BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan berusaha mensponsori dan mempromosikan suatu brand

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan berusaha mensponsori dan mempromosikan suatu brand community untuk mengetahui lebih jauh mengenai perilaku pelanggan dan bagaimana mereka berinteraksi dengan produk mereka. Selain itu perusahaan juga berusaha untuk mengelola komunitas mereka sendiri. Banyak kegiatan yang sebelumnya diselenggarakan oleh pelanggan secara mandiri lalu kemudian perusahaan bersedia mensponsori dengan tujuan untuk mendapatkan kendali atas brand image dari brand mereka. Pada puncaknya perusahaan sebenarnya ingin menanamkan ke dalam pikiran pelanggan hanya untuk mempertimbangkan satu produk (yaitu produk mereka) yang bertujuan untuk meningkatan pangsa pasar, pangsa konsumen, dan profitabilitas. Penelitian mengenai komunitas dalam konteks pemasaran telah banyak dilakukan. Sebagai contoh, penelitian telah mengidentifikasi pengguna Apple Macintosh (Muniz, 1998), pemilik Harley (Schouten dan McAlexander, 1995), dan pengemudi Jeep (McAlexander dan Schouten, 2002), sebagai suatu anggota brand community yang lebih besar. Muniz dan O'Guinn (2001) menjelaskan bahwa brand community adalah suatu ikatan komunitas yang khusus, tidak terikat secara geografis, berdasarkan struktur sosial mengatur hubungan di antara 1

2 2 pengagum dari suatu merek". Demikian juga, McAlexander dkk. (2002), menentukan brand community sebagai "sebuah jalinan hubungan antara sesama pelanggan". Dalam konteks pemasaran pula suatu komunitas biasanya terbentuk di seputaran merek yang telah melegenda dan memiliki sejarah panjang dalam berkompetisi dengan pesaing lainnya. Brand community yang besar biasanya terbentuk pada merek-merek yang bergerak dalam pasar niche dan memerlukan investasi konsumen yang besar terhadap uang dan waktu (misalkan, komunitas Harley Davidson, komunitas pencinta Mercedes, dll.). Tetapi dalam penelitian terbaru (Cova and Pace, 2006) menunjukkan bahwa manajemen brand community juga dapat menjadi pilihan bagi produk lain yang bergerak di luar pasar niche. Sejalan pengertian brand community oleh Muniz dan O Guinn, 2001 maka segala komunitas yang mengarah pada suatu merek tertentu dapat dikatakan sebagai brand community. Baik komunitas tersebut dikelola oleh perusahaan pemilik merek maupun yang dimulai secara independen oleh orang-orang yang fanatik terhadap suatu merek. Perkembangan teknologi internet telah membawa perubahan terhadap perkembangan brand community. Komunitas yang tadinya hanya berlangsung di dunia nyata bergeser dan bahkan berkembang di dunia online (internet). Sicilia dan Palazn (2007), mengartikan online brand community sebagai sekelompok individual dengan persamaan minat terhadap merek tertentu dan berkomunikasi satu sama lain melalui media elektronik yang difasilitasi oleh perusahaan pemilik

3 3 merek. Kozinets (1999) mengatakan bahwa semakin banyak konsumen ikut aktif berpartisipasi dalam komunitas online. Penelitian menunjukkan bahwa pembentukan komunitas dalam konteks pemasaran bukanlah hal yang tidak disengaja melainkan suatu hal yang disengaja, bersifat positif, dan mampu mempengaruhi. Dan lebih lanjut dikatakan bahwa hubungan antar anggota komunitas menjadi lebih penting daripada hubungan anggota komunitas dengan perusahaan pemilik merek. Hal ini didukung oleh pernyataan McAlexander (2002), bahwa keberadaan dan arti dari suatu komunitas adalah pada pengalaman konsumen daripada keberadaan suatu merek disekitar pengalaman konsumen. Strategi pemasaran berbasis komunitas memiliki keuntungan tersendiri, perusahaan mendapatkan sarana promosi gratis yaitu melalui word-of-mouth dari anggota komunitas, hal ini sudah terjadi di brand community Toyota pada saat akan meluncurkan produk terbaru mereka Toyota Altis pada tahun 2008 silam. Keuntungan lainnya adalah perusahaan bisa mendapatkan masukan dari para konsumen mengenai produk yang akan mereka luncurkan, seperti dalam kasus Dell pada tahun 2007 saat akan meluncurkan produk berbasis Linux Ubuntu. Walaupun dengan berbagai keuntungan yang ditawarkan dengan adanya online brand community ini, para pelaku usaha khususnya bidang pemasaran masih menganggap bahwa brand community sebagai suatu komunitas yang homogen. Hal tersebut dapat menyesatkan, sebab bagaimana pun juga masingmasing individu dalam komunitas memiliki motivasi yang berbeda untuk bergabung dalam suatu brand community.

4 4 1.2 Perumusan Masalah Pertanyaan yang muncul dikalangan perusahaan atau pemilik brand adalah manakah yang lebih menguntungkan? Mendirikan dan mengelola komunitas berbasis brand mereka atau hanya cukup mendukung dan mensponsori brand community yang telah mengusung brand mereka. Maka dalam penelitian ini penulis akan menjawab pertanyaan tersebut dengan mengidentifikasi perbedaan dari sisi brand performance kedua jenis online brand community tersebut. 1.3 Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan melakukan penelitian ini adalah untuk: 1. Memberikan suatu gambaran bahwa brand community bukan merupakan suatu komunitas yang homogen. 2. Melakukan analisis brand performance yang terdiri dari attitude toward brand, brand involvement, brand loyalty, community participation dan online sense of community terhadap konsumen yang bergabung menjadi anggota suatu brand community. 3. Membandingkan antara dua jenis online brand community yang berbeda, yaitu brand community independen dan brand community milik perusahaan.

5 5 Adapun manfaat dari penulisan ini adalah: 1. Menjadi bahan acuan bagi pemimpin perusahaan yang akan menerapkan strategi pemasaran berbasis komunitas. 2. Menjadi masukan bagi perusahaan yang telah menggunakan strategi pemasaran berbasis komunitas dalam bisnisnya. 3. Menjadi referensi ilmiah bagi pembaca lainnya untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai strategi pemasaran berbasis komunitas. 4. Menjadi dasar acuan untuk penelitian lebih lanjut pada masa yang akan datang. 1.4 Ruang Lingkup Dalam penelitian ini akan difokuskan kepada online brand community yang ada di Indonesia dan dianggap telah mapan ditandai dengan pernah dilakukannya ritual komunitas yang secara rutin diadakan. Pengertian brand community yang dikelola perusahaan pemilik merek adalah komunitas yang dimulai oleh pihak perusahaan yang bertujuan untuk mengumpulkan data konsumen pengguna suatu produk (misalkan komunitas indosat, telkomsel SimpatiZone, komunitas Yaris, dll.). Sedangkan brand community independen adalah brand community yang secara mandiri dikelola oleh konsumen yang tidak memiliki keterikatan dengan perusahaan pemilik merek namun membentuk suatu wadah yang berorientasi pada

6 6 suatu merek (misalkan, Honda Tiger Mailing List, Jazz Vit Club, Avanza Xenia Club, dll.). Dalam penelitian ini brand community independen akan diwakili oleh E30 Register BMWCCI, yaitu komunitas pencinta kendaraan BMW. Sedangkan untuk brand community milik perusahaan akan diwakili oleh Yaris Groovynations, sebuah komunitas online yang mewadahi para pengguna kendaraan Toyota Yaris.