi beberapa syarat diantaranya t-value pada taraf nyata 5% harus lebih besar atau sama dengan Semakin besar nilai t-value maka semakin menunjukkan bahwa pengaruh variabel laten terikat dengan variabel laten bebas semakin signifikan. Selain itu. semakin besar nilai loading factor (λ) yang merupakan koefesien yang menunjukkan besarnya tingkat kontribusi variabel indikator terhadap variabel laten. maka semakin besar juga kontribusi variabel indikator terhadap variabel laten. Untuk menunjukkan seberapa besar variabel indikator dapat mempengaruhi variabel laten, maka dapat melihat nilai Square Multiple Correlation (SMC). Semakin besar nilai SMC, semakin menunjukkan variabel indikator mempunyai kontribusi yang terbesar dalam mempengaruhi variabel laten. Begitu juga halnya pengaruh antara variabel laten terikat terhadap variabel laten bebas.

65 Gambar 20. Path Diagram nilai t Estimasi Model Struktural Pada Gambar 20 dapat dilihat bahwa t-value untuk persamaan struktural yang pertama yaitu pengaruh variabel laten terikat pemberdayaan struktural terhadap pemberdayaan variabel laten bebas pemberdayaan psikologis adalah 7.90 > 1.96 dengan koefesien lintasan pemberdayaan struktural menuju pemberdayaan psikologis yaitu 0.68 adalah signifikan (berpengaruh positif). Nilai SMC yang dihasilkan untuk menunjukkan besarnya pengaruh pemberdayaan struktural terhadap pemberdayaan psikologis adalah 0.47 yang artinya pemberdayaan struktural memberikan pengaruh 47% terhadap pemberdayaan psikologis. Temuan penelitian ini mendukung hasil peneltian Laschinger (2001) yang dalam penelitiannya telah membuktikan ada hubungan atau pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan kerja (struktural) dengan pemberdayaan psikologis, dan merupakan bukti teori Kanter. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa karyawan mengalami kondisi-kondisi pemberdayaan struktural yang baik (memiliki informasi, dukungan, sumberdaya, kekuasaan formal, dan kekuasaan informal) yang diterapkan di tempat kerja akan menghasilkan pemberdayaan psikologis yang lebih tinggi. Menurut Spreitzer (1997), karyawan akan merasa tingkat pemberdayaan yang lebih tinggi ketika persepsi mereka tentang otonomi, kepercayaan diri (pilihan), dampak, dan makna diri dari pekerjaan meningkat. Nilai koefesien lintasan model struktural dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21. Path Diagram Koefesien Estimasi Model Struktural

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PEMBERDAYAAN STRUKTURAL

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PEMBERDAYAAN STRUKTURAL II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PEMBERDAYAAN STRUKTURAL Pemakaian istilah pemberdayaan berawal dari lingkungan politik yang bertujuan untuk memperkuat pengaruh politik, umumnya di antara orang-orang yang tidak

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PARTISIPASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI (STUDI KASUS PT. COCA COLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA)

ANALISIS PENGARUH PARTISIPASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI (STUDI KASUS PT. COCA COLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA) ANALISIS PENGARUH PARTISIPASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI (STUDI KASUS PT. COCA COLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA) Oleh JAUHUL AMRI F34104128 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah mempertahankan

Lebih terperinci

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Distribusi Responden Berdasarkan Usia V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS DESKRIPTIF 5.1.1 Deskriptif Responden Distribusi Responden Berdasarkan Usia 1% 15% 19% 15-24 25-30 31-44 45-65 65% Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Distribusi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN TEORETIS

BAB 2 KAJIAN TEORETIS BAB 2 KAJIAN TEORETIS 2.1 Definisi Konsep 2.1.1 Turnover Intention Turnover intention (keinginan keluar dari pekerjaan) merupakan tanda awal terjadinya turnover (keluar dari pekerjaan) (Sunarso, 2000).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklim Organisasi 2.1.1. Definisi Iklim Organisasi Awalnya, iklim organisasi adalah istilah yang digunakan merujuk kepada berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Kerja 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja Di antara para pakar memberikan pengertian tentang kepuasan kerja atau job satisfaction dengan penekanan pada sudut pandang masing-masing.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Kinicki dan Kreitner (2014 : 169) kepuasan kerja adalah sebuah tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya hubungan antara perusahaan dengan karyawan adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya hubungan antara perusahaan dengan karyawan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya hubungan antara perusahaan dengan karyawan adalah hubungan yang saling menguntungkan. Di satu sisi perusahaan ingin mendapatkan keuntungan yang besar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu digunakan sebagai landasan dalam menyusun penelitian saat ini. Penelitian terdahulu dalam penelitian ini dijelaskan pada tabel 2.1 sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Persepsi Dukungan Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Hindarsih Widyastuti F

SKRIPSI. Oleh Hindarsih Widyastuti F SKRIPSI ANALISIS PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN DI PT. COCA-COLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA Oleh Hindarsih Widyastuti F34104077 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Intention To Quit 2.1.1. Pengertian Intention To Quit Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejelasan Sasaran Anggaran Menurut Halim & Syam Kusufi (2012) mengatakan bahwa anggaran memiliki peranan penting dalam organisasi sektor publik, terutama organisasi pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982; BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi dapat didefenisikan dengan dua cara yang amat berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan tersebut begitu terasa dan terus meningkat ke arah yang semakin maju. Untuk mengantisipasinya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sehingga semua organisasi atau perusahaan yang bergerak di

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sehingga semua organisasi atau perusahaan yang bergerak di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia perekonomian dewasa ini tumbuh dan berkembang secara dinamis, sehingga semua organisasi atau perusahaan yang bergerak di dalamnya agar selalu mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh karakteristik pekerjaan dan kepuasan kerja terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, perkembangannya meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan pendidikan. Dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Potensi sumber daya manusia pada hakekatnya merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja yang terpenting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kinerja Karyawan Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Moh As ad, (2003) sebagai kesuksesan seseorang

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2003), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah

Lebih terperinci

A. PEMBERDAYAAN ( EMPOWERMENT

A. PEMBERDAYAAN ( EMPOWERMENT II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEMBERDAYAAN (EMPOWERMENT) Pemberdayaan merupakan proses peningkatan otonomi dan keleluasan kepada pekerja untuk mengerjakan tugasnya hingga tahapan pekerja tersebut diperbolehkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life Menurut Davis dan Newstroom (1994) QWL mengacu pada keadaan menyenangkan atau tidaknya lingkungan kerja. Tujuan pokoknya adalah mengembangkan lingkungan kerja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi Porter (1998:27) oleh Zainuddin (2002) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Kepuasan Kerja Guru Robbins & Judge (2012) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional 2.1.1 Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional Menurut Bass dalam Robbins & Judge (2009:90) gaya kepemimpinan transaksional adalah model kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi pegawai dimana perusahaan atau organisasi sekarang berusaha

BAB I PENDAHULUAN. bagi pegawai dimana perusahaan atau organisasi sekarang berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini banyak perusahaan atau organisasi berlomba-lomba untuk menjadi sebuah perusahaan atau organisasi yang menjadi pilihan bagi pegawai dimana perusahaan atau

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN Sehubungan dengan penelitian saya yang berjudul: PENGARUH KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KEINGINAN UNTUK KELUAR KARYAWAN PT. MAPAN WIJAYA SEMARANG, maka saya memohon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Junaidi (2000) dengan judul Pengaruh motivasi terhadap prestasi kerja karyawan bagian produksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Turnover Intention Keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan yakni mengenai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Kepuasan kerja 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari dan digunakan sebagai konstruk pengukuran dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu:

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: BAB II URAIAN TEORITIS A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; 2. Keinginan

Lebih terperinci

Peran Personal Meaning pada Perubahan Organisasi di SMK Cendika Bangsa Kepanjen

Peran Personal Meaning pada Perubahan Organisasi di SMK Cendika Bangsa Kepanjen Peran Personal Meaning pada Perubahan Organisasi di SMK Cendika Bangsa Kepanjen Hilda Ari Andani Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Abstract. This study aims to determine

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PARTISIPASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI (STUDI KASUS PT. COCA COLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA)

ANALISIS PENGARUH PARTISIPASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI (STUDI KASUS PT. COCA COLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA) ANALISIS PENGARUH PARTISIPASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI (STUDI KASUS PT. COCA COLA BOTTLING INDONESIA CENTRAL JAVA) Oleh JAUHUL AMRI F34104128 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN A. Pendahuluan Pada tahun 2014, lembaga survei internasional (Towers Watson) melakukan sebuah penelitian mengenai sumberdaya manusia dengan responden dari berbagai negara. Jumlah responden

Lebih terperinci

PENTINGNYA MEMPELAJARI KEPUASAN KERJA Kepuasan kerja sangat berhubungan dengan kualitas hidup. Hal ini dikarenakan kehidupan individu dihabiskan dilin

PENTINGNYA MEMPELAJARI KEPUASAN KERJA Kepuasan kerja sangat berhubungan dengan kualitas hidup. Hal ini dikarenakan kehidupan individu dihabiskan dilin KEPUASAN KERJA By : Ekadanta PENTINGNYA MEMPELAJARI KEPUASAN KERJA Kepuasan kerja sangat berhubungan dengan kualitas hidup. Hal ini dikarenakan kehidupan individu dihabiskan dilingkungan kerja Selama hampir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI Pemerintah merupakan organisasi pelayanan publik yang diharapkan dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Pegawai negeri sipil yang merupakan pelaksana tugas-tugas

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : insentif, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan motivasi kerja. ABSTRACT

ABSTRAK. Kata kunci : insentif, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan motivasi kerja. ABSTRACT 1 ABSTRAK Istilah insentif yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejauh mana insentif dapat memotivasi anggota organisasi (karyawan) untuk mencapai tujuan organisasi (perusahaan). Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, banyak perusahaan yang telah menetapkan pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan swasta maupun

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk BAB 2 Tinjauan Pustaka 2. Tinjauan Pustaka 2. 1 Kepuasan Kerja Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Apabila kebutuhan tersebut terpenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi dalam menciptakan kelangsungan hidupnya, apapun bentuk organisasi itu dalam mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Teoritis 1. Komitmen Organisasi a. Pengertian Komitmen Organisasi Dalam prilaku organisasi, terdapat beragam definisi tentang komitmen organisasi. Sebagai suatu sikap,

Lebih terperinci

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA PADA KARYAWAN PT. KARATU ABADI JAYA SURABAYA OLEH : ARDRIAN KURNIA L.

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA PADA KARYAWAN PT. KARATU ABADI JAYA SURABAYA OLEH : ARDRIAN KURNIA L. Konsentrasi: SDM PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA PADA KARYAWAN PT. KARATU ABADI JAYA SURABAYA OLEH : ARDRIAN KURNIA L.G 3103011316 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS BISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan organisasi. Kualitas kinerja yang baik tidak dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan organisasi. Kualitas kinerja yang baik tidak dapat diperoleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dan kemajuan suatu organisasi sangatlah penting di dalam era globalisasi dewasa ini, di mana kualitas kinerja sumber daya manusia berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Locus Of Control 2.1.1.1 Pengertian Locus Of Control Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya untuk semakin memperkuat kebenaran empiris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya untuk semakin memperkuat kebenaran empiris BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Bab ini menguraikan tentang beberapa teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian. Selain itu akan disertakan pula penelitian terdahulu yang pernah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini berada pada pasar berkembang Asia. Hal ini dapat dilihat dengan masuknya pasar AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan MEA (Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan di Indonesia. Secara umum pada saat ini masyarakat menggantungkan pelayanan kesehatan pada rumah sakit.

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPENSASI, KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP PRESTASI KERJA PT. SUPARMA SURABAYA SKRIPSI

PENGARUH KOMPENSASI, KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP PRESTASI KERJA PT. SUPARMA SURABAYA SKRIPSI 10 PENGARUH KOMPENSASI, KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP PRESTASI KERJA PT. SUPARMA SURABAYA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan berisi penjelasan mengeai teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori komitmen profesi, komitmen organisasi, dan guru, serta hubungan antara komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan UU No. 3 tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan UU No. 3 tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Berdasarkan UU No. 3 tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang tetap dan terus menerus yang didirikan serta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Komitmen Organisasional Menurut Robbins (2008), komitmen karyawan terhadap organisasi yaitu sampai tingkat mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas tentang teori dari kepuasan kerja dan komitmen organisasi yang akan mendasari penelitian ini. Pemabahasan ini akan menjadi panduan dalam memahami secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian 4.1.1 Pelaksanaan Survei Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan hotel bintang tiga di wilayah kota Cirebon. Ukuran sampel yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dunia perbankan dan dunia usaha sekarang ini timbul lembaga keuangan seperti lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan tersebut berbentuk perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi yang di tandai dengan terjadinya perubahanperubahan pesat pada kondisi ekonomi keseluruhan dan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dari organisasi tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah merupakan salah satu organisasi pelayanan publik yang sering dianggap belum produktif dan efisien dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Sebagai penyelenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan. organisasi dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti.

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan. organisasi dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belakangan ini lingkungan bisnis mengalami perubahan yang sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan kemajuan teknologi informasi menciptakan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 7 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia sebagai salah satu unsur dalam organisasi dapat diartikan sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk bekerja lebih efisien dan efektif. Persaingan yang semakin ketat menyebabkan perusahaan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Suatu perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai keunggulan, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Suatu perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai keunggulan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai keunggulan, baik keunggulan untuk bersaing dengan organisasi lain maupun untuk tetap dapat survive. Suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada buku dan jurnal yang didalamnya terdapat tinjauan literatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesuksesan organisasi di masa depan. Kemampuan perusahaan. efektif dan efisien (Djastuti, 2011:2).

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesuksesan organisasi di masa depan. Kemampuan perusahaan. efektif dan efisien (Djastuti, 2011:2). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan perekonomian pasar bebas dalam abad 21 adalah persaingan sumber daya manusia yang berkualitas. Manusia yang menjadi perencanaan, pelaku dan penentu dari operasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber daya manusia (SDM) adalah sumber daya terpenting di setiap perusahaan karena memegang banyak peranan dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan. Apabila

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI KELUAR KARYAWAN PADA PT. PURNA GRAHA ABADI TASIKMALAYA. Oleh: Reza Rizky Aditya

HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI KELUAR KARYAWAN PADA PT. PURNA GRAHA ABADI TASIKMALAYA. Oleh: Reza Rizky Aditya HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI KELUAR KARYAWAN PADA PT. PURNA GRAHA ABADI TASIKMALAYA Oleh: Reza Rizky Aditya Abstrak Sumber daya manusia salah satu sumber daya perusahaan

Lebih terperinci

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN IKLIM PSIKOLOGIS TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR DENGAN KOMITMEN AFEKTIF SEBAGAI PEMEDIASI (STUDI PADA PT. SRI REJEKI ISMAN TBK) TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997) BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berfikir dalam melaksanakan penelitian ini. Beberapa teori yang dipakai adalah teori yang berkaitan dengan komitmen

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) pernah dilakukan Marfirani (2008) dengan judul penelitian Hubungan Kepuasan Kerja dengan Organizational

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

Lebih terperinci

Individu,pekerjaan dan MSDM yang efektif. Studi kasus pada pengurus KUD pada kabupaten Sleman

Individu,pekerjaan dan MSDM yang efektif. Studi kasus pada pengurus KUD pada kabupaten Sleman Individu,pekerjaan dan MSDM yang efektif Studi kasus pada pengurus KUD pada kabupaten Sleman Disusun oleh : Muhammad sugiarto (115030200111014) Willy gunawan (125030200111079) Ilham nuryasin (125030207111019)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Bab ini berisi uraian berbagai teori tentang kepuasan kerja yang menjadi dasar dalam penelitian ini. Pertama-tama akan dibahas tentang kepuasan kerja, kemudian diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dalam suatu bidang pekerjaan banyak ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dalam suatu bidang pekerjaan banyak ditentukan oleh tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan asset berharga yang perlu dipertahankan oleh perusahaan, karena sumber daya manusia menjadi penentu keefektifan suatu perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi organisasi agar lebih fleksibel dan adaptif dalam mensikapi

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi organisasi agar lebih fleksibel dan adaptif dalam mensikapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekarang ini Indonesia masih dalam kondisi yang krisis, tuntutan kesiapan organisasi bisnis Indonesia terhadap persaingan pasar bebas dan tuntutan terhadap

Lebih terperinci

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Melayu SP. Hasibuan (2003), manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni

Lebih terperinci

TESIS. Oleh: EDI SUSANTO NIM

TESIS. Oleh: EDI SUSANTO NIM ANALISIS PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI UNTUK MENINGKATKAN KINERJA PEGAWAI DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN JEPARA DENGAN KOMUNIKASI ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERASI TESIS Diajukan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Komitmen Organisasi, Organizational Citizenship Behavior (OCB), Budaya Organisasi. Universitas Kristen Maranatha viii

ABSTRAK. Kata kunci : Komitmen Organisasi, Organizational Citizenship Behavior (OCB), Budaya Organisasi. Universitas Kristen Maranatha viii ABSTRAK Komitmen organisasional adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu, serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut,

Lebih terperinci

Faktor-faktor Kepuasan Kerja yang Berpengaruh Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan Eselon V PT. Pindad (Persero) *

Faktor-faktor Kepuasan Kerja yang Berpengaruh Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan Eselon V PT. Pindad (Persero) * Reka Integra ISSN: 2338-5081 Teknik Industri Itenas No.1 Vol.1 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juli 2013 Faktor-faktor Kepuasan Kerja yang Berpengaruh Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan Eselon

Lebih terperinci

Pengaruh Stres, Kepuasan, dan Komitmen Organisasional terhadap Turnover Intention pada Karyawan Telkomsel Distribution Center Kabupaten Jember

Pengaruh Stres, Kepuasan, dan Komitmen Organisasional terhadap Turnover Intention pada Karyawan Telkomsel Distribution Center Kabupaten Jember Pengaruh Stres, Kepuasan, dan Komitmen Organisasional terhadap Turnover Intention pada Karyawan Telkomsel Distribution Center Kabupaten Jember The Influence of Stress, Satisfaction, and Organizational

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bekerja merasa kebutuhannya sudah terpenuhi,maka akan timbul kepuasan bekerja dalam diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bekerja merasa kebutuhannya sudah terpenuhi,maka akan timbul kepuasan bekerja dalam diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KEPUASAN KERJA 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Manusia dalam hidup mempunyai kebutuhan mendasar yang tidak mungkin dapat dihilangkan, karena kebutuhan tersebut mendasari perilaku

Lebih terperinci

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. GARDA WAHANA PERKASA SURABAYA SKRIPSI

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. GARDA WAHANA PERKASA SURABAYA SKRIPSI PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. GARDA WAHANA PERKASA SURABAYA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PENGARUH KELOMPOK REFERENSI, KESADARAN HARGA, DAN PENGALAMAN TERHADAP SIKAP DAN NIAT PEMBELIAN PADA PRODUK NIKE DI CIPUTRA WORLD SURABAYA

PENGARUH KELOMPOK REFERENSI, KESADARAN HARGA, DAN PENGALAMAN TERHADAP SIKAP DAN NIAT PEMBELIAN PADA PRODUK NIKE DI CIPUTRA WORLD SURABAYA PENGARUH KELOMPOK REFERENSI, KESADARAN HARGA, DAN PENGALAMAN TERHADAP SIKAP DAN NIAT PEMBELIAN PADA PRODUK NIKE DI CIPUTRA WORLD SURABAYA OLEH: FUBRIANTO PHANDEIROT 3103011312 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. 1. Komitmen Organisasi Terdapat dua pendekatan dalam merumuskan definisi komitmen. Pertama melibatkan usaha untuk mengilustrasikan bahwa komitmen dapat muncul dalam berbagai bentuk,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP SEMANGAT KERJA KARYAWAN PADA PT. RICKY JAYA SAKTI SURABAYA SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP SEMANGAT KERJA KARYAWAN PADA PT. RICKY JAYA SAKTI SURABAYA SKRIPSI ANALISIS PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP SEMANGAT KERJA KARYAWAN PADA PT. RICKY JAYA SAKTI SURABAYA SKRIPSI Diajukan Oleh : Agung Febrianto 0412010179/FE/EM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Desta Sulaesih Mursyidah Universitas Kristen Maranatha, Bandung

Desta Sulaesih Mursyidah Universitas Kristen Maranatha, Bandung Keterlibatan Kerja Memediasi Hubungan Antara Karakteristikkarakteristik Pekerjaan dan Organizational Citizenship Behavior: Sebuah Studi Kasus Pada Game Master Desta Sulaesih Mursyidah, Bandung ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini dikategorikan sebagai explanatory research yaitu penelitian yang bertujuan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wibowo (2011:501) kepuasan adalah sikap umum terhadap pekerjaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wibowo (2011:501) kepuasan adalah sikap umum terhadap pekerjaan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja Wibowo (2011:501) kepuasan adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. penting yang dibutuhkan dalam menjaga kepercayaan individu dan organisasi.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. penting yang dibutuhkan dalam menjaga kepercayaan individu dan organisasi. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pada sebuah organisasi tentu kinerja pegawai sangat berpengaruh bagi kemajuan organisasi/perusahaan. Hal ini dikarenakan sebuah organisasi/perusahaan tidak akan bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan terjadinya perubahan ini adalah globalisasi dalam bidang ekonomi serta

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan terjadinya perubahan ini adalah globalisasi dalam bidang ekonomi serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan jaman, banyak perubahan yang terjadi dalam dunia kerja, baik dari sisi individu pekerja maupun dari pihak organisasi sendiri. Hal mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pencapaian tujuan tersebut, perusahaan membutuhkan tenaga-tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pencapaian tujuan tersebut, perusahaan membutuhkan tenaga-tenaga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan atau target tertentu yang hendak dicapai. Dalam pencapaian tujuan tersebut, perusahaan membutuhkan tenaga-tenaga profesional

Lebih terperinci

Kuesioner (Job Insecurity) A. Arti Penting Aspek Kerja 1. Sangat Tidak Penting (STP) 2. Tidak Penting (TP) 3. Tidak Tahu, Apakah penting atau tidak

Kuesioner (Job Insecurity) A. Arti Penting Aspek Kerja 1. Sangat Tidak Penting (STP) 2. Tidak Penting (TP) 3. Tidak Tahu, Apakah penting atau tidak Kuesioner (Job Insecurity) A. Arti Penting Aspek Kerja 1. Sangat Tidak Penting (STP) 2. Tidak Penting (TP) 3. Tidak Tahu, Apakah penting atau tidak (TT) 4. Penting (P) 5. Sangat Penting (SP) Seberapa penting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Self-Efficacy Self-Efficacy merupakan penilaian orang tentang kemampuan mereka untuk mengatur dan melaksanakan program tindakan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini sangat banyak merek mobil yang digunakan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini sangat banyak merek mobil yang digunakan di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki era globalisasi ini, perkembangan perekonomian khususnya di Indonesia berkembang dengan pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci