ESTIMASI ENERGI GELOMBANG AIR LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS- PALSAR SEBAGAI SOLUSI DARI KRISIS ENERGI DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ESTIMASI ENERGI GELOMBANG AIR LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS- PALSAR SEBAGAI SOLUSI DARI KRISIS ENERGI DI INDONESIA"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR RG ESTIMASI ENERGI GELOMBANG AIR LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS- PALSAR SEBAGAI SOLUSI DARI KRISIS ENERGI DI INDONESIA STUDI KASUS: PERAIRAN PULAU POTERAN, SUMENEP ZULFIKAR ADLAN NADZIR NRP PEMBIMBING 1 LALU MUHAMAD JAELANI S.T, M.Sc, Ph.D PEMBIMBING 2 Dr. ALBERTUS SULAIMAN JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015 i

2

3 JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015 BACHELOR THESIS RG OCEAN WAVE ENERGY ESTIMATION USING ALOS-PALSAR SATELLITE IMAGERY AS A SOLUTION OF ENERGY SCARCE IN INDONESIA CASE STUDY: POTERAN ISLAND S WATER, SUMENEP ZULFIKAR ADLAN NADZIR NRP st SUPERVISOR LALU MUHAMAD JAELANI S.T, M.Sc, Ph.D 2 nd SUPERVISOR Dr. ALBERTUS SULAIMAN GEOMATICS ENGINEERING DEPARTMENT CIVIL ENGINEERING AND PLANNING FACULTY INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015 i

4 (Halaman ini sengaja dikosongkan) ii

5 ESTIMASI ENERGI GELOMBANG AIR LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS-PALSAR SEBAGAI SOLUSI DARI KRISIS ENERGI DI INDONESIA STUDI KASUS: PERAIRAN PULAU POTERAN, SUMENEP TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Program Studi S-1 Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh: ZULFIKAR ADLAN NADZIR NRP Disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir: 1. Lalu Muhamad Jaelani, S.T, M.Sc, Ph.D. (Pembimbing I) NIP: Dr. Albertus Sulaiman (Pembimbing II) NIP: SURABAYA, JULI 2015 iii

6 (Halaman ini sengaja dikosongkan) iv

7 ESTIMASI ENERGI GELOMBANG AIR LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS-PALSAR SEBAGAI SOLUSI DARI KRISIS ENERGI DI INDONESIA STUDI KASUS: PERAIRAN PULAU POTERAN, SUMENEP Nama Mahasiswa : Zulfikar Adlan Nadzir NRP : Jurusan : Teknik Geomatika FTSP-ITS Pembimbing : Lalu Muhamad Jaelani S.T, M.Sc, Ph.D Dr. Albertus Sulaiman Abstrak Energi gelombang air laut (ocean wave energy) adalah salah satu macam energi terbarukan dari lautan (ocean renewable energy) yang merupakan salah satu potensi kemaritiman dari negara kepulauan Indonesia dimana energi tersebut mempunyai beberapa keunggulan dibanding energi fosil dan menjadi salah satu energi yang ramai diteliti dan dikembangkan oleh peneliti dari seluruh dunia. Salah satu upaya memetakan potensi ORE, khususnya energi gelombang laut adalah dengan menghitung kekuatan yang bisa ditimbulkan oleh gelombang air laut, disimbolkan dalam Watt per satuan luas dengan berbagai metode pengamatan. SAR (Synthetic Aperture Radar) adalah salah satu jenis sensor penginderaan jauh yang sedang berkembang, dimana dapat memonitor dan memetakan potensi energi gelombang air laut secara cepat dan efektif. Pengolahan data citra SAR tidak hanya dapat dilakukan di aplikasi pengolah data citra satelit saja, tetapi dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi pengolah matriks, Matlab menggunakan metode Fast Fourier Transform (FFT) dan Band-Pass Filetring setelah mengalami proses pengolahan awal. v

8 Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan citra satelit ALOS-PALSAR pada tanggal 12 Mei 2009 pada mode Full- Polarimetry, dengan hasil menunjukkan terdapat 63 lokasi potensial pembangkitan energi gelombang dengan kisaran nilai antara 0 sampai 282 W/m 2, dan dengan metode lain mendapatkan 7 lokasi potensial dengan kisaran nilai antara 12 sampai 1317 W/m 2. Setelah mengalami proses buffer sejauh 2 kilometer, didapatkan 9 lokasi paling potensial dengan energi tertinggi dan mempunyai jarak dalam jangkauan (<2 km) dari batas pantai Pulau Poteran. Proses statistika yang dilakukan terhadap estimasi tersebut menghasilkan nilali yang memenuhi rentang nilai Confidence Interval of the Mean sebesar 0.3% dan 0.28%, yang berarti bahwa persebaran nilai estimasi dari energi gelombang laut ini terlalu random dan memenuhi persebaran Gamma. Kata kunci---alos PALSAR, Matlab, Energi Gelombang Laut, Pulau Poteran, FFT vi

9 OCEAN WAVE ENERGY ESTIMATION USING ALOS- PALSAR SATELLITEIMAGERY AS A SOLUTION OF ENERGY SCARCE IN INDONESIA CASE STUDY: POTERAN ISLAND S WATERS, SUMENEP Name : Zulfikar Adlan Nadzir NRP : Department : Teknik Geomatika FTSP-ITS Supervisors : Lalu Muhamad Jaelani S.T, M.Sc, Ph.D Dr. Albertus Sulaiman Abstract Ocean wave energy is one of the Ocean Renewable Energies which become Indonesia s archipelago maritime potential, in which these energy has several advantages over fossil energy and being one of the most researched energy nowadays, especially in developed countries. One of the effort of mapping ORE potential, especially ocean wave energy was done by computing energy which can be generated from ocean wave, symbolized with Watt per area unit using various method of observation. SAR (Synthetic Aperture Radar) is one of the hype and most developed Remote Sensing method which can be used to monitor and map the ocean wave energy potential effectively and fast. SAR imagery processing can be done not only in remote sensing data application only, but also using Matrices processing application such as Matlab by utilizing Fast Fourier Transform and Band-Pass Filtering methods after getting through Pre-Processing part. In this research, an estimation and processing of ALOS- PALSAR satellite imagery with acquisition time of 5/12/2009 was done, which resulting in 63 potential location of ocean wave energy generation, ranged between W/m 2, and vii

10 using another method which resulted in 7 potential location with ranged values between W/m 2. After getting through buffering process with value of 2 km, 9 site of potential location was estimated to be the most potential location of ocean wave energy generation. Statistics processes of these result shows that the acceptable values in Confidence Interval of the Mean to be 0.3% and 0.28%, which means that the distribution of estimated value was really random and matching the Gamma Distribution types. Keywords---ALOS PALSAR, Matlab, Ocean Wave Energy, Poteran Island, FFT viii

11 KATA PENGANTAR Segala puji bagi ALLAH, Tuhan seluruh alam, pemilik hari pembalasan. Hanya kepada-nya menyembah dan hanya kepada-nya memohon pertolongan. Tiada sekutu bagi-nya apa yang ada di langit, di bumi dan diantara keduanya. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman. Alhamdulillah, Tugas akhir penulis yang berjudul: ESTIMASI ENERGI GELOMBANG AIR LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS-PALSAR SEBAGAI SOLUSI KRISIS ENERGI DI INDONESIA (STUDI KASUS: PERAIRAN PULAU POTERAN, SUMENEP) Dapat terselesaikan dengan baik. Terselesaikannya Tugas Akhir ini, tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan pada penulis. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sedalam dalamnya kepada: 1.Bapak Lalu Muhamad Jaelani S.T, M.Sc, P.hD dan Bapak Dr. Albertus Sulaiman selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu, motivasi, wawasan, teladan, dan nasihat yang sangat luar biasa berharganya bagi penulis serta kesabaran dan sikapnya yang bijak dalam membimbing penulis menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Pak Ir. Yuwono M.S, dan Bu Meiriska Yusfania S.T, M.T selaku dosen penguji yang telah memberikan kesabaran dalam menguji dan memberi masukan kepada penulis dalam meyelesaikan tugas akhir ini. 3. Bapak Dr. Muhammad Taufik selaku Ketua Jurusan Teknik Geomatika FTSP ITS dan Pak Khomsin S.T, M.T selaku Koordinator Program Studi S1 Jurusan Teknik Geomatika FTSP ITS yang telah memfasilitasi untuk kelancaran penyelesaian Tugas Akhir ini. ix

12 4. Pak Dr. Muhammad Taufik selaku dosen wali yang telah membimbing penulis sejak awal masuk kuliah hingga penulis telah menyelesaikan studinya di jenjang S1 ini. 5. Seluruh dosen Teknik Geomatika beserta karyawan yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya serta bantuannya. 6. Orang tua penulis, Bapak Ir. Suratman, M.M, MBA dan Ibu Ir. Asrifah serta anggota keluarga yang lain Assadad Kamal, Dzikri Damarjati dan Davino Farhanand Ridlo atas segala doa, dukungan, dan motivasi yang sangat luar biasa besarnya sehingga penulis terus bersemangat hingga akhir penyelesaian tugas akhir ini. Tanpa kalian semua tak akan menjadi berarti, pak, bu dek. 7.Teman-teman grup bimbingan Pak Jae dan teman-teman Teknik Geomatika 2011 (G13) yang senantiasa berjuang bersama-sama, khususnya Rizka, Nura, Syariz, Rifai, Jayeng, Azeng, Rere, Fahmi, Devy. No one left behind guys, we know that very well!!! 8. Kawan kawan senasib sepenanggungan di Bang Jul, khususnya Rachmat, Reta, Candhra, Afik, Toni, Krisna, Yadi. Ngopi sek lah ben gak salah paham. 9. Adik kelas Geomatika yang telah bersama berkembang dan belajar. Mars Geodesi!!! 10.Rizki Hildalia Putri atas segala dukungan dan senantiasa mendampingi penulis. 11.Serta pihak-pihak lain yang sangat berjasa dalam kelancaran proses penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pihak pihak terkait dan para pembaca. Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat menerima apabila ada saran dan kritik yang sifatnya membangun guna perbaikan untuk penelitian penelitian selanjutnya. x

13 Essentially, all models are wrong, but some are useful (George E. P. Box) Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat (HR. Bukhari) Surabaya, Juli 2015 Penulis xi

14 (Halaman ini sengaja dikosongkan) xii

15 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... iii ABSTRAK... v ABSTRACT...vii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xiii DAFTAR GAMBAR...xvii DAFTAR TABEL... xix DAFTAR LAMPIRAN... xxi BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Manfaat... 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Synthetic Aperture Radar Radar dan SAR Prinsip SAR Pemrosesan Sinyal SAR dan Bentuk Gambar Pencitraan SAR pada Permukaan Laut ALOS-PALSAR Sistem Satelit ALOS Orbit ALOS xiii

16 Spesifikasi Sensor PALSAR Level Produk dari PALSAR Polarisasi dan Sigma Nought Gelombang Laut dan Energinya Pengertian Gelombang Laut Komponen dan Parameter Gelombang Laut Jenis-jenis Gelombang Laut Teori Gelombang Amplitudo Kecil Penentuan Kondisi Batas Bentuk Matematis Gelombang Laut (Water Wave Boundary Value Problem) Boundary Value Problem Solution for Linearized Water Wave (Dispersion Relation) Energi Gelombang Laut Potensi dan Efek Lingkungan dari Energi Gelombang Laut Wave Statistics and Spectra Image Processing Fast Fourier Transform Band Pass Filter Interval Kepercayaan untuk Rata- Rata: t Statistics Pengertian dan Proses Proses Pengecekan Validitas dari Confidence Interval Penelitian Terdahulu BAB III. METODOLOGI Lokasi Penelitian Data dan Peralatan xiv

17 Data Peralatan Metodologi Penelitian Tahapan Penelitian Pengambilan (Order) Data Pengolahan Data Validasi Data BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pre-Processing (Pra-Pemrosesan) Subsetting and Gridding (Pemotongan dan Pembuatan Grid) Storing and Local Incidence Angle Computation FFT, Dispersion Relation Equation and Band Pass Filter Process Local Maximum Search and Significant Wave Height Computation Komputasi Wave Power (Intensitas Energi) Residue Image, Korelasi dengan Batimetri dan Uji Statistik BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISTILAH LAMPIRAN BIODATA PENULIS xv

18 (Halaman ini sengaja dikosongkan) xvi

19 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Diagram Sistem SAR Gambar 2.2 Ilustrasi Hasil SAR Image Acquisition Gambar 2.3 Citra SAR sebelum dan sesudah di-olah Gambar 2.4 Denah Satelit ALOS Gambar 2.5 Orbit Satelit ALOS Gambar 2.6 Diagram Mode Observasi PALSAR Gambar 2.7 Polarisasi VV Gambar 2.8 Polarisasi HH Gambar 2.9 Parameter Gelombang Laut Sinus/Kosinus Gambar 2.10 Jenis-jenis Gelombang Laut Gambar 2.11 Spesifikasi Kondisi Batas untuk Gelombang Laut 27 Gambar 2.12 Grafik Radial Frequency terhadap Wave Number (Dispersion Relation) Gambar 2.13 Peta Global Energi Gelombang Rata- Rata Gambar 2.14 Macam-macam Grafik Wave Spectra Gambar 2.15 Grafik Band-Pass Filter Gambar 2.16 Grafik Confidence Interval 95% Gambar 2.17 Grafik Incidence Angle Gambar 2.18 Grafik Gelombang Kosinus Gambar 3.1 Peta Madura dan Pulau Poteran Gambar 3.2 Letak 7 scene di Pulau Poteran Gambar 3.3 Salah satu scene citra ALOS-PALSAR sekitar Pulau Poteran Gambar 3.4 Diagram Alir Umum Penelitian Gambar 3.5 Perbedaan Incidence Angle dengan Local Incidence Angle Gambar 3.6 Diagram Alir Pengolahan Data (1) Gambar 3.7 Diagram Alir Pengolahan Data (2) Gambar 4.1 Citra Satelit ALOS-PALSAR Polarisasi HH hasil Pre- Processing Gambar 4.2 Grid sekitar Pulau Poteran Gambar 4.3 Matriks dari Citra Polarisasi HH Gambar 4.4 Representasi dari Grid ke Gambar 4.5 Contoh isi Matriks 3 Dimensi xvii

20 Gambar 4.6 Grafik Local Incidence Angle Gambar 4.7 Titik Puncak hasil FFT Matriks# Gambar 4.8 Titik Puncak hasil FFT Matriks# Gambar 4.9 Hasil FFT Matriks# Gambar 4.10 Hasil FFT Matriks# Gambar 4.11 Filter Gambar 4.12 Hasil IFFT dari Singleton#1 pada Matriks# Gambar 4.13 Rerata Amplitudo Gelombang pada Matriks# Gambar 4.14 Rerata Amplitudo Gelombang pada Matriks# Gambar 4.15 Contoh Local Max Search Result pada Matriks#1 75 Gambar 4.16 Contoh Local Max Search Result pada Matriks#2 76 Gambar 4.17 Grafik Wave Height pada Matriks# Gambar 4.18 Grafik Wave Height pada Matriks# Gambar 4.19 Grafik rerata Waveheight dan kurva distribusi Gamma Gambar 4.20 Grafik rerata Wave Power dari Wavelength dan kurva distribusi Gamma Gambar 4.21 Grafik rerata Wave Power dari Amplitude dan kurva distribusi Gamma Gambar 4.22 Peta Wave Power dari Wavelength Gambar 4.23 Peta Wave Power dari Amplitude Gambar 4.24 Buffer 2 km dan 9 Lokasi Potensial Pembangkitan Energi Gambar 4.25 Peta residu dari dua metode estimasi Gambar 4.26 Hasil Survei Batimetri Pulau Poteran xviii

21 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perbedaan antara SAR dan RAR... 8 Tabel 2.2 Spesifikasi Satelit ALOS Tabel 2.3 Spesifikasi Sensor PALSAR Tabel 2.4 Penjelasan Level Produk ALOS-PALSAR Tabel 3.1 Scene sekitar Pulau Poteran Tabel 4.1 Metadata citra satelit ALOS-PALSAR Tabel 4.2 Koordinat Lokal Grid Tabel 4.3 Waveheight dari setiap indeks matriks Tabel 4.4 Koordinat Potensial dari Amplitudo Tabel 4.5 Koordinat Potensial dari Wavelength Tabel 4.6 Koordinat Potensial Hasil Buffer Tabel 4.7 Hasil Uji Statistika terhadap Metode Amplitudo xix

22 (Halaman ini sengaja dikosongkan) xx

23 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 : Script Matlab dari Pengolahan Data : Peta-peta Hasil Estimasi (Residu, Amplitudo, Wavelength, Peta Citra) xxi

24 (Halaman ini sengaja dikosongkan) xxii

25 BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang memiliki pulau (United Nations Economic and Social Council 2012) dan sebagian besar wilayahnya terdiri dari daerah perairan atau lautan. Bentuk geografis dari negara ini menyebabkan Indonesia mempunyai luas lautan sebesar 5,8 juta km 2 (Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia 2013). Lautan yang luas tersebut membuat Indonesia mempunyai peluang yang yang besar dalam sektor kemaritiman, seperti perikanan dan sebagai sumber energi terbarukan. Salah satu potensi dari sektor kemaritiman Indonesia adalah energi terbarukan yang berasal dari lautan atau Ocean Renewable Energy (ORE). Ocean Renewable Energy (ORE) tersebut sampai saat ini masih bersifat konseptual atau masih berada pada tahap penelitian awal (preliminary assessesment). Jenis-jenis ORE yang sedang dikembangkan dan diteliti adalah energi gelombang laut (Ocean Wave Energy), pasang surut (Tidal Energy), energi arus dalam laut (Ocean Internal Current Energy) dan Ocean Thermal Energy Converter (OTEC) yang semuanya sedang dikembangkan oleh banyak negara maju di dunia seperti Jepang, Amerika dan Uni Eropa. Sumber energi yang tersebar di seluruh dunia secara merata dan sifatnya yang bisa diprediksi melalui proses modelling dan hindcasting dan mempunyai densitas energi yang tinggi membuat ORE mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk memberi efek positif dan menjadi sumber energi utama dunia pada masa mendatang (Lewis 2011) Salah satu jenis ORE adalah energi gelombang laut atau Ocean Wave Energy. Jenis energi ini merupakan bentuk energi yang terbentuk dari perpindahan dan pergerakan angin di 1

26 2 lautan, yang mengakibatkan terbentuknya gelombang di permukaan laut yang mempunyai energi potensial dan energi kinetik tertentu, sesuai dengan besar angin yang membangkitkan gelombang tersebut. Gelombang ini mempunyai model matematis yang ditentukan dalam fungsi periode, frekuensi (radial frequency), nomor gelombang (wave number) dan panjang gelombang (wave length). Melalui proses permodelan yang dilakukan oleh Lewis pada tahun 2011, potensi energi gelombang laut di dunia diperkirakan sangat besar, yaitu mencapai TWh/tahun. Di Indonesia sendiri, potensi energi gelombang laut juga mencapai 5 kali suplai listrik negara yang ada pada tahun 2014, yaitu mencapai MWh/tahun (Mukhtasor 2014). Pada tahun 2011, sudah dilakukan preliminary assessment yang dilakukan oleh Kementerian ESDM untuk mengetahui lokasi mana di Indonesia yang mempunyai potensi energi gelombang laut yang tinggi. Salah satu lokasi potensial yang mempunyai energi gelombang laut yang tinggi adalah di selat antara Pulau Lombok dan Pulau Bali, yaitu Selat Lombok (Mukhtasor 2014), dimana di lokasi tersebut pada Bulan Agustus merupakan bulan yang mempunyai tinggi gelombang paling tinggi, dibandingkan dengan bulan-bulan lain karena pengaruh hembusan angin yang kuat, berdasarkan pola yang didapat pada penelitian tentang energi gelombang laut secara global (Arinaga and Cheung 2012). Lokasi lain yang merupakan lokasi yang membutuhkan pemetaan energi gelombang laut dan merupakan lokasi potensial adalah Pulau Poteran yang berlokasi di bagian tenggara Pulau Madura, Jawa Timur. Pulau Poteran ini membutuhkan energi terbarukan berbasis lautan untuk memenuhi daya listrik yang akan digunakan dalam pembuatan pabrik es balok sebagai sarana pendinginan ikan tangkapan para nelayan di pulau tersebut, sebagai bagian dari skema penelitian SIDI (Sustainable Island Development Initiative) yang dinisiasi oleh DAAD Jerman dan ITS Surabaya, Indonesia.

27 Salah satu upaya memetakan potensi ORE, khususnya energi gelombang laut adalah dengan menghitung kekuatan yang bisa ditimbulkan oleh gelombang air laut, disimbolkan dalam Watt per satuan luas dengan menggunakan periode gelombang, amplitudo gelombang dan frekuensi gelombang sebagai parameternya. Salah satu media atau alat yang bisa digunakan untuk memetakan potensi energi gelombang laut adalah menggunakan satelit Synthetic Aperture Radar (SAR), dimana sudah dilakukan beberapa penelitian awal untuk memetakan potensi energi gelombang laut menggunakan citra satelit SAR ini. Hanya saja, penelitian yang sudah dilakukan oleh Thomas pada tahun 1982 dan Sugimoto pada tahun 2011 terbatas pada pengukuran tinggi gelombang dari permukaan laut saja, dimana penelitian yang dilakukan Thomas menggunakan citra SEASAT-SAR, dengan cakupan area Eropa (Thomas 1982), sedangkan penelitian Sugimoto menggunakan citra satelit ALOS-PALSAR dengan wilayah studi Kepulauan Izu di Jepang, dengan hasil perhitungan sebesar 0-7 meter dan rata- rata hasil sebesar 3-4 meter. (Sugimoto, Shiroto and Ouchi 2011). Dalam penelitian ini, akan dilakukan sebuah proses estimasi potensi gelombang air laut di daerah perairan Pulau Poteran, Madura yang diketahui memiliki potensi energi gelombang laut yang tinggi dengan mengunakan data citra satelit ALOS-PALSAR menurut metode yang dilakukan oleh Sugimoto, Shiroto dan Ouchi pada tahun 2011, ditambah dengan pengukuran besar tenaga gelombang laut menggunakan periode, panjang gelombang dan frekuensi sebagai parameter dari penghitungan tersebut. Diharapkan penelitian ini dapat mengambil peran sebagai salah satu langkah awal dalam menyelesaikan krisis energi di Indonesia, dengan Ocean Renewable Energy sebagai tulang punggungnya, khususnya Ocean Wave Energy untuk menyelesaikan masalah ketersediaan energi terbarukan untuk memajukan taraf hidup masyarakat di Pulau Poteran, Madura. 3

28 4 1.2.Rumusan Masalah Pokok permasalahan yang akan diteliti dan diangkat dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana cara dan metode yang dapat digunakan untuk mengukur potensi energi gelombang laut saat pengambilan citra menggunakan citra ALOS- PALSAR? b. Bagaimana hasil proses konversi dan estimasi potensi energi gelombang laut di perairan Pulau Poteran menggunakan citra ALOS-PALSAR pada waktu pengambilan citra tersebut? c. Bagaimanakah perbandingan antara hasil pengukuran menggunakan satu metode dengan metode yang lain dan korelasinya dengan batimetri dari perairan pulau Poteran? 1.3.Batasan Masalah Dalam penelitian ini, masalah dibatasi pada proses preliminary assessment yang meliputi pemetaan dan estimasi potensi energi gelombang air laut di perairan Pulau Poteran, dimana ditandai dengan berapa besar tenaga gelombang yang bisa dihasilkan (wave power), menggunakan tinggi atau amplitudo gelombang, nomor gelombang (wave number), frekuensi gelombang (radial frequency) dan periode gelombang sebagai komponen utama. Untuk data yang digunakan, menggunakan data citra ALOS-PALSAR yang diolah menggunakan aplikasi MATLAB, ASF MapReady dan ArcGIS. Batasan lain dari penelitian ini adalah pada hasil, dimana merupakan potensi energi gelombang laut saat pengambilan citra saja, bukan potensi tahunan. 1.4.Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

29 5 a. Mengetahui besar potensi energi gelombang air laut di perairan Pulau Poteran, berdasarkan nilai wave power nya, dengan data awal berupa citra satelit ALOS-PALSAR. b. Melakukan validasi dari data estimasi tersebut terhadap data-data pembanding yang ada, khususnya data lapangan, dan batimetri menggunakan metode statistika. 1.5.Manfaat Dari hasil penelitian ini diharapkan mendapatkan manfaatmanfaat sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis Manfaat yang bisa didapatkan dari penelitian ini dalam hal teoritis adalah memberikan nilai seberapa besar potensi energi gelombang air laut di perairan Pulau Poteran dengan metode yang baru, yaitu menggunakan citra satelit aktif (Synthetic Aperture Radar). Penelitian ini diharapkan sebagai pintu gerbang dari proses Research and Development terhadap Ocean Renewable Energy di Indonesia yang berkelanjutan dan sistematis serta membuka batasbatas keilmuan, untuk menjadikan lautan sebagai sumber energi utama Indonesia di masa depan. b. Manfaat Praktis i. Untuk birokrat dan instansi pemerintah yang mempunyai bidang pekerjaan terkait dengan energi terbarukan dan lautan, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi awal dalam memulai proses Research and Development untuk Ocean Renewable Energy di Indonesia. ii. Untuk instansi swasta yang berkecimpung di bidang energi kelautan, dapat digunakan sebagai referensi awal dalam melakukan proses Research and Development untuk membuat dan memasarkan alat pembangkit listrik tenaga lautan.

30 6 iii. Bagi akademisi dan institusi pendidikan, dapat digunakan sebagai referensi awal untuk memulai topic Research and Development baru di bidang energi terbarukan yaitu Ocean Renewable Energy. iv. Bagi masyarakat, sebagai pembuka mata dan wawasan baru bahwa Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar di lautan, tidak hanya sebagai sumber bahan makanan, tetapi juga sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan. v. Bagi penduduk Pulau Poteran, Madura adalah sebagai solusi tepat dan efektif dalam menyelesaikan masalah kebutuhan pabrik es balok yang akan digunakan sebagai medium penyimpanan ikan tangkapan yang efektif, sehingga akan meningkatkan taraf hidup nelayan Pulau Poteran secara khusus dan penduduk Pulau Poteran secara umum.

31 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Synthetic Aperture Radar Radar dan SAR Sebuah sistem radar akan menyapu sebuah wilayah secara berdikari dengan memancarkan pulsa dari energi gelombang mikro. Pulsa ini dipantulkan oleh wilayah tersebut dan ditangkap kembali oleh sensor penerima yang menjadi satu bagian dengan radar tersebut. Dengan mengukur perbedaan waktu antara gelombang yang dipancarkan dan penerimaan dari energi yang dipantulkan, radar bisa menentukan jarak dari objek yang dipetakan (disebut dengan slant range atau range). Resolusi range adalah kemampuan dari radar untuk membedakan dua objek yang terpisahkan oleh jarak minimum yang sudah ditentukan. Ketidakmampuan radar untuk memisahkan dua objek membuat radar menerima pantulan yang merupakan kombinasi dari kedua objek tersebut. Resolusi spasial pada arah atau sumbu range bukanlah sebuah range (jarak) atau yang tergantung pada panjang gelombang secara langsung, tetapi merupakan sebuah fungsi dari lebar gelombang yang dikalikan dengan kecepatan cahaya dan dibagi 2. Resolusi range bisa juga didefinisikan dari nilai resiprokal dalam satuan meter terhadap lebar gelombang yang efektif (pulse bandwidth (β)) atau lebar gelombang yang efektif yang sudah terproses (τ) dan dikalikan dengan kecepatan cahaya (c), seperti ditunjukkan dalam rumus 2.1 di bawah ini. Range Resolution (Resolusi Range) = ( cτ 2 ) = ( c 2β ) (2.1) Pada arah tegak lurus dari range, terdapat sebuah sumbu yang biasa disebut azimuth, yang dalam SAR mempunyai kegunaan untuk menambah resolusi dengan metode aperture 7

32 8 synthesis. Biasanya, radar biasa menggunakan persamaan yang diambil dari dimensi fisik dari aperture nya sendiri untuk mengukur seberapa besar resolusi dari radar tersebut, dan sistem tersebut akan membawa masalah besar apabila dibawa ke sistem satelit, karena membutuhkan aperture yang sangat besar dan tidak mungkin diaplikasikan di luar angkasa. Tetapi berkat penemuan dari Carl Wiley, resolusi dari radar ditentukan dari bandwidth gelombang Doppler yang ada, bukan melalui lebar dari aperture itu sendiri, yang menyebabkan perbedaan antara SAR dan RAR yang dijelaskan secara garis besar di Tabel 2.1. Dalam sistem SAR, apabila perlakuan untuk membatasi fase bisa dilakukan, sebuah sistem SAR akan mampu menghasilkan gambar yang mempunyai resolusi spasial yang sangat independen terhadap panjang gelombang dan range dari wilayah yang akan dipetakan (McCandless Jr and Jackson 2004). Peluncuran satelit Synthetic Aperture Radar SEASAT pada tahun 1978, membuka peluang tersedianya berbagai informasi tentang fenomena laut seperti gelombang permukaan, gelombang dalam laut, arus, kecepatan angin, curah hujan, serta informasi lainnya yang bermanfaat dalam kegiatan monitoring dan eksplorasi sumber daya laut. SAR (Synthetic Aperture Radar) merupakan sebuah sistem radar yang mengindera secara menyamping dengan mengakumulasi Tabel 2.1 Perbedaan antara SAR dan RAR (Sumber: McCandless Jr & Jackson, 2004) Spatial Direction SAR RAR Cross-Range (Along Track) Range Along Track Antenna Length 2 ( c 2β ) Wavelength x Target Range Along Track Antenna Length ( c 2β )

33 9 data baik secara paralel maupun searah jalur terbangnya dan dapat menghasilkan citra resolusi tinggi serta mempunyai kemampuan melakukan pencitraan baik siang maupun malam dan pada segala cuaca karena tidak terpengaruh oleh kondisi awan. Dari data sinyal yang terekam, selanjutnya diproses untuk menghasilkan citra radar. Jarak yang menyamping tersebut disebut dengan range. Sedangkan yang searah jalur disebut dengan azimuth. Beberapa keunggulan lainnya dari SAR yaitu kontrol terhadap beberapa besaran seperti daya, frekuensi, fase, polarisasi, sudut, resolusi spasial dan lebar petak dimana besaran-besaran tersebut sangat penting untuk mengekstraksi informasi kuantitatif. (National Oceanic and Atmospheric Administration 2004); (Cutrona 1980) Prinsip SAR Pada prinsipnya, SAR adalah sebuah proses pemancaran gelombang dan penerimaan kembali gelombang tersebut di sebuah wahana. Setiap gelombang berjalan menuju target dan dipantulkan oleh target tersebut lalu ditangkap kembali oleh antena dari radar tersebut. Hal ini bisa terjadi karena kecepatan dari gelombang tersebut mencapai kecepatan cahaya, sehingga dapat kembali ke penerima sebelum berpindah tempat. Sistem dari SAR menyimpan bagaimana histori dari fase respon setiap penerimaan sinyal kembali dan pemrosesan citra SAR adalah proses weighting, shifting, and summing dari setiap fokus yang nantinya menghasilkan sebuah gambar yang terdiri dari respon total yang didapat di tempat tersebut (McCandless Jr and Jackson 2004). Diagram dari sistem SAR ditampilkan pada Gambar Pemrosesan Sinyal SAR dan Bentuk Gambar Dalam pemroses sinyal SAR ada beberapa operasi yang harus dilakukan untuk mengkonversi data mentah menuju data yang bisa di intrepretasi. Data mentah SAR bukanlah gambar karena titik- titiknya tersebar sesuai dengan range dan dimensi

34 10 Gambar 2.1 Diagram Sistem SAR (Sumber: McCandless Jr dan Jackson, 2004) dari azimuth. Pemroses sinyal SAR berguna untuk melakukan kompresi terhadap data mentah ini dan menghasilkan gambar atau citra yang bisa di intrepretasi dan bisa dilihat secara visual seperti kenampakan bumi. Salah satu teknik atau metode dalam perhitungan dan pembentukan citra SAR adalah menggunakan Fourier Transform Analysis, yang merubah citra menjadi sebuah gambar atau grafik yang mempunyai domain frekuensi, lokasi dan amplitudo dari tangkapan sinyal. Secara garis besar, pembentukan citra SAR membutuhkan banyak proses dan komputasi, termasuk pemrosesan sinyal secara intensif dan membutuhkan kemampuan komputer yang sangat cepat, mencapai 108 operasi kompleks yang harus diselesaikan dalam satu detik. Hanya saja kebutuhan akan super komputer ini menghasilkan sebuah gambar dengan resolusi tinggi dengan antenna dan receiver yang kecil, sehingga membuat SAR sangat menarik dan bagus untuk diaplikasikan dalam berbagai bidang dan wahana, baik satelit

35 11 Gambar 2.2 Ilustrasi Hasil SAR Image Acquisition (Sumber: McCandless Jr dan Jackson, 2004) maupun pesawat terbang (McCandless Jr and Jackson 2004). Berikut ini adalah ilustrasi dari pemrosesan citra SAR dan sistematikanya yang ditunjukkan pada gambar 2.2 dan 2.3: Pencitraan SAR pada Permukaan Laut Sebuah sistem SAR sangat bergantung pada pengukuran akurat di fase dan Doppler Effect, dimana melalui pemrosesan sinyal memungkinkan aperture dari sistem tersebut untuk disintesis sehingga mendapatkan resolusi yang baik dalam sumbu azimuth. Interaksi dari gelombang SAR dan permukaan laut sangat kompleks, bergantung pada penjang gelombang, polarisasi, geometri, kondisi lingkungan dan atribut kelistrikan dari permukaan lautan tersebut. Secara garis besar, energi dari SAR di acak secara tersebar oleh kehadiran sebuah gelombang laut

36 12 Gambar 2.3 Citra SAR sebelum (kiri) dan sesudah di-olah (kanan) (Sumber: McCandless Jr dan Jackson, 2004) kecil yang disebut Bragg Waves. Efek lain di permukaan laut adalah pergerakan dari Doppler atau disebut Doppler shift yang membuat pemrosesan dari estimasi tinggi gelombang dan fase gelobmbang harus melewati tahap velocity bunching. (McCandless Jr and Jackson 2004) 2.2. ALOS-PALSAR Phased Array type L-Band Synthetic Aperture Radar atau yang biasa disebut PALSAR adalah sebuah sistem SAR yang dikembangkan oleh Kementrian Ekonomi Jepang (METI) yang bekerjasama dengan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA). PALSAR diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2006 pada pukul 10:33 JST dari peluncuran di Pulau Tanegashima, Jepang dan ditempatkan pada satelit Advanced Land Observing Satellite (ALOS). Tujuan utama dari peluncuran sensor PALSAR adalah untuk megakuisisi data yang berguna dalam eksplorasi sumber daya, proteksi lingkungan dan tujuan-tujuan lain. Setelah satelit ALOS tidak

37 13 lagi beroperasi pada 2011, J-spacesystems (pengelola satelit ALOS) menggunakan data PALSAR dalam bidang berikut: a. Pemetaan Daratan i. Analisis dari Struktur Geologis ii. Pembuatan basis data akan potensi sumber daya b. Pemetaan Lepas Pantai i. Pengambilan atau delienasi pantai ii. Pengawasan akan kontaminasi lingkungan pantai. c. Pengawasan Lingkungan dan Bencana Alam i. Pengawasan bencana seperti longsor, aktivitas vulkanik dan banjir. ii. Pengawasan lingkungan seperti hutan iii. Kooperasi Internasional d. Penelitian dan Pengembangan untuk Pemrosesan dan Aplikasi dari data Polarimetri i. Analisis akan struktur geologis untuk eksplorasi sumber daya ii. Penelitian dan pengembangan dari pemetaan dan klafisikasi dari biomassa dan hutan Sistem Satelit ALOS Satelit ALOS yang sudah ditambah dengan sensor PALSAR diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2006 dari Pulau Tanegashima, dan berhenti beroperasi pada tahun 2011 karena beberapa kesalahan. Berikut ini adalah spesifikasi utama dari satelit ALOS dan gambar dari satelit ALOS beserta sensornya pada tabel 2.2 dan gambar Orbit ALOS Beberapa satelit yang mengorbit bumi termasuk ALOS memutari bumi dalam orbit sun-synchronous yang memungkinkan pengambilan data saat matahari sedang bersinar dan juga memungkinkan pengawasan secara berkala karena pasti akan melewati sebuah titik di interval waktu yang sama.

38 14 Tabel 2.2 Spesifikasi Satelit ALOS (Sumber: Japan Space Systems, 2012) Item Spesifications Launch Vehicle H-IIA Launch vehicle No.8 Date 10:33am on Launch January 24, 2006 (JST) Launch Site Tanegashima Space Center Orbit Sun-Synchronous Sub-Recurrent Local Sun Time at Descending Node 10:30 ± 15 min (AM) Altitude 691,95 km on the equator Orbit Inclination 98,16 deg. Orbit Period 98,7 min Revolution per 14+27/46 /Day Day Recurrent cycle 46 days Inter-Orbit 59,7 km on the Distance Repetition Accuracy equator +/-2,5 km on the equator Gambar 2.4 Denah Satelit ALOS (Sumber: Japan Space Systems, 2012)

39 15 Orbit dari satelit ALOS sendiri adalah sun-synchronous dengan ketinggian 691,95 km dan inklinasi sebesar 98,16 derajat yang berputar mengelilingi bumi dalam waktu 100 menit dan akan mengelilingi bumi 14 kali dalam sehari. ALOS akan melewati titik yang sama dalam waktu setiap 46 hari dan jarak antar orbit adalah 59,7 km di khatulistiwa. Pada gambar 2.5 dijelaskan bagaimana orbit dari satelit ALOS Spesifikasi Sensor PALSAR PALSAR adalah sensor aktif gelombang mikro yang tidak mendapatkan efek buruk dari cuaca dan dapat beroperasi baik pada siang maupun malam hari. Gambar 2.5 Orbit Satelit ALOS (Sumber: Japan Space Systems, 2012)

40 16 Fungsi Full-Polarimetry, fungsi off-nadir pointing dan fungsi- fungsi lain pada PALSAR menambah akurasi dalam menganalisa struktur geologis di bumi dan lain- lain, sehingga berkontribusi dalam bidang eksplorasi sumber daya secara lebih efektif. Di waktu yang sama, multi-polarization sangat efektif dalam mendapatkan informasi vegetasi yang membuat data PALSAR ini bisa digunakan dalam pengamatan baik secara global maupun regional terhadap vegetasi dan klasifikasi penggunaan lahan dan lain- lain. Spesifikasi dari PALSAR secara umum dapat dilihat di Tabel 2.3. Dari tabel 2.3 bisa dilihat bahwa PALSAR mempunyai 3 macam mode pengamatan, yaitu: a. Mode Resolusi Tinggi (Fine Resolution Mode) Mode ini adalah mode yang paling umum digunakan dalam pengamatan normal. Dengan resolusi mencapai 7 meter, mode ini adalah SAR yang paling besar resolusi spasialnya dibanding dengan sistem SAR yang ada di dunia ini. Tabel 2.3 Spesifikasi Sensor PALSAR (Sumber: Japan Space Systems, 2012) Mode High Resolution ScanSAR Polarimetry Center Frequency 1270 MHz (L-Band) Bandwidth 28 MHz 14 MHz 14,28 MHz 14 MHz Polarization HH or VV HH+HV or VV+VH HH or VV HH+HV+VH+VV Incidence Angle 8-60 eg 8-60 eg eg 8-30 deg Range Resolution 7-44 m m 100 m (multi look) m Swath m km km km Quantization 5 bits 5 bits 5 bits 3 or 5 bits Data Rate 240 Mbps 240 Mbps 12 Mbps, 240 Mbps 240 Mbps

41 17 b. Mode ScanSAR (ScanSAR Mode) Mode ini memungkinkan penggantian nadir angle sampai 3-5 kali, sehingga dapat mencakup area yang luas mencapai 250 km untuk 3 kali penggantian dan 350 km untuk 5 kali penggantian. Meskipun demikian, resolusi spasialnya lebih rendah daripada Mode Resolusi Tinggi. c. Mode Polarimetri (Polarimetry Mode) Pada sensor PALSAR, menungkinkan untuk menerima dan memancarkan sinyal dalam polarisasi horizontal dan vertical atau yang disebut multipolarimetry. PALSAR juga bisa mengganti polarisasi itu disaat sedang melakukan pengambilan data, sehingga didapatkan citra full-polarimetry yang terdiri dari 4 macam penerimaan-pemancaran polarisasi. Pada gambar 2.6 merupakan diagram dari Mode observasi pada PALSAR. Gambar 2.6 Diagram Mode Observasi PALSAR (Sumber: Japan Space Systems, 2012)

42 Level Produk dari PALSAR PALSAR mempunyai beberapa level produk, dengan spesifikasi yang berbeda dan perlakuan yang berbeda pula. PALSAR mempunyai 5 level yang berbeda, yaitu 1.0, 1.1, 1.5, 4.1 dan 4.2. Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa level tersebut: a. Level 1.0 Produk pada level ini sudah mengalami bit realignment dan data processing dasar, tetapi tidak mengalami proses SAR recovery. b. Level 1.1 Produk pada level ini sudah mengalami koreksi SLC (Single Level Complex), dimana sudah samarata pada slant range nya. c. Level 1.5 Produk pada level ini sudah mengalami proses geo-referencing dan geo-coding. d. Level 4.1 dan 4.2 Produk ini sebenarnya merupakan hasil olahan dari data Level 1.0 ScanSAR dan Polarimetry. Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa level data PALSAR, seperti ditunjukkan di tabel 2.4. Product Level Level 1.0 Observation Mode High Resolution Mode Polarimetry Mode ScanSAR Mode Tabel 2.4 Penjelasan Level Produk ALOS-PALSAR (Sumber: Japan Space Systems, 2012) Polarization Format Data Type Data Size of One Pixel 1 Polarization (HH/VV) 2 Polarization (HH+HV/VV+VH) 8 bit 4 Polarization CEOS unsigned (HH+VV+VH+HV) integer 1 Polarization (HH/VV) I and Q Channel 8 bit unsigned Integer 2 bytes in total for single polarization 4 bytes in total for 2 polarizations 8 bytes in total for 4 polarizations

43 19 Product Level Level 1.1 Level 1.5 Level 4.1 Observation Mode High Resolution Mode Polarimetry Mode High Resolution Mode High Resolution Mode Polarimetry Mode Polarization 1 Polarization (HH/VV) 2 Polarization (HH+HV/VV+VH) 4 Polarization (HH+VV+VH+HV) 1 Polarization (HH/VV) 2 Polarization (HH+HV/VV+VH) 4 Polarization (HH+VV+VH+HV) Format Vertical Standard SLC (Single Look Complex) Georeferenced: CEOS Geo- Coded: CEOS GeoTIFF Geo-coded Ortho: ERSDAC GeoTIFF Georeferenced: CEOS Geo- Coded: CEOS GeoTIFF Geo-coded Ortho: ERSDAC GeoTIFF Georeferenced: CEOS Geo- Coded: CEOS GeoTIFF Data Type 32 bit floating point 16 Bit Unsigned Integer 32 bit floating point 16 Bit Unsigned Integer 16 Bit Integer (Signed and Unsigned) 32 bit floating point 16 Bit Unsigned Integer 16 Bit Integer (Signed and Unsigned) Data Size of One Pixel Real and Imaginary Parts of Complex Number 8 bytes in total for single polarization 16 bytes in total for 2 polarizations 32 bytes in total for 4 polarizations 2 bytes 4 bytes 2 bytes HH*HH, HV*HV, VV*VV Real Number Unsigned Integer (2 Byte) Complex Number Real and Imaginary Parts Signed Integer (2 Byte) 8 Bytes in total for 2 polarizations 18 Bytes in Total for 4 Polarizations

44 20 Product Level Level 4.2 Observation Mode ScanSAR Mode 3 scans ScanSAR Mode 4 scans ScanSAR Mode 5 scans Polarization 1 Polarization (HH/VV) Format Georeferenced: CEOS Geo- Coded: CEOS GeoTIFF Geo-coded Ortho: ERSDAC GeoTIFF Data Type 16 Bit Integer (Signed and Unsigned) 32 bit floating point 16 Bit Unsigned Integer Data Size of One Pixel 2 bytes 4 bytes 2 bytes Polarisasi dan Sigma Nought Dalam sistem Radar, khususnya ALOS-PALSAR mempunyai sistem dual-polarization, dimana berarti sensor ALOS-PALSAR mempunyai kemampuan untuk menerima dan mengeluarkan sinyal radar dalam 2 polarisasi, baik secara vertical maupun horizontal. Polarisasi yang sama (Horisontal- Horisontal atau Vertikal-Vertikal) mempunyai nilai yang lebih tinggi dari cross-polarization, karena mencerminkan bentuk permukaan bumi yang tidak mengalami multiple scattering. Polarisasi VV (Vertikal-Vertikal) seperti ditunjukkan dalam gambar 2.7 dibawah mempunyai aplikasi yang banyak, khususnya dalam bidang kelautan, karena polarisasi ini mempunyai nilai yang lebih baik daripada HH ataupun crosspolarization. Sedangkan polarisasi HH (Horisontal- Horisontal) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.8 dibawah mempunyai aplikasi khususnya dalam membedakan lautan dengan es, dan melengkapi polarisasi VV dalam analisa lautan, karena menghasilkan kontras yang lebih baik diantara HH dan VV terhadap feature yang ada di lautan. Proses ekstraksi data vector dari lautan akan lebih mudah apabila backscatter coefficient dari HH dan VV sudah diketahui sebelumnya. (European Space Agency 2014)

45 21 Gambar 2.7 Polarisasi VV (Sumber: European Space Agency, 2014) Gambar 2.8 Polarisasi HH (Sumber: European Space Agency, 2014) Dalam sistem polarisasi, terdapat backscatter coefficient yang merupakan perhitungan konvensional dari kekuatan sinyal radar yang terpantul dalam distributed scatterer, biasanya di-ekspresikan dalam db. Sigma Nought merupakan sebuah backscatter coefficient yang dihitung terhadap bidang horizontal, dan mempunyai variansi bergantung pada incidence angle, wavelength dan polarisasi, termasuk juga halhal yang terdapat dalam permukaan bumi tersebut (European Space Agency 2014) Gelombang Laut dan Energinya Pengertian Gelombang Laut Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang

46 22 membentuk kurva atau grafik sinusoidal. Gelombang laut dibentuk oleh adanya transfer energi dari udara ke massa air. Angin merupakan pengaruh utama terjadinya gelombang. Angin yang lebih kuat mengakibatkan gelombang yang lebih besar (Rohman 2012). Gelombang laut merupakan sebuah sumber energi yang ditransfer dari angin menuju lautan. Seiring dengan berhembusnya angin di lautan, interaksi air- udara di lautan tersebut mengakibatkan terbentuknya gelombang, dimana menyimpan energi dalam bentuk energi potensial dalam bentuk massa air yang bergerak dihitung dari permukaan air laut dan energi kinetik dalam bentuk gerakan dari partikel air (Lewis 2011). Gelombang merupakan manifestasi dari gaya yang bekerja pada fluida yang cenderung merubah bentuk dari fluida itu sendiri yang berlawanan terhadap aksi dari gravitasi dan regangan permukaan fluida tersebut, yang bersama- sama menjaga tingkat permukaan dari sebuah fluida. Sehingga, dalam memunculkan sebuah gelombang membutuhkan semacam gaya, seperti contoh adalah badai atau angin ataupun batu yang jatuh di air. Setelah gaya tersebut tercipta dan bekerja di sebuah permukaan fluida, maka gaya gravitasi dan regangan permukaan pun menjadi aktif dan memungkinkan gelombang tersebut untuk bergerak (propagate), seperti pada senar gitar. (Dean and Dalrymple 1984) Komponen dan Parameter Gelombang Laut Secara garis besar, gelombang laut harus kita anggap sebagai undulasi atau beda tinggi yang terjadi di permukaan laut atau danau. Biasanya berbentuk daerah yang membentuk sebuah formasi dari tengah laut dan mengarah menuju tepi pantai dimana mereka akan terbelah atau terpantul seperti terlihat pada gambar 2.9.

47 23 Dengan mengasumsikan bahwa gelombang laut adalah gelombang kosinus, terdapat beberapa parameter dan variable yang bisa kita gunakan dan identifikasi, yaitu: a. Tinggi Gelombang (H) dan Amplitudo (A) Tinggi vertical dari punggung gelombang ke puncak gelombang disebut tinggi, sedang amplitude adalah nilai setengah dari tinggi tersebut. b. Panjang Gelombang (L) Jarak antara satu puncak gelombang dengan gelombang yang lain. c. Nomor Gelombang (k) Nomor gelombang yang didapatkan dari jarak, biasanya menggunakan nomor gelombang secara radian. d. Periode Gelombang (T) Waktu yang diperlukan antara 2 puncak geombang. e. Frekuensi Gelombang (ω) Jumlah gelombang yang bisa didapatkan dalam satu detik, biasanya menggunakan satuan radian. f. Kecepatan Fase Gelombang (C) Kecepatan yang didapatkan pada saat gelombang melewati sebuah titik. (Triatmojo 1999) Gambar 2.9 Parameter Gelombang Laut Sinus/Kosinus (Sumber: Dean dan Dalrymple, 1984)

48 Jenis-jenis Gelombang Laut Gelombang laut, seperti dijelaskan pada sub-bab mempunyai beberapa parameter yang sudah ditentukan. Parameter- parameter tersebut akan membentuk dan membuat gelombang laut mempunyai jenis dan karakteristik yang khas. Dalam Perkembangannya, gelombang mempunyai beberapa karakteristik yang didasarkan terhadap gaya pembangkitnya, yaitu periode, frekuensi dan panjang gelombang yang mempunyai hubungan satu sama lain dalam rumus normal dan ideal dari gelombang sinusoidal. Penjelasan dari jenis- jenis gelombang tersebut ada pada gambar 2.10 berikut ini Teori Gelombang Amplitudo Kecil Pada umumnya bentuk gelombang di alam adalah sangat kompleks dan sulit digambarkan secara matematis karena ketidak-linierannya, tiga dimensi dan mempunyai bentuk yang random. Untuk membuatnya bisa dihitung, bisa menggunakan beberapa pendekatan Gambar 2.10 Jenis-jenis Gelombang Laut (Sumber: Dean dan Dalrymple, 1984)

49 25 matematis yang dikemukakan beberapa ahli, seperti Airy, Stokes, Mich, Knoidal. Masing- masing teori tersebut mempunyai keterbatasan dan kondisi tertentu. Teori Airy merupakan teori Gelombang Ampitudo Kecil, sedang yang lain merupakan teori Gelombang Amplitudo Terbatas (Triatmojo 1999). Teori Gelombang Amplitudo Kecil diturunkan berdasarkan persamaan Laplace untuk aliran tak rotasi dengan kondisi batas di permukaan air dan dasar laut. Penyelesaian persamaan tersebut digunakan untuk menemukan potensial kecepatan yang nantinya akan digunakan untuk menurunkan persamaan dari berbagai karakteristik gelombang seperti fluktuasi muka air, kecepatan dan percepatan partikel, tekanan, kecepatan rambat gelombang dan sebagainya. Anggapa yang digunakan untuk menurunkan persamaan gelombang adalah sebagai berikut: a. Zat cair adalah homogen dan tidak termampatkan, sehingga rapat massa adalah konstan. b. Tegangan permukaan diabaikan. c. Gaya Coriolis diabaikan. d. Tekanan pada permukaan air konstan. e. Zat cair adalah ideal, sehingga berlaku aliran tak rotasi. f. Dasar laut adalah horizontal, tetap dan impermeable sehingga kecepatan dasar laut adalah nol. g. Amplitudo gelombang kecil terhadap panjang gelombang dan kedalam air. h. Gerak gelombang berbentuk silinder yang tegak lurus arah penjalaran gelombang sehingga gelombang adalah dua dimensi. (Triatmojo 1999)

50 Penentuan Kondisi Batas Bentuk Matematis Gelombang Laut (Water Wave Boundary Value Problem) Dalam menentukan rumus yang memenuhi kondisi Gelombang Amplitudo Kecil Airy, perlu adanya penentuan batas- batas dari model matematis terhadap sebuah gelombang laut. Turunan orde kedua dari hukum pergerakan fluida dalam sebuah gelombang laut 2 dimensi yang berjalan secara periodik adalah sebuah persamaan Laplace, dimana rumus dibawah ini berlaku untuk satu gelombang, berapapun besar bentuknya (Dean and Dalrymple 1984). 2 = 0, 0 < x < L, h < z < η (2.2) Dimana gradien atau akselerasi dari velocity potential ( ) adalah bernilai nol, selama x berada diantara 0 dan panjang gelombang (L), dan z berada diantara kedalaman laut (h) dan surface height (η). Secara garis besar, kondisi-kondisi batas yang memenuhi syarat gelombang amplitude kecil ada 3, yaitu Bottom Boundary Condition (BBC), Kinematic Free Surface Boundary Condition (KFSBC) dan Dynamic Free Surface Boundary Condition (DFSBC) dimana tergambar jelas pada gambar 2.11 di bawah ini. Rumus- rumus turunan terhadap ketiga kondisi tersebut adalah sebagai berikut: Untuk Bottom Boundary Condition (BBC) (2.3) Untuk Kinematic Free Surface Boundary Condition (KFSBC) (2.4)

51 27 Gambar 2.11 Spesifikasi Kondisi Batas untuk Gelombang Laut (Sumber: Dean dan Dalrymple 1984) Untuk Dynamic Free Surface Boundary Condition (KFSBC) (2.5) Boundary Value Problem Solution for Linearized Water Wave (Dispersion Relation) Dari rumus 2.3, 2.4 dan 2.5 diatas, dilakukan proses linearisasi terhadap variabel-variabel atau disebut proses pemisahan variabel (separation of variables) untuk mendapatkan solusi dari permasalahn batas model matematis diatas, sehingga mendapatkan rumus velocity potential yang berlaku untuk semua kondisi di gelombang laut dan rumus radial frequency yang juga berlaku untuk semua bentuk gelombang, seperti berikut. (Dean and Dalrymple 1984) (2.6)

52 28 (2.7) Dari rumus diatas, apabila nilai kh dan tahnh kh di plot terhadap nilai radial frequency, maka yang didapatkan adalah gambar 2.12, dimana menunjukkan bahwa hanya ada satu wave number yang sesuai dengan satu radial frequency, dan solusi tersebut akan berubah selaras dengan perubahan wave number dan perbedaan kecepatan dari setiap gelombang laut yang ada, atau disebut dengan Dispersion Equation/Relation Energi Gelombang Laut Energi gelombang laut adalah energi yang di transfer dari angin menuju lautan. Seiring dengan berhembusnya angin di lautan, interaksi udara dengan air Gambar 2.12 Grafik Radial Frequency terhadap Wave Number (Dispersion Relation) (Sumber: Dean dan Dalrymple 1984)

53 29 di laut menyebabkan pemindahan energi angin ke lautan, membentuk gelombang air laut yang menyimpan energi sebagai energi potensial dan eneegi kinetik. Ukuran dan periode dari gelombang ini bergantung dengan jumlah energi yang berpindah dari angin ke lautan, dalam fungsi kecepatan angin, waktu yang dibutuhkan dalam satuan hari dan panjang dari lautan yang dibutuhkan untuk gelombang tersebut dalam bergerak atau disebut fetch. Gelombang laut sangat efisien dalam perpindahan energi, dan dapat bergerak dalam jarak yang sangat jauh di lautan. Ketersediaan energi gelombang laut bergantung pada musim dengan variasi musim, dimana biasanya permodelan menggunakan estimasi rata- rata jangka panjang menggunakan database global dengan histori yang panjang (Lewis 2011). Peta global energi gelombang rata- rata ditunjukkan pada gambar Dalam menentukan energi gelombang, ada beberapa alat dan instrument yang bisa digunakan, yaitu: a. Buoy (Pelampung) Gelombang laut yang digunakan di laut dengan kedalaman lebih dari 20 meter. Gambar 2.13 Peta Global Energi Gelombang Rata- Rata (Sumber: Lewis 2011)

54 30 b. Pengukuran berdasarkan Satelit. c.hasil dari permodelan gelombang-angin secara numeris. (Lewis 2011) Untuk menangkap dan mengonversi Energi Gelombang Laut, digunakan Wave Energy Converter (WEC) yang secara stasioner atau naik turun sesuai dengan frekuensi dari gelombang laut. Cara lain adalah dengan menangkap gelombang yang ada di instrument dan ditangkap dengan turbin hidro dan menghasilkan listrik dari sistem tersebut. (United States Department of Energy 2009) Potensi dan Efek Lingkungan dari Energi Gelombang Laut Potensi terbesar energi gelombang laut berada pada bumi bagian atas atau bawah dengan koordinat yang berada diantara lintang 40 o sampai 60 o. Studi ekonomis terhadap energi gelombang laut sudah pernah dilakukan, dan meskipun untuk sekarang tidak bisa menandingi efisiensi energi fosil, tapi efisiensi dari energy gelombang seiring dengan berkembangnya teknologi semakin meningkat, dengan desain yang lebih efektif dan tentu saja lebih hemat. Dengan harga 5 sen poundsterling (5 penny) untuk 1 kwh, energy gelombang laut menjadi salah satu alternative hemat pembangkitan energy bersih di masa depan. (Pelc dan Fujita 2002) Untuk efek lingkungan dari pembangkitan energi lautan, apabila menggunakan pembangkitan skala kecil akan memiliki efek yang sangat kecil terhadap ekosistem. Tetapi, sistem besar yang sedang dikembangkan ternyata memiliki potensi untuk menggangu stabilitas ekosistem karena arah gelombang dan besarnya akan berubah dengan adanya pembangkit yang bertindak sebagai pemecah gelombang. Untuk

55 31 mendapatkan sebuah sistem pembangkit yang ramah lingkungan, kita harus melakukan penelitian lebih lanjut tentang hal tersebut, karena energi gelombang ini merupakan salah satu sumber alternatif energi ramah lingkungan yang sangat potensial penggunaannya di masa depan (Pelc dan Fujita 2002) Wave Statistics and Spectra Pada permukaan laut, gelombang yang bekerja sebenarnya tidak hanya satu gelombang saja (monokromatik), tetapi merupakan superposisi dari sekian banyak gelombang dengan arah, besar dan intensitas yang berbeda. Untuk mendapatkan deskripsi yang memuaskan dari sebuah permukaan laut, maka banyak gelombang harus digabungkan menjadi satu, dimana salah satu prosesnya adalah dengan mencari Wave Spectrum, Spectral Analysis dan juga proses Fourier Analysis (Dean dan Dalrymple 1984). Dalam sebuah gelombang yang terdapat di permukaan laut, secara garis besar sebenarnya merupakan gabungan dari banyak gelombang dengan frekuensi dan amplitude serta fase berbeda-beda, dimana memenuhi rumus (2.8) Dari rumus diatas, dapat dibuat banyak grafik, dimana merupakan representasi dari setiap masingmasing gelombang tersebut, atau disebut juga Wave Spectrum. Spektra dari masing- masing gelombang ini akan menjadi ciri khas setiap gelombang, dimana biasanya diidentifikasi dengan wave number dan radial frequency yang berbeda- beda. Gambar 2.14 menunjukkan contoh spektra dari sebuah gelombang, dimana menunjukkan spektra amplitudo, energi, densitas dan amplitudo dari bagian-bagian gelombang.

56 32 Gambar 2.14 Macam-Macam Grafik Wave Spectra (Sumber: Dean dan Dalrymple 1984) Proses mendapatkan spektra dari sebuah gelombang memerlukan waktu yang lama dan perhitungan yang kompleks. Hanya saja, proses yang memakan waktu lama dan kompleks ini bisa menjadi sangat cepat, berkat penemuan dari Cooley, Lewis dan Welch pada tahun 1969 yaitu Fast Fourier Transform (FFT) algorithm. Berkat FFT ini, hampir semua proses data gelombang laut yang berbentuk dijital bisa diolah dan mendapatkan spektrum serta analisanya secara tepat dan efisien Image Processing Fast Fourier Transform Fast Fourier Transform telah menjadi sebuah sejarah dan pencapaian yang menarik, dimana menjadi sebuah bukti dan simplifikasi dari bagaimana para peneliti mencoba untuk mengemat waktu dari penghitungan sebuah Transformasi Deret Fourier di komputer. (Cooley, Lewis dan Welch 1969) Fourier Transform merupakan sebuah teknik teoretis yang sangat penting yang sering dan banyak digunakan di beberapa bidang, seperti Matematika, Statistika, Fisika dan Teknik. Secara umum, pengguna dari alat bantu matematis ini mempunyai keinginan untuk meneliti pada satu atau beberapa fungsi dan

57 33 transformasinya, bukan pada proses perolehan data tersebut. (Brandwood 2003) Konsep dari Transformasi Deret Fourier dianggap sangat masuk akal, dimana semua macam fungsi periodik dapat dirpresentasikan oleh jumlah dari fungsi periodik dasar di persamaan tersebut, termasuk grafik sinus ataupun kosinus. Frekuensi adalah fungsi dasar yang berbentuk integer atau angka bulat, dengan julah yang akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya banyak gelombang yang mempunyai frekeunsi tersebut. (Brandwood 2003) Apabila sebuah f adalah fungsi untuk sebuah variable real x dengan periode X, maka rumus dasarnya adalah: (2.9) Dengan melakukan substitusi terhadap beberapa elemen dan variabel yang didapatkan, dihasilkan rumus seperti dituliskan dibawah ini. (2.10) (2.11) (2.12) Dimana g(y) adalah Fourier Transform dari fungsi f(x). Dari hasil ini, peneliti masih juga memperdebatkan

58 34 dan meneliti tentang problem dari konvergensi dari fungsi tersebut, dan mempercayai bahwa ada jawaban ataupun solusi terhadap permasalahan tersebut. Persamaan paling sederhana yang sudah ditampilkan diatas mempunyai permasalahan apabila digunakan pada daerah fungsi konstan, sehingga perlu dilakukan permodelan dan pendekatan akan Fourier Transform lebih lanjut karena model dan rumus yang sudah dikemukakan diatas merupakan fungsi yang mempunyai banyak kekurangan dan keterbatasan. (Brandwood 2003) Dalam dunia pemrosesan sinyal, kita lebih mudah melaksanakan analisa apabila menggunakan sinyal analitis yang merupakan bilangan kompleks, bukan seperti bilangan real pada sinyal yang sebenarnya. Terdapat salah satu jenis transformasi dalam Fourier Transform, yang merupakan hasil Fourier Transform terhadap X(Ω) dari urutan non-periodik x[n] dimana hasil tersebut terbentuk dalam domain frekeunsi, dan biasanya disebut spectrum atau Fourier Spectrum. Kuantitas dari X(Ω) disebut dengan Magnitude Spectrum, dimana apabila x[n] adalah real, maka Magnitude Spectrum ini disebut juga Amplitude Spectrum (Hsu 1995). Rumus dari jenis transformasi Amplitudo tersebut adalah sebagai berikut. (2.13) Apabila sebuah sinyal g[n] dengan ketentuan dibawah ini (2.14) maka (2.15)

59 35 Sehingga spektra dari amplitudo dan fasenya adalah (2.16) Dengan energi total dari sinyal mempunyai rumus (2.17) Dari rumus 2.14, 2.15, 2.16 dan 2.17 diatas dapat disimpulkan bahwa kontribusi dari Amplitude Spectrum merepresentasikan densitas spectrum energi dari sinyal g[n] (Djuric and Kay 1999) Band Pass Filter Dalam pemrosesan gambar, FFT akan membuat gambar tersebut mengeluarkan bagaimana proses dan persebaran dari frekuensi- frekuensi yang ada di gambar tersebut. Dengan melakukan proses filtering atau penyaringan frekuensi- frekuensi yang diinginkan daan membuang frekuensi yang tidak diinginkan, maka didapatkan sebuah gambar baru yang merupakan hasil penyaringan tersebut ditambah dengan proses Inverse Fourier Transform. Salah satu jenis penyaringan yang ada di Image Processing adalah Band-Pass Filter yang merupakan sebuah sistem atau metode penyaringan yang hanya akan meluluskan atau menyimpan data yang mempunyai frekuensi diantara sekian sampai sekian Hz, dimana sinyal selain pada interval tersebut akan dihilangkan secara total (Massachusetts Institute of Technology 2008). Definisi lain dari Band-Pass Filter adalah gabungan dari filter atau saringan High-Pass dan Low-

60 36 Pass dimana mempunyai batas bawah dan batas atas, dimana akan menyimpan data yang mempunyai frekuensi diantara batas bawah dan batas akhir dari sistem penyaringan tersebut (Kumar and Nanda 2008). Grafik dari proses penyaringan diatas dijelaskan pada gambar Interval Kepercayaan untuk Rata- Rata: t Statistics Pengertian dan Proses Salah satu proses pengujian Statistik dalam sebuah pengukuran maupun dalam sebuah penelitian adalah Confidence Interval. Dalam perhitungan Confidence Interval ini, perlu dicari sebuah nilai yang akan membantu dalam mengubah sampel menjadi mencerminkan populasi dari kumpulan data berdistribusi normal. Gambar 2.15 Grafik Band-Pass Filter (Sumber: Massachusetts Institute of Tech, 2008)

61 37 Nilai tersebut disebut dengan t distribution, dimana menjadi jembatan antara 2 kondisi, yaitu sampel yang mempunyai data kurang dari 30, dan populasi yang mempunyai data berjumlah 30 atau lebih (Ghilani 2010). Untuk menurunkan rumus terhadap Confidence Interval dari sebuah rata- rata dari populasi, rata- rata sampel (y) dihitung dari sebuah kumpulan sampel dengan rata- rata populasi (μ) dan variansi dari rata- rata tersebut sebesar σ2/n, sehingga menjadi rumus 2.18 di bawah ini: (2.18) Dalam proses perhitungan dari Confidence Interval dari rata- rata populasi (μ), diperlukan perhitungan terlebih dahulu untuk menentukan area dari (1 α). Seperti contoh, apabila kita menggunakan Confidence Interval sebesar 95%, dengan grafik seperti pada gambar 2.16, area yang tidak ter-arsis mempunyai nilai 0.95, sedang masing- masing area ter-arsir masingmasing mempunyai nilai Nilai t yang berhubungan dengan nilai yang ter-arsis tersebut bisa dicari pada tabel t. Untuk sampel yang mempunyai nilai rata- rata y dan variansi S 2, rumus yang benar untuk mendapatkan lokasi dari area ini adalah: (2.19) Sehingga, apabila diketahui nilai y, t α/2, v, n, dan S, maka rumus 2.19 diatas berubah menjadi rumus 2.20 di bawah ini: (2.20)

62 38 Gambar 2.16 Grafik Confidence Interval 95% (Sumber: Ghilani 2010) Distribusi t juga seringkali digunakan untuk mengisolasi outliers atau blunder dalam pengukuran, dengan rumus 2.21 di bawah ini: (2.21) Dari rumus diatas, akan didapatkan nilai interval yang dianggap benar, sehingga apabila ada data yang tidak masuk dalam interval tersebut, maka data tersebut bisa dikatakan salah atau blunder atau outlier (Ghilani 2010) Proses Pengecekan Validitas dari Confidence Interval Proses validitas ini digunakan untuk membuktikan kebenaran rumus 2.21, dimana dilakukan dengan mengunakan 1000 data pengukuran, yang dikatakan mempunyai Confidence Interval 95% sehingga dibentuk interval sesuai dengan rumus 2.21 diatas. Setelah itu, dilakukan proses perhitungan dan mencocokkan 1000

63 39 data tersebut, dan ditemukan bahwa 50 dari 1000 data tersebut tidak berada di dalam interval yang sudah dibentuk menggunakan rumus 2.21, sehingga bisa dikatakan bahwa rumus 2.21 sudah valid dalam menentukan interval sesuai dengan tingkat Confidence Interval yang digunakan (Ghilani 2010) Penelitian Terdahulu Penelitian ini merujuk dan mempunyai referensi dari penelitian yang dilakukan oleh Sugimoto pada tahun 2011, yang berjudul Estimation of Ocean Wave Height using Polarization Ratio of Synthetic Aperture Radar Data yang mempunyai studi kasus di Kepulauan Izu, Jepang. Pada penelitian ini, digunakan sebuah teori yang sudah merajuk pada penelitian penelitian sebelumnya, dimana menggunakan rasio dari Polarisasi HH dan VV terhadap Sudut datang satelit lokal yang ada di setiap piksel (Local Incidence Angle) dimana memenuhi rumus dibawah ini: P = (1 + 2 tan2 θ) 2 (1 + α tan 2 θ) 2 (2.22) Setelah melakukan penelitian terhadap beberapa scene ALOS-PALSAR, didapatkan sebuah persamaan regresi yang mencerminkan persamaan dari hubungan antara rasio polarisasi dengan Local Incidence Angle seperti di bawah ini: (2.23) P = 22,12θ 8,534 Dimana scene ALOS-PALSAR yang digunakan mempunyai rasio yang ditunjukkan pada gambar Setelah menemukan hubungan antara rasio polarisasi dengan Local Incidence Angle, maka hal yang dilakukan selanjutnya adalah menghitung Significant Waveheight yang didapatkan dengan rumus di bawah ini:

64 40 H = L π θ max (2.24) Dengan menggunakan asumsi bahwa sebuah gelombang laut adalah sebuah gelombang kosinus yang seragam, seperti gambar Gambar 2.17 Grafik Incidence Angle (Sumber: Sugimoto, Shiroto dan Ouchi 2011) Gambar 2.18 Grafik Gelombang Kosinus (Sumber: Sugimoto, Shiroto dan Ouchi 2011)

65 41 Penelitian diatas dapat menghasilkan sebuah estimasi tinggi gelombang signifikan di daerah tersebut, dengan memperhatikan data lapangan sebagai validasinya. Dari penelitian diatas, penelitian sejenis dengan studi kasus yang berbeda atau menggunakan daerah Indonesia sebagai lokasi penelitian merupakan sebuah ide dan rencana yang bagus, mengingat bahwa Indonesia merupakan daerah yang mempunyai potensi energi Laut yang tinggi. Penelitian lain yang mempunyai tema berkaitan dengan Gelombang Laut adalah penelitian yang dilakukan oleh Bauer dan Heimbach (1997) yang melakukan perbandingan antara tinggi gelombang yang didapat dari ERS-1 SAR terhadap tinggi gelombang yang didapat dari Altimeter. Dalam penelitian ini, tinggi gelombang dari ERS-1 SAR didapatkan dengan menggunakan metode extended inversion algorithm of full non-linear wave to SAR spectral integral transform. Dari kedua metode diatas, didapatkan kesamaan yang baik secara statistic dan metode penghitungan tinggi gelombang dari SAR dan Altimeter sama-sama bisa menjadi garda depan dalam menambah akurasi dari prediksi gelombang secara umum dan operasional (Bauer dan Heimbach 1997).

66 42 (Halaman ini sengaja dikosongkan)

67 BAB III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil daerah studi di wilayah sekitar Pulau Poteran, Madura, yang terletak di antara koordinat 113,94 o BT (Bujur Timur), dan 7,07 LS o (Lintang Selatan) sampai 114,06 o BT, dan 7,10 o LS dengan zona UTM berada di zona 49S dan 50S, dimana secara administratif terletak di Kabupaten Sumenep, dan terletak di tenggara kota Sumenep dan Pulau utama Madura yang ditunjukkan pada gambar 3.1. Lokasi ini tercakup dalam 7 scene dari data ALOS- PALSAR yang berdimensi 70x30 km pada mode Full- Polarimetry seperti ditunjukkan pada gambar 3.2, dan salah satu scene di Pulau Poteran yang ditunjukkan pada gambar scene tersebut dipilih karena mencakup daerah sekitar Pulau Poteran, dimana membutuhkan 2-3 scene, dengan mode pengamatan Full-Polarimetry, yaitu pengamatan dengan 4 macam polarisasi (HH, HV, VV, VH). Gambar 3.1 Peta Madura dan Pulau Poteran (Sumber: Badan Informasi Geospasial, 2014) 43

68 44 Gambar 3.2 Letak 7 scenes di Pulau Poteran (Sumber: US) Gambar 3.3 Salah satu scene citra ALOS-PALSAR sekitar Pulau Poteran (Sumber: GM=_&opentarget=F KTB4PS)

69 Data dan Peralatan Data Data primer yang digunakan pada penelitian ini adalah 7 scene data citra satelit ALOS-PALSAR yang diambil pada metode Polarimetry dengan waktu pengambilan beragam. Spesifikasi dari 7 scene citra tersebut dituliskan di tabel 3.1. Sedangkan data sekunder yang diambil adalah menggunakan data menggunakan metode lain, dan hasil pengukuran batimetri di Pulau Poteran, untuk nantinya akan dibandingkan terhadap hasil estimasi energi menggunakan citra SAR Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Hardware: i. 1 buah Notebook ( Intel Core i QM, 2,2 GHz, 4 GB RAM, HDD 750 GB, Nvidia GT 540M 2 GB VGA) b. Software: i. MATLAB r2011a untuk mengolah image dan estimasi energi. ii. ArcGIS untuk visualisasi dan pembuatan peta estimasi energi gelombang laut. iii. ASF MapReady 3.1 untuk melakukan proses Pre-Processing terhadap citra SAR Metodologi Penelitian Tahapan Penelitian Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan umum yang dilakukan, dan dijelaskan dalam gambar 3.4. Penelitian ini terbagi dalam 4 tahap, dimana setiap tahap akan dijelaskan pada sub bab- sub bab berikutnya.

70 46 Tabel 3.1 Scene sekitar Pulau Poteran (Sumber: SCNID SATCD SENCD OPEMODE OBSPATH CENFLMNO SCN_SDATE SCN_CDATE ALPSRP AL PSR PLR /15/ :09 5/15/ :09 ALPSRP AL PSR PLR /15/ :09 5/15/ :09 ALPSRP AL PSR PLR /28/ :07 4/28/ :07 ALPSRP AL PSR PLR /12/ :09 5/12/ :09 ALPSRP AL PSR PLR /12/ :09 5/12/ :09 ALPSRP AL PSR PLR /25/ :07 4/25/ :07 ALPSRP AL PSR PLR /5/ :06 6/5/ :06

71 47 START IDENTIFIKASI MASALAH TAHAP PERSIAPAN STUDI LITERATUR TAHAP PENGUMPULAN DATA CITRA ALOS PALSAR DATA SATELIT ALTIMETRI DATA BATIMETRI PULAU POTERAN TAHAP PENGOLAHAN PERHITUNGAN TINGGI GELOMBANG PERHITUNGAN ENERGI GELOMBANG MENGGUNAKAN AMPLITUDO PERHITUNGAN ENERGI GELOMBANG MENGGUNAKAN PANJANG GELOMBANG TAHAP AKHIR END Gambar 3.4 Diagram Alir Umum Penelitian

72 48 Penjelasan: a. Identifikasi Masalah Pada tahap ini, dicari masalah yang ada di lingkungan, khususnya Indonesia dan krisis energinya serta isu energi terbarukan yang sedang hangat dibicarakan, dan permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah berapa besar potensi energi gelombang laut di daerah sekitar Pulau Poteran, Madura, Jawa Timur untuk mengatasi masalah keterbatasan energi listrik di pulau tersebut. b. Tahap persiapan: Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah: i. Studi Literatur Pada proses ini dicari dan dilakukan sitasi, proses pencarian referensi dan rangkuman terhadap referensi- referensi yang mumpuni dan sesuai dengan penelitian, dalam hal ini adalah Synthetic Aperture Radar, energi Gelombang Laut, satelit ALOS-PALSAR, image processing (Fourier Transform and Band-Pass Filter), Wave Mechanics Theory dan literatur-literatur lain yang mendukung penelitian ini, baik dari buku, handbook, jurnal maupun sumber-sumber kredibel lainnya. ii. Pengumpulan Data Dalam tahap ini dilakukan pengambilan dan pengumpulan data yang dibutuhkan, yaitu citra satelit ALOS-PALSAR sebagai data primer yang didapatkan dari pembelian langsung kepada RESTEC (Remote Sensing Technology Center) yang merupakan distributor resmi citra satalit ALOS-PALSAR dan merupakan anak perusahan dari JAXA sebagai pengelola satelit ALOS, dengan harga mencapai yang bersumber dari pendanaan DIKTI dalam skema PKM

73 49 (Program Kreativitas Mahasiswa) dan bantuan dana dari skema penelitian SIDI (Sustainable Island Development Initiative) serta data satelit Altimetri JASON-2 sebagai validasi secara tidak langsung yang didapatkan dari hasil Tugas Akhir kolega satu tim, yang nantinya akan mendapatkan hasil akhir berupa peta residu dari beberapa metode penghitungan energi gelombang dan data altimetri. Pada sub-bab akan dijelaskan bagaimana proses mengambil (membeli) data ALOS-PALSAR langsung dari website JAXA sebagai pengelola satelit ALOS. c. Tahap Pengolahan Data Pada tahapan ini dilakukan pengolahan terhadap data primer yang sudah didapatkan dengan bimbingan Pembimbing II, Dr Sulaiman dari PTISDA-BPPT, dimana akan dijelaskan secara lebih lanjut di subbab d. Tahap Perbandingan Hasil pengolahan data yang sudah selesai akan dibandingkan dengan data estimasi energi gelombang laut dari satelit Altimetri JASON-2 dan membandingkan beberapa metode perhitungan (amplitudo dan panjang gelombang) menggunakan metode Statistika untuk mendapat tingkat kebenaran dari proses pengolahan data yang sudah selesai sebelumnya, serta mendapatkan peta residu atau selisih antara estimasi menggunakan citra ALOS-PALSAR dan JASON-2. e. Tahap Akhir Pada tahap ini dari hasil yang sudah ada yaitu peta estimasi energi gelombang laut menggunakan citra ALOS-PALSAR dan peta residu antara estimasi energi gelombang laut mengunakan citra satelit ALOS- PALSAR dan JASON-2 akan dianalisa menurut teori Staistika bagaimana tingkat ke-valid-an data dan juga

74 50 metode mana yang lebih dipercaya, serta dilakukan pembuatan paper ilmiah dan juga laporan Tugas Akhir agar penelitian ini bisa mencapai manfaat yang sebagaimana mestinya dan dipublikasikan dengan baik, sesuai dengan kaidah ilmiah Pengambilan (Order) Data Pada penelitian ini digunakan data ALOS- PALSAR sebagai data primer, dimana spesifikasi data ALOS-PALSAR tersebut sudah dijelaskan di bagian Data diatas. Adapun teknik pengambilan data primer ini dijelaskan sebagai berikut: a. Proses Order Data Buka untuk melakukan proses pencarian data yang diinginkan, berdasar pada jenis satelit, waktu pengambilan data, mode pengambilan data, dan proses pengunduhan file.csv untuk order data. Setelah itu, file.csv tadi akan di seleksi untuk dipilih file- file yang akan di-order. Kirimkan file.csv tersebut ke beserta file Microsoft Excel berisi keterangan siapa pengorder data tersebut. Opsi ini tersedia bagi siapa saja yang ingin membeli data satelit ALOS-PALSAR, dengan jalur pembayaran normal. b. Proses Pembayaran Setelah beberapa hari, Invoice akan dikirimkan oleh petugas RESTEC ke kita, mengonfirmasi berapa scene yang kita order dan berapa nominal yang harus kita bayar. Nomor rekening yang digunakan RESTEC ada di bank di Jepang, sehingga akan lebih baik apabila kita mempunyai kolega di Jepang agar mudah dalam proses remittance (transfer) atau menggunakan transfer elektronik lewat e-banking.

75 51 c. Proses Pengunduhan Setelah mengonfirmasi transfer ke RESTEC dan menunggu pemrosesan selesai, petugas RESTEC akan mengirimkan konfrimasi disertai nota dijital dari pembayaran dan link untuk mengunduh citra satelit yang kita order di websiter JAXA. Kita tingga mengunduh data sesuai di link yang ada, lalu mengonfirmasi ke petugas RESTEC saat data sudah selesai di-unduh agar bisa dihapus datanya. Semua komunikasi dengan petugas RESTEC dilakukan dengan Bahasa Inggris disertai beberapa huruf kanji Bahasa Jepang. Data sekunder dan validasi adalah menggunakan data Satelit Altimetri JASON-2 yang sudah diolah dan didapatkan nilai Wave Power-nya Pengolahan Data Data-data yang didapatkan pada proses pengumpulan data diatas selanjutnya diproses menggunakan aplikasi MATLAB. Data tersebut sebelumnya sudah diproses terlebih dahulu di apikasi ASFMapReady untuk proses persiapan (preprocessing), sehingga berbentuk data gambar yang berekstensi *.tiff, berjumlah 8 untuk setiap scene karena wewakili setiap bagian yaitu nilai backscatter coefficient yang berbentuk sigma nought dan mempunyai satuan Desibel (db) pada polarisasi HH, VV, HV, VH dan Amplitudo. Pada proses pengolahan data, dilakukan proses pre-processing terhadap citra satelit ALOS- PALSAR untuk mendapatkan citra amplitudo dan RCS (Radar Cross Section) dari polarisasi HH dan VV. Setelah itu, dilakukan proses pemasukan citra kedalam matriks berdimensi 100x100 piksel (1.25x1.25 km) dengan banyak matriks sebanyak 43 buah dimana terbagi menjadi 2 matriks besar yang berisi 16 dan 27 matriks, untuk selanjutnya dilakukan perhitungan Local

76 52 Incidence Angle setiap piksel citra dengan rumus nomor 23 yang didapatkan dari referensi (Sugimoto, Shiroto and Ouchi 2011). Pada citra amplitude dilakukan proses Fast Fourier Transform dan Band-Pass Filtering untuk mendapatkan panjang gelombang dominan dari citra dan juga periode dominan dari gelombang air laut yang terdeteksi di citra satelit ALOS-PALSAR. Citra hasil analisa tersebut akan dicari nilai puncak setiap gelombang (Local Maxima) untuk nantinya didapatkan nilai gelombang permukaan air laut yang berasal dari lokasi Local Maxima tersebut. Selain itu, hasil Inverse FFT dari citra tersebut akan dibagi dengan resolusi spasial (12.5 meter) untuk mendapatkan amplitudo gelombang. Proses terakhir adalah dengan memasukkan hasil estimasi tinggi dan amolitudo gelombang tersebut ke dalam rumus penghitung Energi Gelombang Laut sesuai dengan parameter yang ada, dan nantinya akan dijadikan sebuah peta Estimasi Potensi yang bermanfaat dan baik. Pada gambar 3.6, dijelaskan diagram alir dari pengolahan data yang dilakukan di penelitian ini. Dengan penjelasan sebagai berikut: a. Proses Pre-Processing Pada proses ini, dilakukan sebuah proses awal terhadap citra ALOS-PALSAR yang digunakan dengan menggunakan aplikasi ASF MapReady, sehingga mendapatkan citra Polarisasi HH dan polarisasi VV pada nilai RCS nya (Radar Cross Section) serta citra amplitude HH yang nantinya akan digunakan dalam proses selanjutnya. Nilai RCS yang diambil dari polarisasi HH dan VV adalah nilai Sigma Nought yang mempunyai satuan desibel (db).

77 53 b. Proses Subsetting and Storing Pada proses ini, citra yang sudah di proses awal tersebut dilakukan proses pemasukan ke dua Matriks 3 dimensi yang berdimensi 100x100x16 dan 100x100x27, dimana sebelumnya dibagi menjadi 6 grid karena posisi Pulau Poteran yang dikelilingi daratan dan sedikit lautan untuk memudahkan proses perhitungan dan trial and error dari pengolahan citra ALOS-PALSAR. Sebelum dimasukkan ke dalam matriks, citra hasil olahan awal ini akan dipotong terlebih dahulu bagian daratannya sesuai dengan koordinat lokal piksel, agar tidak mengganggu penghitungan dan menghilangkan anomali serta outlier. Proses ini akan menghasilkan citra Sigma Nought Polarisasi HH dan VV dengan satuan desibel (db) serta data Amplitudo yang sudah dilakukan proses segmentasi. Proses segmentasi dan subsetting serta proses selanjutnya ini dilakukan di aplikasi Matlab. c. Penghitungan Local Incidence Angle Dari hasil yang sudah didapatkan tadi, dilakukan proses perhitungan Local Incidence Angle untuk nantinya akan digunakan dalam perhitungan Local Slopes (kemiringan lokal) dari setiap puncak gelombang yang ada. Local Incidence Angle setiap piksel haruslah dihitung karena mencerminkan sudut kemiringan dari permukaan daratan tempat gelombang datang dan ditangkap oleh sensor SAR, sehingga nantinya akan didapatkan parameter slope atau kemiringan dari proses pengurangan dari sudut insiden rata-rata yang menganggap bumi itu rata dengan sudut kemiringan local setiap piksel tersebut. Rumus yang digunakan adalah persaman regresi

78 54 linier, dimana didapatkan dari referensi (Sugimoto, Shiroto and Ouchi 2011) seperti di bawah ini: P = 22,12θ 8,534 (3.1) Berikut ini pada gambar 3.5 adalah perbedaan Incidence Angle dan Local Incidence Angle, dimana secara umum Incidence Angle mempunyai nilai yang seragam, sedangkan Local Incidence Angle mempunyai nilai yang berbeda- beda di setiap piksel. Citra yang digunakan untuk mencari Local Incidence Angle adalah citra Sigma Nought polarisasi HH dan VV. Rumus 3.1 didapatkan dari rasio polarisasi HH dan VV terhadap local incidence angle setiap piksel, dari beberapa scene yang sudah diteliti dalam referensi (Sugimoto, Shiroto and Ouchi 2011). d. Proses Fast Fourier Transform Analysis Pada proses ini dilakukan sebuah proses analisis terhadap gelombang- gelombang yang sudah didapatkan, sehingga menjadi grafik spektrum yang bisa dianalisis sehingga bisa didapatkan Dominant Gambar 3.5 Perbedaan Incidence Angle dengan Local Incidence Angle

79 55 Wavelength yang merupakan salah satu bagian terpenting dari pekerjaan ini. Proses ini secara garis besar merupakan sebuah proses Fourier Transform, yaitu sebuah proses transformasi dari sebuah gambar sehingga bisa menjadi sebuah grafik yang berisikan wave spectra dan di-plot terhadap power spectrum, yang merupakan bagian penting dari Image Processing pada sebuah citra satelit. Dalam proses FFT ini dihasilkan sebuah grafik dari wave spectra yang mempunyai domain wave length, dengan menggunakan rumus wave length akan mendapatkan panjang gelombang. Rumus dari penghitungan wave length adalah menggunakan rumus wave spectra yang menggunakan koordinat piksel dari puncak pada hasil FFT untuk mendapatkan panjang gelombang, seperti dijelaskan pada rumus 3.2, 3.3 dan 3.4 di bawah ini. kx dom = 2π(pix x) resolusi (3.2) ky dom = 2π(pix y) resolusi 2π L = kx 2 2 dom + ky dom (3.3) (3.4) Dari perhitungan FFT diatas, selain menghasilkan Dominant Wavelength juga menghasilkan periode, yang merupakan sebagai fungsi turunan dari fungsi panjang gelombang dari gelombang dominan tersebut. Proses penurunan fungsi ini ditunjukkan oleh rumus 3.5 di bawah ini.

80 56 (3.5) Dimana σ merupakan periode gelombang, k merupakan wave number, dalam hal ini adalah 2π L dan g serta h adalah gravitasi dan kedalaman laut. Nantinya kedua hasil tersebut akan sangat penting dalam proses penentuan Significant Waveheight sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sugimoto, Shiroto and Ouchi 2011). Dalam proses FFT ini perlu diperhatikan bahwa terdapat proses perubahan domain, dari yang mewakili domain tak berhingga sampai finite dengan skema cenderung merupakan cerminan, menjadi sebuah grafik yang sudah sesuai dengan informasi yang akan diekstrak. Nama proses ini adalah penentuan nynguist. Dengan adanya nynguist ini, kita bisa menentukan domain apa saja yang akan di-plot terhadap Power Spectrum. e. Band-Pass Filtering, Amplitude Conversion and Local Maximum Search Dari data hasil FFT tadi, selanjutnya akan dilakukan proses Band-Pass Filtering, yaitu sebuah proses yang akan menyaring gelombang yang ada di daerah tersebut, sehingga hanya menyisakan gelombang yang mempunyai periode sebesar sekon, dimana merupakan periode yang mewakili sebuah swell atau gelombang air laut yang mempunyai panjang gelombang medium, dan menghilangkan Bragg Waves dan Gelombang Amplitudo Kecil seperti dari teori Airy pada (Triatmojo 1999; Dean and Dalrymple 1984). Proses Band Pass Filtering ini hanya mengambil gelombang dengan periode sekon, tetapi sebelum itu harus mengolah Power spectrum untuk

81 57 nantinya di plot terhadap wave number, period of wave, Radial Frequency dan menggunakan rumus Dispersion Relation, agar bisa ditemukan Dominant Period. Selanjutnya kita akan memasukkan filter tersebut ke dalam citra ALOS-PALSAR ber-domain wave length hasil FFT tadi agar yang tersisa hanyalah gelombang yang merupakan swell saja. Proses Band Pass Filtering ini merupakan salah satu proses Filtering yang ada di dunia Signal Processing, yang merupakan modifikasi atau gabungan dari low-pass filter dan high-pass filter. Secara konsep, Band Pass Filter menyaring gelombang sehingga hanya gelombang pada kriteria tertentu saja yang akan lolos dan yang lain akan teratenuasi atau bernilai nol. Setelah mendapatkan hasil filter, gambar tadi akan di IFFT (Inverse Fast Fourier Transform) untuk mengembalikannya ke gambar yang mewakili bentuk gelombang laut nyata. Setelah itu, dilakukanlah proses konversi tinggi gelombang ke amplitudo dengan membagi tinggi gelombang dengan resolusi spasial dari citra tersebut, yaitu 1250 meter. Proses kedua yang dilakukan adalah pencarian lokasi Local Maxima, dimana dilaksanakan menggunakan Matlab, dengan script yang juga akan dilampirkan. Dalam proses ini, penulis dibantu oleh Natan, seorang dosen di University of Stanford, Amerika Serikat yang menyediakan script pencari titik puncak secara cuma-cuma dan penulis berhasil berkorespondensi singkat dengan beliau untuk meminta izin dalam mencantumkan dan menggunakan script darinya. Dengan proses ini, didapatkan sebuah hasil yaitu lokasi piksel-piksel yang memuat Local Maxima di citra hasil Band-Pass

82 58 Filtering, yang nantinya akan dicari rata- ratanya berdasarkan Local Slopes yang sudah dihitung sebelumnya di citra Sigma-Nought polarisasi HH dan VV, dan akan menghasilkan sebuah nilai yang akan dimasukkan dalam rumus Significant Waveheight. Dalam melakukan proses FFT dan Band-Pass Filter ini, kemampuan dasar tentang dunia Signal Processing dan Water Wave Mechanics sangatlah membantu, sehingga disarankan untuk membaca literatur-literatur yang tersedia tentang kedua topik tersebut, agar lebih memahami apa itu FFT dan Band-Pass Filter. f. Proses Perhitungan Tinggi dan Energi Gelombang Setelah mendapatkan lokasi piksel dari Local Maxima, dilakukan sebuah proses perhitungan tinggi gelombang yang didasarkan dari rumus yang didapatkan dari (Sugimoto, Shiroto and Ouchi 2011) di bawah ini: L H = tan(< θmax > ) (3.6) 2π Rumus diatas merupakan fungsi kosinus normal yang juga berlaku untuk gelombang. Dengan tinggi gelombang (H), Dominant Wavelength (L) dan Mean Slope (θmax). Dari proses yang sudah ada dan diselesaikan, kita sudah mengetahui L dan θmax, sehingga proses yang kita lakukan hanyalah aritmatika normal, dimana hasilnya akan dibuat sebuah peta estimasi tinggi gelombang. Setelah itu dilakukan proses perhitungan dari Energi Gelombang, yang menggunakan rumus 3.7 (Wavelength) dan 3.8 (Amplitude) di bawah ini: P = 0.57(H s ) 2 (T p ) (3.7)

83 59 P = ρ airlaut (A) 2 (3.8) Dimana pada rumus 3.7, dengan memasukkan Significant Waveheight (H s ) dan data Periode dari gelombang tersebut (T p ), kita bisa mendapatkan energi dari setiap satuan luas dari gelombang tersebut (P) (DexaWave 2014). Sedangkan pada rumus 3.8 menggunakan densitas air laut sebesar 1037 kg/m 3 (ρ airlaut ) dan amplitudo gelombang (A) untuk mendapatkan energi dari setiap satuan luas dari gelombang tersebut. (Sulaiman and Soehardi 2008) Setelah mendapatkan energi gelombang dari setiap satuan luas yang ada di gelombang, langkah selanjutnya adalah melakukan pembuatan peta dari energi gelombang yang didapatkan. Pembuatan peta ini dilakukan di ArcGIS , dengan input hasil olahan citra di MATLAB yang sudah di-export menjadi file gambar berkestensi GeoTIFF (.tiff) agar masih terjaga nilai estimasi yang tersimpan dalam setiap piksel dari citra tersebut Validasi Data Setelah proses penghitungan Energi Gelombang selesai dilakukan, proses selanjutnya adalah melakukan Validasi Data dengan Metode Statistika, dalam hal ini menggunakan metode Confidence Interval for the Mean, dengan Confidence Interval yang digunakan sebesar 95%, atau 0,95. Hasil dari metode Confidence Interval ini adalah mendapatkan data-data yang merupakan outlier dan mengukur tingkat kesepadanan antara data hasil perhitungan dengan 2 metode menggunakan SAR. Selain itu, dilakukan juga proses visualisasi dari residu yang ada di setiap metode pengambilan data (SAR) terhadap referensi yang dianggap benar, menggunakan

84 60 metode Residual, dimana merupakan sebuah metode untuk mencari selisih setiap nilai di dalam matriks yang ada di kedua pengukuran, dan mendapatkan Residual Image dari setiap metode pengambilan data terhadap referensi yang dianggap benar. Metode Confidence Interval dan Residual Image ini dilakukan untuk mendapatkan dan mengetahui bagaimana tingkat kepercayaan data SAR terhadap metode pengamatan yang lain.

85 61 START CITRA ALOS PALSAR POLARISASI HH (SIGMA NAUGHT) CITRA ALOS PALSAR POLARISASI VV (SIGMA NOUGHT) CITRA ALOS PALSAR POLARISASI HH (AMPLITUDO) PROSES SUBSET LAUTAN CITRA CITRA SUBSET SUBSET LAUTAN LAUTAN PROSES PENGHITUNGAN PROSES FAST LOCAL FOURIER INCIDENCE TRANSFORM ANGLE LOCAL INCIDENCE ANGLE CITRA DOMINANT WAVELENGTH BAND PASS FILTERING PROCESS ( Sekon) FILTERED WAVE SPECTRA A B Gambar 3.6 Diagram Alir Pengolahan Data (1)

86 62 A B PROSES SUBSTRAKSI LOCAL SLOPES KONVERSI KE AMPLITUDO GELOMBANG LOCAL MAXIMUM SEARCH LOCAL SLOPE SETIAP PIXEL CITRA PENGHITUNGAN SIGNIFICANT WAVEHEIGHT LOCAL MAX LOCATION SIGNIFICANT WAVEHEIGHT PROSES PENGHITUNGAN POTENSI WAVE ENERGY POTENSI WAVE ENERGY PEMBUATAN PETA POTENSI KARTOGRAFI DAN GEOREFERENCING PETA POTENSI WAVE ENERGY END Gambar 3.7 Diagram Alir Pengolahan Data (2)

87 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bagian ini akan dibahas tentang hasil-hasil dari proses-proses yang sudah dilakukan beserta dengan analisa terhadap hasil-hasil tersebut Pre-Processing (Pra-Pemrosesan) Proses awal yang dilakukan terhadap data citra satelit ALOS-PALSAR adalah proses Pre-Processing yang dilakukan di ASF MapReady. Proses ini dilakukan terhadap salah satu dari data citra yang ada yaitu pada data dengan scene id (kode gambar) ALPSRP dengan waktu pengambilan pada 12/5/2009. Informasi yang disimpan di data tersebut adalah tangkapan dengan polarisasi HH, polarisasi VV dan amplitudo. Informasi yang membedakan ketiga macam data tersebut adalah Digital Number yang tersimpan pada setiap piksel, dimana mencerminkan Sigma Nought untuk polarisasi HH dan VV dengan satuan desibel (db) serta Backscatter Power untuk amplitudo. Gambar hasil proses preprocessing ini ditampilkan pada gambar 4.1 berikut, sedangkan tabel yang berisi metadata (informasi) dari citra tersebut ditunjukkan pada tabel 4.1 di bawah ini. Gambar yang dihasilkan ini belum mendapatkan referensi koordinat dan juga terbalik dari keadaan nyata dikarenakan pada saat pengambilan data, satelit ALOS dalam mode Ascending (naik), yang berarti bergerak dari Selatan ke Utara yang mengakibatkan daerah dengan lintang yang lebih tinggi atau lebih turun ke selatan terekam terlebih dahulu. 4.2.Subsetting and Gridding (Pemotongan dan Pembuatan Grid) Data yang sudah diproses menggunakan ASF MapReady setelah itu diproses di Matlab untuk diambil daerah tertentu 63

88 64 saja, yang sesuai dengan daerah penelitian dan bebas daratan. Grid yang diambil berjumlah 6 grid, dan didapatkan dari proses pengambilan koordinat piksel secara manual di ArcGIS, seperti ditunjukkan pada gambar 4.2 berikut ini, dimana koordinat piksel dan luas piksel dari setiap grid tersebut ditunjukkan oleh tabel 4.2. Perlu diperhatikan bawa Matlab menganggap semua data yang diinput adalah Matriks, sehingga mulai proses ini gambar yang ada berubah bentuk menjadi matriks yang berisikan digital number dari setiap piksel, seperti ditunjukkan oleh gambar 4.3. Salah satu hasil dari proses ini ditunjukkan oleh gambar 4.4 yang merepresentasikan data pada Grid 3 yang berdimensi 100x600 piksel. Gambar 4.1 Citra Satelit ALOS-PALSAR Polarisasi HH hasil Pre- Processing

89 Tabel 4.1 Metadata citra satelit ALOS-PALSAR 65

90 66 Gambar 4.2 Grid sekitar Pulau Poteran Gambar 4.3 Matriks dari Citra Polarisasi HH

91 67 Gambar 4.4 Representasi dari Grid ke-3 Tabel 4.2 Koordinat Lokal Grid Nomor Grid Baris Kolom Luas (piksel) x x x x x x200 Bisa dilihat bahwa di gambar 4.4, data berada pada kisaran angka minus 5 sampai minus 25 yang berarti data sudah benar berada di lautan karena data di daratan mempunyai nilai lebih dari 0, sesuai dengan logika bahwa backscatter power daratan lebih besar karena cenderung memantulkan sinyal daripada lautan yang cenderung menyerap sinyal.

92 Storing and Local Incidence Angle Computation Data yang sudah di-subset haruslah disimpan dalam sebuah matriks terpadu yang memungkinkan perhitunganperhitungan dalam satu langkah saja, sehingga dilakukan proses penyimpanan grid tersebut dalam dua matriks berdimensi 3, tepatnya 100x100x16 dan 100x100x27, dimana matriks#1 berisikan grid 2, 3, 5 dan 6 yang berlokasi di dekat pantai dan matriks#2 yang berisikan grid 1 dan 4 dan berlokasi di tengah lautan. Matriks ini bertindak seperti rak yang menyimpan setiap grid dalam setiap singleton dimensi 3 nya. Salah satu isi dari matriks tersebut ditunjukkan pada gambar 4.5. Proses perhitungan Local Incidence Angle pun dilakukan terhadap matriks rak tersebut. Rumus yang digunakan adalah rumus 3.1 dan mempunyai grafik seperti ditunjukkan pada gambar 4.6 dibawah ini. Nilai yang didapat berkisar antara o yang masih masuk toleransi, dimana sudut off-nadir dari ALOS-PALSAR adalah 25,1 o dan initial incidence angle dari citra tersebut adalah 23,8412 o. 4.4.FFT, Dispersion Relation Equation and Band Pass Filter Process Pada data amplitudo, dilakukan proses FFT untuk mendapatkan dominant wavelength dari citra tersebut, dengan mencari rata- rata dari nilai FFT semua matriks. Dalam melakukan proses FFT, haruslah ditentukan nynguist agar mempermudah interpretasi hasil FFT dan mencari dominant wavelength menggunakan rumus wave spectra dan koordinat spectrum yaitu rumus 3.2, 3.3 dan 3.4. Hasil dari perhitungan terhadap 2 matriks dimensi tiga yang ada adalah; L#1 sebesar 559,017 meter dan L#2 sebesar 883,883 meter, diturunkan dari titik puncak setiap hasil FFT yang ditunjukkan pada gambar 4.7 dan 4.8. Grafik FFT untuk Matriks#1 dan Matriks#2 ditunjukkan secara berurutan di gambar 4.9 dan Setelah itu terjadi proses penurunan rumus 3.5 untuk mendapatkan periode dari setiap dominant wave length yang

93 69 sudah didapatkan, dengan hasil sebagai berikut; Periode#1 56,587 sekon, Periode#2 89,360 sekon. Hasil penurunan rumus tersebut membuktikan bahwa gelombang dominan pada matriks#1 dan #2 masih masuk ke kategori swell atau gravity waves dimana mempunyai batas pada sekon. Proses Band-Pass Filter dilakukan kepada data FFT dari setiap matriks untuk menyeleksi gelombang agar sesuai dengan kriteria swell atau gravity waves yang mempunyai periode antara sekon, dimana apabila dikonversi menggunakan rumus 29 untuk mendapatkan panjang gelombang didapatkan 294,768 meter sebagai batas bawah dan 2969,627 meter sebagai batas atas. Batas ini selanjutnya akan di-inversikan menjadi koordinat piksel dari wave spectra menggunakan rumus 3.2, 3.3 dan 3.4. Setelah terbentuk filter yang ditunjukkan oleh gambar 4.11, dilakukan proses konvolusi atau perkalian antara satu elemen matriks dengan elemen matriks yang sama baris dan kolomnya untuk menyeleksi nilai yang masuk dalam kriteria filter yang sudah dibentuk diatas. Hasil konvolusi atau band-pass filter itu kemudian dibalik (inversi) dalam rumus IFFT (Inverse Fast Fourier Transform) agar menjadi gelombang laut nyata lagi. Salah satu contoh dari hasil Band-Pass yang sudah mengalami proses inversi atau disebut IFFT (Inverse Fourier Transform) ditunjukkan oleh gambar Dimension Matrix Example matrix indices matrix indices Gambar 4.5 Contoh isi Matriks 3 Dimensi

94 Polarization Ratio and Local Incidence Angle Graph Polarization Ratio Local Incidence Angle (degrees) Gambar 4.6 Grafik Local Incidence Angle Gambar 4.7 Titik Puncak hasil FFT Matriks#1

95 71 Gambar 4.8 Titik Puncak hasil FFT Matriks#2 Gambar 4.9 Hasil FFT Matriks#1

96 72 Gambar 4.10 Hasil FFT Matriks#2 100 Filter s Wave Matrix Indices Matrix Indices Gambar 4.11 Filter

97 IFFT Result of Singleton # Matrix Indices Gambar 4.12 Hasil IFFT dari Singleton#1 pada Matriks#1 Hasil IFFT diatas lalu dikonversikan menuju Amplitudo, agar nantinya bisa menghitung intensitas energi menggunakan rumus 3.8. Hasil konversi dari kedua matriks tersebut ditunjukkan pada gambar 4.13 dan Hal yang menarik dari hasil konversi amplitudo ini adalah didapatkan karakteristik yang berbeda antara Matriks#1 dan Matriks#2 yaitu pada matriks#1 ditemukan tinggi berkisar antara 0,9-1 meter yang lebih tinggi daripada 0,7-0,8 meter di matriks#2, dimana hal ini merupakan tanda bahwa proses pengolahan citra sudah benar karena nilai tinggi gelombang akan lebih tinggi di daerah pantai (Matriks#1) daripada di tengah laut (Matriks#2) Local Maximum Search and Significant Wave Height Computation Hasil proses Band-Pass Filter terhadap Matriks#1 dan Matriks#2 akan diproses lebih lanjut dalam script dari Natan

98 74 yang bertujuan untuk menemukan lokasi piksel yang mempunyai nilai maksimal di setiap bagian dari matriks (Local Maxima Search). Kegunaan dari pencarian ini adalah untuk menghitung kemiringan rata-rata dari setiap matriks dari perhitungan Local Incidence Angle dengan menggunakan piksel dari pencarian tersebut sebagai sumber. Salah satu hasil Local Maxima Search dtampilkan pada gambar 4.15 dan Setelah menemukan Local Slopes dari proses di atas, hal yang selanjutnya dilakukan adalah menghitung Significant Waveheight dari setiap bagian dari Matriks menggunakan rumus 3.6. Tinggi gelombang dari setiap bagian matriks akan ditampilkan pada tabel 4.3 dan ditunjukkan pada gambar 4.17 dan Grafik rerata dari Significant Waveheight ini juga ditampilkan pada gambar 4.19, dimana ditambah dengan distribusi Gamma, ditandai dengan kurva berwarna merah yang berarti persebaran dari tinggi gelombang pada citra satelit ini tidak seragam (normal) tetapi random. Significant Waveheight ini merupakan parameter penting untuk menghitung energi gelombang menggunakan rumus Wave Graph on Matrix Index# Amplitude (m) Matrix Indices Gambar 4.13 Grafik Amplitudo Maksimum di Matriks#1 Indeks#14

99 75 4 Wave Graph on Matrix Index# Amplitude (m) Matrix Indices Gambar 4.14 Grafik Amplitudo Maksimum di Matriks#2 Indeks#38 Gambar 4.15 Contoh Local Maxima Search Result pada Matriks#1

100 76 Gambar 4.16 Contoh Local Maxima Search Result pada Matriks#2 5 Waveheight of Matrix#1 Graph Waveheight(m) Matrix Indices Gambar 4.17 Grafik Wave Height pada Matriks#1

101 77 5 Waveheight of Matrix#2 Graph Waveheight(m) Matrix Indices Gambar 4.18 Grafik Wave Height pada Matriks#2 Gambar 4.19 Grafik rerata Waveheight dan kurva distribusi Gamma

102 78 Tabel 4.3 Waveheight dari setiap indeks matriks Waveheight Matrix Index (m) 14 4, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,711

103 79 Matrix Index Waveheight (m) 10 2, , , , , , , , , , , , , , ,109 Dari tabel 4.3 di atas bisa dihitung H 1/3 atau Significant Waveheight, dimana menghasilkan nilai 3,713 meter dengan rerata dari semua indeks matriks sebesar 2,986 meter Komputasi Wave Power (Intensitas Energi) Data significant waveheight dan amplitudo yang sudah didapatkan dari proses di sub-bab sebelumnya akan digunakan pada rumus 3.7 dan 3.8 untuk mendapatkan nilai wave power. Wave power ini menunjukkan intensitas energi dalam Watt yang bisa didapatkan per satuan luas, dalam hal ini adalah meter 2. Grafik beserta distribusi gamma dari Hasil perhitungan ditampilkan pada gambar 4.20 dan 4.21, dimana distribusi gamma ditunjukkan dengan kurva merah. Sedangkan peta dari hasil estimasi ditampilkan pada gambar 4.22 dan 4.23.

104 80 Gambar 4.20 Grafik rerata Wave Power dari Wavelength dan kurva distribusi Gamma Gambar 4.21 Grafik rerata Wave Power dari Amplitude dan kurva distribusi Gamma

105 Gambar 4.22 Peta Wave Power dari Wavelength 81

106 82 Gambar 4.23 Peta Wave Power dari Amplitude

107 83 Dari gambar 4.20 dan 4.21 di atas bisa dilihat bahwa terdapat perbedaan rentang hasil antara menggunakan rumus 3.7 dan 3.8, dimana pada hasil menggunakan Wavelength (3.7) berada pada rentang W/m 2 dengan jumlah nilai yang hanya berjumlah 43 matriks, karena 1 matriks mempunyai nilai yang sama sedangkan hasil yang menggunakan Amplitudo (3.8) mempunyai rentang antara W/m 2 dengan banyak data mencapai ribuan karena setiap piksel mempunyai nilai yang berbeda-beda. Kesamaan dari kedua grafik tersebut adalah kecenderungan pada distribusi gamma yang selaras dengan bentuk histogram dari kedua grafik tersebut, atau dalam kata lain bentuk distribusi dari energi gelombang hasil estimasi menggunakan beberapa metode mempunyai bentuk distribusi gamma (random), bukan distribusi normal (Gaussian). Selain itu, dari gambar 4.20 dan 4.21 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa lokasi yang mempunyai nilai intensitas energi lebih tinggi daripada yang lain, dan pada tabel 4.4 dan 4.5 di bawah merupakan daftar koordinat dari lokasi-lokasi potensial tersebut. Hasil estimasi tersebut masih mencakup area tidak hanya di pantai Pulau Poteran saja, tetapi juga mencakup Laut antara Poteran dengan Jawa, akan tetapi dalam penempatan pembangkit energi gelombang laut, diutamakan berlokasi di dekat pantai untuk mempermudah pemeliharaan dan pemasangan karena tidak terlalu jauh jangkauannya. Pada studi kasus Pulau Poteran ini, titik terjauh dari pulau yang memungkinkan untuk dipasang pembangkit adalah 2 kilometer. Pada gambar 4.24 dan tabel 4.6 di bawah ini ditampilkan hasil buffer sejauh 2 km dan koordinat-koordinat potensial pembangkitan energi gelombang laut. Perlu diperhatikan bahwa hasil-hasil estimasi di atas merupakan hasil estimasi terhadap satu scene citra ALOS- PALSAR pada tanggal 5/12/2009 saja, bukan merupakan kondisi bulanan ataupun tahunan.

108 84 Tabel 4.4 Koordinat Potensial dari Amplitudo No Eastings Northings Zone (m) (m)

109 85 No Eastings Northings Zone (m) (m)

110 86 No Eastings Northings Zone (m) (m) Tabel 4.5 Koordinat Potensial dari Wavelength No Eastings (m) Northings (m) Zone Tabel 4.6 Koordinat Potensial Hasil Buffer. No Eastings (m) Northings (m) Zone

111 87 Gambar 4.24 Buffer 2 km dan 9 Lokasi Potensial Pembangkitan Energi Pada tabel 4.4 menjelaskan bahwa terdapat 63 lokasi potensial pembangkitan energi gelombang laut di sekitar Pulau Poteran yang mempunyai kekuatan diatas 200 W/m 2. Sedangkan dari tabel 4.5 terdapat 7 lokasi besar ber-dimensi 1.25x1.25 km yang mempunyai kekuatan diatas 600 W/m 2. Setelah mengalami proses buffer sejauh 2 kilometer dari batas pantai pulau Poteran seperti ditunjukkan oleh gambar 4.24, terdapat 9 lokasi paling potensial pembangkitan energi gelombang air laut yang ditunjukkan di tabel 4.6. Lokasilokasi ini bisa dijadikan referensi awal dalam menentukan letak survey lanjutan terhadap kontinuitas dan potensi tahunan dari energi gelombang air laut di perairan Pulau Poteran Residue Image, Korelasi dengan Batimetri dan Uji Statistik Dari hasil-hasil yang sudah didapat di atas (Amplitudo dan Wavelength), yang dilakukan selanjutnya adalah membuat selisih di antara keduanya (residue image) untuk mengetahui berapa selisih antara kedua hasil, dan nantinya menggunakan metode Confidence Interval of Mean untuk mendapatkan tingkat kepercayaan dari kedua hasil tersebut. Peta residu dari

112 88 kedua proses tersebut ditampilkan pada gambar 4.25 dan hasil dari uji statistika ditampilkan pada tabel 4.7 di bawah ini. Gambar 4.25 Peta residu dari dua metode estimasi

113 89 Tabel 4.7 Hasil Uji Statistika terhadap Metode Amplitudo Matrix Confidence Interval (W/m 2 ) Count Percentage (%) PowAmp1 14,501-14, ,329 PowAmp2 7,628-7, ,281 Pada gambar 4.25 bisa dilihat bahwa terdapat banyak selisih dengan nilai yang beragam, hal ini bisa dikatakan terjadi karena metode amplitudo menghitung per-piksel dari citra tersebut sedangkan metode tinggi gelombang menghitung setiap 1.25x1.25 km sehingga terjadi perbedaan nilai yang lumayan jauh. Tabel 4.7 menunjukkan bahwa hanya 0,3% dan 0,28% nilai dari hasil estimasi yang memenuhi syarat confidence interval 95%. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat rentang nilai potensi yang sangat panjang, mulai dari kecil hingga bisa untuk dipasang oleh pembangkit listrik tenaga gelombang. Tabel 4.7 juga menjelaskan bahwa penempatan pembangkit energi gelombang tidak boleh sembarangan karena apabila salah lokasi akan membuat pembangkit tersebut gagal atau tidak menghasilkan energi apapun karena nilai potensi yang memang rendah. Selain proses pencarian residu dan confidence interval terhadap hasil estimasi, dilakukan pula pencarian hubungan antara data batimetri dengan hasil estimasi dimana prosesnya menggunakan data batimetri yang didapatkan dari pengukuran lapangan oleh tim SIDI pada bulan April 2015, yang ditampilkan pada gambar Dari proses tersebut terdapat beberapa hubungan fundamental antara batimetri dengan nilai potensi energi gelombang hasil estimasi, sebagai berikut. a. Terdapat beberapa kedalaman ekstrim di perairan Pulau Poteran, khususnya di selat dengan Pulau Madura serta di sebelah tenggara dari pulau. b. Secara garis besar, baigan utara pulau mempunyai kedalaman yang lebih kecil daripada bagian selatan, yang mengakibatkan tinggi gelombang lebih tinggi banyak

114 90 berada di bagian utara, meskipun keterbatasan data citra satelit yang tidak overlap dengan daratan membuat data tinggi gelombang tidak lengkap dan memenuhi sekitaran perairan Pulau Poteran dan di lokasi dilaksanakannya survey batimetri. Gambar 4.26 Hasil Survei Batimetri Pulau Poteran Dari gambar 4.26 di atas dan beberapa hubungan fundamental dari batimetri dengan hasil estimasi potensi energi gelombang belum didapatkan hubungan yang benarbenar baik.

115 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian tentang estimasi energi gelombang air laut yang dilakukan di perairan Pulau Poteran, Sumenep Madura menggunakan citra satelit ALOS-PALSAR dengan scene id ALPSRP dan waktu pengambilan 12/5/2009 menghasilkan beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari proses penelitian ini adalah: a. Hasil estimasi energi gelombang laut menggunakan metode waveheight menunjukkan bahwa di Pulau Poteran pada tanggal 12 Mei 2009 mempunyai nilai yang beragam, antara 182 sampai 1317 W/m 2 sesuai dengan peta yang ditunjukkan pada gambar 4.22 dengan titik potensial sejumlah 7 area, yang ditunjukkan pada tabel 4.5. Sedangkan menggunakan metode amplitudo didapatkan rentang nilai antara 0 sampai 258 W/m 2 dengan titik potensial sejumlah 63 area seperti ditunjukkan apda tabel 4.4 dan peta yang ditunjukkan pada gambar Untuk letak lokasi paling potensial ditambah dengan ketentuan bahwa tidak mempunyai jarak lebih dari 2 km dari garis pantai pulau Poteran, didapatkan 9 lokasi seperti ditunjukkan oleh tabel 4.6 dan ditambah dengan gambar b. Dari proses pencarian residu atau perbandingan antara 2 metode tersebut, terdapat nilai-nilai yang sangat beragam seperti yang ditunjukkan oleh gambar 4.25 dikarenakan metode amplitudo menggunakan nilai setiap piksel sedangkan metode wavelength 91

116 92 menggunakan area 1.25x1.25 km, sehingga bisa disimpulkan bahwa menggunakan metode amplitudo lebih presisi dan baik daripada metode wavelength. Untuk proses statistika (Confidence Interval of the Mean) dengan tingkat kepercayaan 95%, didapatkan nilai yang berada pada rentang nilai yang ditoleransi adalah 0,3% dan 0,28% seperti ditunjukkan pada tabel 4.7sehingga bisa disimpulkan bahwa persebaran nilai potensi di perairan Pulau Poteran sangat random dan membuat peletakan pembangkit energi gelombang yang sangat hati-hati dan tidak sembarangan Saran Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan penelitian ini dan pengembangan energi gelombang laut antara lain adalah sebagai berikut : a. Diperlukan penelitian lanjutan unuk memastikan nilai potensi energi gelombang air laut menggunakan alat lapangan seperti buoy dan current meter, agar mendapat nilai yang lebih pasti dan lokasi yang lebih pasti. b. Diperlukan pengamatan menggunakan citra satelit yang tidak hanya 1 bulan atau satu scene saja, tetapi mencakup satu tahun untuk mendapatkan nilai potensi yang kontinu dan mengetahui efek dari iklim dan cuaca. c. Diperlukan adanya pengetahuan lebih lanjut tentang Water Wave Mechanics dan Wave Climate untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih valid. d. Hasil penelitian awal ini ada baiknya diteruskan dan direkomendasikan kepada tim peneliti lapangan dan

117 93 pihak-pihak terkait agar bisa mendapat follow-up yang pasti dan berlanjut. e. Diperlukan adanya bimbingan lebih intensif dan kontinu agar proses estimasi yang dilakukan lebih valid dan benar, khususnya apabila bidang itu baru bagi peneliti dan pembimbing.

118 94 (Halaman ini sengaja dikosongkan)

119 UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didukung dan didanai oleh SIDI (Sustainable Island Development Initiative) tim Pulau Poteran hasil kerjasama dari DAAD Jerman dan DIKTI. 95

120 96 (Halaman ini sengaja dikosongkan)

121 DAFTAR PUSTAKA Arinaga, Randi A, and Kwok Fai Cheung "Atlas of Global Wave Energy from 10 years of reanalysis and hindcast data." Renewable Energy Bauer, Eva, and Patrick Heimbach "Comparison of ERS-1 SAR and Altimeter Wave Height." Third International Symposium WAVES97. Virginia Beach: American Society of Civil Engineers Brandwood, David Fourier Transforms in Radar and Signal Processing. Boston: Artech House. Cooley, JAmes W, Peter A. W Lewis, and Peter D Welch "The Fast Fourier Transform and Its Applications." IEEE Transactions on Education Cutrona, L.J "Synthetic Aperture Radar." In Radar Handbook, New York: Mc Graw Hill Press. Dean, Robert G, and Robert A Dalrymple Water Wave Mechanics for Engineers and Scientists. Singapore: World Scientific. DexaWave Energy Content. October Djuric, Petar M, and Steven M Kay "Spectrum Estimation and Modeling." In Digital Signal Processing Handbook, by Vijay K Madisetti and Douglas B Williams, New York: CRC Press. European Space Agency Special Features of ASAR. July 24. Accessed December 14, html#eph.asar.ug.choos.specfeat.dupol Product Terms. July 24. Accessed December 14, Ghilani, Charles D Adjustment Computations: Spatial Data Analysis. New Jersey: John Wiley & Sons. 97

122 98 Hsu, Hwei P Schaum's Outline of Theory and Problems of Signal and Systems. New York: McGraw-Hill. Japan Space Systems PALSAR Reference Guide : 6th Edition. Tokyo: JAXA. Japan Space Systems PALSAR User's Guide : 2nd Edition. Tokyo: JAXA. Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Keanekaragaman Hayati Laut Indonesia Terbesar di Dunia. August Kumar, Vinay, and Manas Nanda "Image Processing in Frequency Domain Using MATLAB." INRIA Lewis, A., S. Estefen, J. Huckerby, W. Musial, T. Pontes, J. Torres- Martinez " Ocean Energy." In IPCC Special Report on Renewable Energy Sources and Climate Change Mitigation, by R. Pichs-Madruga, Y. Sokona, K. Seyboth, P. Matschoss, S. Kadner, T. Zwickel, P. Eickemeier, G. Hansen, S. Schlömer, C. von Stechow O. Edenhofer, Cambridge: Cambridge University Press. Massachusetts Institute of Technology Lecture 8: Filters in Frequency Domain. Masachussets: MIT Press. McCandless Jr, Samuel W, and Christopher R Jackson "Principles of Synthetic Aperture Radar." In SAR Marine User's Manual, by Christopher R Jackson and John R Apel, Washington DC: United states Department of Commerce. Mukhtasor Recent Notes on Economic Scales Ocean-Based Power Plants. Jakarta, DKI Jakarta. National Oceanic and Atmospheric Administration Synthetic Aperture Radar Marine User's Manual. Washington DC: U.S Department of Commerce. North Carolina State University "North Carolina State University Online Course." North Carolina State University website. January 12. Accessed March 12,

123 99 Ouchi, Kazuo, and Chan-Su Yang "Applications of ALOS- PALSAR to Coastal Waters with Examples of Ship Detection, and Information Extraction on Ocean Waves and Underwater Marine Cultivation." The 4th Joint PI Symposium of ALOS Data Nodes for ALOS Science Program Tokyo. Pelc, Robin, and Rod M Fujita "Renewable Energy from the Ocean." Marine Policy Rohman, Irwan Abdul Pemetaan Gelombang Laut dengan Metode Pemodelan Numerik dan Pemanfaatannya Untuk Mengidentifikasi Kerentanan Wilayah Pesisir terhadap Abrasi (Wilayah Studi: Kabupaten dan Kota Cirebon). Bachelor Thesis, Bandung: Institut Teknologi Bandung. Sugimoto, Mitsunobu, Nobuaki Shiroto, and Kazuo Ouchi "Estimation of Ocean Wave Height using Polarization Ratio of Synthetic Aperture Radar Data." Geoscience and Remote Sensing Symposium (IGARSS), 2011 IEEE International. Vancouver: IEEE Sulaiman, A, and I Soehardi Pendahuluan Geomorfologi Pantai Kuantitatif. 1st. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Thomas, M.H.B "The estimation of wave height from digitally processed SAR Imagery." International Journal of Remote Sensing 3 (1): Triatmojo, Bambang Teknik Pantai. Jogjakarta: Beta Offset. United Nations Economic and Social Council "The Naming Procedures of Indonesia's Island." Tenth United Nations Conference on the Standardization of Geographical Names. New York. United States Department of Energy Ocean Energy Technology Overview. Colorado: Federal Energy Management Program.

124 100 (Halaman ini sengaja dikosongkan)

125 101 DAFTAR ISTILAH aperture synthesis ascending backscatter coefficient bandwidth digital number dominant wavelength finite geo-coding Sebuah proses pencampuran sinyal dari teleskop atau sensor yang ada untuk mendapatkan gambar dengan resolusi yang sama besarnya dengan ukuran sensor. Sebuah mode pengambilan data satelit yang mengarah dari kutub selatan menuju kutub utara. Nilai dari tingkat deteksi sebuha objek menggunakan radar. Sebuah ukuran dari lebar sebuah frekuensi, diukur dalam Hertz (Hz) Nilai yang ada di setiap piksel sebuah citra satelit. Panjang gelombang dominan yang ada dalam sebuah gelombang atau sinyal. Hingga Proses pencarian koordinat geografis dari deskripsi sebuah lokasi. geo-referencing Proses penempatan objek berupa gambar yang belum mempunyai acuan sistem koordinat ke dalam sebuah sistem koordinat tertentu. hindcasting Metode untuk menguji sebuah model matematis menggunakan data-data dari masa lalu. incidence angle Besar deviasi atau sudut datang dari sebuah sinyal terhadap bentuk bumi. local maxima Titik tertinggi dalam sebuha matriks lokal. local slopes Kemiringan local sebuah puncak magnitude gelombang. Besar puncak sebuah gelombang.

126 102 modelling Sebuah proses pembuatan model (pendekatan) dari data-data yang tersedia. multiple scattering Sebuah proses deviasi atau perubahan arah dari sebuah sinyal yang terjadi bersamaan di waktu yang sama. nynguist frequency Nilai separuh dari sampling rate sebuah sistem pemrosesan sinyal. outlier Nilai observasi yang terlalu jauh nilainya dari nilai-nilai yang lain. polarization Sebuah indikator orientasi dari aliran elektris dalam sebuah bidang elektromagnetik (sinyal). polarization ratio Perbandingan antara satu polarisasi dengan polarisasi yang lain. resiprokal Bersifat saling berbalasan. scene sigma nought spektra/spectrum subsetting swell velocity bunching velocity potential Satuan citra satelit. Besaran konvensional dari kekuatan pantulan radar, mempunyai satuan desibel (db). Keadaan yang tidak terbatas pada satu set harga saja. Proses pemotongan sebuah gambar atau citra dengan kriteria posisi tertentu. Gelombang medium atau disebut infragravity waves. Proses transformasi non-linear untuk mendapatkan arah dan besar kecepatan dari sebuah data SAR Sebuah besaran scalar yang digunakan dalam teori aliran potensial.

127 103 LAMPIRAN 1 Script Matlab dari Proses Perhitungan %Synthetic Aperture Radar for Ocean Wave Energy Estimation Program %Made by Zulfikar Adlan Nadzir, %Geodynamics and Environment Laboratory Laboratorium %Bachelor Thesis Undergraduate Program Geomatics Engineering Department, %Sepuluh Nopember Institute of Technology, Surabaya, Indonesia %Last Update % INPUT PROCESS START A=imread('E:\Ongoing Task\Bachelor Thesis\Garap\Olahan Bismillah\Sigma\ALPSRP P1.1 A_SIGMA_DB-AMP-HH.tif'); %HH Polarization Sigma Naught Image Input B=imread('E:\Ongoing Task\Bachelor Thesis\Garap\Olahan Bismillah\Sigma\ALPSRP P1.1 A_SIGMA_DB-AMP-VV.tif'); %VV Polarization Sigma Naught Image Input C=imread('E:\Ongoing Task\Bachelor Thesis\Garap\Olahan Bismillah\Amplitude\ALPSRP P1.1 A_AMP- HH.tif'); %HH Polarization Amplitude Image Input % INPUT PROCESS END % SUBSETTING IMAGE START A1=(A(1:600,989:1088)); A2=(A(501:600,889:988)); A3=(A(601:700,489:1088)); A4=(A(1:300,289:988)); A5=(A(301:400,289:588)); A6=(A(301:600,89:288));

128 104 B1=(B(1:600,989:1088)); B2=(B(501:600,889:988)); B3=(B(601:700,489:1088)); B4=(B(1:300,289:988)); B5=(B(301:400,289:588)); B6=(B(301:600,89:288)); C1=(C(1:600,989:1088)); C2=(C(501:600,889:988)); C3=(C(601:700,489:1088)); C4=(C(1:300,289:988)); C5=(C(301:400,289:588)); C6=(C(301:600,89:288)); % SUBSETTING IMAGE END % STORING MATRIX START %--FOR SIGMA_NAUGHT-HH D1=zeros(100,100,16); D2=zeros(100,100,27); %--A1 for i=1:6 D2(:,:,i)=A1(100*(i-1)+1:100*i,:); end %--A2 D1(:,:,1)=A2; %--A3 for i=2:7 D1(:,:,i)=A3(:,100*(i-2)+1:100*(i-1)); end %--A4 for i=1:3 for j=1:7 k=(i-1)*7+j+6; D2(:,:,k)=A4(100*(i-1)+1:100*i,100*(j- 1)+1:100*j); end end %--A5 for i=8:10 D1(:,:,i)=A5(:,100*(i-8)+1:100*(i-7));

129 105 end %--A6 for i=1:3 for j=1:2 k=(i-1)*2+j+10; D1(:,:,k)=A6(100*(i-1)+1:100*i,100*(j- 1)+1:100*j); end end %--FOR SIGMA_NAUGHT-VV E1=zeros(100,100,16); E2=zeros(100,100,27); %--B1 for i=1:6 E2(:,:,i)=B1(100*(i-1)+1:100*i,:); end %--B2 E1(:,:,1)=B2; %--B3 for i=2:7 E1(:,:,i)=B3(:,100*(i-2)+1:100*(i-1)); end %--B4 for i=1:3 for j=1:7 k=(i-1)*7+j+6; E2(:,:,k)=B4(100*(i-1)+1:100*i,100*(j- 1)+1:100*j); end end %--B5 for i=8:10 E1(:,:,i)=B5(:,100*(i-8)+1:100*(i-7)); end %--B6 for i=1:3 for j=1:2 k=(i-1)*2+j+10;

130 106 E1(:,:,k)=B6(100*(i-1)+1:100*i,100*(j- 1)+1:100*j); end end %--FOR AMPLITUDE-HH F1=zeros(100,100,16); F2=zeros(100,100,27); %--C1 for i=1:6 F2(:,:,i)=C1(100*(i-1)+1:100*i,:); end %--C2 F1(:,:,1)=C2; %--C3 for i=2:7 F1(:,:,i)=C3(:,100*(i-2)+1:100*(i-1)); end %--C4 for i=1:3 for j=1:7 k=(i-1)*7+j+6; F2(:,:,k)=C4(100*(i-1)+1:100*i,100*(j- 1)+1:100*j); end end %--C5 for i=8:10 F1(:,:,i)=C5(:,100*(i-8)+1:100*(i-7)); end %--C6 for i=1:3 for j=1:2 k=(i-1)*2+j+10; F1(:,:,k)=C6(100*(i-1)+1:100*i,100*(j- 1)+1:100*j); end end % STORING MATRIX END

131 107 % LOCAL INCIDENCE ANGLE COMPUTATION START %--FOR GRID1 G1=zeros(100,100,16); for i=1:16 G1(:,:,i)=(E1(:,:,i)./D1(:,:,i)); end Local1=rad2deg((((G )/22.12))); H1=(degtorad( )-((G )/22.12)); Hdeg1=radtodeg(H1); %--FOR GRID2 G2=zeros(100,100,27); for i=1:27 G2(:,:,i)=(E2(:,:,i)./D2(:,:,i)); end Local2=rad2deg((((G )/22.12))); H2=(degtorad( )-((G )/22.12)); Hdeg2=radtodeg(H2); % LOCAL INCIDENCE ANGLE COMPUTATION END % FFT ANALYSIS START %--FOR GRID1 %nx=100; %ny=100; for i=1:16 J1(:,:,i)=fft2(F1(:,:,i));%,2*nx-1,2*ny- 1); end meanj1=zeros(100,100); for i=1:16 meanj1=meanj1+j1(:,:,i); end meanj1=(meanj1/16); %--Dominant Wave Spectra Filter meanj1filt=(log(1+(abs(fftshift(meanj1))))); for i=1:100 for j=1:100

132 108 end end if meanj1filt(i,j)<=14; meanj1filt(i,j)=nan; else meanj1filt(i,j)=meanj1filt(i,j); end %--FOR GRID2 %nx=100; %ny=100; for i=1:27 J2(:,:,i)=fft2(F2(:,:,i));%,2*nx-1,2*ny- 1); end meanj2=zeros(100,100); for i=1:27 meanj2=meanj2+j2(:,:,i); end meanj2=(meanj2/27); %--Dominant Wave Spectra Filter meanj2filt=(log(1+(abs(fftshift(meanj2))))); for i=1:100 for j=1:100 if meanj2filt(i,j)<=14; meanj2filt(i,j)=nan; else meanj2filt(i,j)=meanj2filt(i,j); end end end % FFT ANALYSIS END % DOMINANT WAVELENGTH COMPUTATION START %--FOR GRID1 kxdom=2*pi*1/1250; kydom=2*pi*2/1250; L1=(2*pi)/(sqrt((kxdom*kxdom)+(kydom*kydom))); %--FOR GRID2

133 109 kxdom=2*pi*1/1250; kydom=2*pi*1/1250; L2=(2*pi)/(sqrt((kxdom*kxdom)+(kydom*kydom))); % DOMINANT WAVELENGTH COMPUTATION END % DISPERSION RELATION PARAMETERS COMPUTATION START g=9.8; h=10; %--FOR GRID1 k1=2*pi/l1; om1=sqrt(g*k1*tanh(k1*h)); p1=2*pi/om1; %--FOR GRID2 k2=2*pi/l2; om2=sqrt(g*k2*tanh(k2*h)); p2=2*pi/om2; % DISPERSION RELATION PARAMETERS COMPUTATION END % BAND PASS FILTER START Lmin= ; Lmax= ; kmin=2*pi/lmax; kmax=2*pi/lmin; [Nx,Ny]=size(J1(:,:,1)); kx1=-nx/2:nx/2-1; %In the case that Nx is even number ky1=-ny/2:ny/2-1; kx=2*pi/1250*kx1; ky=2*pi/1250*ky1; bfilterfft=zeros(nx,ny); for i=1:ny for j=1:nx k=sqrt(kx(j)^2+ky(i)^2); if k>kmin && k<kmax bfilterfft(i,j)=1;

134 110 end end end %--FOR GRID1 for i=1:16 inv1(:,:,i)=j1(:,:,i).*bfilterfft; inv1(:,:,i)=ifftshift(inv1(:,:,i)); Bp1(:,:,i)=ifft2(inv1(:,:,i));%,2*nx- 1,2*ny-1); Br1(:,:,i)=real(Bp1(:,:,i)); %--Amplitude convertion Bra1(:,:,i)=Br1(:,:,i)./1250; end meanjbp1=zeros(100,100); for i=1:16 meanjbp1=meanjbp1+br1(:,:,i); end meanjbp1=(meanjbp1/16); %--FOR GRID2 for i=1:27 inv2(:,:,i)=j2(:,:,i).*bfilterfft; inv2(:,:,i)=ifftshift(inv2(:,:,i)); Bp2(:,:,i)=ifft2(inv2(:,:,i));%,2*nx- 1,2*ny-1); Br2(:,:,i)=real(Bp2(:,:,i)); %--Amplitude conversion Bra2(:,:,i)=Br2(:,:,i)./1250; end meanjbp2=zeros(100,100); for i=1:27 meanjbp2=meanjbp2+br2(:,:,i); end meanjbp2=(meanjbp2/17);

135 111 % BAND PASS FILTER END % Local Maximum Search and Significant Waveheight Computation START %--FOR GRID1 for x=1:16 Pe1=FastPeakFind (Br1(:,:,x)); t=1; while t<=size(pe1,1); Mean1(t,1)=Hdeg1((Pe1(t)),(Pe1(t+1))); t=t+2; end He1(x,1)=(L1*tand(sum(Mean1)*2/(size(Pe1,1))))/( 2*pi); Heig(x,1)=He1(x,1); end %--FOR GRID2 for x=1:27 Pe2=FastPeakFind (Br2(:,:,x)); t=1; while t<=size(pe2,1); Mean2(t,1)=Hdeg2((Pe2(t)),(Pe2(t+1))); t=t+2; end He2(x,1)=(L2*tand(sum(Mean2)*2/(size(Pe2,1))))/( 2*pi); Heig(x+16,1)=He2(x,1); end % Local Maximum Search and Significant Waveheight Computation END

136 112 % Wave Power Computation START %--Using Power Equation Pow1=0.57*He1.^2*p1; Pow2=0.57*He2.^2*p2; %--Using Intensity Equation rho=10.27; meanpowamp1=zeros(100,100); for i=1:16 PowAmp1(:,:,i)=1*rho*Bra1(:,:,i).^2; Amp(:,:,i)=PowAmp1(:,:,i); meanpowamp1=meanpowamp1+powamp1(:,:,i); end meanpowamp2=zeros(100,100); for i=1:27 PowAmp2(:,:,i)=1*rho*Bra2(:,:,i).^2; Amp(:,:,i+16)=PowAmp2(:,:,i); meanpowamp2=meanpowamp2+powamp2(:,:,i); end % Wave Power Computation END % Image Final Storing START % For Amplitude Image %--1st Matrix Ha1=zeros(600,100); for i=1:6 Ha1(((i-1)*100)+1:(i*100),:)=PowAmp2(:,:,i); end %--2nd Matrix Ha2=PowAmp1(:,:,1); %--3rd Matrix Ha3=zeros(100,600); for i=2:7 Ha3(:,((i-2)*100)+1:((i- 1)*100))=PowAmp1(:,:,i); end

137 %--4th Matrix Ha4=zeros(300,700); for i=1:3 for j=1:7 k=(i-1)*7+j+6; Ha4(100*(i-1)+1:100*i,100*(j- 1)+1:100*j)=PowAmp2(:,:,k); end end %--5th Matrix Ha5=zeros(100,300); for i=8:10 Ha5(:,((i-8)*100)+1:((i- 7)*100))=PowAmp1(:,:,i); end %--6th Matrix Ha6=zeros(300,200); for i=1:3 for j=1:2 k=(i-1)*2+j+10; Ha6(100*(i-1)+1:100*i,100*(j- 1)+1:100*j)=PowAmp1(:,:,k); end end % For Local Maxima Image Hla1=zeros(100,100,16); for i=1:16 Hla1(:,:,i)=Pow1(i,1); Wav(i,1)=Pow1(i,1); end Hla2=zeros(100,100,27); for i=1:27 Hla2(:,:,i)=Pow2(i,1); Wav(i+16,1)=Pow2(i,1); end %--1st Matrix Hl1=zeros(600,100); for i=1:6 Hl1(((i-1)*100)+1:(i*100),:)=Hla2(:,:,i); end 113

138 114 %--2nd Matrix Hl2=Hla1(:,:,1); %--3rd Matrix Hl3=zeros(100,600); for i=2:7 Hl3(:,((i-2)*100)+1:((i- 1)*100))=Hla1(:,:,i); end %--4th Matrix Hl4=zeros(300,700); for i=1:3 for j=1:7 k=(i-1)*7+j+6; Hl4(100*(i-1)+1:100*i,100*(j- 1)+1:100*j)=Hla2(:,:,k); end end %--5th Matrix Hl5=zeros(100,300); for i=8:10 Hl5(:,((i-8)*100)+1:((i- 7)*100))=Hla1(:,:,i); end %--6th Matrix Hl6=zeros(300,200); for i=1:3 for j=1:2 k=(i-1)*2+j+10; Hl6(100*(i-1)+1:100*i,100*(j- 1)+1:100*j)=Hla1(:,:,k); end end % For Residue Image Hr1=Ha1-Hl1; Hr2=Ha2-Hl2; Hr3=Ha3-Hl3; Hr4=Ha4-Hl4; Hr5=Ha5-Hl5; Hr6=Ha6-Hl6;

139 LAMPIRAN 2 Peta-Peta a. Peta Citra 115

140 116 b. Peta Wavelength

141 c. Peta Amplitudo 117

142 118 d. Peta Residue

143 119 BIODATA PENULIS Penulis lahir di kota Magelang, 21 tahun yang lalu (19/12/1993) dan merupakan anak sulung dari 4 bersaudara. Pendidikan formal penulis ditempuh di TK Dharma Wanita Bambe Gresik, SDN 2 Bambe Gresik, SMPN 12 Surabaya dan SMAN 5 Surabaya. Pada tahun 2011 setelah menyelesaikan SMA penulis melanjutkan studi S1 dan diterima di Teknik Geomatika FTSP-ITS melalui jalur SNMPTN Tulis dengan NRP Selama menempuh sarjana penulis juga aktif di beberapa organisasi mahasiswa dan sosial yaitu di HIMAGE-ITS sebagai Kepala Bidang Keprofesian, Kepala Departemen Keilmiahan dan Keprofesian serta Badan Perwakilan Mahasiswa dan di Gerakan Menulis Harapan sebagai relawan pendidikan. Penulis juga cukup aktif mengembangkan dan menjuarai beberapa kompetisi dan konferensi ilmiah baik nasional maupun internasional, diantaranya menjadi Trainer Keilmiahan ITS, LOGIN 2014 UGM, INDIKATAMA 2014 LPPM-ITS, Simposium Nasional Teknik Geomatika ITS, Simposium Nasional HIMAGE-ITS dan IJJSS pada tahun Penulis pernah mewakili Indonesia menjadi salah seorang summer intern dalam program UTSIP (University of Tokyo Summer Internship Program) 2014 di Tokyo, Jepang. Dalam bidang akademik, penulis pernah ditunjuk menjadi asisten laboratorium dan memilih bidang Geodinamika dan Lingkungan serta menjadi asisten mata kuliah beberapa mata kuliah jurusan dan mata kuliah umum (UPMB). Kontak penulis adalah zulfikaradlan@gmail.com.

ESTIMASI TINGGI GELOMBANG LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS-PALSAR (STUDI KASUS: PERAIRAN PULAU POTERAN, SUMENEP)

ESTIMASI TINGGI GELOMBANG LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS-PALSAR (STUDI KASUS: PERAIRAN PULAU POTERAN, SUMENEP) Estimasi Tinggi Gelombang... ESTIMASI TINGGI GELOMBANG LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS-PALSAR (STUDI KASUS: PERAIRAN PULAU POTERAN, SUMENEP) Zulfikar Adlan Nadzir 1), Lalu Muhamad Jaelani) 1, Albertus

Lebih terperinci

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) LAMPIRAN 51 Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) Sensor PALSAR merupakan pengembangan dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit pendahulunya, JERS-1. Sensor PALSAR adalah suatu sensor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan tehnik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika

Lebih terperinci

Evaluasi Pengukuran Angin dan Arus Laut Pada Data Sentinel-1, Data Bmkg, dan Data In-Situ (Studi Kasus: Perairan Tenggara Sumenep)

Evaluasi Pengukuran Angin dan Arus Laut Pada Data Sentinel-1, Data Bmkg, dan Data In-Situ (Studi Kasus: Perairan Tenggara Sumenep) G153 Evaluasi Pengukuran Angin dan Arus Laut Pada Data Sentinel-1, Data Bmkg, dan Data In-Situ (Studi Kasus: Perairan Tenggara Sumenep) Fristama Abrianto, Lalu Muhamad Jaelani Jurusan Teknik Geomatika,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM BAB II DASAR TEORI 2.1 DEM (Digital elevation Model) 2.1.1 Definisi DEM Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk penyajian ketinggian permukaan bumi secara digital. Dilihat dari distribusi titik

Lebih terperinci

EVALUASI PENGUKURAN ANGIN DAN ARUS LAUT PADA DATA SENTINEL-1, DATA BMKG, DAN DATA IN-SITU (Studi Kasus: Perairan Tenggara Sumenep)

EVALUASI PENGUKURAN ANGIN DAN ARUS LAUT PADA DATA SENTINEL-1, DATA BMKG, DAN DATA IN-SITU (Studi Kasus: Perairan Tenggara Sumenep) JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 EVALUASI PENGUKURAN ANGIN DAN ARUS LAUT PADA DATA SENTINEL-1, DATA BMKG, DAN DATA IN-SITU (Studi Kasus: Perairan Tenggara Sumenep)

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG Pengaruh Fenomena La-Nina terhadap SPL Feny Arafah PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG 1) Feny Arafah 1) Dosen Prodi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemantauan Padi dengan SAR Polarisasi Tunggal Pada awal perkembangannya, sensor SAR hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja. Masalah daya di satelit, kapasitas pengiriman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, dengan kondisi iklim basa yang peluang tutupan awannya sepanjang tahun cukup tinggi.

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI

PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI PENYUSUNAN MODEL PENDUGAAN DAN PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN PADA TEGAKAN JATI (Tectona grandis Linn.F) MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 M DAN 12,5 M (Studi Kasus : KPH Kebonharjo Perhutani Unit

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI

BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI IV.1 Sekilas Tentang Gunung Api Batur Area yang menjadi kajian (studi) untuk dilihat sinyal deformasinya (vertikal) melalui Teknologi InSAR selama kurun waktu

Lebih terperinci

STUDI SIMULASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ARUS LAUT MENGGUNAKAN HORIZONTAL AXIS TURBIN DENGAN METODE CFD

STUDI SIMULASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ARUS LAUT MENGGUNAKAN HORIZONTAL AXIS TURBIN DENGAN METODE CFD EKO RENDI SETIAWAN NRP 4205 100 060 STUDI SIMULASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ARUS LAUT MENGGUNAKAN HORIZONTAL AXIS TURBIN DENGAN METODE CFD TUGAS AKHIR LS 1336 STUDI SIMULASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dikenal sebagai teknologi yang memiliki manfaat yang luas. Pemanfaatan yang tepat dari teknologi ini berpotensi meningkatkan

Lebih terperinci

ESTIMASI ENERGI GELOMBANG LAUT MENGGUNAKAN SATELIT ALTIMETRI JASON-2 STUDI KASUS: SELATAN PULAU JAWA

ESTIMASI ENERGI GELOMBANG LAUT MENGGUNAKAN SATELIT ALTIMETRI JASON-2 STUDI KASUS: SELATAN PULAU JAWA Estimasi Energi Gelombang... ESTIMASI ENERGI GELOMBANG LAUT MENGGUNAKAN SATELIT ALTIMETRI JASON-2 STUDI KASUS: SELATAN PULAU JAWA Muhammad Rizka Arief Pratama 1), Lalu Muhamad Jaelani 2), Albertus Sulaiman

Lebih terperinci

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang 17 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2010 dan berakhir pada bulan Juni 2011. Wilayah penelitian berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA . II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas kawasan hutan Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan provinsi adalah 133.300.543,98 ha (Kementerian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGOLAHAN DATA 3.1 Diagram Alir Pengolahan Data Pengolahan data dimulai dari pengolahan data citra ALOS-PALSAR level 1.0 yaitu data mentah (RAW) hingga menjadi peta deformasi. Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angin Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal maupun secara vertikal dengan kecepatan bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis. Faktor

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

PEMETAAN GELOMBANG LAUT DENGAN METODE PEMODELAN NUMERIK DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN WILAYAH PESISIR TERHADAP ABRASI

PEMETAAN GELOMBANG LAUT DENGAN METODE PEMODELAN NUMERIK DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN WILAYAH PESISIR TERHADAP ABRASI PEMETAAN GELOMBANG LAUT DENGAN METODE PEMODELAN NUMERIK DAN PEMANFAATANNYA UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN WILAYAH PESISIR TERHADAP ABRASI (Wilayah Studi: Kabupaten dan Kota Cirebon) TUGAS AKHIR Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan dan Realisasi Antena Mikrostrip Polarisasi Sirkular dengan Catuan Proxmity Coupled

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan dan Realisasi Antena Mikrostrip Polarisasi Sirkular dengan Catuan Proxmity Coupled BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dikenal sebagai teknologi yang memiliki manfaat yang luas. Pemanfaatan yang tepat dari teknologi ini berpotensi meningkatkan

Lebih terperinci

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA Atriyon Julzarika Alumni Teknik Geodesi dan Geomatika, FT-Universitas Gadjah Mada, Angkatan 2003 Lembaga Penerbangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai kepantaian

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS KARAKTERISTIK FISIS WAVEFORM SATELIT ALTIMETRI STUDI KASUS: PESISIR PULAU JAWA

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS KARAKTERISTIK FISIS WAVEFORM SATELIT ALTIMETRI STUDI KASUS: PESISIR PULAU JAWA IDENTIFIKASI DAN ANALISIS KARAKTERISTIK FISIS WAVEFORM SATELIT ALTIMETRI STUDI KASUS: PESISIR PULAU JAWA TUGAS AKHIR Karya ilmiah yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, Telkom University sedang mengembangkan satelit mikro yang mengorbit pada ketinggian 600-700 km untuk wahana pembelajaran space engineering. Sebelum satelit

Lebih terperinci

Oleh. Muhammad Legi Prayoga

Oleh. Muhammad Legi Prayoga PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN NUMERIK DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS KERENTANAN WILAYAH PESISIR TERHADAP ABRASI (STUDI KASUS: PESISIR KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT) TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

Spektrum Gelombang. Penginderaan Elektromagnetik. Gelombang Mikro - Pasif. Pengantar Synthetic Aperture Radar

Spektrum Gelombang. Penginderaan Elektromagnetik. Gelombang Mikro - Pasif. Pengantar Synthetic Aperture Radar Spektrum Gelombang Pengantar Synthetic Aperture Radar Bambang H. Trisasongko Department of Soil Science and Land Resources, Bogor Agricultural University. Bogor 16680. Indonesia. Email: trisasongko@live.it

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010

PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010 PENGGUNAAN METODE INSAR DIFERENSIAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI ERUPSI GUNUNG MERAPI PADA TAHUN 2010 TUGAS AKHIR atau SKRIPSI Karya ilmiah yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20 Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-2 IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN ANALISIS PARAMETER KUALITAS AIR LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN SUMENEP UNTUK PEMBUATAN PETA SEBARAN POTENSI IKAN PELAGIS (Studi Kasus : Total Suspended Solid (TSS)) Feny Arafah, Muhammad Taufik, Lalu Muhamad

Lebih terperinci

STUDI POTENSI PEMANFAATAN ENERGI GELOMBANG LAUT SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK DI PERAIRAN PANTAI PULAU SUMATERA BAGIAN UTARA AHMAD HIMAWAN UMNA

STUDI POTENSI PEMANFAATAN ENERGI GELOMBANG LAUT SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK DI PERAIRAN PANTAI PULAU SUMATERA BAGIAN UTARA AHMAD HIMAWAN UMNA STUDI POTENSI PEMANFAATAN ENERGI GELOMBANG LAUT SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK DI PERAIRAN PANTAI PULAU SUMATERA BAGIAN UTARA Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri =( )/2 (2.1)

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri =( )/2 (2.1) BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri Pengukuran pada satelit altimetri adalah pengukuran jarak dari altimeter satelit ke permukaan laut. Pengukuran jarak dilakukan dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SIMULASI PARAMETER RADAR TERHADAP PERFORMANSI SYNTHETIC APERTURE RADAR PADA TAHAP AWAL PENCITRAAN SENSOR RADAR PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS DAN SIMULASI PARAMETER RADAR TERHADAP PERFORMANSI SYNTHETIC APERTURE RADAR PADA TAHAP AWAL PENCITRAAN SENSOR RADAR PROPOSAL SKRIPSI ANALISIS DAN SIMULASI PARAMETER RADAR TERHADAP PERFORMANSI SYNTHETIC APERTURE RADAR PADA TAHAP AWAL PENCITRAAN SENSOR RADAR PROPOSAL SKRIPSI KONSENTRASI TELEKOMUNIKASI Diajukan untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT Eksakta Vol. 18 No. 1, April 2017 http://eksakta.ppj.unp.ac.id E-ISSN : 2549-7464 P-ISSN : 1411-3724 PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR III.1 Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) atau sering juga disebut DEM, merupakan

Lebih terperinci

EKSPLORASI ALOS PALSAR MENGGUNAKAN POLSARPRO V3.0 DENGAN AREAL KAJIAN PT. SANG HYANG SERI, SUBANG, JAWA BARAT. Oleh : DERY RIANSYAH A

EKSPLORASI ALOS PALSAR MENGGUNAKAN POLSARPRO V3.0 DENGAN AREAL KAJIAN PT. SANG HYANG SERI, SUBANG, JAWA BARAT. Oleh : DERY RIANSYAH A EKSPLORASI ALOS PALSAR MENGGUNAKAN POLSARPRO V3.0 DENGAN AREAL KAJIAN PT. SANG HYANG SERI, SUBANG, JAWA BARAT Oleh : DERY RIANSYAH A24103087 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION

PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION Tugas Akhir Disusun untuk memenuhi syarat kurikuler untuk memperoleh gelar sarjana dari Program Studi Oseanografi

Lebih terperinci

FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK. Tugas Akhir

FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK. Tugas Akhir FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK Tugas Akhir Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Program

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI TENAGA GELOMBANG LAUT SEBAGAI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI PERAIRAN MALANG SELATAN

KAJIAN POTENSI TENAGA GELOMBANG LAUT SEBAGAI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI PERAIRAN MALANG SELATAN ABSTRAK KAJIAN POTENSI TENAGA GELOMBANG LAUT SEBAGAI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI PERAIRAN MALANG SELATAN Tri Alfansuri [1], Efrita Arfa Zuliari [2] Jurusan Teknik Elektro, [1,2] Email : tri.alfansuri@gmail.com

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK Disusun oleh : Muhammad Nur Farizky M0212053 SKRIPSI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM (Digital Elevation Model) Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk 3 dimensi dari permukaan bumi yang memberikan data berbagai morfologi permukaan bumi, seperti kemiringan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 41 BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 4.1 Laser Laser atau sinar laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation, yang berarti suatu berkas sinar yang diperkuat dengan

Lebih terperinci

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... v HALAMAN PERNYATAAN... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR

Lebih terperinci

I Elevasi Puncak Dermaga... 31

I Elevasi Puncak Dermaga... 31 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... v HALAMAN PERNYATAAN.. vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR...x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

Eko Yudha ( )

Eko Yudha ( ) Eko Yudha (3507 100 045) Fenomena letusan Gunung Berapi Teknologi InSAR Terjadinya perubahan muka tanah (deformasi) akibat letusan gunung Berapi Penggunaan Teknologi InSAR untuk pengamatan gunung api Mengetahui

Lebih terperinci

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Chapter 5 Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Gelombang dasar lain datang jika jarak dari beberapa titik dari titik tertentu dianggap sebagai koordinat relevan yang bergantung pada variabel akustik.

Lebih terperinci

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI 425-890 MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Hambatan listrik adalah salah satu jenis besaran turunan yang memiliki satuan Ohm. Satuan hambatan jika

Lebih terperinci

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Diah Witarsih dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu teknik pengukuran atau perolehan informasi dari beberapa sifat obyek atau fenomena dengan menggunakan alat perekam yang secara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian secarageografisterletakpada107 o o BT

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian secarageografisterletakpada107 o o BT 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Potensi Daerah Penelitian 3.1.1 Lokasi Daerah Penelitian Daerah penelitian secarageografisterletakpada107 o 44 30-107 o 47 30 BT dan 7 o 10 30-7 o 8 30 LS. Tepatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas gunung api dapat dipelajari dengan pengamatan deformasi. Pemantauan deformasi gunung api dapat digolongkan menjadi tiga kategori berbeda dari aktifitas gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di bidang informasi spasial dan fotogrametri menuntut sumber data yang berbentuk digital, baik berformat vektor maupun raster. Hal ini dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia seringkali terjadi bencana alam yang sering mendatangkan kerugian bagi masyarakat. Fenomena bencana alam dapat terjadi akibat ulah manusia maupun oleh

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA PASUT DAN ARUS DI KAWASAN PESISIT KECAMATAN MUARA GEMBONG, KABUPATEN BEKASI, JAWA BARAT. TUGAS AKHIR Karya tulis ilmiah yang diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP

Lebih terperinci

Analisa Peletakan Multi Horisontal Turbin Secara Bertingkat

Analisa Peletakan Multi Horisontal Turbin Secara Bertingkat JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No., (05) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) G-0 Analisa Peletakan Multi Horisontal Turbin Secara Bertingkat Agus Suhartoko, Tony Bambang Musriyadi, Irfan Syarif Arief Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding 14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku 2.2. Parameter Sawah Baku

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku 2.2. Parameter Sawah Baku II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku Mega isu pertanian pangan dan energi, mencakup: (1) perbaikan estimasi produksi padi, dari list frame menuju area frame, (2) pemetaan lahan baku sawah terkait

Lebih terperinci

Oleh: Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

Oleh: Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Synthetic Aperture Radar (SAR) untuk Mendukung Quick Response dan Rapid Mapping Bencana (Studi Kasus: Deteksi Banjir Karawang, Jawa Barat) Oleh: Fajar Yulianto, Junita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perubahan Penggunaan Lahan Pengertian lahan berbeda dengan tanah, namun dalam kenyataan sering terjadi kekeliruan dalam memberikan batasan pada kedua istilah tersebut. Tanah

Lebih terperinci

PRA-PEMPROSESAN DATA LUARAN GCM CSIRO-Mk3 DENGAN METODE TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT

PRA-PEMPROSESAN DATA LUARAN GCM CSIRO-Mk3 DENGAN METODE TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT TUGAS AKHIR - ST 1325 PRA-PEMPROSESAN DATA LUARAN GCM CSIRO-Mk3 DENGAN METODE TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT ANGGREINI SUPRAPTI NRP 1305 100 005 Dosen Pembimbing Dr. Sutikno, S.Si, M.Si JURUSAN STATISTIKA

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG DENGAN VARIASI BATU PELINDUNG DOLOS DAN TETRAPOD PADA KONDISI TENGGELAM ABSTRAK

EFEKTIVITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG DENGAN VARIASI BATU PELINDUNG DOLOS DAN TETRAPOD PADA KONDISI TENGGELAM ABSTRAK EFEKTIVITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG DENGAN VARIASI BATU PELINDUNG DOLOS DAN TETRAPOD PADA KONDISI TENGGELAM Adrian Putra Adibrata NRP: 1421910 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN Studi Eksperimental Pengaruh Sudut Kemiringan... (Nabilah dkk.) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SUDUT KEMIRINGAN TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK MENINGKATKAN DAYA KELUARAN Inas Nabilah

Lebih terperinci

PENGARUH SUDUT KELENGKUNGAN SUDU SAVONIUS PADA HORIZONTAL AXIS WATER TURBINE TERHADAP POWER GENERATION

PENGARUH SUDUT KELENGKUNGAN SUDU SAVONIUS PADA HORIZONTAL AXIS WATER TURBINE TERHADAP POWER GENERATION PENGARUH SUDUT KELENGKUNGAN SUDU SAVONIUS PADA HORIZONTAL AXIS WATER TURBINE TERHADAP POWER GENERATION SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh: TAUFAN APHA

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN METODA

BAB 2 DATA DAN METODA BAB 2 DATA DAN METODA 2.1 Pasut Laut Peristiwa pasang surut laut (pasut laut) adalah fenomena alami naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi bendabenda-benda

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Fadel Akbar

Disusun Oleh : Fadel Akbar TUGAS AKHIR ANALISIS POTENSI ENERGI LISTRIK TENAGA GELOMBANG LAUT DALAM PENYEDIAN INDUSTRI MIKRO SEBAGAI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI WILAYAH PANTAI SETRO JENAR KABUPATEN KEBUMEN Disusun sebagai salah

Lebih terperinci

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 Any Zubaidah 1, Suwarsono 1, dan Rina Purwaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Marka Jalan Marka jalan merupakan suatu penanda bagi para pengguna jalan untuk membantu kelancaran jalan dan menghindari adanya kecelakaan. Pada umumnya marka jalan

Lebih terperinci

Di zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA

Di zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA AKTUALITA DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari Anneke KS Manoppo dan Yenni Marini Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh e-mail: anneke_manoppo@yahoo.co.id Potret kenampakan bumi di malam hari (Sumber: NASA)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH BILANGAN REYNOLD TERHADAP KECEPATAN SUDUT TURBIN GORLOV HYDROFOIL NACA SUDUT KEMIRINGAN 45 TUGAS AKHIR

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH BILANGAN REYNOLD TERHADAP KECEPATAN SUDUT TURBIN GORLOV HYDROFOIL NACA SUDUT KEMIRINGAN 45 TUGAS AKHIR UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH BILANGAN REYNOLD TERHADAP KECEPATAN SUDUT TURBIN GORLOV HYDROFOIL NACA 0012-34 SUDUT KEMIRINGAN 45 TUGAS AKHIR ZEVO PRIORY SIBERO L2E 006 096 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC

STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC S TUGAS AKHIR RE 1599 STUDI BIT ERROR RATE UNTUK SISTEM MC-CDMA PADA KANAL FADING NAKAGAMI-m MENGGUNAKAN EGC IFTITAH ANGGRAINI NRP 2202 100 009 Dosen Pembimbing Ir.Titiek Suryani, MT JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Perubahan vertikal muka air laut secara periodik pada sembarang tempat di pesisir atau di lautan merupakan fenomena alam yang dapat dikuantifikasi. Fenomena tersebut

Lebih terperinci

SATELIT ASTER. Oleh : Like Indrawati

SATELIT ASTER. Oleh : Like Indrawati SATELIT ASTER Oleh : Like Indrawati ADVANCED SPACEBORNE THERMAL EMISSION AND REFLECTION RADIOMETER (ASTER) ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer) adalah instrumen/sensor

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia BAB 5 PEMBAHASAN Dua metode penelitian yaitu simulasi dan eksperimen telah dilakukan sebagaimana telah diuraikan pada dua bab sebelumnya. Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisa dan hasil yang diperoleh

Lebih terperinci

Pola Difraksi Gelombang Di Sekitar Breakwater Sejajar Pantai Ditinjau Berdasarkan Studi Numerik Dan Model Fisik

Pola Difraksi Gelombang Di Sekitar Breakwater Sejajar Pantai Ditinjau Berdasarkan Studi Numerik Dan Model Fisik Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 Pola Difraksi Gelombang Di Sekitar Breakwater Sejajar Pantai Ditinjau Berdasarkan Studi Numerik Dan Model

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI

PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI Fibusi (JoF) Vol.1 No.3, Desember 2013 PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI S.F. Purba 1, F. Nuraeni 2,*, J.A. Utama

Lebih terperinci

PEMBUATAN DESAIN PETA KONSOLIDASI TANAH BERDASARKAN TATA RUANG WILAYAH (Studi Kasus : Desa Kalipang Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang)

PEMBUATAN DESAIN PETA KONSOLIDASI TANAH BERDASARKAN TATA RUANG WILAYAH (Studi Kasus : Desa Kalipang Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang) PEMBUATAN DESAIN PETA KONSOLIDASI TANAH BERDASARKAN TATA RUANG WILAYAH (Studi Kasus : Desa Kalipang Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang) Nama Mahasiswa : Mas Inayahtul Janna NRP : 3505 100 017 Jurusan :

Lebih terperinci

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Agus Supiyan C64104017 Skripsi PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERSEDIAAN KNIFE TC 63 mm BERDASARKAN ANALISIS RELIABILITAS (Studi Kasus di PT. FILTRONA INDONESIA)

PERENCANAAN PERSEDIAAN KNIFE TC 63 mm BERDASARKAN ANALISIS RELIABILITAS (Studi Kasus di PT. FILTRONA INDONESIA) TUGAS AKHIR - ST 1325 PERENCANAAN PERSEDIAAN KNIFE TC 63 mm BERDASARKAN ANALISIS RELIABILITAS (Studi Kasus di PT. FILTRONA INDONESIA) RENI FANDANSARI NRP 1307100521 Dosen Pembimbing Dra. Sri Mumpuni R.,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM... LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRACT...

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM... LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRACT... viii DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

KINERJA ADAPTIVE CODED MODULATION PADA SISTEM OFDM MENGGUNAKAN HYBRID SELECTION/EQUAL GAIN COMBINING DIVERSITY DI BAWAH PENGARUH REDAMAN HUJAN TROPIS

KINERJA ADAPTIVE CODED MODULATION PADA SISTEM OFDM MENGGUNAKAN HYBRID SELECTION/EQUAL GAIN COMBINING DIVERSITY DI BAWAH PENGARUH REDAMAN HUJAN TROPIS TUGAS AKHIR - RE 1599 KINERJA ADAPTIVE CODED MODULATION PADA SISTEM OFDM MENGGUNAKAN HYBRID SELECTION/EQUAL GAIN COMBINING DIVERSITY DI BAWAH PENGARUH REDAMAN HUJAN TROPIS Achmad Charis Fahrudin NRP 2204

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR Pengolahan data side scan sonar terdiri dari dua tahap, yaitu tahap real-time processing dan kemudian dilanjutkan dengan tahap post-processing. Tujuan realtime

Lebih terperinci

PENGUKURAN GETARAN PADA POROS MODEL VERTICAL AXIS OCEAN CURRENT TURBINE (VAOCT) DENGAN METODE DIGITAL IMAGE PROCESSING

PENGUKURAN GETARAN PADA POROS MODEL VERTICAL AXIS OCEAN CURRENT TURBINE (VAOCT) DENGAN METODE DIGITAL IMAGE PROCESSING PRESENTASI TESIS (P3) PENGUKURAN GETARAN PADA POROS MODEL VERTICAL AXIS OCEAN CURRENT TURBINE (VAOCT) DENGAN METODE DIGITAL IMAGE PROCESSING HEROE POERNOMO 4108204006 LATAR BELAKANG Pengaruh getaran terhadap

Lebih terperinci