BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelapisan Permukaan Logam Pelapisan logam adalah suatu cara yang dilakukan untuk memberikan sifat tertentu pada suatu permukaan benda kerja, dimana diharapkan benda tersebut akan mengalami perbaikan baik dalam hal struktur mikro maupun ketahanannya, dan tidak menutup kemungkinan pula terjadi perbaikan terhadap sifat fisiknya. Pelapisan logam merupakan bagian akhir dari proses produksi dari suatu produk. Proses tersebut dilakukan setelah benda kerja mencapai bentuk akhir atau setelah proses pengerjaan mesin serta penghalusan terhadap permukaan benda kerja yang dilakukan. Dengan demikian, proses pelapisan termasuk dalam kategori pekerjaan finishing atau sering juga disebut tahap penyelesaian dari suatu produksi benda kerja Macam-Macam Pelapisan Logam Pelapisan Dekoratif Pelapisan dekoratif bertujuan untuk menambah keindahan tampak luar suatu benda atau produk. Sekarang ini pelapisan dengan bahan krom sedang digemari karena warnanya yang cemerlang, tidak mudah terkorosi dan tahan lama. Produk yang dihasilkan banyak digunakan sebagai aksesoris pada kendaraan bermotor baik yang beroda dua maupun pada kendaraan beroda empat. Dengan kata lain pelapisan ini hanya untuk mendapatkan bentuk luar yang baik saja. Logam-logam yang umum digunakan untuk pelapisan dekoratif adalah emas, perak, nikel dan krom.

2 Pelapisan Protektif Pelapisan protektif adalah pelapisan yang bertujuan untuk melindungi logam yang dilapisi dari serangan korosi karena logam pelapis tersebut akan memutus interaksi dengan lingkungan sehingga terhindar dari proses oksidasi Pelapisan Sifat Khusus Permukaan Pelapisan ini bertujuan untuk mendapatkan sifat khusus permukaan seperti sifat keras, sifat tahan aus dan sifat tahan suhu tinggi atau gabungan dari beberapa tujuan diatas secara bersama-sama. Misalnya dengan melapisi bantalan dengan logam stainless steel agar bantalan lebih keras dan tidak mudah aus akibat gesekan pada saat berputar. 2.2 Cladding Cladding adalah ikatan bersama-sama dari dua logam berbeda. Hal ini berbeda dari pengelasan atau addesive (perekatan) logam sebagai penambah unsur dari logam induk tersebut. Cladding sering di capai dengan dua logam, melalui logam induk dan logam pelapis serta menekan lembaran bersama dengan temperature rekristalisasi dan tekanan tinggi. Tujuan umum penggabungan baja karbon menengah dengan stainless steel adalah untuk meningkatkan tahan karat dengan harga yang rendah dibandingkan penggunaan stainless steel yang lebih mahal. Dalam proses cladding biasanya menggunakan dua jenis logam yang memiliki sifat keunggulan yang tidak sama. Proses cladding biasanya di bantu dengan bantuan mesin rol sebagai alat untuk melakukan tekanan yang besar terhadap kedua logam, agar menempelkan logam pelapis terhadap logam induk untuk mencapai hasil yang diingini terhadap logam induk.

3 baja tahan karat baja karbon sedang benda kerja cladding roll penekan hasil cladding dengan pengerolan Gambar 2.1 : Proses Cladding Dengan Menggunakan Pengerollan Panas Daerah Antar Muka ( Interface ) Daerah antar muka ( Interface ) adalah sebuah titik, wilayah atau permukaan dimana dua zat atau benda berbeda bertemu. Bentuk kerja dari daerah antar muka ini berarti menghubungkan dua atau lebih benda pada suatu titik atau batasan yang terbagi. Dalam hal ini antar muka yang dimaksud adalah daerah antara baja karbon sedang yang di cladding dengan stainless steel. (William Callister, 2007)

4 2.4 Waktu Penahanan ( Holding Time ) Waktu Penahanan (Holding time) dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses cladding dengan menahan pada temperature pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen. Pada proses holding time sangat diperlukan untuk menghasilkan kelarutan pada baja, semakin lama holding timenya maka semakin banyak waktu berdifusi untuk bahan yang sedang di cladding. (D.W. Hopkins, 1998) 2.5 Difusi Difusi adalah peristiwa mengalirnya / berpindahnya suatu zat dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Contoh yang sederhana adalah penambahan carbon ke dalam baja karbon rendah sehingga pada baja, karbonnya lebih besar. Apabila suhu pada suatu material naik, akan menyebabkan atom- atomnya bergetar dengan energi yang lebih besar dan sejumlah kecil atom akan berpindah dalam kisi. Mekanisme perpindahan atom dalam suatu logam dapat terjadi secara interstisi dan kekosongan. Perpindahan secara interstisi terjadi bila atom tidak memilki ukuran yang sama. Sedangkan perpindahan secara kekosongan dapat terjadi bila semua atom memiliki ukuran sama. Proses difusi dapat terjadi lebih cepat apabila: 1. Suhu tinggi 2. Atom yang berdifusi kecil 3. Ikatan struktur induk lemah (dengan titik cair rendah) 4. Terdapat cacat-cacat dalam bahan (kekosongan atau batas butir). (D.W. Hopkins, 1986)

5 2.6 Baja Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon ( C ) sampai dengan 1.67% ( maksimal ). Bila kadar unsur karbon ( C ) lebih dari 1.67%, material tersebut biasanya disebut sebagai besi cor ( Cast Iron ). Makin tinggi kadar karbon dalam baja, maka akan mengakibatkan hal berikut : Kuat leleh dan kuat tarik baja kan naik, Keliatan / elongasi baja berkurang, Semakin sukar dilas. Elemen berikut ini selalu ada dalam baja karbon, mangan, fosfor, sulfur, silikon, dan sebagian kecil oksigen, nitrogen dan aluminium. Selain itu, ada elemen lain yang ditambahkan untuk membedakan karakteristik antara beberapa jenis baja diantaranya mangan, nikel, krom, molybdenum, boron, titanium, vanadium dan niobium. Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal ( crystal lattice ) atom besi. Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur yang lainnya. Seperti: Silicon (Si), Fospor (S), Tembaga (Cu). Karbon merupakan suatu unsur terpenting karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan dalam dunia teknik, dalam bentuk pelat, lembaran, pipa batang, profil dan sebagainya. Baja dapat dibentuk melalui pengecoran pencairan dan penempaan. Secara garis besar baja dapat dikelompokkan sebagai berikut :

6 Baja Karbon ( Carbon Steel ) Baja Karbon Rendah ( Low Carbon Steel ) Baja karbon rendah mengandung kurang dari 0,25 % karbon (C). Kebanyakan dari produk baja ini berbentuk pelat hasil pembentukan rol dingin. Kandungan karbonnya yang rendah dan mikro strukturnya yang terdiri dari fasa ferit dan perlit menjadikan baja karbon rendah bersifat lunak dan kekuatannya lemah namun keuletan dan ketangguhannya sangat baik. Baja karbon rendah kurang responsif terhadap perlakuan panas untuk mendapatkan mikro struktur martensit maka dari itu untuk meningkatkan kekuatan dari baja karbon rendah dapat dilakukan dengan proses rol dingin maupun karburisasi. Perlakuan yang sering di terima baja karbon jenis ini biasanya bersifat pengerjaan dingin. Untuk mendapatkan hasil yang lebih kuat pada bagian luar dari baja jenis ini biasanya dilakukan proses penambahan unsur lain pada permukaannya (surface hardening). Carburasi atau carburizing terbagi atas 3 jenis bahan karbon yaitu : pack carburizing (penambahaan carbon yang berasal dari carbon padat). Liquid carburizing (penambahaan carbon yang berasal dari carbon cair). Maupun gas carburizing (penambahaan carbon yang berasal dari carbon gas). Untuk mendapatkan hasil yang lebih tahan terhadap sifat korosif pada permukaan baja jenis ini juga dapat di lakukan penambahan unsur lain seperti Zn (seng), Mn (mangan), Cr (chrom) dan unsur lain yang lebih tahan terhadap sifat korosif.

7 Baja Karbon Menengah ( Medium Carbon Steel ) Baja karbon menengah memiliki kandungan karbon diatas 0,25% C 0,6% C ditambah dengan unsur paduan tertentu. Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas dan dipotong. Kekuatan lebih tinggi dari pada baja karbon rendah biasanya digunakan untuk rel kereta api dan sejumlah peralatan mesin seperti roda gigi otomotif, poros bubutan, poros engkol, sekrup dan alat angkat presisi Baja Karbon Tinggi ( High Carbon Steel ) Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon diatas 0,6% C - 1,4% C dibuat dengan rol panas. Baja karbon tinggi digunakan untuk perkakas seperti pisau,gurdi, tap dan bagian-bagian yang tahan gesekan. Apabila baja ini digunakan untuk bahan khusus, maka harus dikerjakan dalam keadaan panas dan digunakan untuk peralatan mesin-mesin berat, batang-batang pengontrolan, alat tangan seperti palu, obeng, tang, dan lain-lain. (William D Callister Jr,1999) Baja Tahan Karat ( Stainless Steel ) Baja tahan karat merupakan kelompok baja paduan tinggi yang berdasarkan pada sistem Fe - Cr, Fe Cr - C, dan Fe Cr - Ni dengan unsur paduan utama minimal 10,5% Krom (Cr) dan Nikel (Ni) dengan sedikit unsur paduan lain seperti Molibdenum (Mo), Tembaga (Cu) dan Mangan (Mn). Kadar kromium tersebut merupakan kadar minimum untuk pembentukan permukaan pasif oksida yang dapat mencegah oksidasi dan korosi.

8 Keuntungan menggunakan baja tahan karat adalah : Tahan korosi yang tinggi, yang memungkinkan untuk digunakan dalam lingkungan yang ketat. Api dan tahan panas memungkinkan untuk melawan scaling dan mempertahankan kekuatan pada temperatur tinggi. Higienis, tidak berpori, permukaan ditambah dengan kemampuan membersihkan dengan mudah dari stainless membuatnya pilihan utama untuk aplikasi yang memerlukan kontrol kebersihan yang ketat, seperti rumah sakit, dapur, dan tanaman pangan lainnya pengolahan. Estetika penampilan, memberikan penampilan yang modern dan menarik untuk aplikasi logam yang paling arsitektur. Cerah, dan mudah dipelihara permukaan sehingga pilihan yang mudah untuk aplikasi yang menuntut permukaan menarik setiap saat. Berat,keuntungan yang memungkinkan untuk digunakan dengan ketebalan material berkurang selama nilai konvensional, sering kali menghasilkan penghematan biaya. Kemudahan fabrikasi karena penggunaan modern pembuatan baja teknik yang memungkinkan stainless steel yang akan dipotong, mesin, dibuat, dilas, dan terbentuk, sama mudahnya seperti baja tradisional. Ketahanan terhadap dampak bahkan pada variasi suhu ekstrim. Nilai jangka panjang yang dibuat oleh siklus hidup panjang manfaatnya sering menghasilkan pilihan bahan yang paling murah jika dibandingkan dengan logam lainnya.

9 Meskipun seluruh kategori Stainless Steel didasarkan pada kandungan krom (Cr), namun unsur paduan lainnya ditambahkan untuk memperbaiki sifatsifat Stainless Steel sesuai aplikasi-nya. Kategori Stainless Steel tidak halnya seperti baja lain yang didasarkan pada persentase karbon tetapi didasarkan pada struktur metalurginya. Empat golongan utama Stainless Steel adalah Austenitic, Ferritic, Martensitic, dan Duplex Austenitic Stainless Steel Austenitic SS mengandung sedikitnya 18% Chrom dan 8% Nickel (grade standar untuk 304), sampai ke grade Super Autenitic SS seperti 904L (dengan kadar Chrom dan Nickel lebih tinggi serta unsur tambahan Mo sampai 6%). Molybdenum (Mo), Titanium (Ti) atau Copper (Co) berfungsi untuk meningkatkan ketahanan terhadap temperatur serta korosi. Austenitic cocok juga untuk aplikasi temperature rendah disebabkan unsur Nickel membuat SS tidak menjadi rapuh pada temperatur rendah Ferritic Stainless Steel Kadar Chrom bervariasi antara 10,5 18 % seperti grade 430 dan 409. Ketahanan korosi tidak begitu istimewa dan relatif lebih sulit di fabrikasi / machining. Tetapi kekurangan ini telah diperbaiki pada grade 434 dan 444 dan secara khusus pada grade material Martensitic Stainless Steel Stainless Steel jenis ini memiliki unsur utama Chrom (masih lebih sedikit jika dibanding Ferritic Stainless Steel) dan kadar karbon relatif tinggi misal grade 410 dan 416. Grade 431 memiliki Chrom sampai 16% tetapi mikrostrukturnya

10 masih martensitic disebabkan hanya memiliki Nickel 2%. Grade Stainless Steel lain misalnya 17-4PH/ 630 memiliki tensile strength tertinggi dibanding Stainless Steel lainnya. Kelebihan dari grade ini, jika dibutuhkan kekuatan yang lebih tinggi maka dapat di hardening Duplex Stainless Steel Duplex Stainless Steel seperti material 462 memiliki bentuk mikrostruktur campuran austenitic dan Ferritic. Duplex ferritic-austenitic memiliki kombinasi sifat tahan korosi dan temperatur relatif tinggi atau secara khusus tahan terhadap Stress Corrosion Cracking. Meskipun kemampuan Stress Corrosion Cracking-nya tidak sebaik ferritic Stainless Steel tetapi ketangguhannya jauh lebih baik (superior) dibanding ferritic SS dan lebih buruk dibanding Austenitic Stainless Steel. Sementara kekuatannya lebih baik dibanding Austenitic Stainless Steel (yang di annealing) kira-kira 2 kali lipat. Sebagai tambahan, Duplex Stainless Steel ketahanan korosinya sedikit lebih baik dibanding 304 dan 316 tetapi ketahanan terhadap pitting coorrosion jauh lebih baik (superior) dibanding 316. Ketangguhannya Duplex Stainless Steel akan menurun pada temperatur dibawah 50 0 C dan diatas C. Tabel 2.1 Klasifikasi Stainless Steel Berdasarkan Struktur Metalurgi stainless steel-alat perindustrian.com

11 2.7 Diagram Fasa Terner Fe-Ni-Cr Gambar 2.2 Diagram Fasa Terner Fe-Ni-Cr (Dedi Sugianto, 2011) Untuk campuran yang terdiri atas tiga komponen, komposisi (perbandingan masing-masing komponen) dapat digambarkan di dalam suatu diagram segitiga sama sisi yangdisebut dengan Diagram Terner. Komposisi dapat dinyatakan dalam fraksi massa (untuk cairan) atau fraksi mol (untuk gas). Diagram tiga sudut atau diagram segitiga berbentuk segitiga sama sisi dimana setiap sudutnya ditempati komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi dalam ukuran yang menyatakan bagian 100% zat yang berada pada setiap sudutnya.

12 Untuk menentukan letak titik dalamdiagram segitiga yang menggambarkan jumlah kadar dari masing-masing komponen dilakukan sebagai berikut. Suatu sistem tiga komponen yang mana mempunyai dua pengubah komposisi yang bebas, sebut saja X 2 dan X 3. Jadi komposisi suatu sistem tiga komponen dapat dialurkan dalam koordinat cartes dengan X 2 pada salah satu sumbunya dan X3 pada sumbu yang lain yang dibatasi oleh garis, garis tersebut berbentuk X 2 + X 3 = 1. Karena X itu tidak simetris terhadap ketiga komponen, biasanya, komposisi dialurkan pada suatu segitiga sama sisi dengan tiap-tiap sudutnya digambarkan suatu komponen murni, bagi suatu segitiga sama sisi, jumlah jarak dari seberang titik di dalam segitiga ketiga sisinya sama dengan tinggisegitiga tersebut.jarak antara setiap sudut ke tengah-tengah sisi yang berhadapan dibagi 100 bagian sesuai dengan komposisi dalam persen. Untuk memperoleh suatu titik tertentu dengan mengukur jarak terdekat ketiga sisi segitiga. Diagram tiga sudut atau diagram segita berbentuk segitiga sama sisi dimana sudut-sudutnya ditempati oleh komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi dalam ukuran yang menyatakan bagian 100% zat yang berada pada setiap sudutnya. Untuk menentukan letak titik dalam diagram segitiga yang menggambarkan jumlah kadar dari masing-masing komponen. Pada salah satu sisinya ditentukan kedua titik yang menggambarkan jumlah kadar zat dari masing-masing zat yang menduduki sudut pada kedua ujung sisi itu. Dari dua titik ini ditarik garis yang sejajar dengan sisi yang dihadapinya, titik dimana kedua garis itu menyilang, menggambarkan jumlah kadar masingmasing. Titik dimana terjadi kesetimbangan antara wujud satu fasa dengan dua

13 fasa dari campuran ketiga komponen tersebut, apabila dihubungkan akan membentuk suatu diagram yang menunjukkan batas-batas antara daerah (region) satu fasa dengan daerah (region) dua fasa. Dua macam campuran pada titik kesetimbangan dapat dihubungkan dengan tie line apabila keduanya dicampurkan menghasilkan campuran akhir yang berada pada daerah dua fasa. 2.8 Diagram Fasa Baja Karbon (Fe-C) Gambar 2.3 : Diagram Fasa Baja Karbon Sumber :

14 Dari diagram fasa yang dituntujukkan pada gambar 2.3 terlihat bahwa suhu sekitar 723 C merupakan suhu transformasi austenit menjadi fasa perlit (yang merupakan gabungan fasa ferit dan sementit). Transformasi fasa ini dikenal sebagai reaksi eutectoid dan merupakan dasar proses perlakuan panas dari baja. Sedangkan daerah fasa yang prosentase larutan karbon higga 2 % yang terjadi di temperatur C merupakan daerah besi gamma atau disebut austenit. Pada kondisi ini biasanya austenit bersifat stabil, lunak, ulet, mudah dibentuk, tidak ferro magnetis dan memiliki struktur Kristal Face Centered Cubic (FCC). Besi murni pada suhu dibawah 910 C mempunyai struktur Kristal Body Centered Cubic (BCC). Besi BCC dapat melarutkan karbon dalam jumlah sangat rendah, yaitu sekitar 0,02 % maksimum pada suhu 723 C. Larutan pada intensitas dari karbon didalam besi ini disebut juga besi alpha (a) atau fasa ferit. Pada suhu diantara 910 C sampai C, atom-atom besi menyusun diri menjadi bentuk Kristal Face Centred Cubic (FCC) yang juga disebut besi gamma atau fasa austenit. Besi gamma ini dapat melarutkan karbon dalam jumlah besar yaitu sekitar 2,06 % maksimum pada suhu sekitar C. Penambahan karbon ke dalam besi FCC ditransformasikan kedalam struktur BCC dari 910 C menjadi 723 C pada kadar karbon sekitar 0,8 %. Diantara temperatur C dan suhu cair C, besi gamma berubah menjadi susunan BCC yang disebut besi delta (d). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam diagram Fe FeC3 yaitu, perubahan fasa ferit atau besi alpha (a), austenit atau besi gamma, sementit atau karbida besi, perlit dan sementit akan diuraikan dibawah ini :

15 2.8.1 Ferrite atau Besi Alpha (a) Merupakan modifikasi struktur besi murni pada suhu ruang, dimana ferit menjadi lunak dan ulet karena ferit memiliki struktur BCC, maka ruang antara atom-atomnya adalah kecil dan padat sehingga atom karbon yang dapat tertampung hanya sedikit sekali. Gambar 2.4 Struktur Kristal BCC Austenit atau Besi Gamma Merupakan modifikasi dari besi murni dengan struktur FCC yang memiliki jarak atom lebih besar dibandingkan dengan ferit. Meski demikian rongga-rongga pada struktur FCC hampir tidak dapat menampung atom karbon dan penyisipan atom karbon akan mengakibatkan tegangan dalam struktur sehingga tidak semua rongga dapat terisi, dengan kata lain daya larutnya jadi terbatas.

16 Gambar 2.5 Struktur Kristal FCC Karbida Besi atau Sementit Adalah paduan Besi karbon, dimana pada kondisi ini karbon melebihi batas larutan sehingga membentuk fasa kedua atau karbida besi yang memiliki komposisi Fe 3 C. Hal ini tidak berarti bila karbida besi membentuk molekul Fe 3 C, akan tetapi kisi kristal yang membentuk atom besi dan karbon mempunyai perbandingan 3 : 1. Karbida pada ferit akan meningkatkan kekerasan pada baja sifat dasar sementit adalah sangat keras.

17 Gambar 2.6 Struktur Kristal BCT Perlit Merupakan campuran khusus yang terjadi atas dua fasa yang terbentuk austenisasi, dengan komposisi eutektoid bertransformasi menjadi ferit dan karbida. Ini dikarenakan ferit dan karbida terbentuk secara bersamaan dan keluarnya saling bercampur. Apabila laju pendinginan dilakukan secara perlahanlahan maka atom karbon dapat berdifusi lebih lama dan dapat menempuh jarak lebih jauh, sehingga di peroleh bentuk perlit besar. Dan apabila laju pendinginan lebih di percepat lagi maka difusi akan terbatas pada jarak yang dekat sehingga akhirnya menghasilkan lapisan tipis lebih banyak Martensit Adalah suatu fasa yang terjadi karena pendinginan yang sangat cepat sekali, dan terjadi pada suhu dibawah eutektoid tetapi masih diatas suhu kamar. Karena struktur austenit FCC tidak stabil maka akan berubah menjadi struktur BCT secara serentak. Pada reaksi ini tidak terjadi difusi tetapi terjadi pengerasan

18 (dislokasi). Semua atom bergerak serentak dan perubahan ini langsung dengan sangat cepat dimana semua atom yang tinggal tetap berada pada larutan padat karena terperangkap dalam kisi sehingga sukar menjadi slip, maka martensit akan menjadi kuat dan keras tetapi sifat getas dan rapuh menjadi tinggi. Martensit dapat terjadi bila austenit didinginkan dengan cepat sekali (dicelup) hingga temperature dibawah pembentukkan bainit. Martensit terbentuk karena transformasi tanpa difusi sehingga atom- atom karbon seluruhnya terperangkap dalam larutan super jenuh. Keadaan ini yang menimbulkan distorsi pada struktur kristal martensit dan membentuk BCT. Tingkat distorsi yang terjadi sangat tergantung pada kadar karbon. Karena itu martensit merupakan fasa yang sangat keras namun getas. (D.W. Hopkins, 1986) 2. 9 Metalografi Metalografi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari suatu karakteristik mikro struktur suatu logam, paduan logam dan material lainnya serta berhubungan erat dengan sifat-sifat material tersebut Metalografi merupakan suatu teknik atau metode persiapan material untuk mengukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari informasi-informasi yang terdapat dalam material yang dapat diamati, seperti fasa, butir, komposisi kimia, orientasi butir, jarak atom, dislokasi, dan sebagainya.

19 Adapun secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan pada metalografi adalah: 1. Pemotongan spesimen (sectioning) 2. Pembingkaian (mounting) 3. Penggerindaan, abrasi dan pemolesan (grinding, abrasion and polishing) 4. Pengetsaan (etching) 5. Observasi pada mikroskop optik Pada metalografi, secara umum yang akan diamati adalah dua hal yaitu macro structure (stuktur makro) dan micro structure (struktur mikro). Struktur makro adalah struktur dari logam yang terlihat secara makro pada permukaan yang dietsa dari spesimen yang telah dipoles. Pengamatan macro structure ialah pengamatan yang dilakukan dengan pembesaran microscop kali. Sedangkan micro structure adalah struktur dari sebuah permukaan logam yang telah disiapkan secara khusus yang terlihat dengan menggunakan perbesaran microscop diatas 100 kali. (George F, Vander Voord, 1984) Pemotongan (Sectioning) Proses Pemotongan merupakan pemindahan material dari sampel yang besar menjadi spesimen dengan ukuran yang kecil. Pemotongan yang salah akan mengakibatkan struktur mikro yang tidak sebenarnya karena telah mengalami perubahan. Kerusakan pada material pada saaat proses pemotongan tergantung pada material yang dipotong, alat yang digunakan untuk memotong, kecepatan potong dan kecepatan makan. Pada beberapa spesimen, kerusakan yang

20 ditimbulkan tidak terlalu banyak dan dapat dibuang pada saat pengamplasan dan pemolesan. (George F, Vander Voord, 1984, 1984) Pembingkaian ( Mounting) Pembingkaian seringkali diperlukan pada persiapan spesimen metalografi, meskipun pada beberapa spesimen dengan ukuran yang agak besar, hal ini tidaklah mutlak. Akan tetapi untuk bentuk yang kecil atau tidak beraturan sebaiknya dibingkai untuk memudahkan dalam memegang spesimen pada proses pengamplasan dan pemolesan. Sebelum melakukan pembingkaian, pembersihan spesimen haruslah dilakukan dan dibatasi hanya dengan perlakuan yang sederhana detail yang ingin kita lihat tidak hilang. Sebuah perbedaan akan tampak antara bentuk permukaan fisik dan kimia yang bersih. Kebersihan fisik secara tidak langsung bebas dari kotoran padat, minyak pelumas dan kotoran lainnya, sedangkan kebersihan kimia bebas dari segala macam kontaminasi. Pembersihan ini bertujuan agar hasil pembingkaian tidak retak atau pecah akibat pengaruh kotoran yang ada. Dalam pemilihan material untuk pembingkaian, yang perlu diperhatikan adalah perlindungan dan pemeliharaan terhadap spesimen. Bingkai haruslah memiliki kekerasan yang cukup, meskipun kekerasan bukan merupakan suatu indikasi, dari karakteristik abrasif. Material bingkai juga harus tahan terhadap distorsi fisik yang disebabkan oleh panas selama pengamplasan, selain itu juga harus dapat melakukan penetrasi ke dalam lubang yang kecil dan bentuk permukaan yang tidak beraturan. Pada

21 proses pembingkaian ini biasanya digunakan resin bening + katalisator sebagai zat untuk melakukan pembingkaian spesimen. Gambar 2.7 Proses Mounting Terhadap Spesimen Pengerindaan, Pengamplasan dan Pemolesan Pada proses ini dilakukan penggunaan partikel abrasif tertentu yang berperan sebagai alat pemotongan secara berulang-ulang. Pada beberapa proses, partikel-partikel tersebut disatukan sehingga berbentuk blok dimana permukaan yang ditonjolkan adalah permukan kerja. Partikel itu dilengkapi dengan partikel abrasif yang menonjol untuk membentuk titik tajam yang sangat banyak. Perbedaan antara pengerindaan dan pengamplasan terletak pada batasan kecepatan dari kedua cara tersebut. Pengerindaan adalah suatu proses yang memerlukan pergerakan permukaan abrasif yang sangat cepat, sehingga menyebabkan timbulnya panas pada permukaan spesimen. Sedangkan pengamplasan adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan dengan pergerakan permukaan abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang dihasilkan tidak terlalu signifikan.

22 Dari proses pengamplasan yang didapat adalah timbulnya suatu sistim yang memiliki permukaan yang relatif lebih halus atau goresan yang seragam pada permukaan spesimen. Pengamplasan juga menghasilkan deformasi plastis lapisan permukaan spesimen yang cukup dalam. Proses pemolesan menggunakan partikel abrasif yang tidak melekat kuat pada suatu bidang tapi berada pada suatu cairan di dalam serat-serat kain. Tujuannya adalah untuk menciptakan permukaan yang sangat halus sehingga bisa sehalus kaca sehingga dapat memantulkan cahaya dengan baik. Pada pemolesan biasanya digunakan pasta gigi, karena pasta gigi mengandung Zn dan Ca yang akan dapat mengasilkan permukaan yang sangat halus. Proses untuk pemolesan hampir sama dengan pengamplasan, tetapi pada proses pemolesan hanya menggunakan gaya yang kecil pada abrasif, karena tekanan yang didapat diredam oleh serat-serat kain yang menyangga partikel. Gambar 2.8 Proses Pengamplasan dan Pemolesan Spesimen

23 Kertas amplas yang di gunakan dalam proses pengamplasan bertingkat kekasarannya, dimulai dari kekasaran 600 mesh, 800 mesh, 1000 mesh, hingga 1200 mesh Pengetsaan (Etching) Etsa yang dilakukan dalam proses metalografi adalah dengan menggunakan asam kuat untuk mengikis bagian permukaan logam yang tak terlindungi Pengamatan Struktur Mikro Pengamatan yang dilakukan setelah spesimen terlebih dahulu diamplas sampai sehalus mungkin. Spesimen yang telah dipoles dicelupkan kelarutan etsa selama beberapa detik. Pada pengamatan struktur mikro digunakan mikroskop optik dimana pada alat terdapat bagian-bagian penting yaitu : Filter Cahaya Filter cahaya berfungsi untuk menaikkan kontras dari batas butir maupun keadaan fasa tertentu dengan cara membedakan warna. Lensa Kondensor Lensa kondensor berfungsi sebagai alat pemantul sinar dan memperbaiki kontras bayangan. Lensa Reflektor Lensa Reflektor berfungsi untuk memantulkan cahaya dari lensa kondensor ke spesimen Lensa Objektif Lensa objektif berfungsi untuk mengumpulkan sinar yang dipantulkan dari spesimen.

24 Dalam rumus ini : NA= n Sin α dimana: NA = Numerical Aparture n = Indeks media antara lensa objektif dengan permukaaan spesimen α= Setengah sudut puncak sinar pantul spesimen ke lensa objektif Lensa Okuler lensa okuler berfungsi untuk meneruskan pantulan sinar specimen sehingga dapat dilihat mata. Untuk pengukuran besar butir logam, lensa okuler dilengkapi dengan grid yang sesuai dengan standar ASTM. M tot= M 0 X M f dimana : Mtot = Hasil Pembesaran M 0 = Perbesaran lensa objektif M f = Perbesaran sampai ke lensa kamera

25 Gambar 2.9 Ilustrasi Prinsip Pengelihatan Gambar Struktur Mikro Dari Spesimen Menggunakan Mikroskop Optik ( George F. Vander, 1984 )

26 2.10 Pengujian Komposisi Dalam proses pengujian komposisi diperhatikan beberapa hal sebagai berikut : a. Sebelum melakukan pengijian harus memperhatikan sampel yang akan diuji, dimana permukaan benda yang diuji harus halus dan rata,maka sebalumnya material harus di gerinda ataupun di polis b. Meletakkan benda yang akan diuji di meja patri posisi pas dia atas lubang yang ada di tengah meja patri. c. Menghubungkan tuas penghubung antara benda kerja dengan meja patri. d. Menutup cover ruang benda yang diuji. e. Menekan tombol start ( tombol warna hijau ) f. Melihat hasil test pengujian pada komputer yang telah terhubung dengan mesin metal analizer. Gambar 2.10 Alat Uji Komposisi ( Metal Analizer )

27 2.11 Pengujian Kekerasan Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami gaya gaya gesek (frictional force) dan dinilai dari ukuran sifat mekanis material yang diperoleh dari Deformasi Plastis (deformasi yang diberikan dan setelah dilepaskan ). Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekankan penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk diatasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan. Kekerasan juga didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni : 1. Brinnel (HB / BHN) 2. Rockwell (HR / RHN) 3. Vikers (HV / VHN) 4. Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai) Metode pengujian kekerasan yang di gunakan dalam melakukan penelitian ini adalah metode pengujian Brinnel.

28 Uji Keras Brinnel Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen). Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar kgf. Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Idealnya pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HBN, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi Gambar 2.12 adalah alat uji kekerasan material logam (Brinnel). Rumus perhitungan Brinnel Hardness Number (BHN) :.... (2. 1) Dimana: F : beban penekan (Kgf) D : diameter bola penekan (mm) d : diameter lekukan (mm)

29 Gambar 2.11 Perumusan Untuk Pengujian Brinnel Gambar 2.12 Alat Uji Kekerasan Brinnel Material Logam (William D Callister, 2007) Uji Keras Rockwell Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell dijelaskan pada gambar 2.14, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor dengan beban minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan

30 beban mayor (major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F yang terlihat pada Gambar Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan di uji, jenis-jenisnya. Gambar 2.13 Pengujian Rockwell Gambar 2.14 Prinsip Kerja Metode Pengukuran Rockwell (William D Callister, 2007) Uji Keras Vickers Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti

31 ditunjukkan pada gambar 2.15 Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor (diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136 /2). Gambar 2.15 Pengujian Vikers Gambar 2.16 Bentuk Indentor Vikers (William D Callister, 2007)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Baja Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan

Lebih terperinci

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic) HEAT TREATMENT Perlakuan panas (heat treatment) ialah suatu perlakuan pada material yang melibatkan pemanasan dan pendinginan dalam suatu siklus tertentu. Tujuan umum perlakuan panas ini ialah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Data Pengujian. 4.1.1. Pengujian Kekerasan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metoda Rockwell C, pengujian kekerasan pada material liner dilakukan dengan cara penekanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Proses karakterisasi material Bantalan Luncur dengan menggunakan metode pengujian merusak. Proses penelitian ini dapat dilihat dari diagram alir berikut

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari pengenai pemanfaatan dan pembuatan logam dari mulai bijih sampai dengan pemasaran. Begitu banyaknya proses dan alur yang harus

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen

Lebih terperinci

ANALISA KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA DAERAH INTERFACE HASIL PROSES CLADDING MATERIAL STAINLESS STEEL TERHADAP BAJA KARBON MENENGAH SKRIPSI

ANALISA KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA DAERAH INTERFACE HASIL PROSES CLADDING MATERIAL STAINLESS STEEL TERHADAP BAJA KARBON MENENGAH SKRIPSI ANALISA KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA DAERAH INTERFACE HASIL PROSES CLADDING MATERIAL STAINLESS STEEL TERHADAP BAJA KARBON MENENGAH SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan prosedur

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL A. Kerangka Konsep Baja stainless merupakan baja paduan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 7.1. Diagram Besi Karbon Kegunaan baja sangat bergantung dari pada sifat sifat baja yang sangat bervariasi yang diperoleh dari pemaduan dan penerapan proses perlakuan panas.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi, tahan terhadap penggoresan,

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan I. TINJAUAN PUSTAKA Teori yang akan dibahas pada tinjauan pustaka ini adalah tentang klasifikasi baja, pengaruh unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan martensit,

Lebih terperinci

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

BAB 1. PERLAKUAN PANAS BAB PERLAKUAN PANAS Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil dalam proses perlakuan panas pada material logam. : Menguasai cara proses pengerasan, dan pelunakan material baja karbon.

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB III PENGUMPULAN DATA 3.1 Diagram Alir Penelitian Perancangan Tugas Akhir ini direncanakan di bagi dalam beberapa tahapan proses, dituliskan seperti diagram alir berikut ini : Mulai Studi literatur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 38 3.2. ALAT DAN BAHAN 3.2.1 Alat Gambar 3.2 Skema Peralatan Penelitian Die Soldering 3.2.2 Bahan Bahan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda logam yang keras dan kuat (Departemen Pendidikan Nasional, 2005). Sedangkan menurut Setiadji

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL Pramuko I. Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan

Lebih terperinci

TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020

TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020 TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020 Disusun oleh : Endah Lutfiana 2710 100 099 Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya KLASIFIKASI BAJA KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA L U K H I M U L I A S 1 Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya 1) BAJA PEGAS Baja pegas adalah baja karbon yang mengandung 0,5-1,0% karbon

Lebih terperinci

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom) BAJA Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom) Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi,karbon dan unsur lainnya. Baja

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) Sasi Kirono,Eri Diniardi, Isgihardi Prasetyo Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak. Salah satu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI dan PREDIKSI WAKTU PENGERJAAN

III. METODOLOGI dan PREDIKSI WAKTU PENGERJAAN III. METODOLOGI dan PREDIKSI WAKTU PENGERJAAN 3.1 Skema Proses Penelitian Mulai -Literatur -Pengumpulan data dan material -Percobaan Persiapan Proses Pengukuran Dimensi dan Berat Awal NaCl Proses: - Pecelupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan

Lebih terperinci

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L Disusun oleh : Suparjo dan Purnomo Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Sprocket

Karakterisasi Material Sprocket BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Pengamatan Metalografi 4.1.1 Pengamatan Struktur Makro Pengujian ini untuk melihat secara keseluruhan objek yang akan dimetalografi, agar diketahui kondisi benda uji sebelum

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell 1 Ika Wahyuni, 2 Ahmad Barkati Rojul, 3 Erlin Nasocha, 4 Nindia Fauzia Rosyi, 5 Nurul Khusnia, 6 Oktaviana Retna Ningsih Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE Pengertian Diagram fasa Pengertian Diagram fasa Adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Sprocket

Karakterisasi Material Sprocket BAB III PENGUMPULAN DATA 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Spesimen & Studiliteratur Gambar teknik & Pengambilan sample pengujian Metalografi: Struktur Makro & Mikro Uji Kekerasan: Micro Vickers komposisi

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S Mahasiswa Edwin Setiawan Susanto Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M. Sc. Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si. 1 Latar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA Pengelasan plug welding pada material tak sejenis antara logam tak sejenis antara baja tahan karat 304L dan baja karbon SS400 dilakukan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E Mochammad Ghulam Isaq Khan 2711100089 Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M.Sc. Wikan Jatimurti

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIS KOMPONEN STUD PIN WINDER BAJA SKD-11 YANG MENGALAMI PERLAKUAN PANAS DISERTAI PENDINGINAN NITROGEN Naskah Publikasi ini disusun guna memenuhi Tugas

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA Agus Yulianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UMS Jl. A. Yani Pabelan Kartosuro, Tromol Pos 1 Telp. (0271) 715448 Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan prosedur

Lebih terperinci

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C) MK: TRANSFORMASI FASA Pertemuan Ke-6 Sistem Besi-Karbon Nurun Nayiroh, M.Si Sistem Besi-Karbon Besi dengan campuran karbon adalah bahan yang paling banyak digunakan diantaranya adalah baja. Kegunaan baja

Lebih terperinci

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760 PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760 Syaiful Rizal 1) Ir.Priyagung Hartono 2) Ir Hj. Unung Lesmanah.MT 3) Program Strata Satu Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES HARDENING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MICRO BAJA AISI DENGAN MEDIA PENDINGIN Oleh: DEDI SUPRIANTO

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES HARDENING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MICRO BAJA AISI DENGAN MEDIA PENDINGIN Oleh: DEDI SUPRIANTO PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES HARDENING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MICRO BAJA AISI 1025 DENGAN MEDIA PENDINGIN Oleh: DEDI SUPRIANTO JurusanTeknikMesin, Sekolah Tinggi Tekhnik Harapan Medan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini ada beberapa langkah yang dilakukan. Langkah langkah dalam proses pengerjaan las friction stir welding dapat dilihat pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur karbon (C) sampai dengan 1.67% (maksimal). Bila kadar unsur karbon ( C) lebih dari 1.67%, maka material tersebut

Lebih terperinci

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY Dr.-Ing. Bambang Suharno Dr. Ir. Sri Harjanto PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY 1. DASAR BAJA 2. UNSUR PADUAN 3. STRENGTHENING

Lebih terperinci

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN PENGARUH PENGELASAN GAS TUNGTEN ARC WELDING (GTAW) DENGAN VARIASI PENDINGINAN AIR DAN UDARA PADA STAINLESS STEEL 304 TERHADAP UJI KOMPOSISI KIMIA, STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN UJI IMPACT Agus Sudibyo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL Mahasiswa Febrino Ferdiansyah Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN komposisi tidak homogen akan memiliki perbedaan kelarutan dalam pembersihan, sehingga beberapa daerah ada yang lebih terlarut dibandingkan dengan daerah yang lainnya. Ketika oksida dihilangkan dari permukaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1%

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *) PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Purnomo *) Abstrak Baja karbon rendah JIS G 4051 S 15 C banyak digunakan untuk bagian-bagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mengetahui pengaruh temperatur media pendingin pasca pengelasan terhadap laju korosi dan struktur mikro.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MERCU BUANA

UNIVERSITAS MERCU BUANA BAB II DASAR TEORI 2.1. Perlakuan Panas Perlakuan panas didefinisikan sebagai kombinasi operasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat dengan waktu tertentu, yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN Untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas pada kondisi struktur mikro dan sifat kekerasan pada paduan Fe-Ni-Al dengan beberapa variasi komposisi, dilakukan serangkaian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI [15].

BAB II DASAR TEORI [15]. 10 BAB II DASAR TEORI 2.1 Baja Karbon Baja karbon merupakan salah satu jenis baja paduan yang terdiri atas unsur besi (Fe) dan karbon (C). Dimana besi merupakan unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah besi karbon campuran logam yang dapat berisi konsentrasi dari element campuran lainnya, ada ribuan campuran logam lainnya yang mempunyai perlakuan bahan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan logam pada jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan logam pada jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahan logam pada jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam membuat paduan logam lain untuk mendapatkan sifat bahan yang diinginkan. Baja merupakan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MATERIAL BUCKET TEETH PADA EXCAVATOR UNTUK PENINGKATAN KUALITAS DAN PEMBUATAN

KARAKTERISASI MATERIAL BUCKET TEETH PADA EXCAVATOR UNTUK PENINGKATAN KUALITAS DAN PEMBUATAN INFOMATEK Volume 18 Nomor 2 Desember 2016 KARAKTERISASI MATERIAL BUCKET TEETH PADA EXCAVATOR UNTUK PENINGKATAN KUALITAS DAN PEMBUATAN Bukti Tarigan *) Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini penulis meneliti tentang pengaruh penahanan waktu pemanasan (holding time) terhadap kekerasan baja karbon rendah pada proses karburasi dengan menggunakan media

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING Pramuko Ilmu Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Surakarta Pramuko_ip@ums.ac.id ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik Definisi 2 Metal Alloys (logam paduan) adalah bahan campuran yang mempunyai sifat-sifat logam, terdiri dari dua atau lebih unsur-unsur, dan sebagai unsur utama

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 36 BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Peralatan yang Digunakan Peralatan yang digunakan dalam penelitian dan pengujian ini antara lain: 1. Tabung Nitridasi Tabung nitridasi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Baja (steel) adalah material yang paling banyak dan umum digunakan di dunia industri, hal ini karena baja memberikan keuntungan keuntungan yang banyak yaitu pembuatannya

Lebih terperinci

DUPLEX STAINLESS STEEL

DUPLEX STAINLESS STEEL DUPLEX STAINLESS STEEL Oleh: Mohamad Sidiqi Pendahuluan Stainless Steel (SS) adalah baja dengan sifat ketahanan korosi yang sangat tinggi di berbagai kondisi lingkungan, khususnya pada atmosfer ambient

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alur Penelitian Penelitian dalam tugas akhir ini dilakukan dalam beberapa tahapan meliputi: menentukan tujuan penelitian, mengumpulkan landasan teori untuk penelitian,

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Zirconium (zircaloy) material yang sering digunakan dalam industri nuklir. Dalam reaktor nuklir, zircaloy diperlukan sebagai pelindung bahan bakar dari pendingin,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penambahan karbon yang disebut carburizing atau karburasi, dilakukan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penambahan karbon yang disebut carburizing atau karburasi, dilakukan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Carburizing Penambahan karbon yang disebut carburizing atau karburasi, dilakukan dengan cara memanaskan pada temperatur yang cukup tinggi yaitu pada temperatur austenit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Penelitian Mulai Studi Literatur Spesifikasi bearing Metode pengujian Persiapan Pengujian: Pengambilan bahan pengujian bearing baru, bearing bekas pakai dan bearing

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik Tool Steel (Baja Perkakas) 2 W Pengerasan dengan air (Water hardening) Pengerjaan Dingin (Cold Work) O Pengerasan dengan oli (Oil hardening) A Pengerasan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN IV.1 PENGUJIAN AWAL PADA GARDAN IV.1.1 PENGUJIAN KOMPOSISI Pengujian komposisi diperlukan untuk mengetahui komposisi unsur, termasuk unsur-unsur paduan yang terkandung dalam material

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dijelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan beberapa pengujian dengan tujuan mengetahui hasil pengelasan preheat setelah PWHT, pengujian yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian komposisi kimia Pengujian komposisi kimia dilakukan dengan mesin spektrum komposisi kimia Optical Emission Spectrometer dan memberikan hasil pembacaan secara

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Tool Steel Sidat dan Jenis Stainless Steel Cast Iron Jenis, Sifat, dan Keterbatasan Non-Ferrous Alloys Logam Tahan Panas 1 Tool Steel (Baja Perkakas) 3 W Pengerasan

Lebih terperinci

FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT

FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT TUGAS PENGETAHUAN BAHAN ALAT DAN MESIN FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT Oleh: RENDY FRANATA (1014071009) TIA YULIAWATI (1014071052) JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI Teknika : Engineering and Sains Journal Volume, Nomor, Juni 207, 67-72 ISSN 2579-5422 online ISSN 2580-446 print PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Proses pengeboran merupakan proses permesinan yang paling sering digunakan setelah proses bubut karena hampir semua komponen dan produk permesinan mempunyai lubang.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Komposisi Bahan Hasil uji komposisi menunjukan bahwa material piston bekas mempunyai unsur paduan utama 81,60% Al dan 13,0910% Si. Adapun hasil lengkap pengujian

Lebih terperinci

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT MEKANIK MATERIAL TROMOL REM SEPEDA MOTOR DENGAN PENAMBAHAN UNSUR CHROMIUM TRIOXIDE ANHYDROUS (CrO 3 )

ANALISIS SIFAT MEKANIK MATERIAL TROMOL REM SEPEDA MOTOR DENGAN PENAMBAHAN UNSUR CHROMIUM TRIOXIDE ANHYDROUS (CrO 3 ) Nama : Gilang Adythia NPM : 23409095 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing: Ir. Tri Mulyanto, MT ANALISIS SIFAT MEKANIK MATERIAL TROMOL REM SEPEDA MOTOR DENGAN PENAMBAHAN UNSUR CHROMIUM TRIOXIDE ANHYDROUS

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MATERIAL BALL MILL PADA PROSES PEMBUATAN SEMEN DENGAN METODA PENGUJIAN KEKERASAN, MIKROGRAFI DAN SEM

KARAKTERISASI MATERIAL BALL MILL PADA PROSES PEMBUATAN SEMEN DENGAN METODA PENGUJIAN KEKERASAN, MIKROGRAFI DAN SEM KARAKTERISASI MATERIAL BALL MILL PADA PROSES PEMBUATAN SEMEN DENGAN METODA PENGUJIAN KEKERASAN, MIKROGRAFI DAN SEM Budi Setiyana 1), Revelino Putra Perdana 2) Abstrak Dalam proses pembuatan semen yang

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT STRUKTUR LOGAM DAPAT BERUBAH KARENA : KOMPOSISI KIMIA (PADUAN) REKRISTALISASI DAN PEMBESARAN BUTIRAN (GRAIN GROWTH) TRANSFORMASI FASA PERUBAHAN STRUKTUR MENIMBULKAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA

SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA Oleh kelompok 7 AYU ANDRIA SOLIHAT (20130110066) SEPTIYA WIDIYASTUTY (20130110077) BELLA LUTFIANI A.Z. (20130110080) M.R.ERNADI RAMADHANI (20130110100) Pengertian Baja Baja

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013 BAB IV UJI JOMINY (JOMINY TEST) 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Latar Belakang Pada dunia engineering, penggunaan bahan yang spesifik pada aplikasi tertentu sangatlah krusial. Salah satu metode yang sering diaplikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 58 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Data awal: Spesifikasi awal Studi pustaka Persiapan benda uji: Pengelompokkan benda uji Proses Pengujian: Pengujian keausan pada proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah merambah pada berbagai aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali di dunia industri manufacture (rancang

Lebih terperinci

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

SKRIPSI / TUGAS AKHIR SKRIPSI / TUGAS AKHIR PENGARUH BENTUK KAMPUH LAS TIG TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL BAJA ST 37 CAHYANA SUHENDA (20408217) JURUSAN TEKNIK MESIN LATAR BELAKANG Pada era industrialisasi dewasa ini teknik

Lebih terperinci

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : 11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : Material Teknik Suatu diagram yang menunjukkan fasa dari besi, besi dan paduan carbon berdasarkan hubungannya antara komposisi dan temperatur. Titik

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK TUGAS AKHIR MM09 1381- PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK MOHAMMAD ISMANHADI S. 2708100051 Yuli Setyorini, ST, M.Phil LATAR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon

II. TINJAUAN PUSTAKA. unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Baja Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA PENELITIAN 1. Material Penelitian a. Tipe Baja : A 516 Grade 70 Bentuk : Plat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516 Grade 70 Komposisi Kimia Persentase (%) C 0,1895 Si

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengecoran Hasil penelitian tentang pembuatan poros berulir (Screw) berbahan dasar 30% Aluminium bekas dan 70% piston bekas dengan penambahan unsur 2,5% TiB. Pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan sampel Sampel yang digunakan adalah pelat baja karbon rendah AISI 1010 yang dipotong berbentuk balok dengan ukuran 55mm x 35mm x 8mm untuk dijadikan sampel dan

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012 08/01/2012 MATERI KE II Pengujian merusak (DT) pada las Pengujian g j merusak (Destructive Test) dibagi dalam 2 bagian: Pengujian di bengkel las. Pengujian skala laboratorium. penyusun: Heri Wibowo, MT

Lebih terperinci

Analisis Struktur Mikro Baja Tulangan Karbon Sedang

Analisis Struktur Mikro Baja Tulangan Karbon Sedang Analisis Struktur Mikro Baja Tulangan Karbon Sedang Tio Gefien Imami Program Studi Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesa 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci