BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain, mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain, mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1. Pengertian Hukum Setiap manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendirisendiri dan dalam pergaulan hidupnya mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk memperoleh keperluan hidupnya. Akan tetapi seringkali kepentingankepentingan itu berlainan bahkan ada juga yang bertentangan sehingga dapat menimbulkan pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama. Dalam hal ini orang atau golongan kuat menindas orang atau golongan yang lemah untuk menekan kehendaknya (C.S.T. Kansil, 1989: 33). Apabila ketidak-seimbangan hubungan masyarakat meningkat menjadi perselisihan itu dibiarkan, maka mungkin akan timbul perpecahan dalam masyarakat, oleh karena itu dalam masyarakat yang teratur manusia/anggota masyarakat itu harus memperhatikan kaedah-kaedah, norma-norma ataupun peraturan-peraturan hidup tertentu yang ada dan hidup dalam masyarakat dimana ia hidup. Peraturan hidup kemasyarakatan yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin tata-tertib dalam masyarakat dinamakan peraturan hukum atau kaedah hukum (C.S.T. Kansil, 1989: 33). 10

2 C.S.T. Kansil dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (1989: 38) memberikan beberapa pengertian hukum menurut sarjana, yaitu: a. Utrecht dalam bukunya yang berjudul Pengantar Dalam Hukum Indonesia menyatakan bahwa hukum adalah himpunan peraturanperaturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata-tertib suatu masarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat. b. S.M. Amin dalam bukunya yang berjudul Bertamsya ke Alam Hukum menyatakan bahwa hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturanperaturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi. c. Tirtaatmidjaja dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perniagaan menjelaskan bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu. Surojo Wignojodipuro (1974: 11) mengemukakan bahwa hukum mempunyai peranan dalam mengatur hubungan antara sesama warga masyarakat yang satu dengan yang lain. Hubungan tersebut harus dilakukan menurut norma atau kaidah yang berlaku. Adanya kaidah hukum itu bertujuan untuk mengusahakan kepentingan-kepentingan yang terdapat dalam masyarakat sehingga dihindarkan kekacauan dalam masyarakat. Berdasarkan pengertian hukum yang berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia dimana jika kepentingan manusia terlindungi, maka hukum harus dilaksanakan secara normal dan damai. 11

3 2. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan Hukum terdiri dari kata perlindungan dan hukum. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2007: 707), perlindungan berarti tempat berlindung. Sedangkun hukum menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2007: 426) adalah peraturan yang dibuat oleh penguasa (pemerintah, negara). Philipus M. Hadjon (1987: 205) memberi pengertian tentang perlindungan hukum bahwa perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenangwenangan. Philipus M. Hadjon (1987: 3) kemudian membedakan perlindungan hukum menjadi dua, yaitu: a. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan hukum preventif mempunyai tujuan untuk mencegah terjadinya permasalahan atau sengketa; b. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif mempunyai tujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul, dilakukan dengan cara menerapkan sanksi terhadap pelaku agar dapat memulihkan hukum kepada keadaan sebenarnya. Perlindungan hukum jenis ini dilakukan di pengadilan. 12

4 B. Hukum Perlindungan Konsumen 1. Sejarah Perlindungan Konsumen Gerakan perlindungan konsumen di Indonesia dimulai sekitar 20 tahun yang lalu ditandai dengan berdirinya suatu lembaga swadaya masyarakat yang bernama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Setelah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, kemudian muncul beberapa organisasi serupa, antara lain Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang yang bergabung sebagai anggota Consumer International (CI) (Shidarta, 2003: 42). Lembaga swadaya masyarakat yang serupa berorientasi kepada kepentingan pelayanan konsumen seperti Yayasan Lembaga Bina Konsumen Indonesia (YLBKI) di Bandung dan perwakilan di berbagai propinsi di tanah air. Gerakan konsumen Indonesia mencatat prestasi besar setelah naskah akademik Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berhasil dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya rancanganya disahkan menjadi undang-undang (Shidarta, 2003: 42). 2. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Hukum Perlindungan Konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan serta penggunaan produk (barang/jasa) konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat (Firman TE, 2016: 51). Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang 13

5 Perlindungan Konsumen bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Eli Wuria Dewi (2015: 30) menjelaskan istilah hukum, perlindungan hukum, perlindungan konsumen dan konsumen yang terdapat dalam Hukum Perlindungan Konsumen guna mempermudah kajian tentang Hukum perlindungan Konsumen. Diantaranya adalah sebagai berikut: a. Hukum Hukum merupakan kaidah atau peraturan yang secara resmi bersifat mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah bertujuan untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; b. Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat secara umum; c. Perlindungan Konsumen Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat konsumen; d. Konsumen Konsumen adalah setiap pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 14

6 3. Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen Janus Sidablok (2014: 5) mengemukakan rumusan tentang alasan pokok mengapa konsumen perlu dilindungi. Alasan-alasan pokok mengapa konsumen perlu dilindungi antara lain: a. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa sebagaimana yang diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak negatif penggunaan teknologi; c. Melindungi konsumen diperlukan untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional; d. Melindungi konsumen diperlukan untuk menjamin sumber dana pembangunan yang berasal dari masyarakat konsumen. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 3, perlindungan konsumen bertujuan untuk : a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakain barang dan/atau jasa; 15

7 c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, kamanan dan keselamatan konsumen. 4. Asas Hukum Perlindungan Konsumen Satjipto Rahardjo (1991: 87) berpendapat bahwa asas hukum bukan merupakan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang biasa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya, asasasas hukum memberi makna etis kepada setiap peraturan-peraturan hukum serta tata hukum. Menurut terminologi bahasa, yang dimaksud dengan istilah asas ada dua pengertian. Arti asas pertama adalah dasar, alas, fundamen. Sedangkan arti asas yang kedua adalah suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir atau berpendapat dan sebagainya (Poerwadarminta, 2007: 60-61). Elia Wuria Dewi (2015: 10-12) menjelaskan lebih lanjut mengenai masing-masing asas-asas perlindungan hukum terhadap konsumen sebagaimana yang telah tercantum di dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu: 16

8 a. Asas Manfaat Asas manfaat ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya yang dilakukan dalam penyelenggaraan penyelesaian permasalahan perlindungan konsumen, harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan, sehingga tidak ada pihak yang merasakan adanya diskriminasi. b. Asas Keadilan Asas keadilan dalam perlindungan hukum konsumen ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberi kesempatan kepada konsumen maupun produsen (pengusaha) untuk dapat memperoleh haknya masing-masing, dan juga melaksanakan kewajibannya secara adil sehingga tidak memberatkan salah satu pihak. c. Asas Keseimbangan Asas keseimbangan ini menghendaki agar konsumen, produsen (pengusaha), dan pemerintah dapat memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan serta penegakan hukum terhadap perlindungan konsumen. d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen Asas keamanan dan keselamatan konsumen ini dimaksukan untuk memberi jaminan atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan kepada konsumen di dalam penggunaan, pemakaian, pemanfaatan, serta mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya. 17

9 e. Asas Kepastian Hukum Asas kepastian hukum ini dimaksudkan agar baik produsen (pelaku usaha) maupun konsumen dapat mentaati hukum serta memperoleh keadilan di dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, dan negara yang memberikan jaminan kepastian hukum. 5. Sumber Hukum Perlindungan Konsumen a. Undang-undang Dasar ) Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dalam alinea IV yang berbunyi...kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia... menyiratkan bahwa Hukum Perlindungan Konsumen mendapatkan landasan hukumnya. Kata melindungi menurut Az. Nasution (2002: 32) mengandung asas (hukum) pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan terhadap segenap bangsa mengandung makna bahwa perlindungan hukum tersebut diberikan kepada segenap bangsa, baik laki-laki maupun perempuan, baik kaya maupum miskin, baik orang desa atau orang kota, baik tua maupun muda, baik orang asli maupun keturunan seta perlindungan hukum baik bagi pelaku usaha maupun konsumen. 2) Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, menyatakan bahwa tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Penjelasan dari pasal ini yaitu bahwa ketentuan mengenai hak warga negara. Hak warga negara yang dinyatakan dalam penjelasan pasal 27 (2) Undang-undang Dasar 1945 adalah 18

10 hak warga negara yang menjamin agar mereka dapat hidup sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya hak-hak yang bersifat fisik, material tetapi juga hak bersifat psikis, seperti hak mendapat pengetahuan yang benar tentang segala barang dan jasa yang ditawarkan. 3) Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undangundang. Dalam penjelasan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa hasrat bangsa Indonesia untuk membangun negara yang bersifat demokratis dan hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan peri kemanusiaan. Berbagai hak yang dimiliki konsumen telah masuk dalam kedua pasal tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa Undang-undang Dasar 1945 merupakan suatu sumber hukum bagi perlindungan konsumen karena hak konsumen terdapat di dalamnya (AZ. Nasution, 2002: 32). b. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Dalam Buku III tentang Perikatan antara lain: 1) Pasal 1238 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. 19

11 2) Pasal 1238 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyebutkan tentang waktu yang dinyatakan debitur lalai, yaitu jika hingga lewatnya waktu yang ditetapkan, debitur belum melaksanakan perikatan atau prestasi yang telah ditentukan. 3) Pasal 1267 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memberikan pilihan kepada debitur untuk menunjuk pihak debitur karena perbuatan wanprestasi yang dilakukan debitur, bahwa kepada kreditur dapat memilih tuntutan sebagai berikut: a) Pemenuhan perjanjian; b) Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi; c) Pembatalan perjanjian; d) Pembatalan disertai ganti rugi. 4) Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 syarat, yaitu: a) Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian; b) Ada kecakapan pihak-pihak yang membuat perjanjian; c) Ada suatu hal tertentu; d) Ada suatu sebab yang halal. Kesepakatan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini tidak diberikan dalam kekhilafan, paksaan atau penipuan. Kesepakatan yang dicapai karena penipuan dapat dimintakan pembatalan. Penipuan dalam hal ini dirumuskan sebagai pernyataan tentang fakta yang dibuat oleh suatu pihak dalam perjanjian terhadap pihak lainya sebelum perjanjian itu 20

12 terjadi, dengan maksud untuk membujuk pihak lainnya membuat perjanjian, sedangkan perjanjian itu tidak benar atau palsu (Abdulkadir Muhamad, 1982: 120). 5) Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang yang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengatur tentang ganti rugi yang diakibatkan perbuatan melawan hukum, maka Pasal ini juga dapat digunakan untuk melindungi hak konsumen, apabila seseorang dalam hal ini konsumen merasa dirugikan oleh pelaku usaha. c. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Sumber hukum perlindungan konsumen juga terdapat dalam hukum pidana yaitu dalam buku III tentang Pelanggaran. Ketentuan tersebut antara lain terdapat dalam Pasal 204, 205 Kitab Undangundang Hukum Pidana, yaitu: 1) Pasal 204 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ayat (1) menyebutkan bahwa barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat berbahaya tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Dalam pasal 204 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ayat (2) yang menyebutkan bahwa jika perbuatan 21

13 itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. 2) Pasal 205 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ayat (1) menyebutkan bahwa barangsiapa karena kesalahannya (kealpaanya) menyebabkan barang-barang yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang dijual, diserahkan atau dibagi-bagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 3) Pasal 205 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ayat (2) menyebutkan bahwa jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun. d. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen e. Peraturan Perundang-undangan lain Berbagai peraturan perundangan lain diantaranya: 1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan ; 2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 22

14 3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; 4) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; 5) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten; 6) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merk; 7) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta; 8) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran; 9) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 10) Undang-ndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; 11) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.; 12) Serta berbagai peraturan lain yang termasuk dalam ranah hukum publik, seperti hukum acara, hukum administrasi, hukum internasional, dll. C. Konsumen 1. Pengertian Konsumen Perlindungan hukum terhadap konsumen menyangkut dalam banyak aspek kehidupan terutama dalam aspek kegiatan bisnis. Dalam Black s Law Dicionary (Henry Campbel, 1979: 315) pengertian konsumen diberi batasan yaitu, A person who buys goods or services for personal family or house holduse, with no intention of resale, a natural person for personal rather than business purpose. Dengan demikian, berdasarkan 23

15 pengertian tersebut, konsumen adalah orang yang membeli suatu produk hanya untuk digunakan olehnya (pemakai akhir), bukan untuk dijual kembali. Namun masalah perlindungan konsumen pada kenyataannya perlu diimbangi dengan langkah-langkah pengawasan agar kualitas dari barang yang bersangkutan tetap terjamin dan tidak merugikan konsumen. Istilah konsumen menurut Adrian Sutedi (2008: 10) berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika) atau consument/koncument (Belanda). Secara terminologi arti kata consumer adalah pihak yang menikmati (makan, memakai), sedangkan menurut Kamus Bahasa Inggris Indonesia, consumer adalah pemakai atau konsumen (Ranuhandoko, 2006: 165). Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan bahwa segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen (Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2015:1). Pengertian konsumen menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang termuat dalam Pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan 24

16 atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan penjelasan resmi Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa di dalamkepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Adapun batasan mengenai konsumen akhir (AZ. Nasution, 2001: 71) tersebut adalah: a. Pemakai terakhir dari barang untuk keperluan sendiri atau orang lain dan tidak untuk diperjual belikan; b. Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali; c. Setiap orang satu keluarga yang mendapat barang untuk dipakai dan tidak untuk dipakai lagi 2. Hak dan Kewajiban Konsumen Dalam pengertian hukum, umumnya yang dimaksud hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya (Sudikno Mertokusumo, 1986: 40). 25

17 Perlindungan akan hak-hak konsumen sebenarnya sudah diatur dalam Pedoman Perlindungan Bagi Konsumen yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN-Guidelines for Consumer Protection) melalui Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa No.39/248 pada tanggal 9 April 1985, pada Bagian II tentang Prinsip-prinsip Umum, Nomor 3 dikemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan konsumen yang diharapkan dapat dilindungi oleh setiap negara di dunia, yaitu: a. Perlindungan dari barang-barang yang berbahaya bagi kesehatan dan keamanan konsumen; b. Perlindungan kepentingan-kepentingan ekonomis konsumen; c. Hak konsumen untuk mendapatkan informasi sehingga mereka dapat memilih sesuatu yang sesuai dengan kebutuhannya; d. Pendidikan konsumen; e. Tersedianya ganti rugi bagi konsumen; f. Kebebasan dalam membentuk lembaga konsumen atau lembagalembaga tersebut untuk mengemukakan pandangan mereka dalam proses pengambilan keputusan (Firman TE, 2016: ). Di Indonesia pengaturan tentang perlindungan terhadap konsumen diatur pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang kemudian dikenal dengan Hukum Perlindungan Konsumen. Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 Undang- 26

18 undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan konsumen (Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2007: 1). Menurut AZ Nasution (1995: 51), ada 3 bentuk kepentingan konsumen, yaitu: a. Kepentingan Fisik Kepentingan fisik adalah kepentingan badani konsumen yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan atau jiwa mereka dalam penggunaan barang dan atau jasa. Kepentingan fisik konsumen dapat terganggu kalau satu perolehan barang dan/atau jasa menimbulkan kerugian berupa gangguan kesehatan badan atau ancaman keselamatan jiwanya. b. Kepentingan Sosial Ekonomi Konsumen Kepentingan ini menghendaki agar konsumen dapat memperoleh hasil optimal dari penggunaan sumber-sumber ekonomi mereka dalam mendapatkan barang dan atau/jasa kebutuhan hidup mereka, misalnya: 1) Konsumen mendapat informasi yang benar dan bertanggungjawab tentang produk tersebut; 2) Konsumen mendapat pendidikan yang relevan untuk dapat mengerti informasi mengenai produk konsumen yang disediakan; 3) Tersedia upaya penggantian kerugian yang efektif, apabila mereka dirugikan dalam transaksi konsumen; 27

19 4) Kebebasan untuk membentuk organisasi atau kelompok-kelompok yang diikutsertakan dalam setiap proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. c. Kepentingan Perlindungan Hukum Kepentingan hukum bagi masyarakat dalam kualitas mereka sebagai konsumen merupakan satu kepentingan dan kebutuhan yang sah. Akan tidak adil jika kepentingan konsumen tidak seimbang dan tidak dihargai sebagaimana penghargaan pada kepentingan kalangan usaha/bisnis (Az. Nasution, 1995: 51). Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hak-hak konsumen yang harus dilindungi yaitu: 1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; 2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang diwajibkan; 3) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; 4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; 5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; 28

20 6) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen; 7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian jika, apabila barang dan/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; 9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan dalam peraturan perundangundangan lainnya. Hak konsumen yang paling utama menurut Pasal 4 Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, hal tesebut dimaksudkan bahwa setiap konsumen berhak mendapatkan barang dan/atau jasa yang aman, nyaman dan tidak membahayakan keselamatan jiwa konsumen ketika dikonsumsi. Selain itu, konsumen juga berhak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, maksudnya adalah konsumen berhak menerima barang dan/atau jasa yang kualitas dan harganya sesuai dengan yang telah disepakati atau diperjanjikan antara pelaku usaha dan konsumen, sehingga konsumen tidak merasa rugi karena produk yang diterima tidak sesuai perjanjian. Berdasarkan hal tersebut, maka ketentuan yang dapat membantu penegakan hak tersebut dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan 29

21 Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, baik dalam Pasal 19 maupun Pasal 25 ayat (1). Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menentukan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat berupa: 1) Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan; 2) Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau 3) Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar yang bersangkutan; atau 4) Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu. Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mementukan bahwa pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk: 1) Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau; 30

22 2) Membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau 3) Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar yang bersangkutan. Konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, hal ini dimaksudkan agar pelaku usaha selalu terbuka dan transparan atas informasi kondisi produk serta jaminan atas barang yang diedarkannya kepada konsumen sehingga konsumen tidak merasa dirugikan karena informasi yang didapatkan tidak sesuai dengan kondisi produk barang yang ditawarkan (Elia Wuria Dewi, 2015: 15). Hak konsumen untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan maksudnya adalah pelaku usaha harus bersedia mendengarkan keluhan atau complain yang diajukan oleh konsumen saat barang dan/ atau jasa yang ditawarkan serta diedarkan tidak sesuai dengan yang dipromosikan. Konsumen juga mempunyai hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, hal tersebut bertujuan agar para konsumen yang mengalami kerugian dapat mendapatkan perlindungan dan jaminan kepastian hukum sebagaimana yang telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta dapat menyelesaikan permasalahan mereka melalui pengadilan maupun badan peyelesaian sengketa lain di luar pengadilan yang memiliki kewenangan dalam permasalahan sengketa konsumen (Elia Wuria Dewi, 2015: 15). 31

23 Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen, maksudnya adalah agar ketika seorang konsumen itu mengalami hal hal yang dirasa merugikan dirinya, maka mereka tidak hanya akan diam saja melainkan akan cepat menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha, sehingga dengan kritis dan mandiri mereka akan dapat memperjuangkan haknya sendiri sebagai konsumen. Konsumen mempunyai hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, hal tersebut tentunya berkaitan dengan pelayanan yang dilakukan oleh pelaku usaha harus ramah dan tidak berusaha mengelabui atau bahkan memberikan informasi yang tidak benar kepada para konsumen (Elia Wuria Dewi, 2015: 16). Konsumen berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya menjadi sangat penting karena sebuah kompensasi dan ganti-rugi kepada konsumen ketika produk barang dan/atau jasa yang mereka edarkan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dan tidak sesuai dengan keinginan konsumen (Elia Wuria Dewi, 2015: 17). Dari rumusan hak-hak konsumen yang telah dikemukakan, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015: 47) membagi hak-hak konsumen menjadi tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu: 1) Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan; 32

24 2) Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar; dan 3) Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang dihadapi. Oleh karena ketiga hak/prinsip dasar tersebut merupakan himpunan beberapa hak konsumen sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 8 Tahun tentang Perlindungan Konsumen, maka hal tersebut sangat penting bagi konsumen sehingga dapat dijadikan/merupakan prinsip perlindungan konsumen di Indonesia. Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak-hak konsumen yang disebutkan di atas harus dipenuhi baik oleh pemerintah maupun oleh produsen karena pemenuhan hak-hak konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari berbagai aspek (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2015: 47). Elia Wuria Dewi (2015: 22) berpendapat bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen tidak hanya membahas berbagai macam hak-hak yang dimiliki oleh konsumen, tetapi di dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan mengenai kewajiban konsumen sebagaimana diatur dalam undang-undang. Kewajiban konsumen sebagaimana telah di atur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu: a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; 33

25 b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Setiap konsumen, selain harus memperhatikan hak-hak yang dimiliki, mereka sudah tentu juga harus memperhatikan kewajiban apa saja yang harus mereka lakukan di dalam segala aktivitas konsumen dengan pelaku usaha. Kewajiban yang dimiliki oleh konsumen juga harus tetap diperhatikan, karena hal tersebut sangat bermanfaat bagi kepentingan mereka sendiri (Elia Wuria Dewi, 2015: 21). Seorang konsumen memiliki kewajiban untuk membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian barang dan/atau jasa yang diperoleh konsumen dari pelaku usaha. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan dengan keamanan dan keselamatan jiwa konsumen sendiri ketika menggunakan atau mengkonsumsi barang dan/atau jasa (Elia Wuria Dewi, 2015: 21). Konsumen harus memiliki itikad baik di dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa yang dilakukan bersama pelaku usaha. Kedua pihak terkait harus sama-sama menjalankan transaksi sesuai dengan yang telah diperjanjikan, baik yang berkaitan dengan harga maupun kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. 34

26 Konsumen wajib membayar dengan nilai tukar yang telah disepakati kedua belah pihak ketika perjanjian jual beli berlangsung dan konsumen tidak boleh membatalkan harga yang telah disepakati bersama secara sepihak. Selain itu, konsumen juga wajib mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut ketika di dalam transaksi maupun perjanjian jual beli yang dilakukan oleh konsumen dan pelaku usaha terdapat masalah sehingga salah satu pihak merasa dirugikan. Oleh karena itulah masing-masing pihak harus mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang patut, adil dan tidak diskriminatif sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku (Elia Wuria Dewi, 2015: 21-22). D. Pelaku Usaha 1. Pengertian Pelaku Usaha Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dimaksud pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, pengecer, dan sebagainya. Cakupan luasnya pengertian 35

27 pelaku usaha dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam masyarakat Eropa terutama negara Belanda, bahwa yang dapat dikualifikasi sebagai produsen adalah pembuat produk jadi (finished product); penghasil bahan baku, pembuat suku cadang, setiap orang yang menampakan dirinya sebagai produsen dengan jalan mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain, yang membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu, importir suatu produk dengan maksud untuk diperjual belikan, disewakan, disewagunakan, atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan; pemasok (supplier), dalam hal identitas dari produsen atau importir tidak dapat ditentukan (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2015: 8-9). Janus Sidablok (2014: 13) memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah pihak yang yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk pembuat, grosir dan pengecer profesional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen. 2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Sama halnya dengan konsumen bahwa pelaku usaha juga mempunyai hak dan kewajiban, yaitu diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang isinya pada intinya adalah untuk memberikan perlindungan hukum kepada pelaku usaha dan juga bahwa pelaku usaha haruslah beritikad baik dalam melaksanakan usahanya. 36

28 Hak Pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu : a. Hak utuk menerima pembayaran uang yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beritikad baik; c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Janus Sidablok (2014: 72) mengelompokan hak-hak pelaku usaha menjadi empat pokok kelompok hak, yaitu: a. Hak menerima pembayaran Hak menerima pembayran berarti pelaku usaha berhak menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas produk yang dihasilkan dan diserahkan pelaku usaha kepada pembeli. b. Hak mendapat perlindungan hukum Hak mendapat perlindungan hukum berarti pelaku usaha berhak memperoleh perlindungan hukum jika ada tindakan pihak lain, yaitu konsumen yang dengan itikad tidak baik menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha. 37

29 c. Hak membela diri; dan Hak membela diri berarti pelaku usaha berhak membela diri dan membela hak-haknya dalam proses hukum apabila ada pihak lain yang mempersalahkan atau merugikan hak pelaku usaha. d. Hak rehabilitasi. Hak rehabilitasi artinya pelaku usaha berhak memperoleh rehabilitasi atas nama baik sebagai pelaku usaha jika suatu tuntutan akhirnya terbukti bahwa pelaku usaha ternyata bertindak benar menurut hukum. Tentang hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainya, maka harus diingat bahwa Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen adalah payung bagi semua aturan lainnya berkenaan dengan perlindungan konsumen (Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, 20015: 51). Adanya keseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen, maka pelaku usaha harus memenuhi kewajibanya, kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu : 1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; 2) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; 3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 38

30 4) Menjamin mutu barang dan/atau yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; 5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang dan atau/jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang di buat dan/atau diperdagangkan; 6) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian. Dengan demikian, pokok-pokok kewajiban pelaku usaha adalah beritikad baik, memberi informasi, melayani dengan cara yang sama, memberi jaminan, memberi kesempatan mencoba dan memberi kompensasi (Janus Sidablok, 2014: 73). Adapun penjelasan akan kewajiban pelaku usaha yang termuat dalam Pasal 7 huruf a-d Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan oleh Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo dalam bukunya yang berjudul Hukum Perlindungan Konsumen edisi revisi (2015: 52-55), yaitu: a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya Itikad baik merupakan salah satu asas dalam hukum perjanjian. Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Perdata mencantumkan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, arti dari ayat tersebut bahwa sebagai suatu hal yang disepakati dan disetujui oleh para pihak, pelaksanaan prestasi dalam tiap-tiap perjanjian harus dihormati sepenuhnya. 39

31 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tampak bahwa itikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang /diproduksi sampai pada tahap purna penjualan sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. 1) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan Informasi tersebut merupakan salah satu hak konsumen dan jika tidak tersedia informasi itu, barang dan/atau jasa yang dikonsumsi konsumen dapat mngalami kerusakan dan hal itu merupakan salah satu hal yang akan sangat merugikan konsumen. Ketiadaan informasi atau informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat produk (cacat informasi), yang akan sangat merugikan konsumen. 2) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan. Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu 40

32 pelayanan kepada konsumen. Pelaku usaha tidak diperbolehkan untuk membedakan antara konsumen. 3) Menjamin mutu barang dan/atau yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku Pelaku usaha diwajibkan untuk menjamin bahwa barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan telah sesuai dengan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Menyadari peranan standarisasi yang penting dan strategis, pemerintah dengan keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1984 yang kemudian disempurnakan dengan keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1989 membentuk Dewan Standarisasi Nasional. 4) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang dan atau/jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang di buat dan/atau diperdagangkan Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7 huruf e yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa tertentu adalah barang yang dapat diuji dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian. Janus Sidablok (2014: 71) menjelaskan bahwa dalam Pasal 7 huruf e Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat pokok kewajiban pelaku usaha untuk member kesempatan mencoba, artinya adalah produsenpelaku usaha wajib memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba produk tertentu sebelum konsumen 41

33 memutuskan membeli atau tidak membeli dengan maksud agar konsumen memperoleh keyakinan akan kesesuaian produk dengan kebutuhannya. Menurut Fandi Tjiptono (1997: 42) garansi ada dua macam yaitu: a. Garansi Internal, yaitu janji yang dibuat oleh suatu divisi kepada pelanggan internalnya dan setiap orang dalam perusahaan yang sama yang memanfaatkan hasil/jasa departemen tersebut; b. Garansi Eksternal, yaitu jaminan yang dibuat oleh perusahaan kepada para pelanggan eksternalnya, yakni mereka yang membeli dan menggunakan produk perusahaan. Garansi ini menyangkut service yang unggul dan produk yang handal serta berkualitas tinggi. Garansi oleh Fandi Tjiptono (1997: 42) dilakukan tidak lain adalah agar pelaku usaha dapat bersaing dengan pelaku usaha lainya. Suatu garansi yang baik harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya meliputi : 1) Realistis dan dinyatakan secara spesifik, misalnya garansi berlaku untuk jangka waktu 1 tahun; 2) Sederhana, komunikatif, dan mudah dipahami; 3) Mudah diperoleh atau diterima konsumen; 4) Tidak membebani konsumen deangan syarat-syarat yang berlebihan; 42

34 5) Terpercaya (credible), baik reputasi perusahaan, yang memberikan maupun tipe garansi itu sendiri; 6) Berfokus pada kebutuhan konsumen; 7) Sungguh berarti, artinya disertai ganti rugiyang signifikan dan disesuaikan dengan harga produk yang dibeli, tingkat keseriusan masalah yang dihadapi, dan persepsi konsumen terhadap apa yang adil bagi mereka; 8) Memberikan standar kinerja yang jelas. 9) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian Kewajiban memberi kompensasi berarti produsen-pelaku usaha wajib memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian kerugian akibat tidak atau kurang bergunanya produk untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan fungsinya dank arena tidak sesuainya produk yang diterima dengan yang diperjanjikan (Janus Sidablok, 2014: 74). 3. Larangan Bagi Pelaku Usaha Pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak hanya dibebani hak serta kewajiban saja, akan tetapi di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga menyatakan secara tegas mengenai beberapa perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dalam mengedarkan dan memperdagangkan produk barang dan/atau jasa. Pengaturan mengenai perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha dalam mengedarkan dan memperdagangkan barang 43

35 dan/atau jasa yang diproduksinya, dimaksudkan agar pelaku usaha tidak melanggar hak-hak yang semestinya diperoleh para konsumen, bahkan cenderung akan merugikan konsumen atas barangdan/atau jasa yang diproduksinya (Elia Wuria Dewi, 2015: 62) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga memuat larangan bagi para pelaku usaha yang dimuat dalam BAB IV yang terdiri dari 10 pasal, yaitu Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Suyadi (2007: 33) menjelaskan larangan tersebut adalah : a. Memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa, dengan berbagai macam perincian yang pada pokoknya merugikan konsumen (Pasal 8 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen); b. Menawarkan, mempromosikan, mengakibatkan, suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar (dan/atau seolah-olah), dengan berbagai macam perincian (Pasal 9 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen); c. Menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan konsumen mengenai beberapa hal tentang barang dan/atau jasa tersebut (Pasal 10 Undangundang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen); d. Dalam hal penjualan yang dilakukan secara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen, dengan berbagai macam perincian yang merugikan konsumen (Pasal 11 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen); 44

36 e. Menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan (Pasal 12 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen); f. Menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa lain-lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikan (Pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen); g. Menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain (Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; h. Menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dengan berbagai kriteria yang isinya merugikan konsumen (Pasal 14 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen); i. Menawarkan barang dan/atau jasa dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen (Pasal 15 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen); 45

37 j. Menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan, tetapi tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan atau tidak menepati janji atau suatu pelayanan dan/atau prestasi (Pasal 16 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen); k. Memproduksi iklan bagi pelaku usaha periklanan, dengan beberapa perincian atau kriteria yang intinya merugikan konsumen (Pasal 17 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen). 4. Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha Dengan Konsumen Sebuah produk yang sampai ke tangan konsumen telah melalui tahap kegiatan perdagangan yang panjang mulai dari produsen pelaku pembuat (pabrik), distributor, pengecer hingga ke konsumen. Semua pihak yang terkait dalam pembuatan suatu produk hingga sampai ke tangan konsumen disebut sebagai produsen. Pola distribusi yang dikenal dalam ilmu manajemen pemasaran, akan diperoleh gambaran sebagai berikut: a. Produsen Konsumen; b. Produsen Pengecer Konsumen; c. Produsen Pedagang Besar Pengecer Konsumen; d. Produsen ---Agen------Pedagang Besar Pengecer---- Konsumen; e. Produsen ---Agen Pengecer---- Konsumen (Janus Sidablok, 2014: 57). Dari pola-pola distribusi di atas tampak bahwa mungkin saja produk sampai ke tangan konsumen langsung dari produsen-pelaku, yaitu dengan 46

38 menjual produk langsung ke rumah konsumen atau konsumen datang ke tempat produsen. Hal ini biasanya berlaku untuk produk-produk home industry meskipun tidak tertutup kemungkinan dipakai untuk produk perusahaan lainnya (Janus Sidablok, 2014: 57). Sebelum konsumen memakai atau mengkonsumsi produk yang diperolehnya dari pasar, tentu ada peristiwa-peristiwa yang terjadi. Peristiwa-peristiwa atau keadaan-keaadaan itu dapat digolongkan atau dikelompokan ke dalam beberapa tahapan peristiwa/keadaan. Adapun tahapan yang terjadi dalam transaksi yang dilakukan antara produsenpelaku usaha dan konsumen dalam upaya konsumen untuk memperoleh produk adalah sebagai berikut: a. Tahap Pra transaksi; b. Tahap Transaksi; c. Tahap Purna Transaksi (Janus Sidablok, 2014: 59-62). Yang dimaksud dengan tahap pra transaksi adalah tahap sebelum adanya perjanjian/transaksi konsumen, yaitu keadaan-keadaan atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum konsumen memutuskan untuk membeli dan memakai produk yang diedarkan produsen-pelaku usaha. Pada tahap pra transaksi, konsumen mencari informasi mengenai kebutuhannya, antara lain syarat-syarat yang perlu dipenuhi/disediakan, harga, komposisi, kegunaan, khasiat, manfaat, keunggulannya dibanding dengan produk lain sejenis, cara pemakaian/penggunaan dan sebagainya. Sebaliknya produsen-pelaku usaha-penjual memberi informasi melalui berbagai media supaya konsumen tertarik dan mau membeli/memakai. 47

39 Dengan demikian, perbuatan produsen yang berkaitan dengan pemasaran khususnya promosi dan tindakan konsumen dalam mencari informasi tentang kebutuhannya dapat digolongkan sebagai tahap pra transaksi (Janus Sidablok, 2014: 59). Setelah calon konsumen-pembeli memperoleh informasi yang cukup mengenai kebutuhannya, kemudian calon konsumen-pembeli mengambil keputusan apakah membeli atau tidak. Pada tahap ini, konsumen-pembeli mempergunakan salah satu haknya yaitu hak untuk memilih (menentukan Pilihan). Apabila konsumen sudah menyatakan persetujuannya, pada saat itulah lahirlah perjanjian sebab penawaran produsen-penjual telah mendapat jawaban dalam penerimaan dari konsumen-pembeli. Menurut hukum perdata, kesepakatan lahir karena bertemunya penawaran dengan penerimaan, sebab kedua-duanya adalah sama-sama pernyataan kehendak. Pada tahap inilah yang dimaksud tahap transaksi dimana disepakati apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak termasuk cara-cara pemenuhannya (Janus Sidablok, 2014: 60). Setelah terjadinya transaksi, seorang konsumen akan melewati tahap selanjutnya yaitu tahap purna transaksi. Pada tahap purna transaksi ini berhubungan dengan tingkat kepuasan konsumen, apakah barang dan/atau jasa yang dibelinya sesuai dengan apa yang diiklankan, sesuai dengan jaminan atau layanan purna jualnya sudah memadai atau belum. Pada tahap ketiga dalam tahapan transaksi konsumen ini dikenal istilah layanan purna jual (AZ. Nasution, 2001: 15). 48

40 5. Penyelesaian Sengketa Konsumen Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta larangan sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen dapat melahirkan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Sengketa itu dapat berupa salah satu pihak tidak mendapatkan atau menikmati apa yang seharusnya menjadi haknya karena pihak lawan tidak memenuhi kewajibannya. Misalnya, pembeli tidak memperoleh barang sesuai dengan pesanannya atau pembeli tidak dapat mendapat pelayanan sebagaimana telah disepakati atau penjual tidak mendapatkan pembayaran sesuai dengan haknya. Sengketa yang timbul antara pelaku usaha dan konsumen berawal dari transaksi konsumen disebut sengketa konsumen (Janus Sidablok, 2014: 127). Sengketa yang terjadi antara pelaku usaha dan konsumen dapat diselesaikan melalui dua jalur yaitu lewat pengadilan atau litigasi dan diluar pengadilan atau non litigasi. Berdasarkan Pasal 45 ayat (1) Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa yang berada di lingkungan peradilan umum. Pasal 45 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut telah dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. Lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa yang disebutkan dalam 49

41 pasal 45 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Perlindungan Konsumen baru dapat dibentuk secara de jure pada tahun 2001 dengan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan BPSK (Badan penyelesaian Sengketa Konsumen) yang ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 301/MPP/10/2001 tentang Pengangkatan, Pemberhentian, Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Menurut Yusuf Shofie (2003: 26), fungsi utama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yaitu sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Yusuf Shofie menuliskan bahwa penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadillan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu : a. Konsiliasi Cara ini ditempuh berdasarkan inisiatif salah satu pihak yang bersengketa atau para pihak yang bersengketa. Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen hanya bersikap pasif, hanya sebagai perantara antara para pihak yang bersengketa tersebut. b. Mediasi Mediasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau para pihak dan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bersikap aktif dengan menjadi perantara dan penasihat. Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa dimana pihak ketiga merupakan pihak netral mengajak pihak yang bersengketa pada suatu penyelesaian sengketa yang disepakati. 50

42 c. Arbitrase Arbitrase ini ditempuh dengan cara para pihak menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi. Ketiga cara penyelesaian sengketa tersebut dilakukan atas dasar pilihan dan persetujuan para pihak dan bukan proses penyelesaian sengketa secara berjenjang. Instrumen hukum lain dapat ditempuh konsumen tanpa terlebih dahulu melalui instrumen hukum Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. E. Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan terjemahan dari bahasa Belanda overeenkomst. Dalam menterjemahkan overeenkomst ini para sarjana tidak menumpai kesatuan pendapat. Ada yang menterjemahkan dengan persetujuan ada yang menterjemahkan perjanjian (Suharnoko, 2004: 18). Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2007: ), perjanjian berarti persetujuan (tertulis atau lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang masing-masing berjanji akan menaati apa yang tersebut di persetujuan itu.wirjono Prodjodikoro seperti dikutip Ahmad Qirom (1995: 11) mengatakan perjanjian adalah suatu perbuatan hukum mengenai harta bendakekayaan antara dua pihak dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal dan pihak 51

43 yang lain berhak menuntut atas pelaksanaan janji itu. Menurut Abdulkadir Muhammad (1982: 78), perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Berdasarkan pendapat para sarjana tersebut, maka yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan atau tindakan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih, atau dimana kedua belah pihak saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 2. Unsur-Unsur Perjanjian Ridwan Khairandy (2013: 66) menjelaskan bahwa unsur-unsur perjanjian yang berlaku di Indonesia dan Belanda ada beberapa unsur yang terdapat dalam perjanjian, yaitu: a. Ada para pihak; b. Ada kesepakatan yang membentuk perjanjian; c. Kesepakatan itu ditunjukan untuk menimbulkan akibat hukum; dan d. Ada objek tertentu. Dikaitkan dengan sistem hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia Ridwan Khairandy dalam bukunya Hukum Kontrak Indonesia dalam Prespektif Perbandingan (2013: 67) mengkalsifikasikan unsur-unsur tersebut dalam tiga klasifikasi, yaitu: 52

44 a. Unsur Essentialia Unsur Essentialia adalah unsur yang harus ada di dalam suatau perjanjian. Unsur ini merupakan unsur yang harus ada dalam perjanjian yang menentukan atau mengakibatkan suatu perjanjian tercipta. Tanpa adanya unsur ini, maka tidak ada perjanjian. Misalnya di dalam perjanjian jual beli, unsur adanya barang dan harga adalah yang mutlak di dalam perjanjian jual beli. Unsur mutlak yang harus ada di dalam perjanjian sewa-menyewa adalah kenikmatan atas suatu barang dan harga sewa. b. Unsur Naturalia Unsur Naturalia unsur perjanjian yang oleh hukum diatur tetapi dapat dikesampingkan oleh para pihak. Bagian ini merupakan sifat alami perjanjian secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti penjual wajib menjamin bahwa barang tidak ada cacat. Contoh lainnya, berdasar ketentuan Pasal 1476 KUH Perdata, penjual wajib menanggung biaya penyerahan. Ketentuan ini berdasar kesepakatan dapat dikesampingkan para pihak. c. Unsur Accidentalia Unsur Accidentalia adalah unsur yang merupakan sifat pada perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak. Misalnya, di dalam suatu perjanjian jual-beli tanah, ditentukan bahwa jual-beli ini tidak meliputi pohon atau tanaman yang berada di atasnya. 53

45 3. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian Mengenai Syarat syahnya perjanjian Suatu perjanjian dapat dinyatakan sah menurut hukum jika memenuhi syarat sahnya suatu perjanian sebagaimana ditentukan pada pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu, sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, cakap untuk membuat perjanjian, adanya suatu hal tertentu, adanya causa yang halal. Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subyek suat perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif Syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek perjanjian oleh karena itu disebut syarat obyektif (Sukar Dadang, 2011, 10-12). Adapun penjelasan dari masing-masing syarat-syarat sahnya perjanjian adalah sebagai berikut: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Marium Darus Badrulzaman dalam bukunya Kompilasi Hukum Islam (2001: 2) menggambarkan bahwa pengertian sepakat dapat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui diantara para pihak dimana pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran sedangkan pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi. J. Satrio dalam bukunya Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan (1993: 129) menyatakan kata sepakat sebagai persesuaian kehendak antara dua orang di mana dua kehendak saling bertemu dan kehendak tersebut harus dinyatakan. Pernyataan kehendak harus merupakan pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan 54

46 hukum. Dengan demikian adanya kehendak saja belum melahirkan suatu perjanjian karena kehendak tersebut harus diutarakan, harus nyata bagi yang lain dan harus dimengerti oleh pihak lain. Ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak menjelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ditentukan syarat bahwa tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya karena dengan paksaan atau penipuan. Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian (1996: 23-24) menjelaskan bahwa yang dimaksud paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (psychis) jadi bukan paksaan badan (fisik). Selanjutnya kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian. Kekhilafan tersebut harus sedemikian rupa sehingga seandainya orang itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut ia tidak akan memberikan persetujuan. Kemudian penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengajamemberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat unuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Dengan demikian suatu perjanjian yang kata sepakatnya didasarkan paksaan, kekhilafan, penipuan maka perjanjian itu dikemudian hari dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak (Subekti, 1996: 23-24). 55

47 b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian Pasal 1329 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian dengan ketentuan oleh undang-undang tidak ditentukan lain yaitu ditentukan sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian. Selanjutnya pada Pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa orang yang tidak cakap membuat perjanjian yaitu, orang yang belum dewasa, mereka yang berada di bawah pengampuan/perwalian dan orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh Undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Mengenai orang yang belum dewasa diatur dalam Pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dinyatakan bahwa "belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan sebelumnya belum kawin". Apabila perkawinan itu dibubarkannya sebelum umur mereka genap 21 (dua puluh satu) tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa (Mariam Darus Badrulzaman, 2001: 78). c. Adanya suatu hal tertentu Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata 56

48 Pasal 1333 ayat (1) menyebutkan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai suatu hal tertentu sebagai pokok perjanjian yaitu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Mengenai jumlahnya tidak menjadi masalah asalkan di kemudian hari ditentukan pada Pasal 1333 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. d. Adanya suatu sebab/kausa yang halal Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak. Pada Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menentukan bahwa suatu sebab atau kausa yang halal adalah apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian yang tidak mempunyai sebab yang tidak halal akan berakibat perjanjian itu batal demi hukum (Sri Soedewi Masjchon, 1980: 319). Pembebanan mengenai syarat subyektif dan syarat obyektif itu penting artinya berkenaan dengan akibat yang terjadi apabila persyaratan itu tidak terpenuhi. Tidak terpenuhinya syarat subyektif mengakibatkan perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya. Pihak disini yang dimaksud adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum dan pihak yang memberikan perizinannya atau menyetujui perjanjian itu secara tidak bebas. Misalkan orang yang belum dewasa yang memintakan pembatalan orang tua atau walinya ataupun ia sendiri apabila ia sudah menjadi cakap dan orang yang ditaruh dalam pengampuan yang menurut 57

49 hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya diwakili oleh pengampu atau kuratornya (Sri Soedewi Masjchon, 1980: 319). Apabila syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Sedangkan tidak terpenuhinya syarat obyektif mengakibatkan suat perjanjian batal demi hukum (Sri Soedewi Masjchon, 1980: 319). 4. Asas-asas Perjanjian Asas hukum merupakan unsur yang sangat penting dalam pembentukan peraturan hukum. Oleh karena itu, penulis akan menguraikan sedikit pembahasan yang berkaitan dengan masalah ini dengan harapan dapat mendekatkan pemahaman kita tentang asas-asas hukum perjanjian. Henry P. Pangabean (2001: 7) menyatakan bahwa pengkajian asasasas perjanjian memiliki peranan penting untuk memahami berbagai undang-undang mengenai sahnya perjanjian. Perkembangan yang terjadi terhadap suatu ketentuan undang-undang akan lebih mudah dipahami setelah mengetahui asas-asas yang berkaitan dengan masalah tersebut. Niuwenhuis seperti dikutip Henry Pangabean dalam bukunya yang berjudul Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan Baru Untuk Pembatalan Perjanjian (2001: 7) menjelaskan hubungan fungsional antara asas dan ketentuan hukum (rechtsgels) sebagai berikut: 58

50 a. Asas-asas hukum berfungsi sebagai pembangun sistem. Asas-asas itu tidak hanya mempengaruhi hukum positif, tetapi juga dalam banyak hal menciptakan suatu sistem. Suatu sistem tidak akan ada tanpa adanya asas-asas. b. Asas-asas itu membentuk satu dengan lainnya suata sistem check and balance. Asas-asas ini sering menunjuk ke arah yang berlawanan, apa yang kiranya menjadi merupakan rintangan ketentuan-ketentuan hukum. Oleh karena menunjuk berlawanan, maka asas-asas itu saling kekang-mengekang sehingga ada keseimbangan. Sistem pengaturan hukum perjanjian yang terdapat di dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata memiliki karakter atau sifat sebagai hukum pelengkap (aanvullenrceht atau optimal law). Dengan karakter demikian, orang boleh menggunakan atau tidak menggunakan ketentuan yang terdapat di dalam III Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut (Ridwan Khairandy, 2013: 84). Hukum perjanjian memberikan kebebasan kepada subjek perjanjian unjuk melakukan perjanjian dengan beberapa pembatasan tertentu. Sehubungan dengan itu Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan: a. Ayat (1) menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya; b. Ayat (2) menyebutkan bahwa perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kata sepakat kedua belah pihak atau dikarenan alasan undang-undang; 59

51 c. Ayat (3) menyebutkan bahwa perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik. Ridwan Khairandy (2013: 84) berpendapat bahwa asas-asas perjanjian yang terkandung pada Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagai berikut: a. Asas konsensualisme; b. Asas kekuatan mengikatnya kontrak (pacta sunt servanda); c. Asas kebebasan berkontrak; d. Asas itikad baik. Adapun penjelasan dari asas-asas tersebut adalah sebagai berikut a. Asas konsensualisme Perjanjian harus didasarkan pada consensus atau kesepakatan dari pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dengan asas konsensualisme, perjanjian dikatakan telah lahir jika ada kata sepakat atau persesuaian kehendak diantara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Berdasarkan asas konsensualisme itu, dianut pahak bahwa sumber kewajiban kontraktual adalah bertemunya kehendak atau konsensus para pihak yang membuat perjanjian (Ridwan Khairandy, 2013: 90). b. Asas kekuatan mengikatnya kontrak Asas kekuatan mengikatnya kontrak sering kita kenal dengan asas pacta sunt servanda. Menurut asas ini, kesepakatan para pihak itu mengikat sebagaimana layaknya undang-undang bagi pihak yang membuatnya. (Ridwan Khairandy, 2013: 91). 60

52 Apa yang dinyatakan seseorang dalam suatu hubungan menjadi hukum bagi mereka. Asas inilah yang menjadi kekuatan mengikatnya perjanjian. Ini bukan kewajiabn moral, tetapi juga kewajiban hukum yang pelaksanaannya wajib ditaati (Ridwan Khairandy, 2013: 91). c. Asas kebebasan berkontrak Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini oleh Ridwan Khairandy (2013: 87) didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ridwan Khairandy (2013: 88) menjelaskan bahwa dalam perkembangannya, ternyata asas kebebasan berkontrak dapat menimbulkan ketidakadilan, karena untuk mencapai asas kebebasan berkontrak harus didasarkan pada posisi tawar (bargaining position) para pihak yang seimbang. Kenyataannya, hal tersebut sulit dijumpai adanya kedudukan posisi tawar yang betul-betul seimbang atau sejajar. Pihak yang memiliki posisi tawar lebih tinggi seringkali memaksakan kehendaknya. Dengan posisi yang demikian itu, ia dapat mendikte pihak lainnya untuk mengikuti kehendaknya dalam perumusan isi perjanjian. Melihat keadaan demikian, pemerintah atau negara seringkali melakukan interverensi atau pembatasan kebebasan berkontrak dengan tujuan untuk melindungi pihak yang lemah. Pembatasan tersebut dapat dilakukan melalui peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan (Ridwan Khairandy, 2013: 88). 61

53 Pasal 1320 Kitab Undang-undang-Hukum Perdata sendiri sebenarnya membatasi asas kebebasan berkontrak melalui pengaturan persyaratan sahnya perjanjian yang harus memenuhi kondisi: 1) Adanya kata sepakat para pihak; 2) Kecakapan para pihak untuk membuat kontrak 3) Adanya objek tertentu 4) Adanya kausa yang tidak bertentangan dengan hukum Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, sebagaimana yang dikemukakan Ahmadi Miru (2007: 4), diantaranya: 1) Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak; 2) Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian; 3) Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian; 4) Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan 5) Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. d. Asas itikad baik Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata menyebutkan bahwa perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik berarti keadaan para pihak untuk membuat dan melaksanakan kontrak secara jujur, terbuka, dan saling percaya. Dalam kontrak, keadaan batin para pihak tidak boleh 62

54 dicemari oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya (Sukar Dadang, 2011: 10). F. Layanan Purna Jual 1. Pengertian Layanan Purna Jual Layanan Purna Jual terdiri dari kata layanan dan purna Jual. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2007: 646), yang dimaksud layanan adalah perihal atau cara melayani. Sedangkan purna jual menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2007: 910) adalah pelayanan penjualan lebih lanjut setelah transaksi, termasuk pemberian garansi pasca jual. Philip Kotler (2002: 508) mengatakan bahwa layanan purna jual adalah layanan yang diberikan perusahaan kepada seorang konsumen setelah terjadinya transaksi penjualan. Dalam ketentuan Bab I Pasal 1 ayat (12) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 643/MPP/Kep/9/2002, pelayanan purna jual adalah pelayanan yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual dalam hal jaminan mutu, daya tahan, kehandalan operasional sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun. Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pengaturan layanan purna jual ini hanya dinyatakan dalam Pasal 25 ayat 1 yang menyatakan bahwa pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya satu tahun wajib menyediakan suku 63

55 cadang dan atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan. Selanjutnya dalam Pasal 25 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dinyatakan apabila pelaku usaha tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan atau tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan maka wajib bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen. 2. Pengaturan dan Cakupan Purna Jual Seorang konsumen dalam melakukan transaksi jual beli melalui beberapa tahap yaitu tahap pra transaksi, tahap transaksi konsumen, tahap purna transaksi. Dalam tahap pra transaksi, konsumen harus mendapatkan informasi atas barang dan/atau jasa yang akan dibelinya secara benar, jelas dan jujur melalui brosur, label, iklan ataupun bentuk informasi lain yang diberikan pelaku usaha. Setelah benar-benar yakin akan barang dan/atau jasa tersebut terjadilah tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak sudah mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis (AZ Nasution, 2001: 15). Setelah benar-benar yakin akan barang dan/atau jasa tersebut terjadilah tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak sudah mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis. Masalah yang banyak terjadi dalam tahap ini adalah jika terdapatnya perjanjian baku yang lebih banyak menguntungkan pelaku usaha karena perjanjian itu dibuat secara sepihak, posisi konsumen disini 64

56 adalah lemah. Kemudian setelah terjadinya transaksi, seorang konsumen akan melewati tahap selanjutnya yaitu tahap purna transaksi. Pada tahap purna transaksi ini berhubungan dengan tingkat kepuasan konsumen, apakah barang dan/atau jasa yang dibelinya sesuai dengan apa yang diiklankan, sesuai dengan jaminan atau layanan purna jualnya sudah memadai atau belum. Pada tahap ketiga dalam tahapan transaksi konsumen ini dikenal istilah layanan purna jual (AZ. Nasution, 2001: 15). Philip Kotler (2002: 508) mengatakan bahwa layanan purna jual adalah layanan yang diberikan perusahaan kepada seorang konsumen setelah terjadinya transaksi penjualan. Menurut ketentuan Bab I Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa Yang Beredar di Pasar, Pasal 1 angka (12) disebutkan bahwa pelayanan purna jual adalah layanan yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang dijual dalam hal jaminan mutu, daya tahan, kehandalan operasional sekurang-kurangnya satu tahun. Pengaturan teknis purna jual diatur dalam Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan Umum Pelayanan Purna Jual. Ada dua jenis layanan purna jual yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007, yaitu: a. Pelayanan Purna Jual Selama Masa Garansi Pelayanan purna jual selama masa garansi meliputi jaminan pemeriksaan, perbaikan dan/atau penggantian barang atau 65

57 komponennya tidak berfungsi dengan biaya ditanggung oleh prinsipal selama barang digunakan/dioperasikan (Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 angka 2.9). b. Pelayanan Purna Jual Pasca Garansi Jaminan perawatan berkala, perbaikan, penggantian dan ketersediaan komponen dari barang yang bersangkutan, ketersediaan teknologi, tenaga teknis yang kompeten serta bengkel perawatan dan perbaikan yang disediakan dengan biaya yang dibebankan kepada konsumen (Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 angka 2.8). Persyaratan umum layanan purna jual yang ditentukan dalam Standar Nasional Indonesia No 7229:2007 angka 3.1 adalah jaminan pelayanan purna jual dilakukan dengan penyediaan dokumen sebagai informasi kepada konsumen yang mencakup dan tidak terbatas pada identitas dan spesifikasi barang, prosedur, buku petunjuk, brosur, skema/diagram/gambar atau media pendukung lainnya yang menggunakan Bahasa Indonesia dan mudah dimengerti, meliputi: a. Identitas, spesifikasi dan karakteristik barang (angka 3.1.1); b. Identitas, spesifikasi dan karakteristik bagian, komponen dan asesoris (angka 3.1.2) c. Cara penggunaan atau pengoperasian dan perawatan (angka 3.1.3); d. Pedoman teknik atau pedoman service (angka 3.1.4); e. Jaminan pelayanan purna jual (3.1.5); Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesai Nomor 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan bagi Produk 66

58 Telematika dan Elektronika, menyebutkan bahwa pemberian pelayann purna jual selama masa garansi dan pasca garansi berupa: a. Ketersediaan pelayanan purna jual (service center); b. Ketersediaan suku cadang; c. Penggantian produk sejenis apabila terjadi kerusakan yang tidak dapat diperbaiki selama masa garansi yang diperjanjikan; dan d. Penggantian suku cadang sesuai jaminan selama masa garansi yang diperjanjikan. 3. Service Center Jasa bidang perdagangan bagi pertumbuhan dan pembangunan perekonomian dunia begitu penting keberadaannya, maka disusunlah ketentuan umum jasa pelayanan purna jual dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing dalam negeri dengan kriteria yang objektif dan transparan. Ketentuan umum jasa pelayanan purna jual disusun berdasarkan kebutuhan antara produsen, perusahaan perdagangan, bengkel perawatan dan perbaikan serta konsumen dalam melakukan pelayanan purna jual terhadap barang dalam masa garansi maupun setelah masa garansi (Prakata Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan umum Pelayanan Purna Jual huruf i). Keberadaan service center sangat diperlukan bagi pelaku usaha untuk memberikan layanan purna jual kepada konsumen khususnya konsumen pengguna barang elektronik. Kewajiban pelaku usaha dalam memberikan layanan purna jual kepada konsumen diatur dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu Pasal 25 ayat 1 yang menyatakan bahwa pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang- 67

59 kurangnya satu tahun wajib menyediakan suku cadang dan fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan. Selanjutnya dalam Pasal 19 angka (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Service Center berasal dadi kata servis dan senter. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadinta, 2007: 1053) service berarti pelayanan, layanan. Kata senter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadinta, 2007: 1040) berarti pusat, tengah, sentral. Pengertian service center dapat ditemukan dalam Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan Umum Dalam Pelayanan Purna Jual. Meski tidak disebutkan secara tegas, namun dalam angka 2.3 Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan Umum Dalam Pelayanan Purna Jual dijelaskan tentang bengkel perawatan dan perbaikan. Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan Umum Dalam Pelayanan Purna Jual angka 2.3 menjelaskan bahwa bengkel perawatan dan perbaikan adalah tempat atau unit atau service center perawatan dan perbaikan suatu barang yang memiliki tenaga teknik yang kompeten, peralatan-peralatan kerja, persediaan bagian komponen dan asesoris yang diperlukan untuk penggantian, serta dokumen-dokumen teknik yang diperlukan untuk perawatan dan perbaikan, sesuai dengan jenis barang yang dilayaninya. 68

60 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah dengan melihat, menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum yang berupa konsepsi, peraturan perundangundangan, pandangan, doktrin hukum dan sistem hukum yang berkaitan. Jenis pendekatan ini menekankan pada diperolehnya keterangan berupa naskah hukum yang berkaitan dengan objek yang diteliti (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 985: 52). B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian dalam penulisan skripsi ini termasuk penelitian deskriptif analitis, yaitu penelitian bersifat pemaparan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap tentang keadaan hukum yang terjadi di dalam masyarakat (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004:1). C. Sumber Data 1. Data primer berupa keterangan atau hasil wawancara dengan Kepala Teknisi Service Center Polytron atau yang mewakilinya dan konsumen pengguna produk Polytron. 2. Data sekunder a. Bahan hukum primer, yaitu diperoleh dari bahan pustaka yang berisikan tentang bahan primer yang mencakup Perlindunga Hukum Konsumen, buku kepustakan yang meliputi peraturan perundang-undangan, bukubuku literatur, serta dokumen dan sumber lain yang berhubungan dengan obyek penelitian. 69

61 b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang merupakan penjelasan dari bahan hukum primer. c. Bahan hukum tersier, yaitu data penunjang yang menjelaskan bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum dan ensiklopedia. D. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kantor Service Center Polytron Perwakilan Purwokerto, Irama Mas Elektronik Purwokerto dan tempat lain yang berhubungan dengan penelitian ini. E. Metode Pengumpulan Data 1. Data Sekunder diperoleh dengan cara inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku, hasil penelitian sebelumnya dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang selanjutnya dipelajari sebagai pedoman untuk penyusunan data. 2. Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis juga diperoleh data primer yang berfungsi sebagai pelengkap atau pendukung data sekunder. Data primer berupa keterangan-keterangan/hasil wawancara dengan Kepala Teknisi Service Center Purwoketo dan konsumen pengguna televisi led di Purwokerto tentang hal yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti. F. Metode Penyajian Data Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis. Artinya adalah antara data yang satu dengan yang lain harus relevan dengan permasalahan sebagai satu kesatuan yang utuh, berurutan erat, sehingga data yang disajikan dapat dengan mudah dimengerti. 70

62 G. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif dengan metode berpikir deduktif (umum-khusus), yaitu dengan menjabarkan, menafsirkan dan mengkonstriksakan data yang diperoleh berdasarkan normanorma atau kaidah-kaidah, teori-teori, pengertian-pengertian hukum dan doktrin-doktrin yang ada dalam dokumen, peraturan perundang-undangan, untuk menjawab permasalahan yang ada. 71

63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1.1 Profil Perusahaan Polytron Polytron adalah perusahaan terbesar dan terkemuka di bidang elektronik di Indonesia. Kekuatan dari Polytron ada pada kualitas suara dan design-nya. Polytron memiliki 3 pabrik, di Kudus Krapyak seluas M2, di Kudus Sidorekso (2009) seluas M2 dan di Sayung Semarang seluas m2 (merupakan pabrik lemari es terbesar di Jawa Tengah) dengan total karyawan lebih dari orang, 19 kantor perwakilan atas nama PT. Sarana Kencana Mulya, 7 authorized dealer, dan lebih dari 63 service center meliputi seluruh Indonesia. Polytron didirikan 18 September 1975 di Kudus dengan nama PT. Indonesian Electronic & Engineering, kemudian berubah nama menjadi PT. Hartono Istana Electronik, lalu merger dan menjadi PT. Hartono Istana Teknologi.Produk unggulan yang dijual Polyron antara lain sebagai berikut: Produk audio meliputi: portable bluetooth speakers, hifi, minimax, compo, home theater, speaker; Produk video meliputi: led tv, dvb- t receiver, dvd player; 72

64 Produk home appliances meliputi: refrigerator, air conditioner, wassing machine, showcase, dispenser, rice cooker, freezer; Produk mobilephone / telepon genggam meliputi : feature phone, smartphone, tablet ( fusection=home.general&csection=about_us_corporate diakses pada tanggal 11 November 2016, pukul 23:10 WIB). 1.2 Visi dan Misi Visi dari Polytron adalah memimpin pergerakan konvergensi digital. Polytron meyakini bahwa melalui inovasi teknologi saat ini, Polytron akan menemukan solusi yang diperlukan untuk menghadapi tantangan hari esok. Teknologi membuka kesempatan bagi bisnis untuk tumbuh, bagi warga negara di pasar yang sedang berkembang untuk hidup sejahtera dengan memasuki tahap ekonomi digital dan agar masyarakat dapat menemukan peluang baru. Tujuan Polytron adalah mengembangkan teknologi yang inovatif dan proses efisien yang menciptakan pasar baru, memperkaya hidup semua orang dan terus menjadikan Polytron sebagai pemimpin digital terpercaya Misi Polytron adalah menjadi digital e company yang mempunyai: a. Standar dunia; b. Inovasi melalui kreativitas; c. Market leader bagi setiap produk; 73

65 d. Improvemen secara terus menerus secara proaktif; e. Benar sejak awal; f. Kepuasan pelanggan melalui refleksi yang mendalam; g. Sumber daya manusia yang tahu-terampil-terpercayaterwariskan ( budaya-korporasi-perusahaan-polytron.html?m=1, diakses pada tanggal 10 November 2016, pukul 00:10WIB). 1.3 Profil Sevice Center Polytron Purwokerto Untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan layanan perbaikan dan layanan garansi serta menumbuhkan kepercayaan dan kenyamanan konsumen dalam penggunaan produk-produk Polytron. Alamat dan struktur organisasi kerja Service Center Polytron Purwokerto berdasarkan wawancara penulis dengan Kepala Teknisi Service Center Polytron Purwokerto tanggal 19 Desember 2016 pukul WIB adalah sebagai berikut: Service Center Polytron Alamat : Jl. Yos Sudarso Nomor 1 Purwokerto Telephon : (0281) Jam Layanan : a. Senin Jumat : WIB b. Sabtu : WIB c. Minggu dan Libur Nasional : Tutup 74

66 1.3.2 Struktur Organisasi Kerja Service Center Polytron Purwokerto a. Kepala Teknisi : 1 (satu) orang b. Teknisi : 4 (empat) orang c. Administrasi Counter : 1 (satu) orang d. Administrasi Spare Part : 1 (satu) orang e. Supir : 3 (orang) f. Operator Toko : 1 (satu) orang 2. Data Sekunder 2.1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen antara lain, Pasal 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ayat (1) menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen; Pasal 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ayat (2) menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan; Pasal 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ayat (3) menyebutkan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan hukum 75

67 yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hak-hak konsumen yang harus dilindungi yaitu: a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa: b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang diwajibkan; c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen; g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 76

68 h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau jasa yangditerima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan dalam peraturan perundang-undangan lainnya Kewajiban konsumen sebagaimana telah diatur dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 5 sebagai berikut: a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut Hak pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu: a. Hak untuk menerima pembayaran uang yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beritikad baik; c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; 77

69 d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang di perdagangkan; e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya Kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu: a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; d. Menjamin mutu barang dan/atau yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang dan atau/jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang di buat dan/atau diperdagangkan; f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian. 78

70 2.1.8 Penyelesaian sengketa konsumen menurut Pasal 45 Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu: a. Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan umum; b. Ayat (2) menjelaskan bahwa penyeelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa; c. Ayat (3) meneyebutkan bahwa penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang; d. Ayat (4) menyebutkan bahwa apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. 2.2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesai Nomor 19/M- DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan bagi Produk Telematika dan Elektronika Selama Masa Garansi dan Pasca Garansi, yaitu: 79

71 2.2.1 Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa yang dimaksud produk elektronika adalah produk-produk elektronika konsumsi yang dipergunakan di dalam kehidupan rumah tangga; Pasal 1 ayat (8) menyebutkan bahwa kartu jaminan/garansi purna jual dalam Bahasa Indonesia yang selanjutnya disebut kartu jaminan adalah kartu yang menyatakan adanya jaminan ketersediaan suku cadang serta fasilitas dan pelayanan purna jual produk telematika dan elektronika; Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap produk elektronika yang diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan dalam Bahasa Indonesia; Pasal 3 ayat (2) menyebutkan bahwa kartu jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memuat informasi sekurang-kurangnya: a. Masa garansi; b. Biaya perbaikan gratis selama masa garansi yang diperjanjikan; c. Pemberian pelayanan purna jual berupa jaminan ketersediaan suku cadang dalam masa garansi dan pasca garansi; d. Nama dan alamat pusat pelayanan purna jual (service center); 80

72 2.2.5 Pasal 3 ayat (3) menyebutkan bahwa pemberian pelayanan purna jual selama masa garansi dan pasca garansi sebagaimana diatur pada ayat (2) huruf c berupa: a. Ketersediaan pusat pelayanan purna jual (service center); b. Ketersediaan suku cadang; c. Penggantian produk sejenis apabila kerusakan yang tidak dapat diperbaiki selama masa garansi yang diperjanjikan; dan d. Penggantian suku cadang sesuai jaminan selama masa garansi yang diperjanjikan. 2.3 Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan Umum Layanan Purna Jual, yaitu: Angka 2.3 menyebutkan bahwa yang dimaksud bengkel perawatan dan perbaikan adalah tempat atau unit atau service center perawatan dan perbaikan suatu barang yang memiliki tenaga teknik yang kompeten, peralatan-peralatan kerja, persediaan bagian, komponen, dan asesoris yang diperlukan untuk penggantian, serta dokumen-dokumen teknik yang diperlukan untuk perawatan dan perbaikan, sesuai dengan jenis barang yang dilayaninya; Angka 2.7 menyebutkan bahwa pelayanan purna jual adalah pelayanan yang diberikan oleh prinsipal kepada konsumen terhadap barang yang dijual dalam hal daya tahan kehandalan operasional; 81

73 2.3.3 Angka 2.8 menyebutkan bahwa pelayanan purna jual pasca garansi meliputi jaminan perawatan berkala, perbaikan, penggantian dan ketersediaan komponen dari barang yang bersangkutan, ketersediaan teknologi, tenaga teknis yang kompeten serta bengkel perawatan dan perbaikan yang disediakan dengan biaya dibebankan kepada konsumen; Angka 2.9 menyebutkan bahwa pelayanan purna jual selama garansi meliputi jaminan pemeriksaan, perbaikan dan/atau penggantian bila barang atau komponenya tidak berfungsi dengan biaya ditanggung oleh prinsipal, selama barang digunakan/dioperasikan secara benar sesuai dengan prosedur penggunaan yang ditetapkan; Angka 2.14 menyebutkan bahwa yang dimaksud prinsipal pelayanan purna jual adalah perorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum di luar negeri atau di dalam negeri yang bertanggungjawab dalam pelayanan purna jual atas penjualan barang yang dimiliki/dikuasai dengan atau tanpa menunjuk pihak lain; 2.4 Data penelitian terkait dengan Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya yang menjadi landasan kerja Service Center Polytron Purwokerto. Adapun Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya sebagai berikut: Menyediakan layanan perbaikan produk dan penjualan untuk produk yang dijual oleh PT. Sarana Kencana Mulya. Produk harus berwujud pesawat jadi, tidak berupa modul saja; 82

74 2.4.2 Untuk mendapatkan garansi, pesawat harus disertai kartu garansi dan bukti pembelian yang sah sesuai dengan tipe, nomor seri yang terdaftar di database kami; Garansi berlaku untuk kerusakan yang diakibatkan pemakaian normal sesuai dengan buku petunjuk dan gangguan teknis akibat kesalahan pabrik; Jangka waktu garansi berlaku dari tanggal pembelian produk. Ketentuan waktu, cakupan dan syarat-syarat berlakunya garansi, sesuai yang tertulis dalam kartu garansi; Untuk perbaikan pesawat sudah tidak bergaransi, kami memberikan garansi service selama 60 hari dari tanggal pengambilan. garansi service berlaku untuk biaya perbaikan dan biaya suku cadang yang sama dengan perbaikan sebelumnya; Untuk pesawat yang sudah tidak bergaransi, akan dikenakan biaya perbaikan, biaya suku cadang atau biaya kunjungan sesuai ketentuan kami; Memberikan layanan kunjungan perbaikan ke rumah konsumen, sebagai berikut: a. Kunjungan berdasarkan permintaan konsumen dan waktunya akan kami atur sesuai jadwal; b. Kunjungan hanya berlaku untuk produk televisi 20 inci keatas, kulkas, ac, dispenser dan mesin cuci. 83

75 2.5 Data penelitian terkait formulir tanda serah terima barang antara konsumen dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto, yaitu: Garansi diberikan apabila produk disertai kartu garansi dan bukti pembelian yang asli, sah dan benar; Untuk produk yang masih garansi jual, masa garansi berlaku sampai dengan waktu yang ditentukan sesuai tanggal pembelian yang tercantum dalam bukti pembelian yang asli, sah dan benar; Untuk produk yang tidak garansi atau bekas perbaikan diluar service center resmi PT Sarana Kencana Mulya, karena memiliki resiko reparasi yang besar, maka konsumen menyetujui konsekuensi adanya resiko reparasi dan tidak akan mengajukan keberatan dikemudian hari, resiko reparasi antara lain adalah produk tidak bias diperbaiki, adanya kerusakan tambahan dan lain-lain; Kami tidak bertanggungjawab terhadap kehilangan/kerusakan data di dalam memori produk, konsumen harus membackup datanya sebelum diperbaiki; Adanya perubahan status garansi menjadi tidak garansi, apabila ditemukan kesalahan garansi setelah produk diperiksa lebih lanjut; Pengambilan produk harus menggunakan tanda terima resmi PT Sarana Kencana Mulya. Kami tidak bertanggungjawab atas produk yang lebih dari 3 (tiga) bulan tidak diurus/diambil oleh konsumen; 84

76 2.5.7 Dengan menandatangani tanda terima ini, berarti konsumen telah menyetujui persyaratan perbaikan sesuai kartu garansi dan ketentuan layanan sevis PT Sarana Kencana Mulya. 2. Data Primer Berdasarkan keterangan dari hasil wawancara dengan Kepala Teknisi Service Center Polytron Purwokerto tanggal 19 Desember 2016 pukul WIB, diperoleh data sebagai berikut : 3.1 Polytron adalah merek dagang elektronik yang diproduksi oleh PT Hartono Istana teknologi sebagai produsen yang bergerak di bidang elektronik yang bekerjasama dengan PT Sarana Kencana Mulya sebagai perusahaan yang memasarkan merek Polytron. 3.2 Keberadaan Service Center Polytron di Purwokerto bertujuan agar konsumen produk-produk Polytron dapat terjamin dalam pelayanan perbaikan dan perawatan, baik selama masa garansi maupun pelayanan pasca garansi. 3.3 Hak dan kewajiban konsumen dalam layanan purna jual di Service Center Polytron Purwokerto adalah sebagai berikut: Hak konsumen dalam layanan purna jual di Service Center Polytron Purwokerto a. Mendapatkan pelayanan yang ramah dari petugas Service Center Polytron Purwokerto; b. Menyampaikan informasi atas kerusakan produk Polytron; c. Mendapatkan informasi tentang kerusakan televisi led Polytron yang menjadi keluhan konsumen; 85

77 d. Mendapatkan informasi terhadap resiko akbat perbaikan televisi led Polytron; e. Mendapatkan informasi tentang harga perbaikan televisi led Polytron yang mengalami kerusakan; f. Mendapatkan informasi tentang lamanya perbaikan televisi led Polytron di Service Center Polytron Purwokerto; g. Mendapatkan garansi dua bulan untuk perbaikan televisi led yang telah diperbaiki dan habis masa garansi dari pabrik; h. Mendapatkan layanan perbaikan gratis atas televisi led Polytron selama masa garansi yang ditentukan; i. Mendapatkan informasi tentang batasan garansi televisi led Polytron; j. Mendapatkan surat tanda terima perbaikan televisi led Polytron; k. Mendapatkan layanan antar jemput televisi led Polytron bagi konsumen; yang lokasinya jauh dari Service Center Polytron Purwokerto; l. Dalam hal konsumen merasa tidak puas terhadap layanan yang diberikan Service Center Polytron Purwokerto, pihak Service Center Polytron Purwokerto mempersilahkan konsumen untuk mengadukan keluhannya ke nomor costumer care pusat dengan nomor atau ke website resmi co.id atau ke facebok Polytron 86

78 atau atau ke lembaga lain yang menurut konsumen dapat menampung keluhan mereka Kewajiban konsumen dalam layanan purna jual televisi led di Service Center Polytron Purwoketo adalah: a. Menyampaikan secara benar kerusakan televisi led Polytron kepada petugas Service Center Polytron; b. Membayar jasa perbaikan televisi led Polytron seperti yang telah disampaikan petugas Service Center Polytron jika televisi led masa garansi pabrikan telah habis; c. Menyimpan baik-baik surat tanda terima perbaikan televisi led Polytron untuk mengambil dan mengklaim garansi televisi led Polytron jika sudah habis masa garansi pabrikan; d. Menunjukan nota pembelian/ kuitansi dan kartu garansi sebagai syarat yang asli dalam layanan perbaikan secara gratis selama masa garansi pabrikan; e. Mengikuti segala ketentuan yang diberikan Service Center Polytron. 3.4 Jenis garansi untuk televisi led Polytron Adapun untuk jenis garansi televisi led Polytron adalah sebagai berikut: Untuk televisi led Polytron ukuran inci berhak mendapatkan layanan perbaikan gratis termasuk di dalamnya penggantian semua suku cadang dan komponen led termasuk remote selama 1 (satu) tahun); 87

79 3.4.2 Untuk televisi led Polytron ukuran inci berhak mendapatkan layanan perbaikan gratis termasuk di dalamnya penggantian semua suku cadang dan komponen led termasuk remote selama 2 (dua) tahun); 3.5 Permasalahan yang ditemukan dalam layanan purna jual televisi led di Service Center Polytron Purwokerto Dalam hal layanan purna jual konsumen datang langsung ke Service Center Polytron Purwokerto: a. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik, konsumen tidak dapat menunjukan surat-surat yang dipersyaratkan pihak Service Center Polytron seperti kuitansi pembayaran dan lembar kartu b. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik, konsumen dapat menunjukan surat-surat yang dipersyaratkan pihak Service Center Polytron namun tidak lengkap, contohnya konsumen hanya dapat menunjukan kuitansi pembayaran saja atau lembar kartu garansi saja; c. Dalam hal pengambilan televisi led yang sudah selesai diperbaiki, konsumen tidak dapat menunjukan surat tanda terima barang yang diberikan petugas service center saat konsumen menyerahkan televisi led yang mengalami kerusakan; d. Konsumen hanya bersedia membeli komponen tipe dan seri tertentu namun tidak membawa televisi led yang mengalami kerusakan. 88

80 3.5.2 Dalam hal layanan purna jual kunjungan ke tempat konsumen: a. Saat memberi informasi kerusakan unit televisi led kepada Service Center Polytron, konsumen tidak memberi informasi secara benar tentang kerusakan televisi led milik konsumen sehingga saat petugas service center mengunjungi konsumen tidak dapat memperbaiki kerusakan televisi led milik konsumen akibat tidak membawa komponen dan spare part yang diperlukan guna memperbaiki kerusakan televisi led milik konsumen; b. Saat memberi informasi lokasi konsumen kepada Service Center Polytron, konsumen tidak memberikan alamat secara lengkap sehingga membuat petugas service center yang bertugas mengunjungi lokasi konsumen tidak dapat berkunjung ke lokasi konsumen; c. Saat memberi informasi nomor handphone kepada service center, nomor handphone konsumen tidak dapat dihubungi; 3.6 Penanganan terhadap permasalahan yang ditemukan dalam layanan purna jual di Service Center Polytron Purwokerto Dalam hal layanan purna jual konsumen datang langsung ke Service Center Polytron Purwokerto: a. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik, konsumen tidak dapat menunjukan surat-surat yang dipersyaratkan pihak Service Center Polytron seperti kuitansi pembayaran dan lembar kartu garansi, dengan 89

81 pertimbangan kerusakan televisi led Polytron dapat segera diperbaiki, petugas tetap menerima televi led dan segera diperbaiki dengan memberi informasi kepada konsumen agar segera menyerahkan syarat-syarat pelayanan garansi. Jika konsumen tidak dapat menunjukan persyaratan yang ditentukan dalam paelayanan garansi, maka konsumen harus mengganti biaya perbaikan televisi led Polytron. b. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik, konsumen menunjukan surat-surat yang dipersyaratkan pihak Service Center Polytron namun tidak lengkap, contohnya konsumen hanya dapat menunjukan kuitansi pembayaran saja atau lembar kartu garansi saja. Dengan pertimbangan kerusakan televisi led Polytron dapat segera diperbaiki, petugas tetap menerima televi led dan segera diperbaiki dengan memberi informasi kepada konsumen agar segera menyerahkan syarat-syarat pelayanan garansi. Jika konsumen tidak dapat menunjukan persyaratan yang ditentukan dalam paelayanan garansi, maka konsumen harus mengganti biaya perbaikan televisi led Polytron. c. Dalam hal pengambilan televisi led yang sudah selesai diperbaiki, konsumen tidak dapat menunjukan surat tanda terima barang yang diberikan petugas Service saat konsumen menyerahkan televisi led yang mengalami kerusakan, konsumen dtetap diperbolehkan mengambil 90

82 televisi led Polytron yang sesesai diperbaiki dengan membuat surat pernyataan bermaterai Rp 6000,00 disertai foto copy identitas diri yang sesuai dengan data yang ada di Service Center Polytron Purwokerto. d. Dalam hal konsumen hanya bersedia membeli komponen tipe dan seri tertentu namun tidak membawa televisi led yang mengalami kerusakan, maka dari petugas service center tidak dapat memenuhi permintaan konsumen dan menyarankan agar televisi led milik konsumen yang mengalami kerusakan dibawa ke Service Center Polytron Purwokerto Dalam hal layanan purna jual konsumen mendapat kunjungan ke rumah oleh petugas Service Center Polytron Purwokerto: a. Penanganan masalah saat memberi informasi kerusakan unit televisi led kepada Service Center Polytron, konsumen tidak memberi informasi secara benar tentang kerusakan televisi led milik konsumen sehingga saat petugas Service senter mengunjungi konsumen tidak dapat memperbaiki kerusakan televisi led milik konsumen akibat tidak membawa komponen dan spare part yang diperlukan guna memperbaiki kerusakan televisi led konsumen, adalah saat sampai ke tempat konsumen, karena apa yang dikeluhkan dan kenyataan tentang kerusakan berbeda, sehingga mengakibatkan kesalahan analisa kerusakan yang berakibat 91

83 kesalahan dalam pembawaan komponen dan spare part, maka petugas Service Center Polytron memberi penjelasan kepada konsumen bahwa untuk menangani kerusakan televisi led milik konsumen tersebut, televisi led milik konsumen tersebut harus dibawa ke Service Center Polytron Purwokerto untuk diperbaiki. b. Penanganan masalah saat memberi informasi lokasi konsumen kepada Service Center Polytron, konsumen tidak memberikan alamat secara lengkap sehingga membuat petugas Service Center Polytron yang bertugas mengunjungi lokasi konsumen tidak dapat berkunjung ke lokasi konsumen adalah pertama dari petugas Service senter yang bertugas mengunjungi lokasi konsumen menghubungi lewat handphone tentang alamat lokasi konsumen secara jelas atau jika konsumen tidak dapat dihubungi, maka konsumen tersebut batal untuk dikunjungi sampai ada informasi yang jelas tentang lokasi konsumen berada. c. Penanganan masalah saat memberi informasi nomor handphone kepada service center, nomor handphone konsumen tidak dapat dihubungi adalah dari petugas Service Center Polytron sebelum data konsumen diberikan kepada petugas yang akan berkunjung ke tempat konsumen, meminta kepada konsumen agar member nomor handphone lebih dari dua nomor handphone. 92

84 3.7 Dalam proses menangani permasalahan yang terjadi saat melayani keluhan konsumen, pihak Service Center Polytron Purwokerto selalu berusaha mengedepankan semangat kekeluargaan melalui musyawarah dan itikad baik agar tercapai solusi permasalahan yang terbaik antara pihak Service Center Polytron Purwokerto dan konsumen pengguna televisi led Polytron. Warsono selanjutnya memberi keterangan kepada penulis bahwa sampai saat wawancara dilakukan pihak Service Center Polytron belum pernah menjumpai permasalahan konsumen yang dibawa ke pengadilan. B. Pembahasan 1. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Konsumen dalam Layanan Purna Jual di Service Center Polytron Purwokerto Dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap konsumen dan menghindarkan konsumen dari resiko kerugian akibat bertransaksi barang dan atau jasa yang beredar di pasar pemerintah menetapkan Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No: 634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tatacara Pengawasan Terhadap Barang yang Beredar di Pasar. Pengawasan barang beredar ini, di satu sisi sangat penting bagi produsen agar mereka terlindungi dari persaingan yang tidak sehat baik untuk produksi dalam negeri maupun luar negeri dan disisi lain, konsumen juga mendapatkan haknya memperoleh barang yang terjamin mutu dan keamanannya (2009: ). 93

85 Perlindungan hukum bagi konsumen sangat dibutuhkan oleh sebagian besar kalangan masyarakat khususnya adalah para konsumen karena dalam pergaulan hidup mereka sehari-hari masih sangat banyak ditemukan permasalahan tentang sengketa konsumen, dimana mereka merasa dirugikan oleh produsen karena produk barang, dan/atau jasa yang dikonsumsinya. Hal itulah yang menjadikan alasan konsumen kemudian menuntut ganti kerugian kepada pelaku usaha, akan tetapi konsumen belum mendapatkan perlindungan hukum yang tepat dikarenakan masih lemahnya perlindungan hukum yang diberikan pelaku usaha terhadap konsumen yang menderita kerugian tersebut (Elia Wuria Dewi, 2015:3). Perlindungan konsumen menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015: 1) menjelaskan bahwa kalimat yang menyatakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum merupakan benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen. Pelaku usaha maupun konsumen mempunyai hak yang sama untuk mendapat perlindungan hukum selama pelaku usaha dan konsumen telah memenuhi kewajibannya. Hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 mengenai hak dan kewajiban konsumen dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha. 94

86 Berdasarkan hasil penelitian nomor mengenai hak-hak konsumen diketahui bahwa hak-hak konsumen menurut Pasal 4 Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa: b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang diwajibkan; c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen; g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; Perlindungan hukum terhadap konsumen tidak hanya membahas berbagai macam hak-hak yang dimiliki konsumen. Namun juga membahas tentang kewajiban-kewajiban konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 5. 95

87 Berdasarkan hasil penelitian nomor mengenai kewajiban konsumen diketahui bahwa kewajiban konsumen sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 5 sebagai berikut: a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Selain harus memperhatikan hak-hak yang dimiliki, konsumen juga harus memperhatikan kewajiban konsumen dalam segala aktivitasnya dengan pelaku usaha. Berdasarkan hasil penelitian nomor mengenai hak-hak pelaku usaha, diketahui bahwa hak-hak pelaku usaha menurut Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu: a. Hak utuk menerima pembayaran uang yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beritikad baik; c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; 96

88 d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang di perdagangkan; e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Menurut Elia Wuria Dewi (2015: 59), pelaku usaha sudah sepantasnya mengerti dan memahami apa yang menjadi hak dan kewajiban yang dimiliki dalam menjalankan usahanya sehingga tidak ada pihak lain yang menderita kerugian. Hak-hak yang dimiliki oleh pelaku usaha tersebut juga diimbangi dengan dibebankannya kewajiban bagi pelaku usaha dimana kewajiban tersebut harus ditaati dan dilaksanakan oleh pelaku usaha. Berdasarkan hasil penelitian nomor mengenai kewajiban pelaku usaha, diketahui bahwa kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu: a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; d. Menjamin mutu barang dan/atau yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; 97

89 e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang dan atau/jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang di buat dan/atau diperdagangkan; f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian. Seorang konsumen di dalam melakukan transaksi jual beli melalui beberapa tahap yaitu tahap pra transaksi, tahap transaksi dan tahap purna transaksi. Dalam tahap pra transaksi, konsumen harus mendapatkan informasi atas barang dan/atau jasa yang akan dibelinya secara benar, jelas dan jujur melalui brosur, label, iklan ataupun bentuk informasi lain yang diberikan pelaku usaha (AZ. Nasution, 2001: 15). Setelah benar-benar yakin akan barang dan/atau jasa tersebut terjadilah tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak sudah mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis (AZ. Nasution, 2001: 15). Masalah yang banyak terjadi dalam tahap ini adalah jika terdapatnya perjanjian baku yang lebih banyak menguntungkan pelaku usaha karena perjanjian itu dibuat secara sepihak, posisi konsumen disini adalah lemah. Kemudian setelah terjadinya transaksi, seorang konsumen akan melewati tahap selanjutnya yaitu tahap purna transaksi.. Pada tahap ketiga dalam tahapan transaksi konsumen ini dikenal istilah layanan purna jual (AZ. Nasution, 2001: 15). 98

90 Salah satu komponen penting dalam layanan purna jual sebuah produk elektronik adalah keberadaan service center. Alasannya adalah karena produk elektronik berkaitan dengan penggunaan listrik, sehingga akan menimbulkan gangguan dan kerusakan dalam waktu tertentu. Hal tersebut diungkapkan oleh Tekno Wibowo selaku Direktur Marketing PT Hartono Istana Teknologi sebagai perusahaan yang memproduksi merek Polytron (://swa.co.id/swa/ temds/marketing/perbaikanproduk-polytron/diservice-center-maksimal-dua-hari-saja, diakses tanggal 28 November 2016 Pukul WIB). Tekno Wibowo selanjutnya menjelaskan bahwa adanya service center dengan layanan yang baik akan memudahkan konsumen dalam menyampaikan keluhan selama menggunakan produk elektronik, khususnya produk-produk Polytron. Dengan begitu diharapkan bahwa konsumen produk Polytron akan mendapatkan kenyamanan dan kepuasan menggunakan produk-produk Polytron sehingga konsumen tetap mempercayakan segala kebutuhan rumah tangganya kepada merek Polytron (://swa.co.id/swa/ temds/marketing/perbaikanproduk-polytron/diservice-center-maksimal-dua-hari-saja, diakses tanggal 28 November 2016 Pukul WIB). Demi mendukung kenyamanan dan kepuasan konsumen dalam menggunakan produk-produk Polyron di Purwokerto dan sekitarnya didirikanlah Service Center Polytron. Warsono selaku Kepala Teknisi Service Center Polytron Purwokerto saat diwawancarai di Service Center Polytron Purwokerto tanggal 19 Desember 2016 pukul WIB 99

91 memberikan keterangan bahwa jajaran Service Center Polytron Purwokerto dalam melayani konsumen dituntut agar senantiasa melayani konsumen dengan sebaik-baiknya. Pelayanan terhadap konsumen tersebut tercermin dalam setiap interaksi antara karyawan Service Center Polytron Purwokerto dengan konsumen baik interaksi langsung maupun interaksi lewat media elektronika seperti telephone, whatsap, facebok dan twiter. Setiap konsumen pengguna televisi led Polytron yang hendak menggunakan jasa Service Center Polytron Purwokerto, berhak mendapatkan pelayanan sebagaimana ditemukan pada hasil penelitian nomor mengenai hak konsumen dalam layanan purna jual di Service Center Polytron sebagai berikut: a. Mendapatkan pelayanan yang ramah dari petugas Service Center Polytron Purwokerto; b. Menyampaikan informasi atas kerusakan produk Polytron; c. Mendapatkan informasi tentang kerusakan televisi led Polytron yang menjadi keluhan konsumen; d. Mendapatkan informasi terhadap resiko akbat perbaikan televisi led Polytron; e. Mendapatkan informasi tentang harga perbaikan televisi led Polytron yang mengalami kerusakan; f. Mendapatkan informasi tentang lamanya perbaikan televisi led Polytron di Service Center Polytron Purwokerto; g. Mendapatkan garansi dua bulan untuk perbaikan televisi led yang telah diperbaiki dan habis masa garansi dari pabrik; 100

92 h. Mendapatkan layanan perbaikan gratis atas televisi led Polytron selama masa garansi yang ditentukan; i. Mendapatkan informasi tentang batasan garansi televisi led Polytron; j. Mendapatkan surat tanda terima perbaikan televisi led Polytron; k. Mendapatkan layanan antar jemput televisi led Polytron bagi konsumen yang lokasinya jauh dari Service Center Polytron Purwokerto; l. Dalam hal konsumen merasa tidak puas terhadap layanan yang diberikan Service Center Polytron Purwokerto, pihak Service Center Polytron Purwokerto mempersilahkan konsumen untuk mengadukan keluhannya ke nomor custumer care pusat dengan nomor atau ke website resmi atau ke facebok Polytron atau atau ke lembaga lain yang menurut konsumen dapat menampung keluhan mereka. Pelayanan seperti dijelaskan di atas, menurut Warsono merupakan implementasi dari Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya yang menjadi landasan kerja Service Center Polytron Purwokerto. Adapun Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya seperti ditemukan pada hasil penelitan nomor 2.4, adalah sebagai sebagai berikut: a. Menyediakan layanan perbaikan produk dan penjualan untuk produk yang dijual oleh PT. Sarana Kencana Mulya. Produk harus berwujud pesawat jadi, tidak berupa modul saja; 101

93 b. Untuk mendapatkan garansi, pesawat harus disertai kartu garansi dan bukti pembelian yang sah sesuai dengan tipe, nomor seri yang terdaftar di database kami; c. Garansi berlaku untuk kerusakan yang diakibatkan pemakaian normal sesuai dengan buku petunjuk dan gangguan teknis akibat kesalahan pabrik; d. Jangka waktu garansi berlaku dari tanggal pembelian produk. Ketentuan waktu, cakupan dan syarat-syarat berlakunya garansi, sesuai yang tertulis dalam kartu garansi; e. Untuk perbaikan pesawat sudah tidak bergaransi, kami memberikan garansi service selama 60 hari dari tanggal pengambilan. Garansi service berlaku untuk biaya perbaikan dan biaya suku cadang yang sama dengan perbaikan sebelumnya; f. Untuk pesawat yang sudah tidak bergaransi, akan dikenakan biaya perbaikan, biaya suku cadang atau biaya kunjungan sesuai ketentuan kami; g. Memberikan layanan kunjungan perbaikan ke rumah konsumen, sebagai berikut: 1) Kunjungan berdasarkan permintaan konsumen dan waktunya akan kami atur sesuai jadwal; 2) Kunjungan hanya berlaku untuk produk televisi 20 inci keatas, kulkas, ac, dispenser dan mesin cuci. 102

94 Pihak Service Center Polytron dengan konsumennya dalam melakukan layanan purna jual terjadi hubungan hukum diantara kedua pihak. Hubungan hukum tersebut terjadi karena ditanda tanganinya formulir tanda terima barang yang diajukan oleh pihak Service Center Polytron sebelum konsumen mendapatkan layanan purna jual. Berdasarkan hasil penelitian 2.5 mengenai formulir tanda serah terima barang antara konsumen dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto, diketahui hak dan kewajiban antara konsumen dan pihak Service Center Polytron adalah sebagai berikut: a. Garansi diberikan apabila produk disertai kartu garansi dan bukti pembelian yang asli, sah dan benar; b. Untuk produk yang masih garansi jual, masa garansi berlaku sampai dengan waktu yang ditentukan sesuai tanggal pembelian yang tercantum dalam bukti pembelian yang asli, sah dan benar; c. Untuk produk yang tidak garansi atau bekas perbaikan diluar service center resmi PT Sarana Kencana Mulya, karena memiliki resiko reparasi yang besar, maka konsumen menyetujui konsekuensi adanya resiko reparasi dan tidak akan mengajukan keberatan dikemudian hari, resiko reparasi antara lain adalah produk tidak bisa diperbaiki, adanya kerusakan tambahan dan lain-lain; d. Kami tidak bertnggungjawab terhadap kehilangan/kerusakan data di dalam memori produk, konsumen harus membackup datanya sebelum diperbaiki; 103

95 e. Adanya perubahan status garansi menjadi tidak garansi, apabila ditemukan kesalahan garansi setelah produk diperiksa lebih lanjut; f. Pengambilan produk harus menggunakan tanda terima resmi PT Sarana Kencana Mulya. Kami tidak bertanggungjawab atas produk yang lebih dari 3 (tiga) bulan tidak diurus/diambil oleh konsumen; g. Dengan menandatangani tanda terima ini, berarti konsumen telah menyetujui persyaratan perbaikan sesuai kartu garansi dan ketentuan layanan Sevice PT Sarana Kencana Mulya. Formulir tersebut merupakan perjanjian standar atau klausula baku yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak setelah ditanda tangani oleh pihak konsumen. Setelah adanya hubungan hukum diantara kedua pihak, maka terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Menurut Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, maka terjadinya perjanjian diantara kedua pihak merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi seluruh ketentuan yang telah disepakati diantara keduanya. Dalam hal ini adalah pihak Service Center Polytron dan konsumen pengguna jasa layanan purna jual televisi led Polytron. Perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa layanan purna jual televisi led di Service Center Poytron terkait dengan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diuraikan sebagai berikut: 104

96 a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa terdapat pada Pasal 4 huruf (a) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015: 41) berpendapat bahwa hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ jasa pada intinya adalah melindungi hak konsumen atas hak keamanan dan kesalamatan konsumen. Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila mengkonsumsi suatu produk. Berdasarkan Pasal 4 huruf (a) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 jika dikaitkan dengan hasil penelitian nomor 2.4 mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya serta hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak dan kewajiban konsumen pada formulir tanda serah terima barang antara konsumen dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto apabila dihubungkan dengan pendapat Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, maka dapat dideskripsikan bahwa pelayanan purna jual yang dilakukan 105

97 Servive Center Polytron terhadap konumen pengguna televisi led Polytron baik selama masa garansi maupun pasca garansi telah memenuhi ketentuan Pasal 4 Pasal 4 huruf a Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. b. Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang diwajibkan Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang diwajibkan terdapat pada Pasal 4 huruf (b) Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Seorang konsumen di dalam melakukan transaksi jual beli melalui beberapa tahap yaitu tahap pra transaksi, tahap transaksi dan tahap purna transaksi. Dalam tahap pra transaksi, konsumen harus mendapatkan informasi atas barang dan/atau jasa yang akan dibelinya secara benar, jelas dan jujur melalui brosur, label, iklan ataupun bentuk informasi lain yang diberikan pelaku usaha (AZ. Nasution, 2001: 15). Setelah benar-benar yakin akan barang dan/atau jasa tersebut terjadilah tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak sudah mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis. Setelah terjadinya transaksi, seorang konsumen akan 106

98 melewati tahap selanjutnya yaitu tahap purna transaksi. Pada tahap purna transaksi ini berhubungan dengan tingkat kepuasan konsumen, apakah barang dan/atau jasa yang dibelinya sesuai dengan apa yang diiklankan, sesuai dengan jaminan atau layanan purna jualnya sudah memadai atau belum. Pada tahap ketiga dalam tahapan transaksi konsumen ini dikenal istilah layanan purna jual (AZ. Nasution, 2001: 15). Philip Kotler (2002: 508) mengatakan bahwa layanan purna jual adalah layanan yang diberikan perusahaan kepada seorang konsumen setelah terjadinya transaksi penjualan. Menurut ketentuan Bab I Pasal 1 angka (12) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa Yang Beredar di Pasar, disebutkan bahwa pelayanan purna jual adalah layanan yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang dijual dalam hal jaminan mutu, daya tahan, kehandalan operasional sekurang-kurangnya satu tahun. Berdasarkan Pasal 4 huruf (b) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 dan Pasal 1 angka (12) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa Yang Beredar di Pasar jika dikaitkan dengan hasil penelitian nomor 2.4 mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya dan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak dan kewajiban 107

99 konsumen pada formulir tanda serah terima barang antara konsumen dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto apabila dihubungkan dengan pendapat pendapat AZ Nasution dan Philip Kotler, maka dapat dideskripsikan bentuk perlindungan hukum yang diberikan Service Center Purwokerto kepada konsumen adalah dalam hal memberikan pelayanan terhadap jaminan yang dijanjikan, telah terpenuhi karena hak tersebut masuk dalam kategori pelayanan purna jual. Mengenai hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi, belum terpenuhi karena hak tersebut masuk dalam layanan pra transaksi dan transaksi bukan dalam layanan purna transaksi sehingga bukan kewajiban Service Center Polytron Purwokerto untuk memenuhinya. c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa terdapat pada Pasal 4 huruf (c) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa. Elia Wuria Dewi (2015: 17) menjelaskan bahwa konsumen berhak atas informasi yang benar,, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/ jasa dimksudkan agar pelaku usaha selalu terbuka dan transparan atas informasi kondisi produk serta jaminan atas barang 108

100 yang diedarkan kepada konsumen sehingga konsumen tidak merasa dirugikan karena informasi yang didapatkan tidak sesuai dengan kondisi produk barang yang ditawarkan. Janus Sidablok (2014: 58) menjelaskan bahwa sebelum konsumen memakai atau mengkonsumsi produk yang diperolehnya dari pasar, tentu ada peristiwa-peristiwa yang terjadi. Peristiwa-peristiwa atau keadaan-keaadaan itu dapat digolongkan atau dikelompokan kedalam beberapa tahapan peristiwa/keadaan. Adapun tahapan yang terjadi dalam transaksi yang dilakukan antara produsen-pelaku usaha dan konsumen dalam upaya konsumen untuk memperoleh produk adalah sebagai berikut: 1) Tahap Pra Transaksi; 2) Tahap Transaksi; 3) Tahap Purna Transaksi. Tahap pra transaksi adalah tahap sebelum adanya perjanjian/transaksi konsumen, yaitu keadaan-keadaan atau peristiwaperistiwa yang terjadi sebelum konsumen memutuskan untuk membeli dan memakai produk yang diedarkan produsen-pelaku usaha (Janus Sidablok, 2014: 58). Pada tahap pra transaksi, sesuai dengan haknya sebagai konsumen, konsumen mencoba mencari informasi mengenai kebutuhannya, antara lain syarat-syarat yang perlu dipenuhi/disediakan, harga, komposisi, kegunaan, khasiat, manfaat, keunggulannya dibanding dengan produk lain sejenis, cara pemakaian/penggunaan dan 109

101 sebagainya. Sebaliknya produsen-pelaku usaha-penjual memberi informasi melalui berbagai media supaya konsumen tertarik dan mau membeli/memakai. Dengan demikian, perbuatan produsen yang berkaitan dengan pemasaran khususnya promosi dan tindakan konsumen dalam mencari informasi tentang kebutuhannya dapat digolongkan sebagai tahap pra transaksi (Janus Sidablok, 2014: 59). Berdasarkan Pasal 4 huruf (c) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jika dikaitkan dengan hasil penelitian nomor 2.4 mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana dan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak dan kewajiban konsumen pelaku usaha pada formulir tanda serah terima barang antara konsumen dengan pihak Service Center Polytron apabila dihubungkan dengan pendapat Elia Wuria Dewi dan pendapat Janus Sidablok, maka dapat dideskripsikan bahwa pihak Service Center Polytron Purwokerto belum mempunyai kewajiban memberikan perlindungan kepada konsumen akan hak ini dikarenakan hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa termasuk masuk dalam kegiatan konsumen pada tahap pra transaksi d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ jasa yang digunakan Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ jasa yang digunakan terdapat pada Pasal 4 huruf (d) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang 110

102 menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ jasa yang digunakan. Elia Wuria Dewi (2015: 17-18) menjelaskan bahwa hak konsumen untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan konsumen dimaksudkan agar pelaku uasaha harus bersedia mendengarkan keluhan atau komplain yang diajukan oleh konsumen ketika barang dan/ atau jasa yang ditawarkan serta diedarkannya tidak sesuai dengan yang dipromosikan. Janus Sidablok (2014: 34) menjelaskan bahwa apabila setelah mengkonsumsi produk kemudian konsumen merasa dirugikan atau dikecewakan karena ternyata produk yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan informasi yang diterimanya (misalnya, kualitas tidak sesuai), produsen-pelaku usaha seharusnya mendengar keluhan konsumen itu dan memberikan penyelesaian yang baik. Perlu ketulusan hati dari produsen-pelaku usaha untuk mengakui kelemahannya dan senantiasa meningkatkan pelayanannya kepada konsumen. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015: 43-44) menjelaskan bahwa hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih lanjut atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat disampaikan baik secara perorangan maupun secara kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh suatu lembaga tertentu misalnya melalu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. 111

103 Berdasarkan Pasal 4 huruf (d) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jika dikaitkan dengan hasil penelitian nomor b mengenai hak konsumen dalam layanan purna jual di Service Center Polytron Purwokerto dan hasil penelitian nomor l mengenai hak konsumen dalam layanan purna jual di Service Center Polytron Dalam hal konsumen merasa tidak puas terhadap layanan yang diberikan Service Center Polytron Purwokerto apabila dihubungkan dengan pendapat Elia Wuria Dewi, Janus Sidablok serta pendapat Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, maka dapat dideskripsikan bahwa Service Center Polytron Purwokerto dalam memberikan layanan purna jual terhadap konsumen telah memenuhi ketentuan Pasal 4 huruf d Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut terdapat pada Pasal 4 huruf (e) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Elia Wuria Dewi (2015: 18) mengatakan bahwa konsumen berhak mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut dimaksudkan agar para 112

104 konsumen yang mengalami kerugian dapat mendapatkan perlindungan dan jaminan kepastian hukum sebagaimana yang telah di atur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dapat menyelesaikan permasalahan mereka melalui badan penyelesaian sengketa lain di luar pengadilan yang memiliki kewenangan dalam permasalahan sengketa konsumen. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015: 43-44) menjelaskan bahwa hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih lanjut atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat disampaikan baik secara perorangan maupun secara kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh suatu lembaga tertentu misalnya melalu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Janus Sidablok (2014: 34) menegaskan bahwa mengingat produsen-pelaku usaha berada dalam kedudukan yang lebih kuat, baik secara ekonomis maupun dari segi kekuasaan dibanding dengan konsumen, maka konsumen perlu mendapatkan advokasi, perlindungan, serta upaya penyelesaian sengketa secara patut atas hak-haknya. Berdasarkan Pasal 4 huruf (e) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jika dikaitkan dengan pada hasil penelitian nomor l mengenai hak konsumen dalam layanan purna jual di Service Center Polytron apabila dihubungkan dengan pendapat Elia Wuria Dewi, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo dan Janus Sidablok dapat dideskripsikan bahwa Service Center Polytron 113

105 Purwokerto dalam memberikan layanan purna jual terhadap konsumen telah memenuhi hak konsumen untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen terdapat pada Pasal 4 huruf (f) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. Elia Wuria Dewi (2015: 18) menjelaskan bahwa hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen dimaksudkan agar ketika seorang konsumen itu mengalami hal-hal yang dirasa merugikan dirinya, mereka tidak hanya diam saja melainkan akan cepat menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha sehingga dengan kritis dan mandiri mereka akan dapat memperjuangkan haknya sendiri sebagai konsumen. Janus Sidablok (2014: 34) memberikan ulasan bahwa konsumen berhak mendapatkan pembinaan dan pendidikan mengenai bagaimana berkonsumsi yang baik. Produsen pelaku usaha wajib memberi informasi yang benar dan mendidik sehingga konsumen makin dewasa bertindak dalam memenuhi kebutuhannya, bukan sebaliknya mengeksploitasi kelemahan-kelemahan konsumen terutama wanita dan anak-anak. 114

106 Berdasarkan Pasal 4 huruf (f) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen hasil penelitian nomor 2.4 mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya jika dikaitkan dengan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak dan kewajiban konsumen pelaku usaha pada formulir tanda serah terima barang antara konsumen dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto serta hasil penelitian hasil penelitian nomor mengenai hak konsumen dalam layanan purna jual di Service Center Polytron, apabila dihubungkan dengan pendapat Elia Wuria Dewi dan Janus Sidablok dapat dideskripsikan bahwa Service Center Polytron Purwokerto dalam memberikan layanan purna jual terhadap konsumen telah memenuhi hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif Pasal 4 huruf (g) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Hak tersebut juga diatur pada Pasal 7 huruf c Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan pelaku usaha harus memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 115

107 Elia Wuria Dewi (2015: 18) menjelaskan bahwa konsumen mempunyai hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif dimaksudkan agar pelayanan yang dilakukan pelaku usaha harus ramah dan tidak berusaha mengelabuhi atau bahkan memberikan informasi yang tidak benar kepada konsumen. Janus Sidablok (2014: 35) menjelaskan bahwa dalam memperoleh pelayanan, konsumen berhak juga untuk diperlakukan secara benar dan jujur serta sama dengan konsumen lainnya, tanpa ada pembeda-bedaan berdasarkan ukuran apapun, misalnya, suku, agama, budaya, daerah asal atau tempat tinggal, pendidikan, status ekonomi (kaya-miskin), dan status sosial lainnya. Berdasarkan Pasal 4 huruf (g) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jika dikaitkan dengan hasil penelitian nomor 2.4 mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya dan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak dan kewajiban konsumen pelaku usaha pada formulir tanda serah terima barang antara konsumen dengan pihak Service Center Polytron apabila dihubungkan dengan pendapat Eli Wuria Dewi dan Janus Sidablok, maka dapat dideskripsikan bahwa Service Center Polytron Purwokerto dalam memberikan layanan purna jual terhadap konsumen telah memenuhi hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 116

108 h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya Pasal 4 huruf (h) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya juga diatur pada Pasal 7 huruf (f) dan (g) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 7 huruf (f) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Pasal 7 huruf (g) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 117

109 Elia Wuria Dewi (2015: 18) berpendapat bahwa untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya merupakan salah satu tanggung jawab yang harus dimiliki oleh selaku pelaku usaha, dimana mereka wajib memberikan ganti rugi kepada konsumen ketika produk barang dan/ atau jasa yang mereka edarkan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dan tidak sesuai dengn keinginan konsumen. Berdasarkan Pasal 4 huruf h Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 7 huruf f yang menyatakan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan jika dikaitakan dengan hasil penelitian nomor 2.4 mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya dan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak dan kewajiban yang tercantum pada formulir tanda serah terima barang antara konsumen dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto serta hasil penelitian nomor 3.6 mengenai penanganan permasalahan yang ditemukan Service Center Polytron Purwokerto, jika dikaitkan dengan pendapat Eli Wuria Dewi dan Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo serta maka dapat dideskripsikan bahwa Service Center Polytron Purwokerto dalam memberikan layanan purna jual terhadap konsumen telah memenuhi hak konsumen untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. 118

110 2. Penyelesaian Masalah Dalam Upaya Perlindungan Hukum Pada Layanan Purna Jual Televisi Led Di Service Center Polytron Purwokerto Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta larangan sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat melahirkan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Sengketa itu dapat berupa salah satu pihak tidak mendapatkan atau menikmati apa yang seharusnya menjadi haknya karena pihak lawan tidak memenuhi kewajibannya.. Sengketa yang timbul antara pelaku usaha dan konsumen berawal dari transaksi konsumen disebut sengketa konsumen (Janus Sidablok, 2014: 127). Penyelesaian sengketa konsumen menurut Pasal 45 Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu: a. Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan umum; b. Ayat (2) menjelaskan bahwa penyeelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa; Janus Sidablok (2014: 127) berpendapat bahwa sengketa konsumen dapat bersumber dari dua hal, yaitu: a. Pelaku usaha tidak melaksanakan kewajiban hukum sebagai mana diatur dalam undang-undang Pelaku usaha tidak melaksanakan kewajiban hukum sebagai mana 119

111 diatur dalam undang-undang artinya pelaku usaha mengabaikan ketentuan undang-undang tentang kewajibannya sebagai pelaku usaha dan larangan-larangan yang dikenakan padanya dalam menjalankan usahanya. Sengketa ini dapat disebut sengketa yang bersumber dari hukum. b. Pelaku usaha atau konsumen tidak menaati isi perjanjian Pelaku usaha usaha atau konsumen tidak menaati isi perjanjian yang berarti, baik pelaku usaha maupun konsumen tidak menaati kewajiban sesuai dengan kontrak atau perjanjian yang dibuat antara mereka. Sengketa ini dapat disebut sengketa yang bersumber dari kontrak. Penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dan konsumen dapat diselesaikan dengan dua jalur, yaitu lewat pengadilan atau litigasi dan di luar pengadilan atau non litigasi hal ini dijelaskan oleh Janus Sidablok dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (2014: 128). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Di luar pengadilan Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ialah penyelesaian melalui lembaga-lembaga pemeritah yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha (yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nasional) dan /atau forum lain untuk mencapai kesepakatan, merujuk pada Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, forum yang dimaksud adalah forum negoisasi, konsiliasi, mediasi, penilaian ahli dan arbritase. 120

112 b. Pengadilan. Penyelesaian masalah dengan litigasi, berarti pelaku usaha dan konsumen yang mengalami kerugian menempuh jalur di pengadilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Berdasarkan hasil penelitian nomor 3.5 diketahui mengenai permasalahan yang ditemukan dalam layanan purna jual televisi led di Service Center Polytron Purwokerto, yaitu: Dalam hal layanan purna jual konsumen datang langsung ke Service Center Polytron Purwokerto: a. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik, konsumen tidak dapat menunjukan surat-surat yang dipersyaratkan pihak Service Center Polytron seperti kuitansi pembayaran dan lembar kartu garansi. b. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik, konsumen dapat menunjukan surat-surat yang dipersyaratkan pihak Service Center Polytron namun tidak lengkap, contohnya konsumen hanya dapat menunjukan kuitansi pembayaran saja atau lembar kartu garansi saja; c. Dalam hal pengambilan televisi led yang sudah selesai diperbaiki, konsumen tidak dapat menunjukan surat tanda terima barang yang diberikan petugas service center. d. Konsumen hanya bersedia membeli komponen tipe dan seri tertentu namun tidak membawa televisi led yang mengalami kerusakan. 121

113 3.5.2 Dalam hal layanan purna jual kunjungan ke tempat konsumen: a. Saat memberi informasi kerusakan unit televisi led kepada Service Center Polytron, konsumen tidak memberi informasi secara benar tentang kerusakan televisi led milik konsumen sehingga saat petugas service center mengunjungi konsumen tidak dapat memperbaiki kerusakan televisi led milik konsumen akibat tidak membawa komponen dan spare part yang diperlukan guna memperbaiki kerusakan televisi led milik konsumen; b. Saat memberi informasi lokasi konsumen kepada Service Center Polytron, konsumen tidak memberikan alamat secara lengkap sehingga membuat petugas service center yang bertugas mengunjungi lokasi konsumen tidak dapat berkunjung ke lokasi konsumen; c. Saat memberi informasi nomor handphone kepada service center, nomor handphone konsumen tidak dapat dihubungi; Berdasarkan hasil penelitian nomor 3.6 menegenai penanganan terhadap permasalahan yang ditemukan dalam layanan purna jual di Service center Purwokerto, diketahui bahwa: Dalam hal layanan purna jual konsumen datang langsung ke Service Center Polytron Purwokerto: a. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik, konsumen tidak dapat menunjukan surat-surat yang dipersyaratkan pihak Service Center Polytron seperti kuitansi 122

114 pembayaran dan lembar kartu garansi, dengan pertimbangan kerusakan televisi led Polytron dapat segera diperbaiki, petugas tetap menerima televi led dan segera diperbaiki dengan memberi informasi kepada konsumen agar segera menyerahkan syarat-syarat pelayanan garansi. Jika konsumen tidak dapat menunjukan persyaratan yang ditentukan dalam paelayanan garansi, maka konsumen harus mengganti biaya perbaikan televisi led Polytron. b. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik, konsumen menunjukan surat-surat yang dipersyaratkan pihak Service Center Polytron namun tidak lengkap, contohnya konsumen hanya dapat menunjukan kuitansi pembayaran saja atau lembar kartu garansi saja. Dengan pertimbangan kerusakan televisi led Polytron dapat segera diperbaiki, petugas tetap menerima televisi led dan segera diperbaiki dengan memberi informasi kepada konsumen agar segera menyerahkan syarat-syarat pelayanan garansi. Jika konsumen tidak dapat menunjukan persyaratan yang ditentukan dalam paelayanan garansi, maka konsumen harus mengganti biaya perbaikan televisi led Polytron. c. Dalam hal pengambilan televisi led yang sudah selesai diperbaiki, konsumen tidak dapat menunjukan surat tanda terima barang yang diberikan petugas Service saat konsumen menyerahkan televisi led yang mengalami kerusakan, 123

115 konsumen dtetap diperbolehkan mengambil televisi led Polytron yang sesesai diperbaiki dengan membuat surat pernyataan bermaterai Rp 6000,00 disertai foto copy identitas diri yang sesuai dengan data yang ada di Service Center Polytron Purwokerto. d. Dalam hal konsumen hanya bersedia membeli komponen tipe dan seri tertentu namun tidak membawa televisi led yang mengalami kerusakan, maka dari petugas service center tidak dapat memenuhi permintaan konsumen dan menyarankan agar televisi led milik konsumen yang mengalami kerusakan dibawa ke Service Center Polytron Purwokerto Dalam hal layanan purna jual konsumen mendapat kunjungan ke rumah oleh petugas Service Center Polytron Purwokerto: a. Penanganan masalah saat memberi informasi kerusakan unit televisi led kepada Service Center Polytron, konsumen tidak memberi informasi secara benar tentang kerusakan televisi led milik konsumen sehingga saat petugas service center mengunjungi konsumen tidak dapat memperbaiki kerusakan televisi led milik konsumen akibat tidak membawa komponen dan spare part yang diperlukan guna memperbaiki kerusakan televisi led konsumen, adalah saat sampai ke tempat konsumen, karena apa yang dikeluhkan dan kenyataan tentang kerusakan berbeda, sehingga mengakibatkan kesalahan analisa kerusakan yang berakibat kesalahan dalam pembawaan komponen dan 124

116 spare part, maka petugas Service Center Polytron memberi penjelasan kepada konsumen bahwa untuk menangani kerusakan televisi led milik konsumen tersebut, televisi led milik konsumen tersebut harus dibawa ke Service Center Purwokerto untuk diperbaiki. b. Penanganan masalah saat memberi informasi lokasi konsumen kepada Service Center Polytron, konsumen tidak memberikan alamat secara lengkap, sehingga membuat petugas Service Center Polytron yang bertugas mengunjungi lokasi konsumen tidak dapat berkunjung ke lokasi konsumen adalah pertama dari petugas service center yang bertugas mengunjungi lokasi konsumen menghubungi lewat handphone tentang alamat lokasi konsumen secara jelas atau jika konsumen tidak dapat dihubungi, maka konsumen tersebut batal untuk dikunjungi samapai ada informasi yang jelas tentang lokasi konsumen berada. c. Penanganan masalah saat memberi informasi nomor handphone kepada service center, nomor handphone konsumen tidak dapat dihubungi adalah dari petugas Service Center Polytron sebelum data konsumen diberikan kepada petugas yang akan berkunjung ke tempat konsumen, meminta kepada konsumen agar member nomor handphone lebih dari dua nomor handphone. 125

117 Dalam melaksanakan kegiatan layanan purna jual termasuk di dalamnya menangani keluhan konsumen terhadap permasalah yang terjadi dalam penggunaan televisi led, Service Center Polytron Purwokerto menggunakan pedoman Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya. Adapun Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya yang menjadi landasan kerja Service Center Polytron Purwokerto seperti tertulis dalam hasil penelitian nomor 2.4 yaitu: a. Menyediakan layanan perbaikan produk dan penjualan untuk produk yang dijual oleh PT. Sarana Kencana Mulya. Produk harus berwujud pesawat jadi, tidak berupa modul saja; b. Untuk mendapatkan garansi, pesawat harus disertai kartu garansi dan bukti pembelian yang sah sesuai dengan tipe, nomor seri yang terdaftar di database kami; c. Garansi berlaku untuk kerusakan yang diakibatkan pemakaian normal sesuai dengan buku petunjuk dan gangguan teknis akibat kesalahan pabrik; d. Jangka waktu garansi berlaku dari tanggal pembelian produk. Ketentuan waktu, cakupan dan syarat-syarat berlakunya garansi, sesuai yang tertulis dalam kartu garansi; e. Untuk perbaikan pesawat sudah tidak bergaransi, kami memberikan garansi service selama 60 hari dari tanggal pengambilan. Garansi service berlaku untuk biaya perbaikan dan biaya suku cadang yang sama dengan perbaikan sebelumnya; 126

118 f. Untuk pesawat yang sudah tidak bergaransi, akan dikenakan biaya perbaikan, biaya suku cadang atau biaya kunjungan sesuai ketentuan kami; g. Memberikan layanan kunjungan perbaikan ke rumah konsumen, sebagai berikut: 1) Kunjungan berdasarkan permintaan konsumen dan waktunya akan kami atur sesuai jadwal; 2) Kunjungan hanya berlaku untuk produk televisi 20 inci keatas, kulkas, ac, dispenser dan mesin cuci. Berdasarkan hasil penelitian nomor 2.4 mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya yang menjadi landasan kerja Service Center Polytron Purwokerto dan hasil penelitian nomor 3.5 mengenai permasalahan yang ditemukan dalam layanan purna jual televisi led di Service Center Polytron Purwokerto serta hasil penelitian nomor 3.6 mengenai penanganan terhadap permasalahan yang ditemukan dalam layanan purna jual di Service Center Polytron Purwokerto jika dikaitkan dengan pendapat Janus Sidablok, maka dapat dideskripsikan bahwa pihak Service Center Polytron Purwokerto dalam menangani permasalahan yang terjadi saat melayani keluhan konsumen, pihak Service Center Polytron Purwokerto telah memenuhi: a. Ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum. 127

119 b. Ketentuan Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. c. Penjelasan Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa konsumen tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengean penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Yusuf Shofie (2003: 26), menuliskan bahwa penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadillan dapat dilakukan dengan upaya hukum sebagai berikut : 1) Konsiliasi Cara ini ditempuh berdasarkan inisiatif salah satu pihak yang bersengketa atau para pihak yang bersengketa. Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen hanya bersikap pasif, hanya sebagai perantara antara para pihak yang bersengketa tersebut. 2) Mediasi Mediasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau para pihak dan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bersikap aktif dengan 128

120 menjadi perantara dan penasihat. Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa dimana pihak ketiga merupakan pihak netral mengajak pihak yang bersengketa pada suatu penyelesaian sengketa yang disepakati. 3) Arbitase Arbitrase ini ditempuh dengan cara para pihak menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi. Ketiga cara penyelesaian sengketa tersebut dilakukan atas dasar pilihan dan persetujuan para pihak dan bukan proses penyelesaian sengketa secara berjenjang. Instrumen hukum lain dapat ditempuh konsumen tanpa terlebih dahulu melalui instrumen hukum Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Dalam hal tidak tercapainya kesepakatan antara konsumen dan pihak Service Center Polytron mengenai solusi terkait permasalahan yang terjadi, konsumen dapat menempuh upaya hukum dengan meminta bantuan: 1) Badan Penyelesain Sengketa Konsumen Nasional 2) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat 129

121 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Perlindungan hukum konsumen dalam layanan purna jual televisi led di Service Center Polytron Purwokerto meliputi pelayanan purna jual selama garansi dan layanan purna jual pasca garansi. Dalam memberikan layanan purna jual kepada konsumen, pihak Service Center Polytron Purwokerto melalui Ketentuan Layanan Departemen Service PT Sarana Kencana Mulya telah memenuhi enam hak konsumen sesuai dengan Pasal 4 UUPK, yaitu hak untuk mendapatkan kenyamanan, untuk didengar pendapatnya, untuk mendapatkan advokasi, untuk mendapat pembinaan, untuk dilayani secara benar, dan untuk mendapatkan kompensasi. Adapun hak-hak konsumen yang tidak masuk dalam kewenangan Service Center Polytron Purwokerto dalam memberikan layanan purna jual adalah hak untuk memilih barang dan hak untuk mendapatkan informasi yang benar tentang jaminan yang dijanjikan seperti diatur pada Pasal 4 huruf (b) dan (c) UUPK. 2. Penyelesaian masalah dalam upaya perlindungan hukum konsumen pada layanan purna jual televisi led Polytron di Servive Center Polytron Purwokerto dapat melalui jalur litigasi dan non litigasi. Jalur litigasi dapat ditempuh melalui peradilan umum, yakni pengadilan negeri baik melalui gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum sesuai dengan ketentuan Undangundang Perlindungan Konsumen dan undang-undang lain yang terkait. Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dapat ditempuh melalui jalur 130

122 mediasi, konsiliasi, arbritase dan negoisasi. Pada prakteknya, penanganan penyelesaian sengketa di Service Center Polytron Purwokerto dilakukan dengan negoisasi dalam rangka menemukan kesepakatan bersama terhadap penyelesaian sengketa yang terjadi. B. Saran 1. Bagi pihak Service Center Polytron Purwokerto diharapkan lebih meningkatkan lagi pelayanan purna jual terutama dalam kecepatan dan ketepatan waktu perbaikannya agar dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dalam menggunakan televisi led merek Polytron. 2. Bagi konsumen pengguna televisi led Polytron diharapkan dalam mengajukan claim baik selama produk televisi led Polytron masih dalam garansi resmi maupun yang sudah melewati garansi resmi agar mengikuti persyaratan yang ditentukan pihak Service Center Polytron Purwokerto sehingga penanganan layanan purna jual televisi led Polytron milik konsumen dapat segera dipenuhi. 131

123 DAFTAR PUSTAKA Literatur: Barkatulah, Abdul Halim, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, Nusa Media, Bandung. Dadang, Sukar, 2011, Membuat Suatu Perjanjian, Andi Offset, Yogyakarta. Dewi, Eli Wuria, 2015, Hukum Perlindungan Konsumen, Graha Ilmu, Yogyakarta. Darus Badrulzaman, Marium, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakkti, Bandung. Kansil, C.S.T., 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Kelsen, Hans, 2006, Teori Hukum Murni (Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif). Nusamedia, Bandung. Khairandy, Ridwan, 2013, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Prespektif Perbandingan Cetakan Pertama, FH UII Press, Yogyakarta. Kotler, Philip, 2002, Manajeman Pemasaran. Alih Bahasa: Hendra Teguh dkk. Edisi 1. Pt Perhalindo, Jakarta. Kusumaatmadja, Mochtar & B. Arief Sidharta, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, Alumni: Bandung. M. Hadjon, Philipus, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya. Masjchon, Sri Soedewi, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty: Yogyakarta. Mertokusumo, Sudikno, 1986, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta. Miru, Ahmadi, 2007, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, 2007, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Nasution, AZ, 1995, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, 1995, Jakarta, 2001,Hukum Perlindungan Konsumen,Tarawang Pers, Yogyakarta. Panggabean, Henry P, 2001, Penyalahgunaan Keaadan (Misbruik van Omstandigheiden) Sebagai Alasan Baru Untuk Pembatalan Perjanjian, Liberty, Yogyakarta. Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi K Lubis, 1996 Hukum Perjanjian dalam Islam. Sinar Grafika, Jakarta. Qirom, Ahmad, 1995, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta. Rahardjo, Satjipto, 1981, Permasalahan Hukum Di Indonesia, Alumni, Bandung., 1991, Pengantar Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. Satrio, J, 1993, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti Bandung Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Grasindo, Jakarta. Sidablok, Janus, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Bakti, Bandung. 132

124 Subekti, 1992, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni, Bandung., 1996, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta. Soemitro, Ronny Hanintijo, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif SuatuTinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta., 2004, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Shofie, Yusuf, 2003, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus, Kencana Jakarta. Sutedi, Adrian, 2008, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor. Wignojodipuro, Surojo, 1974, Pengantar Ilmu Hukum, Alumni, Bandung. Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kamus-Kamus Campbel, Henry, 1979 Black s Law Dictionary, Fifth Edition, West Publishing Co, ST. Paul. Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Kamus Bahasa Indonesia Edisi ke-3 cetakan keempat, Balai Pustaka, Jakarta. Hamzah, Andi, 1986, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta. Poerwadarminta, W.J.S, 2007, Kamus Umum Bahasa Indonesia Cetakan ke-4, Balai Pustaka, Jakarta. Parnwell dan Siswoyo, 1996, Kamus Inggris-Indonesia,PT Indira, Jakarta. Ranuhandoko, IPM, 2006, Terminologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Peraturan Perundang-Undangan: Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke-iv Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No.23). Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek Van Stfrecht, Staasblad 1915 No. 732). Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa yang Beredar di Pasar. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesai Nomor 19/M-DAG/PER/5/ 2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan bagi Produk Telematika dan Elektronika Jual Selama Masa Garansi dan Pasca Garansi. Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan Umum Layanan Purna Jual. 133

125 Jurnal Hukum: Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 3 No. 2 Desember 2009, Hal: Laporan Hasil Temu Wicara Nasional tentang Penanggulangan Perbuatan Curang, Yogyakarta, 6-7 Oktober 1992 Website: diakses tanggal 9 September 2016 Pukul WIB. diakses pada tanggal 10 November 2016, pukul 00:01 WIB. te diakses pada tanggal 11 November 2016, pukul 23:10 WIB Polytron.html?m=1, diakses pad tanggal 10 November 2016, pukul 00:10 WIB. 134

126 Daftar Pertanyaan saat Wawancara dengan Kepala Teknisi Service Center Polytron Purwokerto 1. Bagaimanakah sejarah berdirinya Ploytron? 2. Apakah tujuan didirikannya Service Center Polytron Purwokerto? 3. Apasajakah yang menjadi misi dan visi Polytron? 4. Bagaimanakah penjelasan dari misi dan visi tersebut? 5. Bagaimanakah prosedur yang harus dilakukan kosumen dalam pelayanan purna jual televisi led di Service Center Polytron Purwokerto? 6. Apasajakah kendala yang dialami Service Center Polytron Purwokerto dalam melaksanakan pelayanan purna jual terhadap konsumen pengguna televisi led Polytron? 7. Langkah-langkah apasajakah yang dilakukan Service Center Polytron Purwokerto dalam menangani permasalahn tersebut? 8. Apasajakah hak dan kewajiban konsumen pengguna tv led Polytron yang perlu diketahui konsumen di Service Center Polyron Purwokerto 9. Bagaimana menurut Bapak penjelasan dari masing-masing hak dan kewajiban tersebut? 135

127 Daftar Nama Koresponden Pengguna televisi led Irama Mas Purwokerto Koresponden I Nama : Erlin Alamat : Grendeng, Purwokerto Utara Koresponden II Nama : Siswanto Alamat : Jl. Palem Blok Á1 No 141 Purwokerto Timur Daftar pertanyaan saat wawancara dengan Koresponden I dan II pengguna televisi led di Irama Mas Purwokerto 1. Apakah Ibu pernah mengalami keluhan terhadap layanan purna jual televisi yang Ibu miliki? 2. Apa yang menjadi keluhan Ibu? 3. Dapatkah Ibu menceritakan kronologis kejadian permasalahan yang Ibu alami? 4. Setelah mengalami kejadian tersebut, bagaimana pendapat dan langkah yang Ibu lakukan terutama jika hendak membeli televisi led yang baru? 136

128 137

129 138

130 139

131 140

132 141

133 142

134 143

135 144

136 145

137 146

138 147

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Hukum Perlindungan Konsumen 2.1.1 Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen Ada dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis Perlindungan Konsumen Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 8 Pengertian & Dasar Hukum Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 178 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821]

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821] UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821] Bagian Kedua Sanksi Pidana Pasal 61 Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Pasal

Lebih terperinci

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA Bab ini merupakan inti dalam tulisan ini yang menengahkan tentang upaya perlindungan hukum bagi konsumen rumah makan kamang jaya, pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah dan instansi terkait terhadap

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA A. Hak Dan Kewajiban Konsumen 1. Hak-Hak Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah : 1. Hak atas kenyamanan,

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TELEKOMUNIKASI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TELEKOMUNIKASI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TELEKOMUNIKASI A. Ketentuan Hukum Mengenai Perlindungan Konsumen Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia, mengamanatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya

Lebih terperinci

BUKU SEDERHANA MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN

BUKU SEDERHANA MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN BUKU SEDERHANA MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN Disusun oleh: Subagyo Surabaya, Oktober 2010 Diperbolehkan memperbanyak buku panduan ini tanpa seizin penulis hanya untuk kepentingan nonkomersiil

Lebih terperinci

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen 1. Pengertian Konsumen Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). 15 Pengertian tersebut secara

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Perdagangan bebas berakibat meluasnya peredaran barang dan/ jasa yang dapat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam 21 BAB III TINJAUAN UMUM A. Tinjuan Umum Terhadap Hukum Perlindungan Konsumen 1. Latar belakang Perlindungan Konsumen Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada

Lebih terperinci

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Wahyu Simon Tampubolon, SH, MH Dosen Tetap STIH Labuhanbatu e-mail : Wahyu.tampubolon@yahoo.com ABSTRAK Konsumen

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. orang yang memiliki hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen.

BAB III KERANGKA TEORITIS. orang yang memiliki hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen. BAB III KERANGKA TEORITIS A. Pengertian Konsumen Kata konsumen merupakan istilah yang biasa digunakan masyarakat untuk orang yang mengonsumsi atau memanfaatkan suatu barang atau jasa. Selain itu sebagian

Lebih terperinci

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Perlindungan hukum adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM 2.1. Bank 2.1.1. Pengertian bank Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hak dan Kewajiban Konsumen 1. Pengertian Konsumen Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer itu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen. antar anggota masyarakat yang satu dengan yang

BAB III TINJAUAN UMUM. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen. antar anggota masyarakat yang satu dengan yang BAB III TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Al-Qishthu Volume 13, Nomor 2 2015 185 ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pitriani Dosen Jurusan Syari ah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku Usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku Usaha 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku Usaha Hukum Perlindungan Konsumen menurut Az. Nasution adalah hukum konsumen yang memuat asas-asas

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Dwi Afni Maileni Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Batam Abstrak Perlindungan konsumen

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Konsumen Dan Pelaku Usaha Menurut Undang undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Konsumen Dan Pelaku Usaha Menurut Undang undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Konsumen Dan Pelaku Usaha Menurut Undang undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen Pengertian konsumen adalah setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN, PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM 2.1 Konsumen. 2.1.1. Pengertian Konsumen. Pengertian Konsumen di Amerika Serikat dan MEE, kata Konsumen yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan perlindungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan perlindungan 21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Konsumen 1. Konsep Perlindungan Hukum Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan perlindungan adalah: a. tempat berlindung; b. perbuatan (hal dan sebagainya)

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS PEMAKAIAN JASA DARI PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS PEMAKAIAN JASA DARI PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS PEMAKAIAN JASA DARI PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Perlindungan konsumen sebelum terbentuknya undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha. Perkembangan globalisasi ekonomi dimana arus barang dan jasa tidak lagi mengenal batas Negara membuat timbul berbagai

Lebih terperinci

5 Mei (Muhammad, 2010) Ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi: Pembelajaran

5 Mei (Muhammad, 2010) Ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi: Pembelajaran Konsumen, menurut Undang-undang (UU) No. 8 Tahun 1 tentang Perlindungan Konsumen, diartikan setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN I. UMUM Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan

Lebih terperinci

BAB II BEBERAPA ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 1. Pengertian Dasar Dalam Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II BEBERAPA ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 1. Pengertian Dasar Dalam Hukum Perlindungan Konsumen BAB II BEBERAPA ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Aspek Hukum Perjanjian 1. Pengertian Dasar Dalam Hukum Perlindungan Konsumen Perlindungan Hukum tercipta karena adanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanggung Jawab Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility atau liability, sedangkan dalam bahasa Belanda, yaitu vereentwoodelijk atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 9 BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian dan Batasan Hukum Perlindungan Konsumen Dalam memberikan pengertian dan batasan hukum perlindungan konsumen, terdapat beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK 2 tahun ~ paling lama Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMEN. Maya Dewi Savitri, MSi.

PERILAKU KONSUMEN. Maya Dewi Savitri, MSi. PERILAKU KONSUMEN Maya Dewi Savitri, MSi. PERTEMUAN 12 Perlindungan Konsumen MENGAPA KONSUMEN DILINDUNGI??? 3 ALASAN POKOK KONSUMEN PERLU DILINDUNGI MELINDUNGI KONSUMEN = Melindungi seluruh bangsa sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERJANJIAN PADA PROGRAM INVESTASI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERJANJIAN PADA PROGRAM INVESTASI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERJANJIAN PADA PROGRAM INVESTASI A. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Sejarah lahirnya perlindungan konsumen di Indonesia ditandai dengan disahkannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Lampiran I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan aktivitas masyarakat banyak menyebabkan perubahan dalam berbagai bidang di antaranya ekonomi, sosial, pembangunan, dan lain-lain. Kondisi ini menuntut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama Agustin Widjiastuti SH., M.Hum. Program Studi Ilmu Hukum Universitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asasasas atau kaidah kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 KAJIAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN BAKU ANTARA KREDITUR DAN DEBITUR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh : Glen Wowor 2 ABSTRAK Penelitian ini dialkukan bertujuan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II PELANGGARAN TERHADAP HAK KONSUMEN ATAS PEMBATALAN KONSER OLEH PROMOTOR SELAKU PELAKU USAHA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II PELANGGARAN TERHADAP HAK KONSUMEN ATAS PEMBATALAN KONSER OLEH PROMOTOR SELAKU PELAKU USAHA BAB II PELANGGARAN TERHADAP HAK KONSUMEN ATAS PEMBATALAN KONSER OLEH PROMOTOR SELAKU PELAKU USAHA 2.1. Hubungan Hukum Antara Konsumen Dan Pelaku Usaha Konser merupakan kegiatan yang melibatkan labih dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya PERLINDUNGAN KONSUMEN Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya MENGAPA KONSUMEN DILINDUNGI??? 2 ALASAN POKOK KONSUMEN PERLU DILINDUNGI MELINDUNGI KONSUMEN = MELINDUNGI SELURUH BANGSA

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELABELAN PRODUK PANGAN oleh Gusti Ayu Sri Agung Arimas I Nengah Suharta Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Pasal 1 (3) dari Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pengertian Perlindungan Hukum Kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertentangan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original Tata Tertib Semua unit Misi KONE adalah untuk meningkatkan arus pergerakan kehidupan perkotaan. Visi kita adalah untuk Memberikan pengalaman terbaik arus pergerakan manusia, menyediakan kemudahan, efektivitas

Lebih terperinci

BAB II. A. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen. kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan

BAB II. A. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen. kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN DALAM PEMBELIAN BARANG ELEKTRONIK REKONDISI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Hubungan Hukum antara Pelaku

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci