PENGARUH DIET ATEROGENIK, ENDOTOKSIN LIPOPOLISAKARIDA DAN VITAMIN E TERHADAP KEJADIAN ATEROSKLEROSIS PADA TIKUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH DIET ATEROGENIK, ENDOTOKSIN LIPOPOLISAKARIDA DAN VITAMIN E TERHADAP KEJADIAN ATEROSKLEROSIS PADA TIKUS"

Transkripsi

1 PENGARUH DIET ATEROGENIK, ENDOTOKSIN LIPOPOLISAKARIDA DAN VITAMIN E TERHADAP KEJADIAN ATEROSKLEROSIS PADA TIKUS Sprague Dawley: Kajian Ekspresi dan Aktivasi Endothelial Nitric Oxide Synthase, dan Efek Vitamin E dalam Kejadian Aterosklerosis SUMMARY DISERTASI Untuk memenuhi sebagai persyaratan mencapai derajat S-3 Diajukan Oleh Nirwana Lazuardi Sary NIM: 08/286483/SKU/00245 Kepada PROGRAM DOKTOR ILMU KEDOKTERAN DAN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015

2 121 PENGARUH DIET ATEROGENIK, ENDOTOKSIN LIPOPOLISAKARIDA DAN VITAMIN E TERHADAP KEJADIAN ATEROSKLEROSIS PADA TIKUS Sprague Dawley: Kajian Ekspresi dan Aktivasi Endothelial Nitric Oxide Synthase, dan Efek Vitamin E dalam Kejadian Aterosklerosis Latar Belakang RINGKASAN Aterosklerosis dengan skuele iskemiknya merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan dini di sebagian negara berkembang. Pada tahun 2020 aterosklerosis diprediksi akan menjadi penyebab utama timbulnya beban akibat penyakit dari seluruh penyakit di dunia (Fauci et al., 2008). Aterosklerosis dari arteri koroner yang mendasari coronary artery disease (CAD) adalah penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas manusia di dunia (Higgins, 2003; Fauci et al., 2008). Menurut WHO, 17,5 juta (30%) dari 58 juta kematian di dunia disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah pada tahun Berdasarkan seluruh data yang telah dikumpulkan, pada tahun 2015 diperkirakan kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat menjadi 20 juta jiwa dan akan tetap meningkat sampai tahun Indonesia sebagai salah satu negara berkembang mendapatkan angka kematian akibat penyakit jantung dan penyakit tidak menular lainnya sebesar 41,7 % pada tahun 1995 dan meningkat menjadi 59,5% pada tahun 2007 ( Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS 2007, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia).

3 122 Penyakit yang berkembang dari aterosklerosis ini sebenarnya dapat dimodifikasi dan dicegah, tetapi patogenesis aterosklerosis yang jelas belum terungkap sehingga upaya pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit ini masih kontroversial (Puddu et al., 2005). Perkembangan aterosklerosis dipengaruhi oleh respon endotel terhadap jejas yang disebabkan oleh rangsangan yang berbeda dari faktor-faktor risiko sistemik seperti dislipidemia (Rudijanto, 2007; Fauci et al., 2008). Setelah jejas di permukaan dinding pembuluh darah, perkembangan patologis aterosklerosis berupa disfungsi endotel, aktivasi sel-sel inflamatoris dan migrasi sel-sel otot polos pembuluh darah ke intima, serta terjadi perubahan matriks ekstraseluler yang menyebabkan perubahan struktur arteri (Rudijanto, 2007; Godard et al., 2008). Pada aterosklerosis terjadi stres oksidatif yaitu kondisi ketidakseimbangan antara prooksidan dan antioksidan pada sel endotel dinding arteri yang menyebabkan disfungsi endotel. Muncul hipotesis bahwa adanya perubahan oksidatif pada aterosklerosis dihubungkan dengan oksidasi low-density lipoprotein (LDL) yang merupakan kejadian awal dalam aterogenesis, tetapi masih sedikit informasi tentang hal tersebut (Kawashima & Yokohama, 2004; Godard et al., 2008). Kondisi ketidakseimbangan antara kelebihan kadar kolesterol dalam bentuk apolipoprotein yaitu apo B, dengan kadar subnormal lipoprotein apoa-i dalam sirkulasi, dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan kolesterol dan sintesis kolesterol endogen dengan ekskresi asam empedu dan pengeluaran

4 123 kolesterol dari empedu. Diet aterogenik yang komposisinya tinggi lemak, menyebabkan meningkatnya absorbsi asupan kolesterol yang dapat merangsang keadaan dislipidemia aterogenik (Kontush & Chapman, 2006). Dislipidemia yang lebih lanjut menyebabkan aterosklerosis, ditandai dengan berkurangnya faktor relaksasi derivat endotel ( endothelium derived relaxing factor/edrf), suatu substansi yang sekarang diidentifikasi sebagai nitrik oksid (NO). Nitrik oksid diproduksi oleh endotel, yang dikatalisis oleh Endothelial nitric oxide synthase (enos). Aktivasi enos dengan fosforilasi terjadi di caveola (mikrodomain kaya kolesterol pada membran sel) dan di kompleks Golgi. Terjadinya gangguan enos oleh faktor risiko menyebabkan berkurangnya aktivitas enos (hambatan enzimatik) yang berakibat berkur angnya produksi NO dan sensitivitas terhadap NO menurun. Kondisi demikian mengakibatkan dinding pembuluh darah menghasilkan superoksid yang mempercepat degradasi NO sehingga stres oksidatif meningkat (Kawashima & Yokohama, 2004). Penurunan bioavailability NO dihubungkan dengan hiperkolesterolemia, tetapi bagaimana LDL menyebabkan disfungsi enos masih kontroversial (Zhu, et al., 2003). Ketersediaan NO dapat menghambat proses aterogenesis, walaupun demikian mekanisme pasti belum didefinisikan dan masih kontroversial (Moghadasian et al., 2001; Wu et al., 2001; Kawashima & Yokohama, 2004; Maniatis, 2006; Yalcin, 2008). Nitrik oksid merupakan substansi penting bagi fungsi tubuh normal dalam melawan peradangan, dan membunuh bakteri. Patogen khususnya bakteri gram negatif bersamaan dengan faktor klasik lainnya menyebabkan respon peradangan

5 124 pada endotel selama perkembangan penyakit kardiovaskuler (Dutta and Bishayi, 2009). Lipopolisakarida (LPS) yang merupakan endotoksin dari bakteri gram negatif menunjukkan sebagai pemicu sitokin-sitokin inflamatoris, meningkatkan uptake kolesterol LDL dan mengubah fagosit-fagosit mononuklear menjadi sel-sel busa dalam proses aterosklerosis (Higgins, 2003). Berbagai penelitian pada hewan coba yang berbeda dan pemberian antioksidan berbeda untuk mengevaluasi pencegahan berkembangnya aterosklerosis telah dilakukan. Beberapa penelitian membuktikan adanya keterkaitan antara konsentrasi vitamin E dalam darah dan penurunan insidensi aterosklerosis (Yoshida, et al., 2000; Traber & Atkinson, 2007). Tetapi ada juga penelitian melaporkan bahwa vitamin E tidak memberi efek positif terhadap penyakit kardiovaskuler (Rodriguez et al., 2002 Rimbach et al., 2002). Menurut Munteanu et al. (2004), kemampuan vitamin E mencegah berkembangnya peroksidasi lipid menjadi aterosklerosis dalam subendotel in vivo tetap meragukan. Bukti adanya keterkaitan vitamin E dalam darah dan penurunan insidensi aterosklerosis belum memberi hasil yang memuaskan. Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh diet aterogenik, endotoksin LPS dan vitamin E terhadap kejadian aterosklerosis pada tikus, sehubungan dengan efeknya terhadap kadar lipid darah, fungsi endotel, ekspresi dan aktivasi enos intraseluler serta produksi NO darah untuk dapat mengurangi insidensi aterosklerosis. Tujuan khusus sebagai berikut: 1. Mengukur dan mengkaji kadar lipid darah berupa kolesterol total, LDL, HDL dan TG pada tikus yang diberi diet aterogenik dan endotoksin LPS.

6 Menentukan dan mengkaji gambaran histopatologis arteri koroner pada tikus yang diberi diet aterogenik dan endotoksin LPS. 3. Menentukan dan mengkaji ekspresi enos intraseluler pada tikus yang diberi diet aterogenik dan endotoksin LPS. 4. Menentukan dan mengkaji aktivasi enos intraseluler pada tikus yang diberi diet aterogenik dan endotoksin LPS. 5. Mengukur dan mengkaji kadar NO dalam darah tikus yang diberi diet aterogenik dan endotoksin LPS. 6. Mengkaji efek pemberian vitamin E diawal dan dipertengahan perlakuan terhadap kadar lipid darah berupa kolesterol total, LDL, HDL dan TG dalam kejadian aterosklerosis tikus akibat diet aterogenik dan endotoksin LPS. 7. Mengkaji efek pemberian vitamin E diawal dan dipertengahan perlakuan terhadap gambaran histopatologis arteri koroner dalam kejadian aterosklerosis tikus akibat diet aterogenik dan endotoksin LPS. 8. Mengkaji efek pemberian vitamin E diawal dan dipertengahan perlakuan terhadap ekspresi enos intraseluler dalam kejadian aterosklerosis tikus akibat diet aterogenik dan endotoksin LPS. 9. Mengkaji efek pemberian vitamin E diawal dan dipertengahan perlakuan terhadap aktivasi enos intraseluler dalam kejadian aterosklerosis tikus akibat diet aterogenik dan endotoksin LPS.

7 Mengkaji efek pemberian vitamin E diawal dan dipertengahan perlakuan terhadap produksi NO darah dalam kejadian aterosklerosis tikus akibat diet aterogenik dan endotoksin LPS. Metode Penelitian ini merupakan eksperimental menggunakan rancangan Posttestonly control group design dengan lama perlakuan 12 minggu pada hewan coba tikus Sprague Dawley (SD). Tikus dibagi 4 kelompok secara random untuk diberikan perlakuan yang berbeda. Sebelum mulai perlakuan, semua tikus diadaptasikan se1ama 1 minggu, kemudian dilakukan sebagai berikut: - Kelompok 1 (12 ekor) tikus diberi pakan standar 15 gram/hari dan air ad libitum, pada minggu keempat diambil 4 ekor secara acak yang sebelumnya dipuasakan selama 12 jam untuk diambil sampel darah, kemudian dikapitasi untuk diambil jantung guna mendapatkan sampel jaringan arteri koroner. Selanjutnya pada minggu kedelapan dan keduabelas dilakukan hal yang sama seperti pada minggu keempat. - Kelompok 2 (12 ekor) tikus diberi pakan aterogenik 15 gram/hari, air ad libitum, dan pada minggu keempat dilakukan hal yang sama seperti kelompok 1, kemudian 8 ekor tikus sisa diberi injeksi LPS intraperitoneal dengan dosis 50 µg. Selanjutnya pada minggu kedelapan dilakukan hal yang sama seperti pada minggu keempat, dan 4 ekor tikus sisa diberi injeksi LPS lagi intraperitoneal dengan dosis 50 µg, lalu pada minggu

8 127 keduabelas 4 ekor tikus tersebut dikapitasi untuk mendapatkan sampel darah dan jaringan arteri koroner. - Kelompok 3 (12 ekor) tikus diberi pakan aterogenik 15 gram/hari, air ad libitum, dan vitamin E(α-Tocopherol) per oral 5 IU/hari, kemudian pada minggu keempat dilakukan hal yang sama seperti kelompok 1 dan 2 untuk mendapatkan sampel, lalu tikus sisa diberi injeksi LPS intraperitoneal dengan dosis 50 µg. Selanjutnya dilakukan hal yang sama seperti kelompok 2. - Kelompok 4 (8 ekor) tikus diberi pakan aterogenik 15 gram/hari, air ad libitum, dan pada minggu keempat diberi injeksi LPS intraperitoneal dengan dosis 50 µg, kemudian pada minggu keenam diberi vitamin E (α- Tocopherol) per oral 5 IU/hari, lalu pada minggu kedelapan dan keduabelas dilakukan hal yang sama seperti pada kelompok 3. Sampel yang diperoleh dilakukan analisis kadar lipid darah dengan uji enzimatik, gambaran histopatologis arteri koroner dengan pewarnaan hemaktosilin-eosin, ekspresi dan aktivasi enos dengan analisa imunohistokimia, serta kadar NO darah dengan spektrofotometry. Analisa statistik dari data, diuji memakai Anova atau Kruskal Wallis test, diikuti dengan test multiple comparison Tukey-Kramer. Tingkat kepercayaan 95%, perbedaan bermakna bila p < 0,05. Hasil Peningkatan berat badan tikus dari perlakuan 4 minggu, 8 minggu dan 12 minggu paling besar pada kelompok 1 yang diberi diet standar (kontrol), p=0,007.

9 128 Pada lama perlakuan 4 minggu peningkatan berat badan kelompok 2 lebih kecil dari yang terjadi pada kelompok 3, dan berat badan kelompok 2 setelah 12 minggu perlakuan lebih besar dari pada berat badan yang terjadi setelah 4 minggu dan 8 minggu perlakuan. Pemberian vitamin E baik diawal maupun dipertengahan perlakuan pada kelompok 3 dan kelompok 4 setelah 8 minggu perlakuan menunjukkan peningkatan berat badan yang tidak bermakna (p=0,34 8), tetapi pada kelompok 3 dan kelompok 4 setelah 12 minggu perlakuan terlihat penurunan berat badan secara bermakna (p=0,009). Kadar kolesterol total tikus antara masing-masing kelompok pada lama perlakuan 4 minggu menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,000 ), dan kadar tertinggi pada kelompok 3. Pada lama perlakuan 8 minggu tidak terdapat perbedaan bermakna kadar kolesterol total antara kelompok perlakuan (p=0,153), begitu juga pada lama perlakuan 12 minggu, p= 0,071. Kadar kolesterol total kelompok dengan diet standar (kontrol) paling rendah dari pada kadar kolesterol total kelompok lainnya baik pada lama perlakuan 4 minggu, 8 minggu, maupun 12 minggu. Pada kelompok 2 terjadi peningkatan kolesterol total sampai pada perlakuan 8 minggu, kemudian menunjukkan penurunan pada lama pelakuan 12 minggu, tetapi perubahan kadar kolesterol total pada kelompok 2 tidak bermakna (p=0,643). Peningkatan kadar kolesterol total paling tinggi pada kelompok 3 dengan diet aterogenik dan vitamin E selama 4 minggu, kemudian menunjukkan penurunan pada lama perlakuan 8 minggu (4 minggu setelah injeksi LPS), dan terlihat peningkatan kembali pada lama perlakuan 12 minggu (8 minggu setelah injeksi LPS). Terdapat perbedaan

10 129 bermakna perubahan kadar kolesterol total antar lama perlakuan 4 minggu, 8 minggu dan 12 minggu pada kelompok 3, p=0,006. Kadar kolesterol total kelompok 4 menunjukkan peningkatan baik pada lama perlakuan 8 minggu maupun 12 minggu, tetapi perubahan tersebut tidak bermakna, p=0,117. Kadar kolesterol LDL tikus masing-masing kelompok pada lama perlakuan 4 minggu menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,017), dan kadar tertinggi pada kelompok 3. Pada lama perlakuan 8 minggu tidak terdapat perbedaan bermakna kadar kolesterol LDL antara kelompok perlakuan (p=0,337), begitu juga pa da lama perlakuan 12 minggu, p= 0,243. Kadar kolesterol LDL kelompok dengan diet standar (kontrol) paling rendah dari pada kadar kolesterol LDL kelompok lainnya baik pada lama perlakuan 4 minggu, 8 minggu, maupun 12 minggu. Pada kelompok 2 terjadi peningkatan kolesterol LDL sampai pada perlakuan 8 minggu, kemudian menunjukkan penurunan pada lama pelakuan 12 minggu. Perubahan kadar kolesterol LDL antar lama perlakuan pada kelompok 2 tidak bermakna (p=0,626). Peningkatan kadar kolesterol LDL paling tinggi pada kelompok 3 dengan diet aterogenik dan vitamin E selama 4 minggu, kemudian menunjukkan penurunan pada lama perlakuan 8 minggu (4 minggu setelah injeksi LPS), dan terlihat peningkatan kembali pada lama perlakuan 12 minggu (8 minggu setelah injeksi LPS). Terdapat perbedaan bermakna perubahan kadar kolesterol LDL antar lama perlakuan 4 minggu, 8 minggu dan 12 minggu pada kelompok 3, p=0,046. Kadar kolesterol LDL kelompok 4 terjadi peningkatan baik pada lama perlakuan 8 minggu maupun 12 minggu, tetapi perubahan tersebut tidak bermakna, p=0,245.

11 130 Kadar kolesterol HDL menunjukkan perubahan yang sama dengan yang terjadi pada kolesterol total dan LDL (kadar LDL masih lebih tinggi dari kadar HDL), Kadar kolesterol HDL tikus masing-masing kelompok pada lama perlakuan 4 minggu tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,157), begitu juga pada lama perlakuan 8 minggu (p=0,108), dan pada lama perlakuan 12 minggu, p= 0,102. Setelah perlakuan selama 12 minggu, kadar kolesterol HDL kelompok 1 (28,03±1,31 mg/dl) tidak berbeda bermakna dengan kelompok 2 (35,83±9,85 mg/dl), p = 0,291), tetapi berbeda bermakna dengan kelompok 3 (42,75±3,05 mg/dl) p=0.019 dan dengan kelompok 4 (41,53±5,64 mg/dl) p=0,032. Kadar kolesterol HDL kelompok 2 tidak berbeda bermakna dengan kelompok 3 (p=0,385) dan kelompok 4 (p=0,542). Kadar kolesterol HDL kelompok 3 tidak terdapat perbedaan bermakna dengan kelompok 4, p=0,991. Kadar TG tikus masing-masing kelompok pada lama perlakuan 4 minggu tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,133), beg itu juga pada lama perlakuan 8 minggu (p=0,225), dan pada lama perlakuan 12 minggu, p= 0,249. Kadar TG kelompok 2 (dengan diet aterogenik selama 4 minggu) lebih rendah dari pada kelompok kontrol, dan kemudian menunjukkan peningkatan pada lama pelakuan 8 minggu. Tetapi setelah 12 minggu, kadar TG kelompok 2 lebih kurang sama dengan kelompok kontrol (p=0,113). Peningkatan kadar TG pada kelompok 3 paling tinggi pada tikus dengan diet aterogenik dan vitamin E selama 4 minggu dibanding kelompok kontrol dan kelompok 2, kemudian menunjukkan penurunan pada lama perlakuan 8 minggu ( 4 minggu setelah

12 131 injeksi LPS) dan pada lama perlakuan 12 minggu (8 minggu setelah injeksi LPS), p= 0,249. Peningkatan kadar TG kelompok 4 lebih tinggi dari pada kelompok kontrol pada lama perlakuan 8 minggu, dan menunjukkan penurunan pada lama perlakuan 12 minggu (p=0,808). Kadar NO tikus masing-masing kelompok pada lama perlakuan 4 minggu tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,641), begitu juga pada lama perlakuan 8 minggu (p=0,847), dan pada lama perlakuan 12 minggu, p= 0,762. Kadar NO kelompok dengan diet standar (kontrol) paling tin ggi pada perlakuan 4 minggu, dan kemudian menunjukkan penurunan pada perlakuan 8 minggu dan 12 minggu. Pada kelompok 2 dengan diet aterogenik selama 4 minggu, kadar NO lebih tinggi dari pada kelompok kontrol, dan kadar NO menurun sampai lebih rendah dari kelompok kontrol pada perlakuan 8 minggu (4 minggu setelah injeksi LPS), dan pada perlakuan 12 minggu (8 minggu setelah injeksi LPS). Pada kelompok 3 kadar NO paling tinggi pada tikus dengan diet aterogenik dan vitamin E selama 4 minggu, dibanding kelompok kontrol dan kelompok 2, kemudian menunjukkan penurunan pada lama perlakuan 8 minggu (4 minggu setelah injeksi LPS), dan pada lama perlakuan 12 minggu ( 8 minggu setelah injeksi LPS). Kadar NO kelompok 4 lebih rendah dari pada kelompok kontrol, kelompok 2 dan kelompok 3 pada lama perlakuan 8 minggu, dan menunjukkan sedikit peningkatan pada lama perlakuan 12 minggu. Ekpresi enos (ditunjukkan dengan adanya imunoreaktif enzim pada pewarnaan untuk enos) dinilai berdasarkan kepekatan warna kromogen (coklat) dengan memakai tanda (+). Semakin banyak tanda (+) berarti semakin kuat

13 132 ekpresi enos. Nilai ekspresi enos pada lama perlakuan 4 minggu tidak terdapat perbedaan bermakna antara masing- masing kelompok (p=0,730), begitu juga pada lama perlakuan 8 minggu (p=0,382) dan 12 minggu (p=0,454). Ekspresi enos kelompok dengan diet standar (kontrol) paling tinggi pada perlakuan 8 minggu, dan kemudian menunjukkan penurunan pada perlakuan 12 minggu. Pada kelompok 2 dengan diet aterogenik selama 4 minggu, ekspresi enos lebih rendah dari pada kelompok kontrol, dan kemudian menunjukkan peningkatan pada perlakuan 8 minggu (4 minggu setelah injeksi LPS), dan pada perlakuan 12 minggu (8 minggu setelah injeksi LPS). Pada kelompok 3 ekspresi enos pada tikus dengan diet aterogenik dan vitamin E selama 4 minggu lebih tinggi dibanding kelompok kontrol dan kelompok 2, kemudian menunjukkan peningkatan pada lama perlakuan 8 minggu (4 minggu setelah injeksi LPS), dan pada lama perlakuan 12 minggu (8 minggu setelah injeksi LPS). Ekspre si enos kelompok 4 lebih rendah dari pada kelompok kontrol, kelompok 2 dan kelompok 3 pada lama perlakuan 8 minggu, dan menunjukkan peningkatan pada lama perlakuan 12 minggu. Aktivasi enos/fosfo-enos (ditunjukkan dengan adanya imunoreaktif enzim pada pewarnaan untuk fosfo-enos) dinilai berdasarkan kepekatan warna kromogen (coklat) dengan memakai tanda (+). Semakin banyak tanda (+) berarti semakin kuat Fosfo-eNOS. Aktivasi enos pada kelompok dengan diet standar (kontrol) paling tinggi pada perlakuan 8 minggu, dan kemudian menunjukkan penurunan pada perlakuan 12 minggu. Pada kelompok 2 dengan diet aterogenik selama 4 minggu, fosfo-

14 133 enos lebih rendah dari pada kelompok kontrol, dan kemudian menunjukkan peningkatan pada perlakuan 8 minggu (4 minggu setelah in jeksi LPS), dan pada perlakuan 12 minggu (8 minggu setelah injeksi LPS) peningkatan paling tinggi. Pada kelompok 3 fosfo-enos pada tikus dengan diet aterogenik dan vitamin E selama 4 minggu lebih tinggi dibanding kelompok kontrol dan kelompok 2, kemudian menunjukkan peningkatan paling tinggi pada lama perlakuan 8 minggu (4 minggu setelah injeksi LPS), dan pada lama perlakuan 12 minggu (8 minggu setelah injeksi LPS) menunjukkan penurunan. Fosfo-eNOS kelompok 4 lebih rendah dari pada kelompok kontrol, kelompok 2 dan kelompok 3 pada lama perlakuan 8 minggu, dan terjadi peningkatan pada lama perlakuan 12 minggu. Hasil penelitian menunjukkan perubahan gambaran histopatologis arteri koroner berupa vakuolasi pada tunika intima atau subendotelial dan tunika media (VTI-M). Vakuolasi pada lama perlakuan 4 minggu tidak terdapat perbedaan bermakna antara masing-masing kelompok (p=0,090), begitu juga pada lama perlakuan 8 minggu (p=0,475) dan 12 minggu (p=0,543). Vakuolasi pada kelompok 2 dengan diet aterogenik selama 4 minggu lebih banyak dari pada kelompok kontrol dan kelompok 3, kemudian menunjukkan penurunan pada perlakuan 8 minggu (4 minggu setelah injeksi LPS), dan pada perlakuan 12 minggu (8 minggu setelah injeksi LPS). Pada kelompok 3 vakuolasi pada tikus dengan diet aterogenik dan vitamin E selama 4 minggu lebih tinggi dibanding kelompok kontrol, kemudian menunjukkan peningkatan pada lama perlakuan 8 minggu (4 minggu setelah injeksi LPS), dan peningkatan paling tinggi pada lama perlakuan 12 minggu (8 minggu setelah injeksi LPS). Vakuolasi

15 134 kelompok 4 lebih rendah dari pada kelompok kontrol, kelompok 2 dan kelompok 3 pada lama perlakuan 8 minggu, dan terjadi peningkatan pada lama perlakuan 12 minggu. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan peningkatan bermakna berat badan tikus hanya pada kelompok tikus yang diberi diet standar (kelompok kontrol). Setelah 12 minggu perlakuan peningkatan berat badan tikus kelompok kontrol lebih besar secara bermakna dibanding berat badan tikus yang diberi diet aterogenik, injeksi LPS dan pemberian vitamin E diawal maupun dipertengahan, tetapi tidak berbeda dengan berat badan kelompok tikus yang diberi diet aterogenik dan injeksi LPS saja (terjadi penurunan berat badan karena pemberian vitamin E pada tikus yang diberi diet aterogenik dan injeksi LPS). Penelitian Soliman et al., 2014 pada tikus Wistar yang diberi diet tingi lemak dan vitamin E menunjukkan bahwa pemberian vitamin E mengurangi peningkatan asupan makanan dan berat badan secara signifikan. Vitamin E meregulasi ekspresi gen dari metabolisme lipid dan karbohidrat, dan mengurangi akumulasi lemak dalam jaringan hati. Hasil penelitian menunjukkan pemberian diet aterogenik selama 4 minggu menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total, LDL, HDL (hiperkolesterolemia), tetapi kadar TG rendah. Penelitian Rodriquez et al. (2002) menunjukkan adanya peningkatan kadar kolesterol total, LDL, dan HDL akibat diet hiperkolesterolemik, tetapi kadar TG tidak dipengaruhi, dan efek diet hiperkolesterolemik tersebut maksimal pada perlakuan selama 5 minggu.

16 135 Pada kondisi hiperkolesterolemia dan pada waktu 4 minggu setelah injeksi LPS, kadar kolesterol total, LDL, HDL terus menunjukkan peningkatan dan kadar TG juga meningkat, tetapi pad waktu 8 minggu setelah injeksi LPS kadar kolesterol total, LDL, dan HDL menunjukkan penurunan. Penelitian terdahulu pada tikus albino Swiss umur 4 minggu yang diberi diet tinggi lemak selama 24 minggu, menunjukkan peningkatan bermakna kadar kolesterol dan LDL, tetapi pada kelompok hiperkolesterolemia yang ditambah injeksi endotoksin E.Coli (LPS) intraperitoneal perminggu selama 4 minggu tampak penurunan kadar LDL (endotoksemia menyebabkan menurunnya kadar LDL serum). Hasil pemberian endotoksin pada tikus hiperlipidemia menyebabkan peningkatan enzim superoksid dismutase dan katalase bersamaan dengan penurunan kadar kolesterol dan LDL serum. Endotoksemia dihubungkan dengan perubahan keseimbangan oksidatif reduktif dari organ-organ target seperti hati, jantung dan aorta. Hipotesa bahwa enzim antioksidan dalam organ target kemungkinan meningkatkan regulasinya dalam merespon peningkatan radikal bebas yang disebabkan oleh endotoksin LPS sendiri atau sitokin yang diaktivasi oleh LPS (Dutta & Bishayi, 2009). Kadar kolesterol yang meningkat akibat diet terogenik (P<0.05 ) memiliki hubungan yang signifikan dengan high-density lipoprotein (HDL) sebesar 56%, dengan low-density lipoprotein (LDL) sebesar 92.1% dengan arah korelasi positif. Kadar TG menunjukkan peningkatan setelah injeksi LPS pada tikus dengan diet aterogenik (hiperlipidemik-endotoksemik). Pada penelitian ini terjadi hiperlipidemia pada pemberian diet aterogenik walaupun disertai pemberian vitamin E. Penelitian yang dilakukan Rodriquez et

17 136 al. (2002) pada hewan coba babi yang diberi diet tinggi kolesterol dan ditambah vitamin C dan E tidak memberi efek pada kadar kolesterol total, LDL, HDL dan TG. Menurut Munteanu at al. (2004), α-tokoferol pada metabolisme kolesterol memicu HMG-CoA reduktase sehingga sintesis kolesterol meningkat dan α- tokoferol juga memicu reseptor LDL yang menyebabkan uptake LDL meningkat. Pengaruh antioksidan vitamin E dalam penelitian ini terlihat penurunan kadar kolesterol, LDL dan TG pada tikus hiperlipidemik-endotoksemik pada waktu 4 minggu setelah injeksi LPS, meskipun kadar HDL terlihat peningkatan, tetapi masih lebih rendah dari pada kadar LDL. Vitamin E terlihat menurunkan kadar TG selama perlakuan pada tikus hiperlipidemik endotoksemik. Vitamin E terlihat berperan sebagai anti peradangan menekan efek LPS, yang ditunjukkan oleh meningkatnya kembali kadar kolesterol total dan LDL pada pemberian diet aterogenik dan vitamin E selama 12 minggu, dan pada waktu 8 minggu setelah injeksi LPS (peran non-antioksidan vitamin E). Sebelum peningkatan tersebut, lebih dahulu tampak penurunan kadar kolesterol total dan LDL pada pemberian diet aterogenik dan vitamin E selama 8 minggu, dan pada waktu 4 minggu setelah injeksi LPS. Begitu juga halnya pada pemberian vitamin E selama 6 minggu (pemberian dipertengahan perlakuan). Hasil tersebut sesuai dengan penemuan terdahulu yang menunjukkan vitamin E memiliki kemampuan anti peradangan selain mencegah peroksidasi lipid dan oksidasi LDL (Yoshida, et al., 2000; Traber & Atkinson, 2007; Mahmoud et al., 2014). Menurut Munteanu at al. (2004), α- tokoferol menghambat inflamasi dan kemotaksis sel-sel inflamatori dengan menghambat sintesis TGF-β, IL-4, dan IL -1β (sitokin-sitokin inflamatori).

18 137 Vitamin E yang bekerja sebagai anti inflamasi dalam mekanisme pencegahan terhadap oksidasi LDL, disebut sebagai fungsi non-antioksidan dari vitamin E. Rata-rata kadar NO serum secara deskriptif pada kelompok tikus dengan diet aterogenik selama 4 minggu (tikus hiperkolesterolemik ) lebih tinggi dari pada kadar NO serum kelompok tikus yang diberi diet aterogenik dan pada waktu 4 minggu maupun 8 minggu setelah injeksi LPS (tik us Hiperlipidemikendotoksemik). Mahmoud et al. (2014) menunjukkan kadar NO serum pada kelompok tikus hiperkolesterolemik lebih tinggi dari pada kadar NO serum kelompok kontrol normal (perbedaan bermakna). Kadar NO serum yang tinggi pada tikus hiperkolesterolemik dianggap sebagai mekanisme pertahanan untuk mengimbangi inaktivasi NO yang terus menerus oleh radikal bebas pada tikus hiperkolesterolemik ( NO sebagai parameter stres oksidatif). Shehata dan Yousef (2010) mendapatkan kadar NO darah pada kelompok tikus SD hiperlipidemik lebih tinggi dari pada kadar NO darah tikus kelompok kontrol yang diberi diet normal, dan perbedaan bermakna. Begitu juga kadar NO darah kelompok tikus hiperlipidemik-endotoksemik (tikus hiperlipidemik yang diinjeksi E.coli dosis tunggal), lebih tinggi dari pada kadar NO darah kelompok tikus hiperlipidemik, dan perbedaan bermakna. Menurut Munteanu et al. (2004) NO diproduksi oleh makrofag selama peradangan. Dalam penelitian ini kadar NO serum kelompok tikus hiperlipidemik yang diberi vitamin E tampak lebih tinggi dari pada yang terjadi pada kelompok tikus hiperlipidemik-endotoksemik yang diberi vitamin E baik diawal maupun dipertengahan perlakuan. Mahmoud et al. (2014) juga menunjukkan pemberian

19 138 vitamin E selama 6 minggu bersama-sama diet tinggi kolesterol dijumpai kadar NO serum lebih tinggi dari pada yang terjadi pada kelompok tikus hiperkolesterolemik. Hasil dihubungkan dengan kemampuan vitamin E meningkatkan fosforilasi enos yang menghasilkan peningkatan kadar NO darah. Tetapi penemuan yang kontradiksi ditunjukkan secara in vitro bahwa terjadi pelemahan produksi NO dalam kondisi hiperkolesterolemia, karena berkurangnya transkripsi dan meningkatnya kerusakan transkrip enos, atau terjadi perubahan dari kelebihan caveolin dalam sel endotel (Rodriquez et al., 2002). Pada penelitian ini secara deskriptif tampak terjadi penurunan ekspresi enos pada kondisi hiperkolesterolemia, dan pemberian vitamin E tampak mencegah penurunan ekspresi enos. Rodriquez et al. (2002) dalam penelitiannya menunjukkan terjadi penurunan ekspresi enos pada sel endotel arteri koroner babi yang diberi diet tinggi kolesterol dibanding dengan yang terjadi pada sel endotel arteri koroner babi dengan diet normal. Diet tinggi kolesterol yang ditambah vitamin C dan E mencegah penurunan ekspresi enos dengan jalan mencegah efek inhibitor melalui modifikasi LDL. Hasil yang sama juga dijumpai secara in vitro pada sel endotel arteri koroner yang diisolasi dari babi hiperkolesterolemik. Tetapi dijumpai kontradiksi dengan laporan yang menunjukkan secara in vitro terjadi peningkatan caveolin, tanpa perubahan ekspresi enos dalam sel endotel aorta sapi dengan adanya LDL yang diisolasi dari subyek manusia hiperkolesterolemia. Ekspresi enos kelompok hiperlipidemik-endotoksemik menunjukkan peningkatan dibanding yang terjadi pada kelompok hiperlipidemik (endotoksemia

20 139 lebih dari 4 minggu menunjukkan peningkatan ekspresi enos intraseluler ). Hasil demikian kemungkinan dapat karena adanya efek inhibitor penurunan ekspresi enos melalui pengurangan modifikasi/oksidasi LDL yang dihubungkan dengan penemuan Dutta & Bishayi (2009) bahwa endotoksemia menyebabkan menurunnya kadar LDL serum. Tikus hiperlipidemik-endotosemik yang diberi vitamin E di awal dan pada waktu 8 minggu setelah injeksi LPS, menunjukkan lebih sedikit peningkatan ekspresi enos dibanding dengan yang terjadi pada pemberian vitamin E dipertengahan, atau tanpa pemberian vitamin E (vitamin E dalam kondisi hiperlipidemik-endotoksemik hanya sedikit meningkatkan ekspresi enos). Hasil dihubungkan dengan fungsi anti inflamasi vitamin E yang menekan LPS, sehingga efek endotoksemia menurunkan kadar LDL berkurang. Seperti diketahui modifikasi LDL/oksidasi LDL merupakan tahap inisiasi penurunan ekspresi enos. Aktivasi enos dengan fosforilasi intraseluler secara deskriptif pada tikus dalam kondisi hiperkolesterolemia menunjukkan penurunan, tetapi pada kelompok tikus yang diberi diet aterogenik dan vitamin E selama 4 minggu, fosforilasi lebih tinggi dari yang terjadi pada kelompok dengan pemberian diet standar dan kelompok dengan diet aterogenik saja (vitamin E meningkatkan fosforilasi enos). Penelitian tedahulu menyatakan bahwa vitamin E (α-tokoferol) meningkatkan fosforilasi enos, tetapi tidak mempunyai efek meningkatkan ekspresi enos (Rimbach et al. 2002; Mahmoud et al. 2014). Munteanu et al.

21 140 (2004) juga melaporkan α-tokoferol meningkatkan aktivitas enos yang lebih lanjut meningkatkan produksi NO, tetapi tidak meningkatkan ekspresi enos. Aktivasi enos kelompok hiperlipidemik-endotoksemik menunjukkan peningkatan dibanding yang terjadi pada kelompok hiperlipidemik (endotoksemia lebih dari 4 minggu menunjukkan peningkatan aktivasi enos intraseluler ). Hasil tersebut kemungkinan dapat karena adanya efek inhibitor penurunan fosfo-enos melalui pengurangan modifikasi/oksidasi LDL yang dihubungkan dengan penemuan Dutta & Bishayi (2009) bahwa endotoksemia menyebabkan menurunnya kadar LDL serum. Pemberian vitamin E baik diawal maupun dipertengahan perlakuan dalam kondisi hiperlipidemik-endotoksemik tidak meningkatkan aktivasi enos. Perubahan gambaran histopatologis arteri koroner berupa vakuolasi pada tunika intima/subendotelial dan tunika media (VTI -M) secara deskriptif menunjukkan pada kelompok tikus yang diberi diet aterogenik meningkatkan vakuolasi, dan vitamin E mengurangi vakuolasi pada kondisi hiperlipidemik. Shehata dan Yousef (2010) menunjukkan terjadi vakuolasi dalam sel -sel tunika media aorta tikus hiperlipidemik. Penelitian terdahulu menunjukkan kemampuan vitamin E (α -tokoferol) menghambat oksidasi LDL in vitro, dan penelitian tersebut meyakini bahwa vitamin E mengurangi terbentuknya lesi aterosklerotik dengan mencegah oksidasi LDL (Munteanu et al. 2004). Pada penelitian ini vakuolasi kelompok tikus hiperlipidemik-endotoksemik menunjukkan penurunan dibanding yang terjadi pada kelompok hiperkolesterolemik (endotoksemia lebih dari 4 minggu menunjukkan penurunan

22 141 vakuolasi). Hasil demikian kemungkinan efek LPS yang dihubungkan dengan penemuan Dutta & Bishayi (2009) bahwa endotoksemia menyebabkan menurunnya kadar LDL serum. Seperti diketahui pada kadar LDL tinggi, modifikasi LDL /oksidasi LDL merupakan kejadian yang menentukan dalam inisiasi dan berkembangnya aterosklerosis. Vakuolasi dalam kondisi tikus hiperlipidemik-endotoksemik dengan pemberian vitamin E diawal menunjukkan peningkatan dari yang terjadi pada tikus hiperlipidemik, dan pemberian vitamin E baik diawal maupun dipertengahan dalam kondisi hiperlipidemik-endotoksemik (pada waktu 8 minggu setelah injeksi LPS) menunjukkan peningkatan vakuolasi. Hasil dihubungkan dengan efek anti inflamasi vitamin E yang menekan LPS, sehingga mengurangi efek endotoksemia menurunkan kadar LDL, dan LDL yang tetap tinggi merupakan faktor kunci dalam disfungsi endotel (aterosklerosis). Kajian dari hasil penelitian ini menerangkan bahwa kondisi hiperkolesterolemia sehubungan dengan peningkatan kadar LDL, lebih lanjut dapat terjadi modifikasi/oksidasi LDL yang merupakan kejadian menentukan dalam inisiasi dan berkembangnya aterosklerosis. Perkembangan ke arah aterosklerosis terlihat dari penurunan ekspresi dan aktivasi enos intraseluler, serta lebih banyak terbentuk vakuolasi pada dinding pembuluh darah tikus hiperkolesterolemia walaupun kadar NO belum tampak terjadi penurunan. Efek vitamin E yang diberikan bersamaan diet aterogenik menyebabkan tikus hiperlipidemik. Tikus dalam kondisi hiperlipidemik-endotoksemik dan pada waktu 4 minggu setelah injeksi LPS, terlihat vitamin E berperan sebagai

23 142 antioksidan menurunkan kadar kolesterol, LDL dan TG, tetapi pada waktu 8 minggu setelah injeksi LPS terlihat lebih berperan sebagai anti peradangan menekan efek LPS (peran non-antioksidan vitamin E). Kesimpulan 1. Tikus SD yang diberi diet aterogenik menunjukkan peningkatan kadar kolesterol total, LDL, HDL (hiperkolesterolemik), dan pada waktu 4 minggu setelah injeksi LPS pada tikus hiperkolesterolemik, kadar TG juga meningkat ( hiperlipidemik-bakteremik). Pengaruh LPS pada waktu lebih dari 4 minggu setelah injeksi, menunjukkan penurunan kadar kolesterol total, LDL, dan HDL. 2. Tikus SD dengan diet aterogenik menunjukkan perubahan gambaran histopatologis arteri koroner berupa vakuolasi yang lebih banyak dari pada yang terjadi pada tikus dengan diet standar. LPS mengurangi vakuolasi pada waktu lebih dari 4 minggu setelah injeksi. 3. Tikus SD yang hanya diberi diet aterogenik menunjukkan penurunan ekspresi enos intraseluler secara tidak bermakna dibanding yang terjadi pada tikus dengan diet standar. Pengaruh LPS menunjukkan peningkatkan ekspresi enos pada waktu lebih dari 4 minggu setelah injeksi. 4. Tikus SD dengan diet aterogenik menunjukkan penurunan aktivasi enos intraseluler secara tidak bermakna dibanding yang terjadi pada tikus dengan diet standar. Pengaruh LPS menunjukkan peningkatkan aktivasi enos pada waktu lebih dari 4 minggu setelah injeksi.

24 Tikus SD dengan pemberian diet aterogenik menunjukkan kadar NO (produksi NO) yang lebih kurang sama dengan yang terjadi pada tikus dengan diet standar, dan pengaruh LPS menunjukkan penurunan kadar NO secara tidak bermakna. 6. Pemberian vitamin E bersamaan diet aterogenik pada tikus SD tidak menunjukkan penurunan kadar kolesterol total, LDL, HDL dibanding dengan yang terjadi tanpa pemberian vitamin E, dan kadar TG menunjukkan peningkatan. Pemberian vitamin E diawal maupun dipertengahan perlakuan pada tikus dengan diet aterogenik pada waktu 4 minggu setelah injeksi LPS tampak penurunan kadar lipid darah, tetapi pada waktu lebih dari 4 minggu setelah injeksi LPS terlihat peningkatan kadar kolesterol total, LDL, dan HDL. 7. Pemberian vitamin E bersamaan diet aterogenik pada tikus SD atau vitamin E diberi diawal maupun dipertengahan perlakuan dengan diet aterogenik pada waktu 4 minggu setelah injeksi LPS, menunjukkan penurunan vakuolasi secara tidak bermakna, tetapi pada waktu lebih dari 4 minggu setelah injeksi LPS menunjukkan peningkatan. 8. Pemberian vitamin E bersamaan diet aterogenik pada tikus SD menunjukkan peningkatan ekspresi enos secara tidak bermakna dibanding dengan yang terjadi tanpa pemberian vitamin E, tetapi pada waktu lebih dari 4 minggu setelah injeksi LPS menunjukkan penurunan. 9. Pemberian vitamin E bersamaan diet aterogenik pada tikus SD, atau vitamin E diberi diawal perlakuan dengan diet aterogenik pada waktu 4

25 144 minggu setelah injeksi LPS menunjukkan peningkatan aktivasi enos secara tidak bermakna dibanding dengan yang terjadi tanpa pemberian vitamin E. Tetapi pemberian vitamin E diawal maupun dipertengahan perlakuan dengan diet aterogenik pada waktu lebih dari 4 minggu setelah injeksi LPS menunjukkan penurunan. 10. Pemberian vitamin E bersamaan diet aterogenik pada tikus SD, atau pemberian vitamin E diawal maupun dipertengahan perlakuan dengan diet aterogenik, dan pada waktu lebih dari 4 minggu setelah injeksi LPS menunjukkan peningkatan kadar NO darah secara tidak bermakna dibanding dengan yang terjadi tanpa pemberian vitamin E. Saran 1. Penelitian dengan memberi diet aterogenik dan endotoksin LPS pada hewan coba masih diperlukan dengan menambah waktu penelitian lebih lama dari 12 minggu, dan penelitian dengan memberi vitamin E pada kondisi hiperkolesterolemia pada hewan coba masih perlu dilanjutkan. 2. Hasil penelitian yang menunjukkan terjadi hiperkolesterolemia pada pemberian diet aterogenik yang merupakan kejadian kunci untuk inisiasi dan berkembangnya kejadian aterosklerosis, hendaknya dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam analisis patogenesis pada aplikasi klinis dan informasi berguna di masyarakat. 3. Hasil penelitian yang menunjukkan penurunan kadar kolesterol total, LDL dan HDL dalam kondisi hiperkolesterolemia dan terinfeksi bakteri gram

26 145 negatif, hendaknya dapat dijadikan dasar pertimbangan analisis dalam aplikasi klinis. 4. Hasil penelitian yang menunjukkan efek vitamin E menyebabkan hiperlipidemia bila diberikan bersamaan dengan diet aterogenik, hendaknya dapat menjadi informasi dalam aplikasi klinis maupun di masyarakat. 5. Hasil penelitian yang menunjukkan kemampuan vitamin E sebagai anti peradangan lebih menonjol dari pada kemampuan vitamin E sebagai antioksidan pada kejadian aterosklerosis, hendaknya dapat dijadikan dasar pertimbangan penggunaan vitamin E dalam aplikasi klinis maupun di masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar di dunia. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap tahun, dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serat. Kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak termasuk

BAB I PENDAHULUAN. serat. Kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perubahan gaya hidup masyarakat mulai banyak terjadi sejalan dengan kemajuan teknologi. Gaya hidup yang kurang aktivitas fisik mulai banyak ditemukan, bahkan sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anti Aging Medicine (AAM) adalah ilmu yang berupaya memperlambat proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang akan terjadi pada

Lebih terperinci

RINGKASAN. melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan

RINGKASAN. melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan 95 RINGKASAN Aterosklerosis merupakan penyebab kematian utama di negara berkembang dan melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan berbagai tipe sel yang saling berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada sistem peredaran darah. Penyakit ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar di dunia. WHO mencatat hingga tahun 2008 sebanyak 17,3 juta orang telah meninggal akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan ini menyebabkan peningkatan kadar total

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 mengumumkan 4 penyakit tidak menular (PTM) termasuk penyakit kardiovaskular (48%), kanker (21%), pernapasan kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2014). Penyakit metabolik dan degeneratif saat ini tidak hanya menyerang usia lanjut,

BAB I PENDAHULUAN. 2014). Penyakit metabolik dan degeneratif saat ini tidak hanya menyerang usia lanjut, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola penyakit penyebab kematian dan kesakitan pada masyarakat saat ini telah mengalami pergeseran yaitu dari penyakit infeksi (penyakit menular) menjadi penyakit metabolik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat zaman modern ini, setiap individu sibuk dengan kegiatan masingmasing, sehingga cenderung kurang memperhatikan pola makan. Gaya hidup sedentari cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat modern cenderung hidup dengan tingkat stres tinggi karena kesibukan dan tuntutan menciptakan kinerja prima agar dapat bersaing di era globalisasi, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan cara penggorengan. Minyak kelapa sawit merupakan jenis minyak utama yang digunakan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia dibandingkan dengan jabatan, kekuasaan ataupun kekayaan. Tanpa kesehatan yang optimal, semuanya akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama lipoprotein plasma adalah low density lipoprotein (LDL). 1 LDL berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. utama lipoprotein plasma adalah low density lipoprotein (LDL). 1 LDL berfungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lipoprotein merupakan gabungan dari lipid nonpolar (triasilgliserol dan ester kolesteril) dengan lipid amfipatik (fosfolipid dan kolesterol) serta protein yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di seluruh dunia termasuk Indonesia kecenderungan penyakit mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya globalisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup dengan memilih makan yang siap saji menjadi pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. Masyarakat kita, umumnya diperkotaan,

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. darah, mereduksi kadar kolesterol, trigliserida, gula darah, menyeimbangkan

BAB 6 PEMBAHASAN. darah, mereduksi kadar kolesterol, trigliserida, gula darah, menyeimbangkan BAB 6 PEMBAHASAN Pare (Momordica charantia) mempunyai efek menurunkan kadar gula darah, mereduksi kadar kolesterol, trigliserida, gula darah, menyeimbangkan kadar glukosa, sebagai anti inflamasi dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) sudah menjadi masalah kesehatan yang cukup serius di negara maju. Di Amerika Serikat (USA) dan negara-negara Eropa, 33,3% -50% kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001 serta Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, telah terjadi transisi epidemiologi

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pesatnya kemajuan teknologi telah banyak membawa perubahan pada pola hidup masyarakat secara global termasuk dalam hal pola makan. Seiring dengan berkembangnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma (Anwar, 2004). Banyak penelitian hingga saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid dimana terjadi peningkatan maupun penurunan komponen lipid dalam darah. Kelainan komponen lipid yang utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia dan prevalensinya akan terus bertambah hingga mencapai 21,3 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data WHO di dalam mortality country fact sheet menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data WHO di dalam mortality country fact sheet menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan data WHO di dalam mortality country fact sheet menunjukkan bahwa 30% kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler dengan jumlah 17 juta kematian pada tahun

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada

BAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Data umum Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada perempuan, laki-laki sebanyak 53,3%, perempuan 46,7% dengan rerata usia lakilaki 55,38 tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hiperkolesterolemia adalah suatu keadaan dimana kadar kolesterol serum

I. PENDAHULUAN. Hiperkolesterolemia adalah suatu keadaan dimana kadar kolesterol serum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperkolesterolemia adalah suatu keadaan dimana kadar kolesterol serum meningkat terutama kadar Low Density Lipoprotein (LDL) yang melebihi batas normal. Low density lipoprotein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hiperlipidemia merupakan keadaan yang terjadi akibat kadar kolesterol dan/atau trigliserida meningkat melebihi batas normal (Price & Wilson, 2006). Parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah. untuk pasien dan keluarganya (Adibhatla et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah. untuk pasien dan keluarganya (Adibhatla et al., 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke didefinisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis. Definisi lain lebih mementingkan defisit neurologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara penggorengan.kebutuhan akan konsumsi minyak goreng meningkat

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara penggorengan.kebutuhan akan konsumsi minyak goreng meningkat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan cara penggorengan.kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Senyawa sulfida merupakan senyawa yang banyak jumlahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah gangguan metabolisme lipoprotein, termasuk produksi lipoprotein berlebih maupun defisiensi lipoprotein. Dislipidemia bermanifestasi klinis sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang memiliki karakteristik berupa hiperglikemia yang terjadi karena adanya suatu kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler semakin menjadi perhatian karena dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan penyakit kardiovaskuler telah meningkat dari urutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 1972, di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 1972, di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 1972, di Indonesia penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian ke-11. Pada 1986 kondisi naik menjadi peringkat

Lebih terperinci

PERBAIKAN KADAR LIPID DARAH PADA MENCIT

PERBAIKAN KADAR LIPID DARAH PADA MENCIT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu dampak negatif dari perkembangan zaman yang begitu pesat saat ini adalah adanya pergeseran pola makan, dari pola makan yang seimbang dan alami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. HDL. Pada tahun 2013, penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun

BAB I PENDAHULUAN UKDW. HDL. Pada tahun 2013, penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma darah. Kelainan fraksi lipid

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing

BAB V PEMBAHASAN. Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing BAB V PEMBAHASAN Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing kelompok dapat dilihat pada tabel 11. Peningkatan kadar glukosa darah ini dikarenakan pemberian STZ yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, masyarakat Indonesia terutama di kota-kota besar telah memasuki arus modernisasi. Hal ini menyebabkan pergeseran ataupun perubahan, terutama dalam gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup masyarakat saat ini cenderung memiliki kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurang aktivitas fisik, kurang olah raga, kebiasaan merokok dan pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat perkotaan banyak mengalami perubahan di era globalisasi ini, terutama dalam pola konsumsi makanan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Saat ini perhatian masyarakat terhadap lemak pangan sangat besar terutama setelah diketahui bahwa mengonsumsi lemak berlebihan akan mempengaruhi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30 % kematian diseluruh

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan sekumpulan penyakit jantung dan pembuluh darah arteri pada jantung, otak, dan jaringan perifer. Penyakit ini terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan oksigen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat zaman sekarang terpapar oleh banyaknya makanan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat zaman sekarang terpapar oleh banyaknya makanan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat zaman sekarang terpapar oleh banyaknya makanan tinggi lemak. Lemak memang dibutuhkan bagi tubuh karena mempunyai berbagai fungsi, namun konsumsi lemak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, penyebab kematian di dunia telah mengalami pergeseran dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Menurut data American Heart Association (AHA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, penyakit jantung menjadi penyakit pembunuh

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, penyakit jantung menjadi penyakit pembunuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, penyakit jantung menjadi penyakit pembunuh nomor satu di dunia (WHO, 2009). Hal tersebut tidak hanya semata-mata akibat usia lanjut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian. 1

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data epidemiologi, fenomena peningkatan kadar lipid terjadi di sebagian besar populasi masyarakat. Hal tersebut sering dikaitkan dengan peningkatan prevalensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada masyarakat modern dewasa ini, penyakit jantung koroner merupakan salah satu dari masalah kesehatan yang paling banyak mendapat perhatian serius. Hal ini dikarenakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, diabetes melitus merupakan permasalahan yang harus diperhatikan karena jumlahnya yang terus bertambah. Di Indonesia, jumlah penduduk dengan diabetes melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dimana pada suatu derajat sehingga memerlukan terapi pengganti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid, ditandai oleh peningkatan dan/atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang dijumpai yaitu peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lemak plasma. Beberapa kelainan fraksi lemak yang utama adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (sedentary lifestyle) dan kurangnya aktivitas olahraga (Tsujii, 2004). Salah

BAB I PENDAHULUAN. (sedentary lifestyle) dan kurangnya aktivitas olahraga (Tsujii, 2004). Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit degeneratif merupakan salah satu penyakit yang sekarang menjadi masalah utama baik itu di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan peranan penting dalam beberapa sistem biologis manusia. Diketahui bahwa endothelium-derived

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, terutama usia dewasa. Insidensi dan prevalensinya meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, terutama usia dewasa. Insidensi dan prevalensinya meningkat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan penyebab kematian ke tiga setelah penyakit jantung dan kanker serta merupakan penyebab kecacatan tertinggi pada manusia, terutama usia dewasa. Insidensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kadar kolesterol total terutama Low Density Lipoprotein (LDL) dan diikuti

I. PENDAHULUAN. kadar kolesterol total terutama Low Density Lipoprotein (LDL) dan diikuti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperkolesterolemia merupakan suatu kondisi dimana kolesterol dalam darah meningkat melebihi ambang normal yang ditandai dengan meningkatnya kadar kolesterol total terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan menjadi salah satu hal penting dalam penentu kesehatan dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang sehat masih rendah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa dekade terakhir, Penyakit Jantung Koroner (PJK) masih menjadi epidemik dalam dunia kesehatan. Cara hidup modern memicu faktor risiko PJK. PJK merupakan

Lebih terperinci

ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT

ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT Pendahuluan Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid merupakan lipid utama di tubuh Trigliserida didistribusikan ke dalam otot sebagai sumber energi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menjadi 7.7 % pada tahun 2030 ( Deshpande et al., 2008 ; Ramachandran et

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menjadi 7.7 % pada tahun 2030 ( Deshpande et al., 2008 ; Ramachandran et BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan global pada saat ini. Prevalensi global diabetes pada orang dewasa diperkirakan meningkat dari 6,4 % pada tahun 2010

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Diperoleh hasil yang positif dari pengamatan histopatologi kelompok perlakuan kolesterol dengan penambahan ekstrak metanol tempe, yaitu pencegahan pembentukail plak. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan jaman dewasa ini telah membuat sebagian besar masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kemajuan jaman dewasa ini telah membuat sebagian besar masyarakat 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan jaman dewasa ini telah membuat sebagian besar masyarakat mengalami perubahan pola hidup termasuk diantaranya pola makan. Dalam hal pola makan, masyarakat cenderung

Lebih terperinci

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Arteri karotid merupakan bagian dari sistem sirkulasi darah yang terdapat pada ke dua sisi leher yaitu sisi kiri yang disebut arteri karotid kiri dan sisi kanan yang disebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Gizi Klinik, Farmakologi,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Gizi Klinik, Farmakologi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Gizi Klinik, Farmakologi, dan Biokimia. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global,

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global, BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global, jumlah penderita DM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia penyakit kardiovaskuler (PKV) merupakan penyebab utama kematian, menurut estimasi para ahli badan kesehatan dunia (WHO), setiap tahun sekitar 50% penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paparan kebisingan pekerja seringkali terjadi di lingkungan kerja dan merupakan bahaya kesehatan global pada pekerja dengan pertimbangan sosial dan pengaruh fisiologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di era modern ini terutama di daerah perkotaan di Indonesia umumnya mempunyai gaya hidup kurang baik, terutama pada pola makan. Masyarakat perkotaan umumnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang PENDAHULUAN Latar Belakang Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang cenderung mengkonsumsi makanan-makanan cepat saji dengan kadar lemak yang tinggi. Keadaan ini menyebabkan munculnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara global Penyakit Tidak Menular (PTM) membunuh 38 juta orang setiap tahun. (1) Negara Amerika menyatakan 7 dari 10 kematian berasal dari PTM dengan perbandingan

Lebih terperinci

5. Rancangan perlakuan hewan uji.. 6. Metode Analisa Kadar HDL dan LDL C. Analisis Hasil...

5. Rancangan perlakuan hewan uji.. 6. Metode Analisa Kadar HDL dan LDL C. Analisis Hasil... 10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI iii HALAMAN PERNYATAAN... iv HALAMAN MOTTO.. v HALAMAN PERSEMBAHAN...... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara berkembang. Di Indonesia, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan satu atau lebih fraksi lipid dalam darah. Beberapa kelainan fraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup masyarakat di zaman modern ini erat hubungannya dengan perubahan kadar lemak darah. Masyarakat dengan kesibukan tinggi cenderung mengkonsumsi makanan tinggi

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) dengan berbagai komplikasi yang terjadi akan menurunkan kualitas hidup penderitanya yang semula mampu menjalankan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat, angka kematian akibat penyakit kardiovaskular di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan atau tanpa bahan tambahan (PP no 19, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. dengan atau tanpa bahan tambahan (PP no 19, 2003). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup masyarakat saat ini sangat erat hubungannya dengan berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit kardiovaskuler. Penyebabnya antara lain adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol terdapat dalam jaringan dan dalam plasma baik sebagai kolesterol bebas atau dikombinasikan dengan asam lemak rantai panjang seperti cholesteryl ester. Kolesterol

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem yang tumbuh di daerah Asia, dan Afrika bagian timur, Pasific. Di Indonesia sendiri, Buah pinang banyak terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu akan tetapi beberapa aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Asam urat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibatnya terjadi peningkatan penyakit metabolik. Penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. akibatnya terjadi peningkatan penyakit metabolik. Penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jaman yang makin modern menyebabkan perubahan gaya hidup masyarakat, termasuk pola makan yang tinggi lemak dan rendah serat, akibatnya terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecenderungan negara di dunia dalam hal beban penyakit tidak menular (PTM) dan proporsi angka kematianptm juga terjadi di Indonesia yangditunjukkan dengan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kelebihan kolesterol menjadi yang ditakuti sebagai penyebab penyempitan pembuluh darah yang disebut aterosklerosis yaitu proses pengapuran dan pengerasan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jantung yang dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner. Menurut

I. PENDAHULUAN. jantung yang dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner. Menurut 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketakutan terhadap kolesterol telah melanda manusia dimuka bumi ini. Hal ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa kenaikan kolesterol dalam plasma dapat mengakibatkan

Lebih terperinci