Memperbanyak Pengalaman Demokrasi, Meningkatkan Kecerdasan Berbela Rasa
|
|
- Sukarno Chandra
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Memperbanyak Pengalaman Demokrasi, Meningkatkan Kecerdasan Berbela Rasa Oleh Dr. Paul Budi Kleden, SVD Koperasi, dalam bentuknya sebagai Koperasi Simpan Pinjam, tampaknya sedang mengubah wajah perekonomian di Indonesia, tidak terkecuali di NTT. Warga yang miskin, yang umumnya tidak mudah mempercayakan orang lain mengelola uangnya yang serba sedikit, tampaknya tidak canggung menyerahkan uangnya untuk disimpan dalam lembaga keuangan mikro seperti CU. Memang wajah perekonomian tidak serentak berubah total, namun sudah mulai terjadi perubahan pola pikir yang mengantar kepada perubahan perilaku ekonomi. Mungkin terlampau berlebihan kalau digunakan kata revolusi untuk perubahan ini, tetapi tidak adil pula apabila orang meremehkan gerakan yang sedang terjadi. Lalu, apa kaitannya semua ini dengan filsafat? Karl Marx, pemikir berkebangsaan Jerman yang hidup pada abad ke-19 ( ), dalam tulisannya berjudul Sebelas Tesis Tentang Feuerbach membuat kritik yang tajam ke alamat kalangan para filsuf yang dirumuskannya sebagai tesis kesebelas. Tesis kritis tersebut berbunyi: Para filsuf selama ini sibuk menafsir dunia secara berbeda-beda, namun, sebenarnya yang paling penting adalah mengubah dunia. Para filsuf hanya sibuk membangun dan membongkar ide, merumuskan dan merumuskan ulang gagasan. Semuanya hanya mengatakan dengan pengertian lain hal yang sama. Variasi gagasan ini boleh jadi paling banyak menyangkut manusia. Manusia disebut oleh pemikir yang satu sebagai makhluk berakal budi (homo sapiens), pemikir lain menggagaskannya sebagai homo ludens, makhluk yang suka bermain. Ada yang menyebut manusia sebagai makhluk yang dari alamnya berorientasi pada orang lain dan mesti hidup bersama orang lain (ens sociale). Namun, gagasan ini dibantah oleh pemikir lain yang melihat manusia sebagai serigala bagi yang lain (homo homini lupus). Apa sumbangan semua gagasan ini bagi kehidupan manusia? Marx menuduh, tidak ada sesuatu pun yang dapat diubah oleh konsep-konsep brilian tersebut. Sebab itu, semua orang, termasuk para pemikir dan filsuf, sudah saatnya sadar, bahwa yang paling menentukan dan dibutuhkan adalah mengubah dunia. Perubahan dunia itu kemudian ditafsir oleh Karl Marx sebagai tindakan revolusioner. Bukan teori, tetapi aksi dan praktik adalah jalan untuk mengubah wajah bumi dan nasib manusia. Maka, Marx menyerukan agar para proletarier dan kaum buruh seluruh dunia bersatu. Warga yang nasibnya sering dipermainkan oleh para pemilik modal besar, perlu menggalang kekuatan untuk merebut kekuasaan. Mereka mesti mengambil alih kontrol atas sarana produksi dan menjalankan roda perekonomian dalam semangat kesetaraan. Dengan ini akan terbentuk masyarakat tanpa kelas. Tidak ada lagi buruh yang mesti bekerja dalam kondisi yang tidak adil dan tidak manusiawi, tidak ada pula majikan yang hanya bersenang-senang di atas pundak para buruh dan mengongkos hidupnya dengan keringat para pekerja. Para buruh yang mengambil alih kekuasaan tidak akan terjebak dalam sistem politik yang sama yang memisahkan warga dalam kelas-kelas. Ideal marxisme yang menemukan bentuk revolusi konkretnya dalam Stalinisme dan Leninisme ternyata berakhir dengan kenyataan masyarakat yang hirarkis. Para penguasa baru membentuk polit biro yang lebih pantas disebut sebagai elit biro yang menikmati segudang privilese sementara warga biasa mengalami penindasan hak politik dan ekonomi. Sebagai ganti kebebasan, para warga dimatai-matai dalam setiap ruang geraknya dan tutur katanya dimonitor sepanjang waktu. Bukan solidaritas dan saling percaya yang mewarnai pergaulan
2 antarwarga, melainkan saling curiga sampai ke ruang kehidupan yang paling intim seperti keluarga, sebab setiap orang dapat saja menjadi agen yang direkrut negara untuk memantau setiap gerak sesamanya. Ternyata, mengubah dunia tidak semudah yang dikatakan Marx. Marxisme terjebak dalam kepercayaan pada otomatisme, seolah mengganti struktur akan dengan sendirinya membawa perubahan pada pola pikir dan sikap manusia. Ada anggapan, sudah cukup berjuang untuk mengganti sistem, dan hal ini pasti akan membawa perubahan dalam kerangka berpikir dan prilaku semua manusia yang ada di dalamnya. Namun, ternyata para penguasa baru yang masuk ke dalam sistem baru tidak lebih baik daripada mereka yang sebelumnya. Orang-orang baru itu boleh saja mengenakan pakaian baru dan menggunakan titel yang terkesan bersahabat dan dekat dengan rakyat, tetapi ternyata mereka juga merupakan pemangsa warga yang buas dan tidak kenal kemanusiaan. Mengubah rezim dan mengganti struktur tidak secara niscaya mengubah manusia. Sebab itu, keraguan terhadap prioritas praksis di atas teori pun kian meluas. Asumsi Marx kehilangan kredibilitasnya. Kenyataan ini menghadirkan kembali pertanyaan tua: mana yang perlu didahulukan, merancang baru struktur atau mengubah manusia? Mendidik orang atau merombak sistem politik, termasuk sistem pendidikan? Mana yang mesti dikerjakan lebih dahulu: meletakkan fundasi pemikiran yang kokoh, atau menciptakan struktur kehidupan bersama yang tidak tergoyahkan? *** Pertanyaan-pertanyaan seperti tampaknya menggugah juga Richard Rorty, seorang filsuf kontemporer dari Amerika. Rorty dilahirkan di New York pada tanggal 4 Oktober Rorty mulai mendapat perhatian dalam diskusi para filsuf pada tahun 1967 saat dia melansir gagasannya mengenai sebab kegagalan sistem-sistem filsafat. Menurut Rorty, kerangkakerangka penjelasan filsafat umumnya gagal, sebab masing-masingnya terlalu angkuh dan percaya diri dengan klaim, bahwa mereka dibangun di atas dasar yang tak tergoyahkan. Pengandaian seperti ini merupakan satu kekeliruan, sebab selama berada dalam dunia dan hidup dalam sejarah, kita tidak pernah memiliki sesuatu yang pasti tak terguncangkan. Gagasan dasar ini kemudian dikembangkan Rorty lebih lanjut dalam dua karyanya yang terkenal The Mirror of Nature (1979) dan Contingency, Irony and Solidarity (1989). Ide-ide utama Rorty dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, kita hidup dalam dunia tanpa dasar terakhir yang absolut. 1 Apapun yang kita alami dalam dunia, selalu bersifat sementara. Semuanya bisa ada, bisa juga tidak ada. Tidak ada ide absolut yang mengharuskan adanya sesuatu, dan tidak ada pula keharusan untuk meniadakan sesuatu yang sudah ada. Kita mengadakan sesuatu karena kita hendak mencobanya, atau karena orang lain memberikan kesaksian bahwa hal itu baik, bukan karena ide yang secara jelas dan mendesak mendorong kita untuk melahirkannya. Apabila sesuatu yang sudah ada dipertahankan, hal itu hanya terjadi karena kita mengalami bahwa keberadaannya menguntungkan kita. Bukan alasan teoretis tertentu yang memberikan pendasaran bagi kita untuk mempertahankannya, melainkan semata-mata karena pengalaman kita. Rorty menyebut orang yang sadar akan kenyataan ini sebagai orang yang ironis. Dengan pola pikir seperti ini, benar bukan lagi apa yang secara tepat merefleksikan alam, melainkan apa yang lebih baik kita percaya, atau yang mempercayainya adalah lebih baik 1 Richard Rorty, Kontingenz, Ironie und Solidaritaet (terjem bahasa Jerman dari Contingency, Irony and Solidarity), Frankfurt a.m.: Suhrkamp, 1989, hlm
3 untuk kita. 2 Yang lebih baik adalah yang mendukung kehidupan bersama. Kebenaran bukanlah persoalan objektivitas, melainkan solidaritas, bukan masalah epistemologi, melainkan etika. Dengan demikian tampak jelas ciri pragmatis dari kebenaran. Benar adalah apa yang baik untuk kita, dan kalau sesuatu itu sudah tidak baik lagi bagi kita, maka kita perlu menggantikannya. Kebenaran dan pengetahuan hanya dapat diukur dari kegunaan, tidak ada dasar lain di luar argumentasi itu sendiri. Berdasarkan kegunaan itu juga kita dapat membuat penilaian tentang berbagai interpretasi atas dunia. Satu interpretasi dapat dikatakan lebih baik dari yang lain, tetapi bukan lebih benar dari yang lain. Lebih baik, berarti lebih berguna. Lebih berguna bagi kita pada konteks tertentu, pada waktu dan tempat tertentu. Kedua, karena segala sesuatu bersifat kontingen, maka tidak ada dasar rasional yang universal yang dapat digunakan untuk mempromosikan sesuatu di mana-mana. Bukan dengan argumentasi kita meyakinkan orang lain akan kebaikan dari sesuatu, melainkan dengan membiarkan dia merasakan kebaikan atau mengambil bagian dalam kebaikan dari sesuatu tersebut. 3 Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang baik, bukan karena dia dibangun di atas dasar argumentasi akal sehat yang tidak tergoyahkan, misalnya, bahwa bentuk ini paling sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk individual dan sosial, makhluk mandiri serentak berbela rasa. Ungkapan-ungkapan dasariah seperti ini tidak dapat dipertahankan dalam dunia yang serba kontingen itu. Sudah saatnya kita tinggalkan pernyataan-pernyataan yang terkesan netral secara politis untuk mempromosikan demokrasi. Kita hanya bisa mengatakan bahwa demokrasi itu baik, sebab kita sudah hidup dalam konteks demokrasi atau telah melihat bagaimana orang lain hidup di dalamnya dan menjadi bahagia olehnya. Demokrasi adalah sesuatu yang baik sebab kita mengalami bahwa ternyata dengan bentuk pemerintahan seperti ini kita dapat melaksanakan peralihan kekuasaan tanpa pertumpahan darah. Namun, apabila sekelompok warga mengalami bahwa demokrasi ternyata menelan ongkos finansial dan sosial yang terlampau berat, bahwa demokrasi hanya mendatangkan ketidakpuasan dan kerusuhan berkepanjangan, boleh jadi mereka akan kehilangan rasa percaya kepada demokrasi dan mulai memikirkan bentuk pemerintahan lain. Kita tidak dapat mengatasi keraguan ini dengan menyampaikan pendasaran yang rasional tentang demokrasi, tetapi dengan menunjukkan bahwa demokrasi, seperti semua hal lain, memang butuh proses untuk sampai pada kondisi yang optimal. Apabila kita dapat membiarkan semakin banyak orang merasakan kebaikan demokrasi, maka bentuk ini dapat dipromosikan kepada banyak orang. Boleh jadi akan datang satu masa ketika demokrasi dijadikan bentuk penyelenggaraan kekuasaan di mana-mana. Namun, hal ini terjadi sekali lagi terjadi bukan karena keunggulan rasional dari demokrasi, melainkan karena sebagian besar warga telah merasakan keunggulannya. Kita tidak perlu lagi menghabiskan banyak tenaga dan waktu yang sangat berharga untuk memberikan pendasaran yang tak tergoyahkan mengenai demokrasi. Yang diperlukan bukan seminar dan ulasan ilmiah mengenai demokrasi, melainkan latihan nyata tentang bagaimana hidup bersama yang dilandasi oleh tanggungjawab seluruh anggota dan penghargaan yang tinggi terhadap semua. Ketiga, di dalam masyarakat yang liberal, tampaknya telah menjadi reaksi umum bahwa kekerasan adalah yang buruk, bahwa penderitaan harus dielakkan dan diatasi. Untuk mengatasi penderitaan reaksi yang umum dalam masyarakat dewasa ini adalah solidaritas. 2 Richard Rorty, Der Spiegel, Richard Rorty, Kontingenz, hlm. 14.
4 Kita berbela rasa untuk mengatasi penderitaan yang dialami siapapun. 4 Solidaritas bukanlah satu keharusan yang datang dari satu perintah agama yang mesti ditaati siapa saja atau dari satu tuntutan moral yang boleh disampaikan kepada siapa saja. Tidak ada perintah moral yang mengikat setiap orang karena dianggap lahir dari kodrat manusia. Etika kewajiban sebagaimana dikatakan Immanuel Kant tidak dapat dipertahankan lagi kalau kita menerima dengan konsisten kontingensi segala sesuatu. Solidaritas yang sekarang menjadi praktik umum adalah satu keberuntungan yang patut kita syukuri. Karena solidaritas terhadap para penderita dan usaha untuk mengatasi penderitaan tidak lahir dari satu ide universal atau hukum moral yang mengikat semua, maka kita hanya dapat menyebarkan praktik ini apabila kita membiarkan banyak orang mengalaminya. Solidaritas hanya dapat diperluas melalui pengalaman berbela rasa. Kesediaan menolong para penderita jauh dan dekat dan keterlibatan untuk memperjuangkan pembebasan bagi mereka yang diperlakukan secara tidak adil oleh rezim-rezim otoriter adalah bentuk-bentuk solidaritas yang dapat meyakinkan orang lain yang manfaatnya. 5 Karena solidaritas berkaitan dengan rasa kemanusiaan, maka hal yang perlu pula diperhatikan dan dikembangkan adalah keindahan secara khusus seni sastra. 6 Dengan bersastra atau berkisah dalam bahasa tentang pengalaman-pengalaman kemanusiaan, kita lebih membantu mempertajam rasa kemanusiaan orang daripada dengan menyampaikan gagasan-gagasan filosofis yang brilian. Cerita tentang kehidupan yang disajikan dengan sentuhan bahasa estetis mempuyai daya ubah yang jauh lebih kuat daripada ulasan-ulasan filosofis yang sulit dan berbelit-belit. Yang utama bukan diskusi yang melelahkan penuh dengan istilah asing yang memusingkan, melainkan pembicaraan sederhana yang lebih langsung menyentuh kehidupan. 7 *** Saya tidak sepenuhnya setuju dengan Rorty yang menolak sama sekali peran diskusi yang berlandaskan anggapan dasar bahwa ada hal-hal yang berlaku sebagai kebenaran untuk semua orang. Pernyataan Rorty tentang penderitaan sebagai hal yang harus diatasi adalah satu contoh dari pandangan universal. Juga tulisan-tulisan filosofis Rorty yang argumentatif dan meyakinkan membuktikan bahwa dia sendiri mempraktikkan apa yang dibantahnya atau yang dipandangnya tidak penting. Terlampau berat sebelah dan tidak konsisten apabila orang menampik semua diskusi ilmiah-filosofis dan hanya mengandalkan pembicaraan dan sastra, sebab pembicaraan dan sastra pun memerlukan kriteria penilaian yang berciri ilmiah. Kita tidak perlu mempertentangkan ulasan rasional dengan praksis hidup bersama sebagaimana dikatakan Rorty. Keduanya dapat saling melengkapi. Selain itu, dengan argumentasi yang meyakinkan Rorty membantah konsep-konsep lain. Dengan demikian dia sebenarnya merujuk pada ide yang dianggapnya merupakan tolok ukur kebenaran. Kita tidak bisa membantah sesuatu apabila kita berpikir bahwa tidak ada kebenaran yang berlaku untuk semua. Kendati demikian, Rorty mengingatkan kita akan satu hal yang amat penting sebagaimana sudah disampaikan Marx jauh sebelumnya. Tidak cukup apabila kita hanya mencari ide 4 Richard Rorty, Kontingenz, hlm Richard Rorty, Habermas, Derrida, and the Function of Philosophy, dalam Revue Internationale de Philosophie 4/1995, hlm., Richard Rorty, The consequences of Pragmatism, Minnesota, 1982, hal Richard Rorty, Der Spiegel der Natur. Eine Kritik der Philosophie (terjm bahasa Jerman dari The Mirror of Nature), Frankfurt a.m.: Suhrkamp 1981, hlm. 422.
5 cemerlang dan merangkai kata yang indah untuk mengusung gagasan. Yang paling penting adalah menciptakan perubahan dalam kehidupan masyarakat. Tingkat penerimaan sebuah gagasan diukur berdasarkan kontribusinya bagi perubahan tersebut. Hal ini tidak dengan sendiri mengeliminasi gagasan-gagasan teoretis. Namun, gagasan-gagasan tersebut mesti mempunyai dampak bagi perbaikan kehidupan bersama para warga. Dari perspektif ini, gagasan pragmatisme Rorty yang berbicara mengenai pentingnya pengalaman demokrasi dan solidaritas merupakan satu hal yang sangat penting. Hal yang perlu disumbangkan oleh filsafat adalah memotivasi orang, tidak terkecuali dengan gagasangagasan universal yang diusungnya, untuk mempromosikan pengalaman berdemokrasi dan berbela rasa. Yang perlu diperbanyak adalah lembaga-lembaga masyarakat yang memungkinkan orang mengalami apa artinya menjadi anggota sebuah perkumpulan demokratis dengan hak dan kewajiban tertentu. Yang butuh dihidupkan adalah wadah-wadah inisitiaf masyarakat sebagai tanggapan atas penderitaan yang dialami di lingkungan sekitar dan di tempat yang jauh. Hanya dengan demikian orang dapat mengidentifikasikan dirinya dengan demokrasi dan menjadikan solidaritas sebagai semangat dasarnya dalam pergaulan dengan orang lain. Identifikasi ini adalah hasil satu proses yang kompleks yang terdiri dari berbagai latihan, pengalaman dan pembicaraan. Dalam konteks ini, berkoperasi adalah satu hal yang perlu didukung oleh filsafat yang menanggapi serius tantangan Marx dan Rorty. Berkoperasi adalah kesempatan untuk melatih keutamaan berdemokrasi seperti hak bersuara dalam menentukan kebijakan yang berkenaan dengan kehidupan organisasi, pentingnya keberanian memberikan sumbangan pendapat demi kelangsungan lembaga, dan keharusan untuk menghormati keputusan yang telah diambil secara demokratis. Orang mesti mengalami bahwa organisasi hanya hidup dari, oleh dan untuk para anggota. Perasaan diterima dan menjadi berarti dalam satu kelompok yang didasarkan pada kesetaraan dan tanggungjawab timbal balik, merupakan hal yang utama dalam demokrasi. Koperasi pun merupakan organisasi untuk membina kepekaan kemanusiaan dan solidaritas. Solidaritas berarti setia kawan, dan kesetiakawanan memiliki dua dimensi. Kita bersetia kawan kalau kita membantu saat ada yang mengalami kesulitan. Namun, solidaritas juga berarti mencegah agar tidak terjadi hal yang tidak diharapkan. Solidaritas memiliki makna preventif. Solidaritas sebagai salah satu pilar berkoperasi mengandung pula kedua makna tersebut. Kesetiaan memenuhi kewajiban-kewajiban adalah ungkapan bela rasa para anggota satu terhadap yang lain. Koperasi tampaknya sedang mengubah wajah perekonomian bangsa kita. Namun, berdasarkan uraian di atas, koperasi sebenarnya tidak hanya mengubah perekonomian. Dia serentak merupakan medan dan pembelajaran demokrasi dan praktik solidaritas. Dapat diharapkan, bahwa budaya demokrasi dan sikap solider bangsa ini akan kian bertumbuh bersamaan dengan semakin meluasnya kredibilitas koperasi di hati masyarakat kita. Proficiat untuk para inspirator, penggerak dan anggota koperasi!
6
Penutup BAB Kesimpulan
BAB 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Perkembangan filsafat yang sampai pada pemahaman bahwa perlunya perkembangan pemikiran yang menitikberatkan pada wilayah sosial, membawa filsafat akan perlunya pemahaman solidaritas
Lebih terperinciMENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER
l Edisi 001, Oktober 2011 Edisi 001, Oktober 2011 P r o j e c t i t a i g D k a a n MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER Ihsan Ali Fauzi 1 Edisi 001, Oktober 2011 Informasi Buku: Abdullahi Ahmed An- Na`im,
Lebih terperinciBAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,
BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam
BAB V BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Pemikiran-pemikiran Habermas merupakan sebuah ide pembaharuan atas kebuntuan berpikir yang dialami oleh para pendahulunya dalam Mazhab Frankfurt. Para tokoh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kebenaran selalu aktual di zaman yang dipengaruhi perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Berbagai perkembangan yang terjadi di dunia memungkinkan manusia
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAB Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Penyelidikan filsafat selama ini adalah penyelidikan mengenai kegundahan manusia terhadap keberadaan dirinya secara internal dengan dunia eksternal di luar dirinya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,
Lebih terperinciPERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN
PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat memahami tentang arti interaksi, kontak dan komunikasi. 2. Mahasiswa
Lebih terperinciSAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Handout 4 Pendidikan PANCASILA SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PANCASILA sebagai Sistem Filsafat Kita simak Pengakuan Bung Karno tentang Pancasila Pancasila memuat nilai-nilai universal Nilai-nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat yang terjadi di dunia sehingga karya itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang
Lebih terperinciRANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato,
RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, Aristoteles, thomas Aquinas muncullah Perenialisme.
Lebih terperinciMAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan
MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. uraian yang sudah dibahas secara keseluruhan. Penulis akan menyimpulkan bab
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini penulis akan menyimpulkan penulisan skripsi ini atas semua uraian yang sudah dibahas secara keseluruhan. Penulis akan menyimpulkan bab ke-3, bab ke-4 dan bab ke-5.
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang
97 BAB 5 PENUTUP A. KESIMPULAN PENELITIAN Studi ini memiliki hipotesa awal bahwa arena yang cukup esensial dalam mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang publik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan
BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan bahwa masyarakat modern merupakan masyarakat yang memiliki kompleksitas nilai dan kepentingan.
Lebih terperinciBAB III KERANGKA TEORI ANALISIS
BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS 3.1 Teori Kritis Jurgen Habermas Habermas berasumsi bahwa modernitas merupakan sebuah proyek yang belum selesai. Ini artinya masih ada yang perlu untuk dikerjakan kembali.
Lebih terperinci5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)
Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang
Lebih terperinciEtika dan Filsafat. Komunikasi
Modul ke: Etika dan Filsafat Komunikasi Pokok Bahasan Fakultas Ilmu Komunikasi Pengantar Kepada Bidang Filsafat Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pengantar Rasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang bermartabat, manusia memiliki di dalam dirinya akal budi, rasa, hati dan kehendak. Manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. No.20 tahun 2003 juga memuat hakikat pendidikan yang menjadi tolok ukur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pendidikan diselenggarakan untuk membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup yang membelenggunya. Hal ini mengandung pengertian bahwa pendidikan merupakan
Lebih terperinciLAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA
LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA Disusun Oleh: Nama : Heruadhi Cahyono Nim : 11.02.7917 Dosen : Drs. Khalis Purwanto, MM STIMIK AMIKOM
Lebih terperinciASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI. Fitri Dwi Lestari
ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI Fitri Dwi Lestari ASAL USUL SOSIOLOGI Dari bukti peninggalan bersejarah, manusia prasejarah hidup secara berkelompok. ASAL USUL SOSIOLOGI Aristoteles mengatakan bahwa
Lebih terperinciPOLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH
POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH BAGI POLITIK HUKUM. Negara perlu disatu sisi karena Negara merupakan institusi pelembagaan kepentingan umum dan di lain
Lebih terperinci* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik
Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori
Lebih terperinciManfaat Belajar Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa
Manfaat Belajar Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia yang diresmikan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dalam
Lebih terperinciKONSEPSI KEWARGANEGARAAN. By : Amaliatulwalidain
KONSEPSI KEWARGANEGARAAN By : Amaliatulwalidain Pengantar Tradisi kewarganegaraan telah ada sejak masa Yunani Kuno, konsepsi modern tentang kewarganegaraan baru muncul pada abad keduapuluh. Konsepsi kewarganegaraann
Lebih terperinciREGRESI PERADABAN DAN KEMBALINYA HASRAT PREDATORIS MANUSIA
1 P age REGRESI PERADABAN DAN KEMBALINYA HASRAT PREDATORIS MANUSIA Pengantar Saya memberi judul Regresi Peradaban dan Kembalinya Hasrat Predatoris Manusia pada presentasi saya ini, setelah membaca dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran di sekolah tidak hanya difokuskan pada pembekalan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran di sekolah tidak hanya difokuskan pada pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoretis saja, tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan
Lebih terperinciASAS DEMOKRASI LIBERAL DAN KEMAJUAN AMERIKA: SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT PRAGMATISME AMERIKA (Charles Peirce, John Dewey dan William James)
ASAS DEMOKRASI LIBERAL DAN KEMAJUAN AMERIKA: SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT PRAGMATISME AMERIKA (Charles Peirce, John Dewey dan William James) Oleh: Muhammad Hasmi Yanuardi Dosen Jurusan Sejarah FIS UNJ Abstrak.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia menjadi penunjang keberlangsungan hidup manusia. Manusia dengan akal budinya
Lebih terperinciBab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup
Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan
Lebih terperinciTANTANGAN UMAT BERAGAMA PADA ABAD MODERN
TANTANGAN UMAT BERAGAMA PADA ABAD MODERN Oleh Nurcholish Madjid Agama merupakan suatu cara manusia menemukan makna hidup dan dunia yang menjadi lingkungannya. Tapi, hidup kita dan ling kungan abad modern
Lebih terperinciPANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Modul ke: Pendidikan Pancasila PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT Fakultas EKONOMI Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. Program Studi Manajemen http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Filsafat Filsafat dalam bahasa
Lebih terperinciPROPORSI PENILAIAN Tugas Mingguan 40% Diskusi Mingguan 20% Ujian Tengah Semester 20% Ujian Akhir Semester 20%
MATA KULIAH JUMLAH SKS DOSEN : SOSIOLOGI KRITIS : 2 SKS : TIM DESKRIPSI SINGKAT Sosiologi Kritis adalah sosiologi dari perspektif Kritis di mana materi yang terkandung di dalamnya dimaksudkan untuk membangkitkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu jenis media dimana penyampaianya berupa teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh tertentu ataupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan untuk lepas dari tangan penjajah negara asing sudah selesai sekarang bagaimana membangun negara dengan melahirkan generasi-generasi berkarakter dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan
Lebih terperinci2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Hukum adalah pembatasan kebebasan setiap orang demi kebebasan semua orang... Kaidah hukum mengarahkan diri hanya pada perbuatanperbuatan lahiriah. Jadi. saya berbuat sesuai dengan
Lebih terperinciALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika di mulai pada abad ke lima sebelum masehi. Berbagai mazhab di yunani yang ditandai dengan kehadiran Socrates, yang mengatakan bahwa kebaikan itu adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sosiologi pada dasarnya mempunyai dua pengertian dasar yaitu sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sosiologi pada dasarnya mempunyai dua pengertian dasar yaitu sebagai ilmu dan sebagai metode. Sebagai ilmu, Sosiologi merupakan kumpulan pengetahuan tentang
Lebih terperinciBusiness Ethic & Good Governance
Modul ke: Business Ethic & Good Governance Philosophical Ethics and Business Fakultas PASCA Dr. Antonius Dieben Robinson Manurung, MSi Program Studi MANAGEMENT www.mercubuana.ac.id Utilitarianisme Dikembangkan
Lebih terperinciETIKA dan PROFESIONALISME. Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia
ETIKA dan PROFESIONALISME dalam TEKNOLOGI SISTEM KOMPUTER / INFORMASI PENGERTIAN ETIKA Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia TUJUAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah
Lebih terperinciManifesto Aidit dalam Peranan Koperasi Dewasa Ini
Manifesto Aidit dalam Peranan Koperasi Dewasa Ini Ilustrasi: Moh. Dzikri Handika Melalui buku Peranan Koperasi Dewasa Ini (PKDI), Aidit secara tegas meletakkan koperasi sebagai gerakan sosial dan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterampilan menulis dapat kita klasifikasikan berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang tersebut adalah kegiatan atau aktivitas
Lebih terperinciPENGERTIAN ETIKA Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. TUJUAN MEMPELAJARI ETI
ETIKA DAN PROFESIONALISME DI BIDANG IT Pertemuan 1 PENGERTIAN ETIKA Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. TUJUAN MEMPELAJARI ETIKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin bahwa politik
Lebih terperinciTUJUAN NEGARA. Sesuai dengan tujuan bersama yang disepakati Tujuan negara sesuai dengan ideologi yang digunakan dalam negara
IDEOLOGI POLITIK TUJUAN NEGARA Sesuai dengan tujuan bersama yang disepakati Tujuan negara sesuai dengan ideologi yang digunakan dalam negara tersebut MINGGU DEPAN 1. Ideologi : Anarkisme dan Komunisme
Lebih terperinciMAKALAH TENTANG ATTENTION Pelayanan Prima Berdasarkan Konsep Perhatian ( ATTENTION ) SMK MUHAMMADIYAH 01 KELING TAHUN PELAJARAN 2015/2016
MAKALAH TENTANG ATTENTION Pelayanan Prima Berdasarkan Konsep Perhatian ( ATTENTION ) SMK MUHAMMADIYAH 01 KELING TAHUN PELAJARAN 2015/2016 KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih
Lebih terperinci2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7
DAFTAR ISI COVER DAFTAR ISI...1 BAB 1 PENDAHULUAN...2 1.1 Latar Belakang Masalah...2 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan Penulisan...3 BAB 2 PEMBAHASAN...4 2.1 Pancasila Sebagai Ideologi Nasional Bangsa...4
Lebih terperinciModul ke: Pancasila. Pancasila sebagai Ideologi Negara. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU
Modul ke: Pancasila Pancasila sebagai Ideologi Negara Fakultas MKCU Finy F. Basarah, M.Si Program Studi MKCU Pancasila sebagai Ideologi Negara Pancasila Abstract: Pancasila sebagai Ideologi, dan ideologi
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah
174 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah Marx yang mengulas arsitektural pemerintahan sebagai objek material membuahkan hasil yang menunjukkan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. visi bersama mahasiswa yang menjadi cita-cita atau arah perubahan yang hendak
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Orientasi gerakan mahasiswa pada hari ini dapat juga dikatakan sebagai visi bersama mahasiswa yang menjadi cita-cita atau arah perubahan yang hendak diwujudkan dalam sistem
Lebih terperinciIlmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia
PENGERTIAN ETIKA Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia TUJUAN MEMPELAJARI ETIKA Untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian
Lebih terperinciBerpikir Kritis (Critical Thinking)
Berpikir Kritis (Critical Thinking) What Is Critical Thinking? (Definisi Berpikir Kritis) Kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, yang meliputi kemampuan untuk berpikir reflektif dan independen Definisi
Lebih terperinciPROBLEMATIKA KOMPETENSI DAN PROFESIONALISME GURU
PROBLEMATIKA KOMPETENSI DAN PROFESIONALISME GURU Eliterius Sennen Dosen PGSD STKIP Santu Paulus Ruteng e-mail: eliterius63@yahoo.com ABSTRAK Dalam konteks pendidikan di Indonesia, masalah tentang mutu
Lebih terperinciMAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan
MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PRAGMATISME Dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui
Lebih terperinciPANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA. Novia Kencana, S.IP, MPA
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA Novia Kencana, S.IP, MPA novia.kencana@gmail.com Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang lainnya saling berkaitan dan berlangsung dengan bersamaan. Berbicara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan bagian yang penting dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Progresif
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan terpaan kapitalisme global dalam sistem dunia, hukum liberal juga semakin mendominasi kehidupan hukum dalam percaturan global. Negara-negara developmentalis,
Lebih terperinciSOSIOLOGI PENDIDIKAN
SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT
Lebih terperinciPLEASE BE PATIENT!!!
PLEASE BE PATIENT!!! CREATED BY: HIKMAT H. SYAWALI FIRMANSYAH SUHERLAN YUSEP UTOMO 4 PILAR KEBANGSAAN UNTUK MEMBANGUN KARAKTER BANGSA PANCASILA NKRI BHINEKA TUNGGAL IKA UUD 1945 PANCASILA MERUPAKAN DASAR
Lebih terperinciResensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR
69 Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR Feryanto W. K. 1 1 Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mengacu pada berbagai macam aktifitas, mulai dari yang sifatnya produktif-material sampai kreatif-spiritual, mulai dari proses peningkatan kemampuan
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bila ditarik garis besarnya maka di dalam skripsi ini saya telah mencoba memaparkan sebuah teori tentang kemungkinan baru di dalam memunculkan sebuah ranah publik melalui hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Keluarga merupakan suatu sistem kompleks yang di dalamnya terdapat ikatan di antara anggotanya dan rasa saling memiliki. Keluarga menurut Ahmadi dan Uhbiyati
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN
BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN Dalam bab ini, penulis akan melakukan tinjauan kritis terhadap model penyuluhan agama berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat dimaknai sebagai bahasa
Lebih terperinciDinno Mulyono, M.Pd. MM. STKIP Siliwangi 2017
Dinno Mulyono, M.Pd. MM. STKIP Siliwangi 2017 Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan a. Konsep Dasar dan Sejarah PKn b. Analisis Landasan Yuridis, Historis, Sosiologis dan Politik PKn c. Urgensi PKn dan Tantangannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak adalah karya sastra yang dari segi isi dan bahasa sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional anak. Bahasa yang digunakan dalam
Lebih terperinciKELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2
KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Sosiologi lahir manakala muncul perhatian terhadap masyarakat karena perubahan yang terjadi Terdapat peristiwa besar di
Lebih terperinciAugust Comte Selo Soemardjan Soelaeman Soemardi
PENGANTAR SOSIOLOGI 1. Pengertian Dasar Sosiologi berasal dari kata latin socius dan kata yunani yaitu logos. Socius berarti kawan atau teman; Logos berarti pengetahuan. Maka sosiologi berarti pengetahuan
Lebih terperinciPara Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan
Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan 1 Socrates adalah filsuf Yunani. Ia sangat berpengaruh dan mengubah jalan pikiran filosofis barat melalui muridnya yang paling terkenal, Plato. Socrates
Lebih terperinciMENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim
MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim Jika Tuhan itu ada, Mahabaik, dan Mahakuasa, maka mengapa membiarkan datangnya kejahatan?
Lebih terperinci164 WACANA VOL. 10 NO. 1, APRIL 2008
164 WACANA VOL. 10 NO. 1, APRIL 2008 feminismenya sudah sangat berkembang. Pengaruh gelombang feminisme pertama di Eropa tanpa disadari telah masuk ke Indonesia. Keberanian kaum perempuan Indonesia untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang mengekspresikan pikiran, gagasan maupun perasaannya sendiri tentang kehidupan dengan menggunakan bahasa
Lebih terperinciDemokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia
Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Antonio Pradjasto Tanpa hak asasi berbagai lembaga demokrasi kehilangan substansi. Demokrasi menjadi sekedar prosedural. Jika kita melihat dengan sudut
Lebih terperinciPANCASILA PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.
PANCASILA Modul ke: PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA ABSTRACT Menjelaskan ideologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan cerminan keadaan sosial masyarakat yang dialami pengarang, yang diungkapkan kembali melalui perasaannya ke dalam sebuah tulisan. Dalam tulisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan faktor yang paling menentukan dalam setiap organisasi, karena di samping sumber daya manusia sebagai salah satu unsur kekuatan daya saing
Lebih terperinciMaudemarie Clark, Nietzsche on Ethics and Politics, New York: Oxford University Press, 2015, x+318 hlm.
DISKURSUS, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2016: 209-230 209 Maudemarie Clark, Nietzsche on Ethics and Politics, New York: Oxford University Press, 2015, x+318 hlm. Maudemarie Clark adalah salah satu dari
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009
BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Berangkat dari sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa Estetika sebagai logika, mengantarkan saya untuk mencoba mendalami dan menelusuri tentang keduanya, serta
Lebih terperinciDiadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH
Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis
Lebih terperinciIslam dan Demokrasi. Disusun oleh : AL-RHAZALI MITRA ANUGRAH F FEBRIAN DELI NOVELIAWATI C.
Islam dan Demokrasi Disusun oleh : AL-RHAZALI 07230054 MITRA ANUGRAH F 07230068 FEBRIAN DELI 201010050311070 NOVELIAWATI C. 201010050311085 MUSLIM DEMOKRAT Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik
Lebih terperinciPOSTMODERNISME HUKUM
POSTMODERNISME HUKUM BANGKITNYA PAHAM POSMODERNISME Pemikiran modern abad 17 THOMAS HOBBES Masy sebagai gerombolan macan liar (homo homini lupus) : dimana yang kuat dia akan memangsa yang lemah dan saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting
Lebih terperinciSAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH
l Edisi 048, Februari 2012 P r o j e c t SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH i t a i g k a a n D Sulfikar Amir Edisi 048, Februari 2012 1 Edisi 048, Februari 2012 Sains, Islam, dan Revolusi Ilmiah Tulisan
Lebih terperinciInternalisasi Kreativitas, Mentalitas dan Sosiologi Kritis dalam Kurikulum & PBM Perekonomian Berbasis Kewirausahaan dan Syariah
Internalisasi Kreativitas, Mentalitas dan Sosiologi Kritis dalam Kurikulum & PBM Perekonomian Berbasis Kewirausahaan dan Syariah Oleh: Kurniyati Indahsari, M.Si. Ketua Jurusan / Program Studi Ekonomi Pembangunan
Lebih terperinciPusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Feni Fasta, SE, M.Si SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA
Perangkat kelembagaan dimaksud, meliputi lembaga atau wadah tempat subjek (objek) itu berhubungan, cara kerja dan mekanisme yang menjalin hubungan subjek (objek) tadi, secara kaidah atau norma yang mengatur
Lebih terperinciPANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA Oleh : DENY KURNIAWAN NIM 11.11.5172 DOSEN : ABIDARIN ROSIDI, DR, M.MA. KELOMPOK E PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
Lebih terperinciINTISARI BAB I PENDAHULUAN
INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula
Lebih terperinciMATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis
MATERI KULIAH ETIKA BISNIS Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis Latar Belakang Di zaman yang serba modern ini, nilai, etika, norma,dan moral seringkali diabaikan oleh rakyat Indonesia,
Lebih terperinciPengertian etika = moralitas
Pengertian etika Meet-1 Creat By.Hariyatno.SE,Mmsi 1. Pengertian Etika Etika berasal dari dari kata Yunani Ethos (jamak ta etha), berarti adat istiadat Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik,
Lebih terperinci