RESPON PERTUMBUHAN SEMAI BAKAU (Rhizophora mucronata Lamk.) TERHADAP TINGKAT KEDALAMAN DAN LAMA PENGGENANGAN MAULINA SEPTIARIE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESPON PERTUMBUHAN SEMAI BAKAU (Rhizophora mucronata Lamk.) TERHADAP TINGKAT KEDALAMAN DAN LAMA PENGGENANGAN MAULINA SEPTIARIE"

Transkripsi

1 RESPON PERTUMBUHAN SEMAI BAKAU (Rhizophora mucronata Lamk.) TERHADAP TINGKAT KEDALAMAN DAN LAMA PENGGENANGAN MAULINA SEPTIARIE DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Pertumbuhan Semai Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) terhadap Tingkat Kedalaman dan Lama Penggenangan adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Maulina Septiarie NIM E

4 ABSTRAK MAULINA SEPTIARIE. Respon Pertumbuhan Semai Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) terhadap Tingkat Kedalaman dan Lama Penggenangan. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA. Bakau (R. mucronata) merupakan salah satu jenis flora mangrove yang pada umumnya tumbuh dalam kelompok, dekat atau pada pematang sungai pasang surut dan di muara sungai. Namun adanya peningkatan muka air laut akibat dari pemanasan global menyebabkan zona mangrove pinggir laut semakin lama dan dalam tergenang air pasang yang dapat menyebabkan kematian semai mangrove tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya toleransi bakau terhadap tingkat kedalaman dan lama penggenangan yang berbeda. Rancangan penelitian yang digunakan adalah percobaan faktorial 3 x 3 dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan lama penggenangan (3-6, 6-9 dan jam) sebagai perlakuan pertama dan perlakuan tingkat kedalaman penggenangan (penggenangan sampai leher akar, penggenangan ¼-½ tinggi batang dan penggenangan ½-¾ tinggi batang) sebagai perlakuan kedua. Perlakuan lama penggenangan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan jumlah buku semai bakau. Perlakuan lama penggenangan 3-6 jam dan 6-9 jam memberikan respon yang lebih baik dibandingkan dengan lama penggenangan jam. Kata kunci: lama penggenangan, Rhizophora mucronata, tingkat kedalaman penggenangan ABSTRACT MAULINA SEPTIARIE. The Growth Responses of Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) Seedling on Various Inundations of Level and Duration. Supervised by CECEP KUSMANA Bakau (R. mucronata) represents the type of mangrove plant that growing in a group, located closely or in tidal area. Global warming affected the rise of sealevel brought the longer and deeper inundate of tidal water to mangrove zone. This research aims to analyze the tolerance of bakau seedling from various inundations level and duration. This research was conducted factorial 3 x 3 in Randomize Complete Design with the first treatment is the inundation duration (3-6, 6-9 and hours) and the second treatment is the inundation level (until the the root neck, between ¼-½ stem height and between ½-¾ stem height). Results of this research clearly showed that inundation duration bring significant effect to height growth and amount of internodes. Duration inundation treatment on 3-6 hours and 6-9 hours gave better responses than hours. Keywords: inundation duration, inundation level, Rhizophora mucronata

5 RESPON PERTUMBUHAN SEMAI BAKAU (Rhizophora mucronata Lamk.) TERHADAP TINGKAT KEDALAMAN DAN LAMA PENGGENANGAN MAULINA SEPTIARIE Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Respon Pertumbuhan Semai Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) terhadap Tingkat Kedalaman dan Lama Penggenangan Nama : Maulina Septiarie NIM : E Disetujui oleh Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS Pembimbing Diketahui oleh Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah Respon Pertumbuhan Semai Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) terhadap Tingkat Kedalaman dan Lama Penggenangan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MSselaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahan selama penelitian berlangsung dan dalam penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta Ayah M. Sukron, Ibu Eny Sumartini, Nia, Yudha atas segala doa dan kasih sayangnya, sahabat terdekat Bayu Gagat, Nur Azizah, Ruli Adi, Khaerlita Syahri, Nur Eliya, Putri Aurum, Ade Siti keluarga besar Silvikultur terutama Silvikultur 47 dan pihak lain yang telah membantu memberikan dukungan dalam penyelesaian studi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2014 Maulina Septiarie

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Hipotesis Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Definisi dan Fungsi Hutan Mangrove 2 Habitat dan Jenis Mangrove 3 Tinjauan Jenis Rhizophora mucronata Lamk. 4 Ancaman Perubahan Iklim terhadap Mangrove 5 METODE 7 Waktu dan Lokasi Penelitian 7 Alat dan Bahan 7 Prosedur Penelitian 7 Variabel yang diamati 8 Rancangan Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Hasil 11 Pembahasan 13 SIMPULAN DAN SARAN 14 Simpulan 14 Saran 15 DAFTAR PUSTAKA 15 RIWAYAT HIDUP 16

10 DAFTAR TABEL 1 Klasifikasi durasi penggenangan dan distribusi jenis mangrove 6 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam respon pertumbuhan semai bakau terhadap perlakuan tingkat kedalaman penggenangan dan lama penggenangan 11 3 Hasil uji Duncan respon pertumbuhan tinggi semai bakau terhadap lama penggenangan 12 4 Hasil uji Duncan respon jumlah buku semai bakau terhadap lama penggenangan 12 DAFTAR GAMBAR 1 Zonasi penyebaran mangrove yang ideal 3 2 Peta penyebaran R. mucronata di dunia 4 3 Struktur bunga dan daun (a); bentuk buah bakau (b) 4 4 Skema peletakan bibit bakau di sandaran dalam kolam 8 5 Penampilan fisik tinggi semai bakau 12 6 Kondisi perlakuan tingkat penggenangan terhadap semai bakau 13

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Komponen perubahan iklim yang memberikan dampak terhadap ekosistem mangrove meliputi perubahan muka air laut, perubahan siklus hidrologi, badai, presipitasi, suhu dan konsentrasi CO 2 di udara. Dari sekian banyak dampak yang terjadi akibat adanya perubahan komposisi udara dan permukaan tanah, perubahan muka air laut dianggap sebagai salah satu ancaman terbesar (Field 1995 dalam Gilman 2008). Hasil penelitian Kusmana (2010), adanya peningkatan muka air laut akibat dari pemanasan global menyebabkan zona mangrove pinggir laut semakin lama dan dalam tergenang air pasang yang dapat menyebabkan kematian semai mangrove tersebut. Di lain pihak jangkauan pasang air laut akan menyebabkan mangrove menyebar jauh ke daratan, sehingga terjadi pergeseran zonasi dan perubahan komposisi jenis mangrove di sepanjang gradien lingkungan tersebut. Pola pasang surut memberi pengaruh terhadap distribusi jenis mangrove di setiap zonasi. Lama periode pasang surut air laut akan mempengaruhi distribusi jenis, struktur vegetatif dan fungsi mangrove. Hasil penelitian Watson (1926) dalam Triswanto (2000), komposisi jenis dan distribusi mangrove di area yang terendam berbeda menurut lama periode pasang surut dan frekuensi penggenangan air pasang. Hasil penelitian Triswanto (2000), kedalaman air pasang dan umur tanaman Rhizophora spp. berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun per pohon, jumlah ruas per pohon, jumlah cabang per pohon dan akar nafas. Perbedaan pola pertumbuhan bakau akibat penggenangan air akan mempengaruhi kadar biomassa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bakau (R. mucronata) merupakan salah satu jenis tanaman mangrove yang memiliki kemampuan tumbuh di daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut. Ketinggian genangan pasang surut dapat mempengaruhi proses fisiologis dan biokimiawi antara lain respirasi, permeabilitas air, penyerapan air, hara dan pengikatan N oleh akar tanaman. Bakau (R. mucronata) merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove yang mempunyai habitat dekat atau terletak pada pematang sungai pasang surut dan di muara sungai. Jenis ini masuk dalam flora mangrove inti yang mempunyai peran utama dalam formasi mangrove (Kusmana et al. 2003). Oleh karena itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui daya toleransi pertumbuhan R. mucronata terhadap tingkat kedalaman dan lama penggenangan yang berbeda. Perumusan Masalah Perubahan muka air laut dianggap sebagai salah satu ancaman terbesar dari sekian banyak dampak yang terjadi akibat fenomena perubahan iklim. Ekosistem mangrove yang berada di daerah peralihan menjadi tipe ekosistem yang pertama terkena pengaruh akibat perubahan iklim global ini. Bakau (R. mucronata) merupakan salah satu jenis flora mangrove yang pada umumnya tumbuh dalam kelompok, dekat atau pada pematang sungai

12 2 pasang surut dan di muara sungai. Jenis ini jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air pasang surut. Namun adanya peningkatan muka air laut akibat dari pemanasan global menyebabkan zona mangrove pinggir laut semakin lama dan dalam tergenang air pasang yang dapat menyebabkan kematian semai mangrove tersebut. Peristiwa kematian semai mangrove akibat adanya peningkatan muka air laut menunjukkan perbedaan tingkat kedalaman dan lama penggenangan akan menghasilkan pertumbuhan yang juga berbeda. Sehingga dapat diketahui respon pertumbuhan R. mucronata terhadap tingkat kedalaman dan lama penggenangan yang berbeda. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh tingkat kedalaman dan lama penggenangan terhadap pertumbuhan R. mucronata. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan R. mucronata dipengaruhi tingkat kedalaman dan lama penggenangan air. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini sebagai dasar pertimbangan untuk merehabilitasi mangrove yang terdegradasi atau rusak seiring dengan naiknya muka air laut akibat pemanasan global. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah pengukuran laju pertumbuhan meliputi tinggi total, tinggi propagul, diameter, jumlah daun, jumlah buku dan biomassa semai R. mucronata. TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Fungsi Hutan Mangrove Irwan (2007) menyatakan bahwa hutan mangrove merupakan ekosistem yang khas dengan sebaran vegetasi yang agak seragam, tajuk rata, tidak mempunyai lapisan tajuk dengan bentukan yang khas, selalu hijau dan mampu tumbuh di lingkungan yang ekstrim (air asin, berlumpur dan selalu tergenang). Fungsi mangrove dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu fungsi fisik, fungsi biologis (ekologis) dan fungsi ekonomis (Kusmana et al. 2003). Fungsi

13 fisik dari mangrove, yaitu dapat menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil, mempercepat perluasan lahan, mengendalikan intrusi air laut, melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang. Fungsi biologis (ekologis) mangrove, yaitu tempat mencari makan,memijah, berkembang biak berbagai jenis biota laut, tempat bersarang berbagai jenis satwa liar terutama burung dan sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove, yaitu memproduksi berbagai jenis hasil hutan (kayu) maupun hasil hutan bukan kayu dan sebagai lahan untuk kegiatan produksi pakan lainnya. 3 Habitat dan Jenis Mangrove Hutan mangrove banyak ditemukan di tepi pantai terlindung yang berlumpur, bebas dari angin yang kencang dan arus. Hutan mangrove juga dapat ditemui di muara sungai dan laguna, yaitu danau yang berada di pinggir laut dan tepi sungai yang banyak dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Mangrove juga dapat tumbuh di atas pantai berpasir dan berkarang, terumbu karang, dan di pulau-pulau kecil. Sementara itu air payau bukanlah hal yang pokok untuk pertumbuhan mangrove, mereka juga dapat tumbuh dengan subur jika terdapat persediaan endapan yang baik dan pada air tawar yang berlimpah. Hutan mangrove dapat tersebar luas dan tumbuh rapat di muara sungai besar di daerah tropis. Jenis-jenis mangrove cenderung tumbuh dalam zona atau jalur tertentu tergantung dari keadaan tempat tumbuh. Berdasarkan hal tersebut, hutan mangrove dapat dibagi menjadi beberapa zona yaitu Sonneratia, Avicennia (yang menjorok ke laut), Rhizophora, Bruguiera, Ceriops dan asosiasi Nypa. Pembagian zona ini mulai dari bagian yang paling kuat mengalami angin dan ombak. Salah satu ilustrasi zonasi mangrove yang ideal dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Zonasi penyebaran mangrove yang ideal Sumber: Nybakken, Bertness (1992) Zonasi di hutan mangrove merupakan tanggapan terhadap perubahan dari lamanya waktu penggenangan, salinitas, intensitas cahaya matahari, aliran pasang surut dan aliran air tawar (faktor lingkungan). Daya adaptasi dari tiap jenis mangrove terhadap keadaan tempat tumbuh akan menentukan komposisi jenis tiap komunitas.

14 4 Tinjauan Jenis Rhizophora mucronata Lamk. Berdasarkan klasifikasi Tomlinson (1986) dalam Kusmana (2003), bakau (R. mucronata Lamk.) merupakan jenis yang termasuk dalam kelompok mangrove major. Jenis ini banyak tumbuh di kawasan pesisir Indonesia. Sedangkan penyebaran bakaudi dunia meliputi Afrika Timur, Madagaskar, Mauritania, Asia Tenggara dan Hawaii. Penyebaran bakau lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Peta penyebaran R. mucronata di dunia Sumber : UNEP-WCMC (2001) dalam Syah (2011) Sistem perakaran R. mucronata berupa akar tunjang mengikuti lokasi tempat tumbuhnya yang berada pada tipe pasang medium high tides. Menurut Triswanto (2000), perakaran R. mucronata berbentuk melengkung, tumbuh pada bagian bawah dari batang utama serta berfungsi sebagai akar nafas. Tumbuh dari batang utama ke arah samping dan masuk ke dalam tanah. Sistem perakaran ini merupakan adaptasi morfologi yang sesuai dengan kondisi anaerobik tanah. Akar muda mengandung klorofil sehingga mampu melakukan proses fotosintesa. Kategori bentuk perawakan R. mucronata berupa pohon dengan tinggi mencapai 25 m. Komposisi daun tunggal dan susunan daun berhadapan (opposite). Bentuk daun elips dengan ujung daun meramping tajam. Permukaan bawah daun hijau kekuningan dan terdapat bintik-bintik hitam kecil yang tersebar. Bagian daun R. mucronata merupakan karakter pembeda jenis ini dengan R. stylosa. Daun R. mucronata lebih besar dari R. stylosa, paling lebar di bagian tengah dan tangkai daun putih pendek. Posisi bunga di ketiak daun (axillary) dan komposisinya majemuk (inflorescence). Struktur daun, bunga dan buah bakau disajikan pada Gambar 3. a b Gambar 3 Struktur bunga dan daun (a); bentuk buah bakau (b) Sumber: Kusmana et al. (2008)

15 Sifat umum dari perkembangan biji mangrove secara vivipar, yaitu biji telah berkecambah sewaktu masuk di dalam buah yang masih melekat padatumbuhan induk. Cara yang khas ini diperlihatkan oleh Rhizophora spp. Lembaga semai dapat menembus buah yang masih bergantungan, yang panjangnya seperti anak panah tetapi berat di bagian bawahnya. Kemudian semai jatuh dengan akar ke bawah, sehingga ujung akar itu dapat menancap ke dalam lumpur bila air sedang surut dan membentuk akar-akar cabang dalam waktu beberapa jam saja serta tumbuh di tempat itu. Bila air sedang pasang dan semai akarnya belum kuat melekat di lumpur, maka semai tersebut akan hanyut terbawa air ke tempat lain dan bila air surut akan tumbuh dengan normal kembali bila keadaan menguntungkan. Manfaat dari bakau, kayunya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Tanin dari kulit kayu digunakan untuk pewarnaan dan kadang-kadang digunakan sebagai obat dalam kasus hematuria (pendarahan pada air seni). Selain itu, pohon ini juga berfungsi sebagai pelindung sepanjang pematang tambak (Noor 1999). 5 Ancaman Perubahan Iklim terhadap Mangrove Perubahan iklim merupakan salah satu akibat dari pemanasan global. Menurut Suriani (2009) dalam Purnama (2012), penyebab terjadinya pemanasan global adalah adanya peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Peningkatan ini menyebabkan keseimbangan radiasi berubah dan suhu bumi menjadi lebih panas. GRK merupakan gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi. Pemanasan global ini mengakibatkan perubahan durasi waktu musim hujan dan musim kemarau di belahan dunia serta peningkatan suhu bumi, sehingga menyebabkan mencairnya gunung-gunung es di kutub. Dampaknya adalah terjadi kenaikan tinggi permukaan laut yang berimbas pada hilangnya pulau-pulau kecil, banjir rob, penyempitan batas luar suatu negara dan ketidakstabilan kondisi wilayah pesisir (Kusmana 2010). Ekosistem mangrove merupakan tipe ekosistem yang pertama terkena pengaruh berbagai dampak yang akan terjadi akibat perubahan iklim. Hal ini berkaitan dengan lokasi ekosistem yang berada di daerah peralihan antara laut dan darat. Komponen perubahan iklim yang memberikan dampak terhadap ekosistem mangrove meliputi perubahan muka air laut, perubahan siklus hidrologi, badai, presipitasi, suhu dan konsentrasi CO 2 di udara. Dari sekian banyak dampak yang terjadi akibat adanya perubahan komposisi udara dan permukaan tanah, naiknya muka air laut dianggap sebagai salah satu ancaman terbesar (Field 1995 dalam Gilman 2008). Menurut Indrawan (1995), kenaikan permukaan laut ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu pemuaian permukaan air laut, melelehnya es abadi dan lepasnya massa es. Pemuaian permukaan air laut disebabkan oleh kenaikan suhu air laut. Pemuaian ini akan menyebabkan bertambahnya volume yang pada gilirannya akan menyebabkan naiknya permukaan laut. Kenaikan suhu juga akan menyebabkan melelehnya sebagian dari es abadi yang terdapat di Antartika. Melelehnya es ini akan menambah volume air laut dan menaikkan permukaan air

16 6 laut. Kemungkinan pula dapat terjadi massa es di Antartika akan lepas dan ambruk ke dalam laut. Karena massanya yang sangat besar, ambruknya massa es ke dalam laut akan menyebabkan pula kenaikan permukaan air laut. Ellison dan Stoddart (1991) dalam Saenger (2002) mengatakan, mangrove menjadi stres oleh peningkatan muka air laut antara 8-9 cm/100 tahun dan kenaikan lebih dari 12 cm/ tahun mangrove akan hilang. Namun mangrove dapat selamat dari ancaman kepunahan apabila laju deposisi sedimen dapat mengimbangi laju kenaikan muka air laut, seperti sering terjadi di pulau-pulau besar dan pulau-pulau oseanik yang relatif tinggi dimana sering terbentuk delta dari sungai-sungai besar dan adanya pasokan aliran permukaanyang cukup dari air hujan dan aliran sungai, maka mangrove akantetap tumbuh dan berkembang dengan baik. Tetapi sebaliknya pada daerah-daerah gurun seperti di Laut Merah diprediksi mangrove akan hilang dengan adanya kenaikan muka laut. Permatasari (2011) melaporkan, dalam periode waktu selama 12 minggu (Juli-September) semai Bruguiera gymnorrhiza menghasilkan respon yang berbeda-beda terhadap tingkat penggenangan baik pada kondisi naungan maupun tanpa naungan.tingkat penggenangan sebatas leher akar pada kondisi naungan maupun tanpa naungan memberikan pengaruh paling baik terhadap pertumbuhan optimal B. gymnorrhiza.sementara itu untuk jenis R. mucronata, Ambaraji (2011) melaporkan bahwa semai bakau berumur 7 bulan yang tergenang oleh air masin setinggi setengah dari batang semai tersebut lebih menunjukkan respon pertumbuhan yang terbaik. Purnama (2012) juga melaporkan jenis Sonneratia caseolaris memberikan respon pertumbuhan terbaik pada tinggi penggenangan sebatas leher akar pada semai umur 2 bulan dan 4 bulan. Adanya peningkatan muka air laut akibat dari pemanasan global menyebabkan zona mangrove pinggir laut semakin dalam tergenang air pasang. Selain itu, zona mangrove pinggir laut juga semakin lama tergenang air pasang yang dapat menyebabkan kematian semai mangrove tersebut. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam mengantisipasi dampak terhadap kenaikan muka air laut yaitu dengan mengetahui klasifikasi hidrologi jenis-jenis mangrove. Keterkaitan antara lama (durasi) penggenangan dengan penyebaran beberapa jenis mangrove ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Klasifikasi durasi penggenangan dan distribusi jenis mangrove Kelas penggenangan Tipe pasang Pasang tinggi menengah rendah Elevasi (cm+msl) Durasi penggenangan (menit/ penggenangan) Vegetasi 1 Semua pasang tinggi <0 >600 Tidak ada Avicennia spp., Sonneratia spp. 2* 3 Pasang tinggi menengah yang lebih rendah Pasang tinggi normal Pasang purnama Avicennia spp., Rhizophora spp., Bruguiera Rhizophora spp., Ceriops, Bruguiera Lumnizera, Acrosticum aureum 5 Pasang equinoktial >210 <50 Ceriops spp. Sumber: Oostewaal (2010)

17 7 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Ekologi Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB dengan waktu pelaksanaan selama 3 bulan, yaitu bulan 23 Oktober Januari Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaliper, kamera digital, mistar, oven, spidol permanen dan timbangan digital. Sedangkan bahan yang digunakan adalah kolam, media (campuran tanah, pasir dan kompos) dengan perbandingan 1:1:1, sandaran dan semai bakau (R. mucronata). Semai bakau yang digunakan berumur 1 bulan yang berasal dari Muara Angke, Jakarta Utara. Prosedur Kerja Persiapan kolam dan sandaran semai Perlakuan yang diterapkan dalam penelitian adalah perlakuan tingkat kedalaman dan lama penggenangan yang berbeda. Oleh karena itu dibutuhkan kolam sejumlah tiga buah sesuai lama penggenangan. Ukuran kolam yang digunakan adalah 1.5 m x 1 m x 0.7 m. Sandaran yang diletakkan dalam kolamberbentuk seperti rak berfungsi sebagai tempat meletakkan semai. Sandaran tersebut diatur ketinggiannya sehingga mampu menopang 15 semai tiap kolam dengan jarak 0.35 m antar polybag. Pemilihan dan pengangkutan semai Semai bakau (R. mucronata) yang dipilih adalah semai yang memiliki kenampakan fenotipe yang sehat dan memiliki tinggi rata-rata yang sama. Semai yang telah dipilih sejumlah 45 semai kemudian diangkut ke lokasi penelitian. Persiapan semai Semai yang telah sampai di rumah kaca selanjutnya dipindahkan ke polybag yang berukuran lebih besar (15 cm x 20 cm). Media yang digunakan pada polybag baru merupakan media tanam berupa campuran tanah, kompos dan pasir dengan perbandingan 1:1:1. Semai kemudian disusun pada sandaran dalam kolam. Perlakuan penggenangan dilakukan pada saat semai seminggu setelah pemindahan ke polybag baru. Hal ini dimaksudkan agar anakan harus melakukan adaptasi terlebih dahulu dengan lingkungan rumah kaca.

18 8 Gambar 4 Skema peletakan bibit bakau di sandaran dalam kolam Persiapan penggenangan Perlakuan penggenangan dilakukan dengan cara mengalirkan air dengan menggunakan selang. Lama waktu penggenangan bervariasi yaitu 3-6 jam, 6-9 jam, jam. Pengamatan dan Pengukuran Pengamatan dan pengukuran pada R. mucronata dilakukan untuk mengkaji ada tidaknya perubahan pada kondisi semai akibat pengaruh perlakuan perbedaan tingkat kedalaman dan lama penggenangan. Kegiatan ini dilakukan secara rutin, yakni satu kali pengamatan setiap minggu selama tiga bulan. Variabel yang Diamati Variabel yang diukur dan diamati dalam penelitian ini adalah diameter, tinggi, jumlah daun, jumlah buku, berat kering total dan nisbah pucuk akar semai bakau. Data pertama merupakan data yang diambil sebelum perlakuan yang terdiri dari pengukuran tinggi, diameter dan jumlah daun. Selanjutnya, pengukuran dan pengamatan dilakukan untuk mengkaji respon pertumbuhan semai bakau terhadap tingkat dan lama penggenangan yang berbeda. Kegiatan ini dilakukan secara rutin, yakni satu kali pengamatan setiap minggunya selama tiga bulan. Adapun teknik pengambilan data pada tiap variabelnya adalah sebagai berikut: Tinggi semai Tinggi batang semai diukur dari propagul hingga titik tumbuh. Pengukuran ini dilakukan dengan alat bantu penggaris. Diameter semai Pengukuran diameter dilakukan bersamaan dengan pengukuran tinggi yaitu seminggu sekali. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaliper pada bagian batang yang telah ditandai menggunakan spidol permanen.

19 Jumlah daun Jumlah daun dihitung bersamaan dengan pengukuran diameter dan tinggi. Pada pengolahan data, jumlah daun yang digunakan adalah jumlah daun akhir dikurangi jumlah daun awal. Jumlah buku Jumlah buku dihitung bersamaan dengan pengukuran diameter dan tinggi. Pada pengolahan data, jumlah buku yang digunakan adalah jumlah buku akhir dikurangi jumlah buku awal. Persentase hidup bibit Perhitungan persentase hidup bibit dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Jumlah bibit yang hidup Persentase hidup bibit = Jumlah seluruh bibit yang ditanam x 100% Berat Kering Total Pengukuran berat kering total dilakukan pada akhir penelitian atau tepatnya pada minggu ke-12. Pelaksanaannya adalah dengan memanen tiga sampel semai yang dianggap mewakili dari setiap perlakuan untuk kemudian dihitung berat kering totalnya. Jenis sampel yang dipilih merupakan sampel yang memiliki nilai diameter tertinggi, rata-rata dan terendah untuk tiap tingkat penggenangannya.jadi total sampel yang diambil yaitu sebanyak 27 individu semai. Kemudian setiap sampel yang telah diambil dipisahkan dalam beberapa komponen yakni daun, batang, propagul dan akar. Tahap selanjutnya pengovenan selama 24 jam pada suhu 105 o C (Sutaryo 2009). Sebelum dan sesudah dilakukan pengovenan, setiap sampel ditimbang untuk mendapatkan data berat basah dan berat kering. Penentuan dihitung melalui pengukuran persen kadar air dan berat kering tanur. Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), perhitungan kadar air menggunakan rumus sebagai berikut, %KA= BBc-BKc x 100% BKc Keterangan %KA : persen kadar air BBc BKc : berat basah contoh (gram) : berat kering contoh (gram). Sedangkan perhitungan berat kering tanur menggunakan rumus berikut, BKT= BBc 1+ %KA 100 Keterangan BKT : berat kering tanur (gram) BBc : berat basah contoh (gram) %KA : persen kadar air. 9

20 10 Nisbah pucuk akar (NPA) Nisbah pucuk akar merupakan perbandingan antara berat kering bagian pucuk dengan berat kering bagian akar. Berat kering bagian pucuk terdiri dari batang, cabang dan daun yang ditimbang setelah dioven. Bagian akar diperoleh dengan menimbang bagian akar dan propagul semai setelah dioven. Pengukurannya dilakukan bersamaan dengan pengukuran berat kering total. Nisbah pucuk akar = Berat Kering Pucuk (gram) Berat Kering Akar (gram) Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan faktorial 3x3 dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada percobaan ini terdapat dua faktor yang diuji yaitu faktor lama penggenangan (A) dan faktor tingkat kedalaman (B) dengan masing-masing faktor terdapat tiga taraf. Taraf pada faktor lama penggenangan, yaitu 3-6 jam (a 0 ), 6-9 jam (a 1 ) dan 9-12 jam (a 2 ). Taraf tingkat kedalaman penggenangan, yaitu penggenangan sampai batas leher akar (b 0 ), penggenangan antara ¼-½ tinggi total (b 1 ) dan penggenangan antara ½- ¾ tinggi total (b 2 ), sehingga terdapat sembilan kombinasi perlakuan yaitu: 1. a 0 b 0 : penggenangan 3-6 jam dengan kedalaman sampai batas leher akar 2. a 0 b 1 : penggenangan 3-6 jam dengan kedalaman antara ¼-½ tinggi total 3. a 0 b 2 : penggenangan 3-6 jam dengan kedalaman antara ½-¾ tinggi total 4. a 1 b 0 : penggenangan 6-9 jam dengan kedalaman sampai batas leher akar 5. a 1 b 1 : penggenangan 6-9 jam dengan kedalaman antara ¼-½ tinggi total 6. a 1 b 2 : penggenangan 6-9 jam dengan kedalaman antara ½-¾ tinggi total 7. a 2 b 1 : penggenangan jam dengan kedalaman sampai batas leher akar 8. a 2 b 2 : penggenangan jam dengan kedalaman antara ¼-½ tinggi total 9. a 2 b 3 : penggenangan jam dengan kedalaman antara ½-¾ tinggi total Masing-masing kombinasi perlakuan diulang lima kali sehingga secara keseluruhan terdapat 45 unit percobaan. Model persamaan linier dari percobaan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2006): Y ijk = μ+ α i + β j + (αβ) ij + ԑ ijk Keterangan : Y ijk : respon pertumbuhan terbaik dari semai ke-k yang dipengaruhi tingkat kedalaman penggenangan ke-i dan lama penggenangan ke-j µ : rataan umum α i : pengaruh perlakuan dari tingkat kedalaman penggenangan ke-i β j : pengaruhperlakuan dari lama penggenangan ke-j (αβ) ij : pengaruh interaksi dari tingkat kedalaman penggenangan ke-i pada lama penggenangan ke-j ε ij : pengaruh acak percobaan dari semai ke-k yang dipengaruhi tingkat kedalaman penggenangan ke-i dan lama penggenangan ke-j i : 1,2,3

21 j : 1,2,3 k : 1,2,3,4,5 Analisis data dilakukan dengan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat pengaruh yang nyata pada variabel percobaan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengolahan data menggunakan software Microsoft Office Excel 2007 dan Statistical Analysis System (SAS) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perubahan muka air laut sangat berperan dalam menentukan kehidupan bakau. Karena bakau merupakan salah satu jenis flora mangrove yang hidup di daerah pasang surut dan terkena dampak dari perubahan muka air laut. Adanya peningkatan muka air laut akibat dari pemanasan global menyebabkan zona mangrove pinggir laut semakin lama dan dalam tergenang air pasang yang dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan semai bakau. Pertumbuhan semai bakau yang diamati meliputi diameter, tinggi, jumlah daun, jumlah buku, berat kering total dan nisbah pucuk akar semai bakau. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan tingkat kedalaman dan lama penggenangan terhadap pertumbuhan semai bakau disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam respon pertumbuhan semai bakau terhadap perlakuan tingkat kedalaman penggenangan dan lama penggenangan Parameter Tinggi semai Diameter semai Jumlah daun Jumlah buku Berat Kering Total (BKT) Nisbah Pucuk Akar (NPA) Persentase hidup bibit Fhitung A B AxB * tn tn tn tn tn tn tn tn * tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: A = perlakuan lama penggenangan B = perlakuan tingkat kedalaman penggenangan AxB = interaksi antara lama dan tingkat kedalaman penggenangan tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata pada taraf uji 5% Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 2 tersebut diketahui bahwa lama penggenangan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan jumlah buku semai bakau. Hasil uji Duncan respon pertumbuhan tinggi semai bakau terhadap perlakuan lama penggenangan disajikan pada Tabel 3.

22 12 Tabel 3 Hasil uji Duncan respon pertumbuhan tinggi semai bakau terhadap lama penggenangan Lama penggenangan a 0 a 1 a 2 Rata-rata pertumbuhan tinggi (cm)* 13,433 a 12,800 a 10,367 b Keterangan:* = angka diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% Hasil uji Duncan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa a 0 (3-6 jam) dan a 1 (6-9 jam) memberikan pengaruh relatif sama, tetapi relatif lebih besar daripada perlakuan a 2 (12-15 jam). Penampilan fisik tinggi semai bakau pada berbagai perlakuan ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5 Penampilan fisik tinggi semai bakau Selain tinggi semai, perlakuan lama penggenangan berpengaruh terhadap penambahan jumlah buku semai bakau. Hasil uji Duncan respon pertumbuhan jumlah buku semai bakau terhadap perlakuan lama penggenangan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil uji Duncan respon jumlah buku semai bakau terhadap lama penggenangan Lama penggenangan Rata-rata pertumbuhan jumlah buku (cm)* a 0 1,8000 a a 1 1,8667 a a 2 1,4667 b Keterangan: * = angka diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% Hasil uji Duncan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan a 0 (3-6 jam) dan a 1 (6-9 jam) memberikan pengaruh relatif sama, tetapi relatif lebih besar daripada perlakuan a 2 (12-15 jam).

23 13 Pembahasan Ekosistem mangrove merupakan tipe ekosistem yang pertama terkena pengaruh berbagai dampak yang akan terjadi akibat perubahan iklim. Hal ini berkaitan dengan lokasi ekosistem yang berada di daerah peralihan antara laut dan darat. Komponen perubahan iklim yang memberikan dampak terhadap ekosistem mangrove meliputi perubahan muka air laut, perubahan siklus hidrologi, badai, presipitasi, suhu dan konsentrasi CO 2 di udara. Dari sekian banyak dampak yang terjadi, naiknya muka air laut dianggap sebagai salah satu ancaman terbesar (Field 1995 dalam Gilman 2008). Bakau merupakan jenis pioner yang banyak tumbuh di kawasan pesisir Indonesia dan umumnya digunakan untuk restorasi hutan mangrove (Kusmana et al 2003). Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 3) selama pengamatan 12 minggu, perlakuan tingkat kedalaman dan interaksi dua perlakuan tidak mempengaruhi semua variabel yang diamati. Hal ini terkait dengan perlakuan tingkat kedalaman yang diberikan hanya mencapai ½-¾ tinggi total atau tidak sampai menyebabkan seluruh badan semai bakau terendam. Sehingga proses fotosintesis dan respirasi masih dapat berlangsung. Kondisi perlakuan tingkat penggenangan terhadap semai bakau dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Kondisi perlakuan tingkat penggenangan terhadap semai bakau Selain itu, suplai bahan organik juga dirasa tercukupi meskipun tidak menggunakan substrat lumpur. Hal ini diduga karena media tanam berada dalam polybag, sehingga tidak dalam jumlah besar ikut terlarut saat perlakuan penggenangan. Menurut Kusmana (2010), mangrove akan terhindar dari kepunahan apabila laju deposisi sedimen dapat mengimbangi laju kenaikan muka air laut. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penggenangan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan jumlah buku semai bakau. Perlakuan lama penggenangan 3-6 jam (a 0 ) dan 6-9 jam (a 1 ) memberikan respon yang lebih baik dibandingkan dengan lama penggenangan jam (a 2 ). Lebih tingginya pertumbuhan semai bakau yang diberi perlakuan lama penggenangan 3-6 jam (a 0 ) dan 6-9 jam (a 1 ) sesuai dengan lokasi tempat tumbuhnya yang berada pada tipe pasang higher medium high tides. Tipe pasang tersebut menyebabkan Rhizophora spp. mengalami durasi penggenangan menit/ penggenangan

24 14 (Oostewaal 2010). Penelitian Hoppe-Speer (2011) melaporkan bahwa semai bakau menunjukkan respon pertumbuhan terbaik pada perlakuan lama penggenangan 3-9 jam. Karena proses fotosintesis dan terbukanya stomata dapat berjalan maksimal. Elongasi batang biasanya terjadi sebagai respon semakin lamanya waktu penggenangan. Tanaman tumbuh lebih cepat untuk meningkatkan biomassa melebihi permukaan air. Pertambahan jumlah buku yang juga berarti pertambahan jumlah daun sebagai bentuk adaptasi agar daun tetap berada di permukaan air dan dapat berfungsi dengan baik. Menurut Tjitrosoepomo (2007), buku (nodus) merupakan bagian batang tempat melekatnya daun. Semakin banyak jumlah buku maka semakin banyak jumlah daun dan sumber makanan untuk pertumbuhan semakin tinggi. Perlakuan lama penggenangan jam (a 2 ) memberikan respon pertumbuhan terendah. Hal ini sejalan dengan Hoppe-Speer (2011) bahwa perlakuan penggenangan yang berkelanjutan akan mengakibatkan rendahnya proses fotosintesis dan terganggunya stomata. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa semai bakau mengalami stres/ tekanan. Menurut Salisbury (1995), stomata pada tumbuhan umumnya membuka saat matahari terbit. Proses pembukaan membutuhkan waktu ± 1 jam dan penutupan berlangsung secara bertahap sepanjang sore. Semakin lama waktu penggenangan, maka proses metabolisme yang terjadi pada semai, seperti fotosintesis dan respirasi menjadi cepat. Lama penggenangan jam dianggap berpengaruh terhadap ketersediaan oksigen yang dibutuhkan tanaman. Pada tanah yang tergenang, poripori tanah tertutup oleh air sehingga konsentrasi oksigen dalam tanah sangat kecil (Hogart 2007). Kondisi ini menyebabkan kandungan oksigen terlarut menjadi rendah. Oksigen terlarut sangat penting bagi pertumbuhan mangrove karena berkaitan dengan proses fotosintesis dan respirasi. Konsentrasi oksigen terlarut harian tertinggi dicapai pada siang hari dan terendah pada malam hari. Menurut Nybakken (1992), kurangnya oksigen bagi tanaman juga disebabkan karena tanaman belum mempunyai akar tunjang yang akan membantu tanaman menyerap oksigen pada saat surut. Menurut Triswanto (2000),perakaran R. mucronatayang berbentuk melengkung dan tumbuh pada bagian bawah dari batang utama, selain berfungsi sebagai akar nafas. Akar muda mengandung klorofil sehingga mampu melakukan proses fotosintesis. Lama penggenangan jam dan belum adanya akar tunjang akan semakin menyulitkan tanaman dalam memperoleh oksigen. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Interaksi antara perlakuan lama dan tingkat kedalaman penggenangan tidak berpengaruh terhadap semua parameter pertumbuhan semai bakau. Adapun tinggi dan jumlah buku semai bakau dipengaruhi oleh lama penggenangan. Dalam hal ini pertumbuhan tinggi dan jumlah buku terbesar diperoleh pada lama penggenangan 3-6 jam dan 6-9 jam.

25 15 Saran Penanaman semai bakau dapat ditanam pada semua tipe lahan tanpa memperhatikan tingkat kedalaman dan lama penggenangan. Namun, untuk memperoleh tinggi semai bakau yang cepat sebaiknya ditanam pada lokasi dengan lama penggenangan 3-6 jam dan 6-9 jam. DAFTAR PUSTAKA Ambaraji H Pengaruh tingkat penggenangan terhadap pertumbuhan semai bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) pada umur yang berbeda di kawasan ekowisata Angke Kapuk, Jakarta Utara [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Gilman EL, Ellison J, Duke CN, Field C Threats to mangroves from climate change and adaptation options. Aquatic Botany 89: Haygreen JG, Bowyer JL Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Hadikusumo,penerjemah; Prawirohatmodjo, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada UniversityPress. Terjemahan dari: Forest Product and Wood Science, An Introduction. Hogart PJ The Biology of Mangroves and Seagrasses Second Edition. Oxford (UK): University Press. Hoppe-Speer SCL, Adams JB, Rajkaran A, Bailey D The response of the red mangrove R. mucronata Lam. to salinity and inundation in South Africa. Aquatic Botany 95: Indrawan A Deforestasi dan Pengaruhnya terhadap Perubahan Iklim Global. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Irwan ZD Prinsip-prinsip Ekologi Ekosistem Lingkungan dan Pelestariannya. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Kusmana C, Wilarso S, Hilwan I, Pamoengkas P, Wibowo C, Tiryana T, Triswanto A, Yunasfi, Hamzah Teknik Rehabilitasi Mangrove. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB., Istomo, Wibowo C, Wilarso S, Zulkarnaen I, Tiryana T, Sukardjo S Manual Silvikultur Mangrove di Indonesia. Bogor (ID): Korea International Cooperation Agency (KOICA) Respon mangrove terhadap perubahan iklim global: aspek biologi dan ekologi mangrove. Lokakarya nasional peran mangrove dalam mitigasi bencana dan perubahan iklim. KKP: Jakarta (ID) Des Mattjik AA, Sumertajaya IM Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press. Noor R, Khazali M, Suryadiputra INN Panduan Pengenalan Mangrove Indonesia. Bogor (ID): PHKA/WI-IP. Nybakken JW, Bertness MD Marine Biology: An Ecological Approach. San Francisco (US): Pearson Education. Oostewaal Hydrological classification of mangrove forests in Mahakam Delta Indo [thesis]. Wageningen (NL): University Netherlands.

26 16 Permatasari I Respon pertumbuhan semai tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.)Lamk.) terhadap tingkat penggenangan di kawasan mangrove jalan tol sedyatmo, Jakarta Utara [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Purnama Y, Hilwan I, Kusmana C Pengaruh tingkat penggenangan terhadap pertumbuhan semai pedada (Sonneratia caseolaris (L.)Engler) di kawasan mangrove tol sedyatmo Angke Kapuk, Jakarta Utara. J Sil Trop. 3(1):1-7. Saenger P Mangrove Ecology Silviculture and Conservation. London (UK): Kluwer Academic Publisher. Salisbury FB, Ross CW Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Diah R, Lukman, Sumaryono, penerjemah.bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: Plant Physiology 2 nd Edition. Sutaryo D Penghitungan Biomassa, Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Bogor (ID): Wetlands International Indonesia Programme; [diunduh 2013 Nov 21]. Tersedia pada: Tjitrosoepomo G Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada UniversityPress. Triswanto A Pengaruh kedalaman air pasang dan umur tanaman terhadap keberhasilan penanaman R. mucronata (Studi kasus rehabilitasi pulau-pulau kecil di Gili Petagan, NTB) [tesis]. Bogor (ID): Pascasarjana IPB.

27 17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 1 September 1992 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Muhammad Sukron dan Eny Sumartini. Penulis merupakan lulusan SMA Negeri 1 Rembang (2010) dan pada tahun yang sama penulis masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif sebagai bendahara Departemen Komunikasi dan Informasi BEM TPB pada tahun , sekretaris BEM Fakultas Kehutanan pada tahun dan anggota Communication and Information Tree Grower Community (TGC) pada tahun Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang Timur dan Papandayan Garut, Jawa Barat (2012), Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2013) dan Praktek Kerja Profesi di PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah (2014). Selain itu penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Pengaruh Hutan dan Praktikum Ekologi Hutan (2013/2014). Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Respon Pertumbuhan Semai Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) terhadap Tingkat Kedalaman dan Lama Penggenangan dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB.

RESPON PERTUMBUHAN SEMAI BAKAU (Rhizophora mucronata LAMK.) TERHADAP TINGKAT KEDALAMAN DAN LAMA PENGGENANGAN

RESPON PERTUMBUHAN SEMAI BAKAU (Rhizophora mucronata LAMK.) TERHADAP TINGKAT KEDALAMAN DAN LAMA PENGGENANGAN Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 05 No. 3, Desember 2014, Hal 155-159 ISSN: 2086-8227 RESPON PERTUMBUHAN SEMAI BAKAU (Rhizophora mucronata LAMK.) TERHADAP TINGKAT KEDALAMAN DAN LAMA PENGGENANGAN The Growth

Lebih terperinci

Yuda Purnama 1, Iwan Hilwan 1 dan Cecep Kusmana 1

Yuda Purnama 1, Iwan Hilwan 1 dan Cecep Kusmana 1 JURNAL SILVIKULTUR TROPIKA Vol. 03 April 2012 Pengaruh Tingkat Penggenangan terhadap Pertumbuhan Semai 1 Vol. 03 No. 01 April 2012, Hal. 1 7 ISSN: 2086-8227 Pengaruh Tingkat Penggenangan terhadap Pertumbuhan

Lebih terperinci

The Growth Responses of Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) Seedlings on Inundation Level in Mangrove Area of Sedyatmo Highway, North Jakarta

The Growth Responses of Tancang (Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.) Seedlings on Inundation Level in Mangrove Area of Sedyatmo Highway, North Jakarta JURNAL SILVIKULTUR TROPIKA Vol. 02 Desember 2011 Vol. 02 No. 03 Desember 2011, Hal. 181 186 Respon Pertumbuhan Semai Tancang 181 ISSN: 2086-8227 Respon Pertumbuhan Semai Tancang (Bruguiera gymnorrhiza

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : (1999)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : (1999) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : 77-85 (1999) Artikel (Article) STUDI KEMAMPUAN TUMBUH ANAKAN MANGROVE JENIS Rhizophora mucronata, Bruguiera gimnorrhiza DAN Avicennia marina PADA BERBAGAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter batang, panjang buku, jumlah buku, jumlah daun,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012. Lokasi pengambilan tailing dilakukan di PT. Antam UPBE Pongkor dan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN 135 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Komposisi spesies mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi sebanyak 20 spesies mangrove sejati dan tersebar tidak merata antar pulau.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus TEKNIK PENANAMAN MANGROVE PADA DELTA TERDEGRADASI DI SUMSEL Teknik Penanaman Mangrove Pada Delta Terdegradasi di Sumsel Teknik Penanaman

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN DAN BIOMASSA SEMAI Bakau Minyak (Rhizopora apiculata BI) TERHADAP SALINITAS DAN KANDUNGAN LIPIDNYA PADA TINGKAT POHON

RESPON PERTUMBUHAN DAN BIOMASSA SEMAI Bakau Minyak (Rhizopora apiculata BI) TERHADAP SALINITAS DAN KANDUNGAN LIPIDNYA PADA TINGKAT POHON RESPON PERTUMBUHAN DAN BIOMASSA SEMAI Bakau Minyak (Rhizopora apiculata BI) TERHADAP SALINITAS DAN KANDUNGAN LIPIDNYA PADA TINGKAT POHON HASIL PENELITIAN Oleh: PRAYUNITA 081202033/BUDIDAYA HUTAN PROGRAM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat TINJAUAN PUSTAKA Hutan mangrove Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Perlakuan bibit pada kondisi tergenang

BAB III METODOLOGI Perlakuan bibit pada kondisi tergenang BAB III METODOLOGI 1.1 Tempat dan waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB selama 4 bulan mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan April

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BAKAU (Rhizophora apiculata Bl.) TERHADAP PEMBERIAN AIR KELAPA PADA BERBAGAI KONSENTRASI E JURNAL

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BAKAU (Rhizophora apiculata Bl.) TERHADAP PEMBERIAN AIR KELAPA PADA BERBAGAI KONSENTRASI E JURNAL RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BAKAU (Rhizophora apiculata Bl.) TERHADAP PEMBERIAN AIR KELAPA PADA BERBAGAI KONSENTRASI E JURNAL JUWITA RATNA SARI NIM. 11010097 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan I. PENDAHULUAN Mangrove adalah tumbuhan yang khas berada di air payau pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Mangrove 2.1.1. Pengertian mangrove Hutan mangrove secara umum didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Mangrove Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama mangrove diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI. Bau Toknok 1 Wardah 1 1

PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI. Bau Toknok 1 Wardah 1 1 39 PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI Bau Toknok 1 Wardah 1 1 Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako Email: bautoknok@gmail.com

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

REHABILITAS MANGROVE PADA TAPAK-TAPAK YANG KHUSUS. Oleh : Cecep Kusmana 1 dan Samsuri 2

REHABILITAS MANGROVE PADA TAPAK-TAPAK YANG KHUSUS. Oleh : Cecep Kusmana 1 dan Samsuri 2 1 REHABILITAS MANGROVE PADA TAPAK-TAPAK YANG KHUSUS Oleh : Cecep Kusmana 1 dan Samsuri 2 1 Guru Besar Ekologi Hutan pada Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB Bogor, 2 Staf Pengajar pada Program

Lebih terperinci

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI Kendy H Kolinug (1), Martina A langi (1), Semuel P Ratag (1), Wawan Nurmawan (1) 1 Program

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Menurut Sedjo dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan iklim, upaya yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan antara habitat-habitat yang bertentangan. Untuk menghadapi lingkungan yang unik ini maka makhluk

Lebih terperinci

KOMPOSISI SERASAH DAN LUMPUR SEBAGAI MEDIA TANAM BIBIT BAKAU PUTIH (Bruguiera cylindrica) DI DESA SIALANG BUAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

KOMPOSISI SERASAH DAN LUMPUR SEBAGAI MEDIA TANAM BIBIT BAKAU PUTIH (Bruguiera cylindrica) DI DESA SIALANG BUAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI KOMPOSISI SERASAH DAN LUMPUR SEBAGAI MEDIA TANAM BIBIT BAKAU PUTIH (Bruguiera cylindrica) DI DESA SIALANG BUAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SKRIPSI Oleh: ARIO HANDOKO 091201114 / BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut 4 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Umum Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan dengan faktor fisik yang ekstrim, seperti habitat tergenang air dengan salinitas tinggi di pantai dan sungai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada ) Mangal komunitas suatu tumbuhan Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terletak didaerah teluk dan muara sungai dengan ciri : tidak dipengaruhi iklim, ada pengaruh pasang surut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan

Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan 1 Mempersiapkan Bibit di Persemaian Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan suatu kegiatan rehabilitasi. Apabila bibit yang digunakan berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Agustus sampai November 2011 yang berada di dua tempat yaitu, daerah hutan mangrove Wonorejo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (Strategi Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan 1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

4 KERUSAKAN EKOSISTEM 4 KERUSAKAN EKOSISTEM 4.1 Hasil Pengamatan Lapangan Ekosistem Mangrove Pulau Weh secara genetik merupakan pulau komposit yang terbentuk karena proses pengangkatan dan vulkanik. Proses pengangkatan ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena terdapat pada daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem darat dan laut yang keduanya saling berkaitan erat. Selain

Lebih terperinci

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah

Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah hasil stok karbon Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah Biomassa Mangrove di Zona Pasang Tertinggi 0% Batang Nekromassa 16% 0% Akar seresah Biomassa Mangrove di zona Pasang Terendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN FUNGI Aspergillus flavus, Aspergillus terreus, DAN Trichoderma harzianum UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN BIBIT Rhizophora mucronata Lamk

PEMANFAATAN FUNGI Aspergillus flavus, Aspergillus terreus, DAN Trichoderma harzianum UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN BIBIT Rhizophora mucronata Lamk PEMANFAATAN FUNGI Aspergillus flavus, Aspergillus terreus, DAN Trichoderma harzianum UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN BIBIT Rhizophora mucronata Lamk SKRIPSI OLEH: DARMANTO AMBARITA 111201118/BUDIDAYA HUTAN

Lebih terperinci

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR EDI RUDI FMIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA Ekosistem Hutan Mangrove komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu untuk tumbuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknik Restorasi Mangrove

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknik Restorasi Mangrove HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknik Restorasi Mangrove Memperhatikan sistem penanaman mangrove adalah sebuah desain konstruksi bagi kegiatan rehabilitasi mangrove di lahan restorasi hutan lindung angke kapuk.

Lebih terperinci

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage Elok Swasono Putro (1), J. S. Tasirin (1), M. T. Lasut (1), M. A. Langi (1) 1 Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH SALINITAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN BIOMASSA SEMAI NON-SEKRESI Ceriops tagal DAN KANDUNGAN LIPID PADA TINGKAT POHON

PENGARUH SALINITAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN BIOMASSA SEMAI NON-SEKRESI Ceriops tagal DAN KANDUNGAN LIPID PADA TINGKAT POHON PENGARUH SALINITAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN BIOMASSA SEMAI NON-SEKRESI Ceriops tagal DAN KANDUNGAN LIPID PADA TINGKAT POHON RAMAYANI 081201030 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan A. Hasil 1. Keanekaragaman vegetasi mangrove Berdasarkan hasil penelitian Flora Mangrove di pantai Sungai Gamta terdapat 10 jenis mangrove. Kesepuluh jenis mangrove tersebut adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu 6 TINJAUAN PUSTAKA Pengetian Mangrove Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama Mangrove diberikan kepada jenis

Lebih terperinci

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549.

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang kompleks, namun kompleksitasnya selalu seiring dengan perkembangan manusia. Melalui pendidikan pula berbagai aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 PERTUMBUHAN RhizophoramucronataLamk PADA KEGIATAN EVALUASITAHUN PERTAMA REHABILITASI HUTAN MANGROVE BEKAS LAHAN TAMBAK DI DESA PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI Oleh : TAUFIK

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm. 14-19 ISSN 0853 4217 Vol. 15 No.1 PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NPK DAN KOMPOS TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI JABON (Anthocephalus cadamba Roxb Miq) PADA MEDIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Hutan Mangrove Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan

Lebih terperinci

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN xi xv

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang ekstrim yang disertai peningkatan temperatur dunia yang mengakibatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci