GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,"

Transkripsi

1 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 77 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT UMUM MOHAMMAD NOER PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf r Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Peraturan Internal (Hospital By Laws) Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Timur (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan Dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 6. Undang-Undang

2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 9. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 10. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 16. Peraturan

3 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5340); 17. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 28 Tahun 2004 tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik; 18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal; 19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah; 21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal; 22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159.b/Menkes/Per II/1988 tentang Rumah Sakit; 23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47/MENKES/PER/I/ 2010 tentang Perizinan Rumah Sakit; 24. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/MENKES/PER/III/ 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit; 25. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/Menkes/PER/IV/ 2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit; 26. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah; 27. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 82 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah Provinsi Jawa Timur; 28. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 69 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Penetapan Jasa Layanan Bagi Pejabat Pengelola, Pegawai dan Dewan Pengawas Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Daerah Provinsi Jawa Timur; 29. Peraturan

4 Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai Badan Layanan Umum Daerah Non PNS; 30. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tarif Layanan dan Pemakaian Kekayaan Daerah pada Badan Layanan Umum Daerah Unit Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur; 31. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 104 Tahun 2016 tentang Nomenklatur, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur; MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT UMUM MOHAMMAD NOER PAMEKASAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Jawa Timur. 2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur. 3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur. 4. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 5. Rumah Sakit adalah Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan. 6. Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disingkat UPT adalah Unit Pelaksana Teknis Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan. 7. Direktur adalah Kepala UPT Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan sekaligus merupakan Pimpinan BLUD. 8. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 9. Pola

5 Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat PPK-BLUD adalah Pola Pengelolaan Keuangan BLUD yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sepagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. 10. Tata Kelola Korporasi (Corporate/Hospital Bylaws) adalah peraturan yang mengatur hubungan antara pemilik dengan Dewan Pengawas, Pejabat Pengelola dan Staf Medis Rumah Sakit beserta fungsi, tugas, tanggung jawab, kewajiban, kewenangan dan haknya masing-masing. 11. Tata Kelola Staf Medis (Medical Staff Bylaws) adalah peraturan yang mengatur tentang fungsi, tugas, tanggungjawab, kewajiban, kewenangan dan hak dari Staf Medis di Rumah Sakit. 12. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara nyata dan tegas diatur dalam lini organisasi yang terdiri dari Direktur Rumah Sakit, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pelayanan Medik dan Kepala Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan Penelitian Pengembangan. 13. Kelompok Jabatan Fungsional adalah pelaksana operasional dari tugas dan fungsi UPT Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan yang dalam melaksanakan tugasnya dikoordinasikan oleh Pejabat Fungsional. 14. Koordinator Pejabat Fungsional, adalah Pejabat Fungsional yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan. 15. Kelompok Kerja Jabatan Fungsional Medis adalah kelompok kerja sebagai pelaksana operasional bidang Pelayanan Medis pada UPT Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan yang melaksanakan tugas sesuai profesi dan kewenanganya. 16. Kelompok Kerja Jabatan Fungsional Penunjang Medis adalah kelompok kerja sebagai pelaksana operasional Pelayanan Penunjang Medis pada UPT Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan yang melaksanakan tugas sesuai profesi dan kewenangannya. 17. Pelayanan Kesehatan adalah segala kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada seseorang dalam rangka promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. 18. Staf Medis Fungsional yang selanjutnya disingkat SMF adalah kelompok dokter yang bekerja dibidang medis dalam jabatan fungsional. 19. Unit

6 Unit pelayanan adalah unit yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan dan pelayanan penunjang medik, meliputi: instalasi rawat jalan, instalasi rawat inap, unit gawat darurat, instalasi radiologi, instalasi laboratorium, instalasi farmasi, instalasi gizi dan lain-lain. 20. Komite Medis adalah wadah profesional medis yang keanggotaannya berasal dari Ketua Kelompok Staf Medis Fungsional dan/atau yang mewakili. 21. Komite Keperawatan adalah wadah profesional medis yang keanggotaannya berasal dari Ketua Kelompok Staf Keperawatan Fungsional dan/atau yang mewakili. 22. Dokter Mitra adalah dokter yang direkrut oleh pihak UPT Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan karena keahliannya, berkedudukan sejajar dengan Rumah Sakit, bertanggung jawab secara mandiri dan bertanggung gugat secara proporsional sesuai dengan kesepakatan atau ketentuan yang berlaku di UPT Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan. 23. Staf Keperawatan Fungsional adalah kelompok perawat yang bekerja dibidang keperawatan dalam jabatan fungsional di UPT Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan. 24. Satuan Pengawas Internal yang selanjutnya disingkat SPI adalah perangkat rumah sakit yang bertugas melakukan pengawasan dan pengendalian internal dalam rangka membantu Direktur Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan pengaruh lingkungan sosial sekitarnya (social responsibility) dalam menyelenggarakan bisnis yang sehat dan memuaskan masyarakat. 25. Koordinator adalah pelaksana sebagian tugas Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pelayanan Medik dan Kepala UKM dan Litbang serta bertanggung jawab pada kepada masing-masing atasan langsung yang membawahi, dan dibawah kelompok kerjanya terdapat Sub Koordinator. 26. Koordinator Jabatan Fungsional adalah Pejabat Teknis non struktural, sebagai Penanggung Jawab Kegiatan Sub Bagian Medis, Penunjang Medis dan Keperawatan. 27. Instalasi adalah unit terkecil kelompok jabatan fungsional yang langsung memberikan pelayanan tertentu kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung secara berkesinambungan dan pada tempat/lokasi yang relatif tetap. 28. Tenaga

7 Tenaga administrasi adalah orang atau sekelompok orang yang bertugas melaksanakan administrasi perkantoran guna menunjang pelaksanaan tugas-tugas pelayanan. 29. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah Pegawai Negeri Sipil pada Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan-undangan kepegawaian. 30. Pegawai bukan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Pegawai BLUD Non PNS adalah tenaga yang berkedudukan bukan pegawai negeri sipil yang direkrut oleh UPT Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan berdasarkan formasi kebutuhan. BAB II TATA KELOLA KORPORASI Bagian Kesatu Ruang Lingkup Pasal 2 Peraturan Gubernur ini mengatur mengenai Tata Kelola Rumah Sakit terdiri dari Tata Kelola Korporasi dan Tata Kelola Staf Medis, dan halhal lain yang berhubungan dengan Tata Kelola Rumah Sakit. Bagian Kedua Prinsip Tata Kelola Pasal 3 (1) Tata Kelola Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan peraturan internal Rumah Sakit, yang didalamnya memuat: a. struktur Organisasi; b. prosedur Kerja; c. pengelompokan tugas dan fungsi-fungsi yang logis; dan d. pengelolaan sumber daya manusia. (2) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, menggambarkan posisi jabatan, pembagian tugas, fungsi, tanggung jawab, kewenangan dan hak dalam organisasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. (3) Prosedur kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, menggambarkan hubungan dan mekanisme kerja antar posisi jabatan dan fungsi dalam organisasi. (4) Pengelompokan

8 - 8 - (4) Pengelompokan fungsi logis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, menggambarkan pembagian yang jelas dan rasional antara fungsi pelayanan dan fungsi pendukung yang sesuai dengan prinsip pengendalian intern dalam rangka efektifitas pencapaian tujuan organisasi. (5) Pengelolaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, merupakan pengaturan dan kebijakan yang jelas mengenai sumber daya manusia yang berorientasi pada pemenuhan secara kuantitatif dan kualitatif untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi secara efisien, efektif, dan produktif. Pasal 4 (1) Tata Kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menganut prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Transparansi; b. Akuntabilitas; c. Resposibilitas; dan d. Independensi. (2) Transparansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan asas keterbukaan yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi agar informasi secara langsung dapat diterima bagi yang membutuhkan sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan. (3) Akuntabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan kejelasan fungsi, struktur, sistem yang dipercayakan pada Rumah Sakit agar pengelolaannya dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak. (4) Responsibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan kesesuaian atau kepatuhan di dalam pengelolaan organisasi terhadap bisnis yang sehat serta perundangundangan. (5) Independensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, merupakan kemandirian pengelolaan organisasi secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip bisnis yang sehat. (6) Akuntabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diwujudkan dalam perencanaan, evaluasi dan laporan/ pertanggungjawaban dalam sistem pengelolaan keuangan, hubungan kerja dalam organisasi, manajemen SDM, pengelolaan aset, dan manajemen pelayanan. BAB III

9 - 9 - BAB III TATA KELOLA KORPORASI Bagian Kesatu Falsafah, Visi, Misi, Tujuan Strategis Nilai-Nilai Dasar, Identitas dan Lambang Pasal 5 (1) Dalam rangka mencapai pelayanan yang optimal dan profesional, Rumah Sakit mempunyai falsafah memberikan pelayanan kesehatan paru dengan mengutamakan kualitas pelayanan, dengan kemampuan ekonomi lemah, melayani masyarakat sepenuh hati dan ikhlas dan tanpa memandang suku, ras, agama dan golongan. (2) Untuk mewujudkan falsafah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Rumah Sakit mempunyai visi menjadi Rumah Sakit Umum Unggulan Paru Berstandar Nasional dengan Pelayanan Prima. (3) Untuk mencapai visi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Rumah Sakit mempunyai misi: a. memberikan pelayanan professional, modern, bermutu, dan terbaik dibidang penyakit paru dengan biaya terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat; b. mengembangkan kemampuan professional sumber daya manusia guna meningkatkan mutu pelayanan dibidang penyakit paru; dan c. menggalang kerja sama kemitraan dengan berbagai pihak dalam hal pelayanan, rujukan, pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan paru masyarakat. (4) Untuk mencapai visi dan misi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Rumah Sakit mempunyai tujuan strategis yaitu: a. mewujudkan sinkronisasi antara kebijakan nasional dan daerah; b. meningkatkan kuantitas tenaga medis spesialistik dan paramedis disertai dengan peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan; c. mengembangkan, menambah dan memelihara sarana dan prasarana peralatan medis (medical equipment), utamanya yang berkaitan dengan teknologi tinggi; d. meningkatkan pelayanan dengan membuka spesialis/sub spesialis dan melengkapi sarana dan prasarana secara mencukupi; e. meningkatkan kecepatan, ketepatan, keramahan dan efisiensi serta melakukan kerjasama dengan pelayanan kesehatan lokal dan nasional; f. melakukan

10 f. melakukan efisiensi dan efektifitas pelayanan pada semua unit kerja dan unit kegiatan; dan g. melaksanakan akuntabilitas pelayanan dengan secara berkesinambungan melakukan audit medis, audit keuangan dan gugus kendali mutu. (5) Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Rumah Sakit dilandasi dengan nilai-nilai dasar Melayani dengan SEHATI (Senyum, Empaty, Harmonis, Aman, Terpercaya dan Imtaq). (6) Dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat Rumah Sakit menerapkan motto Kepercayaan Anda adalah Amanah Bagi Kami. (7) Identitas dan Logo Rumah Sakit sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Gubernur ini. Bagian Kedua Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi Rumah Sakit Pasal 6 (1) Rumah Sakit berkedudukan sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Direktur yang bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. (2) Rumah Sakit mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Kesehatan di bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif penyakit dalam bentuk upaya Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perorangan. (3) Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Rumah Sakit mempunyai fungsi: a. penyusunan rencana dan program rumah sakit; b. pelaksanaan ketatausahaan; c. pengawasan dan pengendalian operasional rumah sakit; d. pelayanan medis penyakit; e. penyelenggaraan pelayanan penunjang medis dan non medis; f. pelaksanaan pelayanan kesehatan umum masyarakat; g. penyelenggaraan pelayanan dan asuhan keperawatan; h. penyelenggaraan pelayanan rujukan pasien, spesimen, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan program; i. penyelenggaraan koordinasi dan kemitraan kegiatan rumah sakit; j. penyelenggaraan penelitian, pengembangan (litbang) dan pendidikan dan pelatihan (diklat); k. pelaksanaan

11 k. pelaksanaan monitoring dan evaluasi program; l. pelaksanaan pembinaan wilayah di bidang teknis; dan m. pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) baik Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) maupun Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di dalam gedung maupun di luar gedung di wilayah kerjanya. Bagian Ketiga Kedudukan Pemerintah Daerah Provinsi Pasal 7 (1) Pemerintah Provinsi bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup, perkembangan dan kemajuan rumah sakit sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. (2) Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Provinsi berwenang: a. menetapkan peraturan tentang Tata Kelola Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; b. mengangkat dan memberhentikan Pejabat Pengelola, Pejabat Struktural dan Dewan Pengawas; c. membentuk Tim Pembina Dewan Pengawas; dan d. melakukan evaluasi dan/atau meminta laporan mengenai kinerja Rumah Sakit baik menyangkut kinerja keuangan maupun non keuangan. (3) Pemerintah Provinsi bertanggungjawab menutup defisit anggaran Rumah Sakit yang bukan karena kesalahan dalam pengelolaan dan setelah di audit secara independen. Bagian Keempat Pejabat Pengelola Paragraf 1 Susunan Pasal 8 (1) Pejabat Pengelola Rumah Sakit terdiri atas: a. Direktur; b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha; c. Kepala Seksi Pelayanan Medik; dan d. Kepala Seksi Usaha Kesehatan Masyarakat dan Penelitian Pengembangan (UKM dan Litbang). (2) Susunan

12 (2) Susunan Pejabat Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan perubahan, baik jumlah maupun jenisnya, setelah melalui analisis organisasi guna memenuhi tuntutan perubahan. (2) Perubahan komposisi Pejabat Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur. Paragraf 2 Direktur Pasal 9 Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Kepala Dinas terhadap operasional dan keuangan Rumah Sakit secara umum dan keseluruhan. Pasal 10 Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Direktur meliputi: a. seorang dokter yang memenuhi kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan dan pengalaman dibidang perumahsakitan; b. berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk mengembangkan usaha guna kemandirian Rumah Sakit; c. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah menjadi pemimpin perusahaan yang dinyatakan pailit; dan d. Bersedia membuat Surat Pernyataan Kesanggupan untuk menjalankan praktik bisnis yang sehat di Rumah Sakit. Pasal 11 (1) Dalam hal Direktur berasal dari unsur Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka yang bersangkutan merupakan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dan barang daerah. (2) Dalam hal Direktur berasal dari unsur non Pegawai Negeri Sipil, maka yang bersangkutan bukan merupakan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dan barang daerah. (3) Dalam hal Direktur bukan merupakan pengguna anggaran/ kuasa pengguna anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka yang menjadi pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dan barang daerah adalah Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pelayanan Medik dan/atau Kepala Seksi UKM dan Litbang. Pasal 12

13 Pasal 12 Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mempunyai tugas dan kewajiban: a. memimpin dan mengurus Rumah Sakit Umum sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan senantiasa berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna; b. memelihara, menjaga dan mengelola kekayaan Rumah Sakit; c. mewakili Rumah Sakit di dalam dan di luar pengadilan; d. melaksanakan kebijakan pengembangan usaha dalam mengelola Rumah Sakit sebagaimana yang telah digariskan; e. memperhatikan pengelolaan Rumah Sakit dengan berwawasan lingkungan; f. menyiapkan Rencana Strategis Bisnis (RSB) dan Rencana Bisnis Anggaran (RBA) Rumah Sakit; g. mengadakan dan memelihara pembukuan serta administrasi Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan yang berlaku; h. menyiapkan laporan tahunan dan laporan berkala; dan i. menyampaikan dan mempertanggungjawabkan kinerja operasional serta keuangan Rumah Sakit. Pasal 13 Dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Direktur mempunyai fungsi: a. perumusan kebijakan teknis dibidang pelayanan kesehatan; b. pelayanan penunjang dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dibidang pelayanan kesehatan; c. penyusunan rencana dan program, monitoring, evaluasi dan pelaporan dibidang pelayanan kesehatan; d. pelayanan medis; e. pelayanan penunjang medis dan non medis; f. pelayanan keperawatan; g. pelayanan rujukan; h. pelaksanaan pendidikan dan pelatihan; i. pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta pengabdian masyarakat; j. pengelolaan akuntansi dan keuangan; k. pengelolaan urusan kepegawaian, hukum, hubungan masyarakat, organisasi dan tata laksana, serta rumah tangga, perlengkapan dan umum. l. perumusan kebijakan teknis dibidang pelayanan kesehatan; m. pelayanan

14 m. pelayanan penunjang dalam penyelanggaraan pemerintahan daerah dibidang pelayanan kesehatan; dan n. penyusunan rencana dan program, monitoring, evaluasi dan pelaporan dibidang pelayanan kesehatan. Pasal 14 Dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, Direktur mempunyai kewenangan: a. memberikan perlindungan kepada dokter dengan mengikutsertakan dokter pada asuransi tanggung gugat profesional; b. menetapkan kebijakan operasional Rumah Sakit; c. menetapkan peraturan, pedoman, petunjuk teknis dan prosedur tetap Rumah Sakit; d. mengangkat dan memberhentikan pegawai Rumah Sakit Umum sesuai peraturan perundang-undangan; e. menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban pegawai Rumah Sakit sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; f. memberikan penghargaan pegawai, karyawan dan profesional yang berprestasi tanpa atau dengan sejumlah uang yang besarnya tidak melebihi ketentuan yang berlaku; g. memberikan sanksi yang sifatnya mendidik sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; h. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Kepala Seksi kepada Gubernur; i. mendatangkan ahli, profesional konsultan atau lembaga independen apabila diperlukan; j. menetapkan organisasi pelaksana dan organisasi pendukung dengan uraian tugas masing-masing; k. menandatangani perjanjian dengan pihak lain untuk jenis perjanjian yang bersifat teknis operasional pelayanan; dan l. mendelegasikan sebagian kewenangan kepada jajaran di bawahnya serta meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dari Kepala Sub Bagian Tata Usaha, dan Kepala Seksi. Pasal 15 Direktur mempunyai tanggung jawab menyangkut hal-hal sebagai berikut: a. kebenaran kebijaksanaan Rumah Sakit; b. kelancaran, efektifitas dan efisiensi kegiatan Rumah Sakit; c. kebenaran program kerja, pengendalian, pengawasan dan pelaksanaan serta laporan kegiatannya; dan d. meningkatkan akses, keterjangkauan dan mutu pelayanan kesehatan. Paragraf 3

15 Paragraf 3 Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pasal 16 Kepala Sub Bagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b merupakan pejabat struktural dibawah Direktur, bertindak sebagai Pejabat Keuangan. Pasal 17 Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Kepala Sub Bagian Tata Usaha meliputi: a. seorang yang memenuhi kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan dan pengalaman dibidang keuangan dan/atau akuntansi, umum dan keadministrasian; b. berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk mengembangkan usaha guna kemandirian keuangan, pelayanan umum dan administrasi yang profesional; c. mampu melaksanakan koordinasi dilingkup kerja yang menjadi tanggung jawabnya; d. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah menjadi pemegang keuangan perusahaan yang dinyatakan pailit; e. berstatus Pegawai Negeri Sipil; f. bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk menjalankan prinsip pengelolaan keuangan yang sehat di Rumah Sakit; dan g. memenuhi syarat administrasi kepegawaian bagi yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil. Pasal 18 Kepala Sub Bagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 mempunyai tugas: a. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan surat menyurat, urusan rumah tangga, kehumasan dan protokol, kearsipan serta perpustakaan; b. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi administrasi kepegawaian serta pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM); c. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi administrasi dan penatausahaan dan pengelolaan keuangan; d. menyusun

16 d. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi perlengkapan peralatan kantor dan aset; e. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pengelolaan, tata laksana dan tata kelola organisasi, peraturan perundang-undangan serta perizinan operasional serta peralatan penunjang medis dan non medis; dan f. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pelayanan penunjang yang meliputi pengelolaan Instalasi Pemeliharaan Sarana, Instalasi Pengelolaan Limbah dan lingkungan serta Laundri/linen, ambulans, gudang, pengelolaan gas medik, penanggulangan kebakaran, teknik dan pemeliharaan fasilitas serta pengelolaan air bersih. Pasal 19 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Kepala Sub Bagian Tata Usaha dibantu oleh Koordinator Kelompok Kerja Keuangan, Koordinator Kelompok Kerja Umum dan Administrasi serta Koordinator Kelompok Kerja Sumber Daya Manusia (SDM). Pasal 20 (1) Koordinator Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 diangkat dan di berhentikan oleh Direktur. (2) Koordinator Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan fungsi sesuai dengan bidangnya dan bertanggung jawab kepada Direktur melalui Kepala Sub Bagian Tata Usaha. Paragraf 4 Kepala Seksi Pelayanan Medik Pasal 21 Kepala Seksi Pelayanan Medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c merupakan pejabat struktural dibawah Direktur bertindak sebagai Pejabat Teknis. Pasal 22 Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Kepala Seksi Pelayanan Medik adalah: a. seorang dokter atau sarjana kesehatan lain yang memenuhi kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan dan pengalaman di bidang pelayanan; b. berkelakuan

17 b. berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk mengembangkan pelayanan yang profesional; c. mampu melaksanakan koordinasi di lingkup pelayanan Rumah Sakit; d. berstatus PNS; dan e. bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan dan mengembangkan pelayanan Rumah Sakit. Pasal 23 Kepala Seksi Pelayanan Medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 mempunyai tugas: a. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program pelayanan medis, keperawatan dan penunjang; b. mengelola kegiatan pelayanan medis yang meliputi pelayanan gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, pelayanan kamar operasi serta pelayanan lainnya sesuai kebutuhan dan perkembangan di masyarakat; c. mengelola kegiatan pelayanan Keperawatan yang meliputi asuhan keperawatan dan/atau asuhan kebidanan dalam pelayanan gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, pelayanan kamar operasi serta pelayanan keperawatan lainnya sesuai kebutuhan dan perkembangan di masyarakat; d. mengelola kegiatan pelayanan penunjang yang meliputi penunjang medis dan penunjang klinis yang terdiri dari rawat intensif, farmasi, radiologi, laboratorium, sanitasi, Bagian Pusat Pelayanan Sterilisasi (Central Sterilization Services Department), rekam medik, rehabilitasi medik, gizi dan jasa boga, pemulasaraan jenazah serta pelayanan penunjang lainnya sesuai kebutuhan dan perkembangan di masyarakat; e. mengelola data dan informasi yang berkaitan dengan pelayanan medis, keperawatan dan penunjang; dan f. mengkoordinasi kegiatan peningkatan mutu pelayanan medis, pelayanan keperawatan dan penunjang. Paragraf 5 Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan Penelitian dan Pengembangan Pasal 24 Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d merupakan pejabat struktural dibawah Direktur bertindak sebagai Pejabat Teknis. Pasal 25

18 Pasal 25 Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Kepala Seksi UKM dan Litbang adalah: a. seorang dokter atau sarjana kesehatan lain yang memenuhi kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan dan pengalaman di bidang pelayanan; b. berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk mengembangkan pelayanan yang profesional; c. mampu melaksanakan koordinasi di lingkup pelayanan Rumah Sakit; d. berstatus PNS; dan e. bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan dan mengembangkan pelayanan di Rumah Sakit. Pasal 26 Kepala Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan Penelitian dan Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 mempunyai tugas: a. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program kesehatan sesuai dengan program prioritas; b. mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan UKM di wilayah binaan; c. mengkoordinasikan, menyelenggarakan serta memfasilitasi kegiatan pendidikan, penelitian dan pengembangan program pelayanan kesehatan; d. mengkoordinasikan penyusunan perencanaan, monitoring dan evaluasi program; e. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pelayanan penunjang yang meliputi Instalasi Pembuangan Limbah dan pengelolaan lingkungan, Gizi, serta UKM; f. melaksanakan dan mengkoordinasi Survey Kepuasan Masyarakat; g. mengelola Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit; h. mengelola data dan informasi yang berkaitan dengan kegiatan program dan pelayanan Rumah sakit; i. menyusun dan menganalisa program kerjasama di bidang pendidikan, pelatihan, penelitian dan pelayanan kesehatan termasuk sarana dan SDM; j. menyusun dan menganalisa laporan tahunan dan profil rumah sakit; dan k. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program promosi serta pelayanan publik Rumah Sakit. Paragraf 6

19 Paragraf 6 Pengangkatan Pejabat Pengelola Pasal 27 (1) Pengangkatan dalam jabatan dan penempatan Pejabat Pengelola Rumah Sakit ditetapkan berdasarkan kompetensi dan kebutuhan praktik bisnis yang sehat. (2) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keahlian berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam tugas jabatan. (3) Kebutuhan praktik bisnis yang sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kesesuaian antara kebutuhan jabatan, kualitas dan kualifikasi sesuai kemampuan keuangan Rumah Sakit. (4) Pejabat Pengelola Rumah Sakit diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Gubernur. Paragraf 7 Pemberhentian Pejabat Pengelola Pasal 28 Pejabat Pengelola dapat diberhentikan karena: a. meninggal dunia; b. berhalangan secara tetap selama 3 (tiga) bulan berturut-turut; c. tidak melaksanakan tugas dan kewajiban dengan baik; d. melanggar misi, kebijakan atau ketentuan-ketentuan lain yang telah digariskan; dan e. mengundurkan diri karena alasan yang patut. Bagian Kelima Koordinator Pejabat Fungsional Pasal 29 (1) Selain Pejabat Pengelola, di Rumah Sakit juga diangkat Koordinator Pejabat Fungsional untuk membantu pelaksanaan tugas Kepala Sub bagian Tata Usaha dan Kepala Seksi. (2) Koordinator Pejabat Fungsional mempunyai tugas sebagai berikut: a. menyusun rencana pelayanan medis, penunjang medis dan non medis dengan mempertimbangkan rekomendasi dari komite-komite yang ada di Rumah Sakit; b. melaksanakan

20 b. melaksanakan kegiatan pelayanan medis, penunjang medis dan non medis sesuai dengan RBA; c. memonitor pelaksanaan kegiatan pelayanan medis, penunjang medis dan non medis; d. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidang pelayanan medis, penunjang medis dan non medis; dan e. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Direktur. (3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai fungsi: a. pengkoordinasian penyiapan perumusan kebijakan teknis, pelaksanaan dan pelayanan administrasi dan teknis di bidang pelayanan medis; b. pengkoordinasian penyiapan perumusan kebijakan teknis, pelaksanaan dan pelayanan administrasi dan teknis di bidang pelayanan keperawatan; c. pengkoordinasian penyiapan perumusan kebijakan teknis, pelaksanaan dan pelayanan administrasi dan teknis di bidang pelayanan penunjang; dan d. pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan Direktur. Pasal 30 (1) Dalam melaksanakan tugas Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional dibantu oleh Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional Medis, Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional Keperawatan dan Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional Penunjang Medis. (2) Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional Medis, Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional Keperawatan dan Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional Penunjang Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Direktur. (3) Koordinator kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai tugas dan fungsi sesuai dengan bidangnya dan bertanggung jawab kepada Direktur melalui Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional. Pasal 31 Syarat untuk dapat diangkat menjadi Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional adalah: a. seorang dokter, sarjana kesehatan/teknis lainnya yang memenuhi kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan dan pengalaman di bidang pelayanan; b. berkelakuan

21 b. berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk mengembangkan pelayanan yang profesional; c. mampu melaksanakan koordinasi di lingkup pelayanan Rumah Sakit; d. berstatus PNS atau NON PNS; e. bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan dan mengembangkan pelayanan di Rumah Sakit; dan f. memenuhi syarat administrasi kepegawaian bagi yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil. Bagian Keenam Dewan Pengawas Paragraf 1 Pembentukan Pasal 32 (1) Dewan Pengawas dibentuk dengan Keputusan Gubernur atas usulan Direktur melalui Kepala Dinas Kesehatan. (2) Jumlah Anggota Dewan Pengawas ditetapkan sebanyak 3 (tiga) orang yang terdiri dari 1 (satu) orang Ketua merangkap anggota dan 2 (dua) orang anggota. (3) Dalam hal Ketua berhalangan tetap, maka Gubernur mengangkat salah satu anggota Dewan Pengawas untuk menjadi Ketua hingga masa jabatan berakhir. (4) Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Gubernur. Paragraf 2 Tugas dan Kewajiban Pasal 33 (1) Dewan Pengawas bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan Rumah Sakit yang dilakukan oleh Pejabat Pengelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dewan Pengawas berkewajiban: a. memberikan pendapat dan saran mengenai RBA yang diusulkan oleh Direktur; b. mengikuti perkembangan kegiatan Rumah Sakit dan memberikan pendapat serta saran kepada Gubernur terhadap setiap masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan Rumah Sakit; c. melaporkan

22 c. melaporkan kepada Gubernur tentang kinerja Rumah Sakit; d. melakukan evaluasi dan penilaian kinerja baik keuangan maupun non keuangan, serta memberikan saran dan catatancatatan penting untuk ditindaklanjuti oleh pejabat pengelola Rumah Sakit; e. memonitor tindak lanjut hasil evaluasi dan penilaian kinerja; dan f. melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Gubernur. (3) Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Gubernur secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam satu tahun dan sewaktu-waktu apabila diperlukan. Paragraf 3 Keanggotaan Pasal 34 (1) Anggota Dewan Pengawas terdiri dari unsur-unsur: a. pejabat pada Perangkat Daerah yang berkaitan dengan kegiatan Rumah Sakit; b. pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah; dan c. tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan Rumah Sakit. (2) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan Pejabat Pengelola. (3) Kriteria menjadi anggota Dewan Pengawas, yaitu: a. memiliki dedikasi dan memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan Rumah Sakit, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya; b. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi anggota Direksi atau Komisaris, atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu badan usaha pailit atau tidak pernah melakukan tindak pidana yang merugikan daerah; dan c. mempunyai kompetensi dalam bidang manajemen keuangan, sumber daya manusia dan mempunyai komitmen terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik. Paragraf 4

23 Paragraf 4 Masa Jabatan Pasal 35 (1) Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan selama 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. (2) Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum waktunya oleh Gubernur. (3) Pemberhentian anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila: a. tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik; b. tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan; c. terlibat dalam tindakan yang merugikan Rumah Sakit; atau d. dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan tindak pidana dan/atau kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya melaksanakan pengawasan atas Rumah Sakit. Paragraf 5 Sekretaris Pasal 36 (1) Gubernur dapat mengangkat Sekretaris Dewan Pengawas untuk mendukung kelancaran tugas Dewan Pengawas. (2) Sekretaris Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan anggota Dewan Pengawas. Paragraf 6 Biaya Pasal 37 Segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Dewan Pengawas termasuk honorarium Anggota dan Sekretaris Dewan Pengawas dibebankan pada Rumah Sakit dan dimuat dalam RBA. Bagian Ketujuh Organisasi Pelaksana Paragraf 1 Instalasi Pasal 38 (1) Guna terwujudnya penyelenggaraan kegiatan pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta pengembangan dibentuk instalasi yang merupakan unit pelayanan non struktural. (2) Instalasi

24 (2) Instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit. (3) Instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh Kepala instalasi yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Rumah Sakit. (4) Kepala Instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mempunyai tugas dan kewajiban merencanakan, melaksanakan monitoring dan evaluasi, serta melaporkan kegiatan pelayanan di instalasinya masing-masing. (5) Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Instalasi dibantu oleh tenaga fungsional dan/atau tenaga non fungsional. (6) Kepala instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertanggung jawab kepada Direktur melalui Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional. Pasal 39 Instalasi di Rumah Sakit meliputi: a. Instalasi Rawat Jalan; b. Instalasi Rawat Inap; c. Instalasi Gawat Darurat; d. Instalasi High Care Unit (HCU); e. Instalasi Bedah Sentral; f. Instalasi Laboratorium; g. Instalasi Radiologi; h. Instalasi Farmasi; i. Instalasi Rekam Medik dan Informasi; j. Instalasi Kesehatan Lingkungan; k. Instalasi Administrasi Pasien; l. Instalasi Gizi; m. Instalasi Pemeliharaan Sarana Prasarana Rumah Sakit; dan n. Instalasi Pemulasaraan Jenazah. Pasal 40 (1) Instalasi Rawat Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a merupakan tempat untuk melakukan kegiatan pelayanan pada Unit Rawat Jalan. (2) Instalasi Rawat Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Poli Bedah; b. Poli Anak; c. Poli Penyakit Dalam; d. Poli

25 d. Poli Kebidanan dan Kandungan; e. Poli Gigi dan Mulut; f. Poli Saraf; g. Poli Paru, yang terdiri dari; 1. Poli Tuberculosis (Directly Observed Treatmen) DOTS; 2. Poli Asma/Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). h. Poli Rehabilitasi Medis dan Fisiotherapi. Pasal 41 (1) Instalasi Rawat Inap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b merupakan tempat untuk melakukan kegiatan pelayanan di Unit Rawat Inap. (2) Instalasi Rawat Inap, meliputi : a. Kelas Utama; b. Kelas I; c. Kelas II; dan d. Kelas III. Pasal 42 Instalasi Gawat Darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf c merupakan tempat untuk melakukan kegiatan pelayanan kegawatdaruratan. Pasal 43 High Care Unit (HCU) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf d merupakan unit pelayanan di Rumah Sakit bagi pasien dengan kondisi stabil dari fungsi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran namun masih memerlukan pengobatan, perawatan dan pemantauan secara ketat. Pasal 44 Instalasi Bedah Sentral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf e merupakan salah satu bagian dari sistem pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, yang penting dalam hal memberikan pelayanan kepada pasien yang memerlukan tindakan pembedahan, baik untuk kasus-kasus bedah terencana (elektif) maupun untuk kasus-kasus bedah darurat/segera (cito). Pasal 45

26 Pasal 45 (1) Instalasi Laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf f merupakan tempat untuk melaksanakan kegiatan pelayanan pemeriksaan laboratorium. (2) Instalasi Laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Pemeriksaan Biologi; dan b. Pemeriksaan Kimia. Pasal 46 Instalasi Radiologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf g merupakan tempat untuk melaksanakan kegiatan pelayanan pemeriksaan Radiologi. Pasal 47 Instalasi Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf h merupakan tempat untuk melakukan kegiatan pelayanan penyimpanan, penyediaan, penyaluran, peracikan obat-obatan dan bahan kimia. Pasal 48 Instalasi Rekam Medik dan Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf i merupakan tempat untuk melakukan kegiatan penatausahaan pengelolaan rekam medis penderita baik untuk pelayanan di Instalasi Rawat Jalan maupun Instalasi Rawat Inap dan informasi mengenai kegiatan pelayanan Rekam Medik di Rumah Sakit. Pasal 49 Instalasi Kesehatan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf j menjalankan tugas pokok dan fungsi bidang kesehatan lingkungan sebagai upaya dalam pengelolaan, pengolahan, pengawasan, dan pengendalian masalah kesehatan lingkungan di Rumah Sakit. Pasal 50 (1) Instalasi Administrasi Pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf k merupakan tempat untuk melakukan kegiatan berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien di Instalasi Rawat Jalan maupun di Instalasi Rawat Inap. (2) Instalasi

27 (2) Instalasi Administrasi Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. Unit Pelayanan Pasien Umum; dan b. Unit Pelayanan Pasien yang ditanggung asuransi. Pasal 51 Instalasi Gizi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf l merupakan tempat untuk melakukan pelayanan penyediaan, pengolahan, penyaluran makanan dan minuman, terapi gizi dan konsultasi gizi. Pasal 52 (1) Instalasi Pemeliharaan Sarana Prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf m merupakan tempat untuk melakukan kegiatan pemeliharaan peralatan medis, non medis, bangunan gedung, air, gas, dan pengolahan sampah serta limbah. (2) Instalasi Pemeliharaan Sarana Prasarana Rumah Sakit meliputi : a. Unit Pemeliharaan Sarana dan Prasarana; b. Unit Penyehatan Lingkungan; dan c. Unit Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Pasal 53 Instalasi Pemulasaraan Jenazah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf n merupakan Instalasi yang menyelenggarakan pelayanan pemulasaraan jenazah dan forensik terhadap jenazah yang berasal dari dalam atau dari luar Rumah Sakit. Pasal 54 (1) Pembentukan dan perubahan instalasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 didasarkan atas analisis organisasi dan kebutuhan. (2) Pembentukan dan perubahan jumlah dan jenis instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan secara tertulis kepada Gubernur. Paragraf 2 Kelompok Jabatan Fungsional Pasal 55 (1) Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang terbagi atas berbagai kelompok jabatan fungsional sesuai bidang keahliannya. (2) Jumlah

28 (2) Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja yang ada. (3) Kelompok jabatan fungsional bertugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing yang berlaku. (4) Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 3 Staf Medis Fungsional Pasal 56 (1) SMF merupakan kelompok dokter yang bekerja di bidang medis dalam jabatan fungsional. (2) SMF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas melaksanakan diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan, penyuluhan, pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi kedokteran. (3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SMF menggunakan pendekatan tim dengan tenaga profesi terkait. Bagian Kedelapan Organisasi Pendukung Paragraf 1 Satuan Pengawas Intern Pasal 57 (1) Guna membantu Direktur dalam bidang pengawasan internal dan monitoring dibentuk SPI. (2) Tugas SPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. mengawasi pelaksanaan dan operasional Rumah Sakit; b. menilai pengendalian pengelolaan/pelaksanaan kegiatan Rumah Sakit; dan c. memberikan saran perbaikan kepada Direktur. (3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) SPI mempunyai fungsi: a. pengawasan terhadap segala kegiatan di lingkungan Rumah Sakit; b. penelusuran kebenaran laporan atau informasi tentang penyimpangan yang terjadi; dan c. pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat pengawas fungsional. (4) SPI berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur. (5) SPI dibentuk dengan Keputusan Direktur. Paragraf 2

29 Paragraf 2 Komite Medis Pasal 58 (1) Guna membantu Direktur dalam mengawal dan menjamin mutu pelayanan medis agar sesuai dengan standar pelayanan dan untuk memberi wadah bagi profesional medis dibentuk Komite Medis. (2) Komite Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai otoritas dalam organisasi Staf Medis. (3) Susunan, fungsi, tugas dan kewajiban, serta tanggung jawab dan kewenangan Komite Medis diuraikan lebih lanjut dalam Bab Tata Kelola Staf Medis. Paragraf 3 Komite Keperawatan Pasal 59 (1) Guna membantu Direktur Rumah Sakit dalam menyusun Standar Pelayanan Keperawatan dan memantau pelaksanaannya, mengatur kewenangan (previlege) perawat, mengembangkan pelayanan keperawatan, program pendidikan, pelatihan dan penelitian serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan, dibentuk Komite Keperawatan. (2) Dalam menjalankan tugasnya Komite Keperawatan wajib menjalin kerjasama yang harmonis dengan komite medis, Manajemen Keperawatan dan instalasi terkait. (3) Komite Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan wadah non struktural yang berada dibawah serta bertanggungjawab kepada Direktur. Pasal 60 (1) Susunan Komite Keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 terdiri dari: a. Ketua; b. Wakil Ketua; c. Sekretaris; dan d. Anggota. (2) Komite Keperawatan dibentuk dan ditetapkan dengan Keputusan Direktur. Bagian

30 Bagian Kesembilan Tata Kerja Pasal 61 Dalam melaksanakan tugasnya setiap koordinator dan penanggung jawab instalasi di lingkungan Rumah Sakit wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sikronisasi dan pendekatan fungsional (cross functional approach) secara vertikal dan horisontal baik internal maupun eksternal. Pasal 62 Setiap koordinator dan penanggung jawab instalasi wajib mengawasi bawahannya dan apabila terjadi penyimpangan wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 63 Setiap koordinator dan penanggung jawab instalasi bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahan dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya. Pasal 64 Setiap koordinator dan penanggung jawab instalasi wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan serta menyampaikan laporan berkala pada waktunya. Pasal 65 Setiap laporan yang diterima oleh koordinator dan penanggung jawab instalasi dari bawahan wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan perubahan untuk menyusun laporan lebih lanjut dan untuk memberi petunjuk kepada bawahan. Pasal 66 Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi, Koordinator Kelompok Kerja dan Penanggung jawab Instalasi wajib menyampaikan laporan berkala kepada atasannya. Pasal 67 Dalam menyampaikan laporan kepada atasannya tembusan laporan lengkap dengan semua lampirannya disampaikan pula kepada satuan organisasi lain yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja. BAB IV

31 BAB IV TATA KELOLA STAF MEDIS Bagian Kesatu Staf Medis Paragraf 1 Keanggotaan Pasal 68 (1) Keanggotaan Staf Medis merupakan hak khusus (previlege) yang dapat diberikan kepada dokter yang secara terus menerus mampu memenuhi kualifikasi, standar dan persyaratan yang ditentukan. (2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan tanpa membedakan ras, agama, warna kulit, jenis kelamin, keturunan, status ekonomi dan pandangan politisnya. Pasal 69 Untuk dapat bergabung dengan Rumah Sakit sebagai staf medis, seorang dokter harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan, Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Ijin Praktik (SIP), kesehatan jasmani dan rohani yang laik (fit) untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya serta memiliki perilaku dan moral yang baik. Pasal 70 Untuk dapat diangkat atau diangkat kembali sebagai staf medis Rumah Sakit seorang dokter harus mengajukan permohonan kepada Direktur dan selanjutnya Direktur berdasarkan pertimbangan dari Komite Medis dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut. Paragraf 2 Kategori Pasal 71 (1) Pengelompokan kategori SMF berdasarkan jenis kompetensi meliputi : a. Dokter umum; b. Dokter gigi; c. Dokter spesialis; dan d. Dokter gigi spesialis. (2) Kategori SMF sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan status kepegawaian meliputi : a. Dokter tetap (organik); dan b. Dokter tamu (non organik); (3) Dokter

32 (3) Dokter tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, yakni dokter sebagai pegawai tetap berkedudukan dan bekerja untuk Rumah Sakit serta bertanggung jawab pada Direktur dengan kualifikasi sesuai dengan kompetensi dibidangnya serta mempunyai hak dan kewajiban sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Dokter tamu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, yakni dokter sebagai pegawai tidak tetap karena reputasi atau keahliannya diundang secara khusus oleh Direktur untuk menangani atau membantu menangani kasus yang tidak dapat ditangani oleh SMF lain yang ada dengan kualifikasi sesuai dengan kompetensi dibidangnya serta mempunyai hak dan kewajiban sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 72 Bagi Staf Medis Tetap (Organik) yang sudah pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dapat diangkat kembali sebagai Staf Medis Mitra sepanjang dibutuhkan dan memenuhi persyaratan. Pasal 73 (1) Tujuan umum pengorganisasian SMF untuk meningkatkan mutu pelayanan medis di Rumah Sakit. (2) Tujuan khusus pengorganisasian SMF meliputi: a. tercapainya kerjasama yang baik antara SMF, pemilik dan Direktur; b. tercapainya sinergi antara manajemen dan SMF untuk kepentingan pasien; dan c. terciptanya tanggung jawab SMF terhadap mutu pelayanan medis. Pasal 74 (1) Penempatan dokter ke dalam kelompok SMF ditetapkan oleh Direktur atas usul komite medis yang dilengkapi perjanjian kerja masing masing dokter untuk mewujudkan kejelasan fungsi, tugas dan kewenangannya. (2) Kelompok SMF secara administratif bertanggung jawab kepada Direktur sedangkan secara fungsional sebagai profesi bertanggung jawab kepada Komite Medis melalui ketua kelompok Staf Medis. Paragraf 3

33 Paragraf 3 Syarat Penerimaan Pasal 75 Untuk dapat bekerja di Rumah Sakit sebagai staf medis, dokter spesialis, dokter umum, atau dokter gigi harus memenuhi persyaratan: a. memiliki kompetensi yang dibutuhkan; b. memiliki STR dan SIP; c. sehat jasmani dan rohani; d. memiliki prilaku dan moral yang baik; dan e. telah melalui proses kredensialing dan program orientasi di rumah sakit. Paragraf 4 Kewenangan Klinik Pasal 76 (1) Setiap Dokter yang diterima sebagai staf medis di Rumah Sakit diberikan kewenangan klinik oleh Direktur setelah memperhatikan rekomendasi dari Komite Medis. (2) Penentuan kewenangan klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas jenis ijazah/sertifikat yang dimiliki Staf Medis. (3) Dalam hal kesulitan menentukan kewenangan klinik maka Komite Medis dapat meminta informasi atau pendapat dari Kolegium terkait. Pasal 77 Kewenangan klinik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dievaluasi terus menerus untuk menentukan apakah kewenangan tersebut dapat dipertahankan, diperluas, dipersempit atau dicabut. Pasal 78 (1) Dalam hal seorang staf medis menghendaki agar kewenangan kliniknya diperluas, staf medis yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Direktur dengan menyebut alasannya serta melampirkan bukti berupa sertifikat pelatihan dan/atau pendidikan yang dapat mendukung permohonannya. (2) Direktur

34 (2) Direktur berwenang mengabulkan atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mempertimbangkan rekomendasi Komite Medis. (3) Setiap permohonan perluasan kewenangan klinik yang dikabulkan atau ditolak harus dituangkan dalam Keputusan Direktur dan disampaikan kepada pemohon. Pasal 79 Kewenangan klinik sementara dapat diberikan kepada Dokter Pengganti dengan memperhatikan rekomendasi dari Komite Medis. Pasal 80 Dalam keadaan darurat atau terjadi bencana yang menimbulkan banyak korban, semua staf medis Rumah Sakit diberikan kewenangan klinik untuk untuk melakukan tindakan penyelamatan diluar kewenangan klinik yang diberikan sepanjang yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk melakukannya. Paragraf 5 Pembinaan Pasal 81 (1) Dalam hal staf medis dinilai kurang mampu atau melakukan tindakan klinik yang tidak sesuai dengan standar pelayanan sehingga menimbulkan kecacatan dan/atau kematian, Komite Medis dapat melakukan penelitian. (2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan kebenaran penilaian, Komite Medis dapat mengusulkan kepada Direktur agar staf medis yang bersangkutan diberikan sanksi administrasi. (3) Pemberlakuan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dituangkan dalam Keputusan Direktur dan disampaikan kepada Staf Medis yang bersangkutan dengan tembusan kepada Komite Medis. (4) Dalam hal staf medis tidak dapat menerima sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang bersangkutan dapat mengajukan sanggahan secara tertulis dalam waktu 15 (lima belas) hari sejak diterimanya Keputusan, untuk selanjutnya Direktur Rumah Sakit memiliki waktu 15 (lima belas) hari kerja untuk menyelesaikan dengan cara adil dan seimbang dengan mengundang semua pihak yang terkait. (5) Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final. Paragraf 6

35 Paragraf 6 Pengorganisasian Pasal 82 Semua dokter yang bertugas memberikan pelayanan/praktik kedokteran di Rumah Sakit termasuk di unit pelayanan yang melakukan kerjasama operasional dengan Rumah Sakit, wajib menjadi anggota staf medis Rumah Sakit. Pasal 83 (1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, staf medis dikelompokkan sesuai bidang spesialisasi/keahliannya atau menurut cara lain berdasarkan pertimbangan khusus. (2) Setiap Kelompok Staf Medis paling sedikit terdiri atas 2 (dua) orang dokter dengan bidang keahlian sama. (3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dipenuhi, dapat dibentuk kelompok Staf Medis yang terdiri atas dokter dengan keahlian berbeda dengan memperhatikan kemiripan disiplin ilmu atau tugas dan kewenangannya. Pasal 84 (1) Kelompok Staf Medis dipimpin oleh seorang Ketua yang dipilih oleh anggotanya. (2) Ketua Kelompok Staf Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijabat oleh dokter organik atau dokter mitra. Pasal 85 (1) Pemilihan Ketua Kelompok Staf Medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 diatur dengan mekanisme yang disusun oleh Komite Medis. (2) Proses pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan Komite Medis dan Direktur. (3) Ketua Kelompok Staf Medis hasil pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur. (4) Masa bakti Ketua Kelompok Staf Medis 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 ( satu ) kali periode berikutnya, berturutturut. Pasal 86

36 Pasal 86 Fungsi staf medis Rumah Sakit adalah sebagai pelaksana pelayanan medis, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan dibidang medis. Pasal 87 Tugas staf medis Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 adalah sebagai berikut: a. melaksanakan kegiatan profesi yang komprehensif meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif; b. membuat rekam medis sesuai fakta, tepat waktu dan akurat; c. meningkatkan kemampuan profesi melalui program pendidikan dan pelatihan berkelanjutan; d. menjaga agar kualitas pelayanan sesuai standar profesi, standar pelayanan medis, dan etika kedokteran; dan e. menyusun, mengumpulkan, menganalisa, dan membuat laporan pemantauan indikator mutu klinik. Pasal 88 Tanggungjawab Kelompok Staf Medis Rumah Sakit meliputi: a. memberikan rekomendasi melalui Ketua Komite Medis kepada Direktur terhadap permohonan penempatan dokter baru untuk mendapatkan surat keputusan; b. melakukan evaluasi atas tampilan kinerja praktek dokter berdasarkan data yang komprehensif; c. memberikan rekomendasi melalui Komite Medik kepada Direktur terhadap permohonan penempatan ulang dokter untuk mendapatkan keputusan; d. memberikan kesempatan kepada dokter untuk mengikuti pendidikan dokter berkelanjutan; e. memberikan masukan melalui Komite Medis kepada Direktur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan praktik kedokteran; f. memberikan laporan secara teratur minimal sekali setiap tahun melalui Ketua Komite Medis kepada Direktur tentang hasil pemantauan indikator mutu klinik, pelaksanaan program pengembangan staf, dan lain-lain yang dianggap perlu; dan g. melakukan perbaikan standar operasional prosedur serta dokumen-dokumen yang terkait. Pasal 89

37 Pasal 89 Kewajiban Kelompok Staf Medis sebagai berikut: a. menyusun standar operasional prosedur pelayanan medis, meliputi bidang administrasi, manajerial dan bidang pelayanan medis; b. menyusun indikator mutu klinis; dan c. menyusun uraian tugas dan kewenangan untuk masing-masing anggotanya. Paragraf 7 Penilaian Pasal 90 (1) Penilaian kinerja yang bersifat administratif dilakukan oleh Direktur. (2) Evaluasi yang menyangkut keprofesian dilakukan oleh Komite Medis. (3) Staf medis yang memberikan pelayanan medik dan menetap di unit kerja tertentu secara fungsional menjadi tanggung jawab Komite Medis, khususnya dalam pembinaan masalah keprofesian. Bagian Kedua Komite Medis Paragraf 1 Pembentukan Pasal 91 Guna membantu Rumah Sakit dalam mengawal mutu layanan kesehatan berbasis keselamatan pasien maka dibentuk komite medis, yang merupakan satu-satunya wadah profesional di Rumah Sakit yang memiliki otoritas tertinggi dalam organisasi staf medis. Pasal 92 (1) Komite Medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ditetapkan dengan Keputusan Direktur dengan masa kerja selama 3 (tiga) tahun. (2) Komite Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur. Paragraf 2

38 Paragraf 2 Susunan Pasal 93 Susunan Komite Medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 terdiri dari : a. Ketua; b. Wakil Ketua; c. Sekretaris; dan d. Anggota. Pasal 94 (1) Persyaratan untuk menjadi Ketua Komite Medis adalah : a. mempunyai kredibilitas yang tinggi dalam profesinya; b. menguasai segi ilmu profesinya dalam jangkauan, ruang lingkup, sasaran dan dampak yang luas; c. peka terhadap perkembangan Rumah Sakit; d. bersifat terbuka, bijaksana dan jujur; e. mempunyai kepribadian yang dapat diterima dan disegani dilingkungan profesinya; dan f. mempunyai integritas keilmuan dan etika profesi yang tinggi. (2) Ketua Komite Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Direktur. Pasal 95 (1) Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Wakil Ketua Komite Medis adalah dokter organik atau dokter mitra yang dipilih secara demokratis oleh kelompok staf medis. (2) Wakil Ketua Komite Medis diangkat dengan Keputusan Direktur. (3) Wakil Ketua Komite Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi Ketua Sub Komite Medis. Pasal 96 (1) Sekretaris Komite Medis dipilih oleh Ketua Komite Medis. (2) Sekretaris Komite Medis dijabat oleh seorang Dokter organik. (3) Sekretaris Komite Medis dapat menjadi Ketua dari salah satu Sub Komite. (4) Dalam menjalankan tugasnya, Sekretaris Komite Medis dibantu oleh tenaga administrasi/staf sekretariat purna waktu. Pasal 97

39 Pasal 97 Anggota Komite Medis terdiri dari semua Kelompok Staf Medis dan/atau yang mewakili. Paragraf 3 Tugas, Fungsi, Tanggung jawab dan Kewajiban Pasal 98 Komite Medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 mempunyai tugas: a. membantu Direktur menyusun Standar Pelayanan Minimum dan memantau pelaksanaannya; b. membina etika profesi, disiplin profesi dan mutu profesi; c. mengatur kewenangan klinik masing-masing Kelompok Staf Medis; d. membantu Direktur menyusun Peraturan Tata Kelola Staf Medis (Medical Staff Bylaws) serta memantau pelaksanaannya; e. membantu Direktur menyusun kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan medikolegal; f. melakukan koordinasi dengan Kelompok Staf Medis Fungsional dalam melaksanakan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan tugas Kelompok Staf Medis; g. meningkatkan program pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan dalam bidang medis; h. melakukan monitoring dan evaluasi mutu pelayanan medis; dan i. memberikan laporan kegiatan kepada Direktur. Pasal 99 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 Komite Medis mempunyai fungsi pengarahan (steering) dalam pemberian pelayanan medis, yang rinciannya adalah sebagai berikut: a. memberikan saran kepada Direktur atau Pokja Fungsional Pelayanan; b. mengkoordinasikan atau mengarahkan kegiatan pelayanan medis; c. menangani hal-hal berkaitan etika profesi; dan d. menyusun kebijakan pelayanan medis sebagai standar yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh staf medis. Pasal 100

40 Pasal 100 Komite Medis bertanggung jawab kepada Direktur meliputi hal-hal yang berkaitan dengan: a. mutu pelayanan medis; b. pembinaan etik kedokteran; dan c. pengembangan profesi medis. Pasal 101 Guna melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, Komite Medis diberikan kewenangan: a. memberikan usulan rencana kebutuhan dan peningkatan kualitas tenaga medis; b. memberikan pertimbangan rencana pengadaan, penggunaan dan pemeliharaan alat medis dan penunjang medis serta pengembangan pelayanan; c. monitoring dan evaluasi mutu pelayanan medis; d. monitoring dan evaluasi efisiensi dan efektifitas penggunaan alat kedokteran; e. membina etika dan membantu mengatur kewenangan klinis; f. membentuk Tim Klinis lintas profesi; dan g. memberikan rekomendasi kerjasama antar institusi. Pasal 102 Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 Komite Medis mempunyai kewajiban: a. menyusun rancangan Peraturan Tata Kelola Staf Medis (Medical Staff Bylaws); b. membuat standarisasi format untuk standar pelayanan medis, standar prosedur operasional dibidang manajerial dan administrasi serta bidang keilmuan, profesi, standar profesi dan standar kompetensi; c. membuat standarisasi format pengumpulan, pemantauan dan pelaporan indikator mutu klinik; dan d. melakukan pemantauan mutu klinik, etika kedokteran dan pelaksanaan pengembangan profesi medis. Paragraf 4

41 Paragraf 4 Sub Komite Pasal 103 Komite Medis dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Sub Komite, yang terdiri dari: a. Sub Komite Peningkatan Mutu Profesi Medis, yang melaksanakan kegiatan upaya peningkatan mutu pelayanan medis secara lintas sektoral dan lintas fungsi; b. Sub Komite Kredensial, yang melaksanakan kegiatan kredensial secara adil, jujur dan terbuka secara lintas sektoral dan lintas fungsi; dan c. Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi, yang melakukan pemantauan dan penanganan masalah etika kedokteran dan disiplin profesi dengan melibatkan lintas sektoral dan lintas fungsi. BAB V PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA Bagian Kesatu Jenis Pegawai Pasal 104 (1) Pegawai Rumah Sakit berstatus: a. PNS; dan b. Non PNS. (2) Pengangkatan pegawai yang berstatus PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Rekrutmen pegawai yang berstatus non PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan dilakukan dengan cara seleksi meliputi seleksi administrasi, test psikologi, seleksi akademik dan keterampilan, wawancara dan test kesehatan. (3) Pengangkatan pegawai yang berasal dari non PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Gubernur tersendiri. (4) Pengangkatan Pegawai Non PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan berdasarkan kebutuhan tenaga yang ditetapkan oleh Direktur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 105

42 Pasal 105 Dalam hal Rumah Sakit tidak mempuyai dokter spesialis tetap, Direktur dapat melakukan kerjasama dengan dokter dari luar Rumah Sakit sesuai kebutuhan. Bagian Kedua Penghargaan dan Sanksi Paragraf 1 Umum Pasal 106 Untuk mendorong motivasi kerja dan produktifitas pegawai Rumah Sakit menerapkan kebijakan mengenai imbal jasa/penghargaan bagi pegawai yang mempunyai kinerja baik dan sanksi bagi pegawai yang tidak memenuhi ketentuan atau melanggar peraturan yang ditetapkan. Paragraf 2 Penghargaan Pasal 107 (1) Kenaikan pangkat PNS merupakan penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian pegawai yang bersangkutan terhadap negara berdasarkan sistem kenaikan pangkat reguler dan kenaikan pangkat pilihan sesuai ketentuan yang berlaku. (2) Penghargaan pegawai non PNS merupakan penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja pegawai yang bersangkutan yang diberikan berdasarkan sistem jasa layanan Rumah Sakit. Pasal 108 (1) Selain penghargaan berupa kenaikan pangkat, Pegawai Rumah Sakit juga dapat diberikan penghargaan berupa penghasilan dari pembagian jasa pelayanan. (2) Jasa Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan imbalan jasa atas kinerja pegawai yang diberikan oleh Direktur kepada pegawai di lingkungan Rumah Sakit. (3) Besaran imbalan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur dan diketahui Kepala Dinas Kesehatan. Pasal 109

43 Pasal 109 (1) Pejabat Pengelola dan pegawai Rumah Sakit dapat diberikan jasa layanan sesuai dengan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan. (2) Jasa layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan imbalan kerja atas kinerja pegawai. (3) Besaran jasa layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh usulan Direktur dan diketahui Kepala Dinas Kesehatan. Pasal 110 Jasa layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109, dapat dihitung berdasarkan indikator penilaian antara lain : a. pengalaman dan masa kerja (basic index); b. keterampilan, ilmu pengetahuan dan perilaku (competency index); c. resiko kerja (risk index); d. tingkat kegawatdaruratan (emergency index); e. jabatan yang disandang (position index); dan f. hasil/capaian kerja (performance index). Pasal 111 Bagi Pejabat Pengelola dan pegawai Rumah Sakit yang berstatus PNS, gaji pokok dan tunjangan mengikuti peraturan perundang-undangan tentang gaji dan tunjangan PNS serta dapat diberikan tambahan penghasilan sesuai jasa layanan yang telah ditetapkan berdasarkan indikator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110. Pasal 112 (1) Penetapan jasa layanan Direktur dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut : a. jumlah aset yang dikelola Rumah Sakit, tingkat pelayanan serta produktifitas; b. pertimbangan persamaannya dengan industri pelayanan sejenis; c. kemampuan pendapatan Rumah Sakit; dan d. kinerja operasional Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Gubernur dengan mempertimbangkan antara lain indikator keuangan, pelayanan, mutu dan manfaat bagi masyarakat. (2) Jasa layanan Pejabat Keuangan dan Pejabat Teknis ditetapkan paling banyak sebesar 90 % (sembilan puluh persen) dari jasa layanan Direktur. Pasal 113

44 Pasal 113 (1) Pejabat Pengelola yang diberhentikan sementara dari jabatannya memperoleh penghasilan sebesar 50 % (lima puluh persen) dari jasa layanan/honorarium bulan terakhir yang berlaku sejak tanggal diberhentikan sampai dengan ditetapkannya keputusan definitif tentang jabatan yang bersangkutan. (2) Bagi Pejabat Pengelola berstatus PNS yang diberhentikan sementara dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh penghasilan sebesar 50 % (lima puluh persen) dari jasa layanan bulan terakhir di Rumah Sakit sejak tanggal diperhentikan atau sebesar gaji PNS berdasarkan surat keputusan pangkat terakhir. Bagian Ketiga Mutasi Pegawai Pasal 114 (1) Mutasi pegawai PNS dan non PNS dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan pengembangan karir. (2) Mutasi pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan: a. penempatan seseorang pada pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilannya; b. masa kerja di unit tertentu; c. pengalaman pada bidang tugas tertentu; d. kegunaannya dalam menunjang karir; dan e. kondisi fisik dan psikis pegawai. Bagian Keempat Pemberhentian Pegawai Pasal 115 (1) Pemberhentian pegawai berstatus PNS diatur menurut peraturan tentang pemberhentian PNS. (2) Pemberhentian pegawai berstatus non PNS dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. pemberhentian atas permintaan sendiri dilaksanakan apabila pegawai mengajukan permohonan pemberhentian sebagai pegawai pada masa kontrak dan/atau tidak memperpanjang masa kontrak; b. pemberhentian karena mencapai batas usia pensiun, dilaksanakan apabila pegawai telah memasuki masa batas usia pensiun; atau c. pemberhentian

45 c. pemberhentian tidak atas permintaan sendiri dilaksanakan apabila pegawai non PNS melakukan tindakan-tindakan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan diatur oleh Rumah Sakit. BAB VI STANDAR PELAYANAN MINIMAL Pasal 116 (1) Untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas pelayanan umum yang diberikan Rumah Sakit, Gubernur menetapkan Standar Pelayanan Minimal. (2) Standar Pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diusulkan oleh Direktur melalui Kepala Dinas. (3) Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Pasal 117 (1) Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. fokus pada jenis layanan; b. terukur; c. dapat dicapai; d. relevan dan dapat diandalkan; dan e. tepat waktu. (2) Fokus pada jenis pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi Rumah Sakit. (3) Terukur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. (4) Dapat dicapai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kegiatan nyata, dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional, sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya. (5) Relevan dan dapat diandalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi Rumah Sakit. (6) Tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan. Pasal 118

46 Pasal 118 Direktur wajib menyusun Laporan Pencapaian Kinerja pelayanan sebagai bentuk akuntabilitas pelaksanaan Standar Pelayanan Minimum kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Kesehatan paling sedikit 1 (satu) tahun sekali. BAB VII TARIF LAYANAN Pasal 119 (1) Rumah Sakit dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang dan/atau jasa layanan yang diberikan. (2) Imbalan atas barang dan/atau jasa layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya satuan per unit layanan atau hasil per investasi dana. (3) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk imbal hasil yang wajar dari investasi dana dan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan. (4) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa besaran tarif dan/atau pola tarif sesuai jenis layanan Rumah Sakit. Pasal 120 (1) Tarif layanan Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 diusulkan oleh Direktur kepada Gubernur melalui Dinas Kesehatan. (2) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. (3) Penetapan tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan kontinuitas dan pengembangan layanan, daya beli masyarakat, serta kompetisi yang sehat. (4) Gubernur dalam menetapkan besaran tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat membentuk tim. (5) Pembentukan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Gubernur yang keanggotaannya dapat berasal dari : a. pembina teknis; b. pembina keuangan; c. unsur perguruan tinggi; dan d. lembaga profesi. Pasal 121

47 Pasal 121 (1) Peraturan Gubernur mengenai tarif layanan Rumah Sakit dapat dilakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan. (2) Perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara keseluruhan ataupun per unit layanan. (3) Proses perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berpedoman pada ketentuan dalam Pasal 120. Bagian Ketigabelas Pengelolaan Keuangan Pasal 122 Pengelolaan keuangan Rumah Sakit berdasarkan pada prinsip efektifitas, efisiensi dan produktivitas dengan berazaskan akuntabilitas dan transparan. Pasal 123 Dalam rangka penerapan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 dalam penatausahaan keuangan diterapkan Standar kutansi Berbasis Akrual (SAK) dan Standar Akutansi Pemerintahan (SAP). BAB VIII PENGELOLAAN KEUANGAN Bagian Kesatu Pendapatan dan Biaya Paragraf 1 Pendapatan Pasal 124 Pendapatan Rumah Sakit dapat bersumber dari: a. jasa layanan; b. hibah; c. hasil kerjasama dengan pihak lain; d. APBD; e. APBN; dan f. lain-lain pendapatan yang sah. Pasal 125

48 Pasal 125 (1) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari jasa layanan dapat berupa imbalan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat. (2) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari hibah dapat berupa hibah terikat dan hibah tidak terikat. (3) Hasil kerjasama dengan pihak lain dapat berupa perolehan dari kerjasama operasional, sewa menyewa dan usaha lainnya yang mendukung tugas dan fungsi Rumah Sakit. (4) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dapat berupa pendapatan yang berasal dari Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan program atau kegiatan di Rumah Sakit. (5) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat berupa pendapatan yang berasal dari pemerintah pusat dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan dan lain-lain. (6) Rumah Sakit dalam melaksanakan anggaran dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan, proses pengelolaan keuangan diselenggarakan secara terpisah berdasarkan ketentuan yang berlaku. (7) Lain-lain pendapatan yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 huruf f, antara lain: a. hasil penjualan kekayaan yang tidak dipisahkan; b. hasil pemanfaatan kekayaan; c. jasa giro; d. pendapatan bunga; e. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; f. komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa Rumah Sakit; dan g. hasil investasi. Pasal 126 (1) Seluruh pendapatan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124, kecuali yang berasal dari hibah terikat, dapat dikelola langsung untuk membiayai pengeluaran Rumah Sakit sesuai RBA. (2) Hibah terikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlakukan sesuai peruntukannya. (3) Seluruh

49 (3) Seluruh pendapatan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (7) huruf a, b, c dan f dilaksanakan melalui rekening kas Rumah Sakit dan dicatat dalam kode rekening kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dengan obyek pendapatan Rumah Sakit. (4) Seluruh pendapatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 124 dilaporkan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah setiap triwulan. (5) Format laporan pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Biaya Pasal 127 (1) Biaya Rumah Sakit terdiri dari: a. biaya operasional; dan b. biaya non operasional. (2) Biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup seluruh biaya yang menjadi beban Rumah Sakit dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi. (3) Biaya non operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup seluruh biaya yang menjadi beban Rumah Sakit dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi. (4) Biaya Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan untuk membiayai program peningkatan pelayanan, kegiatan pelayanan dan kegiatan pendukung pelayanan. (5) Pembiayaan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dialokasikan sesuai dengan kelompok, jenis, program dan kegiatan. Pasal 128 (1) Biaya operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (2) terdiri dari : a. biaya pelayanan; dan b. biaya umum dan administrasi. (2) Biaya pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup seluruh biaya operasional yang berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan. (3) Biaya umum dan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup seluruh biaya operasional yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan. (4) Biaya

50 (4) Biaya pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari: a. biaya pegawai; b. biaya bahan; c. biaya jasa pelayanan; d. biaya barang dan jasa; e. biaya pemeliharaan; dan f. biaya pelayanan lain-lain. (5) Biaya umum dan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari : a. biaya pegawai; b. biaya administrasi kantor; c. biaya pemeliharaan; d. biaya barang dan jasa; e. biaya promosi; dan f. biaya umum dan administrasi lain-lain. Pasal 129 Biaya non operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (3) terdiri dari: a. biaya bunga; b. biaya administrasi bank; c. biaya kerugian penjualan aset tetap; d. biaya kerugian penurunan nilai barang; dan e. biaya non operasional lain-lain. Pasal 130 (1) Seluruh pengeluaran biaya Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 dilaporkan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) setiap triwulan. (2) Seluruh pengeluaran biaya Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) Pengesahan yang dilampiri dengan Surat Pernyataan Tanggung jawab (SPTJ). (3) Format laporan pengeluaran dan format SPTJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan. Pasal 131 (1) Pengeluaran biaya Rumah Sakit diberikan fleksibilitas dengan mempertimbangkan volume kegiatan pelayanan. (2) Fleksibilitas pengeluaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengeluaran biaya yang disesuaikan dan signifikan dengan perubahan pendapatan dalam ambang batas RBA yang telah ditetapkan secara definitif. (3) Fleksibilitas

51 (3) Fleksibilitas pengeluaran biaya Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk biaya Rumah Sakit yang berasal dari pendapatan selain dari APBN/ APBD dan hibah terikat. (4) Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, Direktur dapat mengajukan usulan tambahan anggaran dari APBD kepada PPKD melalui Sekretaris Daerah. Pasal 132 (1) Ambang batas RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) ditetapkan dengan besaran persentase. (2) Besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional Rumah Sakit. (3) Besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam RBA dan Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) Rumah Sakit oleh PPKD. (4) Persentase ambang batas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebutuhan yang dapat diprediksi, dapat dicapai, terukur, rasional dan dapat dipertanggungjawabkan. Bagian Kedua Perencanaan dan Penganggaran Paragraf 1 Perencanaan Pasal 133 (1) Rumah Sakit menyusun Rencana Strategi Bisinis (RSB). (2) RSB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup pernyataan visi, misi program strategis, pengukuran pencapaian kinerja, rencana pencapaian lima tahunan dan proyeksi keuangan lima tahunan. (3) Visi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan gambaran tentang keadaan masa depan Rumah Sakit yang berisikan cita dan citra yang akan diwujudkan. (4) Misi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan gambaran tentang sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang telah ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana sesuai dengan bidang pelayanan kesehatan dan berhasil dengan baik. (5) Program

52 (5) Program strategis sebagaimana pada ayat (2), merupakan gambaran tentang program yang berisi proses kegiatan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai sampai dengan kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul. (6) Pengukuran pencapaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan gambaran tentang pengukuran yang dilakukan dengan menggambarkan pencapaian hasil kegiatan dengan disertai analisis atas faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi tercapainya kinerja. (7) Rencana pencapaian lima tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan gambaran tentang rencana capaian kinerja pelayanan tahunan selama 5 (lima) tahun. (8) Proyeksi keuangan lima tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan gambaran perkiraan capaian kinerja keuangan tahunan selama 5 (lima) tahun. Paragraf 2 Penganggaran Pasal 134 (1) Rumah Sakit menyusun RBA tahunan berpedoman pada RSB. (2) Penyusunan RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun berdasarkan prinsip anggaran berbasis kinerja, perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanan, kebutuhan pendanaan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, APBD, APBN dan sumber-sumber pendapatan Rumah Sakit lainnya. Pasal 135 RSB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1), dipergunakan sebagai dasar penyusunan Rencana Bisnis Anggaran (RBA) dan evaluasi kinerja. Pasal 136 RBA merupakan penjabaran lebih lanjut dari program dan kegiatan Rumah Sakit dengan berpedoman pada pengelolaan keuangan. Pasal 137

53 Pasal 137 (1) RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136, memuat : a. kinerja tahun berjalan; b. asumsi makro dan mikro; c. target kinerja; d. analisis dan perkiraan biaya satuan; e. anggaran pendapatan dan biaya; f. besaran persentase ambang batas; g. prognosa laporan keuangan; h. perkiraan maju (forward estimate); i. rencana pengeluaran investasi/modal; dan j. ringkasan pendapatan dan biaya untuk konsolidasi dengan RKA-SKPD/APBD. (2) RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai dengan usulan program, kegiatan, standar pelayanan minimal dan biaya dari keluaran yang akan dihasilkan. Pasal 138 (1) Kinerja tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) huruf a, meliputi: a. hasil kegiatan usaha; b. faktor yang mempengaruhi kinerja; c. perbandingan RBA tahun berjalan dengan realisasi; d. laporan keuangan tahun berjalan; dan e. hal-hal lain yang perlu ditindaklanjuti sehubungan dengan pencapaian kinerja tahun berjalan. (2) Asumsi makro dan mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) huruf b, antara lain : a. tingkat inflasi; b. pertumbuhan ekonomi; c. nilai kurs; d. tarif; dan e. volume pelayanan. (3) Target kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) huruf c, antara lain : tercapainya RSB dan RBA yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan. (4) Analisis dan perkiraan biaya satuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) huruf d, merupakan perkiraan biaya per unit penyedia barang dan/atau jasa pelayanan yang diberikan, setelah memperhitungkan seluruh komponen biaya dan volume barang dan/atau jasa yang akan dihasilkan. (5) Perkiraan

54 (5) Perkiraan harga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan estimasi harga jual produk barang dan/atau jasa setelah memperhitungkan biaya per satuan dan tingkat margin yang ditentukan seperti tercermin dari tarif layanan. (6) Anggaran pendapatan dan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) huruf e, merupakan rencana anggaran untuk seluruh kegiatan tahunan yang dinyatakan dalam satuan uang yang tercermin dari rencana pendapatan dan biaya. (7) Besaran persentase ambang batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) huruf f, merupakan besaran persentase perubahan anggaran bersumber dari pendapatan operasional yang diperkenankan dan ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional rumah sakit. (8) Prognosa laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) huruf g, merupakan perkiraan realisasi keuangan tahun berjalan sebagaimana tercantum pada laporan operasional, neraca dan laporan arus kas. (9) Perkiraan maju (forward estimate) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) huruf h, merupakan perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya. (10) Rencana pengeluaran investasi/modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) huruf i, merupakan rencana pengeluaran dana untuk memperoleh aset tetap. (11) Ringkasan pendapatan dan biaya untuk konsolidasi dengan RKA-SKPD/APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) huruf j, merupakan ringkasan pendapatan dan biaya dalam RBA yang disesuaikan dengan format RKA- SKPD/APBD. Bagian Ketiga Pelaksanaan Anggaran DPA-BLUD Pasal 139 (1) DPA-BLUD Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (3), mencakup antara lain : a. pendapatan dan biaya; b. proyeksi arus kas; dan c. jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang akan dihasilkan. (2) PPKD mengesahkan DPA-BLUD Rumah Sakit sebagai dasar pelaksanaan anggaran. (3) Dalam

55 (3) Dalam hal DPA-BLUD Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum disahkan oleh PPKD, Rumah Sakit dapat melakukan pengeluaran uang setinggi-tingginya sebesar angka DPA-BLUD tahun sebelumnya. Pasal 140 (1) DPA-BLUD yang telah disahkan oleh PPKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2), menjadi dasar penarikan dana yang bersumber dari APBD. (2) Penarikan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk belanja pegawai, belanja modal, barang dan/atau jasa, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. (3) Penarikan dana untuk belanja barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebesar selisih (mismatch) jumlah kas yang tersedia ditambah dengan aliran kas masuk yang ditetapkan dengan jumlah pengeluaran yang diproyeksikan, dengan memperhatikan anggaran kas yang telah ditetapkan dalam DPA-BLUD. Pasal 141 (1) DPA-BLUD menjadi lampiran perjanjian kinerja (contractual performance agreement), yang ditandatangani oleh Gubernur dengan Direktur. (2) Perjanjian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan manifestasi hubungan kerja antara Gubernur dan Direktur dalam perjanjian kinerja. (3) Dalam perjanjian kinerja sebagaimana dimaksud pada (2), Gubernur menugaskan Direktur untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum dan berhak mengelola dana sesuai yang tercantum dalam DPA-BLUD. (4) Perjanjian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain memuat kesanggupan untuk meningkatkan: a. kinerja pelayanan bagi masyarakat; b. kinerja keuangan; dan c. manfaat bagi masyarakat. Bagian Keempat Pengelolaan Kas Pasal 142 Transaksi penerimaan dan pengeluaran kas yang dananya bersumber sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 dilaksanakan melalui rekening kas BLUD-Rumah Sakit. Pasal 143

56 Pasal 143 (1) Dalam pengelolaan kas, BLUD-Rumah Sakit menyelenggarakan: a. perencanaan penerimaan dan pengeluaran kas; b. pemungutan pendapatan atau tagihan; c. penyimpanan kas dan mengelola rekening bank; d. pembayaran; e. perolehan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan f. pemanfaatan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh tambahan. (2) Penerimaan BLUD-Rumah Sakit pada setiap hari disetorkan seluruhnya ke rekening kas BLUD-Rumah Sakit dan dilaporkan kepada PPKD. Bagian Kelima Pengelolaan Piutang dan Utang Pasal 144 (1) BLUD-Rumah Sakit dapat memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau transaksi yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan BLUD-Rumah Sakit. (2) Piutang dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan prinsip bisnis yang sehat dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) BLUD-Rumah Sakit melaksanakan penagihan piutang pada saat piutang jatuh tempo. (4) Untuk melaksanakan penagihan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), BLUD-Rumah Sakit menyiapkan bukti dan administrasi penagihan, serta menyelesaikan tagihan atas piutang BLUD-Rumah Sakit. (5) Penagihan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yang sulit ditagih dilaporkan kepada Gubernur dengan dilampiri bukti-bukti valid dan sah. Pasal 145 (1) Piutang dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat yang berwenang, yang nilainya ditetapkan secara berjenjang. (2) Kewenangan

57 (2) Kewenangan penghapusan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Gubernur tersendiri, dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 146 (1) BLUD-Rumah Sakit dapat melakukan pinjaman/utang sehubungan dengan kegiatan operasional dan/atau perikatan pinjaman dengan pihak lain. (2) Pinjaman/utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa pinjaman/utang jangka pendek atau pinjaman/utang jangka panjang. (3) Pinjaman dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab. (4) Pemanfaatan pinjaman/utang yang berasal dari perikatan pinjaman jangka pendek hanya untuk biaya operasional termasuk keperluan menutup defisit kas. (5) Pemanfaatan pinjaman/utang yang berasal dari perikatan pinjaman jangka panjang hanya untuk pengeluaran investasi/modal. (6) Pinjaman jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terlebih dahulu wajib mendapat persetujuan Gubernur. Pasal 147 (1) Perikatan pinjaman dilakukan oleh pejabat yang berwenang secara berjenjang berdasar nilai pinjaman. (2) Kewenangan perikatan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Gubernur tersendiri. Pasal 148 (1) Pembayaran kembali pinjaman/utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1), menjadi tanggung jawab BLUD Rumah Sakit. (2) Hak tagih pinjaman/utang BLUD Rumah Sakit menjadi kadaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain menurut undang-undang. (3) Jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dihitung sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Pasal 149

58 Pasal 149 (1) BLUD Rumah Sakit wajib membayar bunga dan pokok utang yang telah jatuh tempo. (2) Direktur dapat melakukan pelampauan pembayaran bunga dan pokok sepanjang tidak melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan dalam RBA. Bagian Keenam Surplus dan Defisit Anggaran Pasal 150 (1) Surplus anggaran BLUD Rumah Sakit merupakan selisih lebih antara realisasi pendapatan dan realisasi biaya BLUD Rumah Sakit pada satu tahun anggaran. (2) Surplus anggaran BLUD Rumah Sakit dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas permintaan Gubernur disetorkan sebagian atau seluruhnya ke kas daerah dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLUD Rumah Sakit. Pasal 151 (1) Defisit anggaran BLUD Rumah Sakit merupakan selisih kurang antara realisasi pendapatan dengan realisasi biaya pada satu tahun anggaran. (2) Dalam hal terjadi defisit anggaran BLUD Rumah Sakit dapat diajukan usulan pembiayaannya pada tahun anggaran berikutnya kepada PPKD. Bagian Ketujuh Penatausahaan Keuangan BLUD Pasal 152 Penatausahaan keuangan BLUD Rumah Sakit paling sedikit memuat: a. pendapatan/biaya; b. penerimaan/pengeluaran; c. utang/piutang; d. persediaan, aset tetap dan investasi; dan e. ekuitas dana. Pasal 153

59 Pasal 153 (1) Penatausahaan BLUD Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 didasarkan pada prinsip pengelolaan keuangan bisnis yang sehat. (2) Penatausahaan BLUD Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara tertib, efektif, efisien, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 154 (1) Direktur Rumah Sakit menetapkan kebijakan penatausahaan keuangan BLUD Rumah Sakit. (2) Penetapan kebijakan penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada PPKD. Bagian Kedelapan Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Pasal 155 (1) BLUD Rumah Sakit menerapkan sistem informasi manajemen keuangan sesuai dengan kebutuhan praktek bisnis yang sehat. (2) Setiap transaksi keuangan BLUD Rumah Sakit dicatat dalam dokumen pendukung yang dikelola secara tertib. Pasal 156 (1) BLUD Rumah Sakit menyelenggarakan akuntansi dan laporan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia untuk manajemen bisnis yang sehat. (2) Penyelenggaraan akuntansi dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan basis akrual dalam pengakuan pendapatan, biaya, aset, kewajiban dan ekuitas dana. (3) BLUD Rumah Sakit mengembangkan dan menetapkan sistem akuntansi dengan berpedoman pada standar akuntansi yang berlaku untuk BLUD yang ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 157

60 Pasal 157 (1) Dalam rangka menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan keuangan berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2), Direktur menyusun kebijakan akuntansi yang berpedoman pada standar akuntansi sesuai jenis layanannya. (2) Kebijakan akuntansi BLUD Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan sebagai dasar dalam pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan aset, kewajiban, ekuitas dana, pendapatan dan biaya. Pasal 158 (1) Laporan keuangan BLUD Rumah Sakit terdiri dari: a. Neraca yang menggambarkan posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu; b. Laporan Operasional yang berisi informasi jumlah pendapatan dan biaya BLUD Rumah Sakit selama satu periode; c. Laporan Arus Kas yang menyajikan informasi kas berkaitan dengan aktivitas operasional, investasi, dan aktivitas pendanaan dan/atau pembiayaan yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir kas selama periode tertentu; dan d. Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan keuangan. (2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai dengan laporan kinerja yang berisikan informasi pencapaian hasil/keluaran BLUD Rumah Sakit. (3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diaudit oleh pemeriksa eksternal sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 159 (1) Setiap triwulan BLUD Rumah Sakit menyusun dan menyampaikan laporan operasional dan laporan arus kas kepada PPKD, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah periode pelaporan berakhir. (2) Setiap semesteran dan tahunan BLUD Rumah Sakit wajib menyusun laporan keuangan lengkap yang terdiri dari laporan operasional, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan disertai laporan kinerja. (3) Laporan

61 (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada PPKD untuk dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan pemerintah daerah, paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode pelaporan berakhir. Pasal 160 (1) Pengelolaan sumber daya lain yang terdiri dari sarana, prasarana, gedung dan tanah akan dilakukan sesuai dengan peraturan peundang-undangan yang berlaku. (2) Pengelolaan sumber daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan mutu pelayanan dan kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Rumah Sakit. BAB IX KERJASAMA Pasal 161 (1) Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan, BLUD Rumah Sakit dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi, efektifitas, ekonomis dan saling menguntungkan. Pasal 162 (1) Kerjasama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (1), antara lain berupa: a. kerjasama operasi; b. sewa menyewa; dan c. usaha lainnya yang menunjang tugas dan fungsi. (2) Kerjasama operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan perikatan antara BLUD Rumah Sakit dengan pihak lain, melalui pengelolaan manajemen dan proses operasional secara bersama dengan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan kedua belah pihak. (3) Sewa menyewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan penyerahan hak penggunaan/pemakaian barang BLUD Rumah Sakit kepada pihak lain atau sebaliknya dengan imbalan berupa uang sewa bulanan atau tahunan untuk jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun secara berkala. (4) Usaha

62 (4) Usaha lainnya yang menunjang tugas dan fungsi BLUD Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan kerjasama dengan pihak lain yang menghasilkan pendapatan bagi BLUD Rumah Sakit dengan tidak mengurangi kualitas pelayanan umum yang menjadi kewajiban BLUD Rumah Sakit. Pasal 163 (1) Hasil kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 merupakan pendapatan BLUD Rumah Sakit. (2) Pendapatan BLUD Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dipergunakan secara langsung untuk membiayai pengeluaran sesuai RBA. BAB X PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA Pasal 164 (1) Pengadaan barang dan/atau jasa pada BLUD Rumah Sakit dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi pengadaan barang/jasa pemerintah. (2) Pengadaan barang dan/atau jasa dilakukan berdasarkan prinsip efisien, efektif, transparan, bersaing, adil/tidak diskriminatif, akuntabel dan praktek bisnis yang sehat. Pasal 165 (1) Sebagai BLUD dengan status penuh, Rumah Sakit diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian atau seluruhnya dari ketentuan yang berlaku umum bagi pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 ayat (1), apabila terdapat alasan efektivitas dan/atau efisiensi. (2) Fleksibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan terhadap pengadaan barang dan/atau jasa yang sumber dananya berasal dari: a. jasa layanan; b. hibah tidak terikat; c. hasil kerjasama dengan pihak lain; dan d. lain-lain pendapatan BLUD Rumah Sakit yang sah. Pasal 166

63 Pasal 166 (1) Pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (2), berdasarkan ketentuan pengadaan barang dan/atau jasa yang ditetapkan oleh Direktur dan disetujui Gubernur. (2) Ketentuan pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dapat menjamin ketersediaan barang dan/atau jasa yang lebih bermutu, lebih murah, proses pengadaan yang sederhana dan cepat serta mudah menyesuaikan dengan kebutuhan untuk mendukung kelancaran pelayanan BLUD-Rumah Sakit. Pasal 167 Pengadaan barang dan/atau jasa yang dananya berasal dari hibah terikat dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan pengadaan dari pemberi hibah, atau ketentuan pengadaan barang dan/atau jasa yang berlaku bagi BLUD Rumah Sakit sepanjang disetujui pemberi hibah. Pasal 168 (1) Pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 166 ayat (2), dilakukan oleh pelaksana pengadaan. (2) Pelaksana pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berbentuk tim, panitia atau unit yang dibentuk oleh Direktur yang ditugaskan secara khusus untuk melaksanakan pengadaan barang dan/atau jasa guna keperluan BLUD. (3) Pelaksana pengadaan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri dari personil yang memahami tatacara pengadaan, subtansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan dan bidang lain yang diperlukan. Pasal 169 Penunjukan pelaksana pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (3), dilakukan dengan prinsip: a. Obyektifitas, dalam hal penunjukan yang didasarkan pada aspek integritas moral, kecakapan pengetahuan mengenai proses dan prosedur pengadaan barang dan/atau jasa, tanggung jawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang dan/atau jasa; b. independensi

64 b. independensi, untuk menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan dengan pihak terkait dalam melaksanakan penunjukan pejabat lain baik langsung maupun tidak langsung; dan c. saling uji (cross check), dalam hal berusaha memperoleh informasi dari sumber yang berkompeten, dapat dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan untuk mendapatkan keyakinan yang memadai dalam melaksanakan penunjukan pelaksana pengadaan lain. Pasal 170 Pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (1), diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai yang diatur dalam Peraturan Gubernur. BAB XI PENGELOLAAN BARANG Pasal 171 (1) Barang inventaris milik BLUD-Rumah Sakit dapat dihapus dan/atau dialihkan kepada pihak lain atas dasar pertimbangan ekonomis dengan cara dijual, ditukar dan/atau dihibahkan. (2) Barang inventaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan barang pakai habis, barang untuk diolah atau dijual, barang lainnya yang tidak memenuhi persyaratan sebagai aset tetap. (3) Hasil penjualan barang inventaris sebagai akibat dari pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pendapatan BLUD Rumah Sakit (4) Hasil penjualan barang inventaris sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dituangkan secara memadai dalam laporan keuangan BLUD Rumah Sakit Pasal 172 (1) BLUD Rumah Sakit tidak boleh mengalihkan dan/atau menghapus aset tetap, kecuali atas persetujuan pejabat yang berwenang. (2) Aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan BLUD Rumah Sakit atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. (3) Kewenangan

65 (3) Kewenangan pengalihan dan/atau penghapusan aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai dan jenis barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Hasil pengalihan aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan pendapatan BLUD Rumah Sakit dan diungkapkan secara memadai dalam laporan keuangan BLUD Rumah Sakit. (5) Pengalihan dan/atau penghapusan aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilaporkan kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Kesehatan. (6) Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan tugas dan fungsi BLUD Rumah Sakit harus mendapat persetujuan Gubernur melalui Sekretaris Daerah Provinsi. Pasal 173 (1) Tanah dan bangunan BLUD Rumah Sakit disertifikatkan atas nama Pemerintah Daerah. (2) Tanah dan bangunan yang tidak digunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi BLUD Rumah Sakit, dapat dialihgunakan oleh Direktur dengan persetujuan Gubernur. BAB XII PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN LIMBAH RUMAH SAKIT Pasal 174 (1) Direktur menunjuk pejabat yang mengelola lingkungan Rumah Sakit antara lain lingkungan fisik, biologi, kimia, serta pembuangan limbah yang berdampak pada kesehatan lingkungan internal dan eksternal serta halaman, taman, dan lain-lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Tugas Pengelola Lingkungan dan Limbah Rumah Sakit meliputi: a. pengelolaan limbah dan sampah; b. pengawasan dan pengendalian vector/serangga; c. pengawasan sistem pengelolaan lingkungan fisik dan biologi Rumah Sakit; dan d. menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan pendidikan, pelatihan penelitian/pengembangan dibidang penyehatan lingkungan di Rumah Sakit. Pasal 175

66 Pasal 175 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174, Pengelola Lingkungan dan Limbah Rumah Sakit mempunyai fungsi: a. penyehatan ruang dan bangunan Rumah Sakit; b. penyehatan makanan dan minuman; c. penyehatan air bersih dan air minum; d. pemantauan pengelolaan linen; e. pengelolaan sampah; f. pengendalian serangga dan binatang pengganggu; g. pelaksanaan desinfeksi dan sterilisasi ruang; h. pengelolaan air limbah; dan i. penyuluhan kesehatan lingkungan. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 176 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur. Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 24 Nopember 2017 GUBERNUR JAWA TIMUR ttd. Dr. H. SOEKARWO

67 Diundangkan di Surabaya pada tanggal 24 Nopember 2017 an. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR Kepala Biro Hukum ttd Dr.HIMAWAN ESTU BAGIJO, SH.,MH Pembina Utama Muda NIP BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 NOMOR 77 SERI E.

68 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR : 77 TAHUN 2017 TANGGAL : 24 NOPEMBER 2017 PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT UMUM MOHAMMAD NOER PAMEKASAN I. Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan merupakan UPT, dengan identitas sebagai berikut: a. Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan. b. Jenis Rumah Sakit : Rumah Sakit Umum. c. Kelas Rumah Sakit : Rumah Sakit Kelas D. d. Alamat Rumah Sakit : Jl. Bonorogo Nomor 17 Kelurahan Lawangan Daya Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan, kode pos 69323, telepon (0324) , fax (0324) Madura Jawa Timur. II. Logo Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan berbentuk bulan sabit dengan tulisan Rumah Sakit Umum berwarna ungu, dibagian tengah terdapat singakatan nama Mohammad Noer, dengan huruf M berwarna hijau dan N berwarna kuning yang saling bersambung sehingga membentuk 4 pilar, serta tulisan Mohammad Noer Pamekasan yang berwarna hijau. Keterangan logo: 1. Bulan Sabit: Menggambarkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah Subhanahu Wataala dalam menciptakan suasana kerja dengan harapan menjadi ladang ibadah dan amal kebaikan untuk semua pegawainya. 2. Huruf m

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT UMUM KARSA HUSADA BATU

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT UMUM KARSA HUSADA BATU GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT UMUM KARSA HUSADA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR. PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOETOMO PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR. PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOETOMO PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOETOMO PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR JAWA TIMUR

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOETOMO PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOETOMO PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOETOMO PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a bahwa kesehatan merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa kesehatan merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 86 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT PARU JEMBER

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT PARU JEMBER GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT PARU JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDONO PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDONO PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDONO PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a bahwa kesehatan merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT JIWA MENUR PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT JIWA MENUR PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT JIWA MENUR PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa kesehatan merupakan salah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAYEN KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BY LAWS) PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PURWOREJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PURWOREJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 103 TAHUN 2013 103 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PURWOREJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. DORIS SYLVANUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

-1- BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG

-1- BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG -1- BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RSUD DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT KUSTA KEDIRI

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT KUSTA KEDIRI GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT KUSTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 61 TAHUN 2008 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG TATA KELOLA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SOEDOMO KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG. POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT dr.sobirin KABUPATEN MUSI RAWAS

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG. POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT dr.sobirin KABUPATEN MUSI RAWAS BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT dr.sobirin KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG POLA TATA KELOLA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN IMANUDDIN PANGKALAN BUN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. DORIS SYLVANUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 61 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 61 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 61 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 1 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BOGOR WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 39 TAHUN 2017

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 39 TAHUN 2017 BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PAKUHAJI

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARDI WALUYO KOTA BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG POLA TATA KELOLA BADAN LAYANAN UMUM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH I LA GALIGO DENGAN RAHMAT TUHAN

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG POLA TATA KELOLA BADAN LAYANAN UMUM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH I LA GALIGO DENGAN RAHMAT TUHAN PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG POLA TATA KELOLA BADAN LAYANAN UMUM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH I LA GALIGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. H. ANDI ABDURRAHMAN NOOR KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SRAGEN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN

BUPATI SRAGEN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN BUPATI SRAGEN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MALINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALINAU,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PROPINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CARUBAN KABUPATEN MADIUN

BUPATI MADIUN PROPINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CARUBAN KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN PROPINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CARUBAN KABUPATEN MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30. p TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1226, 2012 KEMENTERIAN KESEHATAN. Rumah Sakit Pusat Otak Nasional. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 045 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 58/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BY LAWS) PADA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH Dr.RM.SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI PADA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI PADA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI PADA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Organisasi. Tata Kerja. Rumah Sakit Pengayoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Organisasi. Tata Kerja. Rumah Sakit Pengayoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA No.959, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Organisasi. Tata Kerja. Rumah Sakit Pengayoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2007 NOMOR 16 SERI D PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 16 TAHUN 2007 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Rumah Sakit Umum. Tata Kerja. Organisasi. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Rumah Sakit Umum. Tata Kerja. Organisasi. Pencabutan. No.1583, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Rumah Sakit Umum. Tata Kerja. Organisasi. Pencabutan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-30 /A/JA/ 10 /2014 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG PENGATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 52 NOMOR 52 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 52 NOMOR 52 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 52 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH PADA

Lebih terperinci

B U P A T I B U N G O

B U P A T I B U N G O B U P A T I B U N G O PERATURAN BUPATI BUNGO NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG POLA TATA KELOLA RSUD H. HANAFIE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa bidang kesehatan merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR: 12 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 30 Tahun 2001 Seri D ---------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 66 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 25

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 66 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 25 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 66 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 25 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 54 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLAAN RUMAH

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 25 TAHUN 2017

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 25 TAHUN 2017 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 25 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENUGASAN PENGELOLA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PUSKESMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta) LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor : 6 Tahun 1996 Seri D ================================================================= PERATURAN DAERAH KOTAMADYA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO Menimbang : Mengingat : 1.

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MOKOPIDO TOLITOLI

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MOKOPIDO TOLITOLI SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MOKOPIDO TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 A TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA RUMAH SAKIT DAERAH KABUPATEN KLATEN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 100 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AJI MUHAMMAD PARIKESIT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AJI MUHAMMAD PARIKESIT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AJI MUHAMMAD PARIKESIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA,

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2015

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2015 WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, KEDUDUKAN, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT PELAKSANA TEKNIS RUMAH SAKIT PRATAMA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 86 TAHUN 2001 SERI D.83 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 86 TAHUN 2001 SERI D.83 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 86 TAHUN 2001 SERI D.83 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BY LAWS) PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KELET PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JAYAPURA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI PADA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG. ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG. ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. DORIS SYLVANUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

Lebih terperinci

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 118 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG 1- LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 12 Tahun 2012 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA TANGERANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA UNIT PELAKSANA TEKNIS PELATIHAN KESEHATAN MASYARAKAT MURNAJATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG. ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG. ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. DORIS SYLVANUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI. PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI. PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEROTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT DAN STAF MEDIS PADA RSUD DOKTER MOHAMAD SALEH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KEBUMEN

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KEBUMEN SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG POLA TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.886, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Perubahan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI... PERATURAN BUPATI NOMOR...TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH... DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI...

BUPATI... PERATURAN BUPATI NOMOR...TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH... DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI... BUPATI... PERATURAN BUPATI NOMOR...TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH... DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI..., Menimbang: a. bahwa dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI ACEH TAMIANG PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TAMIANG NOMOR 77 TAHUN 2016

- 1 - BUPATI ACEH TAMIANG PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TAMIANG NOMOR 77 TAHUN 2016 - 1 - BUPATI ACEH TAMIANG PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TAMIANG NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUKAMARA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR,

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM,

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. MOHAMAD SALEH KOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 25 TAHUN 2017

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 25 TAHUN 2017 1 BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KESEHATAN

Lebih terperinci

BUPATI BENGKULU SELATAN PROVINSI BENGKULU

BUPATI BENGKULU SELATAN PROVINSI BENGKULU BUPATI BENGKULU SELATAN PROVINSI BENGKULU PERATURAN BUPATI BENGKULU SELATAN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HASANUDDIN DAMRAH MANNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 21 TAHUN : 1999 SERI : D.4.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 21 TAHUN : 1999 SERI : D.4. LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 21 TAHUN : 1999 SERI : D.4. PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 1996 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO

PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH, DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BY LAWS) PADA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH, LEMBAGA TEKNIS DAERAH,

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN SALINAN PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci