BAB 3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 29 BAB 3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan selama dua belas bulan (Agustus 2006 Juli 2007). Subjek uji yang berhasil dikumpulkan adalah sebanyak 92 orang penderita, 67 orang berasal dari Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Bandung dan 25 orang berasal dari Rumah Sakit Paru Dr. H.A. Rotinsulu Bandung. Seluruh subjek uji diminta mengumpulkan dahak yang dimasukkan ke dalam pot dahak plastik yang telah disediakan sebanyak tiga kali. Dahak pertama (dahak sewaktu pertama) dikumpulkan pada saat pertama kali datang ke BKPM Bandung; dahak kedua dikumpulkan di rumah penderita pada pagi hari setelah bangun tidur pada hari berikutnya (hari kedua), dan dahak ketiga dikumpulkan ketika penderita tiba di laboratorium pada hari kedua (dahak sewaktu ketiga). Selanjutnya setiap dua minggu selama dua bulan penderita diminta mengumpulkan dahak pagi setelah bangun tidur yang dibawa dari rumah dan dahak sewaktu ketika penderita tiba di laboratorium BKPM Bandung. Pemeriksaan dahak selanjutnya diulang pada minggu ke-20 dan minggu ke Subjek Uji Subjek uji yang berhasil diperoleh pada penelitian ini adalah sebanyak 92 orang. Sepuluh orang penderita TB paru tersebut (10,9%) selama masa penelitian dieksklusi karena satu orang pindah berobat ke puskesmas, dua orang masuk ke dalam kategori II, dan tujuh orang lainnya tidak datang kembali untuk berobat walaupun sudah dikunjungi ke tempat tinggalnya. Sebanyak 92 orang subjek uji telah melewati fase intensif (2 bulan), sedangkan yang telah menyelesaikan pengobatannya fase intensif dan lanjutan (minimal 6 bulan) adalah sebanyak 64 orang.

2 Karakteristik Subjek Uji Berdasarkan Jenis Kelamin Karakteristik subjek uji berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 sebagai berikut: Tabel 3.1 Karakteristik Subjek Uji yang Telah Menjalani Pengobatan Intensif Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin (n=36) (n=30) (n=26) Total (n=92) n % n % n % n % Laki-laki 20 55, , , , 8 Perempuan 16 44, , , , 2 Total , , , ,0 Kemaknaan * x 2 = 1,35 p = 0,51 * = Uji Chi-Kuadrat; n = Jumlah subjek uji Tabel 3.2 Karakteristik Subjek Uji yang Telah Menjalani Pengobatan Intensif dan Lanjutan Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin (n=26) (n=20) (n=18) Total (n=64) n % n % n % n % Laki-laki 16 61, , , ,9 Perempuan 10 38,5 9 45,0 6 33, ,1 Total , , , ,0 Kemaknaan * x 2 = 0,55 p = 0,76 * = Uji Chi-Kuadrat; n = Jumlah subjek uji Karakteristik Subjek Uji Berdasarkan Umur Karakteristik subjek uji berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4 sebagai berikut:

3 31 Tabel 3.3 Karakteristik Subjek Uji yang Telah Menjalani Pengobatan Intensif Berdasarkan Umur Umur (tahun) Jenis kelamin (n=36) (n=30) (n=26) x (SD) n x (SD) n x (SD) n Laki-laki 34,1 (9,5) 20 29,9 (9,9) 17 29,6 (8,5) 18 Perempuan 28,9 (7,2) 16 27,5 (9,3) 13 29,1 (11,1) 8 x (SD) 31,8 (8,9) 28,9 (9,6) 29,4 (9,1) Kemaknaan * x 2 = 3,29 p = 0,19 * = Uji Kruskal-Wallis; n = Jumlah subjek uji; x = Rata-rata; SD = Standar deviasi Tabel 3.4 Karakteristik Subjek Uji yang Telah Menjalani Pengobatan Intensif dan Lanjutan Berdasarkan Umur Jenis kelamin Umur penderita (tahun) x (SD) n x (SD) n x (SD) n Laki-laki 33,6 (10,2) 14 28,7 (9,3) 11 29,0 (9,8) 12 Perempuan 27,4 (7,4) 12 27,6 (11,1) 9 29,0 (13,0) 6 Total 30,7 (9,4) 26 28,2 (9,9) 20 29,0 (10,6) 18 Kemaknaan* x 2 = 1,61 p = 0,45 * = Uji Kruskal-Wallis; n = Jumlah subjek uji; x = Rata-rata; SD = Standar deviasi 3.2 Hasil Pemeriksaan Klinis Berat Badan Hasil uji normalitas data berat badan subjek uji selama pengobatan dengan uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa semua kelompok berdistribusi normal (p>0,05) sehingga analisis selanjutnya menggunakan analisis statistik parametrik (uji t). Sementara hasil uji homogenitas varians dengan uji Levene menunjukkan bahwa data semua kelompok berasal dari populasi yang mempunyai varians berat badan sama. Pada Tabel 3.5, Tabel 3.6 dan Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa semua kelompok mengalami kenaikan berat badan hampir pada setiap dua minggu tetapi berdasarkan analisis statistik dengan uji t kenaikan yang bermakna hanya pada

4 32 kelompok mulai dari minggu ke-16 hingga minggu ke-24 (p<0,05), kelompok pada minggu ke-24, dan kelompok mulai dari minggu ke-12 hingga minggu ke-24. Apabila dibandingkan antara kelompok dosis 1 g dan dengan kelompok tidak terdapat perbedaan berat badan yang bermakna. Tabel 3.5 Hasil Pemeriksaan Berat Badan Setiap Sebelum dan Setelah Pengobatan pengobatan intensif lanjutan Berat badan (kg) Minggu ke- x (SD) p * x (SD) p * x (SD) (n=36) (n=30) (n=26) 0 45,33 (8,51) 0,89 43,64 (9,39) 0,34 45,59 (5,53) 2 46,32 (8,34) 0,85 44,85 (9,24) 0,38 46,69 (6,08) 4 47,03 (8,50) 0,82 45,52 (9,44) 0,38 47,47 (6,45) 6 48,05 (8,90) 0,91 46,03 (9,67) 0,42 47,83 (6,63) 8 48,82 (9,16) 0,47 46,65 (9,76) 0,80 47,25 (7,00) (n=26) (n=20) (n=18) 12 49,04 (5,56) 0,59 47,32 (10,14) 0,34 50,03 (6,65) 16 49,60 (5,90) 0,63 47,18 (9,89) 0,26 50,58 (6,98) 20 50,08 (5,68) 0,66 48,74 (9,06) 0,44 51,00 (7,36) 24 50,22 (5,80) 0,74 49,43 (9,71) 0,63 50,87 (6,82) * = Uji t; n = Jumlah subjek uji; x = Rata-rata; SD = Standar deviasi Tabel 3.6 Perbandingan Berat Badan Setiap antara Sebelum dan Setelah Pengobatan pengobatan Minggu ke- Kemaknaan (p)* perbandingan berat badan dalam dua kali pemeriksaan (n=36) (n=30) (n=26) 0-2 0,62 0,62 0,50 intensif 0-4 0,40 0,44 0, ,19 0,34 0, ,10 0,23 0,17 (n=26) (n=20) (n=18) ,10 0,18 0,02 lanjutan ,03 0,20 0, ,02 0,06 0, ,01 0,04 0,01 * = Uji t; n = Jumlah subjek uji

5 Berat Badan (kg) intensif Minggu ke- lanjutan dosis 0.5 g Gambar 3.1 Grafik pertambahan berat badan setiap kelompok selama pengobatan. Pada Tabel 3.7 dan Gambar 3.2 dapat diketahui bahwa persentase pertambahan berat badan pada kelompok dan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok walaupun secara statistik tidak bermakna (p>0,05). Tabel 3.7 Pertambahan Berat Badan Setiap pada Setiap Akhir Pengobatan pengobatan intensif lanjutan Pertambahan berat badan (%) x (SD) p * x (SD) p * x (SD) (n=36) (n=30) (n=26) 7,82 (5,32) 0,10 7,03 (4,29) 0,25 6,67 (5,24) (n=26) (n=20) (n=18) 13,29 (7,14) 0,14 14,76 (8,98) 0,09 9,72 (7,72) * = Uji t; n = Jumlah subjek uji; x = Rata-rata; SD = Standar deviasi

6 34 Rata-rata Berat Badan (kg) Minggu ke-0 Minggu ke-8 Minggu ke-24 Gambar 3.2 Diagram batang berat badan setiap kelompok selama pengobatan Keadaan Umum Hasil uji normalitas data keadaan umum subjek uji selama pengobatan dengan uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa semua kelompok berdistribusi tidak normal (p<0,05) sehingga analisis selanjutnya menggunakan analisis statistik nonparametrik (uji Mann-Whitney). Sementara hasil uji homogenitas varians dengan uji Levene menunjukkan bahwa data semua kelompok berasal dari populasi yang mempunyai varians keadaan umum yang sama. Pada Tabel 3.8 dan Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa semua kelompok mengalami peningkatan keadaan umum berdasarkan skor Karnofsky hampir pada setiap dua minggu. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam keadaan umum antara kelompok dengan kelompok pada minggu ke-2, ke-6, dan ke-8; dan kelompok dengan kelompok pada minggu ke-2, ke-4, ke- 6, dan ke-8.

7 35 Tabel 3.8 Hasil Pemeriksaan Keadaan Umum Setiap Sebelum dan Setelah Pengobatan pengobatan intensif lanjutan Keadaan umum berdasarkan skor Karnofsky Minggu ke- x (SD) p * x (SD) p * x (SD) (n=36) (n=30) (n=25) 0 83,33 (4,78) 0,08 86,33 (6,69) <0,01 81,60 (4,73) 2 91,67 (5,61) 0,04 94,33 (5,68) <0,01 88,40 (6,24) 4 93,89 (5,49) 0,12 97,00 (4,66) <0,01 91,60 (5,54) 6 96,67 (4,78) 0,02 97,33 (4,50) <0,01 93,20 (5,57) 8 97,78 (4,21) 0,01 98,00 (4,07) 0,01 94,40 (4,93) (n=26) (n=20) (n=18) 12 97,78 (4,24) 0,80 99,05 (3,01) 0,32 98,00 (4,10) 16 98,52 (3,62) 0,53 99,50 (2,24) 0,12 97,78 (4,28) ,00 (0,00) 0,08 100,00 (0,00) 0,14 98,89 (3,23) ,00 (0,00) 0,23 100,00 (0,00) 0,30 99,44 (2,36) * = Uji Mann-Whitney; n = Jumlah subjek uji; x = Rata-rata; SD = Standar deviasi Skor Karnofsky (dalam %) 100 Normal, tidak ada keluhan, tidak ada bukti penyakit 90 Dapat melakukan aktivitas normal, ada sedikit tanda-tanda dan gejala penyakit 80 Aktivitas normal dengan usaha, beberapa tanda dan gejala-gejala penyakit 70 Dapat mengurus diri sendiri, tidak dapat melakukan aktivitas normal atau aktif bekerja 60 Kadang-kadang memerlukan bantuan tetapi dapat mengurus sebagian besar keperluan pribadinya 50 Memerlukan banyak bantuan dan pengobatan yang teratur 40 Disabilitas, memerlukan bantuan dan perawatan khusus 30 Disabilitas berat, ada indikasi perawatan di rumah sakit walaupun belum mengancam jiwa 20 Sakit berat, perlu perawatan di rumah sakit, memerlukan pengobatan suportif secara aktif 10 Proses perburukan yang cepat dan fatal 0 Kematian

8 Skor Keadaan Umum intensif Minggu ke- lanjutan Gambar 3.3 Grafik peningkatan keadaan umum setiap kelompok selama pengobatan berdasarkan skor Karnofsky Gejala Klinis Hasil uji normalitas data gejala klinis selama pengobatan dengan uji Kolmogorov- Smirnov menunjukkan bahwa semua kelompok berdistribusi tidak normal (p<0,05) sehingga analisis selanjutnya menggunakan analisis statistik nonparametrik (uji Mann-Whitney). Sementara hasil uji homogenitas varians dengan uji Levene menunjukkan bahwa data semua kelompok berasal dari populasi yang mempunyai varians gejala klinis yang sama. Pada Tabel 3.9, Tabel 3.10, Tabel 3.11 dan Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa semua kelompok mengalami penurunan jumlah gejala klinis hampir pada setiap dua minggu tetapi tidak terdapat perbedaan yang bermakna jika dibandingkan antara kelompok dan dengan kelompok kecuali antara kelompok dengan kelompok pada minggu ke-24.

9 37 Tabel 3.9 Skor Gejala Klinis Setiap Sebelum dan Setelah Pengobatan pengobatan intensif lanjutan Skor gejala klinis Minggu ke- x (SD) p * x (SD) p * x (SD) (n=36) (n=30) (n=25) 0 3,83 (1,43) 0,73 3,10 (1,37) 0,16 3,96 (1,24) 2 2,25 (1,38) 0,15 1,10 (1,00) 0,08 1,64 (1,08) 4 1,25 (0,84) 0,36 0,67 (0,66) 0,27 1,08 (1,14) 6 0,69 (0,86) 0,74 0,57 (0,77) 0,84 0,72 (1,06) 8 0,61 (0,87) 0,60 0,37 (0,67) 0,51 0,60 (1,00) (n=26) (n=20) (n=18) 12 0,26 (0,45) 0,67 0,26 (0,41) 0,55 0,55 (1,00) 16 0,26 (0,54) 0,07 0,23 (0,43) 0,23 0,56 (0,86) 20 0,04 (0,20) 0,54 0,29 (0,56) 0,92 0,29 (0,78) 24 0,00 (0,00) 0,03 0,05 (0,22) 0,22 0,22 (0,55) Skor gejala klinis (0-6): batuk, dahak, batuk darah, sesak, panas badan, kurang nafsu makan * = Uji Mann-Whitney; n = Jumlah subjek uji; x = Rata-rata; SD = Standar deviasi Skor Gejala Klinis intensif Minggu ke- lanjutan Gambar 3.4 Grafik penurunan gejala klinis setiap kelompok selama pengobatan.

10 38 Tabel 3.10 Hasil Pemeriksaan Gejala Klinis Setiap pada Intensif Berdasarkan Jumlah Penderita pengobatan intensif Minggu ke Gejala (skor) Kemaknaan* (n) (n) (n) x 2 p ,08 0,58 0,29 0,87 0,18 0,92 0,03 0,99 0,06 0,97 * = Uji Kruskal-Wallis; n = Jumlah subjek uji; x = Rata-rata; SD = Standar deviasi

11 39 Tabel 3.11 Hasil Pemeriksaan Gejala Klinis Setiap pada Lanjutan Berdasarkan Jumlah Penderita pengobatan lanjutan Minggu ke Gejala (skor) Kemaknaan* (n) (n) (n) x 2 p ,07 0,97 0,10 0,95 0,32 0,85 0,80 0,67 * = uji Kruskal-Wallis; n = Jumlah subjek uji; x = Rata-rata; SD = Standar deviasi 3.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Uji normalitas terhadap data hasil pemeriksaan laboratorium selama pengobatan dengan uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa semua kelompok berdistribusi normal (p>0,05), kecuali pada parameter waktu pembekuan darah (PT dan APTT), sehingga analisis selanjutnya menggunakan analisis statistik

12 40 parametrik (uji t). Sementara hasil uji homogenitas varians dengan uji Levene menunjukkan bahwa data semua kelompok berasal dari populasi yang mempunyai varians hasil pemeriksaan laboratorium yang sama. Hasil pemeriksaan laboratorium (Tabel 3.12 dan Tabel 3.13) menunjukkan bahwa beberapa parameter pemeriksaan pada semua kelompok pada akhir setiap fase pengobatan berada pada batas normal kecuali LED yang sedikit masih di atas normal pada kelompok perhari dan. Kadar hemoglobin pada semua kelompok selama pengobatan dibandingkan dengan sebelum pengobatan mengalami peningkatan tetapi yang bermakna secara statistik (p<0,05) hanya pada minggu ke-8 pada kelompok dan dosis 0,5 g, serta minggu ke-24 pada semua kelompok. Apabila dibandingkan antara kelompok dan dengan kelompok maka peningkatan kadar hemoglobin tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05). Jumlah leukosit pada semua kelompok mengalami penurunan yang bermakna pada minggu ke-8 dan ke-24 bila dibandingkan dengan minggu ke-0 kecuali kelompok pada minggu ke-8. Apabila dibandingkan antara kelompok dan dengan kelompok maka penurunan jumlah leukosit tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05). Jumlah trombosit pada semua kelompok selama pengobatan dibandingkan dengan sebelum pengobatan mengalami penurunan yang bermakna pada minggu ke-8 dan ke-24 kecuali kelompok dan kelompok minggu ke-8. Apabila dibandingkan antara kelompok dan dengan kelompok maka penurunan jumlah trombosit tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05). LED pada semua kelompok di minggu ke-0 meningkat dan pada minggu ke-8 dan ke-24 mengalami penurunan yang bermakna secara statistik (p<0,05). Kadar SGOT dan SGPT pada semua kelompok berada dalam batas normal tetapi terjadi penurunan pada minggu ke-8 dan ke-24 yang apabila dibandingkan antara

13 41 kelompok dan dengan kelompok tidak bermakna secara statistik. Kadar gula darah puasa pada semua kelompok berada dalam batas normal dan tidak berbeda bermakna secara statistik apabila dibandingkan antara kelompok dan dengan kelompok. Kadar kreatinin pada semua kelompok selama pengobatan masih dalam batas normal tetapi mengalami penurunan pada minggu ke-8 dan ke-24 yang apabila dibandingkan dengan sebelum pengobatan hanya berbeda bermakna secara statistik pada kelompok. Waktu pembekuan darah yang ditunjukkan dengan parameter PT dan APTT pada semua kelompok selama pengobatan masih berada dalam batas normal.

14 42 Tabel 3.12 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Setiap Sebelum dan Selama Pengobatan Parameter pemeriksaan Hb Leukosit Trombosit LED SGOT SGPT GDp Kreatinin PT APTT Minggu ke- Hasil pemeriksaan laboratorium x (SD) p* x (SD) p* x (SD) 0 13,13 (0,30) 0,27 11,69 (2,05) 0,17 12,26 (1,75) 8 13,41 (1,89) 0,88 13,06 (1,91) 0,48 13,50 (2,49) 24 13,88 (1,67) 0,71 13,48 (1,68) 0,31 14,09 (1,20) , , ,0 0,20 0,50 (3.292,6) (5.487,2) (2.129,8) , , ,7 0,88 0,19 (1.707,8) (2.440,7) (2.868,2) , , ,9 0,53 0,98 (1.621,1) (1.622,8) (2.068,6) , , ,0 0,60 0,47 ( ,4) ( ,3) (86.179,3) , , , 7 0,94 0,67 (93.542,2) ( ,4) (84.473, 9) , , ,6 0,08 0,65 (79.602,1) (93.338,1) (89.955,5) 0 64,5 (35,4) 0,78 72,7 (33,5) 0,48 66,9 (26,9) 8 41,0 (28, 8) 0,76 39,1 (27,4) 0,61 43,6 (33,9) 24 19,0 (15,2) 0,76 23,4 (19,1) 0,73 20,8 (20,12) 0 31,5 (21,6) 0,78 36,7 (21,2) 0,17 30,1 (12,4) 8 31,7 (9,7) 0,19 33,5 (16,2) 0,17 28,5 (28,5) 24 24,2 (5,8) 0,38 24,1 (11,0) 0,63 22,4 (5,3) 0 29,7 (35,0) 0,49 28,1 (22,6) 0,51 24,5 (18,0) 8 28,1 (14,4) 0,15 27,6 (18,7) 0,29 23,0 (10,6) 24 21,6 (7,4) 0,12 21,4 (10,3) 0,19 17,6 (4,8) 0 87,4 (14,7) 0,20 85,7 (14,7) 0,45 82,9 (12,1) 8 83,1 (16,3) 0,79 79,5 (10,2) 0,28 84,4 (19,3) 24 85,7 (11,0) 0,91 82,2 (10,2) 0,30 86,1 (8,1) 0 0,92 (0,28) 0,46 0,85 (0,18) 0,71 0,87 (0,22) 8 0,79 (0,18) 0,20 0,82 (0,17) 0,58 0,85 (0,16) 24 0,76 (0,16) 0,63 0,80 (0,15) 0,91 0,80 (0,23) 0 14,68 (1,61) 0,19 14,00 (1,05) 0,62 13,73 (0,80) 8 13,75 (0,43) 0,59 13,58 (1,19) 0,53 13,96 (0,82) 24 14,20 (0,27) 0,40 13,72 (0,68) 0,83 13,84 (0,86) 0 30,80 (2,20) 0,16 34,66 (4,21) 0,88 34,23 (5,11) 8 31,37 (3,21) 0,24 33,58 (3,52) 0,76 34,43 (5,21) 24 33,38 (4,99) 0,17 31,18 (2,72) 0,10 35,08 (3,21) L Nilai normal P g/l g/l mm mm3 sd 37 U/L/37 o C sd 40 U/L/37 o C < 140 mg/dl 0,7-1,2 mg/dl det 23,4-43,4 det sd 31 U/L/37 o C sd 31 U/L/37 o C mg/dl 0,5-0,9 mg/dl * = Uji t; ; n = Jumlah subjek uji; x = Rata-rata; SD = Standar deviasi

15 43 Tabel 3.13 Perbandingan Hasil Pemeriksaan Laboratorium Setiap antara Sebelum dan Setelah Pengobatan Parameter pemeriksaan Hb Leukosit Trombosit LED SGOT SGPT GDp Kreatinin PT APTT Kemaknaan (p)* perbandingan parameter Minggu pemeriksaan laboratorium ke- 0-8 <0,01 <0,01 0, <0,01 <0,01 0, ,33 0,45 0, <0,01 0,01 0, <0,01 0,01 <0, ,01 0,31 0, ,05 0,80 0, <0,01 0,23 <0, ,16 0,48 <0, <0,01 <0,01 0, <0,01 <0,01 <0, <0,01 0,02 0, ,95 0,52 0, ,11 0,02 0, <0,01 0,03 0, ,22 0,92 0, ,31 0,24 0, ,03 0,20 0, ,25 0,07 0, ,63 0,40 0, ,51 0,39 0, ,03 0,67 0, ,02 0,45 0, ,47 0,70 0, ,22 0,57 0, ,50 0,66 0, ,08 0,83 0, ,73 0,67 0, ,28 0,20 0, ,44 0,30 0,81 * = Uji t; ; n = Jumlah subjek uji 3.4 Hasil Pemeriksaan Apus Dahak BTA Hasil uji normalitas data jumlah BTA subjek uji selama pengobatan dengan uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa semua kelompok berdistribusi tidak normal (p<0,05) sehingga analisis selanjutnya menggunakan analisis statistik nonparametrik (uji Mann-Whitney). Sementara hasil uji homogenitas varians

16 44 dengan uji Levene menunjukkan bahwa data semua kelompok berasal dari populasi yang mempunyai varians jumlah BTA yang sama. Pada Tabel 3.14 dan Gambar 3.5 dapat diketahui bahwa konversi dahak BTA positif menjadi negatif pada kelompok dan perhari sejak minggu ke-2 lebih cepat dibandingkan dengan kelompok walaupun secara statistik tidak bermakna. Perbedaan yang bermakna antara kelompok dan perhari dengan kelompok terjadi pada minggu ke-8 (masingmasing p<0,01). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa konversi dahak BTA positif pada kelompok kombinasi ekstrak rimpang jahe merah dan buah mengkudu perhari secara statistik berbeda bermakna dengan kelompok pada minggu ke-2. Hal ini dapat terjadi terkait dengan besar subjek uji pada penelitian sebelumnya yang lebih kecil (n=16) sehingga kurang mewakili populasi yang sebenarnya. Tabel 3.14 Hasil Pemeriksaan Apus Dahak BTA Setiap Sebelum dan Selama Pengobatan pengobatan intensif lanjutan Skor BTA Minggu I kex (SD) p* x (SD) p* x (SD) (n=36) (n=30) (n=26) 0 2,8 (0,91) 0,78 2,8 (0,9) 0, 59 2,8 (1,8) 2 0,9 (1,39) 0,24 0,8 (1,1) 0,22 1,2 (1,1) 4 0,4 (0,81) 0,07 0,7 (1,2) 0,29 0,8 (1,0) 6 0,2 (0,68) 0,65 0,1 (0,5) 0,31 0,3 (0,7) 8 0,0 (0,17) <0,01 0,1 (0,2) <0,01 0,6 (0,9) (n=26) (n=20) (n=18) 20 0,1 (0,42) 0,91 0,0 (0,0) 0,25 0,1 (0,3) 24 0,0 (0,00) 1,00 0,0 (0,0) 1,00 0,0 (0,0) * = Uji Mann-Whitney; n = Jumlah subjek uji; x = Rata-rata; SD = Standar deviasi

17 Skor BTA intensif Minggu ke- lanjutan Gambar 3.5 Grafik skor BTA setiap kelompok selama pengobatan. Pada akhir fase intensif seperti ditunjukkan pada Tabel 3.15 dan Gambar 3.6 subjek uji yang tidak mengalami konversi pada kelompok, dan yaitu berturut-turut sebesar 2,8%, 6,7% dan 34,6% atau total terdapat 13,0%. Pada kelompok terdapat lebih banyak penderita yang tidak mengalami konversi pada setiap kali pemeriksaan dibandingkan kelompok lainnya walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna. Pada fase lanjutan terdapat subjek uji yang pada akhirnya dikeluarkan dari penelitian karena masuk ke kategori II penyakit TB yaitu pada kelompok dan masing-masing satu orang. Ada beberapa kemungkinan tidak terjadinya konversi dahak BTA pada penderita tersebut antara lain karena kurangnya kepatuhan dalam minum obat. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa tidak terjadinya konversi dahak BTA dapat terjadi karena resisten terhadap satu atau lebih OAT, IMT (Indeks Massa Tubuh) yang rendah, kepatuhan dalam minum obat, dan status HIV (Depkes RI, 2002).

18 46 Tabel 3.15 Hasil Pembacaan Apus Dahak BTA Selama Pengobatan Berdasarkan Terjadinya Konversi Dahak BTA Hasil pembacaan apus dahak BTA pengobatan Intensif Lanjutan Minggu ke n = Jumlah subjek uji Total Konversi dahak BTA n % n % n % n % (n=36) (n=30) (n=26) (n=92) Terjadi 22 61, , , ,4 Tidak terjadi 14 38, , , ,6 Terjadi 27 75, , , ,5 Tidak terjadi 9 25,0 8 26, , ,5 Terjadi 32 88, , , ,1 Tidak terjadi 4 11,1 2 6,7 4 15, ,9 Terjadi 35 97, , , ,0 Tidak terjadi 1 2,8 2 6,7 9 34, ,0 (n=26) (n=20) (n=18) (n=64) Terjadi 25 96, , , ,9 Tidak terjadi 1 3, ,6 2 3,1 Terjadi , , , ,0 Tidak terjadi Angka konversi dahak BTA (%) intensif Minggu ke- lanjutan Gambar 3.6 Persentase konversi dahak BTA pada subjek uji pada pengamatan tiap dua minggu selama pengobatan. n = Jumlah subjek uji

19 47 Tabel 3.16 Hasil Pembacaan Apus Dahak BTA Selama Intensif Berdasarkan Angka Konversi Dahak BTA Jumlah Kuman Apus Dahak BTA Penderita Angka konversi dahak BTA selama Intensif Minggu keyang Menyelesaikan Total Intensif pada Minggu ke n % n % n % n % n % n % + 1 2, , , , , , , , , , , , ,0 5 55,6 5 55,6 6 66, , , ,6 3 27,3 7 63, , , ,9 Total , , , , , , , , , , , , ,0 6 50,0 9 75, , , , ,3 8 80,0 8 80,0 9 90, , , ,3 3 42,9 4 57,1 6 85, , ,0 Total , , , , , , , , , , , , ,8 5 62,5 6 75,0 7 87,5 7 87,5 7 87, ,9 2 28,6 4 57,1 5 71,4 4 57,1 4 57, ,6 2 22,2 2 22,2 8 88,9 4 44,4 4 44,4 Total , , , , , ,4 n = Jumlah subjek uji Interpretasi hasil pembacaan sediaan apus dahak dengan skala IUATLD Skala IUATLD Nilai Keterangan 0 BTA /100 LP BTA/100 LP + istilah lain: scanty BTA /100 LP BTA/LP 2+ Minimal dibaca 50 LP >10 BTA/LP 3+ Minimal dibaca 30 LP BTA = Basil Tahan Asam LP = lapang pandang Subjek uji dengan jumlah BTA sangat rendah (+, scanty) sebelum pengobatan pada semua kelompok mempunyai angka persentase konversi dahak BTA 100% yang dicapai mulai minggu ke-2 hingga akhir pengobatan. Subjek uji dengan jumlah BTA rendah (1+) sebelum pengobatan pada kelompok dan mempunyai angka persentase konversi dahak BTA yang

20 48 paling tinggi yaitu 100% pada minggu ke-6 sedangkan kelompok baru mencapai 87,5%. Subjek uji dengan jumlah BTA sedang (2+) sebelum pengobatan pada kelompok dan mempunyai angka persentase konversi dahak BTA 100% yang dicapai pada minggu ke-8 sedangkan kelompok baru mencapai 57,1%. Subjek uji dengan jumlah BTA tinggi (3+) sebelum pengobatan pada kelompok mempunyai angka persentase konversi dahak BTA 100% yang dicapai pada minggu ke-8 sedangkan kelompok dan baru mencapai 90,9% dan 44,4%. Subjek uji dengan jumlah BTA tinggi (3+) sebelum pengobatan, dalam akhir fase intensif, pada kelompok mempunyai angka persentase konversi dahak BTA paling rendah yaitu 44,4%. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa angka konversi dahak berbanding terbalik dengan jumlah BTA sebelum pengobatan (Depkes R.I., 2002). Subjek uji dengan jumlah BTA rendah (1+) pada kelompok dan jumlah BTA sedang (2+) dan tinggi (3+) pada kelompok pada minggu ke- 8 mengalami penurunan angka konversi dahak BTA masing-masing dua, satu, dan empat orang. Ada beberapa kepustakaan yang dapat menjelaskan hal ini, antara lain dapat terjadi karena kuantitas dan kualitas dahak penderita pada minggu ke-6 kurang sehingga pada pembuatan sediaan apus tidak ditemukan kuman sedangkan pada minggu ke-8 kuantitas dan kualitas dahak penderita lebih baik sehingga pada pembuatan sediaan apus masih ditemukan kuman walaupun jumlahnya lebih rendah (1+) atau sangat rendah (1-9/100 lapang pandang scanty ). Konversi dahak pada kelompok, dan mulai terjadi pada minggu ke-2, berturut-turut sebesar 61,1%, 60,0%, dan 42,3%. Selisih penurunan nilai/skor berdasarkan uji Friedman pada minggu ke-2, untuk kelompok, dan berturut-turut sebesar 1,80 (p=0,00), 1,82 (p=0,00), dan 1,85 (p=0,00).

21 49 Tabel 3.17 Hasil Pembacaan Apus Dahak BTA Selama Lanjutan Berdasarkan Angka Konversi Dahak BTA Jumlah Kuman Apus Dahak BTA Penderita yang Menyelesaikan Intensif dan Lanjutan pada Minggu ke-0 Angka Konversi Dahak BTA Selama Intensif dan Lanjutan Minggu ke Total n % n % n % n % , , , , , , , , ,9 6 85, , ,0 Total , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0 Total , , , , , , , , , , , , ,3 5 83, , ,0 Total , , , ,0 n = Jumlah subjek uji 3.5 Kejadian yang Tidak Diinginkan Selama Pengobatan Tabel 3.18 menunjukkan jumlah subjek uji yang mengalami kejadian yang tidak diinginkan (adverse event) selama pengobatan fase intensif dan lanjutan sedangkan Tabel 3.19 menunjukkan angka kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi selama pengobatan fase intensif dan lanjutan. Tiga jenis keluhan yang paling banyak terjadi selama pengobatan adalah gatal/beruntusan di kulit, nyeri sendi dan mual. Selain itu, ditemukan pula keluhan berupa muntah, perih lambung, pusing/sakit kepala dan baal/kesemutan hampir pada semua kelompok. Angka kejadian yang tidak diinginkan yang diamati pada kelompok yang diberi kombinasi ekstrak rimpang jahe merah dan buah mengkudu tidak berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kelompok.

22 50 Tabel 3.18 Jumlah Subjek Uji pada Setiap yang Mengalami Kejadian yang Tidak Diinginkan Selama Pengobatan Intensif dan Lanjutan Keluhan Jumlah subjek uji yang mengalami kejadian yang tidak diinginkan (n=36) (n=30) (n=26) Mual Muntah Perih Lambung Gatal/beruntusan di kulit Nyeri sendi Pusing/sakit kepala Baal/kesemutan n = Jumlah subjek uji Tabel 3.19 Angka Kejadian yang Tidak Diinginkan pada Setiap Selama Pengobatan Intensif dan Lanjutan Keluhan Jumlah kejadian yang tidak diinginkan (n=30) (n=36) placebo (n=26) Mual Muntah Perih Lambung Gatal/beruntusan di kulit Nyeri sendi Pusing/sakit kepala Baal/kesemutan Total n = Jumlah subjek uji

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian. 21 BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian. 2.1 Bahan Sediaan obat uji yang digunakan adalah kapsul yang mengandung

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4 PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS Edwin 102012096 C4 Skenario 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1. LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN KELOMPOK (INFORMATION FOR CONSENT) Selamat pagi/siang Bapak/ Ibu/ Saudara/i. Nama saya dr. Dian Prastuty. PPDS Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih cukup

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik dan bangsal THT-KL dan laboratorium

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik dan bangsal THT-KL dan laboratorium BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran umum Penelitian dilaksanakan di klinik dan bangsal THT-KL dan laboratorium Patologi Klinik RSUP Dr. Kariadi Semarang selama periode Mei Agustus 2011. Selama penelitian

Lebih terperinci

Bab 2 Metode Penelitian

Bab 2 Metode Penelitian 16 Bab 2 Metode Penelitian Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan uji, subyek uji dan desain penelitian. 2.1 Sediaan uji Sedian uji yang digunakan adalah kapsul 560 mg yang mengandung 200 mg ekstrak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan abstraksi dari suatu agar bisa dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang dapat menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi masalah di Dunia. Hal ini terbukti dengan masuknya perhatian terhadap penanganan TB dalam MDGs.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan adalah penyakit Tuberkulosis Ekstra Paru di. bagian Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Pulmologi

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan adalah penyakit Tuberkulosis Ekstra Paru di. bagian Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Pulmologi BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan adalah penyakit Tuberkulosis Ekstra Paru di bagian Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Pulmologi

Lebih terperinci

LatihanPenemuanKasusTB dan MenentukanKlasifikasiSerta TipePasien. Kuliah EPPIT 13 Departemen Mikrobiologi FK USU

LatihanPenemuanKasusTB dan MenentukanKlasifikasiSerta TipePasien. Kuliah EPPIT 13 Departemen Mikrobiologi FK USU LatihanPenemuanKasusTB dan MenentukanKlasifikasiSerta TipePasien Kuliah EPPIT 13 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Kasus 1 IbuMariam, berumur37 tahun, datangkers H Adam Malik dengan keluhan batuk-batuk.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkolusis 1. Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering (sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam

Lebih terperinci

S T O P T U B E R K U L O S I S

S T O P T U B E R K U L O S I S PERKUMPULAN PELITA INDONESIA helping people to help themselves * D I V I S I K E S E H A T A N * S T O P T U B E R K U L O S I S INGAT 4M : 1. MENGETAHUI 2. MENCEGAH 3. MENGOBATI 4. MEMBERANTAS PROGRAM

Lebih terperinci

No. Responden : Tanggal wawancara: Kuesioner Penelitian Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar

No. Responden : Tanggal wawancara: Kuesioner Penelitian Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar No. Responden : Tanggal wawancara: Kuesioner Penelitian Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita TBC di wilayah kerja Puskesmas Kota Datar I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Jenis kelamin : 1) Laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan didapat terutama di paru atau berbagai organ tubuh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup waktu penelitian ini adalah tahun 2015

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup waktu penelitian ini adalah tahun 2015 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang lingkup penelitian 3.1.1. Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah penyakit tuberkulosis di Bagian Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Pulmologi

Lebih terperinci

UJI KHASIAT DAN KEAMANAN KOMBINASI EKSTRAK RIMPANG JAHE MERAH DAN BUAH MENGKUDU PADA PENGOBATAN TUBERKULOSIS FASE INTENSIF DAN LANJUTAN TESIS

UJI KHASIAT DAN KEAMANAN KOMBINASI EKSTRAK RIMPANG JAHE MERAH DAN BUAH MENGKUDU PADA PENGOBATAN TUBERKULOSIS FASE INTENSIF DAN LANJUTAN TESIS UJI KHASIAT DAN KEAMANAN KOMBINASI EKSTRAK RIMPANG JAHE MERAH DAN BUAH MENGKUDU PADA PENGOBATAN TUBERKULOSIS FASE INTENSIF DAN LANJUTAN TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO, 2012)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksius dapat disebabkan oleh invasi organisme mikroskopik yang disebut patogen. Patogen adalah organisme atau substansi seperti bakteri, virus, atau parasit

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF Tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG World Organization Health (WHO) sejak tahun 1993 mencanangkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global emergency). Hal ini dikarenakan tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S.

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S. Tinjauan Pustaka Tuberculosis Paru Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S. TB Paru Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit akibat infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, Penyakit

Lebih terperinci

Pengertian. Tujuan. b. Persiapan pasien - c. Pelaksanaan

Pengertian. Tujuan. b. Persiapan pasien - c. Pelaksanaan PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PUSKESMAS SIMAN Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471 PONOROGO STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB Pengertian Tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pretest dan posttest

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pretest dan posttest 26 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pretest dan posttest design. Pemeriksaan dilakukan sebelum melakukan senam aerobik dan setelah melakukan

Lebih terperinci

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Bedah. 3.1.2 Ruang Lingkup Waktu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini berupa deskriptif non eksperimental dengan menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawas Menelan Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS (Directly Observed Treatment Short- Course) dalam stategi penanggulangan tuberkulosis paru adalah pengobatan paduan OAT jangka

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT DI PUSKESMAS CURUG TANGERANG Pengantar : Dengan hormat, nama saya Ade Atik, mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paruparu.mycobacterium tuberculosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pengambilan data dimulai 14 september 2015 sampai 24 september 2015. Sumber penelitian diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi dapat menyerang organ

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016 HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016 Yurida Olviani Universitas Muhammadiyah Banjarmasin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

Lebih terperinci

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah: SOP PENATALAKSANAAN TB PARU 1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. 2. Tujuan Untuk menyembuhkan pasien, mencegah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok mycobacterium tuberculosis (Kemenkes RI, 2014), merupakan kuman aerob yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis bersifat tahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSUD Kota

BAB V HASIL PENELITIAN. Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSUD Kota BAB V HASIL PENELITIAN Jumlah sampel pada penelitian ini setelah melewati kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebanyak 70 subyek yang terdiri dari kelompok suplementasi dan kelompok tanpa suplementasi.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitis kategorik-numerik tidak

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitis kategorik-numerik tidak III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitis kategorik-numerik tidak berpasangan yang menggambarkan perbedaan kadar kreatinin serum pasien diabetes melitus tipe

Lebih terperinci

* Merupakan pertanyaan yang digunakan untuk mengukur kepatuhan

* Merupakan pertanyaan yang digunakan untuk mengukur kepatuhan KUESIONER No. identitas responden : I. Jawablah pertanyaan dengan memberi tanda silang ( X ) 1. Apakah anda pernah lupa untuk minum obat?* 2. Apakah anda pernah melewatkan jadwal pengambilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia. 1,5 juta orang meninggal akibat tuberkulosis pada tahun 2014. Insiden TB diperkirakan ada 9,6 juta (kisaran 9,1-10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyebab kematian utama yang diakibatkan oleh infeksi. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, sebagian kecil oleh bakteri Mycobacterium africanum dan Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri tahan asam (Suriadi dan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain penelitian Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post test design sehingga dapat diketahui perubahan yang terjadi akibat perlakuan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik-komparatif,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik-komparatif, 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik-komparatif, yakni mempelajari perbandingan variabel-variabel dengan menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup ruang ilmu Anestesiologi, Farmakologi, dan Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik observasional yaitu penelitian diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi bagaimana dan mengapa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan desain

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan desain III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan desain penelitian Cross Sectional, dimana data antara variabel independen dan dependen akan

Lebih terperinci

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

APA ITU TB(TUBERCULOSIS) APA ITU TB(TUBERCULOSIS) TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolusis. Penyakit Tuberkolusis bukanlah hal baru, secara umum kita sudah mengenal penyakit ini. TB bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Kejadian TBC Usia Produktif Kepadatan Hunian Riwayat Imunisasi BCG Sikap Pencegahan

Lebih terperinci

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Dr. Rr. Henny Yuniarti 23 Maret 2011 Penyebab Tuberkulosis Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Cara Penularan Sumber penularan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol 44 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian telah dilakukan tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol umbi bidara upas (Merremia mammosa) terhadap fagositosis makrofag dan produksi nitrit oksida makrofag pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di Kecamatan Pancoran Mas pada bulan Oktober 2008 April 2009 dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENULISAN. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Kesehatan Masyarakat

BAB III METODOLOGI PENULISAN. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Kesehatan Masyarakat 34 BAB III METODOLOGI PENULISAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Kesehatan Masyarakat 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian April 2016. Penelitian dilakukan di SMA Kesatrian

Lebih terperinci

Dasar Determinasi Pasien TB

Dasar Determinasi Pasien TB Dasar Determinasi Pasien TB K-12 DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI FK USU Klasifikasi penyakit dan tipe pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal, yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Aspek Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Penularan TB tergantung dari lamanya kuman TB berada dalam suatu ruangan, konsentrasi kuman TB di udara serta lamanya menghirup udara,

Lebih terperinci

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan Tuberkulosis Dapat Disembuhkan Erlina Burhan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Apakah Penyakit Tuberkulosis atau TB itu? Penyakit menular Kuman penyebab: Mycobacterium tuberculosis Bukan penyakit keturunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian pengaruh konten media berbasis audio-visual merupakan suatu penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian pengaruh konten media berbasis audio-visual merupakan suatu penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hasil Penelitian Penelitian pengaruh konten media berbasis audio-visual merupakan suatu penelitian eksperimen yang dilakukan di kelas X SMA Negeri 1 Kotabunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB paling sering menjangkiti paru-paru dan TB paru sering

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui jenis-jenis efek samping pengobatan OAT dan ART di RSUP dr.

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui jenis-jenis efek samping pengobatan OAT dan ART di RSUP dr. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam, dengan fokus untuk mengetahui jenis-jenis efek samping pengobatan OAT dan ART di RSUP dr. Kariadi

Lebih terperinci

Pengobatan TB pada keadaan khusus. Kuliah EPPIT 15 Departemen Mikrobiologi FK USU

Pengobatan TB pada keadaan khusus. Kuliah EPPIT 15 Departemen Mikrobiologi FK USU Pengobatan TB pada keadaan khusus Kuliah EPPIT 15 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 a. TB pada Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis (Hiswani, 2004). Penularan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang gizi klinik. Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan/explanatory research yaitu menjelaskan variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. Tuberkulosis di Indonesia merupakan masalah utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi Indonesia sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yaitu masyarakat, bangsa dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang TBC merupakan penyakit yang sangat membahayakan, karena di dalam paru-paru kita terdapat kuman mycrobacterium tuberculosis, yang apabila di biarkan, kuman tersebut akan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross 24 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional, yaitu studi observasional mencari hubungan antara variabel bebas dan

Lebih terperinci

UJI STATISTIK NON PARAMETRIK

UJI STATISTIK NON PARAMETRIK UJI STATISTIK NON PARAMETRIK Oleh: Ade Heryana, SST, MKM Prodi Kesehatan Masyarakat, FIKES Univ. Esa Unggul e-mail: heryana@esaunggul.ac.id atau ade.heryana24@gmail.com PENGERTIAN HIPOTESIS Penarikan kesimpulan

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi 29 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN 4.1.1. Jumlah Sampel Penelitian Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi Semarang, didapatkan 44 penderita rinitis alergi

Lebih terperinci

Lampiran 1.Surat Penunjukan Dosen Pembimbing II dan Judul Penelitian.

Lampiran 1.Surat Penunjukan Dosen Pembimbing II dan Judul Penelitian. Lampiran 1.Surat Penunjukan Dosen Pembimbing II dan Judul Penelitian. 39 Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian /Pengambilan Data. 40 Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian Dari Fakultas. 41

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dari bulan September Nopember 2010 di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Terpadu-Layanan Penelitian Pra Klinik Pengembangan Hewan Percobaan (LPPT-LP4HP)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang lingkup A.1. Tempat BKPM Semarang. A.2. Waktu 20 September 20 Oktober 2011. A.3. Disiplin ilmu Disiplin ilmu pada penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Masyarakat. B.

Lebih terperinci

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT TEAM BASED LEARNING MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. Dr. dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K) Prof. dr. Husein Albar, SpA(K) dr.jusli

Lebih terperinci

/Pusk- Bal/TB/VIII/2015. Tanggal Terbit

/Pusk- Bal/TB/VIII/2015. Tanggal Terbit PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB Bal/TB/VIII/205 / Plt. Kepala NIP. 96623 98603 068 Pengertian Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk pencatatan dan pelaporan pasien TB yang disusun dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengawas Minum Obat (PMO) a. Pengertian PMO Menurut Depkes RI (1999) PMO adalah seseorang yang ditunjuk dan dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian 31 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis dan Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian Post Test Controlled Group Design. III.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama

Lebih terperinci

Cara kerja penelitian Faktor yang Berhubungan dengan Gagal Konversi Pasien TB Paru Kategori I pada Akhir Pengobatan Fase Intensif di Kota Medan

Cara kerja penelitian Faktor yang Berhubungan dengan Gagal Konversi Pasien TB Paru Kategori I pada Akhir Pengobatan Fase Intensif di Kota Medan 81 Lampiran 1 Cara kerja penelitian Faktor yang Berhubungan dengan Gagal Konversi Pasien TB Paru Kategori I pada Akhir Pengobatan Fase Intensif di Kota Medan POPULASI Semua penderita TB paru yang memenuhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung, dan sebagainya). Dengan

Lebih terperinci

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Yang bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa Fakultas Ilnu Kesehatan,

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Yang bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa Fakultas Ilnu Kesehatan, Lampiran 1 SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN KepadaYth, Bapak/Ibu Calon Responden Dengan Hormat Yang bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa Fakultas Ilnu Kesehatan, Program Studi Ilmu Keperawatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek penting yang dicari oleh semua orang. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN Penentuan waktu hewan coba mencapai DM setelah induksi STZ. Kriteria hewan coba mencapai DM adalah apabila kadar GDS 200

HASIL PENELITIAN Penentuan waktu hewan coba mencapai DM setelah induksi STZ. Kriteria hewan coba mencapai DM adalah apabila kadar GDS 200 62 HASIL PENELITIAN 5.1. Hasil uji pendahuluan Uji pendahuluan pada penelitian ini ada 2 macam, meliputi penentuan waktu yang diperlukan untuk hewan uji mencapai DM setelah diinduksi STZ ip dosis 40 mg/kgbb,

Lebih terperinci