STUDY OF REMOTE SENSING CAPABILITY FOR INITIAL IDENTIFICATION OF GEOTHERMAL EMERGENCE IN DIENG, CENTRAL JAVA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDY OF REMOTE SENSING CAPABILITY FOR INITIAL IDENTIFICATION OF GEOTHERMAL EMERGENCE IN DIENG, CENTRAL JAVA"

Transkripsi

1 STUDY OF REMOTE SENSING CAPABILITY FOR INITIAL IDENTIFICATION OF GEOTHERMAL EMERGENCE IN DIENG, CENTRAL JAVA Anggun Detrina Napitupulu Projo Danoedoro ABSTRACT The emergence of geothermal can be expressed by the value of land surface temperature in addition to geology approaches. Remote sensing has amount of thermal bands with various spatial resolutions with different accuracies, i.e. Landsat 5, 7, and 8 imagery. Objective of this research is to learn which thermal band is more capable in predicting the temperature value around the object of geothermal and to review the accuracy of thermal image, both based on the pixel value of surface degree and the model of regression result, which is used in initial identification of geothermal location. The value of land surface temperature is obtained by extracting the land surface temperature from thermal band of Landsat 5, 7, and each thermal bands of Landsat 8, and Split Window Algorithm (SWA) is used to merge thermal bands of Landsat 8 imagery. The result in prediction to temperature value around the geothermal stated that band 11 of Landsat 8 has a better accuracy compared to other bands, namely the movement of pixel degree value of field degree value was ±3.9 o C. The level of accuracy is generated based on the value of real pixel of surface temperature that the accuracy of thermal band of Landsat 5 is 42%, Landsat7 is 50%, Split Window Algorithm (SWA) method of Landsat 8 is 62%, band 10 of Landsat 8 is 65%, band 11 of Landsat 8 is 58%. Based on regression model, accuracy of Landsat 5 is 54%, Landsat 7 is 50%, and SWA method, band 10, and band 11 of Landsat 8 are 54% respectively. Keywords: Geothermal, Thermal band, Landsat, Land Surface Temperature, Split Window Algorithm. ABSTRAK Kemunculan panasbumi dapat diekspresikan melalui nilai suhu permukaan selain melalui pendekatan geologi. Penginderaan jauh telah memiliki banyak saluran termal dengan berbagai resolusi spasial dengan akurasi yang berbeda-beda, seperti Citra Landsat 5, 7, dan 8. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui saluran termal mana yang lebih mampu dalam memprediksi nilai temperatur sekitar objek panasbumi dan mengkaji tingkat akurasi citra termal, baik berdasarkan nilai piksel suhu permukaan dan model hasil regresi, yang digunakan dalam identifikasi awal lokasi panasbumi. Nilai suhu permukaan didapat dengan melakukan ekstraksi terhadap informasi suhu permukaan dari saluran termal Citra Landsat 5, 7, dan masing-masing saluran termal Landsat 8, serta penggabungan kedua saluran termal Landsat 8 menggunakan metode Split Window Algorithm (SWA). Hasil prediksi terhadap nilai temperatur sekitar objek panasbumi didapatkan bahwa saluran 11 Landsat 8 memiliki akurasi yang lebih baik dari saluran lainnya yaitu pergeseran nilai suhu piksel dari nilai suhu lapangan sebesar ±3,9 o C. Tingkat akurasi citra termal berdasarkan nilai piksel asli suhu permukaan didapatkan bahwa akurasi pada saluran termal Landsat 5 sebesar 42%, Landsat 7 sebesar 50%, metode SWA Landsat 8 sebesar 62%, saluran 10 Landsat 8 sebesar 65%, dan saluran 11 Landsat 8 sebesar 58%. Berdasarkan model regresi didapatkan akurasi pada Landsat 5 sebesar 54%, Landsat 7 sebesar 50%, dan metode SWA, saluran 10, dan saluran 11 Landsat 8 masing-masing memiliki akurasi sebesar 54%. Kata Kunci: Panasbumi, Saluran Termal, Landsat, Suhu Permukaan, Split Window Algorithm. 1

2 PENDAHULUAN Proses pembentukan bumi dari miliaran tahun yang lalu mempengaruhi keberadaan sumber daya alam yang ada di permukaan maupun di dalamnya. Sumber daya alam yang ada di bumi tersebar secara bervariasi, tidak merata di seluruh tempat. Sumber daya alam yang ada di dunia ini pada dasarnya terdiri dari dua, yaitu sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (Marilang, 2011). Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui memiliki waktu yang sangat panjang hingga berjuta tahun untuk dapat melakukan regenerasi. Sumber daya alam tersebut dapat berupa batu bara, minyak bumi, nikel, emas, dan sumber daya mineral lainnya. Sementara sumber daya alam yang dapat diperbarui merupakan sumber daya alam yang dapat diregenerasi kembali pada proses-proses yang mempengaruhi sumber daya alam tersebut. Salah satu sumber daya yang dapat diperbarui tersebut adalah panasbumi. Sistem panasbumi berdasarkan asosiasi terhadap tatanan geologinya terdiri dari tiga jenis yaitu (1) vulkanik: berasosiasi pada gunungapi kuarter yang membentang dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Maluku, dan Sulawesi Utara; (2) vulkanotektonik: berasosiasi antara struktur graben dan kerucut vulkanik yang umumnya ditemukan pada jalur Sesar Sumangko di Pulau Sumatera; (3) nonvulkanik: tidak berasosiasi dengan vulkanik kuarter, namun berasosiasi dengan batuan penyusun kerak benua Asia seperti batuan metamorf dan sedimen yang dapat ditemukan di lengan dan kaki Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Irian (Sukhyar, 2014). Estimasi awal panasbumi terhadap struktur geologi di permukaan bumi dapat dilihat dari adanya sumber gas uap air (fumarole), sumber air panas, sumber air mendidih, dan sumber gas belerang. Analisa awal dari fluida yang keluar dapat memberikan indikasi dari kondisi fisik pada kedalaman di lapangan dan tipe batuan yang ada di lokasi panasbumi (Rybach, 1981). Estimasi awal panasbumi terhadap struktur geologi di permukaan bumi dapat dilihat dari adanya sumber gas uap air (fumarole), sumber air panas, sumber air mendidih, dan sumber gas belerang. Analisa awal dari fluida yang keluar dapat memberikan indikasi dari kondisi fisik pada kedalaman di lapangan dan tipe batuan yang ada di lokasi panasbumi (Rybach, 1981). Secara geologi, Dieng merupakan wilayah dari gunungapi aktif maupun tidak aktif yang memiliki solfatar (sumber gas belerang), fumarole (sumber gas uap air), dan banyak kawah. Wilayah Gunungapi Dieng berumur kuarter yang memiliki material piroklastik, aliran lava, endapan freatik, endapan lahar, endapan permukaan, dan hasil erupsi Gunungapi Sindoro. Aktivitas gunungapi di wilayah ini mengindikasikan adanya panasbumi yang juga telah dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) dengan kapasitas sebesar 60 MW yang akan terus dikembangkan. Identifikasi awal terhadap potensi kemunculan panasbumi dapat dilihat secara geologi dan melalui ekspresi termal yang muncul pada suatu permukaan. Ekspresi termal yang ada di permukaan bumi merupakan hal yang penting dalam identifikasi lokasi panasbumi. Ekspresi termal tersebut dapat diidentifikasi dengan bantuan pengolahan citra Landsat yang memiliki sensor termal pada citranya. Citra Landsat 5, 7, dan 8 memiliki sensor termal dengan resolusi spasial yang berbeda-beda. Citra Landsat 5 memiliki resolusi spasial sebesar 120 m, Landsat 7 dengan resolusi spasial sebesar 60 m, dan Landsat 8 sebesar 100 m untuk kedua sensor termalnya. Perbedaan resolusi spasial ini tentu dapat memberikan informasi yang berbeda terhadap ekspresi termal yang ada di permukaan bumi sehingga hal ini menjadi menarik utuk dikaji.fenomena panasbumi yang berasosiasi dengan keadaan geologi yang ada di sekitarnya dapat diamati dengan menggunakan bantuan citra penginderaan jauh. Citra ALOS PALSAR RTC yang memiliki resolusi spasial 12,5 m dapat digunakan untuk identifikasi awal kondisi geologi asosiasi panasbumi dan dapat digunakan untuk membuat model tiga dimensi (3D) terhadap digital elevation model (DEM) (NASA, 2005 dalam Prasasti et al., 2012). Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui saluran termal yang lebih mampu dalam memprediksi nilai temperatur sekitar objek panasbumi. 2. Mengkaji tingkat akurasi citra termal yang digunakan dalam identifikasi awal lokasi panasbumi. 2

3 METODE PENELITIAN Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa Citra Landsat 5 TM Jawa Tengah, path 120 row 065, perekaman 04 Juni 2014, Landsat 7 ETM+ Jawa Tengah, path 120 row 065, perekaman 28 April 2001, Landsat 8 TIRS Jawa Tengah, path 120 row 065, perekaman 18 September 2015, ALOS PALSAR RTC tahun 2009, dan Terra Modis level 1B tahun Data sekunder yang digunakan berupa Peta Rupa Bumi Indonesia Digital, Peta Geologi skala 1: lembar Banjarnegara Pekalongan, dan Peta Landsystem Jawa Tengah Skala 1: Koreksi radiometrik dilakukan pada Landsat 5, Landsat 7, dan Landsat 8 yang diawali dengan melakukan konversi terhadap nilai kecerahan citra hingga menjadi energi pantulan. Tahapan koreksi ini adalah melakukan konversi nilai piksel menjadi nilai radian spektral dan merupakan langkah dasar untuk mengubah data citra dari sensor multispektral menjadi nilai dalam skala radiometrik. Koreksi radiometrik untuk saluran termal dilakukan dengan menggunakan konversi suhu kecerahan (persamaan 1). TT RR = KK2 llll KK1 LL λλ +1 (persamaan 1) Keterangan: TR: nilai temperatur dalam derajat Kelvin K1:konstanta kalibrasi ( W/(m2 sr µm)) K2: konstanta kalibrasi ( o K) ln: natural logarithm Lλ: nilai radiansi spektral (W/(m2 sr µm)) Ekstraksi nilai suhu permukaan dilakukan dengan menggunakan perhitungan temperatur kinetik. Ekstraksi nilai suhu permukaan secara konvensional dilakukan pada Landsat 5, 7, dan saluran 10 dan 11 Landsat 8 (persamaan 2). TT ss = TT RR /εε 1/4... (persamaan 2) Keterangan: TS: suhu permukaan TR: suhu kecerahan ε: adalah emisivitas Dilakukan juga ekstraksi suhu dengan menggunakan metode Split Window Algorithm (SWA) yang dikembangkan oleh Rozenstein et al. pada tahun 2014 untuk gabungan saluran 10 dan 11 Landsat 8 (persamaan 3). TT ss = AA 0 + AA 1 TT 10 AA 2 TT 11...(persamaan 3) Keterangan: Ts: suhu permukaan ( o K) T10: suhu kecerahan saluran 10 T11: suhu kecerahan saluran 11 A0, A1, dan A2: koefisien transmisi atmosfer Modis dan emisivitas Landsat 8 yang diperoleh dari persamaan berikut: AA 0 = EE 1 aa 10 + EE 2 aa 11...(persamaan 4) AA 1 = 1 + AA + EE 1 bb 10...(persamaan 5) AA 2 = AA + EE 2 bb 11...(persamaan 6) Citra ALOS PALSAR digunakan untuk membantu dalam melihat kondisi fisik permukaan berupa subbentuklahan dan litologi yang dilakukan dengan cara interpretasi visual. Pendekatan yang dapat membantu dalam interpretasi subbentuklahan maupun litologi adalah relief dan pola aliran. Pengukuran suhu permukaan objek panasbumi di lapangan dilakukan dengan metode purposive sampling. Pengukuran suhu permukaan dilakukan dengan melakukan pengukuran langsung pada permukaan objek panasbumi dengan menggunakan alat pengukur suhu kinetik yaitu thermometer infrared dan pengukuran ini juga termasuk ke dalamnya objek lain yang ada di sekitar panasbumi. Luas dari objek panasbumi dan objek yang ada di sekitarnya juga diukur dengan menggunakan pita ukur untuk mengetahui persentase luas objek panasbumi dan objek lainnya yang ada pada satu piksel citra.metode yang digunakan untuk menentukan lokasi sampel adalah stratified random sampling (sampel acak berstrata). Tahap pengolahan lapangan dilakukan dengan menguji akurasi prediksi nilai temperatur sekitar objek panasbumi yang dilakukan dengan cara menghitung nilai suhu rata-rata objek selain panasbumi pada piksel sekitar yang di dalamnya memiliki kenampakan objek panasbumi dan membandingkannya dengan nilai suhu rata-rata objek selain panasbumi yang ada di sekitar objek panasbumi itu sendiri. Analisis korelasi dan regresi dilakukan antara nilai suhu objek panasbumi yang didapat dari kegiatan lapangan dengan nilai suhu yang ditampilkan oleh piksel citra. Analisis regresi menghaislkan persamaan yang nantinya digunakan untuk membangun model nilai suhu permukaan citra (persamaan 7). Metode regresi linier sederhana juga dilakukan untuk mengetahui korelasi antara proporsi luas kemunculan objek panasbumi dalam satu piksel dengan nilai suhu objek panasbumi itu sendiri. 3

4 Selain itu, dilakukan analisis regresi linier berganda untuk melihat apakah nilai suhu lingkungan di sekitar objek panasbumi berpengaruh pada nilai suhu objek panasbumi yang terekam dalam nilai satu piksel. yy = aaaa + bb...(persamaan 7) Keterangan: y: nilai piksel x: pengukuran lapangan suhu objek panasbumi a dan b : nilai estimasi suhu Uji Akurasi model dilakukan untuk melihat akurasi model dari masing-masing saluran yang dilakukan. Uji akurasi ini digunakan dengan menghitung nilai Standard Error of Estimate yang hasilnya nanti akan memperlihatkan akurasi dari model (persamaan 8). SSSS = (yy yy ) 2...(persamaan 8) nn 2 Keterangan: SE: standard error y: pengukuran lapangan y : nilai dugaan n: jumlah sampel. Dalam penelitian ini juga dilakukan penentuan nilai ambang suhu objek panasbumi dengan cara melihat pada range suhu berapa objek panasbumi akan muncul dalam tiap pikselnya. Penentuan nilai ambang ini dilakukan pada nilai suhu permukaan tiap saluran termal citra dan hasil model regresi. Hal ini dilakukan untuk melihat saluran mana yang mampu menunjukkan lokasi kemunculan objek panasbumi yang lebih akurat. Uji akurasi pada tahap ini dilakukan dengan cara confusion matrix dimana sampel objek panasbumi dilihat kemunculannya pada distribusi spasial kemunculan objek panasbumi yang dihasilkan oleh nilai ambang suhu yang telah dikelompokkan sebelumnya. Reinterpretasi dilakukan untuk mencocokkan bentuklahan yang telah dilihat dan batuan yang diambil saat lapangan dengan hasil interpretasi. Hasil dari interpretasi inilah yang dijadikan sebagai acuan untuk analisis dan dianggap sesuai dengan keadaan lapangan yang sebenarnya. Uji akurasi pada hasil interpretasi litologi dilakukan dengan menggunakan Peta Geologi skala 1: lembar Banjarnegara Pekalongan dan bentuklahan dilakukan perbandingan dengan menggunakan Peta Land System Jawa Tengah. Uji akurasi dilakukan dengan menggunakan metode confusion matrix dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: AAAAAAAAAAAAAA tttttttttt = BB 100%...(persamaan 9) SS Keterangan: B: hasil interpretasi benar S: jumlah seluruh grid sampel HASIL DAN PEMBAHASAN Konversi nilai kecerahan dilakukan untuk mengetahui nilai suhu radian. Konversi tersebut menghasilkan nilai min, max, dan min yang masih dalam satuan derajat Kelvin. Nilainilai tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Nilai Statistik Suhu Kecerahan Citra Landsat 5, 7, dan 8 Min ( o K) Max ( o K) Mean ( o K) Landsat Landsat Landsat 8 saluran Landsat 8 saluran Saluran yang dikonversi nilai suhu permukaannya adalah saluran 6 pada Landsat 5 dan 7 serta saluran 10, 11, dan gabungan saluran 10 dan pada Landsat 8. Masing-masing saluran tersebut menghasilkan nilai suhu permukaan yang berbeda-beda, nilai minimum dan minimumnya dapat dilihat pada tabel 2. Tabel Nilai minimun dan maksimum yang dihasilkan pada konversi nilai suhu permukaan Nilai minimum Nilai maksimum Landsat o C o C Landsat o C o C Landsat 8 metode SWA o C o C Landsat 8 saluran o C o C Landsat 8 saluran o C o C Prediksi nilai temperatur sekitar objek panasbumi dilakukan dengan merata-ratakan nilai piksel sekitar objek panasbumi berdasarkan objek yang ada pada piksel tersebut. Untuk mengetahui objek yang ada pada piksel dibantu dengan menggunakan klasifikasi multispektral tiap-tiap citra. Untuk melihat akurasi yang diperoleh dari masingmasing saluran citra termal dalam 4

5 merepresentasikan nilai temperatur lingkungan objek panasbumi dilakukan perhitungan RMSE yang menghasilkan saluran 11 pada Landsat 8 yang lebih baik untuk merepresentasikan temperatur. Masing-masing nilai SE dapat dilihat sebagai berikut. 1. Saluran 6 pada Landsat 5 : 5,4 2. Saluran 6 pada Landsat 7 : 14,8 3. Metode SWA pada Landsat 8 : 6,5 4. Saluran 10 pada Landsat 8 : 4,8 5. Saluran 11 pada Landsat 8 : 3,9 Analisis korelasi dan regresi dilakukan untuk membantu melihat korelasi antara nilai di lapangan dengan nilai piksel. Data dapat dikatakan berkorelasi apabila pada hasil regresi memiliki nilai r sebesar >0,5. Masing-masing grafik regresi dapat dilihat pada gambar berikut. Nilai Suhu Piksel Nilai Suhu Piksel Nilai Suhu Piksel Saluran Termal Landsat 5 y = x R² = Nilai Suhu Objek Panasbumi di lapangan Saluran Termal Landsat 7 y = x R² = Nilai Suhu Objek Panasbumi di Lapangan Metode SWA Landsat 8 y = x R² = Nilai Suhu Objek Panasbumi di Lapangan Nilai Suhu Piksel Nilai Suhu Piksel y = x R² = Saluran 10 Landsat 8 Suhu Objek Panasbumi di Lapangan Landsat 8 saluran 11 y = x R² = Suhu Objek Panasbumi di Lapangan Gambar 2. Grafik Regresi Nilai Lapangan dan Piksel pada masing-masing citra Nilai determinasi (R 2 ) menunjukkan pengaruh variabel independen dengan variabel dependen. Sebagai contoh nilai determinasi yang dihasilkan pada metode SWA sebesar 0,73, hal ini berarti suhu lapangan berpengaruh sebesar 73% terhadap nilai piksel citra, sementara 27% dipengaruhi oleh variabel lain. Saluran pada Landsat 8 dapat memiliki nilai korelasi yang kuat tinggi di antara saluran lain pada dasarnya karena pada dasarnya saluran termal pada Citra tersebut merupakan saluran pengembangan dari Landsat 5 dan Landsat 7. Menurut USGS (2015), saluran 10 dan 11 Landsat 8 memiliki kesalahan yang berupa penyimpangan cahaya (stray light) yang mempengaruhi hasil pemrosesan citra. Akan tetapi, nilai kesalahan pada saluran 11 lebih tinggi dari saluran 10. Hal tersebut dapat mempengaruhi hasil korelasi yang dihasilkan saluran 11 lebih kecil dari saluran 10. Nilai akurasi yang dihasilkan pada uji regresi ini dapat dilihat dengan cara menghitung root mean square error (RMSE). Nilai akurasi yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel 2. Nilai eror yang dihasilkan pada masingmasing model dikatakan cukup tinggi. Seperti contohnya nilai RMSE yang dihasilkan oleh metode SWA Landsat 8 sebesar 32 yang dapat dikatakan bahwa nilai model yang dihasilkan 5

6 memiliki perbedaan sebesar ±32 o C/piksel. Nilai error ini dapat menghasilkan nilai suhu yang lebih tinggi atau lebih rendah sebesar SE dari nilai lapangan. Nilai error yang tinggi tersebut dapat diakibatkan karena nilai suhu permukaan dan nilai piksel yang dihasilkan oleh citra tidak ideal untuk dilakukan uji regresi. Hal tersebut karena nilai yang direkam oleh citra satelit saluran termal adalah pancaran dari energi radiasi dari objek yang ada di permukaan bumi sementara nilai suhu objek panasbumi diambil langsung dari objek. Selain itu, tanggal perekaman yang dilakukan jauh dari tanggal pengukuran lapangan juga mempengaruhi nilai akurasi yang didapat, terlebih pada nilai error yang sangat tinggi pada Landsat 7 yaitu yang direkam pada tahun 2001, selain itu nilai r yang diperoleh dari regresi yang sangat rendah dan tidak menunjukkan adanya korelasi. Tabel 2. Akurasi model masing-masing Citra Citra RMSE Landsat 5 47 Landsat Landsat 8 SWA 32 Landsat 8 saluran Landsat 8 saluran Penentuan nilai ambang dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat pada rentang berapa nilai suhu objek panasbumi yang muncul. Nilai ambang yang dihasilkan oleh nilai piksel suhu permukaan dan nilai piksel model dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Nilai Ambang Kemunculan Objek Panasbumi pada Citra Suhu Permukaan dan Citra Hasil Model Regresi Nilai ambang yang dihasilkan model pada saluran termal Landsat 7 bukan merupakan nilai range sebagaimana saluran lainnya karena hasil regresi yang sangat tidak logis yang dihasilkan oleh model tersebut. Akan tetapi, nilai-nilai tersebut merupakan nilai suhu yang muncul pada model dengan piksel yang memiliki kenampakan objek panasbumi dengan mengabaikan nilai suhu yang menyentuh nilai minus. Nilai ambang suhu tersebut dianggap merupakan nilai suhu yang dapat merepresentasikan objek panasbumi. Akurasi yang dihasilkan berdasarkan nilai piksel asli suhu permukaan didapatkan bahwa akurasi pada saluran termal Landsat 5 sebesar 42%, Landsat 7 sebesar 50%, metode SWA Landsat 8 sebesar 62%, saluran 10 Landsat 8 sebesar 65%, dan saluran 11 Landsat 8 sebesar 58%. Sementara berdasarkan model regresi didapatkan akurasi pada Landsat 5 sebesar 54%, Landsat 7 sebesar 50%, dan metode SWA, saluran 10, dan saluran 11 Landsat 8 masing-masing memiliki akurasi sebesar 54%. Selain nilai suhu objek panasbumi, terdapat indikator lain yang memengaruhi nilai piksel objek panasbumi pada citra berupa nilai suhu lingkungan sekitar dan proporsi luas objek panasbumi dalam satu piksel citra. Nilai suhu lingkungan atau objek lain yang ada di sekitar kawah bisa dikatakan mempengaruhi nilai piksel karena nilai satu piksel yang direpresentasikan oleh citra merupakan nilai campuran dari beberapa objek yang ada di dalamnya. Untuk melihat pengaruh tersebut, dilakukan analisis korelasi dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Hasil dari uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa besarnya nilai suhu lingkungan sekitar mempengaruhi nilai yang direpresentasikan oleh satu piksel. Dapat dilihat pada tabel 4. bahwa nilai r yang dihasilkan oleh regresi ini memperlihatkan adanya korelasi yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum terdapat korelasi antara nilai yang dihasilkan oleh piksel dengan suhu objek lain yang ada di sekitar objek panasbumi. Satu piksel yang ada pada citra tentunya terdiri dari berbagai objek yang ada di permukaan bumi. Hal ini tentu saja mempengaruhi nilai suhu yang terakumulasi dalam satu piksel sehingga logis jika dikatakan nilai objek lain yang ada di sekitar objek panasbumi mempengaruhi nilai suhu dalam satu piksel. Tabel 4. Hasil perhitungan uji regresi linier berganda pada tiap citra Citra r R 2 SE Landsat 5 0,51 0,26 1,27 Landsat 7 0,68 0,46 1,50 Landsat 8 SWA 0,65 0,43 1,47 Landsat 8 saluran 10 0,65 0,44 1,43 Landsat 8 saluran 11 0,60 0,37 1,40 6

7 Selain itu ukuran luas objek panasbumi yang dapat diukur di lapangan dalam satu piksel. Hasil analisis antara proporsi luas objek panasbumi dalam satu piksel dengan suhu objek panasbumi di lapangan dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai yang dihasilkan menunjukkan korelasi yang kuat yang ditandai dengan nilai r sebesar 0,76. Dapat diartikan bahwa luas objek panasbumi dalam satu piksel memengaruhi nilai piksel yang dihasilkan oleh masingmasing saluran. Tabel 5. Hasil Perhitungan Regresi antara Proporsi Luas dengan Suhu Objek Panasbumi Citra r R 2 SE Landsat 5 0,76 0,59 0,11 Landsat 7 0,76 0,59 0,46 Landsat 8 0,76 0,59 0,16 Cuaca maupun iklim saat perekaman merupakan indikator pengaruh yang penting. Perbedaan waktu perekaman citra yang digunakan dalam penelitian ini tentu saja berpengaruh terhadap iklim dan memengaruhi nilai suhu permukaan yang direkam oleh citra. Kondisi cuaca yang sangat dinamis dapat memengaruhi nilai suhu permukaan yang direkam oleh citra satelit. Sehingga dilihat lagi berdasarkan cuaca yang terjadi saat perekaman berlangsung. Cuaca pada bulan tersebut di tiap tahunnya pasti sangat berbeda. Hal ini berpengaruh terhadap nilai suhu permukaan pada masing-masing piksel yang dihasilkan oleh masing-masing saluran. Waktu perekaman yang juga dapat berbeda dapat memengaruhi nilai-nilai suhu permukaan yang dihasilkan oleh tiap piksel. Dalam penelitian ini, hal-hal tersebut tidak dikontrol karena keterbatasan ketersediaan data yang digunakan. Di mana Landsat 5 berhenti beroperasi pada tahun 2011 dan Landsat 7 yang mengalami kerusakan. Sehingga hal tersebut menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. Bentuklahan pada penelitian ini dibantu dengan menggunakan Citra ALOS PALSAR RTC. Pada dasarnya objek panasbumi berarosiasi pada bentuklahan asal vulkanik, maka pada cittra ini dibagi lagi menjadi subbentuklahan. Subbentuklahan daerah penelitian dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3. Subbentuklahan Daerah Penelitian Batuan yang ada di bentuklahan tersebut juga sudah tidak resisten. Faktor umur dan batuan yang tidak resisten tersebut dapat mempengaruhi terjadinya proses panasbumi yang ada di sekitar daerah tersebut. Kemunculan objek panasbumi yang muncul pada subbentuklahan yang telah disebutkan sebelumnya dibuktikan dengan melihat distribusi sampel uji untuk melihat apakah sampel uji panasbumi berada pada bentuklahan yang sama dengan sampel objek panasbumi yang juga ditambah dengan asosiasi sumursumur pembangkit listrik tenaga panasbumi dengan jenis subbentuklahan yang ada di wilayah kajian. Terdapat lima lokasi sumur panasbumi, dimana kelima sumur tersebut berada pada bentuklah bukit gunungapi yang terdenudasi. Dari distribusi sampel uji akurasi dan dihasilkan bahwa sampel uji akurasi berada pada lereng gunungapi tengah dan bukit gunungapi terdenudasi. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa objek panasbumi akan muncul pada subbentuklahan yang berupa lereng gunungapi tengah dan bukit gunungapi terdenudasi. Batuan yang menyusun bentuklahan vulkanik pada dasarnya adalah batuan beku. Namun, tidak semua batuan di daerah ini terdiri dari batuan beku. Terdapat beberapa lokasi yang terdiri dari batuan sedimen. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengangkutan yang disebabkan oleh angin, air, longsor, atau gerakan tanah lainnya. Batuan sedimen yang ada di daerah ini juga ada yang telah bercampur dengan material vulkanik. Batuan tersebut adalah batuan sedimen klastika gunungapi. Jenis-jenis batuan pada daerah ini dapat dilihat pada tabel Hasil Interpretasi Litologi menggunakan Citra ALOS PALSAR RTC dilihat pada gambar 4. 7

8 Gambar 4. Peta Kelas Litologi dan Struktur Geologi Banyaknya batuan basalt dan andesit yang ditemukan di daerah ini dapat diartikan bahwa lava yang mengalir ketika gunungapi meletus memiliki temperatur yang tinggi dan dapat mengalir cukup jauh dari kawah gunungapi. Titik sampel objek panasbumi secara litologi terdapat pada batu pasir arkose, andesit kuarsa, breksi aliran piroklastik, dan batuan rombakan gunungapi. Sama halnya dengan bentuklahan, akurasi objek panasbumi yang muncul pada jenis batuan yang telah disebutkan sebelumnya juga akan diuji. Sampel uji yang digunakan sama dengan sampel uji yang digunakan dalam akurasi bentuklahan dan ditambah dengan sumur panasbumi yang ada di lokasi kajian. Sampel panasbumi tersebut secara umum juga berada pada batu pasir arkose, andesit kuarsa, breksi aliran piroklastik, dan batuan rombakan gunungapi. Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa panasbumi akan berasosiasi pada batuan berupa batu pasir arkose, andesit kuarsa, breksi aliran piroklastik, dan batuan rombakan gunungapi. Penggabungan kondisi fisik terhadap identifikasi awal lokasi kemunculan panasbumi yang telah dilakukan pada saluran termal selanjutnya dilakukan. Hal ini agar dapat memberikan gambaran yang lebih spesifik terhadap lokasi kemunculan panasbumi. Penggabungan ini dilakukan dengan melakukan tumpang susun (overlay) terhadap informasi yang didapat dari saluran termal dan bentuklahan dan litologi yang berasosiasi dengan panasbumi tersebut. Penggabungan informasi tersebut dapat dilihat pada lembar lampiran. Penggabungan dilakukan pada saluran termal yang memiliki nilai piksel asli suhu permukaan dan juga terhadap model nilai suhu permukaan. Objek panasbumi akan muncul pada bentuklahan dan litologi yang saling bertumpang susun. Tumpang susun yang dilakukan terhadap penggabungan tersebut dengan melihat terlebih dahulu bentuklahan yang berasosiasi pada objek panasbumi yaitu lereng gunungapi tengah dan bukit terdenudasi. Setelah dilihat bentuklahan tersebut, maka dimasukkan informasi batuan berupa batupasir arkose, andesit kuarsa, breksi aliran piroklastik, dan bahan rombakan gunungapi. Di mana bentuklahan, jenis batuan, dan keterdapatan objek panasbumi melalui citra saluran termal yang saling bertindihan yang mengindikasikan adanya kemunculan awal lokasi pansbumi. Kondisi fisik berupa interpretasi terhadap bentuklahan dan litologi yang dilakukan pada penelitian ini masih belum cukup. Diperlukan adanya informasi mengenai struktur geologi yang dapat memperlihatkan rekahan-rekahan yang ada pada sekitar kemunculan objek panasbumi. Rekahan ini menjadi hal yang penting karena magma dari dalam bumi pada dasarnya akan keluar pada permukaan yang memiliki rekahan sehingga nantinya magma tersebut akan muncul di permukaan bumi menjadi objek panasbumi itu sendiri. Hal ini berkaitan juga dengan kondisi batuan yang permeable atau tidak, yang mana batuan permeable akan mudah untuk ditembus. Akan tetapi, dalam penelitian ini, keterkaitannya terhadap struktur geologi belum dilakukan, sehingga hal ini menjadi penting untuk dijadikan catatan apabila ingin dilakukan penelitian selanjutnya terhadap panasbumi. KESIMPULAN 1. Prediksi nilai temperatur yang dilakukan di masing-masing saluran termal pada citra Landsat yang digunakan dan diuji dengan menggunakan metode root mean square error (RMSE) memperlihatkan bahwa saluran 11 pada Landsat 8 merupakan saluran yang lebih baik dari saluran lainnya dalam memprediksi nilai temperatur sekitar objek panasbumi. Nilai SE sebesar 3,9 yang dihasilkan dapat diartikan bahwa nilai suhu pada piksel citra dapat bergeser lebih besar atau lebih kecil sebesar 3,9 o C. 2. Kajian terhadap akurasi citra termal dalam identifikasi awal lokasi panasbumi pada penelitian ini dilakukan pada nilai suhu permukaan lokasi kajian dan model regresi. 8

9 Berdasarkan nilai piksel asli suhu permukaan didapatkan bahwa akurasi pada saluran termal Landsat 5 sebesar 42%, Landsat 7 sebesar 50%, metode SWA Landsat 8 sebesar 62%, saluran 10 Landsat 8 sebesar 65%, dan saluran 11 Landsat 8 sebesar 58%. Sementara berdasarkan model regresi didapatkan akurasi pada Landsat 5 sebesar 54%, Landsat 7 sebesar 50%, dan metode SWA, saluran 10, dan saluran 11 Landsat 8 masing-masing memiliki akurasi sebesar 54%. Dari akurasi yang didapat tersebut juga dikaitkan dengan kondisi fisik permukaan di mana objek panasbumi akan muncul pada bentuklahan lereng tengah gunungapi dan buit gunungapi terdenudasi dengan jenis batuan yang berupa batupasir arkose, andesikt kuarsa, breksi aliran piroklastik, dan batuan rombakan gunungapi. DAFTAR PUSTAKA Marilang. (2011). Pengelolaan Sumber daya Alam Tambang. Jurnal Al-Risalah, 11(1), hal Prasasti et al. (2012). Kajian Pemanfaatan Data ALOS PALSAR dalam Pemetaan Kelembaban Tanah. Jurnal Penginderaan Jauh, 9(2), hal Rozenstein et al. (2014). Derivation of Lands Surface Temperature for Landsat 8 TIRS Using a Split Window Algorithm. Sensors 2014, 14, hal Rybach, L dan L. J. P. Muffler. (1981). Geothermal Systems: Principles and Case Histories. Amerika Serikat: John Willey and Sons Ltd. Sukhyar et al. (2014). Potensi dan Pengembangan Sumber Daya Panasbumi Indonesia. Bandung: Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. USGS. (2015). Landsat 8 Data Users Handbook. Amerika Serikat: Department of The Interior U.S. Geological Survey. 9

10 LAMPIRAN 10

11 11

12 12

13 13

14 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan aspek tektoniknya, Indonesia berada pada jalur tumbukan tiga lempeng besar dengan intensitas tumbukan yang cukup intensif. Tumbukan antar lempeng menyebabkan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi PERBANDINGAN EKSTRAKSI BRIGHTNESS TEMPERATUR LANDSAT 8 TIRS TANPA ATMOSPHERE CORRECTION DAN DENGAN MELIBATKAN ATMOSPHERIC CORRECTION UNTUK PENDUGAAN SUHU PERMUKAAN Farid Ibrahim 1, Fiqih Atriani 2, Th.

Lebih terperinci

Berkala Fisika ISSN : Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72

Berkala Fisika ISSN : Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72 Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72 ANALISIS DISTRIBUSI TEMPERATUR PERMUKAAN TANAH WILAYAH POTENSI PANAS BUMI MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DI GUNUNG LAMONGAN,

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Totok Gunawan (2004) geografi pada dasarnya merupakan kajian mengenai geosfera serta komponen-komponennya secara terpadu, holistik dan sistematis dalam konteks

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CITRA SATELIT LANDSAT 8 UNTUK ANALISA PATAHAN PADA LAPANGAN PANAS BUMI ARJUNO WELIRANG PROVINSI JAWA TIMUR

PENGGUNAAN CITRA SATELIT LANDSAT 8 UNTUK ANALISA PATAHAN PADA LAPANGAN PANAS BUMI ARJUNO WELIRANG PROVINSI JAWA TIMUR PENGGUNAAN CITRA SATELIT LANDSAT 8 UNTUK ANALISA PATAHAN PADA LAPANGAN PANAS BUMI ARJUNO WELIRANG PROVINSI JAWA TIMUR Bakruddin, Widya Utama, Dwa Desa Warnana Jurusan Teknik Geomatika FTSP ITS, Surabaya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

APLIKASI CITRA SATELIT LANDSAT 8 UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH PROSPEK PANAS BUMI DAERAH SONGGORITI BATU DAN SEKITARNYA

APLIKASI CITRA SATELIT LANDSAT 8 UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH PROSPEK PANAS BUMI DAERAH SONGGORITI BATU DAN SEKITARNYA Aplikasi Citra Satelit APLIKASI CITRA SATELIT LANDSAT 8 UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH PROSPEK PANAS BUMI DAERAH SONGGORITI BATU DAN SEKITARNYA B Harjo Agung, Alifiansyah Faizal, Arwin Anggi, Ayi Syaeful Bahri,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman INTISARI... Ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR PERSAMAAN...

DAFTAR ISI Halaman INTISARI... Ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR PERSAMAAN... DAFTAR ISI Halaman INTISARI... Ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR PERSAMAAN... x BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1.2 Permasalahan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di ring of fire (Rokhis, 2014). Hal ini berpengaruh terhadap aspek geografis, geologis dan klimatologis. Indonesia

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) ANALISA RELASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN SUHU PERMUKAAN TANAH DI KOTA SURABAYA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTISPEKTRAL TAHUN 1994 2012 Dionysius Bryan S, Bangun Mulyo Sukotjo, Udiana Wahyu D Jurusan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

THE MULTISPECTRAL DATA ANALYSIS TO IDENTIFICATE GEOTHERMAL POTENTIAL

THE MULTISPECTRAL DATA ANALYSIS TO IDENTIFICATE GEOTHERMAL POTENTIAL Bionatura Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik ISSN 1411-0903 Vol. 13, No. 1, Maret 2011 : 8-15 ANALISIS DATA MULTISPEKTRAL UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI PANAS BUMI Bujung, C.A.N., 1 Singarimbun, A., 2 Muslim,

Lebih terperinci

Penentuan Potensi Panas Bumi Menggunakan Landsat 8 dan Hubungannya dengan Kondisi Geologi Gunung Lawu

Penentuan Potensi Panas Bumi Menggunakan Landsat 8 dan Hubungannya dengan Kondisi Geologi Gunung Lawu Penentuan Potensi Panas Bumi Menggunakan Landsat 8 dan Hubungannya dengan Kondisi Geologi Gunung Lawu Birohmatin Amalisana 1, TjiongGiok Pin 2, dan Ratna Saraswati 3 1 Mahasiswa DepartemenGeografi. Fakultas

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NOMOR 57 BANDUNG 40122 JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 TELEPON: 022-7215297/021-5228371 FAKSIMILE:

Lebih terperinci

Meidi Nugroho Adi Sudaryatno

Meidi Nugroho Adi Sudaryatno PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 UNTUK PENENTUAN ZONASI KEKERINGAN PERTANIAN DI SEBAGIAN KABUPATEN GROBOGAN DENGAN METODE TVDI (TEMPERATURE VEGETATION DRYNESS INDEX) Meidi Nugroho Adi meidi_nugroho@yahoo.com

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Kushendratno 1, Emi Sukiyah 2, Nana Sulaksana 2, Weningsulistri 1 dan Yohandi 1 1 Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara secara geografis terletak pada 1ºLintang Utara - 4º Lintang Utara dan 98 Bujur Timur Bujur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara secara geografis terletak pada 1ºLintang Utara - 4º Lintang Utara dan 98 Bujur Timur Bujur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara secara geografis terletak pada 1ºLintang Utara - 4º Lintang Utara dan 98 Bujur Timur - 100 Bujur Timur. Provinsi Sumatera memiliki luas total sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan energi listrik. Beberapa pembangkit listrik bertenaga panas

I. PENDAHULUAN. menghasilkan energi listrik. Beberapa pembangkit listrik bertenaga panas I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi panas bumi (Geothermal) merupakan sumber energi terbarukan berupa energi thermal (panas) yang dihasilkan dan disimpan di dalam inti bumi. Saat ini energi panas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PEMETAAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ASTER DI PERAIRAN LAUT JAWA BAGIAN BARAT MADURA

PEMETAAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ASTER DI PERAIRAN LAUT JAWA BAGIAN BARAT MADURA PEMETAAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ASTER DI PERAIRAN LAUT JAWA BAGIAN BARAT MADURA Dyah Ayu Sulistyo Rini Mahasiswa Pascasarjana Pada Jurusan Teknik dan Manajemen Pantai Institut

Lebih terperinci

EVALUASI KAWASAN POTENSI HIDROTERMAL GUNUNG KELUD MENGGUNAKAN ANALISA CITRA SATELIT

EVALUASI KAWASAN POTENSI HIDROTERMAL GUNUNG KELUD MENGGUNAKAN ANALISA CITRA SATELIT EVALUASI KAWASAN POTENSI HIDROTERMAL GUNUNG KELUD MENGGUNAKAN ANALISA CITRA SATELIT TRI MARTHA KP*, WIDYA UTAMA, M. QODIRIN S, FRANSISKHA WP Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika, ITS Surabaya *email

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG Pengaruh Fenomena La-Nina terhadap SPL Feny Arafah PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG 1) Feny Arafah 1) Dosen Prodi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA) ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA) Oleh : Dawamul Arifin 3508 100 055 Jurusan Teknik Geomatika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng besar dunia, antara lain Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia. Karena pertemuan ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Teknologi merupakan era dimana informasi serta data dapat didapatkan dan ditransfer secara lebih efektif. Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kemajuan

Lebih terperinci

Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S

Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S Interpretasi Hibrida Untuk Identifikasi Perubahan Lahan Terbangun dan Kepadatan Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S anggitovenuary@outlook.com

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengetahui pola hubungan antara dua atau lebih variabel. Istilah regresi yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengetahui pola hubungan antara dua atau lebih variabel. Istilah regresi yang 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Analisis regresi merupakan suatu model matematis yang dapat di gunakan untuk mengetahui pola hubungan antara dua atau lebih variabel. Istilah regresi yang

Lebih terperinci

BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI

BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undangundang Nomor 24 tahun 1992 tentang Tata Ruang Wilayah dan Undang-undang No.

Lebih terperinci

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI Penginderaan jauh atau disingkat inderaja, berasal dari bahasa Inggris yaitu remote sensing. Pada awal perkembangannya, inderaja hanya merupakan teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang 9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator untuk menentukan atau menilai apakah suatu negara pembangunannya berhasil atau tidak. Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN ANALISIS PARAMETER KUALITAS AIR LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN SUMENEP UNTUK PEMBUATAN PETA SEBARAN POTENSI IKAN PELAGIS (Studi Kasus : Total Suspended Solid (TSS)) Feny Arafah, Muhammad Taufik, Lalu Muhamad

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 21 Pengertian Regresi Linier Pengertian Regresi secara umum adalah sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Realitas dinamika kehidupan pada masa lalu, telah meninggalkan jejak dalam bentuk nama tempat yang menggambarkan tentang kondisi tempat berdasarkan sudut filosofi,

Lebih terperinci

FUSI CITRA LANDSAT 7ETM+ DAN ASTER G-DEM UNTUK IDENTIFIKASI ASPEK GEOLOGI KABUPATEN SOPPENG SULAWESI SELATAN

FUSI CITRA LANDSAT 7ETM+ DAN ASTER G-DEM UNTUK IDENTIFIKASI ASPEK GEOLOGI KABUPATEN SOPPENG SULAWESI SELATAN FUSI CITRA LANDSAT 7ETM+ DAN ASTER G-DEM UNTUK IDENTIFIKASI ASPEK GEOLOGI KABUPATEN SOPPENG SULAWESI SELATAN Anugerah Ramadhian AP anugerah.ramadhian.a@mail.ugm.ac.id Taufik Hery Purwanto taufik@ugm.ac.id

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 3.1 Data BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 1. Citra Landsat-5 TM, path 122 row 065, wilayah Jawa Barat yang direkam pada 2 Juli 2005 (sumber: LAPAN). Band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geologi Daerah Penelitian Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. Ratman dan S. Gafoer. Tahun 1998, sebagian besar berupa batuan gunung api,

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI (Tectona grandis Linn.F) MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DAN 12,5 M (Studi Kasus : KPH Kebonharjo Perhutani Unit

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

INTERPRETASI KONDISI GEOLOGI WILAYAH VULKANIK MENGGUNAKAN ANALISA CITRA SATELIT LANDSAT 8 (Daerah Studi: Gunung Penanggungan, Jawa Timur)

INTERPRETASI KONDISI GEOLOGI WILAYAH VULKANIK MENGGUNAKAN ANALISA CITRA SATELIT LANDSAT 8 (Daerah Studi: Gunung Penanggungan, Jawa Timur) INTERPRETASI KONDISI GEOLOGI WILAYAH VULKANIK MENGGUNAKAN ANALISA CITRA SATELIT LANDSAT 8 (Daerah Studi: Gunung Penanggungan, Jawa Timur) Hendra Bahar Teknik Geologi - Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di KPH Banyumas Barat (Bagian Hutan Dayeuluhur, Majenang dan Lumbir). Penelitian ini dilakukan dengan mengolah dan menganalisis

Lebih terperinci

Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia

Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI 13-5012-1998 ICS 73.020 Klasifikasi Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia BADAN STANDARDISASI NASIONAL-BSN LATAR BELAKANG Indonesia secara geologis terletak pada pertemuan

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

MASPARI JOURNAL Juli 2015, 7(2):25-32

MASPARI JOURNAL Juli 2015, 7(2):25-32 MASPARI JOURNAL Juli 2015, 7(2):25-32 AKURASI NILAI KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN PULAU ALANGGANTANG TAMAN NASIONAL SEMBILANG VALUE ACCURACY

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Data Ada 3 data utama yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang pertama adalah data citra satelit Landsat 7 ETM+ untuk daerah cekungan Bandung. Data yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang

Lebih terperinci

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Kajian Manifestasi Panasbumi terhadap Pengeboran Landaian Suhu di Sumani Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat Geothermal Manifestations Study to

Lebih terperinci

Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA, ITS Surabaya. Keywords Citra satelit, DEM, Landsat 7+ETM, Geothermal, Tiris, geomagnet

Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA, ITS Surabaya. Keywords Citra satelit, DEM, Landsat 7+ETM, Geothermal, Tiris, geomagnet CITRA SATELIT DEM DAN LANDSAT 7+ ETM DALAM ANALISIS PATAHAN MANIFESTASI GEOTHERMAL SEBAGAI TINJAUAN AWAL UNTUK PENENTUAN ESKPLORASI GEOMAGNETIK DI WILAYAH TIRIS PROBOLINGGO WIDYA UTAMA*, DIAN NUR AINI,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 OLI DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 OLI DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 OLI DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR Anisa Nurwidia Akbari anisa.nurwidia@gmail.com Retnadi Heru Jatmiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Schieferdecker (1959) maar adalah suatu cekungan yang umumnya terisi air, berdiameter mencapai 2 km, dan dikelilingi oleh endapan hasil letusannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi tektonik Indonesia terletak pada pertemuan Lempeng Eurasia, Australia dan Pasifik. Indonesia dilalui sabuk vulkanik yang membentang dari Pulau Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil 4.1.1. Digitasi dan Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Mangrove Digitasi terhadap citra yang sudah terkoreksi dilakukan untuk mendapatkan tutupan vegetasi mangrove di

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN METODE KONVERSI DIGITAL NUMBER MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

IDENTIFIKASI SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN METODE KONVERSI DIGITAL NUMBER MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI Vol.6 No. 2, Desember 2017 : 59-69 IDENTIFIKASI SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN METODE KONVERSI DIGITAL NUMBER MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI

Lebih terperinci

Stella Swastika Putri Projo Danoedoro Abstract

Stella Swastika Putri Projo Danoedoro Abstract Pemetaan Fraksi Penutup Lahan Kota Yogyakarta Menggunakan Teknik NMESMA Pada Citra Landsat 8 OLI Stella Swastika Putri stella.swastika.p@mail.ugm.ac.id Projo Danoedoro projo.danoedoro@geo.ugm.ac.id Abstract

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dinamika aktivitas magmatik di zona subduksi menghasilkan gunung api bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). Meskipun hanya mewakili

Lebih terperinci

Optimizing Remote Sensing Data for Guiding Geothermal Exploration

Optimizing Remote Sensing Data for Guiding Geothermal Exploration Optimizing Remote Sensing Data for Guiding Geothermal Exploration Rial Dwi Martasari 1,2, Yunus Daud 2,3 and Suwijanto Tarmidi 1 1 PT. NewQuest Geotechnology, Indonesia 2 Master Program in Geothermal Exploration,

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Hasil Segmentasi Dari beberapa kombinasi scale parameter yang digunakan untuk mendapatkan segmentasi terbaik, untuk mengklasifikasikan citra pada penelitian ini hanya mengambil

Lebih terperinci

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh telah menjadi sarana umum untuk mendapatkan data spasial dengan akurasi yang baik. Data dari penginderaan jauh dihasilkan dalam waktu yang relatif

Lebih terperinci

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Diah Witarsih dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG Vembri Satya Nugraha vembrisatyanugraha@gmail.com Zuharnen zuharnen@ugm.ac.id Abstract This study

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

LANDSAT 8 SEBAGAI DATA UNTUK ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI DENGAN MODEL KESEIMBANGAN ENERGI. Fazlurrahman Shomat

LANDSAT 8 SEBAGAI DATA UNTUK ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI DENGAN MODEL KESEIMBANGAN ENERGI. Fazlurrahman Shomat LANDSAT 8 SEBAGAI DATA UNTUK ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI DENGAN MODEL KESEIMBANGAN ENERGI Fazlurrahman Shomat fazlurrahman.shomat@mail.ugm.ac.id Sudaryatno sudaryatno@ugm.ac.id ABSTRACT Evapotranspiration

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip April 2017

Jurnal Geodesi Undip April 2017 ANALISIS HUBUNGAN VARIASI LAND SURFACE TEMPERATURE DENGAN KELAS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT (Studi Kasus : Kabupaten Pati) Anggoro Wahyu Utomo, Andri Suprayogi, Bandi Sasmito *)

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Mei, 2013) ISSN:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Mei, 2013) ISSN: Analisa Penggunaan Lahan Daerah Pengembangan Potensi Panas Bumi di Kecamatan Sempol, Bondowoso Melisa Amalia Mahardianti 1), M. Taufik 2), Widya Utama 3) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert.

memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert. 6 memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert. 2.7. Konsep Dasar Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1 FISIOGRAFI DAN MORFOLOGI Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi lima zona yang berarah timur-barat (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Reklamasi

Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Reklamasi Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Ahmad Arif Zulfikar 1, Eko Kusratmoko 2 1 Jurusan Geografi, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat E-mail : Ahmad.arif31@ui.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

PEMETAAN POTENSI PANAS BUMI (GEOTHERMAL) UNTUK MENDUKUNG PROGRAM ENERGI NASIONAL JAWA TIMUR (Studi Kasus : G. Lamongan, Kab.

PEMETAAN POTENSI PANAS BUMI (GEOTHERMAL) UNTUK MENDUKUNG PROGRAM ENERGI NASIONAL JAWA TIMUR (Studi Kasus : G. Lamongan, Kab. PEMETAAN POTENSI PANAS BUMI (GEOTHERMAL) UNTUK MENDUKUNG PROGRAM ENERGI NASIONAL JAWA TIMUR (Studi Kasus : G. Lamongan, Kab. Probolinggo) 1 Kukuh Danu Permadi; Ir. Yuwono, MT. Jurusan Teknik Geomatika

Lebih terperinci

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ M. IRSYAD DIRAQ P. 3509100033 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM BAB II DASAR TEORI 2.1 DEM (Digital elevation Model) 2.1.1 Definisi DEM Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk penyajian ketinggian permukaan bumi secara digital. Dilihat dari distribusi titik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEMETAAN TEMATIK BERBASIS CITRA PENGINDERAAN JAUH

LAPORAN PRAKTIKUM PEMETAAN TEMATIK BERBASIS CITRA PENGINDERAAN JAUH LAPORAN PRAKTIKUM PEMETAAN TEMATIK BERBASIS CITRA PENGINDERAAN JAUH Pengaruh Nilai Emisi terhadap Suhu Permukaan pada Citra Penginderaan Jauh Dosen Pengampu: Prima Widayani, S.Si., M.Si. Di buat oleh:

Lebih terperinci

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Klasifikasi dan Perubahan Penutupan Analisis yang dilakukan pada penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tipe penutupan lahan yang mendominasi serta lokasi lahan

Lebih terperinci