PROSPEK ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KOLOATAS KECAMATAN MAMOSALATO KABUPATEN MOROWALI PROPINSI SULAWESI TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSPEK ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KOLOATAS KECAMATAN MAMOSALATO KABUPATEN MOROWALI PROPINSI SULAWESI TENGAH"

Transkripsi

1 PRO S ID IN G HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PROSPEK ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KOLOATAS KECAMATAN MAMOSALATO KABUPATEN MOROWALI PROPINSI SULAWESI TENGAH Jamal Rauf Husain, Safri Burhanuddin & Sultan Jurusan Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalnrea Makassar, Telp/Fax: (0411) jamal_rauf@yahoo.com; sultanhamyahya@gmail.com Abstrak Lokasi penelitian prospek endapan batubara di Daerah Koloatas, Kecamatan Mamosalato Kabupaten Morowali, Propinsi Sulawesi Tengah berada di titik koordinat ,18 LS ,00 LS dan , ,12 BT. Metode penelitian adalah melakukan pengamatan geologi permukaan dan melaksanakan pengukuran 35 titik geolistrik di lokasi tersebut dan hanya 17 lokasi pengukuran yang menunjukkan adanya indikasi lapisan batubara di bawah permukaan dengan kondisi bentuk lapisan yang bervariasi. Berdasarkan hasil interpretasi pengukuran geolistrik, terindikasi bahwa lapisan batubara yang tersingkap berada pada lapisan batuan sedimen Tersier dengan ketebalan tipis yaitu antara 0,20 0,35 meter. Kondisi letakan lapisan batubara sangat miring, yaitu slope di atas 40º dan keterdapatnya tidak kontinyu sehingga cadangannya sangat sedikit. Dari segi kualitas, secara makro kondisi batubara di daerah ini cukup baik yaitu menunjukkan kalori yang cukup tinggi yaitu kkal. Namun demikian dari 3 lokasi singkapan yang dikorelasikan dengan data geolistrik dan data geologi, secara umum tidak menunjukkan lokasi yang prospek untuk dikembangkan dan dilakukan eksploitasi (penambangan). Kata Kunci: Prospek batubara, Koloatas, nilai resistivity, cadangan batubara PENDAHULUAN Kemajuan dunia, khususnya dibidang industri dewasa ini semakin meningkat dengan adanya penemuan bahan tambang baik logam maupun non logam yang dapat dimamfaatkan untuk kebutuhan bahan baku industri yang berada di berbagai tempat di belahan dunia maupun di Indonesia. Untuk mengikuti perkembangan tersebut, perlu diadakan kegiatan penyelidikan geologi umum, baik yang sifatnya hanya peninjauan umum maupun yang sifatnya sudah tahap penyelidikan eksplorasi dan bila prospek menunjukkan potensi yang bisa dikembangkan, maka selanjutnya kegiatan survei ditingkatkan lebih detail untuk mengungkap keberadaan bahan galian di daerah yang akan dikembangkan tersebut. Dalam menentukan objek dan lokasi penyelidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang ada, dan perlu diperhatikan kemungkinan pemanfaatannya bagi pengelolah (Perusahaan) dan masyarakat seluruhnya secara umum harus dilibatkan dan turut merasakan kemajuan yang ada. Pemanfaatan batubara sebagai bahan baku industri menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan yang dipacu oleh kenaikan harga BBM yang tidak menentu. Batubara banyak digunakan sebagai bahan pembangkit, sumber tenaga atau bahan untuk industri kecil. Dari hasil penyelidikan untuk mencari endapan mineral tertentu, dijumpai bahwa keterdapatan mineral tersebut berada pada suatu tempat dan kondisi geologi tertentu. Hal ini sangat dipengaruhi oleh genesa atau proses kejadiannya mineral tersebut. Proses geologi yang berlangsung sering diikuti oleh pembentukan jebakan mineral yang dimana pada kondisi dan tempat tertentu cebakan tersebut sering bersifat ekonomis maupun tidak ekonomi. Oleh karena itu perlu diadakan survei dan penyelidikan eksplorasi untuk melihat kondisi tersingkapnya bahan mineral tersebut dan dilanjutkan dengan kegiatan survei bawah permukaan (geolistrik) untuk mengetahui keberadaan lapisan batubara di bawah permukaan tanah dan hubungannya dengan batuan sekitarnya yang berada pada daerah Koloatas. Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Geologi ISBN : TG5-1

2 Prospek endapan batu bara jamal rauf husain, safri burhanuddin & sultan Letak dan Kesampaian Daerah Penelitian Lokasi penelitian prospek batubara secara astronomi di titik koordinat ,18 LS ,00 LS dan , ,12 BT dan secara administratif berada pada wilayah Daerah sekitar Desa Koloatas, Kecamatan Mamosalato Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah. Lokasi Penelitian Kolo Atas Kolo Bawah Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Prospek Batubara di Daerah Koloatas Kecamatan Mamosalato Kabupaten Marowali Propinsi Sulawesi Tengah Kesampaian daerah penelitian bisa melewati rute perjalanan : Pesawat atau perjalanan darat dari Makassar Sorowako, menyeberang di Danau Matano (Sorowako Nuha). Nuha menempuh rute darat ke Beteleme Tompira Kolonodale sekitar 3 jam. Kolonodale Baturube Kolobawah ditempuh dengan kapal motor sekitar 7 jam. Kolobawah Ke lokasi Koloatas ditempuh dengan menggunakan perahu motor atau darat. Ke lokasi survei dilanjutkan dengan jalan kaki untuk mengukur singkapan batubara yang berada di lokasi alur-alur sungai atau di daerah ketinggian (bukit) maupun di daerah lereng bukit yang mengalami longsoran. Disamping itu juga dilakukan pengamatan dan pengukuran kondisi batubara di bawah permukaan baik dari sumur uji (test pit) maupun dari prediksi terukur hasil pendugan geolistrik resistivity yang dilakukan. Waktu dan Peralatan Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian prospek batubara di daerah ini mulai dari tahap transportasi dan mobilisasi tim dan peralatan dari awal bulan Mei hingga bulan Juni 2011 dengan Personil Tim Ir. Jamal Rauf Husain, MT., Dr. Ir. Safri Burhanuddin dan Sultan, ST.MT. dibantu porter di lapangan. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini berupa: Kompas Geologi, Palu Geologi dan GPS Tipe Garmin 76 CSx Peta Regional dan Peta Rupa Bumi Lembar Kolo Atas Loupe Mineral pembesaran 20X/40X, Larutan HCl 0,1 N Kantong sampel, Kamera, Alat tulis menulis dan Obat-obatan Peralatan geolistrik Naniura kapasitas penetrasi 100 meter Kabel arus (2x500 m) dan kabel potensial (2 x 100 m), 1,5 kg Elektroda arus dan potensial (4 buah) dan accu kering 2 x 12 volt. ISBN : Group Teknik Elektro Volume 5 : Desember 2011 TG5-2

3 PRO S ID IN G HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Kondisi Umum dan Geologi Daerah Koloatas Daerah Koloatas yang termasuk Kecamatan Mamosalato merupakan pemekaran dari Kecamatan Bungku Utara secara regional terdiri atas daerah pedataran pantai dan pedataran aluvial yang ketinggiannya sangat rendah sehingga sangat rawan oleh bahaya banjir, disamping itu juga terdiri dari kondisi daerah perbukitan sampai pegunungan, sehingga memungkinkan rawan akan bahaya longsor. Selain perkebunan sawit dan kebun coklat yang cukup luas di daerah dataran sampai perbukitan, di daerah perbukitan sampai pegunungannya masih didominasi oleh hutan-hutan produksi yang sebagian besar hutannya sudah rusak oleh perambah liar (Suku Wana). Morfologi daerah ini mulai dari pantai hingga kepegunungannya secara berangsur dari pedataran yang didominasi oleh aluvial pantai dan sungai,, perbukitan bergelombang lemah sampai kuat ke morfologi pegunungan yang relatif memanjang Barat Baratdaya - Timur Timurlaut, secara umum tertutupi oleh batuan beku ultrabasa pada daerah yang terjal (berbukit gunung). Daerah yang morfologinya relatif lebih landai secara umum tersusun oleh Kelompok Salodik (Formasi Tomori, Formasi Matindok dan Formasi Minahaki) yang mempunyai mengandung sedikit lempung dan batubara. Daerah pedataran yang jauh dari pinggir laut kondisi batuannya lebih didominasi oleh batuan hasil pelapukan dan aktivitas sungai maupun hasil erosi dan longsoran yang berasal dari hulu sungai (fluvial). Daerah pinggir pantai sebagian daerahnya relatif datar yang tertutupi oleh aluvial dan fluvial, tetapi sebagian relatif terjal dan curam dimana tertutupi oleh litologi ultrabasa. Berdasarkan data curah hujan di stasiun Metereologi Toili dan Luwuk, musim hujan berlangsung dari bulan Maret hingga Agustus sedangkan musim panas dari bulan September hingga Pebruari. Saat musim hujan, curah hujan berkisar dari mm, sedangkan pada musim kemarau curah hujan berkisar dari mm dengan suhu rata-rata 24 o C 31 o C. Stratigrafi merupakan relasi dari dua periode waktu yang berbeda, merepresentasikan suatu sikuen batas kontinen yang terbentuk sebelum collisi dan merepresetasikan suatu sikuen cekungan molasse yang terbentuk di bagian depan dari penerobosan yang bergerak ke arah timur setelah proses collisi terjadi di daerah ini. Batuan alas (Basement) dari Lempeng Mikro Banggai Sula terlihat dalam bentuk outcrop/singkapan di Pulau Peleng dan beberapa singkapan yang terdapat di Tomori PSC, merupakan sekis primer yang terintrusi oleh Granit yang berumur Perm hingga Trias. Variasi outcrop dari batuan yang berumur Mesozoikum terekam sebagai jendela tektonik di Cekungan Banggai, terutama pada sabuk ophiolit. Batuan yang berumur Trias hingga Kapur terbentuk dan meliputi batu gamping pelagic dan batulempung, batugamping laut dangkal, turbidit dan batupasir. Keduanya merupakan reservoir potensial dan batuan induk yang terekam. Diperkirakan sekitar dari sedimen tersier dikenali pada bagian tengah wilayah lepas pantai dari blok Tomori dari interpretasi seismic. Sedimen-sedimen tersebut cenderung menebal secara significan ke arah barat-laut dan barat-daya. Batuan alas (basement) merupakan basal klastik berumur Paleogen tipis (Eosen Akhir-Oligosen Awal) dan batuan karbonat,dan dalam skala regional berupa batuan karbonat dan klastik (Kelompok Salodik). Kelompok Salodik, berumur Miosen, terdiri dari 3 unit, yakni Formasi Tomori (flatform terbawah dari Unit Batugamping), Formasi Matindok (Klastik/Unit batubara) dan formasi Minahaki (platform teratas Unit Batugamping). Formasi Tomori, berumur Miosen Awal, terdiri dari dominasi batugamping bioklastik laut dangkal, kadangkala bersifat dolomitik, dengan sedikit batulempung dan batubara. Material karbonat terdepositkan pada platform perairan dangkal. Tidak ada bukti langsung yang mencatat penyebaran terumbu secara luas. Namun, adanya debris terumbu mengindikasikan adanya terumbu. Secara lokal, tahap tersebut telah mengalami proses dolomitisasi dalam skala yang cukup besar. Formasi Tomori membentuk reservoir untuk akumulasi minyak di Wilayah Tiaka. Ini juga mengandung batuan induk potensial yang dipercaya dapat menghasilkan hidrokarbon di daerah Tomori PSC. Formasi Matindok yang menindih Formasi Tomori, berumur Miosen Tengah, terdiri dari dominasi batulempung dengan sedikit batupasir, batugamping dan batubara. Dua lapisan pasir gas tipis terbentuk di sikuen ini, pada well Tiaka-1. Shale dan batubara yang terdapat bersamaan pada unit ini merupakan batuan induk yang memiliki potensi hidrokarbon. Formasi Minahaki,yang berumur Miosen Atas, menindih Formasi Matindok, dan terdiri dari klastik campuran/sikuen karbonat pada bagian bawah dan batugamping dengan porositas baik pada bagian atas. Di Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Geologi ISBN : TG5-3

4 Prospek endapan batu bara jamal rauf husain, safri burhanuddin & sultan daerah utara Formasi Minahaki tertutupi oleh terumbu yang saling tumbuh, berumur Miosen Atas (Anggota Mantawa). Ini merupakan merupakan reservoir produktif untuk gas di daerah struktur Mantawa, Minahaki dan Matindok. Karbonat yang berumur Miosen menindih tidak selaras Kelompok Sulawesi (mengacu pada Celebes Molasse), berumur Plio-Plistosen, yang terdiri dari material yang terdeposit secara cepat, memiliki sortasi yang buruk, klastik berukuran kasar dan halus, dimana material ultramafik yang diperole dari obduksi ophiolit sebagai unsur utama. PROSPEK ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KOLO ATAS Berdasarkan data awal, luasan daerah, kesampaian lokasi, transportasi, bentuk topografi dan sebaran indikasi yang muncul dipermukaan, maka secara umum lokasi kerja penelitian dan survey eksplorasi batubara di daerah ini dibagi menjadi dua, yaitu blok timur yang dekat dengan lokasi pemukiman penduduk dan dan blok tengah yang lokasinya jauh dari pemukiman penduduk, namun secara umum kedua-duanya berada pada areal kebun coklat warga penduduk Kolo atas di bagian timur dan lokasi kebun coklat Suku Wana di bagian tengah. Bila kedua blok tersebut dipisahkan oleh aliran Sungai Kaitero. Lokasi Blok Barat meliputi Kampung Warganusa 1, Kampung Warganusa 2, Sungai Maguri dan Sungai Tura, sedangkan Blok Timur di tarik garis lurus antara kedua lokasi ini, maka secara umum keduanya saling berkaitan namun hanya dipisahkan oleh pengaruh struktur sesar naik yang memisahkan kedua lokasi ini. Prinsip kerja yang digunakan dalam penelitian prospek endapan batubara di daerah ini didasarkan pada hasil dari penelitian terdahulu dan interpretasi hasil pengukuran geolistrik yang dilakukan serta pengamatan geologi permukaan dan pembuatan sumur uji di daerah ini. Secara garis besar pelaksanaan kegiatan penelitian di daerah ini bertujuan; (1) Mendeskripsi secara permukaan kondisi geologi yang memungkinkan terdapatnya batubara berdasarkan data lapangan yang dijumpai. (2) Menginterpretasikan pendugaan geolistrik resistivity untuk mengetahui kondisi penyebaran lapisan batubara yang terdapat di daerah ini. (3) Mengevaluasi cadangan secara kuantitas dan kualitas lapisan batubara yang terdapat didaerah ini apakah layak dikembangkan atau tidak. Hasil survei penelitian eksplorasi batubara dengan metode geolistrik resistivity secara umum akan diuraikan berdasarkan lokasi pengamatan singkapan batubara di lapangan dan kaitannya dengan lokasi titik pengukuran geolistrik resistivity yang diuraikan sebagai berikut : Lokasi Titik Geolistrik GKA 01 dan Singkapan BBKA 01 Lokasi pengukuran geolistrik pada titik GKA 01 ini didasarkan karena pada sekitar lokasi ini yaitu pada sisi sebelah timur titik ini pada daerah pengaliran sungai periodik tersingkap lapisan batubara pada titik koordinat S 1 o E 121 o pada elevasi 59 mdpl. Sehingga untuk mengetahui penyebaran lapisan batubara yang tersingkap ini, maka dilakukan interpretasi kondisi bawah permukaan di sekitar lokasi dengan dengan melakukan sebaran titik-titik geolistrik di sekitar lokasi singkapan. Kondisi singkapan batubara di lokasi BBKA 01 ini menunjukkan kemiringan lapisan yang cukup tinggi yaitu 54 o dan ketebalan rata-rata hanya sekitar 26 centimeter. Secara pelamparan lapisan batubara ini mempunyai kedudukan relatif timur-barat, namun karena adanya pengaruh struktur yang memotong lapisan ini pada posisi pas aliran sungai periodik, sehingga pada sisi timurnya kelihatan lebih landai di bandingkan yang mengarah ke barat. Pengamatan secara makroskopis memperlihatkan kondisi kualitas lapisan batubara yang terdapat di singkapan ini cukup baik (tinggi) kandungan kalorinya, yaitu sekitar 6500 dengan kandungan sulfur yang rendah, namun karena ketebalan lapisan yang sangat tipis serta kemiringan lapisan yang tinggi lebih 50 o sehingga mengurangi nilai kelayakan ekonomisnya. Secara umum kondisi singkapan lapisan batubara di daerah ini dapat dilihat pada foto 1 berikut. ISBN : Group Teknik Elektro Volume 5 : Desember 2011 TG5-4

5 PRO S ID IN G HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Foto 1. Lapisan batubara yang tersingkap di sungai. Foto 2. Pelaksanaan pengukuran Geolistrik dititik GKA - 01 Untuk mengetahui kondisi penyebaran lapisan batubara ini di sekitar lokasi ini maka dilakukan pengukuran geolistrik sebanyak 5 titik duga yaitu GKA 01 sampai GKA 05 yang lokasi pengukuran Geolistrik GKA - 01 di titik koordinat S 1 o E 121 o , elevasi 72 mdpl, selisih 13 meter dari lokasi singkapan dengan perhitungan secara vertikal - tegak lurus. Dari hasil interpretasi geolistrik GKA 01 menunjukkan bahwa secara kontinus lapisan batubara muncul sepanjang areal bentangan geolistrik mulai kedalaman 10 M ketebalan 30 CM dan hanya satu lapisan sampai kedalaman 35 M, sehingga mengurangi prospek ekonomis lapisan batubara di titik lokasi ini. Gambar 2. Penampang Geolistrik dititik GKA - 01 Daerah Koloatas Gambar 3. Penampang Geolistrik dititik GKA - 02 Daerah Koloatas Kondisi lapisan yang terekam di daerah ini menunjukkan bahwa lapisan permukaan sampai kedalaman 3 meter berupa batulempung batulanau, kedalaman 3 10 meter merupakan perselingan batugamping dengan serpih sebelum terekam lapisan batubara setebal sekitar 30 cm. Lapisan di bawahnya 10.3 meter sampai 17 meter merupakan lapisan serpih dan di bawahnya yang kedalamannya lebih dari 17 meter merupakan batuan ultramafik. Untuk lebih jelasnya kondisi susunan lapisan batuan dapat dilihat pada gambar 2 dan foto 1 saat pelaksanaan pengukuran GKA 01 di atas. Lokasi Titik Geolistrik GKA 02 Lokasi pengukuran Geolistrik GKA - 02 di titik koordinat S 1 o E 121 o , elevasi 84 mdpl, selisih 25 meter dari lokasi singkapan, dengan perhitungan secara vertikal - tegak lurus. Hasil interpretasi data Geolistrik GKA 02 menunjukkan bahwa tidak ada lapisan batubara di lokasi sepanjang areal bentangan geolistrik sampai kedalaman 35 M. Menunjukkan bahwa lokasi ke arah utara (mendekati puncak) dengan batas litologi batuan ultrabasa tidak ada batubara di bawah permukaan sampai kedalaman 35 M karena lapisan di bawah 30 M sudah lapisan batuan beku ultramafik. Kondisi lapisan yang terekam di daerah GKA ini menunjukkan bahwa lapisan permukaan sampai kedalaman 5 meter berupa batulempung batulanau, kedalaman 5 30 meter merupakan perselingan batugamping dengan batulempung, susunan lapisan batuan dapat dilihat di Gambar 3. Lokasi Titik Geolistrik GKA 03 Lokasi pengukuran Geolistrik GKA - 03 di titik koordinat S 1 o E 121 o , elevasi 56 mdpl, selisih 3 meter dari lokasi singkapan. Hasil interpretasi Geolistrik GKA 03 menunjukkan bahwa secara setempat lapisan batubara ini muncul di bagian utara pada lokasi dekat dengan lokasi pengukuran GKA 01 pada kedalaman sekitar 5 M, namun ketebalannya hanya sekitar 20 CM serta hanya muncul secara setempatsetempat saja. Pada sisi bagian selatan di daerah yang lebih rendah ternyata lapisan batubara ini muncul secara setempat saja pada kedalaman 5 M, sehingga mengurangi prospek ekonomis lapisan batubara di titik lokasi ini. Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Geologi ISBN : TG5-5

6 Prospek endapan batu bara jamal rauf husain, safri burhanuddin & sultan Gambar 4. Penampang Geolistrik dititik GKA - 03 Daerah Koloatas Gambar 5. Penampang Geolistrik dititik GKA - 04 Daerah Koloatas Kondisi lapisan yang terekam di daerah ini menunjukkan bahwa lapisan permukaan sampai kedalaman 5 M berupa batulempung batulanau, kedalaman 5 10 M merupakan perselingan batugamping dengan serpih serta secara setempat ada lapisan batubara setebal sekitar 20 cm. Lapisan di bawah 10 M sudah merupakan batuan ultramafik. Untuk lebih jelasnya kondisi susunan lapisan batuan dapat dilihat pada gambar 4 di atas. Lokasi Titik Geolistrik GKA 04 Lokasi pengukuran Geolistrik GKA - 04 di titik koordinat S 1 o E 121 o , elevasi 45 mdpl, selisih 14 meter dari lokasi singkapan. Hasil interpretasi Geolistrik GKA 04 menunjukkan secara setempatsetempat lapisan batubara di titik ini muncul di bagian tengah pada sisi barat dan timur dekat lokasi pengukuran GKA 03 dengan kedalaman terdeteksi 10 meter, ketebalan lapisan batubara hanya sekitar 30 CM dan setempat-setempat. Lapisan yang terekam menunjukkan bahwa lapisan permukaan sampai kedalaman 5 M berupa batulempung batulanau, kedalaman 5 10 M merupakan perselingan batugamping dengan serpih serta secara setempat ada lapisan batubara setebal sekitar 30 cm. Lapisan di bawah 15 M sudah merupakan batuan ultramafik, dapat dilihat pada Gambar 5 di atas. Lokasi Titik Geolistrik GKA 05 Lokasi pengukuran Geolistrik GKA - 05 di titik koordinat S 1 o E 121 o , elevasi 27 mdpl, selisih 22 meter dari lokasi singkapan. Hasil interpretasi geolistrik GKA 05 menunjukkan bahwa di lokasi ini lapisan batubara tidak dijumpai sepanjang areal pengukuran sampai kedalaman 35 M sehingga menunjukkan bahwa lokasi ke arah daerah ini dengan batas litologi batuan gamping tidak ada lapisan batubara di bawah permukaan sampai kedalaman 35 meter dan karena lapisan di bawah 22 meter sudah merupakan lapisan batuan beku ultramafik, sehingga tidak memungkinkan lagi lapisan di bawahnya ada mengandung lapisan batubara. Kondisi lapisan yang terekam di daerah ini menunjukkan bahwa lapisan permukaan sampai kedalaman 5 M berupa batuan kerikil kerakal, kedalaman 5 22 M merupakan material lepas dari ukuran lempung sampai kerikil. Kedalaman lebih besar dari 22 M terekam lapisan ultrabasa. Susunan lapisan batuan dapat dilihat pada Gambar 6 dan Foto 3 pengukuran GKA 5. Gambar 6. Penampang Geolistrik dititik GKA - 05 Daerah Koloatas Foto 3. Pengukuran Geolistrik dititik GKA - 05 Koloatas ISBN : Group Teknik Elektro Volume 5 : Desember 2011 TG5-6

7 PRO S ID IN G HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Lokasi Titik Geolistrik GKA 06 dan Singkapan BBKA 02 Lokasi pengukuran geolistrik pada titik GKA 06 sampai GKA 09 didasarkan karena pada sekitar lokasi ini yaitu pada sisi sebelah barat titik ini pada daerah pengaliran air dititik BBKA-02 tersingkap lapisan batubara pada titik koordinat S 1 o E 121 o pada elevasi 29 mdpl. Selain di lokasi BBKA 02 di bagian barat, juga pada sisi bagian timur daerah ini yaitu pada titik BBKA 03 juga tersingkap lapisan batubara, sehingga untuk mengetahui kondisi penyebaran bawah permukaan maka di lokasi ini di sebar titik pengukuran geolistrik dari GKA 10 sampai GKA 20, jadi ada 15 titik pengukuran geolistrik untuk mencover kondisi bawah permukaan di sekitar dua lokasi singkapan tersebut, untuk jelasnya maka akan diuraikan masing-masing kondisi singkapan. Selain penyebaran titik geolistrik juga dilakukan penggalian sumur uji (test pit) pada 3 lokasi di sekitar singkapan lapisan batubara, namun hanya satu yang bisa mencapai lapisan batubara. Kondisi singkapan batubara di lokasi BBKA 02 ini menunjukkan kemiringan lapisan yang cukup tinggi yaitu 48 o dan ketebalan rata-rata hanya sekitar 23 centimeter dan bentuknya setempat-setempat. Secara pelamparan lapisan batubara ini mempunyai kedudukan relatif timur-barat, karena adanya pengaruh struktur yang memotong lapisan ini, sehingga keterdapatannya setempat-setempat dan tidak kontinyu pada sisi timur maupun pada sisi barat sehingga sangat sulit memprediksi potensi terukur di lokasi daerah ini. Pengamatan secara makroskopis memperlihatkan kondisi kualitas batubara yang terdapat di singkapan BBKA 02 ini baik dengan kandungan kalori yang cukup tinggi yaitu sekitar 6000 dengan kandungan sulfur yang rendah, namun karena ketebalan lapisan yang sangat tipis serta kemiringan lapisan yang tinggi lebih 40 o sehingga mengurangi nilai kelayakan ekonomis. Kondisi singkapan batubara di daerah BBKA-02 ini dapat dilihat di Foto 4. Foto 4. Kondisi Singkapan batubara di BBKA 02 yang berada dekat dengan lokasi titik duga geolistrik GKA 06 di Daerah Koloatas Untuk mengetahui kondisi penyebaran lapisan batubara ini di sekitar lokasi ini BBKA 02 dan BBKA - 03 maka dilakukan pengukuran geolistrik sebanyak 15 titik duga yaitu GKA 06 sampai GKA 20 yang di trens untuk melihat secara umum penyebaran lapisan batubara tersebut. Gambar 7. Penampang Geolistrik dititik GKA - 06 Daerah Koloatas Foto 5. Pengukuran Geolistrik dititik GKA - 06 Koloatas Volume 5 : Desember 2011 Group Teknik Geologi ISBN : TG5-7

8 Prospek endapan batu bara jamal rauf husain, safri burhanuddin & sultan Lokasi pengukuran Geolistrik GKA - 06 di titik koordinat S 1 o E 121 o , elevasi 35 mdpl, selisih 6 meter dari lokasi singkapan. Hasil interpretasi Geolistrik GKA 06 menunjukkan bahwa secara setempat lapisan batubara di titik ini muncul di bagian tengah pada sisi barat dan timur dekat dengan lokasi singkapan BBKA 02 dengan kedalaman terdeteksi sekitar 10 meter, namun ketebalan lapisan batubara tersebut yang hanya sekitar 35 centimeter serta hanya muncul lapisan secara setempat-setempat saja. Pada sisi bagian barat dan timur pada lokasi titik ukur lapisan batubara ini muncul secara setempat saja pada kedalaman 10 meter, sehingga mengurangi prospek ekonomis lapisan batubara di titik lokasi pendugaan ini. Kondisi lapisan yang terekam menunjukkan bahwa lapisan permukaan sampai kedalaman 5 M berupa batulempung batulanau, kedalaman 5 10 M merupakan perselingan batugamping dengan serpih serta secara setempat ada lapisan batubara setebal sekitar 30 CM. Lapisan di bawah 23 M sudah merupakan batuan ultramafik. Susunan lapisan batuan dapat dilihat pada Gambar 7 dan Foto 5 (di atas) saat pengukuran titik geolistrik GKA 06. SIMPULAN Berdasarkan kondisi geologi dan data-data kondisi singkapan serta hasil interpretasi geolistrik maka prospek batubara di Daerah Koloatas ini secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut : o Lapisan batubara yang tersingkap pada batuan Sedimen Tersier ketebalannya sangat tipis yaitu antara centimeter o Dari 3 lokasi singkapan yang dikorelasikan dengan data geolistrik, tidak ada lokasi yang cukup prospek untuk dikembangkan lebih jauh o Dari pelaksanaan 35 titik geolistrik hanya pada 17 lokasi pengukuran yang terindikasi di bawah permukaannya ada lapisan batubara dengan kondisi bervariasi. o Kondisi letakan lapisan batubara sangat miring (diatas 40º ) dan keterdapatnya tidak kontinyu sehingga cadangannya sangat sedikit o Dari segi kualitas, secara makro kondisi batubara di daerah ini cukup baik dengan kalori yang tinggi (65000) DAFTAR PUSTAKA Foth, H.D., 1988, "Dasar-Dasar Ilmu Tanah", Edisi ketujuh, Gadjah Mada Press, Yogyakarta. HAGI, 2010, Seminar PIT HAGI, Pertemuan Ilmiah Tahunan Himpunan Ahli Geofisika Indonesia, Bandung. Puradimaja D.J, dan Irawan D.E., 2002, Pola Pengembangan dan Penguasaan Air Bersih di Sulawesi, Seminar Seperempat Abad Pendidikan Geologi UNHAS, Makassar. Rauf Abdul., 2001, Pengelolaan Air Tanah Berwawasan Lingkungan di Pulau-Pulau Kecil, IPB, Bogor. Surono, Simandjuntak, Situmorang dan Sukido, 1993, "Geologi Lembar Batui, Sulawesi", Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Tjahjadi, B., 1984,11 Peta Hidrogeologi Indonesia skala 1: , Lembar 2011 Pangkajene dan 2111 Watampone Sulawesi, Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung. Vingoe. P, 1972, Hubungan Nilai Tahanan Jenis Dan Jenis Batuan. ISBN : Group Teknik Elektro Volume 5 : Desember 2011 TG5-8

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Kesampaian Daerah Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kampung Seibanbam II, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif wilayah IUP Eksplorasi CV Parahyangan Putra Mandiri, termasuk di dalam daerah Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI 2.1 KESAMPAIAN DAERAH 2.1.1 Kesampaian Daerah Busui Secara geografis, daerah penelitian termasuk dalam daerah administrasi Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Pasir,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Perusahaan CV. Putra Parahyangan Mandiri adalah salah satu perusahaan batubara yang terletak di Kec. Satui, Kab. Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, yang didirikan

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur

Lebih terperinci

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH Nanda Prasetiyo Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Wilayah Kabupaten Tolitoli yang terletak di Provinsi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Keadaan Geografi Daerah Penelitian 2.1.1 Lokasi Penambangan Daerah penyelidikan berdasarkan Keputusan Bupati Tebo Nomor : 210/ESDM/2010, tentang pemberian Izin Usaha Pertambangan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

PROSPEK DAN POTENSI AIR TANAH DI DAERAH LAPANGAN GOLF BADDOKA KOTA MAKASSAR BERDASARKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITY

PROSPEK DAN POTENSI AIR TANAH DI DAERAH LAPANGAN GOLF BADDOKA KOTA MAKASSAR BERDASARKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITY PRO S ID IN G 20 1 1 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PROSPEK DAN POTENSI AIR TANAH DI DAERAH LAPANGAN GOLF BADDOKA KOTA MAKASSAR BERDASARKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITY Jurusan Geologi Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Anomali Bouguer U 4 3 mgal 4 3 Gambar 5.1 Peta anomali bouguer. Beberapa hal yang dapat kita tarik dari peta anomali Bouguer pada gambar 5.1 adalah : Harga anomalinya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHN 7 PSAT SMBER DAYA GEOLOGI SRVEY GEOLISTRIK DI SLAWESI SELATAN Bakrun 1, Sri Widodo 2 Kelompok Kerja Panas Bumi SARI Pengukuran geolistrik

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penting dan bernilai sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai 60.000 km 2 dan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif PT BJA berlokasi di Desa Sungai Payang, Dusun Beruak, Kecamatan Loakulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur,

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak diantara 108 30-111 30 BT dan 5 40-8 30 LS dengan batas batas sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan

Lebih terperinci

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB 2 TATANAN GEOLOGI BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto (Kelompok Kerja Penelitian Mineral) Sari Kegiatan eksplorasi umum endapan besi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

Identifikasi Lapisan Air Tanah Berdasarkan Geolistrik Resistivity di Pulau Satando Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan

Identifikasi Lapisan Air Tanah Berdasarkan Geolistrik Resistivity di Pulau Satando Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan Identifikasi Lapisan Air Tanah Berdasarkan Geolistrik Resistivity di Pulau Satando Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan Formatted: Top: 2,54 cm, Bottom: 2,54 cm Sultan 1, A.M. Imran 2, Arsyad Thaha 3, Muhammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Kecamatan Gedangsari merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan ini memiliki luas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN GEOLOGI

BAB III TINJAUAN GEOLOGI BAB III TINJAUAN GEOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Secara geologi, daerah sulawesi merupakan daerah yang sangat kompleks. hal itu terjadi akibat pertemuan 3 lempeng litosfer yaitu lempeng australia yang bergerak

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR Rudy Gunradi 1 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Sudah sejak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB II TINJAUAN UMUM DAAH PNLITIAN 2.1 Kondisi Umum Sanga-sanga merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (gambar 2.1). Kecamatan Sanga-sanga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH II.1 Kerangka Tektonik dan Geologi Regional Terdapat 2 pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu pola-pola tua berumur Paleogen yang cenderung berarah

Lebih terperinci

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975) STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil dewasa ini masih menjadi primadona sebagai energi terbesar di dunia, namun minyak dan gas bumi (migas) masih menjadi incaran utama bagi para investor

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI. terbagi dalam tujuh (7) satuan fisiografi, yaitu : Dataran Rendah Timur (Eastern

BAB III TATANAN GEOLOGI. terbagi dalam tujuh (7) satuan fisiografi, yaitu : Dataran Rendah Timur (Eastern BAB III TATANAN GEOLOGI 3.1. Fisografi Regional. Menurut Cameron, dkk (1982), secara regional geologi lembar Medan terbagi dalam tujuh (7) satuan fisiografi, yaitu : Dataran Rendah Timur (Eastern Lowlands),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Pulau ini terdiri dari daerah dataran dan daerah pegunungan. Sebagian besar daerah pegunungan berada

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara yang terletak di sebelah baratlaut Pulau Jawa secara geografis merupakan salah satu Cekungan Busur Belakang (Back-Arc Basin) yang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian II.1 Kesampaian Daerah Lokasi penelitian terletak di daerah Buanajaya dan sekitarnya yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Tenggarong Seberang,

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

By : Kohyar de Sonearth 2009

By : Kohyar de Sonearth 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi fosil merupakan energi yang tidak terbarukan atau energi habis pakai seperti yang kita gunakan pada saat ini yakni minyak dan gas bumi. Karenanya dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi 30 Geologi Daerah Penelitian III.2.2.3. Hubungan Stratigrafi Dilihat dari arah kemiringan lapisan yang sama yaitu berarah ke timur dan pengendapan yang menerus, maka diperkirakan hubungan stratigrafi dengan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen adalah prosesproses yang

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

memiliki hal ini bagian

memiliki hal ini bagian BAB III TATANANN GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan cekungan dengan luas 165.000 km 2 dan memiliki ketebalan sedimen antara 12.000 14..000 meter hal ini menyebabakan

Lebih terperinci

Geologi dan Endapan Batubara Daerah Pasuang-Lunai dan Sekitarnya Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Endapan Batubara Daerah Pasuang-Lunai dan Sekitarnya Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menunjang pembangunan di Indonesia, dibutuhkan sumber energi yang memadai, hal ini harus didukung dengan ketersediaan sumber daya alam yang cukup. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH

GAMBARAN UMUM WILAYAH 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1. Batas Administrasi dan Luas Wilayah Kabupaten Sumba Tengah merupakan pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dibentuk berdasarkan UU no.

Lebih terperinci

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Oleh : Edlin Shia Tjandra (07211033) Fanny Kartika (07211038) Theodora Epyphania (07211115) TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Ir. Mulyana Subdit Batubara, DIM SARI Daerah penyelidikan Loa

Lebih terperinci