Model Pengembangan Gas Natuna dengan Pendekatan LNG-EOR-CCS Terintegrasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Model Pengembangan Gas Natuna dengan Pendekatan LNG-EOR-CCS Terintegrasi"

Transkripsi

1 Model Pengembangan Gas Natuna dengan Pendekatan LNG-EOR-CCS Terintegrasi Tulus Setiawan 1, Widodo Wahyu Purwanto 1 1 Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia setiawan.tulus@yahoo.com Abstrak Gas Natuna dengan cadangan 50,27 TSCF sangat potensial untuk dikembangkan. Namun, pemanfaatan gas Natuna memiliki kendala karena kandungan CO 2 yang sangat tinggi sebesar 71%. Masalah utama yang dihadapi dari tingginya kandungan CO 2 adalah proses separasi yang lebih kompleks serta penanganan limbah CO 2 itu sendiri karena dapat menyebabkan pemanasan global. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan model pemanfaatan gas Natuna dengan pendekatan LNG-EOR-CCS terintegrasi. Analisis kinerja teknis dilakukan melalui simulasi masing-masing tahapan proses menggunakan UniSim. Proses separasi CO 2 dilakukan melalui 2 tahap, yakni proses separasi membran mampu menghilangkan CO 2 dari 70,9% menjadi 10%, kemudian proses amine dari 10% menjadi 22 ppm. Alternatif proses pemisahan CO 2 lainnya yaitu CFZ mampu menghilangkan CO 2 dari 70,9% menjadi 1%. Selanjutnya dengan umpan gas 631,72 MMSCFD menuju LNG plant, diperoleh kinerja teknis 13,48 kw/tpd LNG dengan kapasitas 3,99 MTPA. Penanganan 27,68 MTPA CO 2 melalui CCS membutuhkan 379,9 MW untuk proses kompresi, sedangkan penanganan 3,57 MTPA CO 2 melalui EOR membutuhkan 46,76 MW untuk proses kompresi dan dapat menghasilkan minyak sebesar ,6 bbl/d. Modeling of Natuna Gas Development using Integrated LNG-EOR-CCS Approach Abstract Natuna gas reserves of TSCF has potential to be developed. However, the utilization of Natuna gas has a problem because it has very high content of CO 2 equal to 71%. The main problem faced by the high content of CO 2 is required more complex separation process and the handling of CO 2 itself because it can lead to global warming. In this study, the development of Natuna gas is modeled using integrated LNG-EOR-CCS approach. Technical performance analysis is done through simulation of each stage of the process using UniSim. CO 2 separation process is carried out through two stages, namely membrane process capable of reducing CO 2 content from 70.9% to 10%, then the amine process which reduce CO 2 content from 10% to 22 ppm. The alternative for CO 2 separation is CFZ, which can reduce CO 2 content from 70.9% to 1%. Subsequently with MMSCFD feed gas into the LNG plant, the technical performance of kw/tpd LNG is acquired with a capacity of 3.99 MTPA. Handling of MTPA CO 2 through CCS requires MW for the compression, while handling of 3.57 MTPA CO 2 through EOR requires MW for the compression and it is able to produce oil 222,951.6 bbl/d. Keywords: Natuna Gas; LNG; EOR; CCS Pendahuluan Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan ekonomi, kebutuhan energi juga akan semakin meningkat. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara berkembang tentunya membutuhkan pasokan energi yang cukup untuk menyokong pertumbuhan ekonomi. Saat ini Indonesia masih tergantung pada bahan bakar minyak, yaitu 49,5% dari total bauran energi 1

2 nasional (KESDM, 2012). Hal ini justru sering kali menimbulkan polemik karena ketersediaan cadangan minyak Indonesia sangat terbatas, diperkirakan beberapa tahun lagi akan habis. Padahal di sisi lain Indonesia memiliki sumber energi lainnya yang potensial untuk dikembangkan, antara lain gas dengan total cadangan sebesar 150,70 TSCF (Ditjen Migas, 2012). Salah satu lokasi cadangan gas berada di kepulauan Natuna. Natuna sendiri merupakan lokasi dengan cadangan gas terbesar di Indonesia, yaitu sebesar 50,27 TSCF. Meskipun begitu, pemanfaatan gas Natuna menghadapi kendala karena gas Natuna memiliki karakteristik kandungan CO2 yang sangat tinggi sebesar 71%. Masalah utama yang dihadapi dari tingginya kandungan CO2 di dalam gas Natuna adalah proses separasi yang lebih kompleks serta penanganan dari limbah CO2 itu sendiri karena dapat menyebabkan pemanasan global. Gas CO2 merupakan penyumbang kontribusi terbesar (77%) terhadap pemanasan global (IPCC, 2007). Pada penelitian ini dilakukan pengembangan model pemanfaatan gas Natuna dengan pendekatan LNG-EOR-CCS terintegrasi. Pengembangan pemanfaatan liquid natural gas (LNG) diperlukan mengingat meningkatnya kebutuhan produk LNG sehingga memudahkan distribusi. LNG yang diangkut dengan kapal dapat menjadi solusi untuk menjangkau konsumen yang berada di wilayah-wilayah yang jauh dari sumber gas serta tidak memungkinkan untuk dijangkau dengan pipa. Penanganan CO2 dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi carbon capture and sequestration (CCS) dengan cara menginjeksikan CO2 ke dalam perut bumi. Teknologi ini mampu menurunkan emisi CO2 dalam jumlah besar sehingga akan berkontribusi dalam pengendalian pemanasan global. Gas CO2 juga dapat dimanfaatkan untuk proses enhancement oil recovery (EOR) yang dapat meningkatkan produksi dari sumur-sumur minyak yang sudah decline. Di Indonesia terdapat banyak sekali sumur-sumur minyak yang sudah decline. Dengan demikian, ini dapat menjadi sebuah prospek yang sangat bagus dalam pengembangan dan peningkatan produksi minyak di Indonesia. Tinjauan Teoritis Pengolahan gas bumi merupakan serangkaian proses mulai dari gas conditioning, pretreatment (gas sweetening, gas dehydration, Hg-Removal), hingga tahap fraksinasi, untuk memisahkan gas dari berbagai impurities sehingga menghasilkan gas sesuai dengan spesifikasi pasar. Produk gas yang dihasilkan dapat berupa gas pipeline, LNG, CNG, maupun NGL. Gas pipeline merupakan gas jual yang dialirkan melalui pipa. Liquified Natural Gas (LNG) merupakan gas dengan komposisi C1 95% serta sedikit C2, yang didinginkan (suhu mencapai - 2

3 162 o C) sehingga berubah fasa menjadi cair. Compressed Natural Gas (CNG) merupakan gas dengan komposisi seperti LNG, akan tetapi diperlakukan dengan cara ditekan pada tekanan tinggi (200 bar) dan masih berfasa gas. Sedangkan Natural Gas Liquid (NGL) merupakan gas dengan komposisi C2+, berfasa liquid, dan digunakan untuk LPG (C3 dan C4), refrigerant ataupun sebagai kondensat. Pada produksi LNG, setelah melalui tahapan pretreatment (gas sweetening, gas dehydration, Hg-Removal) dan NGL Recovery, aliran gas dengan komponen utama metana selanjutnya menuju Liquefaction Unit untuk menjalani proses pencairan. Pada tiap tahapan ada spesifikasi ataupun kondisi tertentu yang harus dipenuhi. Tahapan pencairan (liquefaction) merupakan yang paling sulit karena selain membutuhkan energi yang sangat besar, proses ini juga berlangsung pada suhu kriogenik. Skema produksi LNG ditunjukkan melalui Gambar 1 berikut ini. Gambar 1. Skema Produksi LNG Sumber : Mokhatab et al., 2010 Membran. Membran merupakan suatu penahan berupa lapisan tipis semipermeable yang secara selektif memisahkan suatu komponen gas dari komponen lainnya. Masing-masing komponen gas dalam aliran umpan memiliki karakteristik tingkat permeasi yang merupakan fungsi kemampuan komponen untuk lolos (terserap) dan menyebar melalui material membran. Model difusi adalah mekanisme transportasi gas yang paling banyak diterima untuk pemisahan gas melalui membran polimer. Menurut model ini, permeate lolos melalui material membran kemudian menyebar melalui membran dengan gradien konsentrasi. Pemisahan diperoleh sebagai hasil dari selisih antara nilai komponen gas yang lolos melalui membran dan tingkat difusi gas melalui membran, Dalam pemisahan gas, aliran berada pada tekanan (p h ) di sisi 3

4 hulu, sedangkan gas permeate dipisahkan pada tekanan rendah (p l ) di sisi hilir membran (Wijmans & Baker, 1995). Dengan demikian, pemisahan masing-masing komponen gas melalui membran dapat dihitung berdasarkan gaya dorong berupa perbedaan tekanan parsial saat melewati membran (Ahmad et al., 2011), sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 1. q p,i = q py p,i = J A m A i = P i m l (p hx i p l y i ) (1) Permeabilitas komponen gas pada membran ditunjukkan melalui Tabel 1. Tabel 1. Permeabilitas Gas pada Membran Cellulose Acetate Komponen P (Barrer) CH4 0,36 C2H6 0,2 C3H8 0,13 C4H10 0,1 CO2 10 H2S 20 N2 0,33 Sumber : Baker, 2004 Rasio antara permeabilitas gas murni (α = P A /P B ) memberikan faktor separasi atau selektivitas membran. Ini penting dimunculkan untuk merasionalkan sifat permeasi gas pada membran secara akurat. Salah satu teknik perhitungan membran pemisahan gas telah dikembangkan oleh Qi & Henson (2000) menggunakan mixed-integer nonlinear programming (MINLP). Pengembangan model ini melibatkan penyederhanaan asumsi untuk model transportasi dasar yang meliputi penurunan tekanan pada sisi permeat. Model yang dihasilkan sangat cocok untuk desain proses karena persamaan aljabar nonlinear dapat diselesaikan dengan sangat efisien dan hasil akurasi prediksi yang sangat baik atas berbagai kondisi operasi. Pemanfaatan model biner untuk mengembangkan teknik desain MINLP pada sistem multi-stage membrane memungkinkan optimasi simultan dari sistem membran dan kondisi operasi, sebagaimana dirumuskan melalui persamaan berikut. x r,n,i = γ n y r,n,i + (1 γ n)y r,n,i α i y r,n, (2) n = 1,, N s ; i = 1,, N c n = 1,, N s 4 θ 0,n = 1 r,n, (3) y 0,n,i = x f,n,i x r,n,i r,n 1 r,n, (4) n = 1,, N s ; i = 2,, N c

5 Parameter kerja membran ditunjukkan berdasarkan hydrocarbon recovery (R), yaitu rasio antara hidrokarbon di retentate dibandingkan dengan di feed, dirumuskan sebagai berikut. R = HC retentate HC feed x 100% (5) Nilai R 100% menandakan terjadi pemisahan secara sempurna, sedangkan nilai R 0% menandakan tidak terjadinya pemisahan. Performa membran sangat bergantung pada desain proses membran itu sendiri. Dua hal yang penting untuk diperhatikan yaitu, pemilihan konfigurasi membran serta penentuan kondisi operasi dari masing-masing stage membran (Qi & Henson, 2000). Dalam hal ini, tekanan dan laju alir pada feed dan permeate menentukan nilai rasio gamma (γ) dan stage cut (θ 0 ) yang akan mempengaruhi kinerja pemisahan pada membran. Kinerja teknis membran berupa kebutuhan energi per unit massa CO2 yang dipisahkan, yaitu berada pada rentang 0,5-6 MJ/kg CO2 (Mondal et al., 2012). Controlled Freeze Zone (CFZ). CFZ merupakan salah satu teknologi pemisahan CO2 dan H2S dari aliran gas alam dengan menggunakan metode distilasi kriogenik. Terdapat 3 zona operasi, yaitu stripping, solidification dan rectifiying. Proses stripping dan rectifiying berlangsung pada kolom distilasi konvensional, sedangkan solidification merupakan zona CFZ dimana terbentuknya CO2 solid pada kondisi kriogenik yang tidak dapat ditangani oleh kolom distilasi konvensional dikontrol melalui kolom ini. Skema proses CFZ ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2. Skema Proses CFZ Sumber : ExxonMobil, 2010 Pembangkit Listrik NGCC. Pembangkit listrik Natural Gas Combined Cycle (NGCC) merupakan teknologi pembangkit listrik yang memanfaatkan kombinasi gas turbine dan steam turbine. Hal ini dimungkinkan dengan menggunakan heat hecovery steam generator (HRSG) 5

6 yang menangkap panas dari suhu tinggi keluaran gas turbine untuk menghasilkan steam. Selanjutnya, steam dialirkan menuju steam turbine untuk menghasilkan tenaga listrik tambahan. Siklus gas turbine sederhana (GTs) rata-rata hanya memiliki efisiensi sekitar 30%, sedangkan jika memanfaatkan NGCC efisiensi meningkat hingga 60% (Wartsila, 2015). Skema proses NGCC ditunjukkan pada Gambar 2.3. Gambar 3. Skema Proses NGCC Sumber : Carbon Capture and Sequestration (CCS). Carbon Capture and Sequestration (CCS) adalah suatu upaya untuk menurunkan emisi karbon dengan cara menginjeksikan karbon ke dalam struktur bumi. Teknologi ini mampu menurunkan emisi CO2 dalam jumlah besar. CCS terdiri dari tiga langkah meliputi penangkapan, transportasi dan yang terakhir yaitu injeksi CO2 ke dalam perut bumi. Setelah penangkapan (capture), CO2 dikompres lalu ditransmisikan ke sebuah lokasi dimana CO2 tersebut akan diinjeksikan ke bawah tanah untuk penyimpanan secara permanen (sequestration). CO2 umumnya ditransmisikan menggunakan pipa, tetapi juga dapat diangkut dengan kereta api, truk, atau kapal. Formasi geologi yang cocok untuk penyerapan antara lain bekas ladang minyak dan gas, lapisan batubara yang mendalam ataupun formasi garam (saline formation). Di Indonesia terdapat beberapa lokasi reservoir minyak dan gas yang dapat dijadikan lokasi injeksi CO2. Terdapat total 600 Mt CO2 yang dapat ditampung. Kapasitas penyimpanan untuk injeksi CO2 yang terbesar berada di Riau yaitu sebesar 229 Mt dan Kutai sebesar 129 Mt (Iskandar et al., 2013). Peta lokasi injeksi CO2 dijelaskan melalui Gambar 4 berikut ini. 6

7 Gambar 4. Peta Lokasi Injeksi CO 2 di Indonesia Sumber : Utomo et al., 2010 Di wilayah dekat Natuna juga terdapat dua lokasi injeksi berupa aquifer. Berdasarkan Gambar 5, lokasi pertama berada di Laut Natuna Timur dengan jarak 187,5 km dari Pulau Natuna (titik P1). Lokasi kedua berada di Laut China Selatan dengan jarak 437,5 km dari Pulai Natuna (titik P2). Gambar 5. Peta Lokasi Injeksi CO 2 di Laut China Selatan Sumber : IEA, 2009 Namun lokasi P1 tidak dapat dijadikan sebagai lokasi injeksi CO2. Berada di kedalaman 84 m, karena temperatur tinggi dan tekanan rendah di dalam sedimen laut dangkal, banyak CO2 yang bocor ke dalam kolom sedimen dan akan naik secara cepat sehingga densitas sangat kecil dan sangat tidak viskos. Hal ini mengakibatkan keluarnya CO2 ke laut menjadi tidak terelakan. Selanjutnya dipilih lokasi P2 yang berada pada kedalaan 1400 m. Pada lokasi ini CO2 tetap berada dalam keadaan cair. Kepadatan dan viskositas optimal pada permukaan sedimen-air 0,99 g/cm 3 dan 116 μpa.s. Dengan mobilitas 10-13, memberikan laju kenaikan di dekat permukaan sedimen sekitar 13 m/tahun. Pembentukan hidrat adalah mungkin, dengan potensi ketebalan lapisan hidrat 136 m (IEA, 2009). 7

8 Enhancement Oil Recovery (EOR). Enhancement Oil Recovery (EOR) adalah suatu teknik untuk meningkatkan produksi minyak bumi dari sumur-sumur produksi yang sudah decline. Injeksi CO2 ke dalam reservoir dibedakan menjadi dua, yaitu miscible flooding dan immiscible flooding. Miscible flooding yakni proses injeksi dimana fluida injeksi bercampur (larut) dengan minyak, misal injeksi CO2. Sedangkan immiscible flooding yaitu proses injeksi dimana fluida injeksi tidak bercampur dengan minyak, misal injeksi air (waterflooding). Injeksi CO2 pada proses EOR ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6. Injeksi CO 2 pada Proses EOR Sumber : Kuuskra et al., 2013 Beberapa lokasi depleted oil reservoir di Indonesia (Gambar 7) yang dapat dipilih sebagai lokasi EOR, antara lain di wilayah Riau dengan nilai Original Oil in Place (OOIP) sebesar MMSTB, Sumatra Selatan MMSTB dan Kalimantan Timur MMSTB. Jarak lokasi depleted oil reservoir, besarnya OOIP serta kapasitas CO2 yang dapat tersimpan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi. Gambar 7. Lokasi Depleted Oil Reservoir di Indonesia Sumber : LEMIGAS, 2013 Rule of Thumb CO2 Enhancement Oil Recovery (EOR). Dalam perhitungan kinerja CO2- EOR terdapat aturan dasar yang diterapkan (LEMIGAS, 2009), yaitu: 1. Kenaikan jumlah 8

9 minyak yang dapat diperoleh dari CO2 berkisar pada angka 8-16% dari Original Oil in Place (OOIP); 2. Jumlah CO2 yang dapat dimanfaatkan sebagai EOR berkisar pada angka 5-10 Mcf/bbl. Nilai ini akan dijadikan sebagai acuan dalam perhitungan CO2-EOR, yaitu jumlah minyak yang diperoleh, jumlah CO2 yang dibutuhkan untuk injeksi, serta jumlah CO2 yang tersimpan di dalam reservoir. Transmisi CO2. Karbon dioksida (CO2) dapat ditransmisikan dengan menggunakan pipa ataupun kapal. Pemilihan metode transmisi mempertimbangkan jumlah CO2 yang akan ditransmisikan serta jarak transmisi. Berdasarkan laporan IPCC (2005), untuk transmisi 6 MTPA CO2 pada jarak dibawah 1000 km, transportasi dengan menggunakan pipa lebih ekonomis dibandingkan dengan menggunakan kapal. Semakin besar kapasitas transmisi, maka keekonomian transmisi menggunakan pipa dibandingkan kapal berada pada rentang jarak yang semakin besar pula. Dalam proses transmisi CO2, terdapat kriteria tertentu yang harus dipenuhi. CO2 berada pada fasa liquid ketika ditransmisikan dengan menggunakan kapal, dense untuk transmisi dengan menggunakan pipa, dan supercritical untuk injeksi. Hal ini bertujuan untuk mencegah terbentuknya dua fasa. Kebutuhan tekanan injeksi CO2 yakni 110 bar untuk aquifer dan onshore storage, sedangkan untuk saline formation 150 bar (Toftegaard et al., 2010). Diagram fasa untuk proses transmisi dan injeksi CO2 ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8. Diagram Fasa untuk Proses Transportasi dan Injeksi CO 2 Sumber : Paul et al., 2010 Jaringan Pipa. Kebutuhan jaringan pipa meliputi transmisi gas dari sumur produksi menuju LNG plant, pipa CO2 menuju aquifer serta pipa CO2 menuju depleted oil reservoir. Berdasarkan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional tahun

10 2025, pipa transmisi jalur Natuna D Alpha-Batam-Duri adalah sepanjang 740 km. Jalur pipa ini menjadi acuan untuk jaringan pipa CO2-EOR di wilayah Riau. Untuk injeksi CO2, terdapat lokasi aquifer yang berjarak sekitar 212,5 km sebelah timur laut dari sumur Natuna dan berada pada kedalaman 1400 m. Sedangkan lokasi LNG plant adalah di pulau terbesar wilayah Natuna dengan jarak 225 km dari sumur Natuna. Metode Penelitian Metode penelitian ini terdiri dari beberapa langkah. Pertama-tama dibuat desain pengolahan gas bumi dan produksi LNG. Pretreatment pengolahan gas bumi di offshore menggunakan membran dilanjutkan dengan pengolahan gas dan produksi LNG di onshore menggunakan teknologi APCI Propane Precooled Mixed Refrigerant (C3-MR). Data operasi dimasukkan sehingga diperoleh data produksi dan jumlah CO2 yang dihasilkan. Data jumlah CO2 digunakan sebagai basis untuk simulasi perhitungan jumlah minyak bumi yang diperoleh melalui EOR. Sedangkan CO2 berlebih ditangani dengan CCS. Selanjutnya dilakukan analisis kinerja teknis dari model LNG-EOR-CCS terintegrasi. Pada penelitian ini terdapat empat aspek yang ditinjau, yakni proses membran & CFZ dengan output berupa natural gas dan CO2; LNG plant dengan output berupa LNG, C2, C3 dan C4; EOR dengan output berupa oil; serta CCS dengan output berupa CO2 avoided yang nantinya akan mendapatkan revenue. Diagram alir blok LNG-EOR- CCS terintegrasi ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 9. Diagram Alir Blok Desain LNG-EOR-CCS Terintegrasi Sintesis dan simulasi pengolahan gas bumi & produksi LNG. Sintesis dan simulasi produksi LNG dilakukan dengan menggunakan simulator proses UniSim Design. Sedangkan simulasi proses membran merupakan gabungan antara Excel untuk perhitungan separasi dan UniSim untuk perhitungan kompresi. Selain itu, juga dilakukan simulasi proses CFZ dengan menggunakan UniSim sebagai alternatif pemisahan CO2. Berdasarkan jumlah umpan gas yang ditentukan didapatkan data berupa m CO2, Q LNG, C2, C3, C4, P membran, P CFZ, dan P LNG Plant 10

11 Sintesis dan simulasi EOR & CCS. CO2 yang dipisahkan dari proses pengolahan gas digunakan untuk EOR. Dilakukan pengkondisian aliran untuk proses transmisi dan injeksi CO2 agar memenuhi spesifikasi. Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah minyak bumi yang dihasilkan dari proses EOR berdasarkan rule of thumb. Selain itu juga dilakukan perhitungan melalui perbandingan kapasitas penyimpanan dari depleted oil reservoir dengan jumlah CO2 yang dihasilkan untuk mendapatkan jumlah CO2 yang tidak dapat tersimpan. CO2 berlebih yang tidak dapat diinjeksikan ke dalam depleted oil reservoir selanjutnya ditangani dengan carbon capture and sequestration (CCS) dengan cara menginjeksikannya ke dalam aquifer. Sedangkan untuk perhitungan sulfur recovery serta penanganannya mengacu pada Sassi et al. (2006) dan Davis (2007). Perhitungan dan analisis kinerja teknis. Berdasarkan data yang diperoleh dari simulasi proses membran, CFZ, LNG, EOR, dan CCS, selanjutnya dilakukan analisis kinerja teknis dari masing-masing tahapan proses dengan parameter berupa jumlah energi yang dibutuhkan untuk setiap produk yang dihasilkan. Hasil dan Pembahasan Perhitungan kinerja teknis dari model LNG-EOR-CCS terintegrasi dilakukan untuk setiap unit proses. Khusus untuk unit membran, perhitungan dengan Excel menggunakan metode mixedinteger nonlinear programming (MINLP) mengacu pada Qi & Henson (2000). Selanjutnya untuk simulasi pengolahan gas bumi dilakukan menggunakan UniSim. Dengan memasukkan data yang dibutuhkan, diperoleh kinerja teknis untuk setiap unit proses sebagai berikut. Unit Separasi Membran. Pemisahan CO2 dari aliran gas dilakukan di offshore menggunakan membran. Sistem separasi membran dipilih karena mampu memisahkan gas dengan kandungan CO2 tinggi serta cocok untuk offshore karena hanya membutuhkan area kecil dan tidak terlalu berat. Cellulose acetate dipilih sebagai material membran karena telah diaplikasikan secara luas dan telah teruji. Sedangkan bentuk membran yang digunakan yakni spiral wound karena mampu menangani tekanan tinggi dan lebih resisten terhadap fouling. Sistem ini terdiri atas 3 stage membran. Sebelum memasuki membran, terlebih dahulu aliran gas melewati tahapan pretreatment (MemGuard ) untuk menghilangkan impurities, antara lain komponen liquid, hidrokarbon berat (C5+), material partikulat, inhibitor korosi serta aditif. Selanjutnya, feed sebanyak 2360 MMSCFD dengan kandungan 70,9% CO2 masuk ke sistem membran pada tekanan 47 bar. Kemudian aliran retentate dari membran stage 2 dan 3 11

12 dikompres dari tekanan 1,4 bar menjadi 47 bar dan di-recycle ke membran stage 1 untuk selanjutnya bergabung dengan aliran feed. Aliran retentate sebanyak 702,5 MMSCFD hasil pemisahan dari membran stage 1 sebagai produk dengan komposisi 80,8% CH4 dan menyisakan CO2 sebanyak 10%, sedangkan aliran permeate sebanyak 1657,5 MMSCFD dari membran stage 3 menghasilkan aliran dengan komposisi 96,7% CO2. Aliran retentate yang sudah memenuhi spesifikasi pipa selanjutnya akan ditransmisikan menuju LNG plant, sedangkan aliran permeate akan dimanfaatkan untuk EOR dan sisanya diinjeksikan ke dalam aquifer (CCS). Untuk lebih jelasnya, skema sistem separasi menggunakan membran ditunjukkan pada Gambar 10 di bawah ini. Gambar 10. Skema Sistem Separasi Membran Kinerja membran ditentukan berdasarkan parameter stage cut (Θ) dan gamma (γ). Nilai ϴ untuk tiap tahapan membran yakni 0,238 (stage 1), 0,15 (stage 2), dan 0,133 (stage 3), sedangkan nilai γ untuk tiap stage membran 0,029. Pada pengaturan kondisi operasi seperti ini menunjukkan performa pemisahan yang baik, yaitu 93% HC recovery. Stage cut (Θ) merupakan rasio antara laju alir retentate dan laju alir feed, sedangkan gamma (γ) merupakan rasio antara tekanan permeate dan tekanan tekanan feed. Dengan demikian, semakin kecil nilai Θ dan γ maka kebutuhan kompresor untuk recycle akan semakin besar. Berdasarkan hasil simulasi, dibutuhkan 2 sistem kompresor dengan masing-masing sistem terdiri dari 4 tahapan kompresi untuk menaikkan tekanan aliran permeate (Q1 dan Q2) dari 1,4 bar ke 47 bar. Dengan kapasitas kompresor Nm 3 /h, maka jumlah kompresor yang dibutuhkan sebanyak 32 buah (belum termasuk redundancy). Total kebutuhan listrik untuk sistem ini sebesar 837,68 MW. CO2 yang berhasil dipisahkan sebesar ,78 kg/h. Dengan faktor konversi 1 kwh setara dengan 3,6 MJ, diperoleh nilai kebutuhan energi per unit CO2 yang dipisahkan yaitu 0,86 MJ per kg/h CO2. Hasil perhitungan separasi dan parameter kerja membran ditunjukkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. 12

13 Tabel 2. Hasil Perhitungan Separasi Membran No Komponen P α Stage 1 Stage 2 Stage 3 initial xf xo yp xf xo yp xf xo yp 1 CH4 0,36 1 0,258 0,352 0,807 0,210 0,210 0,751 0,114 0,114 0,690 0,026 2 C2H6 0,2 0,556 0,010 0,010 0,035 0,003 0,003 0,015 0,000 0,000 0,007 0,000 3 CO ,778 0,709 0,617 0,100 0,779 0,779 0,217 0,878 0,878 0,291 0,968 4 H2S 20 55,556 0,005 0,004 0,000 0,005 0,005 0,001 0,006 0,006 0,001 0,007 5 C3H8 0,13 0,361 0,006 0,005 0,020 0,000 0,000 0,003 0,000 0,000 0,000 0,000 6 C4H10 0,1 0,278 0,006 0,005 0,020 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 7 N2 0,33 0,917 0,005 0,007 0,017 0,003 0,003 0,014 0,001 0,001 0,011 0,000 Σ 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Flow (MMSCFD) 2360, ,64 702, , ,15 337, , ,78 254, ,51 Tabel 3. Parameter Kerja Membran Keterangan : Parameter Stage 1 Stage 2 Stage 3 P = Permeabilitas (barrer) ϴ 0,238 0,15 0,133 α = rasio permeabilitas gas murni ph (bar) xf = laju alir feed (MMSCFD) pl (bar) 1,4 1,4 1,4 xo = laju alir retentate (MMSCFD) pr (bar) yp = laju alir permeate (MMSCFD) γ 0,029 0,029 0,029 ϴ = stage cut / rasio laju alir retentate per laju alir feed HC Recovery 93% ph = tekanan feed (bar) pl pr γ = tekanan permeate (bar) = tekanan retentate (bar) = rasio tekanan permeate per tekanan feed 13

14 Unit CFZ. Pemisahan pada unit CFZ terbagi menjadi 3 zona, yaitu Rectifiying Column, CFZ, dan Stripping Column. Berdasarkan Gambar 11, pemisahan tahap pertama melalui rectifiying column hanya diperbolehkan hingga suhu -62 o C (kemurnian sekitar 85% CH4) karena pada suhu yang lebih rendah lagi akan memasuki fasa solid-vapor. Pemisahan dilanjutkan melalui CFZ dengan mengontrol fasa solid menghasilkan pemisahan hingga kemurnian 88% CH4. Kemudian pemisahan hingga memenuhi target 1% CO2 diselesaikan melalui Stripping Column. Gambar 11. Penentuan Kondisi Operasi CFZ Produk atas keluar dengan kemurnian 96,6% methane dan masih mengandung 1% CO2, sedangkan produk bawah keluar pada tekanan tinggi (44 bar) dengan kandungan 95,5% CO2 dan berfasa liquid, selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk EOR maupun ditangani dengan CCS. Ini merupakan salah satu kelebihan dari proses CFZ karena beban kebutuhan energi untuk kompresi pada transportasi CO2 menjadi berkurang. Berdasarkan hasil simulasi, dibutuhkan 0,09 kwh per kg CO2 yang dipisahkan. Selain itu juga dibutuhkan utilitas panas sebesar 743,53 MMBtu/h. Meskipun methane losses hanya 2,86%, namun hidrokarbon yang lebih berat (ethane, propane, dan butane) yang terbawa pada produk bawah masih cukup besar, yakni 2,83% dari total aliran. Unit DPC. Unit ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya hidrat disepanjang aliran pipa. aliran gas yang sebelumnya memiliki temperatur hidrat 15,58 o C, setelah menjalani proses di unit DPC temperatur hidratnya menjadi -36,53 o C. Kebutuhan injeksi glikol 19,34 kg/h serta kebutuhan listrik untuk kompresor dan pompa sebesar 2,25 MW. Selanjutnya gas dialirkan 14 Universitas Indonesia

15 melalui pipa sepanjang 225 km menuju LNG plant yang berada di pulau Natuna. Gas dikompres hingga tekanan 127 bar lalu sampai di plant dengan tekanan 46,62 bar dan temperatur 32,97 o C sehingga tidak terbentuk hidrat di sepanjang aliran pipa. Kebutuhan listrik kompresor untuk transmisi gas melalui pipa pada tahapan ini sebesar 32,31 MW. Unit AGRU. Umpan berupa acid gas sebanyak 702,5 MMSCFD dengan kandungan 10% CO2. Pada tahap ini komponen asam berupa CO2 dan H2S dihilangkan hingga memenuhi spesifikasi LNG. Proses sweetening ini menggunakan amine solvent yaitu campuran MDEA dengan aktivator MEA serta air. Penyerapan CO2 dan H2S pada kolom absorbsi berlangsung pada suhu rendah dan tekanan tinggi, yakni pada suhu 35 o C dan tekanan 38,96 bar sehingga memudahkan proses absorbsi. Sebaliknya, proses regenerasi amine berlangsung pada suhu tinggi dan tekanan rendah, yakni pada suhu 124 o C dan tekanan 1,9 bar. Proses ini membutuhkan energi yang cukup besar untuk regenerasi amine sebesar 500 MMBtu/h. Proses pada AGRU menurunkan kandungan CO2 hingga 22 ppm. Hasil pengolahan gas pada AGRU ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Pengolahan Gas pada AGRU Sweet Acid Gas Gas C1 0, , C2 0, , C3 0, , C4 0, , N2 0, , CO2 0, , H2S 0, , H2O 0, , Komposisi Unit Dehydration. Unit Dehydration bertujuan untuk menghilangkan impurities air (H2O) dan merkuri (Hg) agar tidak melebihi batasan yang diizinkan dalam proses liquefacton, yakni air 0,1 ppmv dan Hg 0,01 μg/nm 3. Penghilangan air dan merkuri dilakukan dalam satu unit karena memiliki prinsip yang sama, yaitu adorpsi. Untuk penghilangan air digunakan adsorben Molecular Sieve, sedangkan untuk penghilangan merkuri digunakan Sulphur Impregnated Activated Carbon (SIAC). Sebelum memasuki unit dehydration, aliran gas didinginkan terlebih dahulu dan dijaga suhunya pada 19 o C. Jika terlalu panas akan menyebabkan air yang terdapat dalam aliran gas alam tidak terkondensasi sehingga menambah beban kerja Molecular Sieve. Jika terlalu dingin, akan mengakibatkan terbentuknya hidrat antara hidrokarbon dan air sehingga akan menghambat aliran. 15 Universitas Indonesia

16 Unit Fraksinasi dan Pencairan (Liquefaction). Aliran gas yang telah memenuhi spesifikasi pengolahan LNG, selanjutnya memasuki tahapan fraksinasi dan pencairan. Unit Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan fraksi aliran gas menjadi C1, C2, C3 dan C4. Berdasarkan hasil simulasi, umpan sebesar 631,72 MMSCFD menghasilkan produk LNG 10937,49 ton/d; C2 293,37 ton/d; C3 732,85 ton/d; dan C4 991,05 ton/d. Untuk mendapatkan kinerja yang optimum dari proses liquefaction, dibutuhkan penyesuaian pada komposisi MCR dan juga kondisi operasi tekanan suction dan tekanan discharge. Komposisi MCR yang digunakan terdiri dari methane 40%, ethane 47%, propane 11%, dan nitrogen 2%. Umpan masuk pada tekanan 50,68 bar dan keluar sebagai produk LNG pada tekanan 1,03 bar. Kinerja teknis dari proses pencairan ini yaitu 13,48 kw/tpd dengan kapasitas plant 3,99 MTPA. Data hasil simulasi LNG plant ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Simulasi LNG Plant Parameter Nilai Propane compressor power (MW) 45,55 Mixed refrigerant compresor power (MW) 99,84 LNG vapor fraction after expanson valve (%) 0,135 Feed (MMSCFD) 631,72 Propane Refrigerant (MMSCFD) 559,36 Mix Refrigerant (MMSCFD) 792,67 LNG production (ton/d) 10937,49 C2 production (ton/d) 293,37 C3 production (ton/d) 732,85 C4 production (ton/d) 991,05 BOG (ton/d) 1883,78 Unit Pembangkit Listrik NGCC. Simulasi pada unit pembangkit NGCC bertujuan untuk menghitung energi listrik yang dihasilkan dari gas turbin dan steam turbin, serta kebutuhan listrik untuk kompresor dan pompa pada proses unit NGCC. Dari hasil simulasi kemudian didapatkan parameter kerja pembangkit, yaitu kebutuhan bahan bakar dan efisiensi pembangkit. Total kebutuhan listrik untuk keseluruhan plant adalah 179 MW. Berdasarkan hasil simulasi, dibutuhkan umpan gas sebanyak 42,6 MMSCFD (6,13% dari total umpan gas ke LNG plant) untuk menghasilkan listrik 179,7 MW. Dengan demikian, diperoleh kebutuhan energi per unit listrik yang dihasilkan sebesar 8165 Btu/kWh dan efisiensi pembangkit sebesar 41,7%. Unit CCS-EOR. Penanganan CO2 hasil separasi membran dilakukan dengan teknik CCS dan EOR. Berdasarkan simulasi, CO2 yang dipisahkan yaitu 1657,51 MMSCFD atau 85621,18 16 Universitas Indonesia

17 ton/day. Untuk umur proyek 30 tahun, maka total CO2 yang harus ditangani sebanyak 937,55 MT. Pemilihan lokasi EOR dan CCS harus mempertimbangan jarak lokasi serta kapasitas CO2 yang dapat ditampung, serta untuk EOR dipertimbangkan juga jumlah OOIP karena berpengaruh terhadap besarnya peningkatan produksi minyak. Wilayah Riau dipilih sebagai lokasi EOR karena memiliki kapasitas penyimpanan CO2 yang cukup besar yaitu 229 MT serta OOIP sebesar MMSTB, sedangkan untuk injeksi CO2 untuk CCS dipilih aquifer yang berada di Laut China Selatan dengan kapasitas 6400 MT. Metode transmisi CO2 yang dipilih adalah dengan menggunakan pipa karena jarak yang tidak terlalu jauh (kurang dari 1000 km) serta kapasitas CO2 yang ingin ditransmisikan cukup besar (total 31,25 MTPA). Dilakukan pembagian aliran sebanyak 189,51 MMSCFD (3,57 MTPA) untuk EOR dan 1468 MMSCFD (27,68 MTPA) untuk CCS sehingga proyek dapat berjalan selama 30 tahun dan memenuhi batasan kapasitas penyimpanan CO2 di lokasi injeksi. Data hasil simulasi EOR dan CCS ditunjukkan pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Hasil Simulasi EOR dan CCS EOR CCS Lokasi Riau Aquifer Kapasitas (MT) Jarak (km) ,5 OOIP (MMSTB) Molar Flow (MMSCFD) 189, Mass Flow (MTPA) 3,57 27,68 Diameter Pipa (inch) Pressure (bar) 141,7 237,16 Power (MW) 46,76 379,9 Oil Recovery (bbl/d) ,6 - Perhitungan EOR dilakukan menggunakan rule of thumb berdasarkan data historikal yang dirangkum oleh LEMIGAS (2009). Dengan kebutuhan injeksi sebesar 0,85 Mcf/bbl, maka flow CO2 sebesar ,86 MCFD akan menghasilkan minyak ,6 bbl/d. Sedangkan untuk CCS, total CO2 yang terhindarkan (CO2 avoided) sebesar 830,36 MT. Berdasarkan mekanisme CDM, revenue yang akan didapatkan adalah US$ 2 / ton CO2 yang diinjeksikan. Aliran CO2 pada proses EOR dan CCS ini sudah tidak mengandung H2O karena telah telah dihilangkan pada tahap pretreatment sebelum memasuki membran. Akan tetapi, mengingat masih tingginya kandungan impurities berupa H2S sebesar 6990 ppm, maka sifat aliran menjadi korosif sehingga perlu mempertimbangkan pemilihan material pipa. Berdasarkan Forbes et al. (2008), untuk kandungan H2S kurang dari ppm dapat ditangani dengan menggunakan pipa Type III. Konsekuensinya adalah biaya yang lebih mahal pada investasi pipa. 17 Universitas Indonesia

18 Alternatif lainnya yaitu dengan menerapkan Super Claus Process mengacu pada Sassi et al. (2006). Proses ini mampu me-recover sulfur sebanyak 99,3%. Total capital investment dan production cost yang dibutuhkan masing-masing $ 18,75 M dan $ 3,46 M. Dengan mengkondisikan aliran hingga memenuhi spesifikasi, maka korosi pada pipa dapat diminimalisir serta dapat diterapkan pemilihan material pipa dengan harga yang lebih ekonomis. Aliran acid gas pada proses ini sebesar 1657,51 MMSCFD dan memiliki komposisi 6990 ppm H2S, maka total sulfur yang harus ditangani sebesar 441,17 ton/d. Selanjutnya sulfur ditampung dalam bentuk blok-blok padat dan siap dimuat ke kapal. Berdasarkan Davis (2007), untuk dimensi 7 m x 4,5 m x 1,6 m memiliki kapastias 100 ton sulfur per blok. Kesimpulan 1. Pemisahan CO2 dari gas Natuna agar dapat memenuhi spesifikasi LNG membutuhkan 2 proses, yaitu dengan menggunakan membran untuk proses di offshore dilanjutkan dengan amine untuk proses di onshore. Proses membran mampu menghilangkan CO2 dari 70,9% menjadi 10%, kemudian proses amine menghilangkan CO2 dari 10% menjadi 22 ppm. 2. Kebutuhan energi untuk proses membran sebesar 0,86 MJ per kg/h CO2 yang dipisahkan. Sedangkan untuk proses amine, kebutuhan energi terbesar adalah pada regenerasi amine yaitu 500 MMBtu/h. 3. Alternatif proses pemisahan CO2 lainnya yaitu CFZ mampu menghilangkan CO2 dari 70,9% menjadi 1% dengan kebutuhan energi 0,09 kwh per kg CO2 yang dipisahkan. Selain itu juga dibutuhkan utilitas panas sebesar 743,53 MMBtu/h. 4. Dibandingkan dengan membran yang membutuhkan energi yang lebih besar untuk proses kompresi pada transportasi CO2, proses CFZ lebih unggul karena aliran CO2 keluar pada bagian bawah produk dengan tekanan yang lebih tinggi dan berfasa liquid. Namun di sisi lain CFZ memiliki kekurangan karena hidrokarbon yang lebih berat (ethane, propane, dan butane) pada produk bawah masih cukup tinggi yakni 2,83%. 5. Kinerja teknis dari LNG plant sebesar 13,48 kw/tpd LNG mampu memproduksi LNG sebesar 3,99 MTPA. Dengan umpan masuk plant sebanyak 631,72 MMSCFD, menghasilkan LNG 10937,49 ton/d; C2 293,37 ton/d; C3 732,85 ton/d; dan C4 991,05 ton/d. 18 Universitas Indonesia

19 6. Penanganan CO2 sebanyak 1657,51 MMSCFD hasil separasi membran dilakukan dengan 2 cara, yaitu EOR dan CCS. Dilakukan pembagian aliran CO2 untuk EOR (wilayah Riau) dan CCS (aquifer wilayah Laut China Selatan), masing-masing 189,51 MMSCFD (3,57 MTPA) dan 1468 MMSCFD (27,68 MTPA) untuk umur proyek 30 tahun. Kebutuhan listrik untuk proses EOR yaitu 46,76 MW dan untuk proses CCS yaitu 379,9 MW. Untuk proses EOR, diperoleh tambahan minyak ,6 bbl/d. Saran 1. Tinjauan mengenai penanganan H2S untuk kebutuhan transportasi CO2 karena di dalam aliran hasil pemisahan CO2 masih memiliki kandungan H2S yang cukup tinggi. 2. Pada penelitian selanjutnya juga dapat dilakukan tinjauan aspek ekonomi untuk mengetahui keekonomian proyek dari model LNG-EOR-CCS terintegrasi. Daftar Notasi Simbol J fluks gas komponen i (m 3 (STP)/m 2 h) q p volume gas permeate (i) (m 3 (STP)/h) P i permeabilitas gas komponen i (m 3 (STP)/m 2 h bar) l ketebalan membran (mil) p h tekanan feed (bar) p l tekanan permeate (bar) p r tekanan retentate (bar) x i fraksi komponen i di sisi feed y i fraksi komponen i di sisi permeate A m luas area membran yang dibutuhkan (m 2 ) D AB difusifitas (m 2 /s) S koefisien solubilitas untuk gas dalam membran (m 3 (STP)/ m 3 bar) i indeks komponen campuran gas n indeks stage membran r faktor tak berdimensi flow rate feed pada retentate residu x r fraksi mol retentate y 0 fraksi mol permeate θ 0 stage cut = rasio laju alir retentate per laju alir feed γ (p l /p h ) rasio tekanan permeate per tekanan feed α (P A /P B ) rasio permeabilitas gas murni Singkatan TSCF Trillion Standard Cubic Feet MMSCFD Million Standard Cubic Feet per Day MTPA Million Ton Per Annum MMSTB Million Stock Tank Barrels 19 Universitas Indonesia

20 Daftar Referensi Baker, R.W Membrane Technology and Applications, 2nd Edition. Wiley. Davis, P Perspectives on Sulfur Management. Alberta Sulphur Research LTD. Direktorat Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Policy Paper Keselarasan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Jakarta Doctor, R. & Palmer, A Carbon Dioxide Capture and Storage: Transport of CO2. Intergovernmental Panel on Climate Change. Forbes, S. M., Verma, P., Curry, T. E., Bradley, M. J., Friedmann, S. J., Wade, S. M Guidelines for Carbon Dioxide Capture, Transport, and Storage. World Resources Institute. IEA Greenhouse Gas R&D Programme, Assessment of Sub Sea Ecosystem Impacts. Cheltenham: IEA Enivronmental Projects Ltd. Iskandar, U. P., Usman, Sofyan, S Ranking of Indonesia Sedimentary Basin and Storage Capacity Estimates for CO2 Geological Storage. Energy Procedia Kementrian ESDM RI Siaran Pers: Penjelasan Pemerintah Mengenai Status KKS Natuna D-Alpha. diakses pada 24 Desember Kementrian ESDM RI Data Sektor ESDM Statistik Gas Bumi. statistik/342-statistik-gas-bumi.html, diakses pada 24 Desember LEMIGAS. Scientific Contributions Oil & Gas, Vol. 36. No. 1, April 2013 : 1 13 Mokhatab, S., Mak, J.Y., Valappil, J.V., & Wood, D.A Handbook of Liquefied Natural Gas. GPP: Elsevier Sassi, M., Palmer, B., El-Wahdi, Y., Ramsey, A., Al-Nuaimi, A., Al-Harethi, S Process and Plant Design for 99% Sulfur Recovery form Sour Gas. The Petroleum Institute. Wijmans, J. G., & Baker, R. W The Solution Diffusion Model: A Review. Journal of Membrane Science, 107, 1 21 Younger, A.H Natural Gas Processing Principles and Technology. University of Calgary. 20 Universitas Indonesia

PENGEMBANGAN GAS BUMI NATUNA CO2 TINGGI DENGAN TEKNOLOGI LNG-EOR-CCS. PERBANDINGAN MEMBRAN DAN CFZ UNTUK SEPARASI CO2

PENGEMBANGAN GAS BUMI NATUNA CO2 TINGGI DENGAN TEKNOLOGI LNG-EOR-CCS. PERBANDINGAN MEMBRAN DAN CFZ UNTUK SEPARASI CO2 PENGEMBANGAN GAS BUMI NATUNA CO2 TINGGI DENGAN TEKNOLOGI LNG-EOR-CCS. PERBANDINGAN MEMBRAN DAN CFZ UNTUK SEPARASI CO2 Kameliya Hani Millati 1, Widodo Wahyu Purwanto 1 1 Departemen Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

PLANT 2 - GAS DEHYDRATION AND MERCURY REMOVAL

PLANT 2 - GAS DEHYDRATION AND MERCURY REMOVAL PROSES PENGOLAHAN GAS ALAM CAIR (Liquifed Natural Gas) Gas alam cair atau LNG adalah gas alam (metana terutama, CH4) yang telah diubah sementara untuk bentuk cair untuk kemudahan penyimpanan atau transportasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan energi dari fosil seperti minyak dan gas bumi (migas) telah mempengaruhi segala bidang kehidupan manusia saat ini dan diprediksikan akan terus meningkat

Lebih terperinci

Proses Pengolahan Gas Alam Gas alam mentah mengandung sejumlah karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan uap air yang bervariasi.

Proses Pengolahan Gas Alam Gas alam mentah mengandung sejumlah karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan uap air yang bervariasi. Proses Pengolahan Gas Alam Gas alam mentah mengandung sejumlah karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan uap air yang bervariasi. Adanya hidrogen sulfida dalam gas alam untuk konsumsi rumah tangga tidak bisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam tersebut merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV RANCANGAN KILANG LNG MINI DENGAN SUMBER GAS SUAR BAKAR

BAB IV RANCANGAN KILANG LNG MINI DENGAN SUMBER GAS SUAR BAKAR BAB IV RANCANGAN KILANG LNG MINI DENGAN SUMBER GAS SUAR BAKAR 4.1 PEMILIHAN TEKNOLOGI LNG MINI Kilang LNG skala kecil dan sedang atau small- to mid-scale liquefaction (SMSL) berbeda dari kilang LNG skala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gas alam adalah bahan bakar fosil bentuk gas yang sebagian besar terdiri dari metana (CH4). Pada umumnya tempat penghasil gas alam berlokasi jauh dari daerah dimana

Lebih terperinci

LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA

LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA Disusun oleh : 1. Fatma Yunita Hasyim (2308 100 044)

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

NATURAL GAS TO LIQUIFIED NATURAL GAS

NATURAL GAS TO LIQUIFIED NATURAL GAS NATURAL GAS TO LIQUIFIED NATURAL GAS Gas alam merupakan sumber energi yang andal dan efisien, mampu terbakar lebih bersih dibandingkan dengan sumber energi fosil lainnya. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan gas bumi di Indonesia adalah sangat penting mengingat hasil pengolahan gas bumi digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, industri maupun transportasi.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 47 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Batasan Masalah dan Asumsi 3.1.1 Langkah Integrasi dengan KPS Lain Telah disampaikan sebelumnya dalam Bab 2, bahwa lapangan X ini dioperasikan oleh KPS B dengan jarak

Lebih terperinci

SAP PENGOLAHAN GAS BUMI

SAP PENGOLAHAN GAS BUMI Kode Mata Ajaran : CHS320802C Nama Mata Ajaran: Pengolahan Gas Bumi SKS : 3 Prasyarat : Kimia Fisika, Termodinamika Semester : Genap Revisi terakhir : Januari 2010 Dosen : 1. Dr.Ir. Slamet, MT 2. Dr.Ir.

Lebih terperinci

FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD

FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD Fazri Apip Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Kebumian

Lebih terperinci

TUGAS PERANCANGAN PABRIK METHANOL DARI GAS ALAM DENGAN PROSES LURGI KAPASITAS TON PER TAHUN

TUGAS PERANCANGAN PABRIK METHANOL DARI GAS ALAM DENGAN PROSES LURGI KAPASITAS TON PER TAHUN EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PERANCANGAN PABRIK METHANOL DARI GAS ALAM DENGAN PROSES LURGI KAPASITAS 230000 TON PER TAHUN Oleh: ISNANI SA DIYAH L2C 008 064 MUHAMAD ZAINUDIN L2C

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEROLEHAN MINYAK MENGGUNAKAN PEMISAHAN SECARA BERTAHAP

OPTIMALISASI PEROLEHAN MINYAK MENGGUNAKAN PEMISAHAN SECARA BERTAHAP OPTIMALISASI PEROLEHAN MINYAK MENGGUNAKAN PEMISAHAN SECARA BERTAHAP Reza Fauzan *Email: reza.fauzan@gmail.com ABSTRAK Penelitian tentang peningkatan jumlah produksi minyak yang diperoleh dari sumur produksi

Lebih terperinci

Simulasi Model Jaringan dan Fasilitas Permukaan Injeksi CO 2 Sistem Terpusat pada Lapisan F Lapangan J

Simulasi Model Jaringan dan Fasilitas Permukaan Injeksi CO 2 Sistem Terpusat pada Lapisan F Lapangan J Simulasi Model Jaringan dan Fasilitas Permukaan Injeksi CO 2 Sistem Terpusat pada Lapisan F Lapangan J Wibowo 1*, Yulius Deddy Hermawan 2 1 Program Studi Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Mineral,

Lebih terperinci

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA Prof. Indra Bastian, MBA, Ph.D, CA, CMA, Mediator PSE-UGM Yogyakarta,25 Agustus 2014 PRODUK GAS 1. Gas alam kondensat 2. Sulfur 3. Etana 4. Gas alam cair (NGL): propana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perancangan bejana tekan vertikal dan simulasi pembebanan eksentrik pada nozzle dengan studi kasus pada separator kluster 4 Fluid

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perser

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perser No.188, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Pemanfaatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN GAS BUMI UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permintaan minyak dunia diprediksi terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian. Hal tersebut berdampak

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN

I. BAB I PENDAHULUAN I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Energi merupakan sektor yang sangat penting dalam menunjang berbagai aspek di bidang ekonomi dan sosial. Seringkali energi digunakan sebagai tolok ukur kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan disuatu lokasi lapangan sumur gas Segat di propinsi Riau dan Jakarta. Penelusuran data dilakukan di Jakarta yang merupakan kantor

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Gas alam adalah bahan bakar fosil berbentuk gas, dengan komponen utamanya adalah metana (CH 4 ) yang merupakan molekul hidrokarbon rantai terpendek dan teringan.

Lebih terperinci

Bab IV Model dan Optimalisasi Produksi Dengan Injeksi Surfaktan dan Polimer

Bab IV Model dan Optimalisasi Produksi Dengan Injeksi Surfaktan dan Polimer Bab IV Model dan Optimalisasi Produksi Dengan Injeksi Surfaktan dan Polimer Pada bab ini akan dijelaskan tentang model yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya kemudian dari model tersebut akan dioptimalisasi

Lebih terperinci

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Nur Rima Samarotul Janah, Harsono Hadi dan Nur Laila Hamidah Departemen Teknik Fisika,

Lebih terperinci

BAB II INJEKSI UAP PADA EOR

BAB II INJEKSI UAP PADA EOR BAB II INJEKSI UAP PADA EOR Enhanced Oil Recovery (EOR) adalah istilah dari kumpulan berbagai teknik yang digunakan untuk meningkatkan produksi minyak bumi dan saat ini banyak digunakan pada banyak reservoir

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP; Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

CH 3 -O-CH 3. Pabrik Dimethyl Ether (DME) dari Styrofoam bekas dengan Proses Direct Synthesis. Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Niniek Fajar Puspita, M.

CH 3 -O-CH 3. Pabrik Dimethyl Ether (DME) dari Styrofoam bekas dengan Proses Direct Synthesis. Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Niniek Fajar Puspita, M. Pabrik Dimethyl Ether (DME) dari Styrofoam bekas dengan Proses Direct Synthesis CH 3 -O-CH 3 Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Niniek Fajar Puspita, M.Eng 1. Agistira Regia Valakis 2310 030 009 2. Sigit Priyanto

Lebih terperinci

TEKANAN FLASHING OPTIMAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI SISTEM DOUBLE-FLASH

TEKANAN FLASHING OPTIMAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI SISTEM DOUBLE-FLASH DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.ere.01 TEKANAN FLASHING OPTIMAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI SISTEM DOUBLE-FLASH Rafif Tri Adi Baihaqi a), Hensen P. K. Sinulingga b), Muhamad Ridwan Hamdani

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No No.116, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2017 TENTANG KONTRAK

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGELOLAAN AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN HULU MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi akan semakin meningkat bersamaan dengan. perkembangan teknologi dan pertumbuhan penduduk. Saat ini sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi akan semakin meningkat bersamaan dengan. perkembangan teknologi dan pertumbuhan penduduk. Saat ini sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi akan semakin meningkat bersamaan dengan perkembangan teknologi dan pertumbuhan penduduk. Saat ini sebagian besar energi dihasilkan dari bahan bakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan salah satu perusahaan dibawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang transportasi

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air Misri Gozan 1, Said Zul Amraini 2 Alief Nasrullah Pramana 1 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perubahan iklim global akibat efek rumah kaca merupakan permasalahan lingkungan serius yang saat ini sedang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perubahan iklim global akibat efek rumah kaca merupakan permasalahan lingkungan serius yang saat ini sedang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perubahan iklim global akibat efek rumah kaca merupakan permasalahan lingkungan serius yang saat ini sedang dihadapi oleh manusia. Dampak yang ditimbulkan oleh pembakaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir manusia mulai berpikir untuk memperoleh sumber energi baru sebagai pengganti sumber energi yang banyak dikenal dan digunakan,

Lebih terperinci

MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN

MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN MODEL ABSORPSI MULTIKOMPONEN GAS ASAM DALAM LARUTAN K 2 CO 3 DENGAN PROMOTOR MDEA PADA PACKED COLUMN NURUL ANGGRAHENY D NRP 2308100505, DESSY WULANSARI NRP 2308100541, Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir.Ali

Lebih terperinci

MODIFIED PROSES CLAUSE PADA BERBAGAI UMPAN GAS REKAYASA PROSES APRILIANA DWIJAYANTI NIM

MODIFIED PROSES CLAUSE PADA BERBAGAI UMPAN GAS REKAYASA PROSES APRILIANA DWIJAYANTI NIM MODIFIED PROSES CLAUSE PADA BERBAGAI UMPAN GAS REKAYASA PROSES APRILIANA DWIJAYANTI NIM. 23014038 MAGISTER TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 PENDAHULUAN Proses penghilangan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PRAPERANCANGAN PABRIK KIMIA PRAPERANCANGAN PABRIK ETILEN GLIKOL DENGAN KAPASITAS TON/TAHUN. Oleh :

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PRAPERANCANGAN PABRIK KIMIA PRAPERANCANGAN PABRIK ETILEN GLIKOL DENGAN KAPASITAS TON/TAHUN. Oleh : EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PRAPERANCANGAN PABRIK KIMIA PRAPERANCANGAN PABRIK ETILEN GLIKOL DENGAN KAPASITAS 80.000 TON/TAHUN Oleh : JD Ryan Christy S Louis Adi Wiguno L2C008065 L2C008070 JURUSAN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT TEKNIK ELEKTRO FPTK UPI, 2009 POTENSI ENERGI PANAS BUMI Indonesia dilewati 20% panjang dari sabuk api "ring of fire 50.000 MW potensi panas bumi dunia, 27.000 MW

Lebih terperinci

5^nu MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

5^nu MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA 5^nu MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN GAS BUMI UNTUK PEMBANGKIT TENAGA

Lebih terperinci

OPTIMASI PRODUKSI LAPANGAN GAS UNTUK SUPPLY GAS INJEKSI SUMUR SUMUR GAS LIFT SECARA TERINTEGRASI

OPTIMASI PRODUKSI LAPANGAN GAS UNTUK SUPPLY GAS INJEKSI SUMUR SUMUR GAS LIFT SECARA TERINTEGRASI OPTIMASI PRODUKSI LAPANGAN GAS UNTUK SUPPLY GAS INJEKSI SUMUR SUMUR GAS LIFT SECARA TERINTEGRASI oleh : Unggul Nugroho Edi, MT *) ABSTRAK Dalam penelitian ini digunakan metode simulasi model reservoir,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Tabel I. Produsen Batu Bara Terbesar di Dunia. 1. Cina Mt. 2. Amerika Serikat Mt. 3. Indonesia 281.

BAB I PENGANTAR. Tabel I. Produsen Batu Bara Terbesar di Dunia. 1. Cina Mt. 2. Amerika Serikat Mt. 3. Indonesia 281. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Sumber daya berupa bahan tambang di Indonesia bisa dikatakan melimpah. Salah satunya adalah batubara. Indonesia merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PT Pertamina EP adalah anak perusahaan dari PT Pertamina (PESERO) yang bergerak di bidang eksplorasi, eksploitasi, dan produksi minyak bumi. Salah satu lokasi dari

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GAS SUAR BAKAR MELALUI LNG MINI UNTUK INDUSTRI TESIS

PEMANFAATAN GAS SUAR BAKAR MELALUI LNG MINI UNTUK INDUSTRI TESIS PEMANFAATAN GAS SUAR BAKAR MELALUI LNG MINI UNTUK INDUSTRI TESIS oleh: MIRZA MAHENDRA 0606151431 TESIS INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI MAGISTER TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI Andriani Rahayu 1 dan Maria Sri Pangestuti 2 1 Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 Indonesian Institute for

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BOIL-OFF GAS (BOG) PADA COMBINED CYCLE PROPULSION PLANT UNTUK LNG CRRIER

PEMANFAATAN BOIL-OFF GAS (BOG) PADA COMBINED CYCLE PROPULSION PLANT UNTUK LNG CRRIER PEMANFAATAN BOIL-OFF GAS (BOG) PADA COMBINED CYCLE PROPULSION PLANT UNTUK LNG CRRIER Tugas Akhir Ini Didedikasikan Untuk Pengembangan Teknologi LNG di Indonesia TRANSPORT Disusun oleh : PRATAMA NOTARIZA

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM 10.000 MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA OLEH : MUHAMMAD KHAIRIL ANWAR 2206100189 Dosen Pembimbing I Dosen

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Hasil yang diharapkan dari sistem yang dibentuk adalah kondisi optimal untuk dapat menghasilkan fluks air yang tinggi, kualitas garam super-saturated sebagai

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Teknik SKRIPSI PENGARUH PEMANASAN MEMBRAN, PERBEDAAN TEKANAN DAN WAKTU PERMEASI PADA PEMISAHAN CO 2 /CH 4 UNTUK PEMURNIAN BIOGAS MENGGUNAKAN MEMBRAN POLYIMIDE DAN MEMBRAN CAMPURAN POLYIMIDE-ZEOLIT Diajukan untuk

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Produksi Energi Fosil... 3 2. Asumsi... 4 3. Metodologi... 13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Di dunia industri terutama dibidang petrokimia dan perminyakan banyak proses perubahan satu fluida ke fluida yang lain yang lain baik secara kimia maupun non kimia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan energi nasional sebagai blue print bagi penggunaan berbagai macam energi pada tahun 2025 untuk mengamankan pasokan

Lebih terperinci

3.1. TAHAP PENELITIAN

3.1. TAHAP PENELITIAN BAB III METODOLOGI 3.1. TAHAP PENELITIAN Dalam pelaksanaan penulisan penelitian ini, dilakukan metodologi yang saling berkaitan antara operasional keja terminal penerima LNG dengan industri yang bisa bersimbiosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya pembangunan dan aktifitas produksi pada berbagai sektor industri di Indonesia, menyebabkan semakin besarnya kebutuhan energi yang harus dipenuhi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan Neraca Listrik Domestik Indonesia [2].

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan Neraca Listrik Domestik Indonesia [2]. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini, kebutuhan listrik telah menjadi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan listrik sendiri didasari oleh keinginan manusia untuk melakukan aktivitas lebih mudah

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR 2.1 Kebutuhan Air Tawar Siklus PLTU membutuhkan air tawar sebagai bahan baku. Hal ini dikarenakan peralatan PLTU sangat rentan terhadap karat. Akan tetapi, semakin besar kapasitas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SUMBER EMISI DAN PERHITUNGAN BEBAN EMISI

IDENTIFIKASI SUMBER EMISI DAN PERHITUNGAN BEBAN EMISI IDENTIFIKASI SUMBER EMISI DAN PERHITUNGAN BEBAN EMISI Oleh: *) Martono ABSTRAK Agar mampu menghitung beban emisi langkah pertama kita harus memahami sumber emisi dan beban emisi sehingga mampu mengestimasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses pemurnian gas, sumber: Metso Automation. Inc

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses pemurnian gas, sumber: Metso Automation. Inc BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengolahan gas alam merupakan proses terpenting pada industri minyak dan gas alam yaitu mengurangi kadar komponen gas asam yang terdiri dari Karbon Dioksida (CO 2 )

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA BAB V PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA V.I Pendahuluan Pengetahuan proses dibutuhkan untuk memahami perilaku proses agar segala permasalahan proses yang terjadi dapat ditangani dan diselesaikan

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. SAMATOR GRESIK UNIT AIR SEPARATION PLANT (ASP) Diajukan oleh: Yusak Adi Wijaya NRP: 5203013002 Stephen Utomo NRP: 5203013017 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan minyak, maka berbagai cara dilakukan untuk dapat menaikkan produksi minyak, adapun beberapa cara yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

STUDI PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DI ZONA A LAPANGAN X DENGAN METODE INJEKSI AIR

STUDI PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DI ZONA A LAPANGAN X DENGAN METODE INJEKSI AIR STUDI PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DI ZONA A LAPANGAN X DENGAN METODE INJEKSI AIR TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh : RADEN

Lebih terperinci

Metode Seleksi Material pada Pengilangan Minyak dan Gas Menggunakan Neraca Massa dan Energi dan Diagram Alir Proses

Metode Seleksi Material pada Pengilangan Minyak dan Gas Menggunakan Neraca Massa dan Energi dan Diagram Alir Proses Metode Seleksi Material pada Pengilangan Minyak dan Gas Menggunakan Neraca Massa dan Energi dan Diagram Alir Proses Material Selection Methodology in Oil and gas Refinery using Heat Material Balances and

Lebih terperinci

SIMULASI MODEL JARINGAN DAN FASILITAS PERMUKAAN INJEKSI CO2 DENGAN INJECTION PLANT TERSEBAR

SIMULASI MODEL JARINGAN DAN FASILITAS PERMUKAAN INJEKSI CO2 DENGAN INJECTION PLANT TERSEBAR SIMULASI MODEL JARINGAN DAN FASILITAS PERMUKAAN INJEKSI CO2 DENGAN INJECTION PLANT TERSEBAR WIBOWO *, Djoko ASKEYANTO, Lutvy JUNIARDI, Rhindani Jaya WARDHANI Program Studi Teknik Perminyakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang cukup penting bagi manusia dalam kehidupan. Saat ini, hampir setiap kegiatan manusia membutuhkan energi

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B

BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B Sebelum dilakukan perhitungan keekonomian dari pengusahaan Gas Metana- B sesuai dengan prosedur penelitian yang telah diuraikan pada Bab III, kita harus melakukan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN GAS LIMBAH PROYEK GAS NATUNA

PENGOLAHAN GAS LIMBAH PROYEK GAS NATUNA PENGOLAHAN GAS LIMBAH PROYEK GAS NATUNA Oleh : Sumartono *) Abstrak Proyek Gas Natuna yang akan mengembangkan cadangan gas sebesar 46 TCF dapat menghasilkan 2400 MSCFD hidrokarbon selama lebih dari 30

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Saat ini hidrogen diproyeksikan sebagai unsur penting untuk memenuhi kebutuhan clean energy di masa depan. Salah satunya adalah fuel cell. Sebagai bahan bakar, jika hidrogen

Lebih terperinci

KAJIAN SILICA SCALING PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (GEOTHERMAL)

KAJIAN SILICA SCALING PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (GEOTHERMAL) Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor KAJIAN SILICA SCALING PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (GEOTHERMAL)

Lebih terperinci

Seminar Skripsi LABORATORIUM THERMODINAMIKA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011

Seminar Skripsi LABORATORIUM THERMODINAMIKA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011 Seminar Skripsi LABORATORIUM THERMODINAMIKA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2011 Latar Belakang CO 2 mengurangi nilai kalor menimbulkan pembekuan pada

Lebih terperinci

2018, No Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usah

2018, No Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usah BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.169, 2018 KEMEN-ESDM. Pengusahaan Gas Bumi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUSAHAAN GAS

Lebih terperinci

GAS ALAM. Nama Gas Senyawa komposisi Metana CH % Etana C 2 H 6 Propana C 3 H 8 iso-butana IC 4 H 10 normal-butana nc 4 H 10

GAS ALAM. Nama Gas Senyawa komposisi Metana CH % Etana C 2 H 6 Propana C 3 H 8 iso-butana IC 4 H 10 normal-butana nc 4 H 10 GAS ALAM Komposisi Gas alam seperti juga minyak bumi adalah bahan bakar fosil yang merupakan senyawa hidrokarbon (C n H 2n+2 ) dan terdiri dari campuran beberapa macam gas hidrokarbon yang mudah terbakar

Lebih terperinci

Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG)

Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG) Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG) PT. SEMEN PADANG 2013 0 KATEGORI: Gedung Industri Special Submission NAMA

Lebih terperinci

Gambar 2.6 Diagram Skematis Kromatografi Gas Dengan Detektor Konduktivitas Thermal (TCD) (Underwood A.l., 2000). BAB 3 BAHAN DAN METODE

Gambar 2.6 Diagram Skematis Kromatografi Gas Dengan Detektor Konduktivitas Thermal (TCD) (Underwood A.l., 2000). BAB 3 BAHAN DAN METODE Gambar 2.6 Diagram Skematis Kromatografi Gas Dengan Detektor Konduktivitas Thermal (TCD) (Underwood A.l., 2000). BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Alat 1) Bombe (Tabung Injeksi) LNG RDL 2) Gas Chromatography

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan. pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden

LATAR BELAKANG. Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan. pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden LATAR BELAKANG Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 24 Mei 1995. Sumber bahan baku yang diolah di PT. PERTAMINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Energi memiliki peranan penting dalam menunjang kehidupan manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan energi terus meningkat. Untuk dapat

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEMISAHAN UAP AIR DALAM NATURAL GAS (GAS ALAM) Lilis Harmiyanto. SST* ) Abstrak

OPTIMALISASI PEMISAHAN UAP AIR DALAM NATURAL GAS (GAS ALAM) Lilis Harmiyanto. SST* ) Abstrak OPTIMALISASI PEMISAHAN UAP AIR DALAM NATURAL GAS (GAS ALAM) Lilis Harmiyanto. SST* ) Abstrak Keberadaan natural gas (gas alam) di dalam perut bumi tidak dapat terpisahkan dari air. Pada umumnya gas alam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi pengambilan data merupakan ilmu yang mempelajari metodemetode pengambilan data, ilmu tentang bagaimana cara-cara dalam pengambilan data. Dalam bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136 No.1188, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

GAS ALAM. MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Kimia Dalam Kehidupan Sehari_Hari Yang dibina oleh Bapak Muntholib S.Pd., M.Si.

GAS ALAM. MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Kimia Dalam Kehidupan Sehari_Hari Yang dibina oleh Bapak Muntholib S.Pd., M.Si. GAS ALAM MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Kimia Dalam Kehidupan Sehari_Hari Yang dibina oleh Bapak Muntholib S.Pd., M.Si. Oleh: Kelompok 9 Umi Nadhirotul Laili(140331601873) Uswatun Hasanah (140331606108)

Lebih terperinci

KAJIAN KEEKONOMIAN DESAIN SEPARATOR SURFACE FACILITIES PADA LAPANGAN X ABSTRAK

KAJIAN KEEKONOMIAN DESAIN SEPARATOR SURFACE FACILITIES PADA LAPANGAN X ABSTRAK KAJIAN KEEKONOMIAN DESAIN SEPARATOR SURFACE FACILITIES PADA LAPANGAN X Oleh : Risdiyanta,ST,MT. *) ABSTRAK Salah satu tantangan di lapangan produksi di Indonesia adalah minyak dengan sifat fisik yang berbeda

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Enhanced oil recovery adalah perolehan minyak dengan cara menginjeksikan bahanbahan yang berasal dari luar reservoir (Lake, 1989).

Tinjauan Pustaka. Enhanced oil recovery adalah perolehan minyak dengan cara menginjeksikan bahanbahan yang berasal dari luar reservoir (Lake, 1989). Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Enhanced Oil Recovery (EOR) Enhanced oil recovery (EOR) adalah metode yang digunakan untuk memperoleh lebih banyak minyak setelah menurunnya proses produksi primer (secara

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara 1. Bagaimana terbentuknya? Gas metana batubara terbentuk selama proses coalification, yaitu proses perubahan material tumbuhan menjadi batubara. Bahan organik menumpuk di rawa-rawa sebagai tumbuhan mati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi tiap tahunnya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan ketersediaan akan sumber

Lebih terperinci

PENGOPERASIAN BOILER SEBAGAI PENYEDIA ENERGI PENGUAPAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DALAM EVAPORATOR TAHUN 2012

PENGOPERASIAN BOILER SEBAGAI PENYEDIA ENERGI PENGUAPAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DALAM EVAPORATOR TAHUN 2012 Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 202 ISSN 0852-2979 PENGOPERASIAN BOILER SEBAGAI PENYEDIA ENERGI PENGUAPAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DALAM EVAPORATOR TAHUN 202 Heri Witono, Ahmad Nurjana

Lebih terperinci

Sektor Pasokan Energi. Produksi Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Sektor Pasokan Energi. Produksi Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator Sektor Pasokan Energi Produksi Minyak, Gas dan Batubara Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi I. Gambaran Umum Produksi Energi Fosil... 3 II. Asumsi Tetap/Fixed Assumption... 4 2.1. Penemuan Cadangan...

Lebih terperinci

Gambar 4.21 Grafik nomor pengujian vs volume penguapan prototipe alternatif rancangan 1

Gambar 4.21 Grafik nomor pengujian vs volume penguapan prototipe alternatif rancangan 1 efisiensi sistem menurun seiring dengan kenaikan debit penguapan. Maka, dari grafik tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem akan bekerja lebih baik pada debit operasi yang rendah. Gambar 4.20 Grafik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pemilik potensi energi panas bumi terbesar di dunia, mencapai 28.617 megawatt (MW) atau setara dengan 40% total potensi dunia yang tersebar

Lebih terperinci

2017, No tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara

2017, No tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara No.569, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi. Perizinan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi..., Andiek Bagus Wibowo, FT UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi..., Andiek Bagus Wibowo, FT UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan telekomunikasi selular di Indonesia masih akan terus berkembang mengingat masih adanya area area yang mengalami blankspot atau tidak adanya layanan jaringan

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-137 Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure Ryan Hidayat dan Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi kendaraan bermotor di negara-negara berkembang maupun di berbagai belahan dunia kian meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh mobilitas dan pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Pengendalian Level pada Knock Out Gas Drum Menggunakan Pengendali PID di Plant LNG

Rancang Bangun Sistem Pengendalian Level pada Knock Out Gas Drum Menggunakan Pengendali PID di Plant LNG Rancang Bangun Sistem Pengendalian Level pada Knock Out Gas Drum Menggunakan Pengendali PID di Plant LNG Paisal Tajun Aripin 1, Erna Kusuma Wati 1, V. Vekky R. Repi 1, Hari Hadi Santoso 1,2 1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka penunjang penelitian ini meliputi beberapa penjelasan mengenai proses pemurnian pada gas, proses dehidrasi gas yang terdapat di SPG Merbau, larutan Triethylene

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Refrigeran merupakan media pendingin yang bersirkulasi di dalam sistem refrigerasi kompresi uap. ASHRAE 2005 mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja

Lebih terperinci

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 2009 Bandung, 2-5 Desember 2009 Makalah Profesional IATMI 09 004 Simulasi Line Packing Sebagai Storage pada Pipa Transmisi Gas Studi Kasus:

Lebih terperinci

BAB 3 DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 3 DATA DAN PEMBAHASAN BAB 3 DATA DAN PEMBAHASAN III.1 DATA III.1.1 Pipeline and Instrument Diagram (P&ID) Untuk menggambarkan letak dari probe dan coupon yang akan ditempatkan maka dibutuhkan suatu gambar teknik yang menggambarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System 32 BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System PLTP Gunung Salak merupakan PLTP yang berjenis single flash steam system. Oleh karena itu, seperti yang

Lebih terperinci