IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Verawati Kartawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Perairan Secara Fisika-Kimia Air Dari hasil pengukuran telah diperoleh data tentang parameter fisika-kimia air di perairan Waduk Cirata, antara lain: Suhu ( o C) Suhu merupakan salah satu parameter kualitas air yang penting, karena dapat mempengaruhi parameter fisika dan kimia lainnya. Di samping itu, suhu merupakan faktor langsung yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan derajat kelangsungan hidup, serta meningkatnya laju metabolisme. Suhu perairan merupakan parameter fisika yang mempengaruhi sebaran organisme akuatik, reaksi kimia, dan laju reaksi. Hasil pengukuran suhu yang dilakukan di lima stasiun pengamatan dengan tiga ulangan menunjukkan bahwa rata-rata suhu di perairan Waduk Cirata menurut stasiun pengamatan berkisar antara 28,67 29,67 o C (Gambar 3), sedangkan menurut ulangan berkisar antara 28,6 29,6 o C. Rata-rata Nilai Suhu Stasiun Pengamatan Gambar 3 Rata-rata suhu ( o C) pada setiap stasiun pengamatan Gambar 3 menunjukkan bahwa suhu tertinggi terdapat di dua stasiun yaitu 2 dan 3 (29,67 o C) dan terendah terdapat di stasiun 1 (28,67 o C). Pada waktu penelitian terjadi musim peralihan, yaitu: musim kemarau ke penghujan (Pebruari
2 40 - Maret), tetapi musimnya tidak menentu dan intensitas penyinaran matahari relatif masih tinggi bahkan disertai oleh angin, sehingga akan mempengaruhi suhu di perairan Waduk Cirata. Intensitas penyinaran dan kondisi permukaan perairan yang tenang akan menyebabkan penyerapan panas ke dalam air lebih tinggi, sehingga suhu air menjadi maksimum. Dalam suatu perairan apabila suhu mengalami peningkatan maka akan menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme, serta peningkatan konsumsi oksigen. Di samping itu peningkatan suhu perairan dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O 2, CO 2, N 2, CH 4, dan sebagainya (Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003). Rata-rata suhu perairan yang diperoleh selama pengukuran mempunyai nilai yang berfluktuasi, hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi setiap stasiun yang berbeda, seperti: topografi, ketinggian, kekeruhan, sinar matahari, dan lain-lain. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran air serta kedalaman badan air. Suhu perairan dipengaruhi oleh komposisi substrat, kekeruhan, air hujan, luas permukaan yang langsung mendapat sinar matahari, dan air limpahan (Perkins, 1974). Nilai suhu yang diperoleh pada setiap stasiun pengamatan di Waduk Cirata masih dalam toleransi untuk kehidupan biota air pada umumnya. Kebanyakan organisme akuatik memiliki suhu optimum berkisar antara o C. Biota air (beberapa jenis molluska) memiliki suhu optimum sekitar 30 o C. Sedangkan Kinne (1972) dalam Emiyarti (2004), menyatakan bahwa kisaran suhu kritis (menyebabkan kematian) bagi kehidupan makrozoobentos, yaitu: antara o C Kekeruhan Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Pada perairan yang tergenang (lentik), misalnya waduk atau danau, kekeruhan lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus, sedangkan pada sungai yang sedang banjir lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar,
3 41 misalnya: berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa oleh aliran air pada saat hujan. Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata kekeruhan pada setiap stasiun pengamatan berkisar antara 4,08 27 NTU (Gambar 4) sedangkan menurut ulangan berkisar antara 8,4 15,18 NTU. Rata-rata Nilai Kekeruhan (NTU) Stasiun Pengamatan Gambar 4 Rata-rata kekeruhan pada setiap stasiun pengamatan Gambar 4 menunjukkan bahwa di stasiun 4 memiliki nilai kekeruhan yang tertinggi (27 NTU) dan kekeruhan terendah di stasiun 1 (4,08 NTU). Tingginya kekeruhan yang terjadi di stasiun 4 disebabkan karena curah hujan yang cukup tinggi (debit air sungai meningkat), sehingga terjadi erosi. Erosi tersebut berasal dari daerah permukiman penduduk, pertanian, dan industri yang membawa partikel-partikel baik berupa bahan organik maupun bahan anorganik yang mengalir masuk ke perairan Waduk Cirata. Faktor yang mempengaruhi tingginya kekeruhan di stasiun tersebut, yaitu: (1) tingginya curah hujan pada waktu pengambilan sampel ulangan 2 dibanding dengan stasiun lainnya, sehingga dapat menyebabkan terjadinya erosi. Pada waktu pengambilan sampel di stasiun 4 ulangan 2 terjadi perubahan warna air (keruh), dibanding pengambilan sampel ulangan 1 dan 3, (2) berasal dari pembuangan air Waduk Saguling (outlet). Stasiun 4 merupakan DAS Citarum yang menjadi salah satu sumber air Waduk Cirata dan bagian atasnya terdapat Waduk Saguling, sedangkan stasiun 1 merupakan pintu masuk air Waduk Cirata menuju turbin
4 42 (depan DAM), kondisi daerah sekitarnya bergunung-gunung dan terdapat sedikit kegiatan pertanian, serta tidak terdapat permukiman penduduk. Kekeruhan air disebabkan karena air mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi, sehingga merubah bentuk tampilan menjadi berwarna yang berlumpur dan kotor. Kekeruhan dapat disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang bervariasi dari ukuran koloid sampai dispersi kasar, tergantung dari derajat turbulensinya. Tingkat kekeruhan air di perairan mempengaruhi tingkat kedalaman pencahayaan matahari, semakin air keruh semakin menghambat sinar matahari yang masuk ke dalam air, oleh karena itu, apabila cahaya matahari berkurang masuk ke dalam air maka mahluk hidup dalam air akan terganggu, khususnya mahluk yang berada di kedalaman tertentu (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005). Suatu perairan yang mempunyai kekeruhan yang tinggi cenderung mempunyai suhu yang lebih tinggi, hal ini dikarenakan sebahagian dari bahan tersuspensi menyerap panas Alkalinitas Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu menetralisir kemasaman dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pembufferan dari ion bikarbonat (HCO - 3 ), dan sampai tahap tertentu ion karbonat (CO 2-3 ) dan hidroksida (OH - ) dalam air. Ketiga ion tersebut di dalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan menaikkan ph. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam satuan atau setara dengan ppm (mg/l) kalsium karbonat (CaCO 3 ). Alkalinitas perairan berkaitan dengan gambaran kandungan karbonat dari batuan dan tanah yang dilewati oleh air serta sedimen dasar perairan. Alkalinitas dihasilkan dari karbondioksida dan air yang dapat melarutkan sedimen batuan karbonat menjadi bikarbonat. Perairan yang mempunyai kadar bikarbonat yang tinggi disebabkan oleh ionisasi asam karbonat, terutama pada perairan yang banyak mengandung karbondioksida (kadar CO 2 mengalami saturasi atau jenuh). Berdasarkan hasil pengukuran alkalinitas diperoleh kisaran rata-rata antara 99,58-105,93 mg/l CaCO 3. Stasiun yang mempunyai nilai alkalinitas yang tinggi,
5 43 yaitu stasiun 5 (105,93 mg/l CaCO 3 ) dan terendah stasiun 3 (99,58 mg/l CaCO 3 ). Untuk lebih jelasnya hasil pengukuran rata-rata nilai alkalinitas di setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5. Rata-rata Nilai Alkalinitas (mg/l CaCO3) Stasiun Pengamatan Gambar 5 Rata-rata nilai alkalinitas di setiap stasiun pengamatan Air dengan kandungan kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut sebagai alkalin, sedangkan air dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut sebagai lunak atau tingkat alkalinitas sedang (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005). Kalsium karbonat merupakan senyawa yang memberi konstribusi terbesar terhadap nilai alkalinitas dan kesadahan di perairan tawar. Senyawa tersebut terdapat di dalam tanah dalam jumlah yang berlimpah sehingga kadarnya di perairan tawar cukup tinggi. Kelarutan kalsium karbonat menurun dengan meningkatnya suhu dan meningkat dengan keberadaan karbondioksida. Kalsium karbonat bereaksi dengan karbondioksida membentuk kalsium bikarbonat [Ca(HCO 3 ) 2 ] yang memiliki daya larut lebih tinggi dibandingkan dengan kalsium karbonat (CaCO 3 ) (Colel, 983 dalam Effendi, 2003). Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara mg/l CaCO 3 (Effendi, 2003). Pada umumnya lingkungan yang baik bagi kehidupan ikan adalah dengan nilai alkalinitas di atas 20 ppm Nilai ph Nilai ph merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi ion hidrogen (H + ) di dalam air. Besarnya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H.
6 44 Nilai ph menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Nilai ph suatu perairan memiliki ciri yang khusus yaitu adanya keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah ion hidrogen. ph sangat penting sebagai parameter kualitas air karena dapat mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Besaran ph berkisar dari 0 (sangat asam) sampai dengan 14 (sangat basa/alkalis). Nilai ph kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam, nilai di atas 7 menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin), dan nilai 7 di sebut ph netral. Hasil pengukuran nilai ph di setiap stasiun pengamatan mempunyai ratarata berkisar antara 7,4 7,7 (Gambar 6), sedangkan rata-rata nilai ph menurut ulangan pengamatan berkisar antara 6,98 7,8. Rata-rata Nilai ph Stasiun Pengamatan Gambar 6 Rata-rata nilai ph pada setiap stasiun pengamatan Gambar 6 menunjukkan bahwa stasiun 2 (7,7) mempunyai nilai ph yang tinggi dan nilai ph terendah terdapat di stasiun 1 dan 3 (7,4). Nilai rata-rata ph di setiap stasiun pengamatan cenderung bersifat netral dan nilai ph tidak terlalu bervariasi atau nilainya hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Waduk Cirata mempunyai nilai ph yang cenderung bersifat netral dan hal ini juga erat kaitannya dengan lokasi di sekitar waduk cirata yang berbatu-batu dan bersubstrat pasir khususnya di stasiun 2 (nilai ph-nya tertinggi). Fluktuasi ph air sangat ditentukan oleh alkalinitas air tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi maka air tersebut akan mudah mengembalikan ph-nya ke nilai semula.
7 45 Pada suatu perairan nilai ph ditentukan oleh interaksi berbagai zat dalam air. Jadi semakin banyak air sebagai pelarut akibat hujan, maka pengaruh untuk nilai ph air yang ditimbulkan oleh interaksi berbagai zat dalam air tersebut semakin kecil. Dampak yang ditimbulkan apabila kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi dan suatu perairan yang mempunyai nilai ph tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amonia dalam air terganggu. Kenaikan ph di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amonia yang juga bersifat toksik bagi organisme. Nilai ph yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umum berkisar antara 7 sampai 8,5 (Barus, 2001). Nilai ph di perairan Waduk Cirata di setiap stasiun pengamatan sesuai dengan kriteria mutu air peruntukannya untuk budidaya ikan berdasarkan kriteria mutu air kelas 2 dan 3, yaitu sekitar 6 9 (PP. No. 82 Tahun 2001) Amonia (NH 3 ) Amonia di perairan merupakan hasil proses pembusukan bahan organik oleh bakteri serta hasil penguraian protein dan kotoran hewan. Sumber lain amonia di perairan, yaitu: (1) reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfir, (2) limbah industri [proses produksi urea, produksi bahan kimia (asam nitrat, amonium fosfat, amonium nitrat dan amonium sulfat), industri pulp and paper], dan (3) limbah domestik. Hasil pengukuran amonia (NH 3 ) yang dilakukan pada setiap stasiun pengamatan mempunyai nilai rata-rata berkisar antara 0,36-0,616 mg/l (Gambar 7), sedangkan nilai rata-rata menurut ulangan berkisar antara 0,183-0,782 mg/l. Nilai amonia yang tertinggi terdapat di stasiun 2 sekitar 0,616 mg/l dan terendah terdapat di stasiun 5 sekitar 0,36 mg/l. Tingginya atau bervariasinya nilai amonia tersebut disebabkan karena banyaknya masukan limbah baik limbah organik maupun limbah bahan anorganik yang masuk ke sungai dan akhirnya terbawa oleh aliran air yang masuk ke Waduk Cirata. Pada stasiun 2 (muara Sungai Cikundul) tersebut disekitarnya terdapat
8 46 permukiman penduduk dan kegiatan pertanian (sawah), sehingga kemungkinan besar tingginya nilai amonia banyak bersumber dari kegiatan tersebut Rata-rata Kadar Amonia Stasiun Pengamatan Gambar 7 Rata-rata kadar amonia (NH 3 ) di setiap stasiun pengamatan Konsentrasi amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan (run-off) pupuk pada pertanian. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, ph, dan suhu. Amonia yang terukur di perairan berupa amonia total (NH 3 dan NH + 4 ). Amonia bebas (NH 3 ) yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik, serdangkan amonium (NH + 4 ) dapat terionisasi. Pada ph 7 atau kurang, sebagian besar amonia akan mengalami ionisasi. Sebaliknya, pada ph lebih besar dari 7, amonia tak terionisasi yang bersifat toksik. Sumber lain keberadaan amonia, yaitu: sisa-sisa pakan dan feses ikan yang berasal dari Keramba Jaring Apung (KJA) yang terdapat di sekitar stasiun pengamatan. Dengan terjadinya penumpukan bahan organik tersebut di dasar perairan maka menyebabkan terjadinya proses dekomposisi oleh mikroorganisme sehingga menghasilkan amonia yang cukup tinggi dan jumlahnya semakin lama semakin meningkat di perairan. Menurut Boyd (1982), keberadaan amonia di perairan merupakan hasil proses dekomposisi dari bahan organik yang banyak mengandung senyawa nitrogen oleh mikroba, ekresi organisme, reduksi nitrit oleh bakteri, dan kegiatan pemupukan.
9 47 Menurut McNeely et al. (1979 dalam Effendi 2003) bahwa konsentrasi amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/l, selanjutnya dikemukakan bahwa konsentrasi amonia bebas lebih dari 0,2 mg/l bersifat toksik pada beberapa jenis ikan. Sedangkan Boyd (1982) menyatakan konsentrasi amonia yang bersifat toksik bagi sebagian besar biota perairan berkisar mg/l. Jika dibandingkan dengan baku mutu air yang direkomendasikan PP. No. 82 Tahun 2001 (khusus kelas 1) maka nilai amonia di stasiun 2 sudah melewati ambang batas baku mutu Nitrat (NO - 3 ) Nitrat (NO - 3 ) adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan sebuah senyawa stabil. Nitrat merupakan salah satu senyawa penting untuk sintesis protein tumbuhan dan hewan, akan tetapi nitrat pada konsentrasi yang tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tidak terbatas. Hasil pengukuran nitrat di setiap stasiun pengamatan mempunyai rata-rata berkisar antara 0,0914-0,57 mg/l (Gambar 8), sedangkan nilai rata-rata ulangan pada masing - masing stasiun berkisar antara 0,171-0,59 mg/l Rata-rata Kadar Nitrat Gambar Stasiun Pengamatan Rata-rata nilai nitrat (NO 3 - ) di setiap stasiun pengamatan Gambar 8 menunjukkan bahwa kadar nitrat tertinggi terdapat di stasiun 2 dan terendah di stasiun 1. Tingginya kadar nitrat tersebut berasal dari aktivitas manusia, baik dari kegiatan pertanian (sawah dan bercocok tanam) yang terdapat di sekitar sungai atau Waduk Cirata, maupun kegiatan permukiman. Salah satu sumber yang menyebabkan tingginya nilai nitrat yang diperoleh di duga berasal
10 48 dari kegiatan pertanian (sawah) yang menggunakan pupuk yang terdapat di sekitar Sungai Cigundul (stasiun 2), sedangkan rendahnya nilai nitrat yang diperoleh di stasiun 1, erat kaitannya dengan sumber nitrat yang terdapat di sekitar stasiun tersebut kurang. Pada suatu perairan yang menerima limpasan air dari daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk kadar nitrat dapat mencapai mg/l (Effendi, 2003). Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari pada kadar amonia. Kadar nitrat pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l, sedangkan lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan kotoran hewan (Effendi, 2003). Dari kadar nitrat yang diperoleh selama penelitian masih dibawah baku mutu menurut PP. No. 82 Tahun 2001 berdasarkan kriteria kelas 2 dan 3 untuk budidaya ikan (0,57 < 10 dan 20 mg/l) Nitrit (NO - 2 ) Pada perairan alami nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit dibandingkan dengan nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen atau nitrit biasanya tidak dapat bertahan lama dalam perairan dan merupakan keadaan sementara proses oksidasi antara amonia dan nitrat. Pada suatu perairan kadar nitrit relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/l dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/l. Hasil pengukuran kadar nitrit di setiap stasiun pengamatan mempunyai nilai rata-rata berkisar antara 0,021 0,067 mg/l (Gambar 9), sedangkan nilai ratarata pengukuran nitrit menurut ulangan berkisar antara mg/l. Gambar 9 menunjukkan bahwa kadar nitrit yang tinggi terdapat di stasiun 3 (0.067) dan terendah di stasiun 4 (0.021), sedangkan stasiun 1, 2, dan 5 masing-masing 0.034, 0.037, dan mg/l. Tingginya keberadaan kadar nitrit di stasiun 3 (Sungai Cisokan) berasal dari kegiatan manusia (seperti: permukiman (perkotaan), pertanian, dan industri) yang berada, baik di sekitar stasiun tersebut maupun di sepanjang aliran sungai, sehingga dapat menjadi sumber keberadaan nitrit di perairan Waduk Cirata.
11 49 Sedangkan rendahnya kadar nitrit di stasiun 4, hal ini erat kaitannya dengan sumber nitrit atau berkaitan erat dengan sifat nitrit (NO 2 ) yang tidak stabil, sehingga ada kemungkinan sebahagian nitrit telah teroksidasi menjadi nitrat (NO 3 ) karena kandungan oksigen terlarut yang mendukung proses oksidasi tersebut. yang terdapat di sekitar stasiun tersebut. Berdasarkan kisaran kadar nitrit yang diperoleh selama penelitian masih dalam kisaran Nilai Ambang Baku Mutu menurut PP. No. 82 Tahun 2001 dengan kriteria air berdasarkan kelas 2 dan 3 untuk kegiatan budidaya ikan. Rata-rata Kadar Nitrit Stasiun Pengamatan Gambar 9 Rata- rata kadar nitrit di setiap stasiun pengamatan Untuk lebih jelasnya, data parameter fisika-kimia air berdasarkan stasiun dan ulangan selama penelitian disajikan pada Lampiran Kandungan Logam Berat Dalam Air, Sedimen, dan Makrozoobentos Timbal (Pb) Secara alamiah, Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Di samping itu, korosifikasi dari batuan mineral akibat angin juga merupakan salah satu jalur Pb masuk dalam badan air. Logam Pb yang masuk ke dalam perairan sebagai dampak dari aktifitas kehidupan manusia, diantaranya: air limbah dari industri yang berkaitan dengan logam Pb (industri baterai, cat, dan barang-barang elektronik), air buangan dari pertambangan bijih timah hitam.
12 50 Berdasarkan hasil analisis di laboratorium, bahwa rata-rata kandungan logam Pb dalam air pada setiap stasiun pengamatan berkisar antara 0,0121-0,0213 mg/l (Gambar 10), sedangkan menurut ulangan berkisar antara 0,014-0,024 mg/l (Gambar 11) Kandungan Pb di Air (mg/l) Stasiun Pengamatan Gambar 10 Rata-rata kandungan logam Pb dalam air pada setiap stasiun pengamatan Kandungan Logam Pb di Air (mg/l) Ulangan ke Ulangan ke Ulangan ke Stasiun Pengamatan Gambar 11 Kandungan logam Pb dalam air menurut ulangan pengamatan Gambar 10 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kandungan logam Pb dalam air pada setiap stasiun pengamatan, dimana stasiun 1 mempunyai nilai ratarata tertinggi sekitar 0,0213 mg/l dan terendah di stasiun 5 sekitar 0,0121 mg/l. Tingginya kandungan logam Pb dalam air, disebabkan karena di stasiun tersebut
13 51 terletak disekitar pintu masuk air Waduk Cirata menuju turbin (depan DAM). Jadi air yang masuk ke Waduk Cirata yang berasal dari DAS dan Sub DAS yang mengalir (bermuara) ke waduk tersebut akan membawa limbah logam berat (berasal dari limbah industri, domestik, dan pertanian) dan pada akhirnya akan terkumpul di depan DAM. Hal tersebut berkaitan dengan curah hujan yang tinggi, sehingga debit air waduk dan sungai meningkat. Sumber lain tingginya kandungan logam Pb diduga bersumber dari bongkar muat barang atau mobilisasi lalu lintas perairan (perahu) yang membawa bibit ikan atau pakan di Waduk Cirata yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM). Di samping itu, dipengaruhi karena tingginya curah hujan yang mengakibatkan naiknya debit air sungai (Sub DAS Cisokan) yang membawa limbah perkotaan dan limbah industri masuk ke perairan Waduk Cirata dan pada akhirnya akan mengendap di dasar perairan. Sedangkan Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai kandungan logam Pb dalam air menurut ulangan pengamatan mempunyai nilai yang berfluktuasi, dimana pada ulangan ke 2 mengalami peningkatan kandungan logam Pb dalam air pada setiap stasiun pengamatan dibanding ulangan ke 1, tetapi pada ulangan ke 3 pada stasiun 1, 2, 4, dan 5 mengalami penurunan kandungan logam Pb dalam air. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi karena pada waktu pengambilan sampel terjadi peralihan musim, yaitu musim kemarau ke penghujan (bulan pebruari), sehingga debit air sungai dan waduk mengalami peningkatan. Secara keseluruhan di kelima stasiun pengamatan terlihat bahwa pada pengambilan sampel ulangan ke 2 mengalami peningkatan kandungan logam Pb dalam air dibanding dengan ulangan 1 dan 3. Pada pengambilan sampel ulangan ke 2 sudah masuk musim penghujan, sehingga sumber logam berat khususnya Pb dari limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia di darat, seperti pertanian, permukiman, dan industri akan masuk ke sungai bersamaan dengan meningkatnya debit air sungai yang bermuara ke Waduk Cirata dan akan mengalami pengadukan air sehingga logam Pb di sedimen yang mengendap selama musim kemarau akan terlepas dari sedimen serta pada akhirnya logam Pb dalam air akan terakumulasi atau mengendap kembali di dasar perairan.
14 52 Menurut Philips (1980) dalam Fitriati (2004), diperkirakan konstribusi manusia dalam pencemaran logam berat dapat berupa limbah perkotaan, industri, pertambangan, dan pertanian. Bryan (1976) menyatakan bahwa sumber logam berat yang paling besar adalah berasal dari kegiatan manusia, baik di darat maupun di laut. Hal tersebut disebabkan karena senyawa atau unsur logam berat sangat banyak dimanfaatkan dalam industri, baik sebagai bahan baku, katalis, fungisida, maupun aditif. Sedangkan menurut Darmono (1995), bahwa pada air tawar logam yang terkandung di dalamnya biasanya dari buangan air limbah, erosi, dan dari udara secara langsung. Timbal masuk ke perairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang mengendap Pb yaitu hasil pembakaran bensin yang mengandung timbal tetraetil, erosi, dan limbah industri (Saeni, 1989). Senyawa Pb dalam bentuk organik lebih beracun dibandingkan dengan bentuk anorganik. Menurut Haldstead (1972), unsur Pb bersifat kronis dan akumulatif dalam tumbuhan dan hewan air. Keadaan perairan yang berubah-ubah, misalnya perubahan suhu, ph, intensitas, jumlah dan jenis bahan bahan pencemar dapat mengganggu bentuk logam berat yang ada. Oleh sebab itu, logam berat di dalam air selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu, dan berbeda dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Hasil pengukuran kandungan logam Pb dalam sedimen dan makrozoobentos masing-masing mempunyai rata-rata berkisara antara 20,5-39,43 mg/kg dan 31,62-47,2 mg/kg (Gambar 12), sedangkan menurut ulangan berkisar antara 19,54-42,4 mg/kg dan 3,3-111,6 mg/kg (Gambar 13 dan 14). Gambar 12 menunjukkan bahwa kandungan logam Pb dalam sedimen pada setiap stasiun pengamatan mempunyai nilai yang bervariasi, dimana stasiun 4 mempunyai rata-rata sekitar 39,43 mg/kg dan terendah di stasiun 5 sekitar 20,5 mg/kg. Sedangkan rata-rata kandungan logam Pb di makrozoobentos di setiap stasiun pengamatan sangat bervariasi, dimana nilai rata-rata Pb tertinggi di stasiun 4 sekitar 47,2 mg/kg dan terendah di stasiun 3 sekitar 31,62 mg/kg.
15 Rata-rata kandungan logam Pb (mg/kg) Stasiun pengamatan Sedimen Makrozoobentos Gambar 12 Rata-rata kandungan logam Pb dalam sedimen dan makrozoobentos pada setiap stasiun pengamatan Secara umum berdasarkan Gambar 10 dan 12, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kandungan logam Pb dalam air, sedimen, dan makrozoobentos selama penelitian atau semakin tinggi kandungan logam Pb dalam air juga semakin tinggi kandungan Pb dalam sedimen dan makrozoobentos pada setiap stasiun pengamatan. Hal tersebut menandakan bahwa absorbsi (penyerapan) jenis logam berat khususnya Pb oleh makrozoobentos di stasiun tersebut tinggi dan berkorelasi positif dengan kandungan logam berat Pb dalam air, sedimen dengan makrozoobentos atau kandungan logam berat di makrozoobentos lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan logam Pb dalam sedimen dan air. Kandungan logam Pb dalam sedimen dan makrozoobentos menurut ulangan di perairan Waduk Cirata dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14. Gambar 13 menunjukkan bahwa kandungan logam berat Pb dalam sedimen menurut ulangan di kelima stasiun pengamatan mempunyai nilai yang bervariasi. Kandungan logam Pb dalam sedimen pada ulangan 1 lebih tinggi dibandingkan ulangan ke 2 dan mengalami peningkatan pada ulangan ke 3 di kelima stasiun pengamatan. Tingginya kandungan logam berat dalam sedimen diduga karena
16 54 telah terjadi pengendapan yang tinggi akibat masuknya logam berat ke sungai atau waduk yang terus menerus, baik dari limbah yang berasal dari darat, seperti limbah perkotaan dan tempat penimbunan sampah rumah tangga, maupun limbah transfortasi dan industri (Connel dan Miller, 2006). 60 Kandungan logam Pb di Sedimen (mg/kg) Ulangan ke Ulangan ke Ulangan ke Stasiun Pengamatan Gambar 13 Kandungan logam Pb dalam sedimen menurut ulangan pengamatan Selanjutnya Gambar 13 juga menunjukkan bahwa kandungan logam Pb dalam sedimen menurut ulangan pengamatan mempunyai nilai yang sangat bervariasi. Kandungan logam berat dalam sedimen erat kaitanya dengan keberadaan logam berat dalam kolom air. Logam berat yang berada dalam kolom air akan mengalami proses penggabungan dengan senyawa-senyawa lain, baik yang berupa bahan organik maupun bahan anorganik, sehingga berat jenisnya menjadi lebih besar (berat) yang pada akhirnya akan cepat mengalami proses pengendapan atau sedimentasi di dasar perairan. Kandungan logam berat yang ada di sedimen sangat dipengaruhi oleh musim. Menurut Bryan (1976), bahwa kandungan logam berat pada sedimen umumnya rendah pada musim kemarau dan tinggi pada musim penghujan. Penyebab tingginya kadar logam berat di sedimen pada musim penghujan kemungkinan disebabkan oleh tingginya laju erosi pada permukaan tanah yang terbawa ke dalam badan sungai, sehingga sedimen dalam sungai atau yang diduga mengandung logam berat akan terbawa oleh arus sungai menuju muara pada akhirnya terjadi proses sedimentasi. Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan
17 55 hasil yang diperoleh selama penelitian, sebagaimana ditunjukkan pada stasiun 4 ulangan 3, dimana kandungan logam Pb dalam sedimen semakin tinggi pada musim penghujan. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh sumber logam berat yang terdapat di setiap stasiun penelitian berbeda-beda. Pada musim penghujan, lumpur yang ada di dasar perairan (sungai atau waduk) akan teraduk dan sebagian terbawa aliran air sungai yang membentuk endapan di sekitar muara Waduk Cirata. Dalam air sungai terdapat partikel - partikel koloid yang berasal dari batuan terkikis dan bagian tanah halus yang tersuspensi. Partikel-partikel tersebut mempunyai kemanpuan besar untuk mengabsorpsi ion-ion logam berat. Menurut Clark et al (1977), lumpur terbentuk pada saat koagulasi, yaitu bergabungnya partikel-partikel kecil berupa koloid menjadi partikel-partikel yang lebih besar. Apabila partikel-partikel tersebut melewati ukuran tertentu, maka terjadi pengendapan. Proses tersebut berlangsung terus menerus, sehingga lapisan lumpur semakin lama semakin tebal. Menurut Laws (1981), bahwa logam berat mempunyai sifat mudah terikat dengan bahan terlarut, sehingga limbah yang berasal dari permukiman (rumah tangga) yang mengandung bahan organik akan bereaksi dan mengikat kation logam berat sehingga pada akhirnya mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen. Hal tersebut mengakibatkan kandungan logam berat dalam sedimen jauh lebih tinggi dari pada di air, selanjutnya pada kondisi tertentu logam berat di sedimen akan terlepas kembali setelah beberap lama, sehingga dicapai suatu keseimbangan. Untuk mengetahui tingkat pencemaran logam berat pada suatu perairan, maka dilakukan pengukuran kandungan logam dalam air dan sedimen (lumpur). Kedua media tersebut saling berinteraksi melalui proses: (1) fisika, proses ini mempengaruhi penyebaran bahan pencemar akibat adanya arus, perubahan suhu, pengadukan (turbulensi), dan hujan, (2) kimia, proses ini mempengaruhi adsorpsi logam berat pada sedimen, pengendapan, dan pertukaran ion. Kandungan logam berat dalam bentuk terlarut dipengaruhi oleh suhu, oksigen terlarut, dan laju aliran sungai (Sylvester, 1978 dalam Mokoagouw 2000). Kadar normal Pb dalam sedimen yang tidak terkontaminasi berkisar antara ppm (Thayib dan Razak, 1981 dalam Edwar dkk, 2005). Sedangkan
18 56 Everaart (1980) dalam Edwar dkk (2005), menyatakan bahwa kadar logam berat yang terdapat dalam sedimen yang tidak terkontaminasi paling rendah sebesar 0,01 ppm. Nilai Ambang Batas Pb dalam sedimen adalah 33 ppm, sedangkan kadar Pb yang dapat menimbulkan efek negatif terhadap mikroorganisme adalah 170 ppm (Febris dan Wagner, 1994 dalam Edwar dkk, 2005). Kandungan logam Pb di Makrozoobentos (mg/kg) Ulangan ke Ulangan ke Ulangan ke Stasiun Pengamatan Gambar 14 Kandungan logam Pb dalam makrozoobentos menurut ulangan pengamatan Gambar 14 menunjukkan bahwa kandungan logam Pb dalam makrozoobentos pada stasiun 4 ulangan 1 mempunyai kandungan yang tertinggi. Hal tersebut sesuai dengan pola kandungan Pb di sedimen. Kandungan logam Pb dalam makrozoobentos pada ulangan ke 1 mempunyai nilai yang sangat tinggi dibandingkan pengambilan sampel pada ulangan ke 2 dan ke 3 dan mengalami peningkatan kandungan logam Pb dalam makrozoobentos pada ulangan ke 3 di stasiun 1, 2, dan 5. Hal ini menandakan bahwa pada stasiun tersebut menunjukkan tingginya akumulasi logam Pb oleh makrozoobentos. Kandungan logam Pb dalam makrozoobentos pada ulangan ke 2 dan 3 di kelima stasiun pengamatan mengalami penurunan yang sangat signifikan dibandingkan pengambilan sampel pada ulangan ke 1, hal tersebut diduga terjadinya proses pengenceran sebagai dampak dari naiknya debit air sungai dan waduk pada musim penghujan. Untuk lebih jelasnya data (debit air) total air masuk di perairan Waduk Cirata selama penelitian dapat lihat pada Lampiran 2.
19 57 Di samping itu, dampak naiknya debit air sungai dan waduk pada musim penghujan, yaitu: 1. Mempengaruhi tempat atau stasiun pengambilan sampel yang telah ditentukan dan pada pengambilan sampel ke 2 titik stasiun telah berubah mengarah ke pinggir waduk atau muara sungai. Hal tersebut dilakukan karena naiknya debit air sungai atau waduk, sehingga mempengaruhi keberadaan makrozoobentos yang ditemukan pada pengambilan pertama. 2. Titik atau stasiun pengambilan sampel ke 2 dan 3 kemungkinan baru terendam air dan jenis makrozoobentos yang terdapat juga baru, sehingga mempengaruhi kandungan logam berat yang terdapat dalam sedimen dan makrozoobentos. Dengan berubahnya titik atau stasiun pengambilan sampel, maka akan mempengaruhi keberadaan makrozoobentos dan kandungan logam berat yang terdapat di makrozoobentos. Hal ini terbukti setelah dilakukan analisis kandungan logam berat di makrozoobentos antar ulangan mengalami penurunan yang tajam. Akumulasi biologis dapat terjadi melalui absorpsi langsung terhadap logam berat yang terdapat dalam air, sehingga organisme yang hidup pada perairan tercemar logam berat khususnya makrozoobentos, di dalam jaringan tubuhnya akan terakumulasi logam berat yang tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh cara hidup makrozoobentos yang relatif pergerakannya sangat lambat dan cenderung menetap di dasar perairan. Kecendrungan makrozoobentos untuk menyimpan atau mengakumulasi jenis logam berat khususnya Pb dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama yakni bisa berlangsung selama hidupnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh proses fisiologis dalam tubuh makrozoobentos. Pada proses metabolisme tubuhnya akan mengolah atau mentransformasi setiap bahan racun (logam berat) yang masuk, sehingga akan mempengaruhi daya racun atau toksisitas bahan tersebut. Jenis logam berat yang mengalami biotransformasi dan tidak dapat diekresikan oleh tubuh umumnya akan tersimpan dalam organ-organ tertentu seperti ginjal, hepatopankreas dan organ-organ lainnya. Logam berat di perairan dapat menyebar secara horizontal dan vertikal, sehingga terdistribusi dalam badan air dan sebagian akan di serap oleh biota air.
20 58 Setiap biota air mempunyai kemanpuan menyerap logam berat yang berbedabeda. Pada umumnya logam berat yang terdapat dalam biota air melalui absorpsi, rantai makanan, dan insang, tergantung dari jenis biotanya. Umumnya bentos mengambil logam berat melalui makanan yang terakumulasi logam. Makanannya tersebut dihancurkan dalam usus, kemudian diserap oleh darah. Keberadaan jenis logam-logam lain dalam kolom perairan dapat menyebabkan logam-logam tersebut menjadi sinergis dan antagonis. Logam berat bersifat antagonis, apabila terjadi persenyawaan dengan pasangannya maka daya racun yang ada pada logam tersebut akan berkurang atau semakin kecil, sedangkan bersifat sinergis, apabila bertemu pasanganya dan membentuk suatu persenyawaan dapat berubah fungsi menjadi racun yang sangat berbahaya atau daya racunya berlipat ganda. Hasil penelitian oleh Ahsanullah et al, (1981 dalam Darmono 2001) bahwa pada udang laut yang dipelihara dengan memberikan logam tembaga (Cu), Seng (Zn), dan Kadmium (Cd) dalam air menyebutkan, antara lain: apabila logam Cd dan Zn dicampur, ternyata akumulasi kedua logam tersebut terus meningkat, apabila Zn dicampur dengan Cu maka akumulasi Cu terhambat dan Zn tetap meningkat, apabila Cd dicampur dengan Cu maka Cu akumulasi terhambat dan Cd terus meningkat. Apabila ketiga logam tersebut (Cd, Cu, dan Zn) dicampur, ternyata akumulasi Cd dalam jaringan tetap tidak terpengaruh dan terus meningkat, dan akumulasi Cu dan Zn hampir seimbang. Menurut Darmono (1995), faktor konsentrasi logam tergantung pada ukuran organisme. Selanjutnya dikatakan bahwa larva kerang dalam masa perkembangan dan pertumbuhan untuk menjadi dewasa akan menjadi terhambat karena pengaruh toksisistas logam dalam konsentrasi subletal (kronis). Stadium larva (fase pelagik) dari jenis kerang (bivalva, moluska, dan oister) biasanya peka terhadap pengaruh pencemaran logam dari pada masa dewasa. Jenis kerang dapat mengakumulasi logam berat sebagaimana hewan air lainnya (ikan dan udang). Derajat akumulasi logam berat pada jenis kerang lebih besar dari hewan lainnya, karena sifatnya yang menetap, lambat untuk dapat menghindari diri dari pengaruh pencemaran, dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi logam tertentu (Darmono, 2001).
21 59 Sebagai perbandingan hasil penelitian Triastutiningrum dan Oginawati (2005), menyebutkan bahwa tingkat akumulasi atau peningkatan jumlah logam di dalam tubuh ikan lebih rendah dari pada peningkatan berat badan ikan, sehingga konsentrasi logam di dalam tubuh ikan mengalami kecenderungan menurun. Hal ini dapat disebabkan karena adanya mekanisme di dalam tubuh ikan untuk mengekskresikan sebagian logam berat yang berasal dari pakan yang dimakan, terutama melalui feces. Selanjutnya menurut Clearwater (2002) dalam Triastutiningrum dan Oginawati (2005), oleh karena uptake dan ekskresi terjadi secara terus menerus di dalam tubuh ikan, berbagai mekanisme depurasi untuk mengekskresikan logam menjadi sangat penting dalam menentukan keseluruhan jumlah logam yang tertahan di dalam tubuh ikan. Salah satu mekanisme ekskresi primer yang terjadi seiring dengan akumulasi logam pada sel-sel usus adalah dimana logam-logam tersebut secara periodik mengelupas menuju ke usus bagian lumen kemudian mengikuti perputaran proses normal yang terjadi, jaringan ini kemudian mengekskresikan melalui feces. Usus dapat secara aktif mengekskresikan logam seperti kadmium (Cd), Merkuri (Hg), dan Timah hitam (Pb) dari selaput lendir. Hasil pengamatan di lapangan mengenai keberadaan makrozoobentos di perairan Waduk Cirata, ternyata makrozoobentos baru ditemukan pada ke dalaman kurang 10 meter. Kedalaman air mempengaruhi kelimpahan dan distribusi makrozoobentos. Dasar perairan yang kedalaman airnya berbeda akan dihuni oleh makrozoobentos yang berbeda pula, sehingga terjadi stratifikasi komunitas menurut kedalaman. Pada perairan yang lebih dalam makrozoobentos mendapat tekanan fisiologis dan hidrostatis yang lebih besar. Karena itu makrozoobentos yang hidup di perairan yang dalam ini tidak banyak (Ardi, 2002). Untuk lebih jelasnya, hasil pengukuran kandungan logam Pb dalam air, sedimen, dan makrozoobentos menurut stasiun dan ulangan di perairan Waduk Cirata dapat dilihat pada Lampiran Zeng (Zn) Berdasarkan hasil analisis di laboratorium, rata-rata kandungan logam Zn dalam air menurut stasiun pengamatan berkisar antara 0,0363-0,067 mg/l
22 60 (Gambar 15), sedangkan menurut ulangan berkisar antara 0,03-0,06 mg/l (Gambar 16). Kandungan logam Zn di air (mg/l) Stasiun pengamatan Gambar 15 Rata-rata kandungan logam Zn pada air di setiap stasiun pengamatan Gambar 15 menunjukkan bahwa rata-rata kandungan logam Zn yang terdapat dalam air di setiap stasiun pengamatan bervariasi, dimana stasiun 1 mempunyai rata-rata yang tertinggi sekitar 0,067 mg/l dan terendah di stasiun 2 sekitar 0,0363 mg/l. Sedangkan kandungan logam Zn menurut ulangan dapat dilihat pada Gambar Kandungan logam Zn dalam air (mg/l) Ulangan ke Ulangan ke Ulangan ke Stasiun pengamatan Gambar 16 Kandungan logam Zn dalam air menurut ulangan pengamatan
23 61 Gambar 16 menunjukkan bahwa kandungan logam Zn menurut ulangan mempunyai nilai yang bervariasi, dimana pengambilan sampel pada ulangan 2 mengalami peningkatan dibanding ulangan 1 dan 3 di setiap stasiun pengamatan kecuali stasiun 2 pada ulangan ke 2 mengalami penurunan, selanjutnya mengalami peningkatan lagi pada ulangan ke 3 di setiap stasiun pengamatan kecuali stasiun 3 pada ulangan ke 3 kandungan logam Zn dalam air mengalami penurunan. Kandungan logam Zn dalam air yang di peroleh sudah melewati Ambang Baku Mutu air berdasarkan kriteria kelas 2 dan 3 untuk kegiatan pembudidayaan ikan air tawar (PP. No. 82 Tahun 2001). Sedangkan rata-rata kandungan logam Zn dalam sedimen dan makrozoobentos masing-masing berkisar antara 73, mg/kg dan 11,79-17,85 (Gambar 17) dan menurut ulangan pengamatan berkisar antara 76,2-99 mg/kg dan 2,4-35,818 mg/kg. 120 Rata-rata kandungan logam Zn (mg/kg) sedimen makrozoobentos Stasiun pengamatan Gambar 17 Rata-rata kandungan logam Zn dalam sedimen dan Makrozoobentos di setiap stasiun pengamatan Gambar 17 menunjukkan bahwa nilai kandungan logam Zn dalam sedimen dan makrozoobentos mempunyai nilai yang bervariasi, dimana rata-rata kandungan logam Zn dalam sedimen tertinggi di stasiun 4 sekitar 111 mg/kg) dan terendah di stasiun 5 sekitar 73,34 mg/kg. Tingginya kandungan logam Zn di stasiun 4 (muara Sungai Cisokan) disebabkan karena meningkatnya konstribusi kegiatan manusia seperti permukiman (domestik), industri, pertanian, dan
24 62 transfortasi (perahu) yang mulai padat di Sungai Cisokan yang membawa bibit, pakan, dan hasil panen ikan di Waduk Cirata. Sedangkan kandungan logam Zn dalam makrozoobentos tertinggi di stasiun 5 sekitar 17,85 mg/kg dan terendah di stasiun 2 sekitar 11,79 mg/kg. Dari Gambar 17 juga menunjukkan bahwa kandungan logam Zn dalam makrozoobentos lebih kecil dibandingkan dalam sedimen. Kandungan logam Zn di Sedimen (mg/kg) Sedangkan kandungan logam Zn dalam sedimen dan makrozoobentos menurut ulangan pengamatan dapat dilihat pada Gambar 18 dan Ulangan ke Ulangan ke Ulangan ke Stasiun pengamatan Gambar 18 Kandungan logam Zn di sedimen menurut ulangan pengamatan Kandungan logam Zn di Makrozoobentos (mg/kg) Ulangan ke Ulangan ke Ulangan ke Stasiun Pengamatan Gambar 19 Kandungan logam Zn dalam makrozoobentos menurut ulangan pengamatan
25 63 Gambar 18 menunjukkan bahwa kandungan logam Zn dalam sedimen mempunyai nilai yang bervariasi, dimana pada ulangan ke 2 mengalami penurunan dibanding ulangan ke 1 di setiap stasiun pengamatan dan mengalami peningkatan pada ulangan ke 3 kecuali stasiun 3 pada ulangan ke 3 kandungan logam Zn mengalami penurunan. Kadar normal logam Zn dalam sedimen yang tidak terkontaminasi berkisar antara ppm (Thayib dan Razak, 1981 dalam Edwar dkk, 2005). Sedangkan Nilai Ambang Batas Zn dalam sedimen adalah <120 ppm (Gray, 1996 dalam Edwar dkk, 2005). Dengan demikian kandungan Zn dalam sedimen yang diperoleh di Waduk Cirata masih rendah (belum tercemar), apabila dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas kadar Zn yang dikemukakan oleh Gray. Sedangkan Gambar 19 menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan logam Zn dalam makrozoobentos secara nyata pada ulangan 2 dan 3 dibanding pada ulangan ke 1, hal tersebut menunjukkan terjadinya penurunan penyerapan atau pengambilan logam Zn oleh makrozoobentos akibat meningkatnya debit air sungai dan waduk pada musim penghujan (terjadi pengenceran) dan sebaliknya pada musim kemarau terjadi peningkatan penyerapan Zn oleh makrozoobentos sebagai akibat meningkatnya metabolisme pada musim kemarau, sebagaimana diperlihatkan pada ulangan 1 di setiap stasiun pengamatan. Untuk lebih jelasnya, hasil pengukuran kandungan logam Zn dalam air, sedimen, dan makrozoobentos menurut stasiun dan ulangan di perairan Waduk Cirata dapat dilihat pada Lampiran Kondisi Perairan Secara Biologi Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu, karena hewan bentos terus menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah (Oey et a1, 1978). Di antara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam
26 64 kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobentos (Rosenberg dan Resh, 1993 dalam Ardi, 2002). Makrozoobentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di dasar perairan. Montagna et al, (1989) dalam Ardi (2002), menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan, makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi. Makrozoobentos membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik. Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor dan detritivor, dapat menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potonganpotongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan. Struktur komunitas makrozoobentos dipengaruhi berbagai faktor lingkungan abiotik dan biotik. Secara abiotik, faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan makrozoobentos adalah faktor fisika-kimia lingkungan perairan, diantaranya: penetrasi cahaya yang berpengaruh terhadap suhu air, substrat dasar, kandungan unsur kimia seperti oksigen terlarut dan kandungan ion hidrogen (ph), dan nutrien. Sedangkan secara biologis, diantaranya interaksi spesies serta pola siklus hidup dari masing-masing spesies dalam komunitas. Perubahan struktur komunitas sebagai akibat perubahan yang terjadi dalam kualitas lingkungan perairan karena berlangsungnya pencemaran. Model yang umum digunakan untuk mengetahui adanya perubahan struktur komunitas makrozoobentos adalah dengan menggunakan indeks keanekaragaman jenis, keseragaman populasi, dan dominansi jenis. Dari hasil identifikasi jenis makrozoobentos telah diperoleh data tentang komposisi relatif dan kelimpahan, indeks keanekaragaman (H ), keseragaman jenis (E), dan dominansi jenis (C) di perairan Waduk Cirata Komposisi Relatif dan Kepadatan Makrozoobentos Jenis makrozoobentos yang ditemukan di lima stasiun pengamatan adalah sebanyak 21 spesies yang termasuk dalam 7 kelas dengan perincian yaitu: Gastropoda sebanyak 8 spesies, Odonata, Olighochaeta dan Diptera masing-
27 65 masing 3 spesies, Pelecypoda 2 spesies, serta Coleoptera dan Lepidoptera masing-masing 1 spesies. Komposisi relatif dari masing-masing kelas makrozoobentos yang ditemukan di perairan Waduk Cirata adalah kelas Gastropoda (38 %), kelas Oligochaeta, Diptera dan Odonata masing-masing (14 %), kelas Pelecypoda (10 %), dan kelas Coleoptera dan Lepidoptera (5 %). Untuk lebih jelasnya, komposisi makrozoobentos yang terdapat di Waduk Cirata dapat dilihat pada Gambar 20. Lepidoptera 5% Coleoptera 5% Pelecypoda 10% Gastropoda 38% Odonata 14% Diptera 14% Oligochaeta 14% Gambar 20 Komposisi relatif kelas makrozoobentos di perairan Waduk Cirata Berdasarkan Gambar 20, terlihat bahwa komposisi makrozoobentos terbanyak yang terdapat di Waduk Cirata, yaitu: kelas Gastropoda terutama dari jenis Melanoides sp, Bellaminya sp, Pomacea sp, dan Anentome sp, sedangkan kelas makrozoobentos yang mempunyai komposis yang sedikit adalah kelas Coleoptera dan Lepidoptera. Sedangkan hasil identifikasi makrozoobentos pada setiap stasiun pengamatan diperoleh rata-rata kepadatan berkisar antara 65,4-325,4 (individu/m 2 ) (Gambar 21), sedangkan kepadatan makrozoobentos berdasarkan ulangan yang terdapat di Waduk Cirata terbanyak di ulangan ke 3 stasiun 1 dan terkecil ulangan 2 stasiun 3 (Gambar 22).
28 66 Rata-rata kepadatan makrozoobentos (individu/m2) Stasiun Pengamatan Gambar 21 Rata-rata kepadatan makrozoobentos pada setiap stasiun pengamatan Kepadatan Makrozoobentos (indiv/m2) Ulangan ke Ulangan ke Ulangan ke Stasiun Pengamatan Gambar 22 Kepadatan makrozoobentos menurut ulangan pengamatan Dari hasil identifikasi komposisi jenis makrozoobentos yang terdapat di Waduk Cirata ternyata yang terbanyak adalah jenis Melanoides sp dari kelas gastropoda. Melanoides sp merupakan organisme yang distribusinya relatif luas dan mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan habitatnya dan bahkan manpu hidup di perairan terpolusi. Apabila dilihat dari kepekaannya terhadap pencemaran, maka Melanoides sp merupakan organisme fakultatif (dapat bertahan hidup pada lingkungan yang relatif mengandung bahan organik). Gambar 21 menunjukkan bahwa ternyata nilai rata-rata kepadatan di kelima stasiun tersebut sangat bervariasi dan nilai rata-rata kepadatan yang
29 67 tertinggi terdapat di stasiun 1 (325,4 individu/m 2 ) dan terendah di stasiun 5 (65,4 individu/m 2 ). Jenis makrozoobentos yang mempunyai kepadatan terbanyak adalah dari kelas Gastropoda. Tingginya kepadatan atau banyaknya jenis makrozoobentos dari kelas Gastropoda yang mendominasi stasiun pengamatan tersebut dibandingkan dengan kelas makrozoobentos yang lainnya berhubungan erat dengan sifat dari kebanyakan organisme dari kelas Gastrpoda yang menyukai tempat yang berlumpur dan pasir dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Menurut Pennak (1978) bahwa kebanyakan spesies dari gastropoda menyukai perairan dengan substrat pasir atau lumpur dengan kedalaman yang relatif dangkal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lismana (2006) menyebutkan bahwa secara keseluruhan klasifikasi butiran sedimen di Waduk Cirata, khususnya pada stasiun 1 (Depan DAM dan outlet) di Waduk Cirata adalah berpasir sedang, sehingga sesuai dengan substrat kebanyakan jenis makrozoobentos dari kelas gastropoda. Jenis gastropoda yang mendominasi stasiun 1 adalah Melanoides sp, Belamnya sp, Pomacea sp, dan Anentome sp. Untuk lebih jelasnya jumlah jenis makrozoobentos dari kelas Gastropda dapat dilhat pada Lampiran 5. Melanoides sp merupakan spesies yang ditemukan hampir di setiap stasiun dan mempunyai kemampuan hidup pada substrat berpasir dan lumpur. Menurut Jutting (1956) Melanoides sp merupakan organisme yang penyebarannya relatif luas dan mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan habitatnya, bahkan mampu hidup di perairan yang terpolusi. Gambar 22 menunjukkan bahwa kepadatan makrozoobentos pada setiap ulangan pengamatan terbanyak di stasiun 1 ulangan ke 3 yang nilainya sangat bervariasi dibandingkan dengan ulangan 1 dan 2 sedangkan rata-rata kepadatan berkisar antara 55,8-256,8 indiv/m 2. Dari Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa pengambilan sampel pada ulangan ke 3 di kelima stasiun pengamatan mempunyai nilai yang tinggi dibanding dengan ulangan 1 dan 2. Selanjutnya menunjukkan bahwa pada ulangan 2 di stasiun 1 dan 3 kepadatan makrozoobentos mulai menurun tetapi meningkat lagi di ulangan 3, sedangkan stasiun 2, 4, dan 5 kepadatannya meningkat dari ulangan 1 sampai 3.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk
Lebih terperinciKonsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling
Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya
Lebih terperinciBab V Hasil dan Pembahasan
biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Waduk Cirata dengan tahap. Penelitian Tahap I merupakan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air
TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,
Lebih terperinciBab V Hasil dan Pembahasan
terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran
Lebih terperincisedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai
TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,
Lebih terperinciBab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman
Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari
Lebih terperinciPENENTUAN KUALITAS AIR
PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) Percut merupakan Daerah Aliran Sungai di Provinsi
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Sungai Percut Menurut Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wampu dan Ular Daerah Aliran Sungai (DAS) Percut merupakan Daerah Aliran Sungai di Provinsi Sumatera Utara dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.
Lebih terperinciPERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK
PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering
Lebih terperinciBAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA
Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara
Lebih terperinci2.2. Struktur Komunitas
5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok dalam pengembangan industri budidaya perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun eksternal. Sebagai media
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat
Lebih terperinciSungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):
44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. pengumpul hujan dan juga berbagai kehidupan manusia. Umumnya sungai
TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan sumber air sangat penting untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sungai berfungsi sebagai transportasi sedimen dari darat ke laut, untuk pengumpul hujan dan juga berbagai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Resirkulasi Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena
Lebih terperinciBY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA
BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang
BAB II TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Air 2.1.1 Air Bersih Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang dinamakan siklus hidrologi. Air yang berada di permukaan menguap ke langit, kemudian
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai. Waduk juga merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur hara, bahan padatan, dan
Lebih terperinciBAB. II TINJAUAN PUSTAKA
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh berkembangnya aktivitas kolam jaring apung di Waduk Cirata terhadap kualitas air Waduk Cirata. IV.1 KERANGKA PENELITIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke
Lebih terperinciEstimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta
Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Andhika Rakhmanda 1) 10/300646/PN/12074 Manajamen Sumberdaya Perikanan INTISARI Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi
Lebih terperinciPARAMETER KUALITAS AIR
KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen Kualitas air merupakan salah satu sub sistem yang berperan dalam budidaya, karena akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan
Lebih terperinciBAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat tertentu tidak dikehendaki
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat
I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teluk Lampung Propinsi Lampung memiliki wilayah yang hampir seluruhnya berbatasan dengan pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat sunda
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang
Lebih terperinciFaktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Pengenalan Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai ekonomis tinggi dan merupakan spesies asli Indonesia. Konsumsi ikan gurami (Osphronemus gouramy)
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas
Lebih terperinciPolusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat
Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,
Lebih terperinci2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama
Lebih terperinciPENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan
15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan
Lebih terperincibentos (Anwar, dkk., 1980).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan
PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri
Lebih terperinciADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA
ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas manusia dengan berbagai fasilitas
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan
17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu
Lebih terperinciPENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam
PENDAHULUAN Latar Belakang Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam logam baik logam ringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Danau merupakan perairan tergenang yang berada di permukaan tanah, terbentuk akibat proses alami atau buatan. Danau memiliki berbagai macam fungsi, baik fungsi
Lebih terperinci