LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN PENGUKURAN POTENSIAL OSMOTIK DAN POTENSIAL AIR JARINGAN TUMBUHAN. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN PENGUKURAN POTENSIAL OSMOTIK DAN POTENSIAL AIR JARINGAN TUMBUHAN. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah"

Transkripsi

1 LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN PENGUKURAN POTENSIAL OSMOTIK DAN POTENSIAL AIR JARINGAN TUMBUHAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Fisiologi Tumbuhan Yang Dibina oleh Ir. Nugrahaningsih, M.P. Oleh Kelompok 1: Offering H 1. Ajhar ( ) 2. Aulia Abdini ( ) 3. Dymas Ambarwati ( ) 4. Lita Neldya Putri ( ) 5. Sinta Dewi M.K ( ) UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI SEPTEMBER 2017

2 A. Tujuan Membedakan proses terjadinya potensial osmotik dan potensial air jaringan tumbuhan Mengamati terjadinya peristiwa plasmolysis B. Dasar Teori Komponen potensial tumbuhan terutama terdiri dari atas potensial osmosis (solute) dan potensial turgor (tekanan). Dengan adanya potensial osmosis cairan sel,air murni cenderung memasuki sel. Sebaliknya potensial turgor di dalam sel mengakibatkan air meninggalkan sel. Untuk mengatur potensial osmosis, potensial turgor nol. potensial turgor sama dengan nol jika sel mengalami plasmolisis. Plasmolisis adalah peristiwa keluarnya cairan sel karena adanya tekanan osmosa,bilamana sel tersebut berada dalam larutan yang hipertonis dalam keadaan inspien plasmolysa, tekanan osmosis cairan sel sama dengan tekanan osmosis larutan dimana sel tersebut direndam. Inspien plasmolisis dapat dikenali apabila dalam suatu larutan dijumpai sekumpulan sel yang 50% berplasmolisis. Dalam hal ini digunakan nilai rata-rata karena potensial osmosis sel-sel tersebut tidak sama. Pada waktu terjadi plasmolisis inspien, sel berada dalam keadaan tanpa tekanan. Potensial osmosis larutan eksternal memiliki nilai sama dengan potensial osmosis ciran sel.dalam keadaan seperti ini larutan eksternal dikatakan isotonic terhadap cairan sel. Gambar perbedaan konsentrasi yang menyebabkan perubahan pada dinding sel. Nilai potensial air di dalam sel dan nilainya di sekitar sel akan mempengaruhi difusi air dari dan ke dalam sel tumbuhan. Dalam sel tumbuhan ada tiga faktor yang menetukan nilai potensial airnya, yaitu matriks sel, larutan dalam vakuola dan tekanan hidrostatik dalam isi sel. Hal ini menyebabkan potensial air dalam sel tumbuhan dapat dibagi menjadi 3 komponen yaitu potensial matriks, potensial osmotik dan potensial tekanan (Wilkins, 1992).

3 Osmosis pada hakekatnya adalah suatu proses difusi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa osmosis adalah difusi air melaui selaput yang permeabel secara differensial dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi rendah. Tekanan yang terjadi karena difusi molekul air disebut tekanan osmosis. Makin besar terjadinya osmosis maka makin besar pula tekanan osmosisnya. Menurut Kimball (1983) bahwa proses osmosis akan berhenti jika kecepatan desakan keluar air seimbang dengan masuknya air yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi. Menurut Tjitrosomo (1987), jika sel dimasukan ke dalam larutan gula, maka arah gerak air neto ditentukan oleh perbedaan nilai potensial air larutan dengan nilainya didalam sel. Jika potensial larutan lebih tinggi, air akan bergerak dari luar ke dalam sel, bila potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya artinya sel akan kehilangan air. Apabila kehilangan air itu cukup besar maka ada kemungkinan bahwa volum sel akan menurun demikian besarnya sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, keadaan ini dinamakan plasmolisis. Sel daun Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis. Membran protoplasma dan sifat permeabel deferensiasinya dapat diketahui dari proses plasmolisis. Permeabilitas dinding sel terhadap larutan gula diperlihatkan oleh sel-sel yang terplasmolisis. Apabila ruang bening diantara dinding dengan protoplas diisi udara, maka dibawah mikroskop akan tampak di tepi gelembung yang berwarna kebiru-biruan. Jika isinya air murni maka sel tidak akan mengalami plasmolisis. Molekul gula dapat berdifusi melalui benang-benang protoplasma yang menembus lubang-lubang kecil pada dinding sel. Benang-benang tersebut dikenal dengan sebutan plasmolema, dimana diameternya lebih besar daripada molekul tertentu sehingga molekul gula dapat masuk dengan mudah (Salisbury, 1995). Adanya potensial osmosis cairan sel air murni cenderung untuk memasuki sel, sedangkan potensial turgor yang berada di dalam sel mengakibatkan air untuk cenderung meninggalkan sel. Saat pengaturan potensial osmosis maka potensial turgor harus sama dengan 0. Agar potensial turgor sama dengan 0 maka haruslah terjadi plasmolisis. Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan keluarnya sebagian air dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992).

4 C. Alat dan bahan Alat: Mikroskop cahaya Silet Pengebor gabus Mikro pipet Mistar Bahan: 6 gelas Aqua 6 botol vial Larutan sukrosa Kristal methylen blue Aquades Daun Rhoeo diskolor Umbi kentang (Solanum tuberosum) Ubi jalar (Ipomea batatas) D. Metode Penelitian Mengukur potensial osmotik dengan cara plasmolisis 1. Daun Rhoeo diskolor Disediakan 6 botol vial Diisi dengan larutan sukrosa pada masing-masing gelas dengan konsentrasi 0%, 2%, 4%, 6%, 8%, 10% sebanyak 5 ml Dibuat beberapa sayatan epidermis bawah dari daun Rhoeo diskolor Diamati sel epidermisnya (paling sedikit mengandung 25 sel epidermis) di bawah mikroskop dengan meletakkan sayatan pada kaca benda Diberi setetes aquades lalu ditutup dengan kaca penutup Setelah diamati, dimasukkan 2-3 sayatan epidermis ke dalam botol vial yang berisi larutan sukrosa Dibiarkan selama 30 menit

5 Setelah itu, diperiksa di bawah mikroskop dengan meletakkan sayatan pada kaca benda dengan setetes aquades dan ditutup oleh kaca penutup Diperhatikan pada konsentrasi berapa sebagian dari sel epidermis (±50%) yang berplasmolisis Hasil 2. Mengukur Potensial Air Umbi Kentang (Solanum tuberosum) Umbi Kentang Disiapkan 6 gelas aqua yang bersih Dimasukkan 50 ml larutan sukrosa masing-masing dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% Dibuat silinder umbi dengan menggunakan alat pengebir gabus Dibuat sama panjang yaitu 3 cm Dimasukkan ke dalam 6 gelas aqua yang berisi 50 ml larutan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% Ditutup rapat gelas aqua tadi dengan plastik lalu diikat dengan karet untuk memperkecil terjadinya penguapan air dari permukaan silinder Dibiarkan selama 30 menit Setelah selesai, diukur panjang dan dimater dari umbi kentang Kemudian, dimasukkan kembali umbi kentang ke dalam 6 gelas aqua Ditutup kembali dengan plastik lalu diikat dengan karet Dibiarkan selama 30 menit Setelah selesai, dikeluarkan silinder-silinder umbi kentang dari gelas Diukur kembali panjang dan diameter dari ke-6 silinder umbi kentang dengan menggunakan mistar Hasil

6 3. Mengukur Potensial Air Umbi Jalar (Ipomea batatas) Umbi Jalar Disiapkan 6 gelas aqua yang bersih Dimasukkan 50 ml larutan sukrosa masing-masing dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% Dibuat silinder umbi jalar dengan menggunakan alat pengebir gabus Dibuat sama panjang yaitu 3 cm Dimasukkan ke dalam 6 gelas aqua yang berisi 50 ml larutan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% Ditutup rapat gelas aqua tadi dengan plastik lalu diikat dengan karet untuk memperkecil terjadinya penguapan air dari permukaan silinder Dibiarkan selama 30 menit Setelah selesai, diukur panjang dan dimater dari umbi jalar Kemudian, dimasukkan kembali umbi kentang ke dalam 6 gelas aqua Ditutup kembali dengan plastik lalu diikat dengan karet Dibiarkan selama 30 menit Setelah selesai, dikeluarkan silinder-silinder umbi jalar dari gelas Diukur kembali panjang dan diameter dari ke-6 silinder umbi jalar odengan menggunakan mistar Hasil

7 4. Mengukur Potensial Air menggunakan Biru Metilen Biru Metilen Disiapkan gelas plastic berisi bekas larutan sukrosa rendaman umbi kentang dan jalar dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% Ditetesi masing-masing 1 tetes larutan biru metilen Diamatai penyebaran tetesannya Dicatat hasil pada lembar pengamatan Hasil E. Hasil Data Pengamatan 1) Mengukur potensial osmotic dengan cara plasmolysis (Rhoeo discolor) Hasil No Konsentrasi SelLisis LBP (φ) d Perbesaran Sel Plasmolisis (Persen) 1 Konsentrasi 0% 5 12, x % 2 Konsentrasi 2% 10 7, x % 3 Konsentrasi 4% 15 12, x % 4 Konsentrasi 6% 12 12, x % 5 Konsentrasi 8% 11 28, x % 6 Konsentrasi 10% - 12, x %

8 2) Mengukur potensial air dalam jaringan tumbuhan Solanum tuberosum Panjang awal = 30 mm Diameter awal = 10, 1 mm No Konsentrasi 30 menit pertama 30 menit kedua 1 Konsentrasi 0% P = 31, 2 mm P = 30, 2 mm d = 9, 4 mm d = 10, 2mm 2 Konsentrasi 2% P = 29, 1 mm P = 29, 1 mm d = 9, 1 mm d = 9, 1 mm 3 Konsentrasi 4% P = 30, 4 mm P = 29, 5 mm d = 9, 3 mm d = 9, 1 mm 4 Konsentrasi 6% P = 30, 1 mm P = 29, 3 mm d = 9, 5 mm d = 10, 1 mm 5 Konsentrasi 8% P = 22, 4 mm P = 28, 1 mm d = 9, 1 mm d = 8, 2 mm 6 Konsentrasi 10% P = 23, 1 mm P = 29, 1 mm d = 9, 4 mm d = 10, 4 mm Larutan Sukrosa sisa Solanum tuberosum + Cairan biru metilen No Konsentrasi Reaksi metilen blue 1 Konsentrasi 0% Metilen blue tenggelam lalu mengapung kepermukaan 2 Konsentrasi 2% Metilen blue mengapung dan menyebar kepermukaan 3 Konsentrasi 4% Metilen blue mengapung dan menyebar kepermukaan 4 Konsentrasi 6% Metilen blue mengapung dan menyebar kepermukaan 5 Konsentrasi 8% Metilen blue mengapung dan menyebar kepermukaan 6 Konsentrasi 10% Metilen blue mengapung dan menyebar kepermukaan

9 3) Mengukur potensial air dalam jaringan tumbuhan Ipomea batatas 30 menit pertama ( Ipomea batatas) No Konsentrasi Panjang Diameter Awal(mm) Akhir (mm) Awal (mm) Akhir (mm) 1 Konsentrasi 0% , 5 13, 5 2 Konsentrasi 2% 30 29, 4 13, Konsentrasi 4% , 5 12, 3 4 Konsentrasi 6% 30 28, 3 13, Konsentrasi 8% , 5 11, 9 6 Konsentrasi 10% 30 27, 9 13, 5 11, 2 30 menit kedua ( Ipomea batatas) No Konsentrasi Panjang Diameter Awal (mm) Akhir (mm) Awal (mm) Akhir (m) 1 Konsentrasi 0% , 5 13, 5 2 Konsentrasi 2% 29, 4 29, , 9 3 Konsentrasi 4% 29 28, 1 12, Konsentrasi 6% 28, 3 27, , 8 5 Konsentrasi 8% 28 27, 3 11, 9 11, 5 6 Konsentrasi 10% 27, 9 27, 1 11, 2 11, 1 Larutan Sukrosa sisa Ipomea batatas + Cairan biru metilen No Konsentrasi Kepekatan warna Keterangan 1 Konsentrasi 0% Larutannya sangat pekat Melayang 2 Konsentrasi 2% Larutannya biru muda Menyebar 3 Konsentrasi 4% Larutannya biru Menyebar 4 Konsentrasi 6% Larutannya biru muda, hamper menyerupai Menyebar larutan 2 % 5 Konsentrasi 8% Larutannya berwarna biru Melayang sedikit 6 Konsentrasi 10% Larutannya paling muda diantara biru yang lain Melayang

10 F. Analisis Data dan Pembahasan Nilai potensial air di dalam sel dan nilainya di sekitar sel akan mempengaruhi difusi air dari dan ke dalam sel tumbuhan. Dalam sel tumbuhan ada tiga faktor yang menetukan nilai potensial airnya, yaitu matriks sel, larutan dalam vakuola dan tekanan hidrostatik dalam isi sel. Hal ini menyebabkan potensial air dalam sel tumbuhan dapat dibagi menjadi 3 komponen yaitu potensial matriks, potensial osmotik dan potensial tekanan (Wilkins, 1992). Pada praktikum pengukuran tekanan osmosis cairan sel, bahan yang digunakan adalah sel epidermis daun Rhoe discolor yang dikupas bagian lapisan epidermisnya dengan direndam di 6 botol vial selama 30 menit memakai larutan sukrosa pada konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%. Pada percobaan pertama yang dipakai sebagai preparat adalah sayatan tipis epidermis bawah daun Rhoe discolor yang dimasukkan ke dalam larutan sukrosa 0% selama 30 menit. Dalam membuat preparat segar dari daun tersebut harus memperhatikan ketentuan dalam membuat preparat yang telah diajarkan sebelumnya di buku praktikum. Setelah preparat segar selesai dibuat, kemudian diamati di bawah mikroskop. Pada pengamatan ini telihat sel-sel yang berwarna ungu yang terbentuk karena adanya pigmen warna anthocian pada daun Rhoe discolor tersebut. Selain sel-sel yang berwarna ungu maupun yang berwarna putih, juga ditemukan stomata sel. Sel-sel yang berwarna ungu pada sel terlihat lebih jelas dibandingkan kloroplas yang berwarna hijau. Hal ini terjadi karena pada saat normal pigmen antosianin berada di vakuola tumbuhan yang cukup besar, sedangkan kloroplas cenderung tersebar mengambang pada sitoplasma. Berdasarkan hasil percobaan pertama, sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang dimasukan kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi 0 % selama 30 menit dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 terdapat sel yang tidak berplasmolisis sebanyak 121 sel dan yang berplasmolisis 5, hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Tjitrosomo (1987) bahwa sel yang isinya air murni tidak mengalami plasmolisis. Jika suatu sel dimasukan ke dalam air murni, maka struktur sel itu terdapat potensial air yang nilainya tinggi (=0), sedangkan di dalam sel terdapat nilai potensial air yang lebih rendah (negatif). Hal ini menyebabkan air akan bergerak dari luar sel masuk ke dalam sel sampai tercapai keadaan setimbang. Persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 4%. Pada percobaan kedua preparat segar dari epidermis bawah daun Rhoe discolor yang dimasukan kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi 2 % selama 30 menit dan di amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 terdapat sel yang tidak berplasmolisis sebanyak

11 143 sel dan yang berplasmolisis sebanyak 10 sel. Larutan sukrosa 2% berperan sebagai larutan hipertonis terhadap sel pada percobaan ini. Pada percobaan kedua terdapat penambahan sebanyak 5 sel yang berplasmolisis. Hal ini terjadi dikarenakan penambahan konsentrasi larutan sukrosa sebesar 2%. Persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 7% Pada percobaan ketiga preparat segar dari epidermis bawah daun Rhoe discolor yang dimasukan kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi 4 % selama 30 menit dan di amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 terdapat sel yang tidak berplasmolisis sebanyak 128 sel dan yang berplasmolisis sebanyak 15 sel. Pada percobaan ketiga terjadi penambahan sebanyak 5 sel yang berplasmolisis. Persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 9%. Pada percobaan keempat preparat segar dari epidermis bawah daun Rhoe discolor yang dimasukan kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi 6 % selama 30 menit dan di amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 terdapat sel yang tidak berplasmolisis sebanyak 87 sel dan yang berplasmolisis sebanyak 12 sel. Persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 10%. Pada percobaan kelima preparat segar dari epidermis bawah daun Rhoe discolor yang dimasukan kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi 8 % selama 30 menit dan di amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 terdapat sel yang tidak berplasmolisis sebanyak 87 sel dan yang berplasmolisis sebanyak 11 sel. Persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 11%. Pada percobaan keenam preparat segar dari epidermis bawah daun Rhoe discolor yang dimasukan kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi 10 % selama 30 menit dan di amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 tidak ada sel yang berplasmolisis. Persentase perbandingan sel yang berplasmolisis 0%. Dari seluruh variable bebas yaitu berbagai konsentrasi larutan sukrosa (0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%), variable kontrol waktu, dan variable terikat adalah banyaknya sel yang terplasmolisis, maka diperoleh persen sel yang terplasmolisis ataupun yang tidak terplasmolisis. Selanjutnya dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi larutan sukrosa dengan sel yang terplasmolisis sebagai berikut:

12 Berdasarkan grafik di atas, pada konsentrasi larutan pertama yaitu 0% sampai konsentrasi larutan kelima yaitu 8% mengalami peningkatan persentase jumlah sel yang terplasmolisis yaitu dari 4% hingga 11%. Namun, pada konsentrasi larutan keenam mengalami penurunan yang sangat drastis hingga mecapai 0%. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat dari Tjitrosomo (1987) yaitu semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis. Apabila dibandingkan menurut literatur ternyata hasil percobaan yang dilakukan justru berbeda dengan literature, hanya percobaan 1-5 dengan larutan sukrosa 0% - 8% yang sesuai dengan literature karena peningkatan jumlah sel yang terplasmolisis meningkat sedangkan pada percobaan ke-6 tidak ada sel yang terplasmolisis. Hal ini terjadi, karena kesalahan penghitungan jumlah sel yang terplasmolisis karena sel-sel epidermis dari Rhoe discolor sangat banyak dan letaknya saling berdekatan satu sama lain. Osmosis pada hakekatnya adalah suatu proses difusi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa osmosis adalah difusi air melaui selaput yang permeabel secara differensial

13 dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi rendah. Tekanan yang terjadi karena difusi molekul air disebut tekanan osmosis. Makin besar terjadinya osmosis maka makin besar pula tekanan osmosisnya. Menurut Kimball (1983) bahwa proses osmosis akan berhenti jika kecepatan desakan keluar air seimbang dengan masuknya air yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi. Menurut Salisbury dan Ross (1992), larutan yang di dalamnya terdapat sekumpulan sel dimana 50% berplasmolisis dan 50% tidak berplasmolisis disebut plasmolisis insipien. Plasmolisis ini terjadi apabila sel berada dalam keadaan tanpa tekanan. Nilai potensial osmosis sel dapat diketahui dengan menghitung nilai potensial osmosis larutan sukrosa yang isotonik terhadap cairan sel. Berdasarkan hasil praktikum, pada percobaan pertama dengan konsentrasi 0% hingga percobaan keenam dengan konsentrasi 10% tidak terjadi plasmolisis insipien dikarenakan hasil perhitungan potensial osmotik tidak mencapai 50%. Hal ini terjadi, karena ada beberapa kekurangan atau kesalahan dalam praktikum seperti kurang teliti dan tepat dalam perhitungan jumlah sel yang terplasmolisis dan yang tidak terplasmolisis serta bagian-bagian mikroskop yang rusak seperti pada perbesaran, lensa, penjepit. Selain itu perendaman yang melebihi batas waktu dari 30 menit. Komponen potensial air pada tumbuhan terdiri atas potennsial osmosis (solut) dan potensial turgor (tekanan). Dengan adanya potensial osmosis cairan sel, air murni cenderung memasuki sel. Sebaliknya potensial turgor di dalam sel mengakibatkan air meninggalkan sel. Pengaturan potensial osmosis dapat dilakukan jika potensial turgornya sama dengan nol yang terjadi saat sel mengalami plasmolisis. Nilai potensial osmotik akan meningkat jika tekanan yang diberikan juga semakin besar. Suhu berpengaruh terhadap potensial osmotik yaitu semakin tinggi suhunya maka nilai potensial osmotiknya semakin turun (semakin negatif) dan konsentrasi partikel-partikel terlarut semakin tinggi maka nilai potensial osmotiknya semakin rendah (Meyer and Anderson, 1952). Adanya potensial osmosis cairan sel air murni cenderung untuk memasuki sel, sedangkan potensial turgor yang berada di dalam sel mengakibatkan air untuk cenderung meninggalkan sel. Saat pengaturan potensial osmosis maka potensial turgor harus sama dengan 0. Agar potensial turgor sama dengan 0 maka haruslah terjadi plasmolisis. Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan keluarnya sebagian air dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992).

14 Pada praktikum pengukuran potensial air dalam jaringan tumbuhan, bahan yang digunakan adalah umbi kentang (Solanum tuberosum) dan umbi jalar (Ipomea batatas). Pada praktikum ini kami mengamati proses terjadinya potensial osmosis dan potensial air yang terjadi pada umbi kentang (Solanum tuberosum) dan umbi jalar (Ipomea batatas) pada konsentrasi yang berbeda-beda. Prinsip dari potensial osmotik jaringan tumbuhan dapat diukur dengan menggunakan berbagai konsentrasi larutan gula atau garam dengan membandingkan larutan sel. Potensial air dalam jaringan tumbuhan dapat diukur dengan menggunakan berbagai konsentrasi larutan gula atau garam dengan membandingkan larutan dengan ditandai keluar masuknya air dari dalam dan luar sel tumbuhan (Lukiati, 2010). Berbagai konsentrasi larutan gula yang digunakan adalah 0%, 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%. Kentang yang akan dimasukkan ke dalam konsentrasi gula yang berbeda akan dibuat seperti bentuk silinder dengan bantuan menggunakan alat pengebor gabus. Kami membuat 6 silinder kentang yang masing-masing panjang dan diameternya sama yaitu P = 30 mm dan d=10,1 mm. Kemudian disiapkan 6 aqua gelas yang masing-masing diberi 30 ml larutan gula dengan konsentrasi yang berbeda-beda dan dimasukkan satu silinder kentang ke dalam gelas aqua yang memiliki konsentrasi gula yang berbeda. Setelah itu di diamkan 30 menit kemudian diamati perubahan panjang dan diameternya, kemudian di diamkan lagi selama 30 menit lagi dan di amatai lagi. Dari hasil percobaan yang kami lakukan, pada 30 menit pertama, perubahan dari panjang dan diameter pada masing-masing kentang dengan konsentrasi yang berbeda-beda adalah: 1. Konsentrasi 0% = p: 31,2 mm, d: 9,4 mm 2. Konsentrasi 2% = p: 29,1 mm, d: 9,1 mm 3. Konsentrasi 4% = p: 30,4 mm, d: 9,3 mm 4. Konsentrasi 6% = p: 30,1 mm, d: 9,5 mm 5. Konsentrasi 8% = p: 22,4 mm, d: 9,1 mm 6. Konsentrasi 10%= p: 23,1 mm, d: 9,4 mm Hasil pada 30 menit kedua adalah: 1) Konsentrasi 0% = p: 30,2 mm, d: 10,2 mm 2) Konsentrasi 2% = p: 29,1 mm, d: 9,1 mm 3) Konsentrasi 4% = p: 29,5 mm, d: 9,1 mm 4) Konsentrasi 6% = p: 29,3 mm, d: 10,1 mm 5) Konsentrasi 8% = p: 28,1 mm, d: 8,2 mm 6) Konsentrasi 10%= p: 29,1 mm, d: 10,4 mm

15 Peristiwa perubahan panjang dan diameter kentang pada masing-masing konsentrasi yang berbeda disebabkan oleh peristiwa osmosis. Untuk menghitung laju osmosis pada umbi kentang, dapat diamati berdasarkan banyaknya air yang berpindah ke umbi kentang selama 1 jam (30 menit pertama dan kedua). Menurut literatur osmosis adalah berdifusinya zat pelarut dari larutan yang konsentrasinya rendah ke larutan yang konsentrasinya tinggi melalui selaput semipermiabel (Loveless, 1991 : 136). Dari hasil yang diperoleh dapat kami simpulkan bahwa semakin bertambahnya konsentrasi gula maka panjang dan diameter kentang akan semakin menyusut. Hal ini dikarenakan air dalam kentang yang cenderung hipotonis akan keluar menuju konsentrasi yang hipertonis. Contohnya pada konsentrasi 0% air diluar cenderung masuk kedalam kentang karena konsentrasi di dalam kentang cenderung hipertonis sehingga menyebabkan panjang dan diameter kentang bertambah. Tetapi setiap bertambahnya konsentrasi, air dalam kentang cenderung keluar dalam cairan hipertonis yang menyebabkan berkurangnya panjang dan diameter kentang. Contohnya pada konsentrasi tertinggi yaitu 10%, pada 30 menit pertama panjang dan diameter kentang menjadi p: 23,1 mm, d: 9,4 mm. Hal ini telah terbukti sesuai literatur bahwa konsentrasi gula yang tinggi (hipertonis) membuat air di dalam kentang yang hipotonis cenderung keluar ke konsentrasi gula. Tetapi pada 30 menit kedua hasil yang ditunjukkan berbeda, hal ini dikarenakan kesalahan pada peneliti. Hasil yang ditunjukkan pada konsentrasi 10% pada 30 menit kedua adalah 10%= p: 29,1 mm, d: 10,4 mm. Hal ini tidak sesuai teori yang seharusnya dengan bertambahnya waktu dan bertambahnya konsentrasi maka air yang ada di dalam kentang akan keluar sehingga panjang dan diameter kentang akan menyusut. Dari hasil yang telah disebutkan bahwa perubahan panjang dan diameter pada kentang tidak stabil seiring dengan bertambahnya konsentrasi, hal ini dikarenakan kurangnya ketelitian peneliti dalam mengukur panjang dan diameter awal kentang, selain itu kentang setelah dibentuk silinder tidak langsung dimasukkan ke dalam larutan sehingga hal ini memungkinkan terjadinya penguapan air pada kentang sebelum dimasukkan ke dalam masing-masing larutan. Umbi adalah salah satu jenis tanaman yang mengalami peristiwa difusi dan osmosis, Umbi merupakan bagian tanaman yang terbentuk di dalam tanah (Rukmana, 1995:18). Kandungan utama kentang adalah air yaitu sebanyak 80% (Direktorat Gizi Depkes RI ) Osmosis adalah berdifusinya zat pelarut dari larutan yang konsentrasinya rendah ke larutan yang konsentrasinya tinggi melalui selaput semipermiabel (Loveless, 1991 : 136).

16 Osmosis adalah perpindahan ion atau molekul zat dari kerapatan rendah ke kerapatan tinggi melalui suatu membran (Syamsuri, 1999 : 23). Dinding sel hidup pada tumbuhtumbuhan selalu merembes dan kadang-kadang dikelilingi oleh larutan cair yang berhubungan dari satu sel ke sel lainnya, sehingga membentuk suatu jalinan pada seluruh tumbuh-tumbuhan. Selaput sitoplasma yaitu plasmolema (selaput plasma) di sebelah luar dan tonoplas (selaput vacuola) di sebelah dalam, kedua-duanya sangat permiabel terhadap air tetapi relatif tidak permiabel terhadap bahan terlarut. Sehingga untuk lebih mudahnya seluruh lapisan sitoplasma itu dapat dianggap sebagai membran sinambung dan bersifat semipermiabel. Dalam penelitian osmosis ini, umbi kentang bertindak sebagai selaput atau membran. Jelaslah kalau osmosis adalah proses perpindahan air dari larutan yang konsentrasinya rendah ke larutan yang konsentrasinya tinggi melalui membrane semipermeabel karena hanya air yang dapat melaluinya, sedangkan larutan gula tidak bisa melewati umbi, karena umbi bersifat semipermeabel terhadap larutan gula. Pada praktikum pengukuran potensial air dalam jaringan tumbuhan, bahan yang digunakan yaitu umbi jalar. Untuk mengukur potensial pada umbi jalar, digunakan larutan sukrosa dengan berbagai konsentrasi, yaitu 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 Molar. Umbi jalar terlebih dahulu dibuat silinder dengan menggunakan alat pengebor gabus dengan diameter 13,5 mm dan panjang 30 mm masing-masing sebanyak 6 buah. Selanjutnya simpan masing-masing 1 buah silinder umbi jalar dengan panjang 30 mm tersebut kedalam 6 buah gelas yang telah diisi dengan 50 ml larutan sukrosa dengan berbagai konsentrasi yang sebelumnya telah disiapkan. Ditunggu selama 30 menit pertama dan 30 menit kedua dan hasil yang didapat ialah: Pada gelas pertama dengan konsentrasi 0 % panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 30 mm dengan diameter awal adalah 13,5 mm setelah ditunggu selama 30 menit pertama hasil yang didapat silinder umbi jalar tidak mengalami pebedaan pengurangan, sehingga panjangnya etap menjadi 30 mm dengan diameter 13,5 mm. Pada gelas kedua dengan konsentrasi 2% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 30 mm dengan diameter awal adalah 13,5 mm setelah ditunggu selama 30 menit pertama hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 29,4 mm dengan diameter menjadi 13 mm. Pada gelas ketiga dengan konsentrasi 4% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 30 mm dengan diameter awal adalah 13,5 mm setelah ditunggu selama 30 menit pertama

17 hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 29 mm dengan diameter menjadi 12, 3mm. Pada gelas keempat dengan konsentrasi 6% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 30 mm dengan diameter awal adalah 13,5 mm setelah ditunggu selama 30 menit pertama hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 28,3 mm dengan diameter menjadi 12 mm. Selanjutnya, pada gelas kelima dengan konsentrasi 8% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 30 mm dengan diameter awal adalah 13,5 mm setelah ditunggu selama 30 menit pertama hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 28 mm dengan diameter menjadi 11, 9 mm. Terakhir, pada gelas keenam dengan konsentrasi 10% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 30 mm dengan diameter awal adalah 13,5 mm setelah ditunggu selama 30 menit pertama hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 27,9 mm dengan diameter menjadi 11,2 mm. Selanjutnya, untuk pengamatan silinder umbi jalar 30 menit kedua didapatkan hasil yaitu: Pada gelas pertama dengan konsentrasi 0% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 30 mm dengan diameter awal adalah 13,5 mm setelah ditunggu selama 30 menit kedua hasil yang didapat silinder umbi jalar tidak mengalami pebedaan pengurangan, sehingga panjangnya tetap menjadi 30 mm dengan diameter 13,5 mm. Pada gelas kedua dengan konsentrasi 2% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 29,4 mm dengan diameter awal adalah 13 mm setelah ditunggu selama 30 menit kedua hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 29,3 mm dengan diameter menjadi 12,9 mm. Pada gelas ketiga dengan konsentrasi 4% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 29 mm dengan diameter awal adalah 12,3 mm setelah ditunggu selama 30 menit kedua hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 28,1 mm dengan diameter menjadi 12 mm. Pada gelas keempat dengan konsentrasi 6% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 28,3 mm dengan diameter awal adalah 12 mm setelah ditunggu selama 30 menit kedua hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 27,9 mm dengan diameter menjadi 11,8 mm. Kemudian pada gelas kelima dengan konsentrasi 8% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 28 mm dengan diameter awal adalah 11,9 mm setelah ditunggu selama 30 menit

18 pertama hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 27,3 mm dengan diameter menjadi 11,5 mm. Dan terakhir Pada gelas ketiga dengan konsentrasi 10% panjang awal dari silinder umbi jalar ialah 27,9 mm dengan diameter awal adalah 11,2 mm setelah ditunggu selama 30 menit pertama hasil yang didapat silinder umbi jalar mengalami pebedaan pengurangan yaitu panjangnya menjadi 27,1 mm dengan diameter menjadi 11,1 mm. Potensial air merupakan alat diagnosis yang memungkinkan penentuan secara tepat keadaan status air dalam sel atau jaringan tumbuhan. Semakin rendah potensial dari suatu sel atau jaringan tumbuhan, maka semakin besar kemampuan tanaman untuk menyerap air dari dalam tanah. Sebaliknya, semakin tinggi potensial air, semakin besar kemampuan jaringan untuk memberikan air kepada sel yang mempunyai kandungan air lebih rendah (Basahona, 2011). Potensial air jaringan ditentukan dengan cara merendam potongan jaringan dalam suatu seri larutan sukrosa atau manmitol (non-elektrolit) yang diketahui konsentrasinya (Ismail, 2011). Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mengukur nilai potensial air pada jaringan umbi jalar (Ipoema batatas). Dengan proses yaitu dengan melakukan perendaman terhadap umbi jalar yang sudah terpotong-potong sesuai prosedur kerja dan dimasukan kedalam larutan sukrosa dengan konsentrasi serta dalam aquades sebagai variabel kontrol. Setelah itu merendam umbi jalar kedalam larutan sukrosa selama masing-masing selama 30 menit. Berdasarkan hasil percobaan pertama, panjang dan diameter umbi jalar tidak mengalami perubahan dikarenakan persamaan konsenterasi baik yang berada didalam sel umbi maupun diluar sel yang berupa aquades sehingga bersifat isotonis. Hal ini sesuai dengan pendapat Salisbury, menunjukan bahwa jaringan dan larutan sudah sejak awal berada dalam kesetimbangan. Tidak ada air yang masuk atau hilang. Potensial air jaringan sudah sama dengan potensial air dalam larutan. Pada tekanan atmosfer, saat P = 0, maka potensial air sama dengan potensial osmotik (Salisbury dan Ross, 1995). Sedangkan pada percobaan kedua, tiga, empat, lima dan enam panjang dan diameter umbi jalar mengalami perubahan panjang atau menyusut. Adanya perubahan panjang pada umbi jalar atau semakin berkurangnya panjang potongan silinder ubi jalar disebabkan karena potensial air potongan silinder ubi jalar lebih tinggi dibandingkan dengan potensial air larutan sukrosa, sehingga air yang berada dalam potongan silinder umbi jalar bergerak keluar, dan mengakibatkan terjadinya perubahan panjang potongan silinder umbi jalar. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa air bergerak dari potensial air (PA) tinggi ke potensial

19 air (PA) yang rendah. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukan bahwa semakin pekat larutan sukrosa maka semakin pendek potongan silinder ubi jalar. Pada praktikum kali ini kami mengunakan biru metilen sebagai indikator penetuan tekanan osmisi air. Pertama kami menggunakan larutan sukrosa dengan konsentrasi 0%, 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% yang telah diberikan perlakuan. Hasil dari rendaman kentang yaitu berupa larutan gula dengan konsentrasi tertentu kemudian di tetesi dengan setetes biru metilen didapatkan hasil sebagai berikut: Air sisa dari rendaman kentang dengan kosentrasi 0%, saat akan ditetesi biru metilen sebanyak 1 tetes. Biru metilen tersebut tercampur dengan larutan tersebut sehingga airnya menjadi biru, hal tersebut bisa terjadi karena air tersebut hipotonis dan larutan biru metilen adalah hipertonis sehingga keduanya bisa tercampur. Seperti halnya tekanan osmosis yaitu gerakan air dari potensial air hipertonis ke potensial hipotonis melewati membran selektif permeabel sampai dicapai keseimbangan dinamis. Air sisa dari rendaman kentang dengan kosentrasi 2%, saat akan ditetesi biru metilen sebanyak 1 tetes. Biru metilen tersebut mengapung dipermukaan air, tepatnya biru metilen tersebut tidak bisa bercampur dengan air sisa rendaman kentang tersebut secara sempurna. Hal tersebut di karenakan adanya tekanan osmosis yaitu gerakan air dari potensial air hipertonis ke potensial hipotonis melewati membran selektif permeabel sampai dicapai keseimbangan dinamis. Jadi saat larutan biru metilen tersebut hipertonis dan air tersebut juga hipertonis maka kedua larutan tersebut tidak dapat tercampur. Air sisa dari rendaman kentang dengan kosentrasi 4%, saat akan ditetesi biru metilen sebanyak 1 tetes. Biru metilen tersebut mengapung dipermukaan air, tepatnya biru metilen tersebut tidak bisa bercampur dengan air sisa rendaman kentang tersebut. Hal ini dikarenakan pada percobaan ini kami mengamati tekanan osmosis pada air dimana gerakan air dari potensial air hipertonis ke potensial hipotonis melewati membran selektif permeabel sampai dicapai keseimbangan dinamis, dan air tesebut adalah hipertonis begitu juga dengan biru metilen. Air sisa dari rendaman kentang dengan kosentrasi 6% yang telah mengalami banyak perlakuan, kemudian ditetesi biru metilen sebanyak 1 tetes. Biru metilen tersebut mengapung dipermukaan. Hal bisa sesuai literature yang saya baca yaitu ketika dalam kondisi yang samasama konsentrasinya tinggi kedua larutan tersebut tidak dapat bercampur menjadi satu dan dalam percobaan ini yang dilakukan diketahui bahwa semakin tinggi nilai molaritas larutan sukrosa maka sel akan semakin cepat terplasmolisis, sehingga larutan dtersebut hasil rendaman sel akan membuat larutan tersebut menjadi hipertonis.

20 Air sisa dari rendaman kentang dengan kosentrasi 10% yang telah mengalami banyak perlakuan, kemudian ditetesi biru metilen sebanyak 1 tetes. Biru metilen tersebut mengapung dipermukaan, bahkan tidak tercampur. Hal ini bisa terjadi karena larutan tersebut memiliki sifat yang sama yaitu hipertonis sehingga keduanya tidak memenuhi syarat dalam tekanan osmosis yang menyebabkan keduanya tidak berkesiambungan dan tidak tercampur. Selanjutnya, yang kedua hasil dari rendaman umbi jalar yaitu berupa larutan gula dengan konsentrasi tertentu kemudian di tetesi dengan setetes biru metilen didapatkan hasil sebagai berikut: Pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 0% menghasilkan warna biru pekat yang melayang dipermukaan larutan, hal tersebut tidak sesuai dengan literature yang say abaca, yaitu gerakan air dari potensial air hipertonis ke potensial hipotonis melewati membran selektif permeabel sampai dicapai keseimbangan dinamis. Sedangkan pada larutan sukrosa itu termasuk hipotonis dan biru metilen itu hipertonis sehingga keduanya harus tercampur, akan tetapi hal tersebut tidak terjadi dikarenakan beberapa factor seperti saat meneteskan biru metilen komposisinya terlalu sedikit sehingga biru metilen tersebut tidak tercampur. Pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 2% diperoleh larutan berwarna biru tua dan menyebar, hal tersebut bisa saja terjadi karena pada larutan sukrosa 2% apabila larutan sukrosa tersebut adalah hipotonis akan tetapi larutan sukrosa tersebut adalah hiprtonis sehingga seharusnya tidak tercampur. Hal tersebut bisa terjadi karena pada saat mencampu biru metilen tersebut kami langsung memindahkannya sehingga biru metilen tersebut langsung tercampur. Pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 4% dihasilkan larutan berwarna biru dan menyebar. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yaitu gerakan air dari potensial air hipertonis ke potensial hipotonis melewati membran selektif permeabel sampai dicapai keseimbangan dinamis. Sedangkan pada larutan sukrosa itu termasuk hipertonis. Pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 6% menghasilkan larutan berwarna biru muda yang hampir menyerupai warna biru (menyebar) larutan glukosa dengan kosentrasi 2% yang telah ditambahkan biru metilen. Hal tersebut tidak sesuai dengan literature yang kami baca bahwa tekanan osmosis yang terjadi apabila karutan berpindah dari yang hipetonis ke hipotonis melewati membran selektif permeable. Pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 8%. Hasilnya yaitu larutan berwarna biru dan sedikit melanyang. Hal tersebut sesuai dengan teori yang kami baca yaitu gerakan air dari potensial air hipertonis ke potensial hipotonis melewati membran selektif permeabel sampai dicapai keseimbangan dinamis.

21 Pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 10% menghasilkan larutan paling muda diantara biru yang lainnya dan melayang, hal ini tidak sesuai dengan prinsip tekanan osmosis yaitu gerakan air berpindah dari hipertonis ke hipotonis. Sedangkan kedua larutan tersebut sama-sama hipertonis sehingga keduanya tidak tercampur. G. Kesimpulan 1. Potensial osmotik jaringan tumbuhan dapat diukur dengan menggunakan berbagai konsentrasi larutan gula atau garam dengan membandingkan larutan sel. Potensial air dalam jaringan tumbuhan dapat diukur dengan menggunakan berbagai konsentrasi larutan gula atau garam dengan membandingkan larutan dengan ditandai keluar masuknya air dari dalam dan luar sel tumbuhan. 2. Peristiwa plasmolisis adalah peristiwa lepasnya membrane sel dari dinding sel sebagai dampak dari hipertonisnya larutan dari luar sel, sehingga cairan yang berada di dalam sel keluar dari sel dan akibatnya tekanan turgor sel menjadi nol. Sel tumbuhan yang dimasukan dalam larutan glukosa akan mengalami plasmolisis, dan semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis. Inciepient plasmolysis adalah suatu keadaan dimana setengah sel dari seluruh jumlah sel menunjukkan tanda-tanda plasmolisis. Pada praktikum kami tidak ada sel yang mengalami insipient plasmolysis. Osmosis adalah berdifusinya zat pelarut dari larutan yang konsentrasinya rendah ke larutan yang konsentrasinya tinggi melalui selaput semipermiabel. Konsep osmosis ini terjadi pada pengamatan umbi kentang. Dari hasil yang diperoleh dapat kami simpulkan bahwa semakin bertambahnya konsentrasi gula maka panjang dan diameter kentang akan semakin menyusut.

22 H. Daftar rujukan Anggraini, Mega Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan II tekanan Osmosis, (Online),( OGI_TUMBUHAN_II_TEKANAN_OSMOSIS_Asisten_Iis_Istianah), diakses 9 September Basahona, Sumanto Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan Pengukuran Potensial Air Jaringan Tumbuhan, (Online), ( /12 /laporanpraktikum-fisiologi-tumbuhan. html) diakses tanggal 9 September Direktorat Gizi Depkes RI Rukmana Bertanam Wortel. Jakarta : Kanisius. Ismail dan Abd Muis Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Jurusan Biologi Universitas Negeri Makassar, Makassar. Loveless, AR Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Jakarta : PT. Gramedia. Lukiati, Betty dan Dahlia. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan FMIPA. Malang: Universitas Negeri Malang. Salisbury, Frank B. dan Cleon W. Ross Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB. Sintia, Mega Tekanan Osmosis Cairan Sel dan potensial Air. (Online), ( diakses 9 September Syamsuri, I Biologi 2000 Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

23 I. Lampiran Foto 1. Mengukur potensial osmotic dengan cara plasmolysis (Rhoeo discolor) Preparat segar epidermis bawah daun Rhoe discolor dalam larutan sukrosa 0% Perbesaran 10x10 Preparat segar epidermis bawah daun Rhoe discolor dalam larutan sukrosa 2% Perbesaran 10x10 Preparat segar epidermis bawah daun Rhoe discolor dalam larutan sukrosa 4% Perbesaran 10x10 Preparat segar epidermis bawah daun Rhoe discolor dalam larutan sukrosa 6% Perbesaran 10x10 Preparat segar epidermis bawah daun Rhoe discolor dalam larutan sukrosa 8% Perbesaran 10x10 Preparat segar epidermis bawah daun Rhoe discolor dalam larutan sukrosa 10% Perbesaran 10x10

24 2. Larutan Sukrosa sisa Solanum tuberosum + Cairan biru metilen Konsentrai 10% konsentrasi 8% konsentrasi 4% Konsentrasi 6% konsentrasi 2% konsentrasi 0% Hasil rendaman kentang Alat yang digunakan

DIFUSI MOLEKUL DAN TEKANAN OSMOTIK CAIRAN SEL

DIFUSI MOLEKUL DAN TEKANAN OSMOTIK CAIRAN SEL DIFUSI MOLEKUL DAN TEKANAN OSMOTIK CAIRAN SEL Indri Rahmawati 1205120863 Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, Pekanbaru 28293 RINGKASAN Pengamatan ini dilakukan dalam hal

Lebih terperinci

A. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap perubahan panjang potongan jaringan umbi ubijalar? 2.

A. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap perubahan panjang potongan jaringan umbi ubijalar? 2. A. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap perubahan panjang potongan jaringan umbi ubijalar? 2. Berapakah konsentrasi larutan sukrosa yang tidak menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PLASMOLISIS

LAPORAN PRAKTIKUM PLASMOLISIS LAPORAN PRAKTIKUM PLASMOLISIS Nama: IDA AYU RATIH DWI NUGRAHA PUTRI 1208505001 JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2012 / 2013 LAPORAN PRAKTIKUM PLASMOLISIS

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan

Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan Penentuan Tekanan Osmosis Cairan Sel Nama Kelompok: Disusun oleh: Putri Mayang Sari NIM. 12030244024 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR II POTENSIAL AIR PADA SEL TUMBUHAN

LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR II POTENSIAL AIR PADA SEL TUMBUHAN Halaman Judul LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR II POTENSIAL AIR PADA SEL TUMBUHAN Disusun oleh : 1. Erlin Aprilia 13312241004 2. Wahyu Marliyani 13312241005 3. Endah Setyorini 13312241010 4. Sopa

Lebih terperinci

Siti Nur Faedah Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, Pekanbaru 28293

Siti Nur Faedah Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, Pekanbaru 28293 Proses Difusi Molekul KMnO 4 atau CuSO 4 Di dalam Aquades dan Tekanan Osmotik Cairan Sel Daun Rhoe discolor Dalam Larutan Glukosa Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Siti Nur Faedah 1405113011 Program Studi

Lebih terperinci

Luas permukaan. Jarak zat pelarut dan zat terlarut. Suhu.

Luas permukaan. Jarak zat pelarut dan zat terlarut. Suhu. LAPORAN DIFUSI-OSMOSIS Abstrak Difusi adalah peristiwa perpindahan melekul dengan menggunakan tenaga kinetik bebas, proses perpindahan ini berlangsung dari derajat konsentrasi tinggi ke derajat konsentrasi

Lebih terperinci

MODUL III TRANSPORTASI MEMBRAN SEL

MODUL III TRANSPORTASI MEMBRAN SEL 15 MODUL III TRANSPORTASI MEMBRAN SEL TUJUAN Membandingkan antara proses difusi, osmosis, turgor, plasmolisis, krenasi, dan hemolisis sehingga dapat diketahui perbedaannya dengan jelas. TEORI Membran memiliki

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan

Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan Penentuan Potensial Air Jaringan Tumbuhan Nama Kelompok: Disusun oleh: Putri Mayang Sari NIM. 12030244024 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PLASMOLISIS

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PLASMOLISIS LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PLASMOLISIS Disusun oleh : Eugenia Septhariani XI IPA 1 / 6 SMA SANTA URSULA Jalan Pos No. 2 Jakarta 10010 2010 Tanggal praktikum : Jumat, 13 Agustus 2010 Nama : Eugenia Septhariani

Lebih terperinci

OSMOSIS LATAR BELAKANG

OSMOSIS LATAR BELAKANG OSMOSIS LATAR BELAKANG Sifat koligatif adalah sifat yang hanya bergantung pada jumlah partikel zat terlarut dan tidak tergantung pada jenis partikelnya. Koligatif artinya bergantung pada kumpulan atau

Lebih terperinci

KOMPONEN KIMIA MEMBRAN SEL DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMEABILITAS AZKI AFIDATI PUTRI ANFA ( ) KELOMPOK 3B (A)

KOMPONEN KIMIA MEMBRAN SEL DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMEABILITAS AZKI AFIDATI PUTRI ANFA ( ) KELOMPOK 3B (A) KOMPONEN KIMIA MEMBRAN SEL DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMEABILITAS AZKI AFIDATI PUTRI ANFA (1410422025) KELOMPOK 3B (A) ABSTRAK Membran plasma adalah bagian protoplasma yang berbentuk lapisan tipis

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGAMATAN SEL HEWAN DAN SEL TUMBUHAN

LAPORAN PRAKTIKUM PENGAMATAN SEL HEWAN DAN SEL TUMBUHAN LAPORAN PRAKTIKUM PENGAMATAN SEL HEWAN DAN SEL TUMBUHAN Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah : Konsep Dasar Biologi SD Dosen Pengampu : Ipin Aripin, M.Pd Kelas/Smt : 6 IPA-3 / PGSD Kelompok

Lebih terperinci

TRANSPIRASI TUMBUHAN. Tujuan : - Mengukur laju transpirasi pada dua jenis tumbuhan, yaitu Acalypha sp. dan Bauhemia sp.

TRANSPIRASI TUMBUHAN. Tujuan : - Mengukur laju transpirasi pada dua jenis tumbuhan, yaitu Acalypha sp. dan Bauhemia sp. TRANSPIRASI TUMBUHAN Tujuan : - Mengukur laju transpirasi pada dua jenis tumbuhan, yaitu Acalypha sp. dan Bauhemia sp. - Membandingkan laju transpirasi pada dua jenis tumbuhan. - Mengamati jumlah stomata

Lebih terperinci

LEMBARAN SOAL. Sat. Pendidikan

LEMBARAN SOAL. Sat. Pendidikan LEMBARAN SOAL Mata Pelajaran Sat. Pendidikan Kelas / Program : BIOLOGI : SMA : XI IPA PETUNJUK UMUM 1. Tulis nomor dan nama Anda pada lembar jawaban yang disediakan 2. Periksa dan bacalah soal dengan teliti

Lebih terperinci

BY SMA NEGERI 16 SURABAYA

BY SMA NEGERI 16 SURABAYA Percobaan TEKANAN OSMOTIK BY SMA NEGERI 16 SURABAYA Sri utami, S. Pd Permasalahan Apa yang akan terjadi jika wortel dimasukkan ke dalam 2 jenis larutan yang berbeda (larutan gula dan larutan garam) tetapi

Lebih terperinci

LAPORAN EKSPERIMEN FOTO SISTESIS

LAPORAN EKSPERIMEN FOTO SISTESIS LAPORAN KARYA TEKNOLOGI TEPAT GUNA LAPORAN EKSPERIMEN FOTO SISTESIS Oleh: Supratman, S.Pd. SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 12 BENGKULU 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotosintesis berasal dari kata

Lebih terperinci

OSMOSIS & PENYERAPAN ZAT PADA TUMBUHAN 1 Oleh : Drs. Suyitno Al. MS. 2

OSMOSIS & PENYERAPAN ZAT PADA TUMBUHAN 1 Oleh : Drs. Suyitno Al. MS. 2 1 OSMOSIS & PENYERAPAN ZAT PADA TUMBUHAN 1 Oleh : Drs. Suyitno Al. MS. 2 KOMPETENSI DASAR 1. Memahami osmosis sebagai cara penyerapan air pada tumbuhan 2. Memahami pprinsip dasar cara penyerapan zat pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN HUBUNGAN ANTARA JUMLAH STOMATA DENGAN KECEPATAN TRANSPIRASI

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN HUBUNGAN ANTARA JUMLAH STOMATA DENGAN KECEPATAN TRANSPIRASI LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN HUBUNGAN ANTARA JUMLAH STOMATA DENGAN KECEPATAN TRANSPIRASI Oleh: Ayu Agustini Juhari 1210702007 Tanggal Praktikum : 16 April 2012 Tanggal Pengumpulan : 23 April 2012

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR I LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR I PENENTUAN TITIK BEKU Nama Mahasiswa NIM : Ita Permadani : M0311040 Hari/Tanggal Praktikum : Kamis, 10 November 2011 Kelompok : 13 Asisten Pembimbing : Dewi Nur Rita LABORATORIUM

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN. Hubungan Antara Jumlah Stomata Dengan Kecepatan Transpirasi. Nama : Bani Nugraha.

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN. Hubungan Antara Jumlah Stomata Dengan Kecepatan Transpirasi. Nama : Bani Nugraha. LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Hubungan Antara Jumlah Stomata Dengan Kecepatan Transpirasi Nama : Bani Nugraha Nim : 1210702008 Tanggal Praktikum : 16 April 2012 Tanggal Pengumpulan : 23 April 2012

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan yang diampu oleh Drs.Dahlia, M.Pd Disusun oleh : Kelompok II/Offering A 1. Annas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup, baik secara struktural dan fungsional. Sel merupakan satuan dasar yang menyusun organisme. Pada tahun 1665 seorang ilmuwan

Lebih terperinci

ULANGAN TENGAH SEMESTER (UTS) GASAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014

ULANGAN TENGAH SEMESTER (UTS) GASAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014 1 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) 38 Jl. Raya Lenteng Agung Jagakarsa Jakarta Selatan 12610 Telepon: 7270865, Fax: 7872056 ULANGAN TENGAH

Lebih terperinci

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis.

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis. LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis. Pendahuluan Fotosintesis merupakan proses pemanfaatan enegi matahari oleh tumbuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : BIOLOGI Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA )

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : BIOLOGI Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA ) LEMBARAN SOAL Mata Pelajaran : BIOLOGI Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA ) PETUNJUK UMUM 1. Tulis nomor dan nama Anda pada lembar jawaban yang disediakan 2. Periksa dan bacalah

Lebih terperinci

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN BAB 1 SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Gambar 1.1 Proses kenaikan titik didih Sumber: Jendela Iptek Materi Pada pelajaran bab pertama ini, akan dipelajari tentang penurunan tekanan uap larutan ( P), kenaikan titik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL Nama : Ardian Lubis NIM : 121810301028 Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada November 2013-Mei 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada November 2013-Mei 2014 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada November 2013-Mei 2014 di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Praktikum Fisiologi Tumbuhan

Praktikum Fisiologi Tumbuhan Praktikum Fisiologi Tumbuhan Pengaruh Luas Daun Terhadap Kecepatan Absorpsi Air Tanggal Praktikum : 29 Maret 2012 Tanggal Pengumpulan : 5 April 2012 Nama : Melin Amalia NIM : 1210702036 Semester : IV Kelas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

Sulistyani M.Si

Sulistyani M.Si Sulistyani M.Si Email:sulistyani@uny.ac.id + Larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Jumlah zat terlarut dalam suatu larutan dinyatakan dengan konsentrasi larutan. Secara kuantitatif,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI HEWAN

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI HEWAN LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI HEWAN Oleh : Annisa Putri 1302101010047 Gusfri Salman 1302101010001 Hafitatul Aini 1302101010213 Muhammad Rizky Ramadhan 1302101010215 Nisma Hayani 1302101010128 Nurhaspika 1302101010

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis (Fisiologi Tumbuhan) Disusun oleh J U W I L D A 06091009027 Kelompok 6 Dosen Pembimbing : Dra. Tasmania Puspita, M.Si. Dra. Rahmi Susanti, M.Si. Ermayanti,

Lebih terperinci

RESUME FISIOLOGI TUMBUHAN PERTEMUAN KE 2

RESUME FISIOLOGI TUMBUHAN PERTEMUAN KE 2 RESUME FISIOLOGI TUMBUHAN PERTEMUAN KE 2 KESEIMBANGAN AIR DALAM TANAMAN Air berfungsi sebagai bahan dasar fotosintesis, mencegah tanaman agar tidak layu, mempertahankan tekanan turgor, membantu proses

Lebih terperinci

Fisiologi Tumbuhan. PNA 2462 B/D Didik Indradewa Eka Tarwaca Susila Putra

Fisiologi Tumbuhan. PNA 2462 B/D Didik Indradewa Eka Tarwaca Susila Putra Fisiologi Tumbuhan PNA 2462 B/D Didik Indradewa Eka Tarwaca Susila Putra Sistem Perkuliahan Student centered learning : dibagi dalam kelompok diskusi, mahasiswa presentasi, ditambah materi dari dosen Research

Lebih terperinci

Rima Puspa Aryani : A1C311010

Rima Puspa Aryani : A1C311010 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA SMA (AKKC 351) PERCOBAAN VIII SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Dosen: Dra. Hj. St. H. Nurdiniah, M.Si Drs. Rusmansyah, M.Pd Asisten Praktikum: Siti Meisyarah Trisda Mila Disusun Oleh: Kelompok

Lebih terperinci

BIOLOGI UMUM SEMESTER GASAL 2014/2015 PRODI PENDIDIKAN FISIKA OLEH TIM LAYANAN BIOLOGI

BIOLOGI UMUM SEMESTER GASAL 2014/2015 PRODI PENDIDIKAN FISIKA OLEH TIM LAYANAN BIOLOGI BIOLOGI UMUM SEMESTER GASAL 2014/2015 PRODI PENDIDIKAN FISIKA OLEH TIM LAYANAN BIOLOGI SUB POKOK BAHASAN: Mekanisme transpor pada tumbuhan Gambaran umum mekanisme transpor pada tumbuhan Penyerapan air

Lebih terperinci

HUBUNGAN TUMBUHAN DENGAN AIR, TRANSPIRASI DAN EVAPORASI AZKI AFIDATI PUTRI ANFA ( ) KELOMPOK 3B (A)

HUBUNGAN TUMBUHAN DENGAN AIR, TRANSPIRASI DAN EVAPORASI AZKI AFIDATI PUTRI ANFA ( ) KELOMPOK 3B (A) HUBUNGAN TUMBUHAN DENGAN AIR, TRANSPIRASI DAN EVAPORASI AZKI AFIDATI PUTRI ANFA (1410422025) KELOMPOK 3B (A) ABSTRAK Praktikum Hubungan Tumbuhan dengan Air, Transpirasi dan Evaporasi ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR TRANSPORT MEMBRAN SEL

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR TRANSPORT MEMBRAN SEL LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR TRANSPORT MEMBRAN SEL 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel adalah suatu mesin kimia. Sel memperoleh bahan dan energi dari lingkunganya dan mengubahnya di dalam sel melalui

Lebih terperinci

PEMBUATAN PREPARAT STOMATA METODE LEAF CLEARING DAN PREPAPAT STOMATA SEGAR. Laporan Praktikum Mikroteknik. OLEH : : M. Rizqun akbar : J1C112031

PEMBUATAN PREPARAT STOMATA METODE LEAF CLEARING DAN PREPAPAT STOMATA SEGAR. Laporan Praktikum Mikroteknik. OLEH : : M. Rizqun akbar : J1C112031 PEMBUATAN PREPARAT STOMATA METODE LEAF CLEARING DAN PREPAPAT STOMATA SEGAR Laporan Praktikum Mikroteknik Nama NIM Kelompok Asisten OLEH : : M. Rizqun akbar : J1C112031 : II (dua) : Ana Fatmasari PROGRAM

Lebih terperinci

Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor BOGOR.

Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor BOGOR. JURNAL DIFUSI OSMOSIS DIFUSI OSMOSIS Riesqi Ayu Hardianti (G74120070)*, Angkatan 47, Angkatan 48, dan Angkatan 49 Institut pertanian Bogor. Asisten praktikum: Tatang Gunawan (G74100023), Didy Muliawan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI TUMBUHAN STRUKTUR TUMBUHAN PADA TINGKAT SEL

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI TUMBUHAN STRUKTUR TUMBUHAN PADA TINGKAT SEL LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI TUMBUHAN STRUKTUR TUMBUHAN PADA TINGKAT SEL Nama : Khoirun Ni mah NPM : 13320128 Kelas : 3 A PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TRANSPORTASI TRANSMEMBRAN MEMBRAN SEL

TRANSPORTASI TRANSMEMBRAN MEMBRAN SEL 1. Dalam keseharian, seluruh aktifitas biologis, terjadi hubungan antara individu dengan lingkungan 2. Hubungan terjadi dalam bentuk pertukaran zat (cair, padat, gas) 3. Pertukaran zat dari tubuh ke lingkungan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian

Lebih terperinci

RESPIRASI DAN FOTOSINTESIS

RESPIRASI DAN FOTOSINTESIS Nama Faizal Ariqi NIM 175100300111052 Jurusan TIP Kelas F Kelompok F3 6 RESPIRASI DAN FOTOSINTESIS PRE-LAB 1. Apa yang dimaksud respirasi dan fotosintesis? Jelaskan! 2. Jelaskan pengertian dan perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada perbanyakan secara generatif, masalah utama yang dihadapi adalah lamanya waktu yang diperlukan biji untuk berkecambah. Hal ini dikarenakan beberapa faktor antara

Lebih terperinci

Jurnal Biology Education Vol. 4 No. 1 April 2015 PERBEDAAN TINGKAT LAJU OSMOSIS ANTARA UMBI SOLONUM TUBEROSUM DAN DOUCUS CAROTA.

Jurnal Biology Education Vol. 4 No. 1 April 2015 PERBEDAAN TINGKAT LAJU OSMOSIS ANTARA UMBI SOLONUM TUBEROSUM DAN DOUCUS CAROTA. PERBEDAAN TINGKAT LAJU OSMOSIS ANTARA UMBI SOLONUM TUBEROSUM DAN DOUCUS CAROTA Oleh: Yahya Dosen Kopertis Wil. I dpk FKIP Unigha Sigli ABSTRAK Telah dilakukan Penelitian tentang tingkat laju Osmosis antara

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM. Biologi umum (kimia) Oleh : Dr. Tyas Pramesti G Ria Ramadhani, S.Kep Asmuni Hasyim, M.Si

PETUNJUK PRAKTIKUM. Biologi umum (kimia) Oleh : Dr. Tyas Pramesti G Ria Ramadhani, S.Kep Asmuni Hasyim, M.Si PETUNJUK PRAKTIKUM Biologi umum (kimia) Oleh : Dr. Tyas Pramesti G Ria Ramadhani, S.Kep Asmuni Hasyim, M.Si JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL Oleh: Ainun Nikmati Laily, M.Si Fitriyah, M. Si dr. Alvi Milliana JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2013 I. Tujuan TOPIK I Sel

Lebih terperinci

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Sifat koligatif larutan yaitu sifat larutan yang hanya dipengaruhi oleh jumlah partikel zat terlarut. Syarat sifat koligatis: 1. Larutan harus encer (larutan dianggap ideal) tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Malaria Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa penyakit malaria dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini dapat menemukan

Lebih terperinci

Daya Tekan Akar dan Daya Isap Daun.

Daya Tekan Akar dan Daya Isap Daun. Daya Tekan Akar dan Daya Isap Daun. I. Tujuan Adapun tujuan dari dilakukannya praktikum ini, yaitu agar mahasiswa mampu mengamati, dan membuktikan adanya daya tekan akar dan daya hisap daun dalam proses

Lebih terperinci

Teknik Pewarnaan Bakteri

Teknik Pewarnaan Bakteri MODUL 5 Teknik Pewarnaan Bakteri POKOK BAHASAN : Teknik Pewarnaan GRAM (Pewarnaan Differensial) TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Mempelajari cara menyiapkan apusan bakteri dengan baik sebagai prasyarat untuk mempelajari

Lebih terperinci

BAB 1 SIFAT KOLIGATIF LARUTAN. STANDART KOMPETENSI Mendeskripsikan sifat-sifat larutan, metode pengukuran serta terapannya.

BAB 1 SIFAT KOLIGATIF LARUTAN. STANDART KOMPETENSI Mendeskripsikan sifat-sifat larutan, metode pengukuran serta terapannya. BAB 1 SIFAT KOLIGATIF LARUTAN STANDART KOMPETENSI Mendeskripsikan sifat-sifat larutan, metode pengukuran serta terapannya. KOMPETENSI DASAR Mendeskripsikan penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN 1 SIFAT KOLIGATIF LARUTAN A. KONSENTRASI LARUTAN B. PENGERTIAN SIFAT KOLIGATIF LARUTAN C. SIFAT KOLIGATIF LARUTAN NONELEKTROLIT D. SIFAT KOLIGATIF LARUTAN ELEKTROLIT Di dalam kehidupan sehari-hari, banyak

Lebih terperinci

Proses Membuka dan Menutupnya Stomata pada Tumbuhan

Proses Membuka dan Menutupnya Stomata pada Tumbuhan Proses Membuka dan Menutupnya Stomata pada Tumbuhan Sebagian besar proses transpirasi pada tanaman lewat stomata, stomata bagian terbesar berada pada permukaan bawah daun yang memungkinkan terjadinya pertukaran

Lebih terperinci

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I PRAKTIKUM KIMIA DASAR I REAKSI KIMIA PADA SIKLUS LOGAM TEMBAGA Oleh : Luh Putu Arisanti 1308105006 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BADUNG TAHUN 2013/2014

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA. B.

Lebih terperinci

PRAKTIKUM VI I. ALAT DAN BAHAN II. CARA KERJA

PRAKTIKUM VI I. ALAT DAN BAHAN II. CARA KERJA PRAKTIKUM VI Topik : Epidermis dan Derivatnya Tujuan : Untuk mengamati bentuk-bentuk epidermis, trikoma dan stoma Hari/Tanggal : Kamis, 16 April 2011 Tempat : Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI TUMBUHAN. Stomata

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI TUMBUHAN. Stomata LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI TUMBUHAN Stomata DISUSUN OLEH : Irwin Septian F05110003 Kelompok VII PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI RESPIRASI KECAMBAH. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Djukri, M.S.

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI RESPIRASI KECAMBAH. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Djukri, M.S. LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI RESPIRASI KECAMBAH Dosen Pengampu: Prof. Dr. Djukri, M.S. Disusun oleh: Nama : Sofyan Dwi Nugroho NIM : 16708251021 / Pendidikan Sains B PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS PROGRAM

Lebih terperinci

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3)

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3) Riswanto, S. Pd, M. Si SMA Negeri 3 Rantau Utara 3 Gerakan zat melintasi membran sel 3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3) A Bagaimana struktur dari membran sel? (Book 1A, p. 3-3) Struktur membran sel dapat

Lebih terperinci

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN SIFAT KOLIGATIF LARUTAN PENURUNAN TEKANAN UAP Penurunan Tekanan Uap adalah selisih antara tekanan uap jenuh pelarut murni dengan tekanan uap jenuh larutan. P = P - P P = Penurunan Tekanan Uap P = Tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Prinsip Pengukuran tegangan permukaan berdasarkan metode berat tetes

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Prinsip Pengukuran tegangan permukaan berdasarkan metode berat tetes BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu molekul dalam fasa cair dapat dianggap secara sempurna dikelilingi oleh molekul lainnya yang secara rata-rata mengalami daya tarik yang sama ke semua arah. Bila

Lebih terperinci

Sifat Koligatif Larutan

Sifat Koligatif Larutan Sifat Koligatif Larutan A. PENDAHULUAN Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung kepada jenis zat, tetapi hanya bergantung pada konsentrasi larutan. Sifat koligatif terdiri dari

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PERCOBAAN 5 Penentuan Tegangan Permukaan Cara Cincin Du Nouy. Dosen Pembina Bapak Sumari dan Bapak Yahmin

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PERCOBAAN 5 Penentuan Tegangan Permukaan Cara Cincin Du Nouy. Dosen Pembina Bapak Sumari dan Bapak Yahmin LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PERCOBAAN 5 Penentuan Tegangan Permukaan Cara Cincin Du Nouy Dosen Pembina Bapak Sumari dan Bapak Yahmin Kelompok : 10 Anggota Kelompok 1. Novita Putri Islamiyah (140332600407)

Lebih terperinci

MODUL X FOTOSINTESIS

MODUL X FOTOSINTESIS 58 MODUL X FOTOSINTESIS TUJUAN Membuktikan fotosintesis menghasilkan karbohidrat dan oksigen. TEORI Fotosintesis merupakan suatu peristiwa penyusunan senyawa komplek dari senyawa sederhana dengan bantuan

Lebih terperinci

I Sifat Koligatif Larutan

I Sifat Koligatif Larutan Bab I Sifat Koligatif Larutan Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari bab ini Anda dapat menjelaskan dan membandingkan sifat koligatif larutan nonelektrolit dengan sifat koligatif larutan elektrolit. Pernahkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biologi yang sangat efektif, karena siswa dapat mempelajari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Biologi yang sangat efektif, karena siswa dapat mempelajari hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Preparat mikroskopis tumbuhan adalah salah satu media pembelajaran Biologi yang sangat efektif, karena siswa dapat mempelajari hubungan struktural dari jaringan

Lebih terperinci

Jurnal Praktikum. Kimia Fisika II. Difusi Gas. Tanggal Percobaan: Senin, 08-April Disusun Oleh: Aida Nadia ( ) Kelompok 3 Kloter I:

Jurnal Praktikum. Kimia Fisika II. Difusi Gas. Tanggal Percobaan: Senin, 08-April Disusun Oleh: Aida Nadia ( ) Kelompok 3 Kloter I: Jurnal Praktikum Kimia Fisika II Difusi Gas Tanggal Percobaan: Senin, 08-April-2014 Disusun Oleh: Aida Nadia (1112016200068) Kelompok 3 Kloter I: Wiwiek Anggraini (1112016200045) Millah Hanifah (1112016200073)

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 1: Sifat Koligatif Larutan. Menguasai teori aplikasi materipelajaran yang diampu secara mendalam pada kimia larutan.

Kegiatan Belajar 1: Sifat Koligatif Larutan. Menguasai teori aplikasi materipelajaran yang diampu secara mendalam pada kimia larutan. Kegiatan Belajar 1: Sifat Koligatif Larutan Capaian Pembelajaran Menguasai teori aplikasi materipelajaran yang diampu secara mendalam pada kimia larutan. Subcapaian pembelajaran: 1. Menentukan sifat koligatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Apus Darah Tepi Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit dan mencari adanya

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN KOMPOSISI KIMIA MEMBRAN SEL DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMEABILITAS

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN KOMPOSISI KIMIA MEMBRAN SEL DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMEABILITAS LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN KOMPOSISI KIMIA MEMBRAN SEL DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMEABILITAS OLEH : NAMA : TOMI ANUGRAH PRATAMA NBP : 07 133 022 KELOMPOK : v REKAN KERJA : 1. ASISTEN : NOVI

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN DASAR

PETUNJUK PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN DASAR PETUNJUK PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN DASAR Oleh : Drs. Suyitno Al. MS. PROGRAM STUDI BIOLOGI JURDIK BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2003 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

Laporan Hasil Pengamatan Sel Bawang Merah dan Daun Rhodiscolor

Laporan Hasil Pengamatan Sel Bawang Merah dan Daun Rhodiscolor Laporan Hasil Pengamatan Sel Bawang Merah dan Daun Rhodiscolor KATA PENGANTAR Puji syukur penulis penjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

Titik Leleh dan Titik Didih

Titik Leleh dan Titik Didih Titik Leleh dan Titik Didih I. Tujuan Percobaan Menentukan titik leleh beberapa zat ( senyawa) Menentukan titik didih beberapa zat (senyawa) II. Dasar Teori 1. Titik Leleh Titik leleh adalah temperatur

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM. Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten :

PEDOMAN PRAKTIKUM. Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten : PEDOMAN PRAKTIKUM Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten : FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 KEGIATAN i MIKROSKOP Prosedur A. Memegang dan Memindahkan Mikroskop 1. Mikroskop dipindahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel tumbuhan adalah unit struktural, fungsional, dan fundamental terkecil suatu tumbuhan. Di dalam sel tumbuhan terdapat dinding sel, membran sel, inti, dan organelnya.

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN. Disusun oleh. Dr. Dra. Ni Putu Adriani Astiti, M.Si Ir. Made Ria Defiani, M.Sc. ( Hons )

PETUNJUK PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN. Disusun oleh. Dr. Dra. Ni Putu Adriani Astiti, M.Si Ir. Made Ria Defiani, M.Sc. ( Hons ) PETUNJUK PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Disusun oleh Dr. Dra. Ni Putu Adriani Astiti, M.Si Ir. Made Ria Defiani, M.Sc. ( Hons ) LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS M I P A UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PEWARNAAN SPORA BAKTERI. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi yang diampu oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.

LAPORAN PRAKTIKUM PEWARNAAN SPORA BAKTERI. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi yang diampu oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M. LAPORAN PRAKTIKUM PEWARNAAN SPORA BAKTERI Untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi yang diampu oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd Oleh: Kelompok 5 S1 Pendidikan Biologi Offering A Annas Jannaatun

Lebih terperinci

STOMATA Biosintesis, Mekanisme Kerja Dan Peranannya Dalam Metabolisme AFIFUDDIN DALIMUNTHE

STOMATA Biosintesis, Mekanisme Kerja Dan Peranannya Dalam Metabolisme AFIFUDDIN DALIMUNTHE STOMATA Biosintesis, Mekanisme Kerja Dan Peranannya Dalam Metabolisme AFIFUDDIN DALIMUNTHE Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Stomata berasal dari bahasa

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN OLEH: TIM FISIOLOGI TUMBUHAN Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan 2016 1 LAB. FISIOLOGI TUMBUHAN JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANATOMI FISIOLOGI TUMBUHAN

ANATOMI FISIOLOGI TUMBUHAN MODUL PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI TUMBUHAN Disusun Oleh Febriana Dwi Wahyuni, M.Si. PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2017 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan

Lebih terperinci

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari Setelah mempelajari dan memahami konsep atom, ion, dan molekul, kini saatnya mempelajari ketiganya dalam bahan kimia sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah dapat melihat atom, ion,

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1. Autotrof. Parasit. Saprofit

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1. Autotrof. Parasit. Saprofit SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1 1. Makhluk hidup yang dapat berfotosintesis adalah makhluk hidup... Autotrof Heterotrof Parasit Saprofit Kunci Jawaban : A Makhluk hidup autotrof

Lebih terperinci

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN SIFAT KOLIGATIF LARUTAN DEFINISI Sifat koligatif larutan : sifat larutan yang tidak tergantung pada jenis zat terlarut tetapi hanya tergantung pada banyakknya partikel zat terlarut dalam larutan. Sifat

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 lat dan Bahan lat yang digunakan pada pembuatan karbon aktif pada penilitian ini adalah peralatan sederhana yang dibuat dari kaleng bekas dengan diameter 15,0 cm dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Alat dan bahan tercantum dalam Lampiran 1. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Struktur dan Perkembangan

Lebih terperinci

Praktikum I Cara Menggunakan Mikroskop

Praktikum I Cara Menggunakan Mikroskop Praktikum I Cara Menggunakan Mikroskop Mengenal Mikroskop Mikroskop merupakan alat utama dalam melakukan pengamatan dan penelitian dalam bidang Biologi, karena dapat digunakan untuk mempelajari struktur

Lebih terperinci

KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis

KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis BIOTEKNOLOGI Victoria Henuhili, MSi *)., Jurdik Biologi FMIPA UNY Sub Topik : FUSI PROTOPLAS KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

Ummu Kalsum Andi Lajeng April 5, 2014 JURNAL PRAKTIKUM DIFUSI GAS. Ummu Kalsum Andi Lajeng, Fitri Rahmadhani, Masfufatul Ilma

Ummu Kalsum Andi Lajeng April 5, 2014 JURNAL PRAKTIKUM DIFUSI GAS. Ummu Kalsum Andi Lajeng, Fitri Rahmadhani, Masfufatul Ilma JURNAL PRAKTIKUM DIFUSI GAS Ummu Kalsum Andi Lajeng, Fitri Rahmadhani, Masfufatul Ilma UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ummukalsumandilajeng5@gmail.com ABSTRACT Pada praktikum kali ini yaitu bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) secara faktorial, dengan faktor I varietas kedelai dan faktor II tingkat ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi.

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengetahuan mengenai anatomi mikroskopis baik tentang hewan maupun tumbuhan banyak diperoleh dari hasil pengembangan sediaan mikroteknik atau yang juga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penetapan Kadar Air Tanah (Sumber : Foth H.D,1984) - Ambil cawan 2 buah yang sudah diketahui beratnya.

Lampiran 1. Penetapan Kadar Air Tanah (Sumber : Foth H.D,1984) - Ambil cawan 2 buah yang sudah diketahui beratnya. Lampiran 1. Penetapan Kadar Air Tanah (Sumber : Foth H.D,1984) - Ambil cawan 2 buah yang sudah diketahui beratnya. - Kemudian diambil sampel tanah secara komposit (BTKU) sebanyak 10 g. - Cawan berisi tanah

Lebih terperinci

Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Pertemuan : Minggu ke 1 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Rumah tangga air pada tumbuhan Sub pokok

Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Pertemuan : Minggu ke 1 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Rumah tangga air pada tumbuhan Sub pokok Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan Pertemuan : Minggu ke 1 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Rumah tangga air pada tumbuhan Sub pokok bahasan : 1. Peran air dalam kehidupan tumbuhan 2. Penyerapan

Lebih terperinci