BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan dalam rumah tangga selalu terjadi tanpa mengenal status sosial kehidupan seseorang baik golongan miskin, menengah, ke atas maupun ke bawah bahkan golongan atas sekalipun tidak pernah terhindarkan dari yang namanya bentuk kekerasan dalam rumah tangga, baik kekerasan fisik, psikis, seksual, maupun kekerasan ekonomi (penelantaran rumah tangga). Kekerasan dalam lingkup rumah tangga sangat luas cakupannya, tidak hanya mencakup terhadap istri tetapi juga mencakup orang-orang yang bekerja di dalam rumah tangga itu. Dalam kaitan ini, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga memberikan ruang lingkup dan batasan ruamh tangga sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 2 ayat (1) sebagai berikut: 1. Suami, isteri dan anak. 2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam tangga ; dan/atau 3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Kemudian di dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tersebut menerangkan bahwa orang yang bekerja sebagaimana dimaksud pada huruf (c) 1

2 2 dipandang sebgai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan. Kekerasan dalam rumah tangga pada dasarnya sudah terjadi pada masa kehidupan jaman dahulu sekalipun belum penelitian, namun tidak terdengar karena pada jaman dulu tidak ada media elektronik dan media sosial, sehingga tidak terekspos. Sedangkan saat ini terjadinya kekerasan dalam rumah tangga baik di media cetak, media elektronik, maupun di media lain baik kekerasan fisik, psikis, seksual, dan kekerasan ekonomi sangat mudah dijumpai dengan berbagai bentuk penanganan. Kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga pada dasarnya sering dilakukan oleh suami terhadap istri, oleh suami istri terhadap pembantu dan lain-lain. Namun yang terjadi saat ini kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga selain dilakukan oleh suami terhadap istri juga bisa dilakukan oleh istri terhadap suami, tetapi dalam penelitian ini penekanannya adalah kekerasan terhadap istri yang terjadi dalam lingkup rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan khususnya terhadap perempuan oleh pasangannya maupun anggota keluarga dekatnya, terkadang juga menjadi permasalahan yang tidak pernah diangkat ke permukaan. Meskipun kesadaran terhadap pengalaman kekerasan terhadap wanita berlangsung setiap saat, fenomena kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan diidentikkan dengan sifat permasalahan ruang privat. Dari perspektif tersebut, kekerasan seperti terlihat sebagai suatu tanggung jawab pribadi dan perempuan diartikan sebagai orang yang bertanggung jawab baik itu untuk

3 3 memperbaiki situasi yang sebenarnya didikte oleh norma-norma sosial atau mengembangkan metode yang dapat diterima dari penderitaan yang tak terlihat. 1 Kekerasan dalam rumah tangga seringkali menggunakan paksaan yang kasar untuk menciptakan hubungan kekuasaan di dalam keluarga, di mana perempuan diajarkan dan dikondisikan untuk menerima status yang rendah terhadap dirinya sendiri. Kekerasan Dalam Rumah Tangga seakan-akan menunjukkan bahwa perempuan lebih baik hidup di bawah belas kasih pria. Hal ini juga membuat pria, dengan harga diri yang rendah, menghancurkan perasaan perempuan dan martabatnya karena mereka merasa tidak mampu untuk mengatasi seorang perempuan yang dapat berpikir dan bertindak sebagai manusia yang bebas dengan pemikiran dirinya sendiri, seperti pemukulan terhadap istri menjadi hal umum dan menjadi suatu keadaan yang serba sulit bagi perempuan di setiap bangsa, kasta, kelas, agama maupun wilayah. 2 Pemahaman dasar terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga sebagai isu pribadi telah membatasi luasnya solusi hukum untuk secara aktif mengatasi masalah tersebut. Di sebagian besar masyarakat, Kekerasan Dalam Rumah Tangga belum diterima sebagai suatu bentuk kejahatan. Bagaimanapun juga, sebagai suatu hasil advokasi kaum feminis dalam lingkup Hak Asasi Manusia (HAM) internasional, 1 Anonymous, Perlindungan Terhadap Perempuan Melalui Undang-Undang Kekerasan dalam Rumah Tangga: Analisa Perbandingan Antara Indonesia dan India, dalam Jurnal Hukum Saturday, 24 November 2017, diakses 27 September Ibid.

4 4 tanggung jawab sosial terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga secara bertahap telah diakui sebagian besar negara di dunia. 3 Menurut Herkutanto, jika ditinjau dari segi tempat terjadinya kekerasan, kekerasan fiksik dan psikis terjadi dalam lingkungan rumah tangga atau di luar rumah tangga. Ditinjau dari segi pelakunya kekerasan fisik dan psikis dalam rumah tangga dapat dibedakan antara pelaku orang dewasa (suami, istri, pembantu rumah tangga) dan orang dewasa dengan anak-anak (orang tua terhadap anak dan sebaliknya). Sedangkan di luar rumah tangga kekerasan tersebut dapat dilakukan laki-laki maupun sesama perempuan. 4 Jika memperhatikan penyebab utama kekerasan terhadap istri adalah karena adanya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender yang menempatkan perempuan sub ordinat terhadap laki-laki, sehinga istri dianggap milik suami mens property 5 pendapat ini didasarkan pada anggapan bahwa laki-laki bukan saja pencari nafkah keluarga, tetapi memang haknya demikian. Oleh karena itu, laki-laki dianggap sah dan berhak memperlakukan istri sekehendak hati. Kondisi sosial budaya semacam itu terusmenerus bertahan pada masyarakat, sehingga walaupun seorang perempuan bekerja 3 Ibid. 4 Herkutanto, Kekerasan Terhadap Perempuan dan Sistem Hukum Pidana: Pendekatan dari Sudut Kedokteran. (Bandung: Alumni, 2000), hlm Indriyati Suparno, et. al, Persepsi Pengetahuan Perempuan dan Gambaran Situasi Kekerasan Terhadap Istri, (Solo: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 3

5 5 ataupun berpendidikan lebih tinggi kedudukannya tetap sub ordinat yang berarti harus melayani suami dan keluarga serta berhak diperlakukan semaunya. Selain itu, di kalangan masyarakat sendiri muncul anggapan bahwa terjadinya kekerasan dalam rumah tangga masalah pribadi seseorang, sehingga orang lain tidak perlu ikut campur dan masalah kekerasan dalam rumah tangga penyelesainya diselesaikan secara kekeluargaan. Di samping itu, istri harus patuh terhadap suami karena suami sebagai kepala rumah tangga mengendalikan kehidupan tangga, sehingga istri harus patuh kepada suami. Dalam kondisi kekerasan yang terjadi di atas, maka untuk mengungkapkan kekerasan tersebut harus ada keberanian dari pihak korban untuk melaporkan kejadian kekerasan dalam rumah tangga terhadap pihak kepolisian dan saksi di mana saksi dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan/atau ia alami sendiri, baik keluarga sendiri maupun orang lain yang mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini dapat diketahui kasus kekerasan dalam rumah tangga yang korbannya istri, yaitu telah terjadi kekerasan fisik dalam rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dilakukan oleh tersangka Moch. Endik terhadap korban atas nama Ika Prasetyowati yang terjadi pada malam hari Jum at tanggal 03 Juli 2015 sekira pukul WIB di jalan Mayjen Panjaitan XVII/73 RT. 003 RW.006 Kel. Penanggungan Kec. Klojen Kota Malang, dan tersangka ditetapkan melanggar Pasal 44

6 6 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Untuk memberikan perlindungan dan pengakuan serta penghormatan terhadap hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia atas terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, maka pada tanggal 22 September Tahun 2004 Presiden Republik Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95 sebagai jaminan hukum bagi kehidupan kerukunan dalam rumah tangga. Beberapa kasus yang terjadi di kota Malang sebagaimana data pada Polres Malang Kota sejak tahun 2015, jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga sampai dengan tahun 2016, menarik untuk dikaji pelaksanaan kasus Kekerasan Fisik yang terjadi dalam lingkup rumah tangga BAP Nomor: BP/153/VII/2015/Satreskrim dengan tersangka MOCH. ENDIK dan Korban IKA PRASETYOWATI, dari paparan tersebut, maka diangkat sebuah penelitian Skripsi dengan judul: Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga Sebagai Wujud Pengakuan Hak-Hak Perempuan: Studi Tentang Kekerasan Terhadap Istri di Polres Malang Kota. B. Perumusan Masalah Untuk memberikan batas kajian ini agar tidak melebar, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap terjadinya korban kekerasan dalam rumah tangga sebagai wujud pengakuan terhadap hak-hak perempuan?

7 7 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perlindungan kekerasan terhadap terjadinya korban kekerasan dalam rumah tangga? C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan 1. Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: a) Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap terjadinya korban kekerasan dalam rumah tangga sebagai wujud pengakuan terhadap hakhak perempuan. b) Untuk mengungkap dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perlindungan kekerasan terhadap terjadinya korban kekerasan dalam rumah tangga. 2. Kegunaan Penulisan Sedangkan kegunaan yang akan memberikan manfaat dalam penulisan hukum ini baik manfaat teoritis maupun praktis sebagai berikut: a. Kegunaan Teoritis Secara teoritis penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum, dalam perspektif perlindungan hukum terhadap integritas tubuh korban kekerasan dalam rumah tangga sebagai wujud pengakuan hak-hak perempuan.

8 8 b. Kegunaan Praktis 1) Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyempurnakan pengaturan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. 2) Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang akan menambah pengetahuan mengenai hak-hak korban kekerasan dalam rumah tangga. 3) Bagi Mahasiswa Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian pembanding dalam mengkaji problematika yang berkaitan dengan integritas tubuh korban kekerasan dalam rumah tangga yang harus dihormati dan dilindungi. D. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Perlindungan Hukum Terhadap Integritas Tubuh Perempuan Akibat Kekerasan Rumah Tangga Menurut Sudikno, fungsi kaídah hukum pada hakekatnya adalah untuk melindungi kepentingan manusia atau kelompok manusia. Adapun tujuan kaidah hukum adalah ketertiban masyarakat. Kalau kepentingan manusia terlindungi, maka keadaan masyarakat akan tertib. Kaidah hukum bertugas mengusahakan keseimbangan tatanan di dalam masyarakat dan kepastian hukum agar tujuannya

9 9 tercapai, yaitu ketertiban masyarakat. 6 Oleh karena itu, perlindungan adalah membuat rasa aman dari segala sesuatu yang mengancam jiwa. 7 Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pasal 1 angka (4) menyatakan bahwa perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Sedangkan angka (5) menyatakan perlindungan Sementara adalah perlindungan yang langsung diberikan oleh kepolisian dan/atau lembaga sosial atau pihak lain, sebelum dikeluarkannya penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. Sedangkan arti Integrity atau integritas adalah suatu konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Dalam etika, integritas diartikan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan seseorang. Lawan dari integritas adalah hipocrisy (hipokrit atau munafik). Seorang dikatakan mempunyai integritas apabila tindakannya sesuai dengan nilai, keyakinan, dan prinsip yang dipegangnya (Wikipedia). 6 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum : Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2006), hlm. 11 Liberty. 7 Andhini T Nirmala, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Prima Media,tanpa tahun), hlm. 247

10 10 Integritas dalam web KKBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) ini penjabaran dari pengertian kata integrate dan integrity yang menyangkut kepribadian seseorang atau organisasi. Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran KBBI). Sedangkan dalam kamus Bahasa Indonesia, integritas dimaknai kebulatan, keterpaduan, keutuhan, jujur, dan dapat dipercaya. 8 Sedangkan kekerasan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Violence yang berasal dari berasal dari Latin: violentus yang berasal dari kata vi atau vis berarti kekuasaan atau berkuasa) adalah dalam prinsip dasar dalam hukum publik dan privat Romawi yang merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang umumnya berkaitan dengan kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat diartinya bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukan dalam rumusan kekerasan ini. 9 Akar Kekerasan: Kekayaan tanpa bekerja, Kesenangan tanpa hati nurani, Pengetahuan tanpa karakter, Perdagangan tanpa moralitas, Ilmu tanpa kemanusiaan, 8 Ananda Santoso, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Alumni, Tanpa Tahun), Alumni Surabaya, hlm diakses 3 Oktober 2016

11 11 Ibadah tanpa pengorbanan, Politik tanpa prinsip. The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles. Mahatma Gandhi ( ). 10 Mendasarkan hal itu, upaya memberikan rasa aman dan nyaman terhadap seseorang korban kekerasan baik baik kekerasan fisik, psikis maupun kekerasan ekonomi di dalam rumah tangga. Dalam arti interitas tubuh, tulisan menunjukkan bahwa arti integritas tubuh adalah kebulatan dan keutuhan tubuh perempuan di dalam rumah tangga khususnya seorang istri. 2. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebagai Tindak Pidana Dalam pandangan Franz Magnis Suseno mengemukakan bahwa manusia itu mahluk berkonflik merupakan implikasi hakiki kenyataan bahwa ia baik mahluk alami maupun mahluk sosial, sebagai mahluk alami ia hidup dalam pertukaran zat terus-menerus dengan alam. Sdangkan sebagai mahluk sosial ia membutuhkan orang lain serta dibutuhkan oleh orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dan untuk mengembangkan diri. Dalam berkonflik tentunya dicari jalan penyelesainnya hingga ditemukan keadilan substantif dalam penyelesaian tersebut, di mana ide keadilan dalam pandangan Plato adalah tolok ukur normatif keabsahan suatu tatanan sosial, karena adil berarti hak semua pihak terjamin, dengan pandangan Plato ini semua mereka berada dalam tempat mereka yang tepat bahwa terdapat keselarasan nyata. 10 Ibid.

12 12 Relevansi keadilan sebagai ide regulatif tatanan yang diakui dengan bebas dan karena itu tidak memerlukan paksaan adalah benar, bukan seakan-akan suatu tatanan yang adil secara sempurna pernah akan tercapai, melainkan karena implikasinya: makin adil suatu tatanan, makin tidak diperlukan paksaan untuk mempertahankannya, ide kadilan adalah kutub lawan paksaan dan penindasan dalam penetapan tatanan sosial. 11 Dalam kaitan ini, dilihat dari kajian filsafat hukum, manusia karena pembawaannya merupakan mahluk sosial, manusia hanya dapat mencapai apa yang tersusun baginya sebagai manusia dan yang harus dicapainya menurut peraturan tuhan, dan yang secara sepontan ia sendiri ingin mencapainya, yaitu hakikatnya sebagi manusia yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan, suatu kebahagiaan manusia yang sempurna, dalam kerja sama dengan orang lain. 12 Kekerasan dalam rumah tangga adalah sebuah fenomena dari dulu hingga saat ini merupakan kekejaman yang menimpa anggota keluarga khususnya kaum perempuan dan anak-anak yang sulit dipantau. Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak mengenal batasan usia, pendidikan, ras atau suku bahkan ekonomi dan sosial di manapun berada. 11 Franz Magnis Suseno, Berfilsafat Dari Konteks (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm Lili Rasjidi & Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum (Bandung: Mandar Maju, 2007), hlm. 158

13 13 Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 13 Kekerasan Dalam Rumah Tangga juga diistilahkan dengan kekerasan domestik. Dengan pengertian domestik ini diharapkan memang tidak melulu konotasinya dalam satu hubungan suami istri saja, tetapi juga setiap pihak yang ada di dalam keluarga itu. Jadi bisa saja tidak hanya hubungan suami istri, tapi juga hubungan darah atau bahkan seorang pekerja rumah tangga menjadi pihak yang perlu dilindungi. Selama ini seringkali didengar atau membaca di koran, TV atau Radio bahwa pembantu sering menjadi korban kekerasan. Kasus kekerasan terhadap pembantu rumah tangga tersebut seringkali diselesaikan dengan menggunakan pasalpasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Namun pada prakteknya hal itu menjadi tidak terlihat karena memang status mereka yang rentan mendapatkan perlakuan-perlakuan kekerasan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 14 Vony Reynata, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dalam Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia, diakses 28 September 2016, hlm. 2

14 14 Selama ini Kekerasan Dalam Rumah Tangga selalu diindikasikan sebagai salah satu bentuk delik aduan. Padahal sebenarnya apabila dilihat dalam Pasal 351 KUHP (tentang penganiayaan) dan Pasal 356 KUHP (pemberatan) sama sekali tidak mensyaratkan adanya satu delik aduan. Hanya saja masyarakat (khususnya aparat penegak hukum) selalu menganggap jika suatu kasus berkaitan dengan keluarga maka selalu dinyatakan sebagai delik aduan, padahal kasus itu sebenarnya adalah sebuah kejahatan murni. Kalaupun misalnya di belakang hari nanti korban melakukan pencabutan aduan, seharusnya polisi bersikap tegas dengan menganggap bahwa apa yang dilaporkan itu memang sebagai suatu bentuk kejahatan dan harus ditindaklanjuti ke pengadilan. 15 Hal ini memang menjadi kendala yang sangat umum sekali dalam persoalan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, karena kelompok korban memang tidak bisa menyatakan secara berani bahwa ini adalah sebuah kejahatan yang harus ditindaklanjuti dengan proses hukum. Ketidakberanian korban sangat berkaitan erat dengan budaya yang berlaku di Indonesia, yaitu budaya patriarki yang sangat kental yang seringkali melihat bahwa masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga bisa diselesaikan tanpa harus melalui jalur hukum. Ironisnya, pilihan untuk menyelesaikan persoalan Kekerasan Dalam Rumah Tangga tanpa melalui jalur hukum selalu disampaikan oleh aparat penegak hukum sendiri. Padahal aparat 15 Ibid, hlm. 3

15 15 penegak hukum sebetulnya sangat mengetahui bahwa persoalan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah kejahatan yang harus direspon dengan hukum. 16 Salah satu konsekuensi meningkatnya jumlah korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (khususnya dari kelompok korban yang berstatus istri) sebenarnya sangat berakibat terhadap persoalan rumah tangga mereka sendiri. Jika kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada akhirnya menimbulkan dampak traumatik pada anggota keluarga yang lain dan meningkatkan angka kriminalitas maka hal itu akan semakin menguatkan perlunya intervensi negara melalui produk Undang- Undang agar kelompok korban bisa mendapatkan keadilan dan pelaku ataupun calon pelaku tidak semakin merajalela. 17 Kekerasan Dalam Rumah Tangga memang tidak bisa dilepaskan secara murni sebagai satu bentuk kejahatan tanpa harus disandingkan dengan satu bentuk hubungan keluarga. Hal itu merupakan hal yang sangat dilematis dan hal itu juga disadari oleh korban, khususnya oleh kelompok istri. Para istri yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga umumnya memang tidak bisa kemudian secara gagah berani mengatakan bahwa dirinya akan melaporkan suaminya. Hal itu membutuhkan satu proses konseling yang cukup lama Ibid, hlm Ibid. 18 Ibid, hlm. 4

16 16 Dalam kaitan ini Kartini menyebutkan bahwa kejahatan (crime) merupakan tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. 19 Pengenaan pidana betapapun ringannya pada hakekatnya merupakan pencabutan hak-hak dasar manusia. Oleh karena itu, penggunaan pidana sebagai sarana politik kriminal harus dilandasi oleh alasanalasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara filosofis, yuridis dan sosiologis. Untuk itu sejak zaman dahulu orang telah berusaha untuk mencari jawaban atas persoalan mengapa dan untuk apa pidana dijatuhkan terhadap orang yang melakukan kejahatan. Dalam rangka menjawab persoalan tersebut muncul berbagai teori tentang pemidanaan. 20 Bentuk kekerasan sebagai tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Pasal 5 ditegaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara: a. Kekerasan fisik; b. Kekerasan psikis; 19 Kartini Kartono, Patologi Sosial, Jilid I Edisi Baru. (Jakarta: Rajawali Press, 1992), hlm. 134, dalam Usman, Analisis Perkembangan Teori Hukum Pidana dalam Jurnal Ilmu Hukum diakses 2 Oktober 2016, hlm Usman, Analisis Perkembangan Teori Hukum Pidana dalam Jurnal Ilmu Hukum diakses 2 Oktober 2016, hlm. 67

17 17 c. Kekerasan seksual; atau d. Penelantaran rumah tangga. Mendasarkan bentuk kekerasan dalam Pasal 5 di atas, maka pelakunya dikenai pidana penjara, menurut Oemar Seno Adji, sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah, bahwa pidana bertujuan membalas kealahan dan mengamankan masyarakat. Tindakan bermaksud mengamankan dan memelihara tujuan. Jadi pidana dan tindakan keduanya bertujuan mempersiapkan untuk mengembalikan terpidana ke dalam kehidupan masyarakat. 21 Pada Sidang Umum ke 85 tanggal 20 Desember 1993, Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) mengesahkan Deklarasi Anti Kekerasan T erhadap Perempuan, yang menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Pasal 1 Deklarasi tersebut memberikan pengertian tentang kekerasan terhadap perempuan, yaitu: Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenangwenang, baik yang terjadi di depan umum atau di dalam kehidupan pribadi. Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap perempuan yang telah diadopsi pada sidang majelis umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 1993, memberikan Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, edisi revisi (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm.

18 18 kewajiban moral kepada Negara Republik Indonesia sebagai anggota PBB untuk menerima deklarasi tersebut. 22 Terhadap setiap pelaku kekerasan dalam rumah tangga dikenai sanksi pidana bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga, yang diatur Pasal 44 sampai dengan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dengan ancaman sanksi pidana yang berlainan, tergantung perbuatan yang dilakukan, dengan ancaman sanksi paling berat yaitu pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun atau denda Rp , (Lima ratus juta rupiah), dan paling ringan 4 (empat) bulan penjara atau denda Rp , (Lima juta rupiah). 3. Pembaruan Hukum Perlindungan Kekerasan dalam Rumah Tangga Sebagai Bentuk Penghormatan Terhadap Hak-hak Asasi Manusia Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dijamin oleh Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam melaksanakan hak dan 22 Achie Sudiarti Luhulima dan Kunthi Tri Dewiyanti, Pola Tingkah Laku Sosial Budaya dan Kekerasan T erhadap Perempuan (Yogyakarta, 2000), hlm. 34 dalam Th. Kussunaryatun, Problematika dan Penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dalam Yustisia Edisi Nomor 68 Mei - Agustus 2006, hlm. 58

19 19 kewajibannya harus didasari oleh agama. Hal ini perlu terus ditumbuhkembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga. 23 Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. 24 Untuk mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. Pandangan negara tersebut didasarkan pada Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, beserta perubahannya. Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara 23 Penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga 24 Ibid.

20 20 Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. 25 Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa tindak kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga pada kenyataannya terjadi sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Pembaruan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau tersubordinasi, khususnya perempuan, menjadi sangat diperlukan sehubungan dengan banyaknya kasus kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga. Pembaruan hukum tersebut diperlukan karena undang-undang yang ada belum memadai dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan tentang tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga secara tersendiri karena mempunyai kekhasan, walaupun secara umum di dalam Kitab Undang- 25 Ibid.

21 21 Undang Hukum Pidana (KUHP) telah diatur mengenai penganiayaan dan kesusilaan serta penelantaran orang yang perlu diberikan nafkah dan kehidupan. 26 Tindak pidana yang dirumuskan di KUHP tersebut melanggar pelbagai kepentingan yang dilindungi oleh hukum (rechtsbelangen), dan tampak tiga jenis dari kepentingan itu, yaitu: (1) kepentingan individu-individu. (2) kepentingan masyarakat. (3) kepentingan Negara. 27 Dalam hubungan ini menurut aliran hukum Realisme hukum sebagaimana yang diekmukakan oleh Karl Liewellyn, hukum mempunyai fungsi sebagai berikut: Sebagai alat untuk mengikat anggota dalam kelompok masyarakat sehingga dapat memperkokoh eksistensi kelompok masyarakat tersebut, ini yang disebut fungsi hukum sebagai kontrol sosial. 2. Sebagai alat untuk membersihkan masyarakat dari kasus-kasus yang mengganggu masyarakat yang dilakukan dengan jalan memberikan sanksisanksi pidana, perdata, administrasi dan sanksi masyarakat. 26 Ibid. 27 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2003), hlm Munir Fuady, Filsafat dan Teori Hukum Postmodern, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hlm

22 22 3. Sebagai alat untuk mengarahkan (channelling) dan mengarahkan kembali (rechannelling) terhadap sikap tindak dan pengharapan masyarakat. 4. Untuk melakukan alokasi kewenangan-kewenangan dan putusan-putusan serta legitimasi terhadap badan otoritas/pemerintah. 5. Sebagai alat stimulan sosial, dalam hal ini hukum bukan hanya mengontrol masyarakat, melainkan juga meletakkan dasar-dasar hukum yang dapat menstimulasi dan memfasilitasi adanya interaksi masyarakat maupun individu yang baik, tertib dan adil. 6. Memproduksikan tukang-tukang masyarakat (craft), dalam hal ini para professional di bidang hukum seperti advokat, hakim, jaksa, dosen, polisi, parlemen, dan lain-lain mengerjakan pekerjaan yang khusus dan spesifik untuk kepentingan masyarakat yang lebih baik. Menurut Satjipto Rahardjo (1993:13) masyarakat dan ketertiban merupakan dua hal yang berhubungan sangat erat, bahkan bisa juga dikatakan sebagai dua sisi dari satu mata uang. Susah untuk mengatakan adanya masyarakat tanpa ada satu ketertiban, bagaimanapun kualitasnya. Kehidupan dalam masyarakat sedikit banyak berjalan dengan tertib dan teratur di dukung oleh adanya sautu tatanan, karena tatanan inilah kehidupan menjadi tertib. Dalam kaitan ini, Van Aoeldoorn menyebutkan bahwa tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum menghendaki perdamaian. Pikiran itu yang diucapkan dalam salah satu prolog dari hukum rakyat Franka Salis Lex Salica. Apa yang disebut tertib hukum mereka sebut damai (vrede). Keputusan hakim disebut vredeban, kejahatan berarti pelanggaran perdamaian (vredebreuk),

23 23 penjahat dinyatakan tidak damai (credeloos), yaitu dikeluarkan dari perlindungan hukum. 29 Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda, terhadap yang merugikannya. Kepentingan dari perseorangan dan kenpentingan dari golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingan ini selalu akan menyebabkan pertikaian, bahkan peperangan antara semua orang melawan semua orang. Jika hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk mempertahankan perdamaian, dan hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan yang bertengan satu sama lain dan hukum mengadakan keseimbangan, karena hukum hanya dapat mencapai tujuan, jika ia mencapai tujuan yang adil. 30 Hadirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sebagai tool of social control and a tool of social engineering. Sebagai alat kontrol sosial Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menjaga kepentingan dan keharmonisan keluarga dalam rumah tangga agar saling dilindungi oleh hukum. Sedangkan sebagai alat rekayasa sosial Undang-Undang Nomor 23 Tahun L.J Van Aoeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan ke-28, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2000), hlm Ibid.

24 24 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga berusaha memberikan perdamaian, mewujudkan iklim kehidupan rumah tangga yang kondusif, dan saling menjaga agar tidak saling melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Dalam kaitan ini, menurut Mochtar Kusumaatmadja, konsepsi hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauannya dan ruang lingkungannya daripada di Amerika Serikat tempat kelahirannya terori tersebut, alasannya karena lebih menonjolnya peraturan perundang-undangan dalam proses pembaruan hukum di Indonesia (walau yurisprudensi memegang peranan pula) dan ditolaknya aplikasi mekanisme daripada konsepsi tersebut yang digambarkan akan mengakibatkan hasil yang sama daripada penerapan faham legisme yang banyak ditentang di Indonesia Asas dan Tujuan Hukum Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ditegaskan setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus. 31 Lili Rasjidi & Ira Thania Rasjidi, Op.Cit, hlm. 79

25 25 Keharmonisan dan keutuhan rumah tangga merupakan dambaan setiap orang yang berada dalam biduk rumah tangga. Perkembangan dewasa ini menunjukkan banyak terjadinya tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan yang menjadi korban kebanyakan perempuan (istri) dan anakanak. Selama ini, KDRT dianggap sebagai masalah privat, sehingga tidak boleh ada campur tangan negara dalam penyelesaian tindak kekerasan tersebut. Hal ini sangat erat kaitannya dengan budaya masyarakat yang menganggap bahwa segala hal yang terjadi dalam rumah tangga, termasuk tindak kekerasan, merupakan suatu aib yang harus ditutup rapat. 32 Ketika Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga masih dalam Rancangan, Undang-Undang tersebut memang dirancang untuk menghilangkan atau meminimalis tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Mendasarkan fakta yang terjadi di lapangan, pihak yang sering menjadi korban dalam persoalan Kekerasan Dalam Rumah Tangga berjenis kelamin perempuan dan anak-anak. Jumlah korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga mengalami peningkatan dari hari ke hari. Namun ironisnya 32 Rika Saraswati, Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009), hlm. 5

26 26 penegakan hukum untuk pencapaian keadilan bagi si korban juga menunjukan angka yang berbanding terbalik dengan jumlah angka korban tersebut. 33 Mendasarkan hal itu, di dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyatakan bahwa penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan asas: a. Penghormatan hak asasi manusia b. Keadilan dan kesetaraan gender c. Nondiskriminasi; dan d. Perlindungan korban. Sedangkan tujuan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 ini, bertujuan: a. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga; b. Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga; c. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan e. Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Selain itu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tersebut juga bertujuan menjaga keutuhan rumah tangga, dimana keutuhan rumah tangga dapat terjadi jika setiap anggota keluarga menyadari hak dan kewajibannya masing-masing/tidak ada satu anggota keluarga yang bias melakukan kesewenang-wenangan. Keutuhan yang 33 Vony Reynata, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dalam Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia, diakses 28 September 2016, hlm. 1

27 27 dimaksudkan disini artinya posisi yang sama antara sesama anggota keluarga, posisi yang seimbang antara istri dengan suami dan anak dengan orang tua dan tidak ada satu pihak yang merasa tersubordinat dengan pihak yang lain. 34 Dalam hubungan ini, Victor Nalle mengemukakan bahwa dalam masyarakat plural seperti Indonesia, hukum sebagai instrument integratifnya perlu memiliki keberlakukan evaluatif yang dapat menampung nilai-nilai yang plural dalam masyarakat. Hukum yang mengintegrasikan masyarakat tentunya tidak semenamena menggunakan satu nilai tunggal yang mayoritas untuk dipaksakan kepada kelompok yang minor. Jika terjadi demikian, maka hukum menjadi instrument tirani moyoritas dan demikian pula sebaliknya. Hukum dalam masyarakat plural seperti Indonesia idealnya menjadi hukum yang pembentukannya terbuka dalam perdebatan. 35 Kaidah hukum bernilai dan penting yang kemudian mematuhinya, alasannya (i). adalah pandangan bahwa kaidah hukum bernilai atau penting karena memberikan manfaat bagi mereka. Dengan demikian hukum haruslah yang memberikan kemanfaatan bagi yang akan diatur oleh hukum tersebut. Pandangan dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa setiap orang bersifat sosial dan mencari kebahagiaan. Ia akan menghindari segala sesuatu yang merugikan. (ii) pandangan kedua kaidah hukum 2010), hlm Ibid. 35 Victor Nalle, Menggagas Hukum Berbasis Rasionalitas Komunikatif (Malang: UB Press,

28 28 bernilai karena adanya motivasi batin dalam diri seseorang atau masyarakat bahwa ia memiliki kewajiban atau tanggung jawab bukan dipaksakan. 36 E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan empiris. Istilah empiris dalam bahasa Inggris dikenal empirical artinya bersifat nyata. Oleh karena itu, pendekatan empiris dimaksudkan adalah sebagai usaha mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. 37 Dalam penelitian ini, adalah perilaku kekerasan terhadap istri yang terjadi dalam ruang lingkup rumah tangga. Penelitian dengan pendekatan empiris selalu diarahkan kepada identifikasi (pengenalan) terhadap hukum nyata berlaku, yang implisit berlaku (sepenuhnya) bukan yang eksplisit (jelas, tegas diatur) di dalam perundangan atau yang diuraikan dalam kepustakaan. Begitu pula diarahkan kepada efektivitas (kemanjuran, kemapanan) hukum itu dalam kehidupan masyarakat Ibid, hlm Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 1995), hlm Ibid, hlm. 62

29 29 Walaupun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, pendekatan empiris, tetapi tetap tidak melepaskan atau mengabaikan pengaturan kekerasan dalam rumah tangga yang telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Polres Malang Kota. Di samping itu, tugas peneliti di Polres Malang Kota, juga terdapat kasus yang menarik untuk dijadikan bahan kajian, dan merupakan tempat penanganan perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dalam skala yang lebih luas. 3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis menggunakan tiga macam data sebagai berikut: 1) Data Primer, adalah data yang diperoleh dari tempat penelitian di mana penulis melakukan penelitian. 2) Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dengan studi literatur-literatur (studi kepustakaan) yang mempunyai relevansi terhadap dua rumusan masalah yang ditetapkan di awal. 3) Data tersier, adalah data yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap data primer dan sekunder. b. Sumber Data Sedangkan yang menjadi sumber data dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

30 30 1) Data Primer, adalah data-data dan responden yang telah ditentukan untuk diwawancarai dan memberikan penjelasan mengenai faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga serta bentuk perlindungan hukumnya. 2) Data Sekunder, adalah literatur seperti buku-buku, karya ilmiah, artikelartikel, dokumen dari tempat penelitian, Undang-Udang Dasar Negara RI Tahun 1945, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita, dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 3) Data tersier, adalah meliputi kamus Bahasa Indonesia, kamus hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif dan lain-lain 4. Teknik Pengumpulan Data Ada beberapa teknik pengumpulan data di dalam penulisan hukum ini sebagai berikut: a. Untuk data primer teknik pengumpulannya dilakukan melalui wawancara. Pengumpulan data melalui tanya jawab terhadap pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai responden dan juga melakukan observasi di Polres Malang Kota, sehingga akan memperoleh jawaban yang akurat dan informasi secara mendalam. b. Untuk data sekunder teknik pengumpulannya dilakukan melalui studi terhadap literatur seperti buku, makalah, artikel yang biasa dikenal dengan studi kepustakaan (library research) yaitu dengan cara melakukan analisis terhadap bahan-bahan pustaka, perundang-undangan, atau dokumen-dokumen dari Polres

31 31 Malang Kota, dan data dari media elektronik yang berkaitan dengan rumusan masalah. c. Untuk data tersier teknik pengumpulannya dilakukan melalui studi terhadap kamus hukum maupun kamus bahasa Indonesia, indeks. 5. Pengambilan Sampel dan Penentuan Responden Menurut Arikunto sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. 39 Sampel dalam penelitian ini adalah korban kekerasan dalam rumah tangga yang melaporkan kejadiannya dan terdata di Polres Kota Malang. Lebih lanjut, Arikunto menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Dengan demikian populasi merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu pelaksanaan penelitian. 40 Populasi dalam penelitian ini adalah semua korban kekerasan dalam rumah tangga yang terdata di Polre Kota Malang. Sedangkan pengambilan sampel dan penentuan responden dari penelitian ini dilakukan dengan non random sampling yang penentuannya menggunakan cara purporsive sampling atau tidak secara acak. Artinya penulis langsung menentukan petugas yang dapat dimintai keterangan atau wawancara untuk mendapatkan data dan informasi terkait dengan kekerasan terhadap integritas tubuh korban kekerasan dalam rumah tangga. 39 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm Ibid, 130

32 32 Adapun yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini, yaitu: a. Unit PPA Satreskrim Polres Malang Kota; b. Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 6. Metode Analisis Data Setelah data terkumpul sebagian atau seluruhnya, maka langkah berikutnya adalah menyajikan data dan dianalisis dengan menggunakan konsep-konsep hukum dan teori hukum. Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan data mengenai fenome kekerasan dalam rumah tangga khususnya kekerasan terhadap istri yang hasilnya dideskripsikan dalam bentuk tabel dan narasi. F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan hukum ini disusun dalam 4 (empat) bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini berisi mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan dan kegunaan penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : HASIL PENELITIAN Merupakan bab hasil penelitian yang telah dicantumkan dalam perumusan masalah tentang perlindungan hukum terhadap terjadinya korban kekerasan dalam rumah tangga sebagai wujud pengakuan terhadap hak-hak

33 33 perempuan, teantang faktor-faktor yang mempengaruhi perlindungan kekerasan terhadap terjadinya korban kekerasan dalam rumah tangga. BAB III : ANALISIS HASIL PENELITIAN Dalam bab ini akan dijelaskan hasil penelitian yang diuraikan dalam bab II yaitu analisis tentang perlindungan hukum terhadap terjadinya korban kekerasan dalam rumah tangga sebagai wujud pengakuan terhadap hak-hak perempuan, analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perlindungan kekerasan terhadap terjadinya korban kekerasan dalam rumah tangga. BAB IV : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran sebagai dari hasil analisis yang telah diuraikan di awal untuk lebih mempermudah memahami bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA. Buku: Apeldoorn, L.J Van Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan ke-28. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

DAFTAR PUSTAKA. Buku: Apeldoorn, L.J Van Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan ke-28. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. DAFTAR PUSTAKA 93 Buku: Apeldoorn, L.J Van. 2000. Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan ke-28. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT

Lebih terperinci

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi wacana tersendiri dalam keseharian. Perempuan dan juga anak sebagai korban utama dalam kekerasan dalam rumah tangga, mutlak memerlukan

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA I. UMUM Keutuhan dan kerukunan rumah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA 1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan pada saat ini banyak terjadi di lingkungan sekitar kita yang tentunya harus ada perhatian dari segala komponen masyarakat untuk peduli mencegah kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik Polri dalam menjalankan tugasnya untuk membuat terang setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah peran yang sangat penting terutama dalam

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan

Lebih terperinci

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR BAB I PENDAHULUAN "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kemajuan dalam penegakan hukum mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang didalamnya terdapat berbagai hubungan dari sebuah masyarakat tertentu yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu norma yang berfungsi mengatur mengenai segala sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini kita sebagai manusia tidak bisa hidup dalam kesendirian, kita sebagai makhluk yang sosialis, tentunya membutuhkan proses saling tolong menolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai masalah sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang dalam perkawinannya menginginkan agar dapat membangun keluarga yang harmonis, damai dan bahagia karena saling mencintai. Sebuah keluarga yang harmonis menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1967 telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Masalah kekerasan dalam rumah tangga pertama kali dibahas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini. Salah satu bentuk kekerasan yang ada justru dekat dan berada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, penganiayaan, pemerasan dan perkosaan atau tindakan yang membuat seseorang merasa kesakitan baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penegakan Hukum Pidana Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan menilai yang mantap dan mengejawantahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah tangga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat yang terbentuk karena adanya ikatan perkawinan. Keluarga terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak. Di Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, SALINAN BUPATI DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004) BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004) A. Landasan Undang-Undang R.I. Nomor 23 Tahun 2004 Salah satu tujuan dibentuknya Undang-Undang R.I.

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukkan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini telah dinyatakan dengan tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG TERHADAP ANAKNYA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum bersendikan keadilan agar ketertiban, kemakmuran dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di Kabupaten Malang sering kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan dalam rumah tangga

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan bukan merupakan hal yang baru lagi, pemikiran masyarakat kebanyakan selama ini adalah kekerasan hanya terjadi pada golongangolongan berpendidikan rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan. Meskipun pengaturan tentang kejahatan di Indonesia sudah sangat

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan. Meskipun pengaturan tentang kejahatan di Indonesia sudah sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman, maka permasalahan dalam kehidupan masyarakat juga semakin kompleks, khususnya mengenai permasalahan kejahatan. Meskipun pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Wahyu Ernaningsih Abstrak: Kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak akan pesatnya teknologi yang berakibat pada luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek perkawian campuran. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan menimbulkan korban. Korban/saksi dapat berupa pelaku tindak pidana yaitu: seorang Korban/saksi

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia Tuhan dari sebuah ikatan perkawinan. Setiap anak yang dilahirkan adalah suci, oleh karena itu janganlah sia-siakan anak demi penerus generasi

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan mutiara keluarga yang perlu dilindungi dan dijaga. Perlu dijaga karena dalam dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin beragam saat ini, peran serta pemerintah sangatlah penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP ORANG TUA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PENETAPAN UANG NAFKAH ANAK OLEH PENGADILAN PASCA PERCERAIAN

KEBIJAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP ORANG TUA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PENETAPAN UANG NAFKAH ANAK OLEH PENGADILAN PASCA PERCERAIAN KEBIJAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP ORANG TUA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PENETAPAN UANG NAFKAH ANAK OLEH PENGADILAN PASCA PERCERAIAN Oleh : Sumaidi ABSTRAK Negara Indonesia mengatur secara khusus segala sesuatu

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa Kota

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pembahasan mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah sekaligus cermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat di suatu negara. Keluarga yang baik, harmonis, penuh cinta kasih, akan dapat memberi pengaruh yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan terhadap saksi pada saat ini memang sangat mendesak untuk dapat diwujudkan di setiap jenjang pemeriksaan pada kasus-kasus yang dianggap memerlukan perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak kemajuan teknologi dan informasi, serta perubahan gaya hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. dampak kemajuan teknologi dan informasi, serta perubahan gaya hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia saat ini banyak menghadapi tantangan dari berbagai macam realitas dan persoalan hidup. Keadaan ini tidak terlepas dari dampak kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rumah adalah tempat untuk membangun keluarga yang bahagia, harmonis dan sejahtera. Tempat pengayom bagi seluruh penghuninya dan juga sebagai tempat berlindung

Lebih terperinci