BAB II PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ICARE ( INTRODUCTION, CONNECT, APPLY, REFLECT AND EXTEND

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ICARE ( INTRODUCTION, CONNECT, APPLY, REFLECT AND EXTEND"

Transkripsi

1 BAB II PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ICARE (INTRODUCTION, CONNECT, APPLY, REFLECT AND EXTEND) DAN TUTORIAL BASED INSTRUCTION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN FIQIH A. Deskripsi Teori 1. Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada Mata Pelajaran Fiqih a. Kemampuan Berpikir Kritis Fiqih Kemampuan (ability) merupakan keterampilan melakukan suatu tugas tertentu yang diperoleh dengan cara berlatih terusmenerus. Berpikir adalah melatih ide-ide, dengan cara yang tepat dan seksama, yang dimulai dengan adanya masalah. Berpikir merupakan sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan interaksi yang kompleks atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imaginasi, dan pemecahan masalah.1 Dengan demikian, kemampuan berpikir adalah suatu proses keterampilan yang diperoleh dengan adanya melatih ide-ide yang dimulai dengan adanya masalah. Kemampuan berpikir menggunakan alat yaitu akal, dan melalui proses-proses seperti berikut.2 1) Pembentukan pengertian. Pengertian ini harus mempunyai isi yang tepat. Kalau perlu dibantu dengan hal-hal yang nyata. Ada tiga macam pengertian dalam hal ini adalah pengalaman, kepercayaan dan pengertian logis. 2) Pembentukan pendapat. Di sini pikiran kita menggabungkan beberapa pengertian, yang menjadi tanda khas. 3) Pembentukan keputusan. 1 Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm Mohamad Mustari, Nilai Karakter : Refleksi untuk Pendidikan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm

2 11 4) Pembentukan kesimpulan. Dari keputusan-keputusan dapat diambil suatu kesimpulan. Ada tiga kesimpulan:3 a) Induksi : kesimpulan yang ditarik dari keputusan yang khusus untuk memperoleh pengertian yang umum b) Deduksi : kesimpulan yang ditarik dari keputusan yang umum untuk memperoleh pengertian yang khusus c) Analogi : kesimpulan yang ada kesamaannya. Dapat peneliti simpulkan bahwa kemampuan berpikir dilakukan dengan melalui proses pembentukan pengertian, pendapat, keputusan, dan pembentukan kesimpulan yang mana menggunakan induksi, deduksi serta analogi. Sebagaimana firman Allah SWT QS Q.S. Asy-Syu ara: 28 terkait akal manusia sebagai kegiatan atau proses berpikir (tafakkur). Artinya : Musa berkata: Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal.4 Ayat tersebut menjelaskan bahwa jika kita menggunakan akal untuk berpikir kita bisa mengetahui bahwa Allah adalah Rab (pengatur) timur dan barat dan yang ada diantara keduanya. Berdasarkan uraian ini jelaslah bahwa peran akal manusia itu terkait dengan kemampuan berpikir dan memikirkan sesuatu secara mendalam. Jadi peneliti menyimpulkan dari beberapa pengertian diatas bahwa kemampuan berpikir Fiqih adalah suatu keterampilan atau proses aktivitas akal yang menghubungkan satu pengertian dengan pengertian yang lain dalam pikiran individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam hidupnya terhadap penerimaan informasi, seperti membentuk konsep, terlibat dalam 3 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 57. Departemen Agama, Al-Qur an Al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia (Ayat Pojok), Menara Kudus, Kudus, 2006, hlm

3 12 pemecahan masalah, melakukan penalaran, dan membuat keputusan yang terdapat dalam mata pelajaran Fiqih. Terdapat enam pola berpikir, yaitu:5 a) Berpikir konkret, yaitu berpikir dalam dimensi ruang-waktu-tempat tertentu b) Berpikir abstrak, yaitu berpikir dalam ketidakberhinggaan, sebab bisa dibesarkan atau disempurnakan keluasannya c) Berpikir klarifikasi, yaitu berpikir mengenal klasifikasi atau pengaturan menurut kelas-kelas tingkat tertentu d) Berpikir analogis, yaitu berpikir untuk mencari hubungan antar peristiwa atas dasar kemiripannya e) Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas, dengan pengertian yang lebih kompleks disertai pembuktian-pembuktian f) Berpikir pendek, yaitu lawan berpikir ilmiah yang terjadi secara lebih cepat, lebih dangkal, dan seringkali tidak logis. Dari uraian tersebut, berpikir yang dimaksud peneliti disini adalah berpikir ilmiah yang bisa disebut dengan berpikir kritis yang menjelaskan pengertian yang lebih kompleks disertai pembuktianpembuktian. Kritis merupakan cara pandang yang mampu mengkritisi apa yang dipahami, yang kemudian dengan adanya kritis inilah akan lahir sebuah perubahan struktur pengetahuan yang lebih baik dari sebelumnya.6 Dalam perspektif deskriptif, berpikir kritis merupakan analisis situasi masalah melalui evaluasi potensi, pemecahan masalah, dan sintesis informasi untuk menentukan keputusan. Keputusan dilakukan secara parsial dengan cara membuat daftar isian informasi yang selanjutnya dievaluasi, disintesis dan pemecahan masalah yang 5 Nyayu Khodijah, Terdapat enam pola berpikir Fiqih, Op. Cit., hlm Nur Fadhilah, , Implementasi Konsep Pendidikan Kritis Transformatif Muhammad Karim Pada Pembelajaran Fiqih (Studi Analisis di MA Wahid Hasyim Salafiyah Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus), 2012, STAIN, Kudus, hlm. 5. 6

4 13 akhirnya menjadi sebuah keputusan.7 Berpikir kritis merupakan proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah.8 Oleh karena itu, berpikir kritis merupakan cara mengambil keputusan dalam kehidupan dengan menganalisis data dalam kegiatan inkuiri ilmiah. Kemampuan berpikir kritis merupakan berpikir reflektif yang berfokus pada memutuskan adanya sesuatu yang kritis, yang menggalakkan individu dalam menganalisis pernyataan dengan berhati-hati, mencari bukti yang sah sebelum membuat kesimpulan.9 Dengan demikian, kemampuan berpikir kritis Fiqih merupakan suatu proses keterampilan yang diperoleh dengan adanya melatih ide-ide dan kemampuan peserta didik untuk menggunakan alasan yang tepat, untuk memecahkan masalah dan menjawab berbagai pertanyaan, menganalisis data dalam kegiatan inkuiri ilmiah yang terdapat dalam mata pelajaran Fiqih. Terdapat enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yang disingkat dengan FRISCO, yaitu Focus (fokus), Reason (alasan), Inference (menyimpulkan), Situation (situasi), Clarity (kejelasan), dan Overview (pandangan menyeluruh). Hal ini sangat berkaitan dengan lima kunci dalam berpikir kritis, yaitu : praktis, reflektif, masuk akal, keyakinan, dan tindakan.10 Maka dari itu, berpikir kritis Fiqih dapat dilakukan dengan mengaplikasikan rasional, berpikir yang tinggi meliputi menganalisis materi haji tentang pengertian, hukum, laranganlarangan dan lain-lain, mengenal permasalahan yang terjadi ketika haji dan hingga mengevaluasi materi haji. 7 Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Kognitif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012, hlm Eti Nurhayati, Psikologi Pendidikan Inovatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011, hlm Rusdiana dan Yeti Heryati, Pendidikan Profesi Keguruan (Menjadi Guru Inspiratif dan Inovatif), CV Pustaka Setia, Bandung, 2015, hlm Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, Prenadamedia Group, Jakarta, 2013, hlm. 121.

5 14 Kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran Fiqih dapat dilihat dari perubahan yang terjadi dalam diri peserta didik ketika mengikuti pembelajaran Fiqih, apakah melalui pembelajaran peserta didik mampu untuk menganalisis, mengenal permasalahan materi pelajaran Fiqih yang telah disampaikan pendidik, bahkan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila peserta didik mampu melakukan itu semua maka peserta didik dapat dikatakan berpikir kritis dalam materi Fiqih. b. Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Fiqih Klasifikasi kemampuan berpikir kritis Fiqih dibagi ke dalam dua bagian, yaitu aspek umum dan aspek yang berkaitan dengan materi pelajaran Fiqih. Pertama, yang berkaitan dengan umum, terdiri atas:11 1) Aspek kemampuan (abilities), yang meliputi: (a) memfokuskan pada suatu isu spesifik; memfokuskan materi tentang haji; (b) menyimpan maksud utama dalam pikiran (apa itu haji, hukumnya bagaimana); (c) mengklasifikasi dengan pertanyaan-pertanyaan (pengertian, dalil haji, tata cara pelaksanaan, dan menyebutkan syarat dan rukun haji); (d) menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud, (e) memerhatikan pendapat peserta didik, baik salah maupun benar dan mendiskusikannya; jika peserta didik yang satu dengan yang lain ada presentasi maka harus diperhatikan dan mengeluarkan pendapat mengenai larangan-larangan ketika berhaji (f) mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya dengan yang baru; menghubungkan materi haji dengan materi sebelumnya (g) secara tepat menggunakan pernyataan dan simbol; jika bertanya maupun menjawab berdasarkan sumber yang jelas (h) menyediakan informasi dalam suatu cara yang sistematis, menekankan pada urutan logis; jawaban tentang haji disusun secara sistematis dan 11 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, Klasifikasi berpikir kritis Fiqih dibagi ke dalam dua bagian, Ibid, hlm. 124.

6 15 dicermati benar untuk menghasilkan informasi yang lebih akurat dan (i) kekonsistenan dalam pertanyaan-pertanyaan. 2) Aspek disposisi (disposition), yang meliputi: (a) menekankan kebutuhan mengidentifikasi tujuan dan apa yang harus dikerjakan sebelum menjawab; dengan cara menyiapkan pertanyaan- pertanyaan tentang haji (b) menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi informasi yang diberikan sebelum menjawab; (c) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari informasi yang diperlukan; (d) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menguji solusi yang diperoleh; dan (e) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan informasi dengan menggunakan tabel, grafik, dan lain-lain. Pada aspek disposisi ini, penerapan kemampuan berpikir kritis Fiqih dilakukan dengan cara menyiapkan sejumlah pertanyaan haji yang belum pernah ditanyakan, jenis dam (denda) yang harus dibayar saat melanggar. Kedua, aspek yang berkaitan dengan materi pelajaran, dalam hal ini adalah materi pelajaran Fiqih tentang haji yang meliputi: konsep, generalisasi, dan algoritme, serta pemecahan masalah. Berikut merupakan indikator-indikator masing-masing aspek, yaitu:12 1) Memberikan penjelasan sederhana bab haji, yang meliputi: a) Memfokuskan pertanyaan tentang pengertian, hukum dan dalil tentang haji b) Menganalisis pertanyaan tentang pengertian haji apakah sudah sesuai dengan realita atau tidak c) Bertanya dan menjawab tentang suatu penjelasan atau tantangan yang berkaitan dengan dalil haji 2) Membangun keterampilan dasar, yang meliputi: 12 Ahmad Susanto, Berikut merupakan indikator-indikator masing-masing aspek,op. Cit., hlm. 125.

7 16 a) Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya. Sumber berasal dari buku atau dalil-dalil Al-Qur an dan Assunnah. b) Mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi. Ketika peserta didik mempraktikkan manasik haji maka diamati lalu dianalisis 3) Menyimpulkan pelajaran bab haji, yang meliputi: a) Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi b) Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, dan c) Membuat dan menentukan nilai pertimbangan 4) Memberikan penjelasan lanjut, yang meliputi: Mengidentifikasi asumsi dengan bahasa peserta didik yang lebih mudah tentang haji. 5) Mengatur strategi dan taktik, yang meliputi: a) Menentukan tindakan setelah belajar bab haji a) Berinteraksi dengan orang lain yang ahli dalam masalah haji. Dapat peneliti simpulkan bahwa aspek yang berkaitan dengan mata pelajaran Fiqih adalah aspek memberikan penjelasan dasar seperti tanya jawab di kelas tentang haji, membangun keterampilan dasar seperti mengamati laporan observasi peserta didik ketika telah melakukan suatu observasi/pengamatan manasik haji. Aspek menyimpulkan dan memberi penjelasan lanjut misalnya ketika pelajaran Fiqih di akhir pembelajaran, memberikan penjelasan yang sekiranya belum dimengerti peserta didik lalu menyimpulkannya. Dan aspek mengatur strategik dan taktik seperti interaksi peserta didik di kelas saat diskusi maupun kerja kelompok atau kegiatan bertanya dengan orang yang ahli dalam masalah haji. Menurut Yasin dan Solikhul Hadi, Fiqih adalah suatu disiplin ilmu yang membahas hukum-hukum Islam yang bersumber pada Al-

8 17 Qur an dan As-sunnah dan dalil-dalil syar i lain.13 Secara etimologis, fiqih artinya memahami sesuatu secara mendalam. Adapun secara terminologis fiqih adalah hukum-hukum syara yang bersifat praktis (amaliyah) yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci.14 Fiqih merupakan sebuah ilmu yang diderivasi dari Al-Quran dan As-sunnah dengan menggunakan kerangka sebuah metode yang disebut usul fiqih. Obyek kajian fiqih adalah perilaku orang mukallaf. Perilaku mencakup perilaku hati, seperti niat, mencakup perkataan seperti bacaan dan mencakup tindakan. Perilaku mukallaf di sini bisa berarti perilaku yang berlandaskan syara baik berupa kewajiban atau anjuran untuk melakukan (wajib dan mandub), kewajiban atau anjuran untuk meninggalkan (haram dan makruh) ataupun yang bersifat pilihan, boleh melakukan atau meninggalkan (mubah).15 Fiqih adalah pengetahuan atau pemahaman terhadap hukum-hukum syara yang sifatnya amaliyah. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui dalil yang sudah terperinci atau yang tidak bersifat global. Para ulama membagi fiqih sesuai ruang lingkup bahasan menjadi dua bagian besar, yaitu : fiqih ibadah dan fiqih muamalah.16 1) Fiqih ibadah : norma-norma ajaran agama Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (vertikal). Fiqih ibadah dibagi menjadi dua, yaitu ibadah mahzhah dan ibadah ghairu mahzhah. Ibadah mahzhah adalah ajaran agama yang mengatur perbuatan-perbuatan manusia yang murni mencerminkan hubungan manusia itu dengan Allah. Sedangkan ibadah ghairu mahzhah adalah ajaran agama yang mengatur perbuatan antar manusia itu sendiri. 13 Yasin dan Solikhul Hadi, Buku Daros; Fiqh Ibadah, DIPA STAIN, Kudus, 2008, hlm. 6. Ahmad Falah, Buku Daros: Materi dan Pembelajaran Fiqih MTs-MA, STAIN, Kudus, 2009, hlm Imam Mustofa, Fiqih Mu amalah Kontemporer, Kaukaba Dipantara, Yogyakarta, 2015, hlm Yasin dan Solikhul Hadi, Para ulama membagi fiqih sesuai ruang lingkup bahasan menjadi dua, Op. Cit., hlm

9 18 2) Fiqih muamalah : norma-norma ajaran agama Allah yang mengatur hubungan manusia dengan sesama dan lingkungannya (horizontal). Fiqih muamalah terbagi ke dalam banyak bidang, yaitu:17 a) Fiqih munakahat adalah pengetahuan tentang norma-norma ajaran Islam yang mengurai tentang pernikahan sejak dari norma tentang melihat calon suami/istri, tata cara melamar (khitbah), mas kawin, akad nikah, wali, saksi, pencatatan nikah dan lain-lain. b) Fiqih Jinayat adalah pengetahuan tentang norma-norma ajaran Islam yang mengatur mengenai tindak pidana yang dilakukan seseorang terhadap orang atau lembaga lain, seperti melukai orang lain, memfitnah, mencuri, meminum minuman keras atau membunuh. c) Fiqih Siyasat adalah pengetahuan yang membicarakan ajaran Islam yang berkaitan dengan pemerintahan, misalnya tata cara pemilihan presiden, pemilihan anggota legislatif dll. d) Fiqih muamalat adalah pengetahuan yang membicarakan norma-norma ajaran Islam yang berkaitan dengan transaksi yang dilakukan masyarakat manusia, baik itu jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, pinjam meminjam dll. Al-Ghayah al-maqshudah (tujuan yang ingin dicapai) ilmu fiqih pada hakikatnya adalah terimplementasinya norma-norma hukum syara oleh manusia baik dalam perilaku atau pun ucapannya. Berkenaan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada mata pelajaran Fiqih, maka diperlukan sarana khusus agar kemampuan berpikir kritis peserta didik tersebut bisa berjalan sesuai yang diharapkan. Adapun langkah atau cara yang dapat ditempuh diantaranya yaitu melalui suatu pembelajaran, khususnya pada pembelajaran Fiqih. Maka dari itu, kemampuan berpikir kritis Yasin dan Solikhul Hadi, Fiqih Muamalah Terbagi ke dalam Banyak Bidang, Ibid., hlm.

10 19 merupakan hal penting yang harus dimiliki peserta didik karena dengan peserta didik berpikir kritis mengenai materi yang diberikan oleh pendidik akan menjadi bekal dalam hidupnya nanti. Untuk mengajarkan atau melatih peserta didik agar mampu berpikir kritis Fiqih harus ditempuh melalui beberapa tahapan. Tahapan-tahapan ini adalah sebagai berikut: 18 1) Keterampilan menganalisis materi Fiqih, yaitu suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, di antaranya: menguraikan, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan dan memerinci materi Fiqih bab haji, hukum, dalil, sunah-sunah hingga tata cara mengerjakan haji. 2) Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Tujuannya adalah agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru. Peserta didik mampu mengaplikasikan apabila sudah belajar dan memahami haji. 3) Keterampilan menyimpulkan, yaitu kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan penegertian atau pengetahuan yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian atau pengetahuan (kebenaran) baru yang lain. Setelah peserta didik memhami pelajaran haji maka di akhir pembelajaran, peserta didik menyimpulkan dengan bahasa mereka sendiri agar mudah dipahami. 4) Keterampilan mengevaluasi atau menilai. Keterampilan ini yang menuntut pemikiran yang matang dalam mennetukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. 18 Ahmad Susanto, Untuk mengajarkan atau melatih peserta didik agar mampu berpikir kritis dalam mata pelajaran Fiqih harus ditempuh melalui beberapa tahapan, Op. Cit., hlm. 129.

11 20 Dengan adanya tahapan-tahapan tersebut, yang perlu diperhatikan dalam keterampilan berpikir kritis pada Fiqih ini adalah bahwa keterampilan tersebut harus dilakukan melalui latihan yang sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif anak. Pada saat pembelajaran Fiqih pendidik bukan hanya memberi informasi saja tetapi juga memberi petunjuk agar peserta didik dapat berpikir secara kritis sehingga mereka mampu menyelesaikan setiap permasalahannya dengan melalui tahapan-tahapan keterampilan berpikir kritis. 2. Model Pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) a. Model Pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membangun kurikulum, untuk merancang bahan pembelajaran yang diperlukan serta untuk memandu pengajaran di dalam kelas atau pada situasi pembelajaran yang lain.19 Dengan demikian, model pembelajaran adalah tentang bagaimana cara setiap individu dapat belajar. ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) diadopsi dari Sistem pembelajaran ICARE yang pernah dikembangkan oleh Department of Educational Technology, San Diago State University (SDSU) Amerika Serikat.20 Secara digramatik, model pembelajaran ICARE ini adalah sebagai berikut: 19 Suyono dan Hariyanto, Implementasi Belajar dan Pembelajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2015, hlm Tim Pengembang MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 252.

12 21 Gambar 2.1 Pemikiran model pembelajaran ICARE I Sesuai C dengan A namanya, R ICARE, merupakan singkatan dari lima kata, E pembelajaran yaitu: 1) ini Introduction (pengenalan), 2) Connect (menghubungkan); 3) Apply (menerapkan dan mempraktikkan); 4) Reflect (merefleksikan), dan 5) Extend (memperluas dan evaluasi).21 Jadi, dapat peneliti simpulkan bahwa model pembelajaran ICARE adalah cara yang dilakukan oleh pendidik dalam suatu pembelajaran melalui menghubungkan, berbagai tahapan mengaplikasikan, yakni pengenalan, merefleksikan, dan melanjutkan/mengevaluasi. Model pembelajaran ICARE ini tertuang dalam firman Allah SWT: Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (bendabenda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar! Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. AlBaqarah : 31-32)22 21 Tim Pengembang MKDP, Sesuai dengan namanya, ICARE,Op. Cit., hlm Departemen Agama, Allah Mengajarkan Kepadanya Nama-Nama Benda Yang Ada Di Alam Ini, Op. Cit., hlm

13 22 Allah mengajarkan kepadanya nama-nama benda yang ada di alam ini sehingga Adam beserta anak cucunya dapat memahami dan mengenal segala sesuatu yang diciptakan Allah di atas bumi dan di alam ini serta mampu membentuk pengalaman dan penalarannya menjadi suatu ilmu pengetahuan.23 Berdasarkan uraian di atas dapat peneliti simpulkan ayat di atas menunjukkan bahwa menganjurkan kepada pendidik untuk menyampaikan apa yang akan dipelajari dengan memperkenalkan materinya dahulu, memahaminya, lalu mengenalnya dengan mempraktikan materi yang telah disampaikan, dilanjutkan untuk bertanya apabila dalam pembelajaran ada yang kurang paham. Apabila dikaitkan dengan model pembelajaran ICARE hal ini sangat tepat, karena dalam pembelajaran khususnya mata pelajaran Fiqih dilalui dengan berbagai tahapan agar proses pembelajaran dapat berjalan sesuai harapan. b. Tahapan Model Pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) Sesuai dengan kata kuncinya, maka model pembelajaran ini memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Tahap pertama, Introduction (pengenalan) Pada tahap pengenalan ini ada dua hal penting, yaitu: pertama, menginformasikan rumusan tujuan (objective) yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran. Kedua, menginformasikan bagaimana bahan yang akan disajikan sesuai dengan bahan secara keseluruhan (context). Pada tahap pengantar ini sangat penting sebagai langkah awal keberhasilan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai selain juga dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana pemahaman dan minat peserta didik dalam mengikuti pembelajaran yang akan di berikan. 23 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hlm. 107.

14 23 Kegiatan ini meliputi pemberitahuan tujuan, ruang lingkup materi (jika perlu dibuatkan bagan atau peta konsep yang menggambarkan struktur atau jalinan antar materi), manfaat atau kegunaan mempelajari suatu topik baik untuk keperluan belajar sekarang maupun belajar di kemudian hari, dan sebagainya.24 Dalam mata pelajaran Fiqih, pendidik mengenalkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, manfaat mempelajarinya, dan menginformasikan bahan materi pelajaran. 2) Tahap kedua: Connect (menghubungkan) Pada tahap ini menghubungkan informasi dan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik dengan informasi yang akan disajikan atau informasi baru. Model ini memfokuskan dengan membuat hubungan-hubungan secara eksplisit di dalam setiap wilayah mata pelajaran, hubungan satu topik dengan yang lainnya, hubungan satu keterampilan dengan keterampilan lainnya, hubungan sekarang dengan yang akan datang.25 Ada empat langkah agar informasi baru mata pelajaran Fiqih yang akan diajarkan bisa secara mudah dipahami oleh peserta didik. Pertama, information chunking (potongan informasi). Yaitu membagi/mengelompokkan bahan atau materi yang akan disajikan dalam sub-sub topik. Suatu konsep dapat dibagi dalam beberapa subbagian. Melalui tahapan penyajian materi tersebut akan mempermudah proses pembelajaran kepada peserta didik. Peserta didik dapat memahami informasi baru yang diberikan secara lebih bermakna dan dapat dicerna secara lebih mudah. Kedua, contextulize. Yaitu menghubungkan materi yang akan diajarkan dengan kegiatan nyata yang bisa dipahami oleh peserta didik sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Ketiga, prior knowledge, yaitu 24 Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan, Prenada Media, Jakarta, 2004, hlm Sunaryo Kartadinata, Idrus Affandi dkk, Pendidikan Kedamaian, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2015, hlm. 130.

15 24 bagaimana pendidik dapat mengetahui sampai sejauhmana pengetahuan awal peserta didik, dan kemudian memfasilitasi mereka dengan informasi secara bertahap dan berkesinambungan sehingga merupakan rangkaian pengalaman belajar yang bermakna (meaningfull learning experience). Keempat, accomodate learners, yaitu menyajikan bahan yang akan diberikan secara lebih menyenangkan dengan ragam pendekatan dan ragam media sehingga peserta didik dapat memahami konsep atau bahan baru tersebut secara lebih menyeluruh.26 Keunggulan model ini adalah konsep-konsep utama saling terhubung, mengarah pada pengulangan (review), rekonseptualisasi, dan asimilasi gagasan dalam suatu disiplin. Sedangkan, kelemahannya adalah disiplin-disiplin ilmu yang tidak berkaitan dan konten tetap berfokus pada satu disiplin.27 Dengan berbagai tahapan tersebut, agar dalam pembelajaran Fiqih berjalan efektif, maka tahapan tersebut harus disesuaikan dengan kondisi peserta didik. Yang pada intinya pendidik menghubungkan informasi dan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik dengan informasi yang akan disajikan atau informasi baru. 3) Tahap ketiga: Apply (mengaplikasikan)28 Pada tahap ini pembelajaran dilakukan dengan interaktif dan mengaplikasikan bahan/materi yang diajarkan dengan persoalanpersoalan nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. 4) Tahap keempat: Reflect (refleksi) yaitu bagaimana membantu peserta didik mengorganisasikan pikiran dan pemahaman bahan yang telah dicapainya dengan memberi kesempatan untuk memperluas informasi yang telah diperoleh. Waktu reflektif ini 26 Tim Pengembang MKDP, Keempat, accomodate learners, yaitu menyajikan bahan yang akan diberikan secara lebih menyenangkan, Op. Cit., hlm Andi Prastowo, Pengembangan Bahan Ajar Tematik, Diva Press, Yogyakarta, 2013, hlm Tim Pengembang MKDP, Tahap ketiga: Apply (mengaplikasikan), Op. Cit., hlm. 253.

16 25 memberikan peserta didik kesempatan mengekspresikan secara verbal pengetahuan mereka.29 Kegiatan refleksi ini terdapat beberapa tahapan yakni:30 a) Tahap menghadirkan kembali pengalaman b) Tahap mengelola perasaan c) Tahap mengevaluasi kembali pengalaman Pada tahap refleksi ini, peserta didik di beri kesempatan untuk bertanya pada mata pelajaran Fiqih, maupun mengekspresikan apa yang ingin dilakukan dalam pembelajaran tersebut. sehingga dalam tahap ini pendidik perlu menghadirkan kembali pengalaman yang dimiliki peserta didik. 5) Tahap kelima: Extend (melanjutkan) Ada dua kegiatan utama dalam tahap akhir ini. Pertama, pendidik melakukan serangkaian pengalaman belajar tambahan yang bisa memperkaya pengetahuan yang telah dicapai peserta didik (enrichment), terutama bagi peserta didik yang diyakini telah menguasai bahan/materi yang telah diajarkan. Pada tahap ini, para peserta didik diberi kesempatan menerapkan pengetahuan barunya dan secara berkesinambungan melakukan eksplorasi dari implikasi ini.31 Sedangkan bagi kelompok peserta didik yang diyakini masih memiliki kesulitan dan belum menguasai bahan secara penuh, tahap ini bisa dianggap sebagai kegiatan remedial. Kedua, sebagai bentuk kegiatan evaluasi, yaitu sampai sejauhmana para peserta didik dapat menguasai bahan yang telah diajarkan.32 Selain itu, pendidik pun bisa mengevaluasi sampai sejauhmana bahan yang disiapkan bisa dilaksanakan dengan baik, dan bila diperlukan hasil 29 Nanik Rubiyanto dan Dany Haryanto, Strategi Pembelajaran Holistik di Sekolah, Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2010, hlm Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm Warsono dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012, hlm Tim Pengembang MKDP, Kedua, sebagai bentuk kegiatan evaluasi,op. Cit., hlm. 254.

17 26 evaluasi ini bisa dianggap sebagai dasar revisi bahan/materi yang akan diajarkan. c. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) Kelebihan dari model pembelajaran ICARE adalah sebagai berikut:33 1) Peserta didik dapat memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu 2) Peserta didik dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus-menerus sehingga terjadilah proses internalisasi 3) Peserta didik dapat mengkaji, mengonseptualisasi, memperbaiki serta mengasimilasi ide-ide sehingga memudahkan terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah. 4) Pendidik hanya sebagai fasilitator dan motivator yang menstimulasi peserta didik. 5) Penilaian dilakukan selama dan akhir proses pembelajaran untuk mengetahui sejauhmana peserta didik membangun suatu pengetahuan.34 Berdasarkan beberapa kelebihan di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) ini memiliki kelebihan yaitu peserta didik menjadi aktif, mengajarkan peserta didik untuk berpikir kritis, menganalisis sebuah masalah dan peserta didik menjadi lebih percaya diri. Sedangkan kelemahannya adalah: 1) Dalam memadukan ide-ide pada satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan Sunaryo Kartadinata, Idrus Affandi, dkk., Pendidikan Kedamaian, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2015, hlm Abdul Majid, Penilaian dilakukan selama dan akhir proses pembelajaran, Op. Cit., hlm Trianto, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010, hlm. 47.

18 27 2) Membutuhkan waktu yang agak lama 3) Pendidik harus benar-benar melakukan persiapan dengan matang 4) Tidak semua peserta didik terampil bertanya.36 Berdasarkan beberapa kelemahan di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa ini model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) memiliki kelemahan yaitu membutuhkan waktu yang lama sehingga pembelajaran kurang efektif, tidak semua peserta didik berani untuk mengungkapkan pertanyaan dari apa yang belum dipahaminya. 3. Tutorial Based Instruction a. Pengertian Model Tutorial Based Instruction Model ini merupakan temuan dari tim peneliti Jurusan Kurikulum, dan Tekmologi Pendidikan. Model ini merupakan redesain dari model pembelajaran berbasis komputer yang ditujukan untuk mempelajari dan mengembangkan pembelajaran berbasis komputer itu sendiri. Alur atau tahapan pembelajaran dari model ini berisi tahapan tutorial yang didesain dengan petunjuk-petunjuk belajar secara audio-visual.37 Model tutorial berbentuk pemberian bahan belajar yang telah dikembangkan untuk dipelajari peserta didik secara mandiri dan kesempatan berkonsultasi secara periodik tentang kemajuan dan masalah yang dialaminya.38 Sebagaimana firman Allah SWT QS. Yunus : M. Thobroni, Belajar Dan Pembelajaran Teori Dan Praktik, Ar-Ruzzmedia, Yogyakarta, 2015, hlm Tim Pengembang MKDP, Alur atau tahapan pembelajaran dari model ini berisi tahapan tutorial, Op. Cit., hlm Andi Prastowo, Pembelajaran Konstruktivistik Scientific untuk Pendidikan Agama di Sekolah/Madrasah; Teori, Aplikasi dan Riset Terkait, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015, hlm. 247.

19 28 Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.39 Penjelasan ayat tersebut adalah bahwa Al-Qur an diturunkan untuk membimbing dan menasehati manusia sehingga dapat memperoleh kehidupan batin yang tenang, sehat serta bebas dari segala konflik kejiwaan. Dengan model ini manusia akan mampu mengatasi segala bentuk kesulitan hidup yang dihadapi atas dasar iman dan taqwanya kepada Yang Maha Menjadikan.40 Peneliti dapat menyimpulkan bahwa model tutorial pada dasarnya sama dengan program bimbingan yang bertujuan memberikan bantuan kepada peserta didik agar dapat mencapai hasil belajar secara optimal. Tutorial adalah bimbingan pembelajaran dalam bentuk pemberian arahan, bantuan, petunjuk, dan motivasi agar para peserta didik belajar secara efisien dan efektif. Fungsi Tutorial Based Instruction adalah sebagai berikut: 1) kurikuler, yakni sebagai pelaksana kurikulum sebagaimana telah dibutuhkan bagi masing-masing modul dan mengomunikasikannya kepada peserta didik; 2) pembelajaran, yakni melaksanakan proses pembelajaran agar aktif belajar mandiri melalui program interaktif yang telah dirancang dan ditetapkan; 3) diagnosis-bimbingan, yakni membantu para peserta didik yang mengalami kesalahan, kekeliruan, kelambanan, masalah dalam mempelajari berbasis komputer, dll. 4) administratif, yakni melaksanakan pencatatan, pelaporan, penilaian, dan teknis administratif lainnya; 5) personal, yakni memberikan keteladanan kepada peserta didik seperti penguasaan mengorganisasikan materi, cara belajar, sikap, dan perilaku yang 39 Departemen Agama, Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu, Op. Cit., hlm M. Arifin, Dengan model ini manusia akan mampu mengatasi segala bentuk kesulitan hidup, Op. Cit., hlm. 72.

20 29 secara tak langsung menggugah motivasi belajar mandiri dan motif berprestasi yang tinggi. Sedangkan tujuan pembelajaran tutorial, yaitu: 1) untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan para peserta didik sesuai dengan yang dimuat dalam software pembelajaran; 2) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan tentang cara memecahkan masalah, mangatasi kesulitan, dll. 3) untuk meningkatkan kemampuan peserta didik tentang cara belajar mandiri.41 Dengan demikian Tutorial dalam program pembelajaran berbasis komputer ditujukan sebagai pengganti sumber belajar yang proses pembelajarannya diberikan lewat teks, grafik, animasi, audio yang tampak pada monitor yang menyediakan pengorganisasian materi, soal-soal latihan, dan pemecahan masalah. b. Tahapan atau langkah-langkah model Tutorial Based Instruction Tahapan model tutorial adalah sebagai berikut:42 1) Penyajian informasi (presentation of information), yaitu berupa materi pelajaran yang akan dipelajari peserta didik 2) Pertanyaan dan respons (question of responses), yaitu berupa soalsoal latihan yang harus dikerjakan peserta didik 3) Penilaian respon (judging of responses), yaitu komputer akan memberikan respons terhadap kinerja dan jawaban peserta didik 4) Pemberian balikan respons (providing feedback about responses), yaitu setelah selesai, program akan memerikan balikan. Apakah telah sukses/berhasil atau harus mengulang 5) Pengulangan (remediation) 6) Segmen pengaturan pelajaran (sequencing lesson segment) Rusman, Manajemen Kurikulum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm Rusman, Tahapan model tutorial, Ibid., hlm. 292.

21 30 Gambar 2.2 Tahapan Tutorial Based Instruction Introduction Section Closing present information feedback & remediation question&response judge response Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pembelajaran tutorial bertujuan untuk memberikan kepuasan/pemahaman secara tuntas kepada peserta didik mengenai materi atau bahan pelajaran yang sedang dipelajarinya. Terdapat beberapa hal yang menjadi identitas dari tutorial, yaitu:43 1) Pengenalan 2) Penyajian informasi 3) Pertanyaan dan respons Adanya pertanyaan dalam program tutorial dimaksudkan agar siswa selalu memperhatikan materi yang dipelajarinya, serta untuk menilai sejauhmana kemampuan siswa untuk mengingat dan memahami pelajaran tersebut.44 4) Pemberian feedback tentang respons 5) Pembetulan 6) Segmen pengaturan pengajaran, dan 7) Penutup Dalam model tutorial ini pola dasarnya mengikuti pelajaran berprogram tipe bercabang di mana informasi/mata pelajaran disajikan dalam unit-unit kecil, lalu disusul dengan pertanyaan. Respons peserta didik dianalisis dan disajikan umpan balik Ishak Abdulhak dan Deni Darmawan, Teknologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2015, hlm Deni Darnawan, Teknologi Pembelajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm Nana Sudjana, Teknologi Pengajaran, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2001, hlm. 139.

22 31 Secara tekniknya model Tutorial Based Instruction dapat membantu peserta didik belajar di setiap mata pelajaran, khususnya mata pelajaran Fiqih dimana peserta didik dikenalkan dengan materinya bisa dibagi menjadi kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari tiga orang, lalu peserta didik bersama dengan kelompoknya masing-masing berdiskusi tentang pertanyaan yang diajukan oleh guru, setiap kelompok perwakilan satu untuk mengemukakan jawaban atau solusi dari pertanyaan tadi secara bergantian sampai semua kelompok memiliki kesempatan untuk mengemukakan jawabannya, selanjutnya semua kelompok menganalisis jawaban-jawaban tadi mana yang lebih benar dan efektif, pemberian balikan respons (providing feedback about responses), yaitu setelah selesai, program akan memberikan balikan. apakah telah sukses/berhasil atau harus mengulang. Jika peserta didik belum berhasil maka akan diadakan pengulangan (remediation). Setelah itu bersama dengan pendidik, peserta didik menyimpulkan atas apa yang dipelajari, untuk menguji sampai mana pemahaman peserta didik atas pelajaran tadi guru memberikan tugas individu yang berisi pertanyaan-pertanyaan seputar apa yang telah dipelajari. Dengan adanya identitas dari tutorial akan membuat kemudahan tersendiri bagi pendidik dalam menerapkan model tutorial dalam pelajaran Fiqih sehingga sudah jelas dan dapat dipahami. c. Kelebihan dan kekurangan tutorial based instruction:46 Kelebihan: 1) Bekerja mandiri. Para peserta didik bisa bekerja mandiri mengenai materi baru dan menerima umpan balik tentang kemajuan mereka 2) Menakar sendiri kemajuan. Para peserta didik bisa bekerja berdasar tingkat kemajuan mereka sendiri, mengulang informasi jika mereka harus menelaahnya sebelum berlanjut ke bagian materi berikutnya. 46 Sharon E. Smaldino, Deborah L. Lowther, dkk., Instructional Technology & Media For Learning; Teknologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, hlm. 35.

23 32 3) Individualisasi. Tutorial yang berbasis komputer bisa merespons masukan (input) para peserta didik dan mengarahkan proses belajar mereka menuju topik baru untuk meneruskan proses belajar mereka 4) Meningkatkan pengembangan pemahaman peserta didik terhadap materi yang disajikan 5) Peserta didik mendapat pengalaman yang bersifat konkrit, retensi peserta didik meningkat 6) Menyediakan presentasi yang menarik dengan animasi Berdasarkan penjelasan dari beberapa kelebihan di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa model Tutorial Based Instruction memiliki kelebihan yaitu peserta didik bisa bekerja berdasar tingkat kemajuan mereka sendiri, mengulang informasi jika mereka harus menelaahnya sebelum berlanjut ke bagian materi berikutnya.selain itu peserta didik memiliki berbagai cara dalam menanggapi pertanyaan dengan kemampuan masing-masing peserta didik, dengan melihat cara yang digunakan dari masing-masing peserta didik membuat banyak pengalaman dalam menjawab permasalahan. Kekurangan: 1) Berpotensi membosankan. Pengulangan bisa menjadi membosankan jika penyajian materi hanya dilakukan satu pola. 2) Berpotensi membuat frustasi. Para peserta didik bisa menjadi frustasi jika mereka merasa tidak menghasilkan kemajuan saat terus berupaya dalam tutorial tersebut. 3) Berpotensi kekurangan panduan. Kurangnya panduan pendidik saat bekerja bisa berarti bahwa seorang peserta didik tidak menguasai materi tersebut secara efektif. 4) Jika tampilan fisik isi pembelajaran tidak dirancang dengan baik maka pembelajaran tidak akan mampu meningkatkan motivasi belajar peserta didik Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2013, hlm. 205.

24 33 Berdasarkan penjelasan dari beberapa kekurangan di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa model Tutorial Based Instruction memiliki kekurangan yaitu jika tampilan fisik isi pembelajaran tidak dirancang dengan baik maka pembelajaran tidak akan mampu meningkatkan motivasi belajar peserta didik. 4. Pengaruh Model Pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) dan Tutorial Based Instruction terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Usaha-usaha pendidik dalam membelajarkan peserta didik merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh karena itu, pemilihan berbagai komponen pembelajaran termasuk model pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. Jika model pembelajaran yang digunakan sudah tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan maka hasilnya pun akan maksimal. Seperti halnya yang jadi fokus penelitian ini, model pembelajaran berpengaruh pada kemampuan berpikir kritis Fiqih. Adapun dasar dari pengaruh model pembelajaran model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) dan Tutorial Based Instruction terhadap kemampuan berpikir kritis materi Fiqih, peneliti paparkan dibawah ini: a. Model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) menjadi model pembelajaran dimana dengan salah satunya adalah peserta didik mengorganisasikan pikiran dan pemahaman bahan yang telah dicapainya dengan memberi kesempatan untuk memperluas informasi yang telah diperoleh.48 Jadi dapat dikatakan model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) adalah dengan adanya pemahaman secara luas atau mendalami tersebut dapat melatih peserta didik dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. 48 Tim Pengembang MKDP, Model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) menjadi model pembelajaran, Op.Cit., hlm. 253.

25 34 Penerapan model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) dalam pembelajaran Fiqih yaitu melatih semua peserta didik untuk ikut berperan aktif dalam pembelajaran dan dituntut untuk bertanya. Dalam hal ini peserta didik mengambil waktu untuk memikirkan suatu masalah secara mendalam, menganalisis semua komponennya sambil menimbang dengan cermat tiap kemungkinan tindakan yang dapat diambil.49 Dalam pembelajaran ICARE, peserta didik memberikan kebebasan berpikir dan keleluasaan bertindak kepada peserta didik dalam memahami pengetahuan serta dalam menyelesaikan masalahnya. Pendidik tidak lagi mendoktrin peserta didik untuk menyelesaikan masalah hanya dengan cara yang telah ia ajarkan, namun juga memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk menemukan cara-cara baru. Dalam hal ini, peserta didik diberi kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuan oleh dirinya sendiri, tidak hanya menunggu transfer dari pendidik. Seperti halnya dalam materi Fiqih. Pada prinsipnya, peserta didik yang mampu berpikir kritis adalah yang tidak begitu saja menerima atau menolak sesuatu. Mereka akan mencermati teori bab ibadah haji, menganalisis, dan mengevaluasi informasi sebelum menentukan apakah mereka akan menerima atau menolak informasi. Jika sudah memiliki cukup pengetahuan maka mereka akan menerapkan teori tersebut ke dalam sebuah kegiatan praktik. Setelah itu, pendidik melakukan refleksi terhadap peserta didik untuk memperluas informasi, kemudian pendidik melakukan pengalaman belajar tambahan dan remdial jika dirasa perlu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) itu berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis materi Fiqih. b. Model Tutorial Based Instruction yang menjadi dasar model ini salah satunya adalah untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan 49 Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, PT Bumi Aksara, Jakarta, 1989, hlm. 118.

26 35 tentang cara memecahkan masalah, mangatasi kesulitan.50 Pembelajaran ini dilakukan agar peserta didik mampu menyelesaikan permasalahan dan akan membuat peserta didik memahami materi Fiqih. Berdasarkan pelaksanaannya model Tutorial Based Instruction adalah peserta didik dibagi kelompok kecil dimana masing-masing kelompok terdiri dari tiga orang, lalu peserta didik bersama dengan kelompoknya masing-masing berdiskusi tentang pertanyaan yang diajukan oleh guru, setiap kelompok perwakilan satu untuk mengemukakan jawaban atau solusi dari pertanyaan tadi secara bergantian sampai semua kelompok memiliki kesempatan untuk mengemukakan jawabannya, selanjutnya semua kelompok menganalisis jawaban-jawaban tadi mana yang lebih benar dan efektif, pemberian balikan respons (providing feedback about responses), yaitu setelah selesai, program akan memberikan balikan. apakah telah sukses/berhasil atau harus mengulang. Jika peserta didik belum berhasil maka akan diadakan pengulangan (remediation). Setelah itu bersama dengan pendidik, peserta didik menyimpulkan atas apa yang dipelajari, untuk menguji sampai mana pemahaman peserta didik atas pelajaran tadi guru memberikan tugas individu yang berisi pertanyaan-pertanyaan seputar apa yang telah dipelajari. Dengan adanya kegiatan tersebut yang terdapat bimbingan atau tutorial di dalamnya maka kemampuan berpikir kritis peserta didik materi Fiqih akan terbangun dengan adanya menganalisis pertanyaan, memecahkan masalah hingga mengevaluasi. c. Kemampuan berpikir kritis, aspek ini berhubungan dengan kemampuan memecahkan masalah.51 Sehingga untuk mencapai tujuan dalam tingkatan kemampuan berpikir kritis ini dituntut untuk 50 Rusman, Model Tutorial Based Instruction yang menjadi dasar model ini salah satunya adalah untuk meningkatkan, Op. Cit., hlm Ahmad Susanto, Kemampuan berpikir kritis, aspek ini berhubungan dengan kemampuan memecahkan masalah, Op.Cit., hlm. 131.

27 36 mengembangkan empat pendekatan yaitu kemampuan berpikir kreatif, kritis, memecahkan masalah dan mengambil keputisan.52 Jadi penggunaan model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) dan Tutorial Based Instruction sangatlah tepat digunakan dalam meningkatkan kemampuan peserta didik karena kedua model ini menuntut banyak peserta didik untuk aktif dalam bertanya dan menyelesaikan persoalan. Selain itu kedua model ini juga menumbuhkan respon dari peserta didik untuk berkomunikasi dengan peserta didik lainya dalam mencapai tujuan yaitu terciptanya kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran Fiqih dengan cara bertanya apabila ada yang kurang dipahami, menganalisis, memecahkan masalah dan mengevaluasi maka akan tercapai tujuan dalam kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran Fiqih. Model pembelajaran ICARE merupakan model pemrosesan informasi. Dikatakan seperti itu, dikarenakan dalam tahapan model ICARE membutuhkan pengumpulan informasi-informasi lebih lanjut agar berkesinambungan. Dasar temuan mengenai kecepatan berpikir dengan stimulus berupa tutorial yang dikemas dalam programprogram komputer atau model-model pemrosesan informasi dapat dijadikan dasar dalam membantu peserta didik untuk memunculkan suatu langkah pemikiran baru selama belajarnya. Dengan begitu dapat membantu kecepatan dan melatih berpikir kritis peserta didik dan dapat memberikan pengalaman berpikir kritis dalam pengembangan stimulus-stimulus pembelajaran.53 Berdasarkan hal di atas, maka diharapkan dalam proses pembelajaran pendidik berperan penting untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik di dalam kelas. Peserta didik 52 Ahmad Susanto, Sehingga untuk mencapai tujuan dalam tingkatan kemampuan berpikir kritis, Ibid, hlm Tim Pengembang MKDP, Dasar temuan mengenai kecepatan berpikir dengan stimulus berupa tutorial, Op. Cit., hlm. 249.

28 37 diharuskan untuk mampu berinteraksi dengan teman dan kelompoknya untuk saling tukar pendapat atau pikiran tentang materi Fiqih yang telah dibahasnya. Melalui penerapan model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) dan Tutorial Based Instruction guna membantu peserta didik untuk turut terlibat secara langsung dan aktif berpartisipasi dalam pembelajaran di kelas sehingga dapat memunculkan kemampuan menganalisis, mengumpulkan data, memecahkan masalah dan mengambil keputusan tentang materi tentang materi belum dipahami antar peserta didik dan peserta didik juga akan termotivasi untuk saling membantu menyelesaikan masalah maka dapat menjadikan peserta didik berpikir kritis pada pembelajaran Fiqih. Dengan peserta didik mampu menganalisis, mengumpulkan data, memecahkan masalah dan mengambil keputusan inilah dapat menjadikan tingkat kemampuan berpikir kritis peserta didik.54 Dengan demikian, dalam proses pembelajaran Fiqih dapat dijadikan sarana yang tepat dalam menumbuhkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Karena dalam pembelajaran Fiqih banyak konsep atau masalah yang ada di lingkungan peserta didik, sehingga dapat dijadikan suatu objek untuk dapat menumbuhkan cara berpikir kritis peserta didik. Berdasarkan paparan diatas, apabila pendidik dapat menggunakan model pembelajaran ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, and Extend) dan Tutorial Based Instruction dengan baik dan benar, maka akan mempengaruhi kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran Fiqih. 54 Ahmad Susanto, Dengan peserta didik mampu menganalisis, mengumpulkan data, Op. Cit., hlm. 127.

29 38 B. Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang peneliti temukan, peneliti belum menemukan judul yang sama akan tetapi peneliti mendapatkan suatu karya yang ada relevansinya sama dengan judul penelitian ini. Adapun karya tersebut antara lain: Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang peneliti teliti diantaranya yaitu: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Khoirotul Wahidah dengan judul Pengaruh Metode Maieutic (Seminar Socrates) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MI NU Miftahul Huda 02 Sudimoro Karangmalang Gebog Kudus Tahun Pelajaran 2014/2015, berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (a) Metode Maieutic (Seminar Socrates) Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MI NU Miftahul Huda 02 Sudimoro Karangmalang Gebog Kudus Tahun Pelajaran 2014/2015 adalah tergolong baik karena memiliki nilai mean sebesar 75,32 yang termasuk dalam interval b) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MI NU Miftahul Huda 02 Sudimoro Karangmalang Gebog Kudus Tahun Pelajaran 2014/2015 adalah tergolong sangat baik karena memiliki nilai mean sebesar 76,52 yang termasuk dalam interval c) terdapat pengaruh yang signifikan anatara pada mata pelajaran Aqidah Akhlak di MI NU Miftahul Huda 02 Sudimoro Karangmalang Gebog Kudus, hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang telah dianalisis, dari hasil analisis didapatkan perhitungan diperoleh Freg lebih besar dari Ftabel, yaitu F reg 7,72 jika dibandingkan dengan nilai Ftabel pada taraf signifikansi 5% sebesar 4,10 maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh Metode Maieutic (Seminar Socrates) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di MI NU Miftahul Huda 02 Sudimoro Karangmalang Gebog Kudus Tahun Pelajaran 2014/2015, berarti benarbenar ada pengaruh Metode Maieutic (Seminar Socrates) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keseriusan dan kesungguhan sebuah penanganan pendidikan tergantung kepada sejauhmana keseriusan pendidik dalam menjalani profesinya dan juga pelaksana pengembangan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya,

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konteks nasional, kebijakan perubahan kurikulum merupakan politik pendidikan yang berkaitan dengan kepentingan berbagai pihak, bahkan dalam pelaksanaannya seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses mengembangkan pembelajaran potensi dirinya, agar untuk peserta memiliki didik

Lebih terperinci

Pembelajaran Berbasis Komputer

Pembelajaran Berbasis Komputer Pembelajaran Berbasis Komputer Oleh kelompok II: Sri Harianti ( 201510010311049); Rizki Maryanti (201510010311050); Abrar Rizqa Febriyani (201510010311051); Silvi Rifka Fariza (201510010311052) PEMBAHASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional yaitu siswa harus memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap sosial, dan sikap spritual yang seimbang (Kemdikbud, 2013a). Fisika merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2015, hlm Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. 2015, hlm Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang sekaligus membedakan manusia dengan hewan. Hewan juga belajar tetapi lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta,2004, hlm Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta,2004, hlm Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggara pendidikan secara formal sudah berlangsung lama, namun sistem penyelenggaraan dan hasil belum sesuai yang kita harapkan. Salah satu fakta kongkrit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancang dan

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelolah pembelajaran peserta didik. Meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancang dan pelaksanaan pembelajaran. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. yang diharapkan. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair And Share (tps)

BAB V PEMBAHASAN. yang diharapkan. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair And Share (tps) BAB V PEMBAHASAN Model merupakan komponen yang sangat penting dalam pendidikan, karena dengan adanya model guru dan peserta didik mampu melaksanakan pembelajaran secara kondusif sehingga hasil dari pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2013, hlm Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2013, hlm Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

Unit 4. Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak. Isniatun Munawaroh. Pendahuluan

Unit 4. Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak. Isniatun Munawaroh. Pendahuluan Unit 4 Pengembangan Bahan Pembelajaran Cetak Isniatun Munawaroh Pendahuluan Bahan pembelajaran cetak merupakan bahan pembelajaran yang sudah umum digunakan bagi para guru tak terkecuali di tingkat Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Rosdakarya, 2009, Hlm. 1 2 Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2015, hlm.339

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Rosdakarya, 2009, Hlm. 1 2 Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2015, hlm.339 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian dari kehidupan manusia yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hayat. Selain itu, pendidikan sangat mempengaruhi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penigkatan kualitas sumber daya manusia. Sebab tanpa pendidikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. penigkatan kualitas sumber daya manusia. Sebab tanpa pendidikan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah suatu usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia, baik menyangkut aspek ruhaniyah dan jasmaniyah. 2 Keberhasilan proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian field research, yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan atau di lingkungan tertentu. Dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar dapat dipandang dari dua subyek yaitu peserta didik dan pendidik. Dalam proses belajar peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia,Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, Hal. 6 2 Ibid, Hal.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia,Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, Hal. 6 2 Ibid, Hal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, semua infomasi dengan sangat mudah masuk ke dalam diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa harus berpikir secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Jakarta, 2003, hlm Hamzah B Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses belajar Megajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Jakarta, 2003, hlm Hamzah B Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses belajar Megajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tentang sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Proses pendidikan diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE COMPUTER BASED INSTRUCTION PADA PEMBELAJARAN PENGANTAR TEKNOLOGI INFORMASI

PENERAPAN METODE COMPUTER BASED INSTRUCTION PADA PEMBELAJARAN PENGANTAR TEKNOLOGI INFORMASI PENERAPAN METODE COMPUTER BASED INSTRUCTION PADA PEMBELAJARAN PENGANTAR TEKNOLOGI INFORMASI Basyit Mubarroq Rambe (0911233) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, Stmik Budidarma Medan Jl. Sisimangaraja

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA Penerapan Model Pembelajaran (Siti Sri Wulandari) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA Siti Sri Wulandari Universitas Negeri Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1995, hlm Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, Ar-Ruz Media, Yogyakarta, 2014, hlm. 15.

BAB I PENDAHULUAN. 1995, hlm Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, Ar-Ruz Media, Yogyakarta, 2014, hlm. 15. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan baru terhadap pandangan belajar mengajar membawa konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranan dan kompetensinya karena proses belajar mengajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian dapat diartikan sebagai usaha seseorang yang dilakukan secara sistematis mengikuti aturan-aturan guna menjawab permasalahan yang akan diteliti. 1 Metode merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Examples Non Examples Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga lima orang dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara baik dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara dan Bangsa, karena pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin, dan memajukan daya pikir manusia. Sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa terletak pada kualitas manusia-manusia yang ada di dalamnya. Merekalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa terletak pada kualitas manusia-manusia yang ada di dalamnya. Merekalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan rangkaian upaya untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa. Hal ini dikarenakan kemajuan suatu bangsa terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sarana dalam mebentuk siswa untuk berpikir secara ilmiah. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. satu sarana dalam mebentuk siswa untuk berpikir secara ilmiah. Matematika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai salah satu ilmu dasar mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan, karena pembelajaran matematika merupakan salah satu sarana dalam mebentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

Annisaul Khairat. Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Batusangkar

Annisaul Khairat. Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Batusangkar PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR PADA MATA PELAJARAN FIQIH MATERI ZAKAT DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI BATUSANGKAR KABUPATEN TANAH DATAR Annisaul Khairat Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya reformasi pembelajaran yang sedang berkembang di Indonesia, saat ini para guru atau calon guru banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, maka pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berpikir merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berpikir merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Keterampilan berpikir merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkan dalam pembelajaran. Hampir disetiap subjek mata pelajaran dibutuhkan keterampilan berpikir,

Lebih terperinci

BUDAYA LITERASI INFORMASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENULIS KARYA ILMIAH

BUDAYA LITERASI INFORMASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENULIS KARYA ILMIAH BUDAYA LITERASI INFORMASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENULIS KARYA ILMIAH Riskha Arfiyanti Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon Abstrak Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4.

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah matematika. (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 1 2

BAB I PENDAHULUAN. Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah matematika. (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 1 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem pendidikan Indonesia, bidang studi yang dipelajari secara implisit dan eksplisit mulai dari taman kanakkanak hingga perguruan tinggi adalah matematika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 34 2

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 34 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar secara aktif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai mata pelajaran di sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai mata pelajaran di sekolah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu cara merealisasikan tujuan pendidikan nasional adalah melalui proses belajar mengajar. Belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerapan teori-teori pendidikan pada masa ini adalah hal yang marak dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta. 2010, hlm 2 3 Sulistyorini, Muhammad Fathurrohman, Esensi Manajemen Pendidik Islam Pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta. 2010, hlm 2 3 Sulistyorini, Muhammad Fathurrohman, Esensi Manajemen Pendidik Islam Pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Dasar 1945 merupakan peraturan perundang-undangan yang bertalian dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang ada didalamnya. pasal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1999), hlm. 4 2 Trianto, Model-model pembelajaran inovatif berorientasi kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1999), hlm. 4 2 Trianto, Model-model pembelajaran inovatif berorientasi kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama Islam adalah sebutan yang di berikan pada salah satu subjek pelajaran yang harus di pelajari oleh peserta didik muslim dalam menyelesaikan pendidikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kelangsungan hidup manusia akan berjalan dengan lancar dan optimal.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kelangsungan hidup manusia akan berjalan dengan lancar dan optimal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dan mempunyai peran yang sangat penting dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan manusia. Pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental II. TINJAUAN PUSTAKA A. Berpikir Kritis Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jogjakarta, 2013, hlm Daryanto, Inovasi Pembelajaran Efektif, Cv Yrama Widya, Bandung, 2013, hlm. 168.

BAB I PENDAHULUAN. Jogjakarta, 2013, hlm Daryanto, Inovasi Pembelajaran Efektif, Cv Yrama Widya, Bandung, 2013, hlm. 168. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Munif Chatib yang dikutip oleh Sitiava Rizema Putra menyatakan bahwa Pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, yakni antara pendidik sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pendidikan di sekolah dan mempunyai peranan penting dalam. segala jenis dimensi kehidupan siswa dengan fungsinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pendidikan di sekolah dan mempunyai peranan penting dalam. segala jenis dimensi kehidupan siswa dengan fungsinya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang merupakan bagian dari proses pendidikan di sekolah dan mempunyai peranan penting dalam segala jenis dimensi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 168.

BAB I PENDAHULUAN. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 168. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses untuk mendewasakan manusia. Atau dengan kata lain pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia.

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS SUMINAH Dosen KSDP Universitas Negeri Malang E-mail: suminahpp3@yahoo.co.id Abstrak: Model pembelajaran interaktif adalah suatu pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Maket Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi. Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan suatu dunia komunikasi tersendiri di mana guru

Lebih terperinci

Arif Rohman, Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan, LaksBang Mediatama, Surabaya, 2009, hlm

Arif Rohman, Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan, LaksBang Mediatama, Surabaya, 2009, hlm BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makna pendidikan sebagaimana yang ditulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia pasal 1 Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 15 3

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 15 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan pendidikan Integratif di Sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. hlm Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan pendidikan Integratif di Sekolah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang perjalanan hidup manusia tidak akan terlepas dari apa yang disebut pendidikan. Pendidikan merupakan wahana untuk menciptakan manusia yang berbudi luhur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Agama Islam sangat penting bagi siswa di mana pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Agama Islam sangat penting bagi siswa di mana pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama Islam sangat penting bagi siswa di mana pertumbuhan dan perkembangan siswa sangat memerlukan tuntunan, bimbingan, binaan dan dorongan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 293.

BAB I PENDAHULUAN. dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 293. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam sejarah peradaban manusia merupakan salah satu komponen yang paling urgen. Aktivitas ini telah dimulai sejak manusia pertama ada di dunia sampai

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan II. KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan ada efeknya, akibatnya, pengaruhnya, kesannya, atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Gulo menyatakan strategi inkuiri berarti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) berupa penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan siswa berpikir logis, rasional, kritis, ilmiah dan luas. Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan siswa berpikir logis, rasional, kritis, ilmiah dan luas. Selain itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang bertujuan untuk menciptakan siswa berpikir logis, rasional, kritis, ilmiah dan luas. Selain itu, matematika juga menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 84.

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 84. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakteristik mata pelajaran Fiqh yaitu mempunyai objek berdimensi sosial religius dan harus diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Mengamalkan materi bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini.

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perihal karakter dan implementasi kurikulum, membuat para pemerhati pendidikan berpikir serta berupaya memberikan konstribusi yang diharapkan dapat bermakna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. 1

BAB I PENDAHULUAN. proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran banyak ditemukan problematika di dalamnya baik itu problematika guru, siswa maupun materi yang diajarkan. Pembelajaran adalah proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen yang sangat penting untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Penguasaan teori pengetahuan tentang kepemimpinan

Lebih terperinci

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan. 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan diamanatkan bahwa proses pembelajaran

Lebih terperinci

METODE PEMECAHAN MASALAH MENURUT POLYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

METODE PEMECAHAN MASALAH MENURUT POLYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 2, Nomor 1, Pebruari 2014, hlm 53-61 METODE PEMECAHAN MASALAH MENURUT POLYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DI SEKOLAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Model adalah prosedur yang sistematis tentang pola belajar untuk mencapai tujuan belajar serta sebagai pedoman bagi pengajar

Lebih terperinci

Anna Revi Nurutami Universitas PGRI Yogyakarta

Anna Revi Nurutami Universitas PGRI Yogyakarta UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TS-TS) PADA SISWA KELAS VIIIA SMP MATARAM KASIHAN Anna Revi Nurutami Universitas PGRI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat tergantung. mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat tergantung. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan mutu sumber daya manusia merupakan suatu keharusan dalam menjawab tantangan di era global. Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa yang menjadi penentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 1. nasional (sisdiknas), pasal 1 ayat 1. hlm. 43.

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 1. nasional (sisdiknas), pasal 1 ayat 1. hlm. 43. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Algensindo, 2005, hlm Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung, Sinar Baru

BAB I PENDAHULUAN. Algensindo, 2005, hlm Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung, Sinar Baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya manusia untuk memanusiakan manusia. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain-nya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. baik guru maupun siswa pada proses pembelajaran. Bagi guru, strategi

BAB II KAJIAN TEORI. baik guru maupun siswa pada proses pembelajaran. Bagi guru, strategi BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Strategi Pembelajaran Aktif Made Wena menjelaskan bahwa strategi pembelajaran sangat berguna, baik guru maupun siswa pada proses pembelajaran. Bagi guru, strategi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ilmu Pengetahuan Sosial 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial Pendidikan ilmu pengetahuan sosial merupakan proses mendidik dan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern sehingga matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER

BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER Saat ini penggunaan ICT untuk kegiatan belajar dan mengajar menjadi salah satu ciri perkembangan masyarakat modern. ICT dapat dimaknakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Artini, Marungkil Pasaribu, Sarjan M. Husain, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

BAB I PENDAHULUAN. 1 Artini, Marungkil Pasaribu, Sarjan M. Husain, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia, yaitu manusia Indonesia yang beriman, mandiri, maju, cerdas, kreaktif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENDIDIKAN FIP UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

TEKNOLOGI PENDIDIKAN FIP UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Dr. Rusman, M.Pd. http://rusmantp.wordpress.com TEKNOLOGI PENDIDIKAN FIP UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA SETTING TIK BERBASIS KOMPUTER Condition of Ind. COMPUTER ASSISTED INSTRUCTION (CAI), yaitu Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menjamin keberlangsungan pembangunan suatu bangsa. Tanpa pendidikan akan sulit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Matematika Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang (pendidik) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai perkembangan maksimal yang positif. Usaha itu banyak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika BAB II LANDASAN TEORI A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika Pengertian pembelajaran sebagaimana tercantum dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah suatu proses interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm

BAB I PENDAHULUAN. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain tugasnya hanya ibadah kepadanya. Dalam ekosistemnya, Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biologi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata bios yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biologi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata bios yang berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembelajaran Biologi Biologi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata bios yang berarti kehidupan dan logos yang berarti ilmu. Jadi biologi adalah cabang ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

by: Tim ICT FKIP Unram

by: Tim ICT FKIP Unram by: Tim ICT FKIP Unram SETTING PEMBELAJARAN INTERAKTIF COMPUTER ASSISTED INSTRUCTION (CAI), yaitu Pembelajaran dengan bantuan komputer, komputer hanya sebagai alat bantu saja. COMPUTER BASED INSTRUCTION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, memanfaatkan

Lebih terperinci

Departemen Agama Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, 2008, hlm.5.

Departemen Agama Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, 2008, hlm.5. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan sumber daya manusia. Melalui pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan melalui metode ilmiah. Fisika merupakan salah satu dari

Lebih terperinci