R A N C A N G A N PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR / /2017 T E N T A N G O B A T I K A N

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "R A N C A N G A N PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR / /2017 T E N T A N G O B A T I K A N"

Transkripsi

1 R A N C A N G A N PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR / /2017 T E N T A N G O B A T I K A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan obat ikan dan sebagai upaya optimalisasi pengendalian peredaran obat ikan, perlu meninjau kembali Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.04/MEN/ 2012 Tentang Obat Ikan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 14/PERMEN-KP/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.04/MEN/2012 Tentang Obat Ikan, serta Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52/KEPMEN-KP/2014 Tentang Klasifikasi Obat Ikan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Obat Ikan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 2. Nomor 3482); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005 sampai 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

2 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1992 tentang Obat Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3509); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4197); 8. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111); Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun , sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 79/P Tahun 2015; Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.20/MEN/2007 tentang Tindakan Karantina Ikan Untuk Pemasukan Media Pembawa Hama dan Penyakit Ikan Karantina Dari Luar Negeri dan Dari Suatu Area ke Area Lain di Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia; 11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 49/PERMEN-KP/2014 Tentang Usaha Pembudidayaan Ikan; 12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.06/PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan; M E M U T U S K A N : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG OBAT IKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Penyediaan adalah kegiatan pengadaan obat ikan d a n / atau bahan baku obat ikan yang dilakukan melalui pembuatan di dalam negeri dan/atau pemasukan dari luar negeri. 2. Peredaran adalah kegiatan penyaluran dan/atau penyerahan obat ikan baik dalam rangka perdagangan maupun bukan perdagangan. 3. Bahan Baku Obat Ikan adalah semua bahan maupun zat kimia dan/atau biologi berupa bahan aktif, bahan tambahan dan/atau bahan penolong baik dalam bentuk komponen tunggal, ruahan dan/atau setengah jadi yang digunakan untuk membuat obat ikan. 4. Obat Ikan adalah sediaan yang dapat digunakan untuk mencegah

3 dan/atau mengobati penyakit ikan, membebaskan gejala penyakit, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh yang meliputi sediaan biologik, farmasetik, premiks, probiotik, dan obat alami. 5. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. 6. Etiket adalah tulisan langsung atau tulisan yang ditempelkan pada wadah atau bungkus yang memuat penandaan obat ikan. 7. Brosur adalah lembaran yang terbuat dari kertas atau bahan lainnya yang memuat penandaan secara lengkap obat ikan yang disertakan pada wadah maupun bungkus luar. 8. Kemasan adalah bilangan yang menunjukkan volume dan/atau berat maupun jumlah tertentu suatu sediaan obat ikan dalam wadah terbungkus dan/atau tidak dibungkus. 9. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi. 10. Korporasi adalah suatu kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisir baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 11. Produsen obat ikan adalah orang yang membuat obat ikan untuk tujuan komersial. 12. Importir obat ikan adalah orang yang melakukan usaha pemasukan obat ikan yang berasal dari luar negeri. 13. Eksportir obat ikan adalah orang yang melakukan usaha pengeluaran obat ikan dari dalam negeri ke luar negeri. 14. Distributor obat ikan adalah orang yang melakukan usaha peredaran obat ikan dari produsen atau importir ke depo dan/atau toko obat ikan. 15. Angka Pengenal Importir Produsen yang selanjutnya disingkat API-P adalah angka pengenal importir produsen yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan kepada importir yang melakukan impor barang untuk digunakan sendiri dan/atau untuk mendukung proses produksi serta tidak untuk diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain. 16. Angka Pengenal Impor atau disingkat API adalah surat izin dan/atau Tanda Pengenal Importir yang diterbitkan oleh pemerintah baik bagi individu maupun perorangan dan/atau suatu badan usaha berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum untuk melakukan kegiatan impor. 17. Surat izin penyediaan obat ikan adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap orang untuk melakukan penyediaan obat ikan. 18. Surat izin peredaran obat ikan adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap orang untuk melakukan peredaran obat ikan. 19. Pembuatan Obat Ikan Berdasarkan Kontrak (Toll Manufacturing) adalah pembuatan obat ikan yang dibuat oleh penerima kontrak dari pemberi kontrak berdasarkan suatu perjanjian. 20. Pemberi Kontrak adalah orang atau badan hukum yang telah memperoleh izin penyediaan sebagai produsen obat ikan yang belum memiliki fasilitas produksi untuk bentuk sediaan obat ikan tertentu, dapat melakukan pembuatan obat ikan dengan menggunakan pabrik obat ikan milik pihak lain yang telah memiliki izin penyediaan obat ikan berdasarkan perjanjian. 21. Penerima Kontrak adalah produsen obat ikan yang berbentuk badan hukum atau perorangan Warga Negara Indonesia yang telah memperoleh izin penyediaan obat ikan. 22. Petugas Karantina Ikan adalah pegawai negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina berdasarkan undang-undang. 23. Ahli Kesehatan Ikan adalah seseorang yang mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan ikan melalui pendidikan formal. 24. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan. 25. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perikanan Budidaya. 26. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang membidangi karantina ikan,

4 pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan. 27. Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah di provinsi atau kabupaten/kota yang membidangi urusan perikanan. 28. Tim Penilai Obat Ikan adalah adalah tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal untuk melakukan penilaian dokumen pendaftaran obat ikan dan memberikan rekomendasi dalam penerbitan Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan serta memberikan saran dan pertimbangan dalam kebijakan penyediaan dan peredaran obat ikan. 29. Survailan Mutu Obat Ikan adalah pengumpulan data mutu obat ikan yang terdaftar dan sudah beredar dalam rangka pengendalian peredaran obat ikan. 30. Pemantauan Obat Ikan adalah rangkaian proses pengumpulan informasi obat ikan yang beredar yang dilakukan secara rutin dan terencana. 31. Pengendalian Obat Ikan adalah upaya yang dilakukan agar obat ikan yang disediakan dan diedarkan mememenuhi persyaratan bermutu, aman dan berkhasiat. 32. Cara Pembuatan Obat Ikan yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOIB adalah pedoman untuk mengatur seluruh proses produksi yang meliputi kegiatan mengolah bahan baku, produk antara, dan/atau produk ruahan (bulk) dan pengawasan mutu guna menghasilkan obat ikan yang aman, bermutu, dan berkhasiat. 33. Sertifikat Cara Pembuatan Obat Ikan yang Baik, yang selanjutnya disebut Sertifikat CPOIB adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa produsen obat ikan telah menerapkan persyaratan CPOIB. Pasal 2 Peraturan menteri ini dimaksudkan sebagai dasar hukum dalam penyelenggaraan pengendalian obat ikan dengan tujuan untuk: a. memberikan kepastian usaha dan kepastian hukum bagi pelaku usaha dalam melakukan kegiatan pembuatan, penyediaan dan peredaran obat ikan; b. menjamin keamanan, mutu dan khasiat obat ikan yang disediakan dan diedarkan; c. melindungi sumberdaya ikan, lingkungan dan konsumen (masyarakat) dari potensi dampak negatif obat ikan; d. meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan obat ikan. Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi: a. klasifikasi obat ikan; b. penggunaan obat ikan; c. penyediaan obat ikan; d. perizinan obat ikan; e. pendaftaran obat ikan; f. cara pembuatan obat ikan yang baik; g. pemasukan obat ikan; h. peredaran obat ikan; i. tempat pemasukan dan pengeluaran; j. pemasukan kembali; k. masa berlaku Surat Izin Penyediaan Obat Ikan, Surat Izin Peredaran Obat Ikan dan Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan; l. pemantauan dan surveilan obat ikan.

5 BAB II. KLASIFIKASI OBAT IKAN Pasal 4 Klasifikasi obat ikan berdasarkan jenis sediaannya digolongkan atas: a. biologik; b. farmasetik; c. premiks; d. probiotik; dan e. obat alami. Pasal 5 (1) Obat ikan dengan jenis sediaan biologik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, dihasilkan melalui proses biologi pada hewan atau jaringan hewan untuk menimbulkan kekebalan, mendiagnosa penyakit, atau mengobati penyakit dengan proses imunologik, antara lain vaksin, sera (antisera), antigen dan bahan diagnostika biologik. (2) Obat ikan dengan jenis sediaan farmasetik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, dihasilkan dari bahan anorganik maupun organik dan/atau reaksi sintesa kimia yang dipakai berdasarkan daya kerja farmakologi, antara lain hormon, antibiotika, antibakteria, kemoterapetika, anti parasit, anti jamur, anthelmintik dan anestetika. (3) Obat ikan dengan jenis sediaan premiks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, merupakan obat ikan yang dijadikan imbuhan pakan atau pelengkap pakan yang pemberiannya dicampurkan dalam pakan ikan, terdiri dari imbuhan pakan (feed additive) dan pelengkap pakan (feed supplement). (4) Imbuhan pakan (feed additive) sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan bahan tambahan untuk pakan yang secara alami tidak mengandung zat gizi atau nutrisi (nutrient) yang tujuan pemakaiannya antara lain memperindah warna ikan, pengaroma pakan, dan pengawet pakan. (5) Pelengkap pakan (feed supplement) sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan suatu zat yang secara alami sudah terkandung dalam pakan tetapi jumlahnya perlu ditingkatkan dengan menambahkannya dalam pakan, antara lain asam amino, vitamin, dan mineral. (6) Obat ikan dengan jenis sediaan probiotik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, dihasilkan dari mikroba non patogenik yang secara alami ada dalam lingkungandi air dan dalam tubuh ikan yang bekerja dengan proses bioremediasi, biokontrol saluran cerna dan sebagai penyaing bakteri patogen, antara lain bakteri Bacillus Subtillis, Lactobacillus, Nitrosomonas, dan Nitrobacter. (7) Obat ikan dengan jenis sediaan obat alami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, merupakan bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan asal tumbuhan, bahan asal hewan, bahan asal mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut tanpa penambahan zat kimia berdaya kerja obat dan khasiatnya hanya berdasarkan data empiris serta belum ada data klinis lengkap, antara lain ekstrak daun meniran dan ekstrak daun sambiloto.

6 Pasal 6 Klasifikasi obat ikan berdasarkan bahaya yang ditimbulkan dalam penggunaannya,digolongkan atas: a. Obat keras, merupakan obat ikan yang pemakaiannya harus dibawah pengawasan ahli kesehatan ikan dan/atau dokter hewan dan apabila penggunaannya tidak sesuai dengan ketentuan dapat menimbulkan bahaya bagi ikan, lingkungan dan/atau manusia yang mengkonsumsi ikan tersebut dan dapat diperoleh dengan resep dokter hewan; b. Obat bebas terbatas, merupakan obat keras untuk ikan yang diberlakukan sebagai obat bebas untuk jenis ikan tertentu dengan ketentuan disediakan dengan jumlah, aturan dosis, bentuk sediaan dan cara pemakaian tertentu dan dapat diperoleh tanpa resep dokter hewan; dan c. Obat bebas, merupakan obat ikan yang dapat diperoleh dan dipakai secara bebas tanpa resep dokter hewan dan/atau rekomendasi dari ahli kesehatan ikan. Pasal 7 (1) Obat keras sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, dikategorikan menjadi : a. obat keras yang dilarang dan tidak dapat didaftarkan; b. obat keras yang diperbolehkan dan dapat didaftarkan. (2) Obat keras yang dilarang dan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, dengan kriteria meliputi: a. mengandung zat aktif yang dilarang; b. merupakan zat aktif yang dipergunakan secara terbatas untuk pengobatan penyakit pada manusia (drug of choice); c. berpotensi tinggi menimbulkan gangguan terhadap kesehatan manusia; dan/atau d. mempunyai sifat yang tidak mudah untuk terdegradasi di lingkungan. (3) Obat keras yang diperbolehkan dan dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, dengan kriteria paling sedikit meliputi: a. tidak mengandung zat aktif yang dilarang; b. berpotensi rendah menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia; c. mudah terdegradasi; dan d. tidak berpotensi mencemari lingkungan. Pasal 8 Terhadap obat ikan baru yang mengandung zat berkhasiat baru, berkhasiat lama tetapi indikasinya baru, mengandung kombinasi baru dari zat aktif berkhasiat lama, dan/atau formulasi baru termasuk zat tambahannya, diperlakukan sebagai obat keras. Pasal 9 (1) Jenis dan golongan zat aktif yang ditetapkan sebagai obat keras yang dilarang, obat keras yang diperbolehkan, obat bebas terbatas dan obat bebas sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini;

7 (2) Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap jenis dan golongan zat aktif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) paling sedikit setiap 5 (lima) tahun sekali. Pasal 10 Setiap orang dapat menggunakan pestisida dalam kegiatan pembudidayaan ikan dengan ketentuan : a. pestisida terdaftar di instansi yang berwenang; b. peruntukkan pestisida untuk mengendalikan hama air dan/atau organisme sasaran dalam pembudidayaan ikan; dan c. dipergunakan sesuai dengan dosis dan aturan pakai. Pasal 11 (1) Setiap orang dilarang menggunakan obat-obatan dalam pembudidayaan ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan, lingkungan sumber daya ikan dan/atau kesehatan manusia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Kriteria penggunaan obat-obatan yang dapat membahayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. Penggunaan obat-obatan yang mengandung zat aktif yang dilarang; b. Penggunaan obat-obatan yang tidak memiliki Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan; c. Penggunaan obat-obatan tidak sesuai petunjuk penggunaan; dan d. Penggunaan obat-obatan yang tidak laik pakai. BAB III PENYEDIAAN BAHAN BAKU OBAT IKAN, OBAT IKAN DAN OBAT IKAN BERDASARKAN KONTRAK Bagian Kesatu Bahan Baku Obat Ikan Pasal 12 (1) Bahan baku obat ikan dapat berasal dari penyediaan dalam negeri maupun pemasukan dari luar negeri. (2) Penyediaan bahan baku yang dipergunakan untuk obat ikan harus memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan ketentuan yang ada di farmakope dan/atau standar lainnya. (3) Penyediaan bahan baku melalui pemasukan dari luar negeri hanya dapat dilakukan oleh importir obat ikan yang memiliki Angka Pengenal Importir (API). (4) Penyediaan bahan baku melalui pemasukan dari luar negeri untuk penelitian, harus memiliki Angka Pengenal Importir (API). Pasal 13 Bahan baku obat ikan yang disediakan tidak boleh didistribusikan secara langsung ke pembudidaya ikan. Bagian Kedua

8 Obat Ikan Pasal 14 (1) Penyediaan obat ikan dilakukan melalui pembuatan di dalam negeri dan pemasukan dari luar negeri; (2) Penyediaan obat ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, manfaat dan mutu; (3) Penyediaan obat ikan dilakukan dengan mengutamakan pembuatan di dalam negeri; (4) Penyediaan obat ikan melalui pemasukan dari luar negeri dapat dilakukan apabila produsen obat ikan di negara asal telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP); (5) Penyediaan obat ikan melalui pemasukan dari luar negeri hanya dapat dilakukan oleh importir yang telah memiliki API sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku; (6) Penyediaan obat ikan melalui pembuatan di dalam negeri dilakukan dengan menerapkan prinsip CPOIB. Pasal 15 (1) Penyediaan obat ikan sediaan biologik, probiotik, dan obat alami harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. obat ikan sediaan probiotik dalam satu sediaan paling banyak mengandung 5 (lima) spesies mikroba dengan kepadatan masingmasing spesies paling sedikit 10 6 cfu/ml atau 10 6 cfu/g; dan/atau b. obat ikan sediaan obat alami dalam satu sediaan paling banyak mengandung 5 (lima) jenis simplisia. (2) Setiap orang dilarang melakukan penyediaan obat ikan sediaan biologik jenis vaksin untuk jenis penyakit ikan yang belum ada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (3) Setiap orang dilarang melakukan penyediaan obat ikan sediaan biologik untuk diagnosa penyakit yang jenis penyakitnya belum ada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (4) Larangan penyediaan obat ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikecualikan bagi obat ikan sediaan biologik yang tidak mengandung mikroba hidup dan/atau bagiannya yang membawa unsur patogen. (5) Setiap orang dilarang melakukan penyediaan obat ikan sediaan biologik jenis vaksin untuk pencegahan penyakit ikan yang berupa jenis vaksin aktif (live vaccine). (6) Penyediaan obat ikan sediaan farmasetik berupa antibiotika hanya dapat dilakukan sepanjang indikasinya untuk pengobatan penyakit bakterial dan tidak boleh dipergunakan untuk pencegahan penyakit ikan atau sebagai tambahan pakan ikan (feed additive); (7) Penyediaan obat ikan yang zat aktifnya atau salah satu zat aktifnya

9 merupakan produk rekayasa genetika/genetically Modified Organism (GMO), dapat dilakukan setelah memperoleh izin keamanan produk dari Komisi Keamanan Hayati (KKH), Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia; (8) Tata cara untuk memperoleh izin keamanan produk dari KKH, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Bagian Ketiga Obat Ikan Berdasarkan Kontrak Pasal 16 (1) Untuk mempermudah dan mempercepat penyediaan obat ikan produksi dalam negeri serta optimalisasi kapasitas pabrik yang telah ada, obat ikan dapat dibuat di dalam negeri berdasarkan kontrak (toll manufacturing). (2) Untuk menjamin mutu, keamanan, khasiat obat ikan dan memudahkan pengawasan serta kejelasan tanggung jawab terhadap suatu produk obat ikan yang dibuat berdasarkan kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberi kontrak dan penerima kontrak harus memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. (3) Pemberi kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan produsen yang memiliki Surat Izin Penyediaan Obat Ikan. (4) Penerima kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan produsen yang memiliki Surat Izin Penyediaan Obat Ikan dan Sertifikat CPOIB. Pasal 17 (1) Kontrak kerja sama toll manufacturing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) wajib memuat : a. Ruang lingkup kerja sama; b. Tujuan; c. Jangka waktu kontrak; d. Hak dan Kewajiban; f. Addendum; g. Keadaan Kahar (force majeur); h. Penyelesaian perselisihan. (2) Jangka waktu kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, paling lama 5 (lima) tahun dan tidak dapat diperpanjang. BAB IV IZIN DAN SYARAT PENERBITAN SURAT IZIN PENYEDIAAN OBAT IKAN DAN SURAT IZIN PEREDARAN OBAT IKAN Bagian Satu Izin Pasal 18 (1) Setiap orang yang melakukan usaha dibidang obat ikan harus

10 mendapatkan izin dari Menteri. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas : a. Surat Izin Penyediaan Obat Ikan; b. Surat Izin Peredaran Obat Ikan. Pasal 19 (1) Surat Izin Penyediaan Obat Ikan sebagaimana dimaksud Pasal 18 huruf a, diberikan kepada produsen obat ikan dan importir obat ikan; (2) Surat Izin Peredaran Obat Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b, diberikan kepada eksportir obat ikan, distributor obat ikan dan toko obat ikan. Pasal 20 (1) Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a dan b, dapat didelegasikan oleh Menteri kepada Direktur Jenderal. (2) Surat Izin Peredaran Obat Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b, dapat dilimpahkan kewenangan penerbitannya oleh Direktur Jenderal kepada Kepala Dinas Provinsi untuk distributor obat ikan dan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota untuk toko obat ikan. (3) Tata cara penerbitan Surat Izin Peredaran Obat Ikan yang menjadi kewenangan Kepala Dinas Provinsi dan/atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Dinas Provinsi dan/atau Peraturan Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan mengacu pada Peraturan Menteri. Bagian Kedua Syarat Penerbitan Surat Izin Penyediaan Obat Ikan Pasal 21 (1) Syarat penerbitan Surat Izin Penyediaan Obat Ikan untuk produsen obat ikan, terdiri dari : a. Syarat Administrasi: 1. fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) pemilik dan/atau penanggung jawab perusahaan; 2. fotokopi akte pendirian perusahaan (untuk Badan Usaha); 3. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemilik atau perusahaan; 4. fotokopi SIUP atau Izin Usaha Industri (IUI) atau Tanda Daftar Industri (TDI) dan/atau Tanda Daftar Perusahaan (TDP); 5. daftar rencana obat ikan yang akan diproduksi, yang memuat jenis sediaan, bentuk sediaan, jumlah produksi; dan 6. surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan kebenaran atas data dan informasi yang disampaikan. b. Syarat Teknis: Surat pernyataan bermaterai cukup dari pemilik atau penanggung jawab perusahaan yang menyatakan: 1. memiliki pabrik, yang terdiri atas ruang untuk bahan baku, produksi, ruahan, pengemasan dan pelabelan, serta gudang, dengan

11 dilengkapi gambar site plan pabrik dan tata letak (layout) ruangan; 2. memiliki sarana produksi, yang terdiri atas laboratorium dan peralatan sesuai dengan jenis sediaan obat ikan yang diproduksi, dengan dilengkapi daftar sarana produksi yang dimiliki; dan 3. memiliki tenaga ahli profesional yaitu: a. dokter hewan dan apoteker yang bekerja tetap sebagai penanggungjawab teknis obat ikan, apabila obat ikan yang diproduksi adalah premiks, farmasetik, biologik atau obat alami; b. dokter hewan, apoteker dan/atau sarjana perikanan atau sarjana biologi yang bekerja tetap sebagai penanggung jawab teknis obat ikan, apabila obat ikan yang diproduksi adalah probiotik. (2) Syarat penerbitan Surat Izin Penyediaan Obat Ikan untuk importir obat ikan, terdiri dari : a. Syarat Administrasi: 1. fotokopi KTP pemilik dan/atau penanggung jawab perusahaan; 2. fotokopi akte pendirian perusahaan, untuk badan usaha; 3. fotokopi NPWP pemilik atau perusahaan; 4. fotokopi Angka Pengenal Impor (API); 5. daftar rencana obat ikan yang akan di impor, yang memuat jenis sediaan, bentuk sediaan, dan jumlah yang di impor; dan 6. surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan kebenaran atas data dan informasi yang disampaikan. b. Syarat Teknis: 1. memiliki ruang penyimpanan untuk menjamin mutu obat ikan; 2. memiliki sarana penyimpanan untuk menjamin mutu obat ikan, yang disesuaikan dengan jenis sediaan obat ikan yang di impor, dengan dilengkapi daftar sarana penyimpanan yang dimiliki; dan 3. memiliki tenaga ahli profesional yaitu : a. dokter hewan atau apoteker sebagai penanggungjawab teknis obat ikan apabila obat ikan yang diimpor adalah premiks, farmasetik, biologik dan obat alami. b. sarjana perikanan atau sarjana biologi sebagai penanggung jawab teknis, apabila obat ikan yang diimpor adalah probiotik. (3) Syarat penerbitan Surat Izin Peredaran Obat Ikan untuk eksportir obat ikan, terdiri dari : a. Syarat Administrasi: 1. fotokopi KTP pemilik atau penanggung jawab perusahaan; 2. fotokopi akte pendirian perusahaan, untuk badan usaha; 3. fotokopi NPWP pemilik atau perusahaan; 4. fotokopi SIUP atau Tanda Daftar Perusahaan (TDP); 5. daftar rencana obat ikan yang akan diekspor, yang memuat jenis sediaan, bentuk sediaan, macam sediaan dan jumlah yang akan diekspor; dan 6. surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan kebenaran atas data dan informasi yang disampaikan. b. Syarat Teknis: 1. memiliki ruang penyimpanan untuk menjamin mutu obat ikan; 2. memiliki sarana penyimpanan untuk menjamin mutu obat ikan, yang disesuaikan dengan jenis sediaan obat ikan yang di ekspor, dengan dilengkapi daftar sarana penyimpanan yang dimiliki; dan 3. memiliki tenaga ahli profesional yaitu: a. dokter hewan atau apoteker sebagai penanggung jawab teknis

12 obat ikan apabila obat ikan yang diekspor adalah pemiks, farmasetik, biologik dan obat alami. b. sarjana perikanan atau sarjana biologi sebagai penanggung jawab teknis, apabila obat ikan yang diekspor adalah probiotik. (4) Syarat penerbitan Surat Izin Peredaran Obat Ikan untuk distributor obat ikan, terdiri dari : a. Syarat Administrasi: 1. fotokopi KTP pemilik atau penanggung jawab perusahaan; 2. fotokopi akta pendirian perusahaan, untuk badan usaha; 3. fotokopi NPWP pemilik atau perusahaan; 4. fotokopi SIUP atau Tanda Daftar Perusahaan (TDP); 5. surat penunjukan sebagai distributor dari produsen atau importir obat ikan; 6. daftar rencana obat ikan yang akan distribusikan, yang memuat jenis sediaan, bentuk sediaan, dan jumlah obat ikan yang akan didistribusikan; dan 7. surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan kebenaran atas data dan informasi yang disampaikan. b. Syarat Teknis: 1. memiliki ruang penyimpanan untuk menjamin mutu obat ikan; 2. memiliki sarana penyimpanan untuk menjamin mutu obat ikan, yang disesuaikan dengan jenis sediaan obat ikan yang di distribusikan, dengan dilengkapi daftar sarana penyimpanan yang dimiliki; dan 3. memiliki tenaga ahli profesional yaitu: a. dokter hewan atau apoteker sebagai penanggung jawab teknis apabila obat ikan yang diekspor adalah premiks, farmasetik, biologik dan obat alami; atau b. sarjana perikanan atau sarjana biologi sebagai penanggung jawab teknis, apabila obat ikan yang diekspor adalah probiotik. (5) Syarat permohonan Surat Izin Peredaran Obat Ikan untuk toko obat ikan: a. Syarat Administrasi: 1. fotokopi KTP pemilik toko; 2. fotokopi NPWP pemilik toko; 3. surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan kebenaran atas data dan informasi yang disampaikan. b. Syarat Teknis : memiliki tempat penyimpanan untuk menjamin mutu obat ikan yang akan diedarkan. Bagian ketiga Mekanisme Penerbitan Surat Izin Penyediaan Obat Ikan dan Surat Izin Peredaran Obat Ikan Pasal 22 (1) Untuk memiliki Surat Izin Penyediaan Obat Ikan dan/atau Surat Izin Peredaran Obat Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a dan b, maka produsen obat ikan, importir obat ikan atau eksportir obat ikan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan disertai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), (2) dan (3).

13 (2) Berdasarkan permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 2 (dua) hari kerja dilakukan verifikasi kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan. (3) Berdasarkan hasil verifikasi kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal melakukan pemeriksaan lapang paling lama 4 (empat) hari kerja. (4) Berdasarkan rekomendasi hasil verifikasi yang telah dilakukan dan hasil pemeriksaan lapang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Izin Penyediaan Obat Ikan dalam waktu paling lama 8 (delapan) hari kerja. (5) Hasil pemeriksaan lapang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Lapang dengan kriteria sesuai dan tidak sesuai. (6) Apabila hasil pemeriksaan lapang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan sesuai, maka diterbitkan Surat Izin Penyediaan Obat Ikan. (7) Apabila hasil pemeriksaan lapang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan tidak sesuai, maka pemohon wajib melakukan perbaikan persyaratan teknis sesuai dengan hasil ketidaksesuaian yang ditemukan. (8) Format dan check list pemeriksaan lapang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (9) Bentuk dan format Surat Izin Penyediaan Obat Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Bagian Keempat Kewajiban Pemegang Izin Pasal 23 (1) Produsen dan Importir obat ikan yang t e l a h memiliki Surat Izin Penyediaan Obat Ikan wajib: a. melakukan kegiatan penyediaan obat ikan paling lama 2 (dua) tahun sejak Surat Izin Penyediaan Obat Ikan diterbitkan; b. mendaftarkan obat ikan yang disediakan; c. melakukan proses perpanjangan Surat Izin Penyediaan Obat Ikan, Surat Izin Peredaran Obat Ikan dan/atau Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan apabila masa berlakunya telah habis; d. menginformasikan kepada Direktur Jenderal apabila tidak melakukan perpanjangan Surat Izin Penyediaan Obat Ikan, Surat Izin Peredaran Obat Ikan dan/atau Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan; e. menyediakan obat ikan sesuai dengan jenis sediaan obat ikan yang tercantum dalam izin yang diterbitkan; f. menjaga konsistensi mutu obat ikan; g. melakukan pencatatan terhadap setiap obat ikan yang disediakan; h. melaporkan hasil realisasi setiap 6 (enam) bulan kepada Direktur Jenderal yang berisi: 1. jenis dan volume obat ikan yang disediakan; 2. jenis dan volume obat ikan yang diedarkan.

14 (2) Eksportir obat ikan yang memiliki Surat Izin Peredaran Obat Ikan wajib: a. mengedarkan obat ikan yang memiliki Nomor Pendaftaran Obat Ikan; b. mengedarkan obat ikan sesuai dengan jenis sediaan obat ikan yang tercantum dalam izin yang diterbitkan; c. melakukan pencatatan terhadap setiap obat ikan yang diekspor, dan d. melaporkan hasil realisasi setiap 6 (enam) bulan kepada Direktur Jenderal yang berisi jenis obat ikan dan volume obat ikan yang diekspor. (3) Distributor obat ikan yang memiliki Surat Izin Peredaran Obat Ikan wajib: a.mengedarkan obat ikan yang memiliki Nomor Pendaftaran Obat Ikan; dan b. mengedarkan obat ikan sesuai dengan jenis sediaan obat ikan yang tercantum dalam izin yang diterbitkan. c. melakukan pencataan terhadap setiap obat yang diedarkan, dan d. melaporkan hasil realisasi setiap 6 (enam) bulan kepada Kepala Dinas pada tingkat Provinsi yang berisi : 1. jenis dan volume obat ikan yang diedarkan; 2. wilayah peredaran obat ikan yang telah diedarkan. (4) Toko obat ikan yang memiliki Izin Peredaran Obat Ikan wajib: a. mengedarkan obat ikan yang memiliki Nomor Pendaftaran Obat Ikan; b. melakukan pencataan terhadap setiap obat yang diedarkan, dan c. melaporkan hasil realisasi setiap 6 (enam) bulan kepada Kepala Dinas pada tingkat Kabupaten/Kota yang berisi : 1. jenis dan volume obat ikan yang diedarkan; 2. wilayah peredaran obat ikan yang telah diedarkan. Pasal 24 (1) Penggantian Surat Izin Penyediaan Obat Ikan dan/atau Surat Izin Peredaran Obat Ikan dilakukan apabila Surat Izin Penyediaan Obat Ikan dan/atau Surat Izin Peredaran Obat Ikan rusak atau hilang. (2) Produsen obat ikan, importir obat ikan, eksportir obat ikan, distributor obat ikan dan/atau toko obat ikan yang akan melakukan penggantian Surat Izin Penyediaan Obat Ikan dan/atau Surat Izin Peredaran Obat Ikan, dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas sesuai kewenangannya dengan disertai: a. Surat Izin Penyediaan Obat Ikan atau Surat Izin Peredaran Obat Ikan asli yang rusak, dalam hal S u r a t Izin Penyediaan Obat Ikan atau Surat Izin Peredaran Obat Ikan rusak; atau b. Surat Keterangan Hilang dari Kepolisian dan surat pernyataan bermeterai yang menyatakan kronologis kehilangan, dalam hal Surat Izin Penyediaan Obat Ikan atau Surat Izin Peredaran Obat Ikan hilang. (3) Direktur Jenderal atau Kepala Dinas sesuai kewenangannya menerbitkan Surat Izin Penyediaan Obat Ikan Pengganti atau Surat Izin Peredaran Obat Ikan Pengganti setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui.

15 BAB V SERTIFIKAT PENDAFTARAN OBAT IKAN Bagian Kesatu Umum Pasal 25 Obat Ikan yang disediakan melalui kegiatan pembuatan di dalam negeri dan pemasukan dari luar negeri wajib memiliki Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan dari Menteri. Bagian Kedua Syarat dan Mekanisme Penerbitan Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan Pasal 26 (1) Setiap orang untuk memiliki Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dan memenuhi: a. syarat administrasi; dan b. syarat teknis. (2) Syarat administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. surat permohonan yang ditandatangani oleh pemilik izin penyediaan dan penanggung jawab teknis obat ikan; b. fotokopi Surat Izin Penyediaan Obat Ikan. (3) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. sertifikat hasil pengujian mutu; b. laporan hasil pengujian lapang, untuk obat ikan yang memerlukan pengujian lapang; dan c. data teknis obat ikan. (4) Bagi obat ikan yang berasal pemasukan dari luar negeri, selain melampirkan syarat administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib dilengkapi dengan: a. fotokopi Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin ); b. fotokopi Surat Keterangan Sudah Diperjualbelikan (Certificate of Free Sale); c. fotokopi Certificate of Good Manufacturing Practice (GMP); d. fotokopi Sertifikat Bukan Produk Rekayasa Genetika (Certificate Non Genetically Modified Organism), untuk obat ikan sediaan biologik yang bukan produk rekayasa genetika; dan e. fotokopi Surat Penunjukan Keagenan atau Distributor (Letter of Appointment) dari produsen obat ikan di luar negeri kepada perusahaan importir obat ikan di Indonesia. (5) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, b, c, d dan e, diterbitkan dan disahkan oleh instansi berwenang di negara asal produk obat ikan dan apabila diperlukan dapat ditunjukkan dokumen aslinya. (6) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian

16 tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 27 (1) Pengujian mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a, dilakukan pada laboratorium di dalam negeri yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan pengujian dalam buku farmakope obat hewan Indonesia, farmakope Indonesia, farmakope lainnya, dan/atau buku standar analisis obat lainnya. (2) Pengujian mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a, dapat dilakukan pada laboratorium di luar negeri yang terakreditasi secara internasional apabila fasilitas dan/atau metode pengujian laboratorium di dalam negeri tidak tersedia. (3) Pengujian mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a, wajib dilengkapi dengan surat pengantar pengujian mutu yang diterbitkan Direktur Jenderal. (4) Surat pengantar pengujian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dilengkapi permohonan secara tertulis disertai data teknis obat ikan yang berupa: a. komposisi obat ikan; b. pemeriksaan obat jadi yang mencakup metode pengujian obat dan sertifikat analisa obat; c. keterangan penandaan (label). (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a, ditentukan dalam pedoman pengujian mutu obat ikan yang ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal. Pasal 28 (1) Hasil pengujian mutu yang telah memenuhi persyaratan, diterbitkan Sertifikat Pengujian oleh laboratorium penguji. (2) Hasil pengujian mutu yang tidak memenuhi persyaratan, diterbitkan Laporan Hasil Uji (LHU) dari laboratorium penguji. Pasal 29 (1) Pengujian lapang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf b, dilakukan oleh instansi/lembaga berkompeten yang meliputi uji verifikasi, khasiat dan/atau uji keamanan sesuai indikasi obat ikan. (2) Pengujian lapang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf b, dilakukan terhadap: a. obat ikan yang mengandung zat aktif yang belum pernah ada atau belum ada homolognya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. obat ikan yang indikasinya belum dapat dibuktikan secara ilmiah; dan/atau c. obat ikan dari golongan obat keras. (3) Instansi/lembaga yang berkompeten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal dan harus memenuhi syarat teknis,

17 yang terdiri atas: a. sarana dan prasarana; b. sumber daya manusia; dan c. metode pengujian. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian mutu, ditentukan dalam pedoman yang ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal. Pasal 30 Hasil pengujian lapang diterbitkan dalam bentuk laporan hasil pengujian lapang oleh instansi/lembaga. Pasal 31 (1) Syarat teknis obat ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b, dituangkan dalam formulir yang terdiri atas: a. komposisi obat ikan; b. proses pembuatan sediaan obat ikan; c. pemeriksaan obat ikan d. pemeriksaan bahan baku ; e. pemeriksaan stabilitas; f. daya farmakologi; g. publikasi percobaan klinis; h. keterangan tentang wadah, bungkus, tutup; dan i. keterangan tentang penandaan yaitu berupa tulisan dan/atau gambar yang dicantumkan pada pembungkus wadah, label/etiket dan brosur. (2) Pemeriksaan stabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dikecualikan bagi obat ikan: a. jenis mineral yang berbentuk serbuk (powder) yang masa kadaluarsanya di bawah 1 (satu) tahun; b. desinfektan yang masa kadaluarsanya di bawah 1 (satu) tahun; c. bahan alami. (3) Daya farmakologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, dikecualikan bagi obat ikan sediaan biologik khususnya untuk kit diagnostic. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian formulir pada syarat teknis obat ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal. Pasal 32 (1) Direktur Jenderal melakukan pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran syarat administrasi dan syarat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a dan b, paling lama 2 (dua) hari kerja yang hasilnya dapat berupa persetujuan atau penolakan. (2) Dalam rangka verifikasi dan analisis secara ilmiah atas kelengkapan syarat teknis dalam dokumen permohonan, Direktur Jenderal menetapkan Tim Penilai Obat Ikan. (3) Tim Penilai Obat Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan evaluasi teknis dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja

18 setelah permohonan dinyatakan disetujui. (4) Evaluasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. analisis secara ilmiah atas syarat teknis di dalam dokumen permohonan; b. evaluasi hasil uji mutu dan/atau uji lapang dibandingkan dengan syarat teknis di dalam dokumen permohonan. (5) Hasil evaluasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Direktur Jenderal. (6) Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak menerima rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menerbitkan: a. Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan, bagi obat ikan yang memenuhi syarat; atau b. Surat Penolakan Pendaftaran Obat Ikan, yang disertai alasan penolakan terhadap obat ikan yang tidak memenuhi syarat. (7) Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, memuat: a. nomor pendaftaran obat ikan; b. nama produsen/importir obat ikan; c. alamat lengkap produsen/importir obat ikan; d. alamat tempat produksi obat ikan; e. nama produsen obat ikan di luar negeri; f. nama dagang/merek obat ikan; h. klasifikasi obat ikan; i. bentuk obat ikan; j. jenis sediaan obat ikan; k. komposisi obat ikan; l. ukuran kemasan; dan m. masa berlaku Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan. (8) Bentuk dan format Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan dan tugas Tim Penilai Obat Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal. Pasal 33 (1) Kewajiban memiliki Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dikecualikan bagi : a. obat ikan yang disediakan oleh instansi/lembaga pemerintah/swasta untuk keperluan penelitian; dan b. obat ikan alami yang diolah secara sederhana, tidak mengandung obat keras dan digunakan untuk kepentingan sendiri. (2) Obat ikan alami yang diolah secara sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diolah dengan tidak menggunakan mesin. Pasal 34 Sertifikat Pendaftaran Obat Ikan dapat diberikan untuk obat ikan dengan

19 merek dagang dan susunan komposisi o b at i kan yang sama meskipun ukuran kemasan obat ikan yang berbeda. BAB VI CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG BAIK Bagian Kesatu Umum Pasal 35 (1) Setiap produsen obat ikan yang melakukan penyediaan obat ikan melalui pembuatan di dalam negeri wajib memiliki Sertifikat CPOIB yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal tanpa dikenakan biaya. (2) Sertifikat CPOIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Sertifikat CPOIB diterbitkan. Pasal 36 Sertifikasi CPOIB dilakukan terhadap setiap jenis dan bentuk sediaan obat ikan. Pasal 37 Setiap Sertifikat CPOIB yang diterbitkan dapat memuat lebih dari 1 (satu) jenis dan bentuk sediaan obat ikan yang disertifikasi. Bagian Kedua Tata Cara Penerbitan Sertifikat CPOIB Pasal 38 (1) Setiap produsen obat ikan untuk memiliki Sertifikat CPOIB harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal, disertai dengan persyaratan: a. fotokopi Surat Izin Penyediaan Obat Ikan; b. gambar tata letak (layout) ruangan; c. formulir data persyaratan penerbitan Sertifikat CPOIB; dan d. surat pernyataan bermaterai cukup yang menyatakan: 1) memiliki tenaga profesional yaitu: a) dokter hewan atau apoteker sebagai penanggung jawab teknis obat ikan, untuk sediaan farmasetik, premiks, biologik dan/atau obat alami; b) dokter hewan, ahli kesehatan ikan, atau apoteker sebagai penanggungjawab teknis obat ikan, untuk sediaan probiotik; dan 2) kebenaran data dan informasi yang disampaikan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memuat lebih dari 1 (satu) jenis dan bentuk sediaan obat ikan yang akan disertifikasi. (3) Formulir data persyaratan penerbitan Sertifikat CPOIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 39 (1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), Direktur Jenderal melakukan penilaian terhadap dokumen yang diajukan dengan mengacu pada persyaratan penerbitan Sertifkat CPOIB.

20 (2) Dalam hal dokumen yang diajukan telah sesuai dengan persyaratan penerbitan Sertifikat CPOIB, dilakukan pemeriksaan lapang guna melakukan verifikasi kebenaran dokumen permohonan yang diajukan. (3) Dalam melakukan penilaian terhadap dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemeriksaan lapang, Direktur Jenderal dapat dibantu oleh tenaga ahli. (4) Direktur Jenderal menerbitkan Sertifikat CPOIB atau penolakan penerbitan Sertifikat CPOIB disertai dengan alasan penolakan, paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja sejak diterimanya dokumen permohonan secara lengkap. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemeriksaan lapang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. (6) Bentuk dan format Sertifikat CPOIB sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 40 (1) Setiap produsen obat ikan yang telah memiliki Sertifikat CPOIB wajib: a. menjaga konsistensi penerapan Sertifikasi CPOIB; dan b. melaporkan kepada Direktur Jenderal, jika terdapat perubahan nama penanggung jawab teknis obat ikan. (2) Setiap produsen obat ikan yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b, dikenakan sanksi administratif. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari: a. peringatan tertulis; b. pembekuan Sertifikat CPOIB; dan c. pencabutan Sertifikat CPOIB. (4) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, diberikan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut, masingmasing dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kalender. (5) Pembekuan Sertifikat CPOIB sebagimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, diberikan dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender, apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga produsen obat ikan tidak melaksanakan kewajibannya. (6) Pencabutan Sertifikat CPOIB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, diberikan apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) apabila produsen obat ikan tidak melaksanakan ketentuan. Pasal 41 (1) Direktur Jenderal melakukan monitoring terhadap konsistensi penerapan syarat penerbitan Sertifikat CPOIB.

21 (2) Ketentuan mengenai monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. Bagian Ketiga Syarat Penerbitan Sertifikat CPOIB Pasal 42 Setiap produsen obat ikan yang melakukan penyediaan obat ikan melalui pembuatan di dalam negeri wajib menerapkan syarat penerbitan Sertifikat CPOIB. Pasal 43 (1) Syarat penerbitan Sertifikat CPOIB meliputi: a. manajemen mutu; b. personalia; c. bangunan dan fasilitas; d. peralatan; e. sanitasi dan higiene; f. produksi; g. pengawasan mutu; h. audit internal dan audit mutu; i. penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk kembalian; j. dokumentasi; dan k. kualifikasi dan validasi. (2) Manajemen mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. jaminan mutu; dan b. pengkajian ulang mutu produk. (3) Personalia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. personel inti; dan b. personel yang kegiatannya berpengaruh pada mutu produk. (4) Bangunan dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas: a. area penimbangan; b. area produksi; c. area penyimpanan; d. area pengawasan mutu; dan e. area pendukung. (5) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas: a. desain dan konstruksi peralatan; b. pemasangan dan penempatan; dan c. perawatan. (6) Sanitasi dan higiene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri atas: a. higiene perorangan; b. sanitasi bangunan dan fasilitas; c. higiene dan sanitasi peralatan; dan d. validasi prosedur sanitasi dan higiene.

22 (7) Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, terdiri atas: a. bahan awal; b. validasi proses; c. pencegahan pencemaran silang; d. sistem penomoran batch/lot; e. penimbangan dan penyerahan; f. pengembalian; g. pengolahan; h. bahan dan produk kering; i. pencampuran dan granulasi; j. pencetak tablet; k. cairan (non steril); l. bahan pengemas; m. kegiatan pengemasan; n. pra-kodifikasi bahan pengemas; o. kesiapan jalur; p. proses pengemasan; q. penyelesaian kegiatan pengemasan; r. pengawasan selama proses; s. bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan; t. karantina dan penyerahan produk jadi; u. catatan pengendalian pengiriman obat ikan; v. penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan (bulk) dan produk jadi; dan w. pengiriman dan pengangkutan. (8) Pengawasan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, dilaksanakan mengikuti ketentuan cara berlaboratorium pengawasan mutu yang baik (Good Laboratories Practices), yang terdiri atas: a. bangunan dan fasilitas; b. personil; c. peralatan; d. pereaksi dan media kultur; e. baku pembanding/standar baku; f. spesifikasi dan prosedur pengujian; g. catatan analisis; h. penanganan pengambilan sampel; i. penanganan bahan awal; j. pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan (bulk), dan produk jadi; k. penanganan bahan pengemas; l. pemantauan lingkungan; m. pengawasan selama proses; n. pengujian ulang bahan yang diluluskan; o. penanganan pengolahan ulang; p. evaluasi pengawasan mutu terhadap prosedur produksi; dan q. pengujian stabilitas. (9) Inspeksi diri (audit internal) dan audit mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, terdiri atas: a. inspeksi diri (audit internal), yang meliputi: 1) aspek inspeksi diri; 2) tim inspeksi diri; 3) cakupan dan frekuensi inspeksi; 4) laporan dan tindak lanjut; dan

23 5) audit dan persetujuan pemasok. b. audit mutu. (10) Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk kembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, terdiri atas: a. keluhan; b. penarikan kembali produk; dan c. produk kembalian. (11) Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j, terdiri dari: a. dokumentasi manajemen mutu; b. dokumentasi personalia; c. dokumentasi bangunan dan fasilitas; d. dokumentasi peralatan; e. dokumentasi sanitasi dan higiene; f. dokumentasi produksi; g. dokumentasi pengawasan mutu; h. dokumentasi inspeksi diri (audit internal) dan audit mutu; i. dokumentasi penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk kembalian; dan j. dokumentasi kualifikasi dan validasi. (12) Kualifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k, terdiri atas: a. perencanaan validasi; b. kualifikasi; c. validasi prospektif; d. validasi konkuren; e. validasi retrospektif; f. validasi pembersihan; g. pengendalian perubahan; h. validasi ulang; i. validasi metode analisis; dan j. jenis metode analisis yang divalidasi. (13) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan CPOIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB VII PERUBAHAN DAN PERPANJANGAN SERTIFIKAT CPOIB Bagian Kesatu Perubahan Sertifikat CPOIB Pasal 44 Perubahan Sertifikat CPOIB dilakukan apabila terdapat perubahan: a. nama pemilik, untuk produsen perorangan; b. nama penanggung jawab perusahaan, untuk produsen perusahaan obat ikan; c. tempat kedudukan perusahaan; dan/atau d. alamat pemilik, untuk produsen yang berupa perorangan. Pasal 45

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2012 TENTANG OBAT IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2012 TENTANG OBAT IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2012 TENTANG OBAT IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.139,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2012 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN No.893, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 11 /PERMEN-KP/2017 TENTANG OBAT IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 11 /PERMEN-KP/2017 TENTANG OBAT IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 11 /PERMEN-KP/2017 TENTANG OBAT IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.04/MEN/2012 TENTANG OBAT IKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 /PERMEN-KP/2017 TENTANG OBAT IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 /PERMEN-KP/2017 TENTANG OBAT IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 /PERMEN-KP/2017 TENTANG OBAT IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

-2- yang optimal dengan tetap menjamin kelestarian Sumber Daya Ikan dan lingkungannya. Adapun pokok materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerint

-2- yang optimal dengan tetap menjamin kelestarian Sumber Daya Ikan dan lingkungannya. Adapun pokok materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerint TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PETERNAKAN. Ikan. Pembudidayaan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 166) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: a. bahwa untuk lebih meningkatkan kesehatan dan produksi peternakan diperlukan tersedianya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa untuk melindungi hewan dan masyarakat yang mengkonsumsi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/PERMEN-KP/2017 TENTANG TINDAKAN KARANTINA TERHADAP PEMASUKAN OBAT IKAN JENIS SEDIAAN BIOLOGIK KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER /MEN-KP/2017 TENTANG SERTIFIKASI CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER /MEN-KP/2017 TENTANG SERTIFIKASI CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER /MEN-KP/2017 TENTANG SERTIFIKASI CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.15/MEN/2007 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA OBAT IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.15/MEN/2007 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA OBAT IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.15/MEN/2007 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA OBAT IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PEMERIKSAAN LAPANG DALAM RANGKA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG BAIK DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Izin Usaha. Obat Hewan. Pemberian. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Izin Usaha. Obat Hewan. Pemberian. Pencabutan. No.92, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Izin Usaha. Obat Hewan. Pemberian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 18/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor No. 1576, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KP. CPIB. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2016 TENTANG CARA PEMBENIHAN IKAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA KERTAS DAN KARTON UNTUK KEMASAN PANGAN SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.739, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengawasan. Bahan Obat. Obat Tradisional. Suplemen Kesehatan. Pangan. Pemasukan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/Permentan/SR.140/8/2011 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/Permentan/SR.140/8/2011 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/Permentan/SR.140/8/2011 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Mengingat: 1. bahwa untuk lebih meningkatkan kesehatan dan produksi

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PAKAN IKAN.

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PAKAN IKAN. RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PAKAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMENTAN/HR.060/5/2017 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMENTAN/HR.060/5/2017 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMENTAN/HR.060/5/2017 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, No.797, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Pendaftaran dan Peredaran Pakan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/PERMENTAN/PK.110/6/2017 TENTANG PENDAFTARAN DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1542, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pencantuman Label. Barang. Bahasa Indonesia. Kewajiban. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/M-DAG/PER/11/2013

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.946, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor. Produk Hortikultura. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/M-DAG/PER/9/2012 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R No.1706, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Wajib Kemasan. Minyak Goreng. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG MINYAK GORENG WAJIB

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG TINDAKAN KARANTINA TERHADAP PEMASUKAN OBAT IKAN JENIS SEDIAAN BIOLOGIK KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN, 19 DESEMBER 2016 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN, 19 DESEMBER 2016 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email subdit_standarkosmetik@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat 22 Desember

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan. No.93, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Tata Cara. Syarat. Pendaftaran Pakan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.716, 2017 KEMTAN. Impor Produk Hortikultura. Rekomendasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMENTAN/HR.060/5/2017 TENTANG REKOMENDASI

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini,

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.166, 2017 PETERNAKAN. Ikan. Pembudidayaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 6101) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.15/MEN/2011 TENTANG PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN YANG MASUK KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1381 TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.148,2012 KEMENTERIAN PERTANIAN. Rekomendasi. Impor. Produk. Hortikultura. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/Permentan/OT.140/1/2012 TENTANG REKOMENDASI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. No.81, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Surat Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2016 TENTANG CARA PEMBENIHAN IKAN YANG BAIK

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2016 TENTANG CARA PEMBENIHAN IKAN YANG BAIK PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2016 TENTANG CARA PEMBENIHAN IKAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN YANG MASUK KE DALAM WILAYAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat : a. bahwa untuk lebih meningkatkan kesehatan dan produksi

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P No.1730, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. SNI. Air Mineral Demineral. Air Mineral CAlami. Air Minum Embun. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, bahwa sebagai tindak lanjut

Lebih terperinci

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEREDARAN OBAT TRADISIONAL IMPOR BAB I KETENTUAN UMUM.

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEREDARAN OBAT TRADISIONAL IMPOR BAB I KETENTUAN UMUM. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1297/MENKES/PER/XI/1998 TENTANG PEREDARAN OBAT TRADISIONAL IMPOR MENTERI KESEHATAN REBUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2011 TENTANG HASIL PERIKANAN DAN SARANA PRODUKSI BUDIDAYA IKAN DARI NEGARA JEPANG YANG MASUK KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No. 1083, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Tepung Terigu. Standar Nasional Indonesia. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/M-IND/PER/7/2015

Lebih terperinci

2 Menetapkan 2. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 36, Tambahan Lemb

2 Menetapkan 2. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 36, Tambahan Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1161, 2014 KEMEN KP. Karantina. Ikan. Instalasi. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/PERMEN-KP/2014 TENTANG INSTALASI KARANTINA IKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.15/MEN/2011 TENTANG PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN YANG MASUK KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 33/PERMEN-KP/2014 TENTANG INSTALASI KARANTINA IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 33/PERMEN-KP/2014 TENTANG INSTALASI KARANTINA IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/PERMEN-KP/2014 TENTANG INSTALASI KARANTINA IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.54, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Benih Bina. Peredaran. Produksi. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, \ PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/PERMEN-KP/2015 TENTANG PENGENDALIAN RESIDU OBAT IKAN, BAHAN KIMIA, DAN KONTAMINAN PADA KEGIATAN PEMBUDIDAYAAN IKAN KONSUMSI DENGAN

Lebih terperinci

=DITUNDA= PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Pert/SR.130/2/2006 TENTANG

=DITUNDA= PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Pert/SR.130/2/2006 TENTANG =DITUNDA= PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Pert/SR.130/2/2006 TENTANG PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN KETENTUAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 505/Kpts/SR.130/2/12/2005 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN

Lebih terperinci

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lampiran : Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Nomor KEP. 70/DJ-PB/2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerbitan Surat Keterangan Teknis Impor Pakan Dan/Atau Bahan Baku Pakan Ikan BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN FILE EDIT 16 November 2016 Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat

Lebih terperinci

PERAN ASOHI DALAM PELAKSANAAN IMPORTASI, PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ANTIBIOTIKA DI SEKTOR PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DI INDONESIA

PERAN ASOHI DALAM PELAKSANAAN IMPORTASI, PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ANTIBIOTIKA DI SEKTOR PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DI INDONESIA PERAN ASOHI DALAM PELAKSANAAN IMPORTASI, PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ANTIBIOTIKA DI SEKTOR PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DI INDONESIA ASOHI NASIONAL SEKRETARIAT ASOHI RUKO GRAND PASAR MINGGU 88A JL RAYA RAWA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1384 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL, OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA No.225, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH MENTERI PERTANIAN, Menimbang: a. Mengingat : 1. bahwa pupuk organik dan pembenah tanah sangat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2007 TENTANG MONITORING RESIDU OBAT, BAHAN KIMIA, BAHAN BIOLOGI, DAN KONTAMINAN PADA PEMBUDIDAYAAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG 1 PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG AKREDITASI LEMBAGA PENILAIAN KESESUAIAN PENYEDIA JASA DI BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 7-8 Juli 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 053 TAHUN 2006 TENTANG WAJIB DAFTAR PELUMAS YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 053 TAHUN 2006 TENTANG WAJIB DAFTAR PELUMAS YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 053 TAHUN 2006 TENTANG WAJIB DAFTAR PELUMAS YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, Menimbang:

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN RISIKO KEAMANAN PANGAN DI INDUSTRI

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM. Pasal 1

KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan.. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.19/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 08/MEN/2004 TENTANG TATA CARA PEMASUKAN IKAN JENIS ATAU VARIETAS BARU KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci