KAJIAN SEJARAH PERBURUAN DI INDONESIA. Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA
|
|
- Glenna Hermanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KAJIAN SEJARAH PERBURUAN DI INDONESIA Rizki Kurnia Tohir Fadlan Pramatana E E Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
2 PENDAHULUAN Latar belakang Perburuan adalah segala sesuatu yang bersangkut paut dengan kegiatan berburu (PP No.13/1994). Kegiatan berburu telah berlangsung sejak jaman praaksara yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (makan) (Gazalba 1996). Kegiatan berburu ini merupakan kegiatan utama pada masa awal kehidupan manusia. Insting berburu yang tinggi dengan menggunakan alat berburu sederhana sampai dengan menggunakan alat modern sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat. Perbedaan utama dalam perburuan saat ini adalah tidak hanya untuk kegiatan pemenuhan kebutuhan makan tetapi untuk pemenuhan hobi. Dalam perkembangannya, kegiatan perburuan ternyata telah menimbulkan ancaman terhadap kelestarian beberapa spesies satwaliar karena dilakukan secara ilegal (Thohari dkk 2011). Kegiata berburu yang ilegal ternyata telah menimbulkan kerugian yang bagi Indonesia, salah satunya telah menyebabkan penurunan dan kepunahan lokal banyak spesies flora maupun fauna, termasuk spesies yang ada di dalam area yang dilindungi (USAID 2015). Sejarah perburuan di Indonesia sampai saat ini sangat sulit didapatkan, pentingnya informasi ini adalah untuk melihat bagaimana trend kegiatan perburuan yang dilakukan dan sejauhmana masyarakat Indonesia mengenal perburuan dan dari mana sistem-sistem perburuan yang ada saat ini sampai ke Indonesia. Dengan diketahuinya sejarah perburuan kita dapat mengetahui bagaimana kesalahan-kesalahan manajemen yang telah dilakukan, sehingga dapat dijadikan pelajaran bagi pengelolaan kedepannya. Tujuan Tujuan dibuatnya tulisan ini adalah untuk mengetahui dan menelusuri sejarah perburuan yang telah berlangsung di Indonesia dan untuk melihat bagaimana trend perburuan satwa liar yang ada saat ini.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan perburuan satwa liar telah dilakukan saat manusia ada di bumi ini, kegiatan berburu pada awalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup hingga berkembang sampai saat ini menjadi pemenuhan hobi. Dalam tulisan ini akan dijelaskan bagaimana kegiatan berburu yang terbagi kedalamm tiga runutan waktu (Gambar 1) Zaman Purba Zaman Kerajaan Zaman Kolonial Zaman Kemerdekaan Gambar 1 Pembagian masa sejarah perburuan di Indonesia Zaman Purba Konsep periodisasi zaman pra-sejarah/pra-aksara Indonesia menurut pakar sejarah dari Indonesia R. Soekmono membagi zaman pra-sejarah Indonesia menjadi dua zaman yaitu zaman batu (meliputi Palaeolithikum, Mesolithikum, Neolithikum dan Megalithicum) dan zaman logam (meliputi zaman Tembaga, Perunggu dan Besi). Periodisasi zaman pra-sejarah/pra-aksara Indonesia memasuki tahap baru ketika pada sekitar tahun 1970 seorang ahli sejarah R.P. Soedjono menggunakan pendekatan sosial ekonomis untuk membat periodisasi zaman pra-sejarah/pra-aksara Indonesia. Dengan pendekatan baru ini maka zaman pra-sejarah/pra-aksara Indoenesia dibagi menjadi 3 zaman yaitu : a. Zaman berburu dan mengumpulkan makanan b. Zaman pertanian/bercocok tanam c. Zaman perundagian (kemampuan teknik) 1. Zaman batu Zaman batu yang pertama adalah: 1) Zaman Palaeolithikum, pada zaman ini peralatan manusia pra-sejarah dibuat dari batu yang cara pengerjaannya masih sangat kasar. Mereka sudah mengenal api, meskipun baru dimanfaatkan sebagai senjata untuk menghadapi makhluk hidup lain, atau untuk menakuti binatang buruan. Manusia pra-sejarah/pra-aksara pada zaman palaeolithikum ini
4 mendapatkan bahan makanan dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan dengan memungut langsung dari alam (food gathering). Mereka sangat tergantung dengan persediaan makanan dari alam karena mereka belum mampu memproduksi makanan. Oleh karenanya mereka selalu berpindah-pindah tempat (nomaden) mengikuti musim makanan. Apabila makanan di tempat mereka habis, maka mereka akan pindah ke tempat yang persediaan makanannya mencukupi. Zaman batu yang kedua adalah: 2) Zaman Mesolithikum, zaman ini merupakan peralihan dari zaman palaeolithikum menuju ke zaman neolithikum. Pada zaman ini kehidupan manusia pra-sejarah/ pra-aksara belum banyak mengalami perubahan. Pada masa ini manusia mulai hidup menetap dengan membuat rumah panggung di tepi pantai atau tinggal di dalam gua dan cerukceruk batu padas. Manusia pra-sejarah juga mulai bercocok tanam dan telah terlihat mulai mengatur masyarakatnya. Mereka melakukan pembagian pekerjaan dimana kaum laki-laki berburu, sedangkan kaum wanita mengurusi anak dan membuat kerajinan berupa anyaman dan keranjang. Zaman batu yang ketiga adalah: 3) Zaman Neolithikum, merupakan zaman revolusi dalam kehidupan manusia pra-sejarah/pra-aksara. Hal ini terkait dengan pemikiran mereka untuk tidak menggantungkan diri dengan alam dan mulai berusaha untuk menghasilkan makanan sendiri (food producing) dengan cara bercocok tanam. Selain bercocok tanam manusia prasejarah/pra-aksara juga mulai beternak sapi dan kuda yang diambil dagingnya untuk dikonsumsi. Manusia prasejarah/pra-aksara juga telah hidup dengan menetap. Zaman batu yang keempat adalah: 4) Zaman Megalithikum, dimana pada zaman ini manusia telah mempunyai kemampuan untuk membuat peralatan dari batu besar dan telah memiliki kepercayaan yaitu animism, selain itu pada zaman ini manusia telah nomaden memiliki tempat tinggal tetap. 2. Zaman perunggu Pada zaman ini masyarakat telah mengenal teknik melebur perunggu dan di Indonesia telah dimulai sejak tahun SM. Alat-alat yang ditemukan di Indonesia pada zaman ini adalah pisau, sabit, mata kapak, pedang dan mata
5 tombak. Dari peninggalan-peninggalan peralatan perunggu, maka dalam masa ini kegiatan perburuan masih dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Zaman kerajaan Indonesia melewati dua masa kerajaan yaitu masa kerajaan hindu-budha dan masa kerajaan Islam. Masa kerajaan hindu-budha adalah masa-masa kerajaan yang dikuasai oleh kerajaan-kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram, Kediri, Singasari dan Majapahit. Pada masa kerajaan Islam, kerajaan yang ada di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai, Aceh, Demak, Banten, Mataram Islam, Cirebon, Ternate-Tidore dan Banjar. Pada zaman ini manusia purba telah mengenal sistem tatanan kehidupan sosial dan pemerintahan. Pada zaman ini pula sumberdaya alam masih melimpah dan kegiatan berburu masih dilakukan. Pada masa ini kegiatan berburu dilakukan oleh kaum bangsawan untuk memenuhi kebutuhan pengakuan dan hobi, serta diartikan sebagai wujud jiwa kesatria dari golongan bangsawan. Kegiatan berburu terdapat dalam cerita Mahabarata, dimana Pandu Raja Hastina ayah dari Pandawa melakukan kegiatan berburu kijang di hutan. Bangsawan pada masa kerajaan sangat menyukai berburu. Mereka mengenakan pakaian khusus untuk berburu dan dengan diiringin pelayanpelayannya. Areal untuk berburu kaum bangsawan ini disediakan oleh pihak kerajaan dan diatur khusus agar masyarakat bawah tidak melakukan kegiatan berburu di hutan tersebut. Zaman Kolonial Zaman kolonial Belanda di Indonesia dimulai sejak awal kedatangan Belanda tahun 1585 di banten. Awal kedatangan Belanda adalah untuk mencari rempah-rempah. Seiring berjalannya waktu Belanda berhasil menjajah Indonesia dan banyak orang belanda yang tinggal dan melakukan banyak kegiatan di Indonesia. Pada zaman ini senjata api telah ada dan kegiatan berburu tentunya banyak dilakukan pada masa ini. Dari sejarah perburuan harimau di Indonesia, pada tahun 1911 Baron Oscar memburu harimau di Bali, pada tahun harimau jawa telah diburu sebanyak 100 ekor oleh pemburu ulung bernama
6 Ledeboer, tahun pemburu belanda menembak harimau sumatera, 1920 dan 1941 perburuan harimau di Jawa Barat (Garut) dan Banten, perburuan harimau sumatera di Padang (Jawakuno.com). Pada tahun 1600 belanda mendirikan VOC di Batavia/ Jakarta. Di daerah ini terdapat juga kawasan khusus yaitu di Lapangan Banteng yang digunakan untuk areal berburu oleh Gubernur Jenderal Maetsujiker tahun 1644, tak tanggung-tanggung Maetsujiker mengerahkan 800 orang pemburu di lapangan Paviljoen untuk berburu dan sebagian lagi menggiring satwa liar kea rah hutan. Pada masa ini satwa yang menjadi incaran perburuan adalah macan, gajah, buaya, banteng, kijang, babi hutan dan lainsebagainya (kitlv.nl). Tingginya aktivitas perburuan pada masa kolonial menyebabkan keterancaman kepunahan satwa tinggi, sehingga pada tahun 1931 pemerintah belanda membentuk ordonansi perburuan (Staatsblad 1931 Nummer 133), membentuk Ordonansi Perlindungan Binatang-Binatang Liar (Staatsblad 1931 Nummer 134), tahun 1940 membentuk Ordonansi Perburuan Jawa dan Madura (Staatsblad 1939 Nummer 733) dan pada tahun 1941 membentuk Ordonansi Perlindungan Alam (Staatsblad 1941 Nummer 167). Zaman kemerdekaan Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, semua pemerintahan dipegang oleh rakyat Indonesia, termasuk semua peraturan mengenai perburuan di Indonesia. Pemerintah Indonesia dibawah kementerian kehutanan telah mengatur segala macam hal yang berhubungan dengan perburuan. Peraturan yang mengatur kegiatan perburuan, kawasan buru dan wisata buru telah telah ada sejak jaman Ordonansi Perburuan tahun Sampai saat ini telah banyak peraturan yang mengatur kegiatan diatas mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Peraturan Direktur Jenderal dan Keputusan Direktur Jenderal (Masigit Kareumbi 2015). Adapun rincian peraturan normatif perburuan tersaji pada (Tabel 1)
7 Jenis Peraturan Undang- Undang Peraturan Pemerintah Peraturan Menteri Kehutanan Tabel 1 Peraturan terkait perburuan di Indonesia No Peraturan UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan 1 Pokok Kehutanan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya 2 Alam Hayati dan Ekosistemnya 3 UU No.9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan 4 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 1 PP No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis 2 Tumbuhan dan Satwa Liar PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan 3 dan Satwa Liar PP No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan 4 Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan 5 PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan Permenhut No. P.31/Menhut-II/2009 tentang Akta Buru dan 1 Tata Cara Permohonan Akta Buru Permenhut No. P.17/Menhut-II/2010 tentang Permohonan, 2 Pemberian, dan Pencabutan Izin Pengusahaan Taman Buru Permenhut No. P.18/Menhut-II/2010 tentang Surat Izin 3 Berburu dan Tata Cara Permohonan Izin Berburu Permenhut No. P.19/Menhut-II/2010 tentang 4 Penggolongan dan Tata Cara Penetapan Jumlah Satwa Buru; Permenhut No. P.69/Menhut-II/2014 tentang Penetapan 5 Musim Berburu Satwa Buru Permenhut No. P.70/Menhut-II/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 6 P.19/Menhut-II/2010 tentang Penggolongan dan Tata Cara Penetapan Jumlah Satwa Buru
8 Keputusan Menteri Kehutanan Keputusan Direktur Permenhut No. P.71/Menhut-II/2014 tentang Memiliki dan Membawa Hasil Berburu Permenhut No. P.79/Menhut-II/2014 tentang Pemasukan Satwa Liar Ke Taman Buru dan Kebun Buru Kepmenhut No. 99/Kpts/DJ-VI-II/1996 tentang Petunjuk Teknis pelaksanaan perburuan di Taman Buru, Kebun Buru dan Areal Buru Kepmenhut No. 591/Kpts-II/1996 tanggal 16 September 1996 tentang Tata cara Permohonan, Pemberian, dan Pencabutan Izin Pengusahaan Taman Buru Kepmenhut No. 592/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Izin Pengusahaan Kebun Buru Kepmenhut No. 593/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara Pengendalian peledakan populasi satwa liar yang tidak dilindungi Kepmenhut No. 616/Kpts-II/1996 tentang pengawasan Perburuan satwa buru Kepmenhut No. 617/Kpts-II/1996 tentang Pemasukan Satwa Liar dari Wilayah lain dalam Negara RI ke Taman Buru dan Kebun Buru Kepmenhut No. 618/Kpts-II/1996 tentang pemasukan Satwa liar dari wilayah lain dalam Negara RI ke Taman Buru dan Kebun Buru Kepmenhut No. 141/Kpts II/1998 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pemberian Hak Pengusahaan Pariwisata Alam pada 13 Lokasi Kawasan Pelestarian Alam Di Pulau Jawa Kepada Perum Perhutani Nomor 104 /Kpts-II/1993 Kep Dirjen PHPA No. 95/Kpts/DJ-II/1996 tentang Petunjuk Teknis Sarana dan Prasarana Pengusahaan
9 Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Peraturan Direktur Jenderal PHPA Taman Buru Kep Dirjen PHPA No. 96/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 26 September 1996 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Pengusahaan Taman Buru Kep Dirjen PHPA No. 97/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 26 September 1996 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Buru Kep Dirjen PHPA No. 99/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 3 Oktober 1996 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perburuan di Taman Buru, Kebun Buru dan Areal Buru Kep Dirjen PHPA No. 129 /kpts/dj- VI/1996 tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru, dan Hutan Lindung Per Dirjen PHPA No P. 7/IV- Set/2011 tentang Tata Cara Masuk Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru KESIMPULAN Kegiatan perburuan satwa liar di Indonesia telah lama dilakukan, kegiatan perburuan ini berubah motifnya sesuai perkembangan zaman, mulai dari motif untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, motif hobi dan kebanggaan, sampai motif ekonomi yang terjadi sampai hari ini. Kegiatan-kegiatan perburuan di Indonesia dapat dikatakan tidak berkelanjutan, terlebih pada zaman kolonial, terjadi perburuan besar-besaran pada jenis satwa yang terancam saat ini seperti harimau sumatera, gajah sumatera, badak jawa dan lain sebagainya. Oleh karena itu peraturan perburuan yang ada saat ini harus dioptimalkan, selain itu kawasankawasan yang dikhususkan untuk berburu harus dikelola dengan baik, mengingat kebutuhan hobi masyarakat akan berburu masih tinggi.
10 DAFTAR PUSTAKA [USAID] United States Agency for International Development Perdagangan Satwa Liar, Kejahatan Terhadap Satwa Liar dan Perlindungan Spesies di Indonesia: Konteks Kebijakan dan Hukum Change for Justice Project. Jakarta (ID): USAID. Gazalba, Sidi Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta (ID): Bharata Karya Aksara Jawakuno.com/trio-macan-yang-seksi. Kitlv.nl. berburu pada masa konoloan. Masigit Kareumbi Hukum, Aturan dan Perundangan Terkait Taman Buru dan Perburuan [Diakses ]. Tersedia pada aturan dan perundanganterkait taman buru/. Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 1994 Tentang Perburuan Satwa Buru. Jakarta(ID): Sekretariat Negara. Thohari AM, Masyud B, Takanjanji M Teknik Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) untuk Stok Perburuan. Bogor (ID): Seminar Sehari Prospek Penangkaran Rusa Timor Sebagai Stok Perburuan, Fakultas Kehutanan IPB.
KEBIJAKAN, PERUNDANGAN DAN KELEMBAGAAN PERBURUAN SATWA DI INDONESIA. Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA
KEBIJAKAN, PERUNDANGAN DAN KELEMBAGAAN PERBURUAN SATWA DI INDONESIA Rizki Kurnia Tohir Fadlan Pramatana E351160106 E351160156 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGEMBANGAN TAMAN BURU DAN PERBURUAN. Oleh: Bambang Dahono Adji Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Jakarta, 18 September 2014
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TAMAN BURU DAN PERBURUAN Oleh: Bambang Dahono Adji Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Jakarta, 18 September 2014 BERBURU (PP. 13/1994 tentang Perburuan Satwa Buru) menangkap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan ekosistemnya. Potensi sumber daya alam tersebut semestinya dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya
Lebih terperinciBerikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam
Banyak sekali ulah manusia yang dapat menyebabkan kepunahan terhadap Flora dan Fauna di Indonesia juga di seluruh dunia.tetapi,bukan hanya ulah manusia saja,berikut beberapa penyebab kepunahan flora dan
Lebih terperinci2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1347, 2014 KEMENHUT. Satwa Buru. Musim Berburu. Penetapan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/Menhut-II/2014 TENTANG PENETAPAN MUSIM
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang
Lebih terperinciBERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
No. 1185, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun 2016-2026. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : /296/ /2010
WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : 188.45/296/436.1.2/2010 TENTANG TIM PERSIAPAN PENGEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM KOTA SURABAYA Menimbang : a. bahwa dalam upaya perlindungan
Lebih terperinciPOLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E
POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS
Lebih terperinci2 Indonesia Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3544); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1349, 2014 KEMENHUT. Hasil Berburu. Memiliki. Izin. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.71/Menhut-II/2014 TENTANG IZIN MEMILIKI DAN MEMBAWA HASIL
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.56/Menlhk/Kum.1/2016 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI KONSERVASI MACAN TUTUL JAWA (PANTHERA PARDUS MELAS) TAHUN 2016 2026 DENGAN
Lebih terperinciDIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN DAN KONSERVASI ALAM,
Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Dan Konservasi Alam No. 66/Kpts/DJ_V/2000 Tentang : Kuota Pengambilan Tumbuhan Dan Penangkapan Satwa Liar yang Tidak Dilindungi Undang-Undang Dan Tidak Termasuk
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa satwa merupakan sebagian sumber daya alam yang tidak ternilai harganya,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG PERTUKARAN JENIS TUMBUHAN ATAU SATWA LIAR DILINDUNGI DENGAN LEMBAGA KONSERVASI DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.71/Menhut-II/2014 TENTANG MEMILIKI DAN MEMBAWA HASIL BERBURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.71/Menhut-II/2014 TENTANG MEMILIKI DAN MEMBAWA HASIL BERBURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinci2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom
BERITA NEGARA No.289 2016 KEMEN-LHK. Konsevasi. Amorphophallus. Rencana Aksi. Tahun 2015-2025. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.72/MENLHK-SETJEN/2015 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA
Lebih terperinciPOLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E
POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam ini, hampir merata terdapat di seluruh wilayah
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa satwa merupakan sebagian sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
Lebih terperinciPERBANDINGAN PROSPEK PENGEMBANGAN KEGIATAN PERBURUAN RUSA DI KEBUN BURU PERUM PERHUTANI (BKPH JONGGOL) DAN TAMAN WISATA ALAM PANANJUNG PANGANDARAN
PERBANDINGAN PROSPEK PENGEMBANGAN KEGIATAN PERBURUAN RUSA DI KEBUN BURU PERUM PERHUTANI (BKPH JONGGOL) DAN TAMAN WISATA ALAM PANANJUNG PANGANDARAN Rizki Kurnia Tohir E351160106 Dosen Dr Ir Agus Priyono
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru
Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13 TAHUN 1994 (13/1994) Tanggal : 16 APRIL 1994 (JAKARTA) Sumber : LN 1994/19; TLN NO. 3544
Lebih terperinciRENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN 05-09 Prof. DR. M. Bismark, MS. LATAR BELAKANG Perlindungan biodiversitas flora, fauna dan mikroorganisme menjadi perhatian dunia untuk
Lebih terperinciVI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA
VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA Pencapaian tujuan kelestarian jenis elang Jawa, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya sangat ditentukan oleh adanya peraturan perundangan
Lebih terperinci2014 POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI
1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pariwisata adalah sektor yang memiliki manfaat dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi di Negara berkembang sebagaimana yang diungkapkan Hakim (2004, hlm.5) bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperincihakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;
Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi
Lebih terperinciC. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN
C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.
Lebih terperinciC. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN
C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.
Lebih terperinciSD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.1
SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.1 1. Makhluk hidup dapat terhindar dari kepunahan jika manusia... melakukan pelestarian menggunakan sumber daya alam secara
Lebih terperinciPELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan
Lebih terperinciMENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG
Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa
Lebih terperinciKebudayaan Masyarakat Prasejarah di Indonesia. SMA kelas X Semester 2 Tahun 2008/2009 Artmy Tirta Ikhwanto
Kebudayaan Masyarakat Prasejarah di Indonesia SMA kelas X Semester 2 Tahun 2008/2009 Artmy Tirta Ikhwanto Kebudayaan Masyarakat Prasejarah di Indonesia z Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra-aksara
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN EVALUASI KESESUAIAN FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PROVINSI PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 178 TAHUN 2002 TENTANG IJIN HAK PENGUMPULAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (IHPHH-BK) GUBAL GAHARU DAN KEMEDANGAN KEPADA CV. RIMBA FLORA GUBERNUR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK
Lebih terperinci2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1444, 2014 KEMENHUT. Satwa Liar. Luar Negeri. Pengembangbiakan. Peminjaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/Menhut-II/2014 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam
Lebih terperinciPembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015
Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Burung
Lebih terperinciSMP NEGERI 3 MENGGALA
SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.40/Menhut-II/2012 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.40/Menhut-II/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.52/MENHUT-II/2006 TENTANG PERAGAAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DILINDUNGI
Lebih terperinciRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Mata Pelajaran : Program Studi IPA (Sejarah) Kelas/Semester : XI/1 Materi Pokok : Kerajaan Kutai dan Tarumanegara Pertemuan Ke- : 1 Alokasi Waktu : 1 x pertemuan
Lebih terperinciWANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC
CURRICULUM VITAE WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC 1 Jabatan Peneliti Peneliti Madya 2 Kepakaran Konservasi Sumberdaya Hutan 3 E-mail wkuswan@yahoo.com 4 Riwayat Pendidikan S1 : Jurusan Konservasi Sumberdaya
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 330). PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen
SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1 1. Bangunan megalithikum yang berbentuk batu bertingkat berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap nenek moyang disebut...
Lebih terperinciMENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: 543/Kpts-11/1997. TENTANG
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: 543/Kpts-11/1997. TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN BERBURU MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang beragam. Wilayahnya yang berada di khatuistiwa membuat Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga
Lebih terperinciKeputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar
Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa jenis tumbuhan dan satwa liar
Lebih terperinciSMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.2
SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.2 1. Contoh pelestarian secara ex situ di Indonesia adalah... TN Lore Lindu SM Kutai Cagar Alam Nusa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan flora dan fauna yang hidup pada suatu kawasan atau wilayah dengan luasan tertentu yang dapat menghasilkan iklim mikro yang berbeda dengan keadaan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Kawasan lindung Bukit Barisan Selatan ditetapkan pada tahun 1935 sebagai Suaka Marga Satwa melalui Besluit Van
Lebih terperinciSUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH
- 140 - AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN 1. Inventarisasi Hutan 1. Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala DAS dalam daerah. 2. Penunjukan Kawasan Hutan,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam termasuk cagar alam dan suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, dan taman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi keseimbangan ekosistem alam. Seiring dengan kegiatan manusia yang terus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan sumber daya alam hayati dan hewani sangat berperan penting bagi keseimbangan ekosistem alam. Seiring dengan kegiatan manusia yang terus mengeksploitasi
Lebih terperinciB015. KEBIJAKAN PENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) OLEH MASYARAKAT (STUDI KASUS DI NUSA TENGGARA BARAT)
B015 KEBIJAKAN PENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) OLEH MASYARAKAT (STUDI KASUS DI NUSA TENGGARA BARAT) 1 Rubangi Al Hasan, M.M. Budi Utomo 1 Balai Penelitian Kehutanan Mataram Jl. Dharma Bhakti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hukum adalah qonditio sine quanon, syarat mutlak bagi masyarakat. 1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan antara hukum dan masyarakat sangatlah erat, karena hukum senantiasa dipengaruhi oleh proses interaksi sosial, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
Lebih terperinciPROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???
PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? (Studi kasus di kawasan TN Alas Purwo) Oleh : Bagyo Kristiono, SP. /Polhut Pelaksana Lanjutan A. PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin
PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN
Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PEMINJAMAN JENIS SATWA LIAR DILINDUNGI KE LUAR NEGERI UNTUK KEPENTINGAN PENGEMBANGBIAKAN (BREEDING LOAN) DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan
BB. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan 2. Pengukuhan Produksi, Hutan Lindung, Kawasan Suaka Alam dan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU Menimbang : a. bahwa satwa merupakan sebagian sumber daya alam yang tidak bernilai harganya,
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PROVINSI PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG IJIN HAK PENGUMPULAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (IHPHH-BK) GUBAL GAHARU DAN KEMEDANGAN KEPADA CV. CAHAYA UTAMA PAPUA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan hutan. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah berupaya memaksimalkan fungsi
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PROVINSI PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 19 TAHUN 2004 TENTANG IJIN HAK PENGUMPULAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (IHPHH-BK) GUBAL GAHARU DAN KEMEDANGAN KEPADA CV. JAYA MANOKWARI JAYA GUBERNUR
Lebih terperinci2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.754, 2014 KEMENHUT. Tarif. Kegiatan Tertentu. Tata Cara. Persyaratan. Pembangunan PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.38/Menhut-II/2014 TENTANG TATA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 UDANG-UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciDisusun Oleh: Faisal Rahmad H Fabian
Disusun Oleh: Faisal Rahmad H. 1231010038 Fabian 1231010039 Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup yang Dilakukan Pemerintah dalam Pembangunan Berkelanjutan Upaya pemerintah untuk mewujudkan kehidupan adil
Lebih terperincidari periode yang awal sampai pada periode-periode berikutnya?. Perkembangan terjadi bila berturut-turut masyarakat bergerak dari satu bentuk yang
PERIODISASI SEJARAH Apakah yang disebut dengan periodisasi? Pertanyaan tersebut kita kembalikan pada penjelasan sebelumnya bahwa sejarah adalah studi tentang kehidupan manusia dalam konteks waktu. Untuk
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
Lebih terperinciKAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi
Lebih terperinciSMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3
SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung
Lebih terperinciBIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Inventarisasi Hutan
- 130-27. BIDANG KEHUTANAN 1. Inventarisasi Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala DAS dalam wilayah daerah. 2. Penunjukan,,, Pelestarian Alam, Suaka Alam dan Taman Buru
Lebih terperinciSuhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY
Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN
Lebih terperinciNomor : S. /PHM-1/2012 Januari 2012 Lampiran : 1 (satu) berkas Hal : Laporan Rekap Berita Minggu I Bulan Januari 2012
Nomor : S. /PHM-/0 Januari 0 Lampiran : (satu) berkas Hal : Laporan Rekap Berita Minggu I Bulan Januari 0 Kepada Yth :. Menteri Kehutanan. Sekretaris Jenderal 3. Inspektur Jenderal 4. Direktur Jenderal
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG
MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN SURVEI POTENSI, PENGUKURAN DAN PENATAAN BATAS
Lebih terperinciTENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 02/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan
Lebih terperinciOPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) BIDANG PHKA
OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) BIDANG PHKA Disampaikan oleh: Ir. Herry Prijono, MM Dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Tahun 2014 Tanggal
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama
Lebih terperinci