RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE"

Transkripsi

1 RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PERIODE

2 i LEMBAR PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG (RPHJP) KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) UNIT XXV TAPANULI TENGAH SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN Disusun Oleh Kepala KPHL Unit XXV Tapanuli Tengah Sibolga Marolop H.O. Gultom, S.H. NIP Diketahui Oleh : Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Ir. Halen Purba, MM NIP Disahkan Oleh An. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional I Ir. Listya Kusumawardhani, M.Sc. NIP

3 ii RINGKASAN EKSEKUTIF KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukkannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Dengan demikian KPH merupakan organisasi lapangan unit pengelolaan hutan terkecil sampai tingkat tapak (blok/ petak). RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara merupakan rencana induk dan akan menjadi motor penggerak seluruh aspek kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang (10 tahunan) untuk periode Dalam RPHJP dimuat unsur-unsur tujuan yang akan dicapai, kondisi yang dihadapi, dan strategi pengembangan pengelolaan hutan, meliputi tata hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Seluruh kegiatan pengelolaan hutan tersebut dikemas dengan kerangka pemberdayaan masyarakat, dalam rangka menuju pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari berlandaskan sinergitas basis ekologi, ekonomi dan sosial. Secara administratif, wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga seluas 60, ha berada di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga serta sedikit Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan fungsinya kawasan hutan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga terbagi menjadi hutan lindung (43, ha), hutan produksi (2, ha) dan hutan produksi terbatas (13, ha). Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dibagi menjadi lima blok tata hutan berdasarkan petunjuk dan kriteria yang telah ditetapkan dalam petunjuk teknis tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan di wilayah KPH, yaitu (1) HL Blok pemanfaatan (43, ha), (2) HP Blok pemanfaatan HHK-HT (1, ha), (3) HP Blok pemberdayaan (1, ha), (4) HPT Blok pemanfaatan HHK-HT (0.56 ha), dan (5) HP Blok pemberdayaan (13, ha). Visi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga adalah Pengelolaan hutan lestari dan produktif di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga menuju masyarakat yang adil dan sejahtera. Misinya adalah 1). Mengelola hutan secara lestari (sustainable forest management) berdasarkan karakteristik wilayah dan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS), 2). Memantapkan penataan kawasan dan menyusun rencana pengelolaan hutan, 3). Mengembangkan organisasi dan sumberdaya manusia KPH yang profesional serta memberdayakan masyarakat desa hutan melalui pengembangan lembaga perekonomian koperasi, 4). Melaksanakan perlindungan dan konservasi alam untuk menurunkan gangguan keamanan hutan melalui upaya-upaya pengamanan dan resolusi konflik serta pengembangan konservasi alam, dan 5). Meningkatkan manfaat hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan potensi ekowisata, jasa lingkungan, perdagangan karbon, agroforestri, serta potensi usaha berbasis kehutanan lainnya yang produktif guna menjamin pertumbuhan KPHL secara berkelanjutan, melalui skema kemitraan untuk sebesar-besarnya bagi keadilan dan kemakmuran rakyat. Adapaun capaian utama yang diharapkan dapat terpenuhi selama kurun waktu 10 tahun ( ) adalah 1). Tertatanya blok dan petak yang pengelolaannya dilakukan secara partisipatif, kolaboratif dan berkelanjutan, 2). Tersusunnya perencanaan hutan meliputi rencana pengelolaan hutan pengelolaan jangka pendek tahunan mulai tahun , rencana jangka menengah 5

4 iii tahunan, dan rencana jangka panjang tahun , 3). Terbangunnya data base berbasis blok dan petak secara akurat setiap tahun yang dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, 4). Terbangunnya kelembagaan yang profesional, efektif dan efisien (Perda dan Pergub organisasi KPH, Pergub sumbangan pihak ketiga dan bagi hasil kemitraan, Pergub badan layanan umum daerah, SOP KPH serta SDM KPH yang cukup dan berkualitas), 5). Tersedianya SDM serta sarana dan prasarana operasional KPH yang memadai, 6). Terbentuk dan terbinanya kelompok tani hutan dan koperasi sebagai lembaga usaha kelompok, dalam upaya terwujudnya prinsip-prinsip dan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan hutan lestari, 7). Terlaksananya patroli hutan secara intensif dan berkelanjutan, pemberantasan illegal logging dan perambahan kawasan, pemantauan dan penurunan tingkat konflik tenurial, 8). Terwujudnya pengembangan obyek ekowisata dan kemitraan pemanfaatan ekowisata dan jasa lingkungan lainnya, 9). Terlaksananya reboisasi dan pengkayaan hutan, partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi hutan serta kemitraan pemanfaatan HHBK, dan 10). Tersusunnya rencana pengembangan usaha KPH dan kemitraan pemanfaatan HHK, HHBK, perdagangan karbon dan jasa lingkungan lainnya pada wilayah tertentu di hutan produksi, tersedianya sarana prasarana pengolahan dan terlaksananya pemasaran hasil hutan yang memadai. Kegiatan utama yang akan dilaksanakan oleh KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga diselaraskan dengan misi, capaian-capaian utama dan core business adalah 1). Inventarisasi berkala wilayah kelola dan penataan hutan, 2). Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, 3). Pemberdayaan masyarakat, 4). Pembinaan dan pemantauan pada areal KPH yang telah ada izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan, 5). Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar izin, 6). Pembinaan dan pemantauan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal yang sudah ada izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan, 7). Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam, 8). Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin, 9). Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholders terkait, 10). Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM, 11). Penyediaan pendanaan, 12). Penyediaan sarana prasarana, 13). Pengembangan data base, 14). Rasionalisasi wilayah kelola, 15). Review rencana pengelolaan, dan 16). Pengembangan investasi. Sebagai pelengkap dan dalam rangka mendukung kegiatan perencanaan dan implementasi kegiatan pengelolaan hutan di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, dokumen RPHJP dilengkapi dengan data dan informasi spasial berupa peta. RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga ini merupakan pedoman dan arahan pelaksanaan pengelolaan untuk diaplikasikan secara konsisten serta terus dipantau sehingga terwujud pengelolaan hutan secara lestari.

5 iv KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga Kesatuan Pengelolaan Hutan (RPHJP KPH) ini dapat diselesaikan. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) merupakan keniscayaan dalam perencanaan strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tahapan awal dalam kegiatan pembangunan KPH, adalah membuat perencanaan yang berbasis spasial dari setiap unit KPH. Penyusunan (RPHJP) KPH yang baik akan mewujudkan sistem pengelolaan hutan lestari. RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga ini merupakan dokumen yang berisi rencana-rencana pengelolaan hutan yang didasarkan pada kajian ilmiah dan didukung oleh data inventarisasi lapangan. Dokumen RPHJP ini disusun secara sistematis dan riil sehingga menjadi acuan bagi pengelolaan wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga selama 10 (sepuluh) yaitu tahun RPHJP ini bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan yang terjadi di lapangan, sehingga untuk beberapa bagian masih dimungkinkan untuk direvisi dan disempurnakan agar pengelolaan dan pembangunan hutan dapat dilakukan secara lebih optimal untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Kami mengucapkan terima kasih kami kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BPKH Wilayah I Medan, BP2HP, BPDAS, Dinas Kehutanan Sumatera Utara, Dinas Kehutanan dan Perkabunan Tapanuli tengah, Dinas Kehutanan Sibolga, Tim Pakar USU dan semua pihak yang telah ikut serta berpartisipasi dalam penyusunan RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Semoga RPHJP ini dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mempercepat pembangunan kehutanan di tingkat tapak sesuai dengan visi dan misi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Medan, Januari 2016 Kepala KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Marolop H.O. Gultom, S.H.

6 v DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN RINGKASAN ESEKUTIF KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN Halaman i A. Latar Belakang 1 B. Maksud dan Tujuan 5 C. Sasaran 5 D. Dasar Hukum 7 E. Ruang Lingkup 9 F. Batasan Pengertian 11 II. DESKRIPSI KAWASAN A. Risalah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga 17 B. Potensi Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga 34 C. Data dan Informasi Sosial Budaya 36 D. Data Informasi Izin-izin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan E. Posisi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah F. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan 43 III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN A. Visi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga 53 B. Misi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga 53 C. Capaian Utama KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga 54 IV. ANALISIS DAN PROYEKSI A. Analisis 56 B. Proyeksi 61 ii iv v vii ix x 39 40

7 vi V. RENCANA KEGIATAN A. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan Hutan 77 B. Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu 80 C. Pemberdayaan Masyarakat 80 D. Pembinaan dan Pemantauan pada Areal KPH yang Telah Ada Izin Pemanfaatan Maupun Penggunaan Kawasan Hutan E. Penyelenggaraan Rehabilitasi pada Areal di Luar Izin 86 F. Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi pada Areal yang Sudah Ada Izin Pemanfaatan Maupun Penggunaan Kawasan Hutan G. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam 93 H. Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi antar pemegang Izin 100 I. Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakeholders Terkait 101 J. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM 102 K. Penyediaan Pendanaan 103 L. Penyediaan Sarana Prasarana 104 M. Pengembangan Data Base 105 N. Rasionalisasi Wilayah Kelola 108 O. Review Rencana Pengelolaan 108 P. Pengembangan Investasi 109 VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN A. Pembinaan 134 B. Pengawasan 146 C. Pengendalian 148 VII. PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Pemantauan 152 B. Evaluasi 152 C. Pelaporan 153 VIII. PENUTUP 160 DAFTAR PUSTAKA 162 LAMPIRAN 82 93

8 vii DAFTAR TABEL Nomor Halaman Tabel 2.1. Wilayah administratif KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga 17 Tabel 2.2. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan kecamatan Tabel 2.3. Luas wilayah Kota Sibolga berdasarkan kecamatan 24 Tabel 2.4. Tabel 2.5. Tabel 2.6. Tabel 2.7. Tabel 2.8. Tabel 2.9. Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel 4.1. Kawasan hutan dan non hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Fungsi hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Kesesuaian lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Tingkat kekritisan lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Blok tata hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Formasi geologi pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Klasifikasi tanah pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Unit lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Kemiringan lereng pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Curah hujan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Nama DAS pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Luas tutupan lahan pada Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Aksesibilitas pada Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga IUPHHK HPH dan HTI pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Luas penutupan lahan dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga

9 viii Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 5.3. Tabel 5.4. Tabel 5.5. Areal KPH yang telah ada izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan dan dalam proses perijinan tersebut Pengembangan data base KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dalam mendukung sistem informasi kehutanan di tingkat KPH Pengembangan data base KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga untuk mendukung pengelolaan hutan di tingkat tapak Logical framework dari visi dan misi KPHL Unit XXIII Tapanuli Selatan-Padang Lawas Utara Tata waktu rencana kegiatan KPHL Unit XXIII Tapanuli Selatan-Padang Lawas Utara Tabel 6.1. Uraian kegiatan dan tim pelaksana pembinaan 145 Tabel 6.2. Uraian kegiatan pengawasan dan tim pengawas 147 Tabel 6.3. Uraian kegiatan pengendalian dan tim pengendali 149 Tabel 7.1. Tabel 7.2. Tabel 7.3. Kegiatan pemantauan dan tim pelaksana pemantauan kegiatan di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Kegiatan pemantauan dan tim pelaksana pemantau kegiatan dari instansi lain di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Kegiatan evaluasi dan tim pelaksana evaluasi kegiatan di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga

10 ix DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar 2.1. Skema analisa dan proyeksi core business KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Halaman 56

11 x DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. Peta DAS pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 2. Peta Geologi pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 3. Peta Lahan Kritis pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 4. Peta Kelerengan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 5. Peta Penutupan Lahan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 6. Peta Rencana Kehutanan Tingkat Nasional pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 7. Peta Jenis Tanah pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 8. Peta Tata Hutan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 9. Peta Wilayah Tertentu pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga.

12 Rencana Pengelolaan KPHL Rinjani Barat BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan C. Sasaran D. Dasar Hukum E. Ruang Lingkup F. Batasan Pengertian

13 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Deforestasi dan degradasi hutan menjadi isu global di dunia internasional, karena telah menghilangkan sebagian sumberdaya biologi dari ekosistem hutan. Di sisi lain, hutan merupakan sumberdaya alam yang terkait dengan kehidupan umat manusia. Oleh karenanya hutan dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Degradasi hutan dan deforestasi telah menurunkan kualitas lingkungan dan menimbulkan kemiskinan pada masyarakat yang hidup bergantung pada sumberdaya hutan. Manfaat hutan tidak hanya berkaitan dengan masyarakat lokal sekitar hutan. Namun lebih luas lagi manfaat hutan berkaitan dengan masyarakat nasional suatu negara, masyarakat regional di beberapa kawasan negara dan masyarakat internasional di seluruh dunia. Agar masyarakat dapat merasakan manfaat secara berkelanjutan, maka hutan harus dikelola secara arif dan bijaksana. Sistem pengelolaan hutan telah mengalami pergeseran paradigma yaitu dari pengelolaan berbasis produksi kayu (timber based management), menjadi pengelolaan berbasis ekosistem (ecosystem based management). Hal ini didasarkan pada kenyataan kondisi sumberdaya hutan yang fungsinya semakin menurun, serta semakin dipahaminya bahwa nilai manfaat yang dihasilkan dari keberadaan hutan dengan kondisi yang baik, jauh melebihi nilai hasil hutan kayu yang selama ini menjadi hasil utama yang langsung diambil dari hutan. Kenyataan ini diperkuat dengan pengalaman pengelolaan hutan selama kurun waktu tahun 1970-an sampai 2000-an yang kebijakan pembangunannya lebih berorientasi pada produksi kayu. Pada masa tersebut sektor kehutanan

14 2 memberikan sumbangan devisa negara terbesar kedua bagi pembangunan nasional setelah minyak bumi, namun karena kebijakan pengelolaan hutan yang kurang tepat berakibat pada kondisi hutan yang sangat mengkhawatirkan. Tingkat efektivitas dan efisiensinya pengelolaan hutan mengalami pasangsurut tergantung kebijakan masing-masing orde pemerintahan. Menurut FWI/GFW (2001) eksploitasi sumberdaya hutan dalam skala besar dimulai sejak awal tahun 1970-an, yaitu ketika perusahaan pengusahaan hutan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) mulai beroperasi. Pada periode tahun 1970 hingga 1990-an, laju kerusakan hutan diperkirakan antara 0,6 sampai 1,2 juta ha per tahun. Laju kerusakan hutan selama periode sekitar 1,7 juta ha per tahun dan mengalami peningkatan tajam sampai lebih dari 2 juta ha/tahun. Lembaga FAO (2011) menyebutkan bahwa Kementerian Kehutanan tahun 2005 memprediksi kerusakan hutan seluas 2,83 juta ha per tahun dalam kurun waktu Bahkan pada tahun 2007 negara Indonesia berada di urutan ke-8 sebagai negara dengan tingkat kerusakan hutan paling tinggi dari sepuluh negara dengan luas hutan alam terbesar dunia. Saat ini pengelolaan hutan khususnya kelompok hutan lindung dan produksi menghadapi persoalan terjadinya degradasi dan deforestasi yang disebabkan oleh aktifitas penebangan liar (illegal logging), karena didorong adanya permintaan yang tinggi terhadap kayu dan hasil hutan lainnya baik di pasar lokal, nasional dan global. Perambahan lahan (land occupation) juga menjadi persoalan dengan semakin tingginya kebutuhan lahan untuk pemukiman dan perkebunan terutama sawit dan karet yang berakibat terjadi konversi kawasan hutan secara permanen, perladangan berpindah, klaim okupasi berupa desa/ pemukiman, dan klaim sebagai tanah adat. Kondisi ini akan meningkatkan upaya penggunaan kawasan hutan di luar sektor kehutanan melalui pinjam pakai kawasan hutan. Pengelolaan hutan di masa lalu yang kurang memperhatikan prinsip-prinsip Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) karena lebih bertumpu pada aktivitas pemanenan hasil hutan ternyata telah membawa dampak yang besar terhadap kerusakan hutan. Keberadaan hutan lindung di Sumatera Utara semakin terancam. Pemerintah selalu mengeluarkan kebijakan kehutanan serta upaya pencegahan dan perbaikan degradasi hutan untuk mengurangi kerusakan

15 3 ekosistem hutan. Berbagai kebijakan pemerintah telah dijalankan untuk mewujudkan kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat serta sekaligus mengakomodasikan tuntutan dan kepentingan pemerintah daerah. Salah satu terobosan kebijakan yang dibuat oleh Kementerian Kehutanan adalah mengeluarkan kebijakan pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), yang telah diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 41 tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah No. 3 tahun Kebijakan tersebut telah menegaskan bahwa seluruh kawasan hutan di Indonesia akan dibagi dan dibentuk ke dalam unit-unit KPH. KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukkannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Dengan demikian KPH merupakan organisasi lapangan unit pengelolaan hutan terkecil sampai tingkat tapak (blok/ petak), yang menurut dominasi luas fungsi hutannya dapat berupa Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK). Pengelolaan hutan merupakan usaha untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari berdasarkan tata hutan, rencana pengelolaan, pemanfaatan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara, menetapkan wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Sumatera Utara seluas kurang lebih ha yang terdiri dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) sebanyak 14 unit seluas kurang lebih ha dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) sebanyak 19 unit seluas kurang lebih ha. Menteri Kehutanan RI mengeluarkan SK Nomor: SK.579/Menhut-II/2014 mengenai kawasan hutan di Sumatera Utara pada tanggal 24 Juni Berdasarkan lampiran peta fungsi kawasan pada SK tersebut, dapat diketahui bahwa luas kawasan hutan di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga adalah seluas 60, ha. Dengan adanya tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan hutan, maka pada tingkat tapak diperlukan perencanaan pengelolaan. Perencanaan pengelolaan

16 4 KPH memerlukan kuantifikasi dan formulasi strategi dan program kerja, struktur organisasi dan aspek finansial untuk menyiapkan kondisi pelaksanaan agar dapat dimonitoring, dilaporkan dan diverifikasi dalam suatu basis wilayah-wilayah kelestarian yang permanen. Dengan adanya rencana pengelolaan jangka panjang maka akan memudahkan penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek yang lebih terukur. (RPHJP) KPHL harus tepat, handal, luwes, dan mampu menghadapi perubahan/ dinamika tatanan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang terus berkembang yang sulit diduga. Dalam kerangka inilah maka perlu disusun Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara sebagai acuan rencana kerja di tingkat tapak dalam bentuk wilayah-wilayah pengelolaan hutan yang akan mengelola hutan secara terintegrasi melalui kaidahkaidah pengelolaan hutan yang dapat menjamin keberlangsungan fungsinya (sustainable forest management) sebagaimana yang dimandatkan dalam peraturan perundang-undangan. RPHJP KPHL disusun dengan memperhatikan kondisi lingkungan, aspirasi dan nilai budaya masyarakat setempat, mengacu pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rencana Kehutanan Provinsi dan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kehutanan Provinsi Sumut, serta diselaraskan dengan kebijakan pembangunan Nasional (RPJMN) dan daerah (RPJMD). Dengan demikian RPHJP KPHP tersebut menjadi baseline data dalam penentuan prioritas pengelolaan hutan di tingkat tapak. RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara merupakan rencana induk dan akan menjadi motor penggerak seluruh aspek kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang (10 tahunan) untuk periode Dalam RPHJP dimuat unsur-unsur tujuan yang akan dicapai, kondisi yang dihadapi, dan strategi pengembangan pengelolaan hutan, meliputi tata hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Seluruh kegiatan pengelolaan hutan tersebut dikemas dengan kerangka pemberdayaan masyarakat, dalam rangka menuju pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya,

17 5 yang dapat dikelola secara efisien dan lestari berlandaskan sinergitas basis ekologi, ekonomi dan sosial. B. Maksud dan Tujuan Maksud dilaksanakannya penyusunan RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara adalah : 1. Menyediakan dokumen rencana pengelolaan hutan jangka panjang, yang mengarahkan penyelengaraan pengelolaan hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 10 tahun untuk periode Memberikan arahan bagi parapihak yang berkepentingan dalam pembangunan kehutanan di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Sumatera Utara. Adapun tujuan penyusunan RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara, antara lain : 1. Menetapkan visi dan misi pengelolaan hutan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara. 2. Menetapkan proyeksi kondisi wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara dalam waktu 10 tahun (periode ). 3. Menyusun rencana kegiatan strategis pengelolaan hutan selama 10 tahun (periode ) yang terencana dan terukur dengan tata waktu sesuai skala prioritas sehingga dapat dilaksanakan secara efisien dan lestari untuk mendapatkan manfaat ekologi, ekonomi dan sosial. C. Sasaran Secara kewilayahan sasaran lokasi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor. 992/Menhut- II/2013 adalah seluas ,22 ha yang terdiri atas kawasan hutan di wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Sedangkan sasaran penyusunan perencanaan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara yang hendak dicapai adalah: 1. Tersusunnya arahan rencana pengelolaan wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara yang memuat tujuan pengelolaan

18 6 yang akan dijabarkan secara jelas berdasarkan kondisi-kondisi yang dihadapi melalui : a. Penelaahan kondisi terkini wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara dari aspek ekologi yang berkaitan dengan: a). kondisi fisik wilayah antara lain meliputi jenis tanah, iklim, ketinggian, geomorfologi, kelerengan, penutupan vegetasi, b). kondisi hutan yang meliputi lahan kritis, jenis dan volume tegakan hutan, sebaran vegetasi, flora dan fauna, potensi non kayu, dan c) kondisi sumberdaya air dan Daerah Aliran Sungai (DAS). b. Penelaahan kondisi ekonomi yang berkaitan dengan: a). aksesibilitas wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara, b). potensi pendukung ekonomi sekitar wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara, antara lain meliputi industri kehutanan sekitar wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara, peluang ekonomi yang dapat dikembangkan, keberadaan lembagalembaga ekonomi pendukung kawasan, c). batas administrasi pemerintahan, dan d). nilai tegakan hutan baik kayu maupun non kayu termasuk karbon dan jasa lingkungan. c. Penelaahan kondisi sosial yang berkaitan dengan a). perkembangan demografi sekitar kawasan, b). pola-pola hubungan sosial masyarakat dengan hutan, c). keberadaan kelembagaan masyarakat, d). pola penguasaan lahan oleh masyarakat di dalam dan sekitar kawasan dan e). potensi konflik sekitar kawasan. 2. Tersusunnya arahan rencana yang memuat strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan hutan yang meliputi rancangan tata hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan, konservasi alam, pengembangan dan penguatan kapasitas masyarakat berbasis nilai-nilai kearifan lokal untuk mendukung pengelolaan kawasan hutan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara. 3. Tersusunnya arahan rencana pengembangan kelembagaan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara yang memuat pengembangan SDM, pengadaan sarana dan prasarana, pembiayaan kegiatan,

19 7 dan kegiatan lainnya menuju lembaga pengelolaan hutan yang profesional, efektif dan efisien. D. Dasar Hukum Peraturan perundangan yang menjadi dasar hukum penyusunan RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara terdiri atas: 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/ Kota. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Jo Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. 8. Permenhut Nomor P.37/Menhut-II/2007, jo. Permenhut Nomor P.54/Menhut- II/2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-Ii/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan. 9. Permenhut Nomor P.68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan. 10. Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH, 11. Permenhut Nomor P.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD). 12. Permenhut Nomor P.32/Menhut-II/2009, jo. Permenhut Nomor P.12/Menhut- II/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/Menhut-Ii/2009 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTK RHL-DAS).

20 8 13. Permenhut Nomor P.36/Menhut-II/2009, tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan Dan/Atau Penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi Dan Hutan Lindung. 14. Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengeloaan Hutan Lindung (KPHL) dam Kesatuan Pengeloaan Hutan Produksi (KPHP). 15. Permenhut Nomor P.37/Menhut-V/2010 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan. 16. Permenhut Nomor P.39/Menhut-II/2010 tentang Pola Umum, Kriteria, Dan Standar Rehabilitasi Dan Reklamasi Hutan. 17. Permenhut Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan. 18. Permenhut Nomor P.51/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis Kehutanan Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah. 20. Permenhut Nomor P.18/Menhut-II/2011, jo. Permenhut Nomor P.38/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. 21. Permenhut Nomor P.41/Menhut-II/2011, Jo. Permenhut Nomor P.54/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Atas Permenhut Nomor P.41/Menhut-II/2011 tentang Standar Fasilitasi Sarana Dan Prasarana Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Model Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model. 22. Permenhut Nomor P.42/Menhut-II/2011 tentang Standar Kompetensi Bidang Teknis Kehutanan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi. 23. Permenhut Nomor P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Permenhut Nomor P.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat Dalam Hutan Tanaman.

21 9 25. Permenhut Nomor P.57/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kerja Kementerian Kehutanan tahun Permenhut Nomor P.63/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai. 27. Permenhut Nomor P.20/Menhut-II/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan. 28. Permenhut Nomor P.22/Menhut-II/2012 tentang Pedoman Kegiatan Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam pada Hutan Lindung. 29. Permenhut Nomor P.9/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung Dan Pemberian Insentif Kegiatan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan. 30. Permenhut Nomor P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui Kemitraan Kehutanan. 31. Permenhut Nomor P.46/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pengesahan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi. 32. Permenhut Nomor P.47/Menhut-II/2013 tentang Pedoman, Kriteria Dan Standar Pemanfaatan Hutan Di Wilayah Tertentu Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi. 33. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara. 34. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan di Sumatera Utara. 35. Peraturan Dirjen Planologi Nomor P.5/VIII-WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan. E. Ruang Lingkup Ruang Lingkup Penyusunan RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara meliputi:

22 10 1. Pendahuluan, berisi latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran, dasar hukum, ruang lingkup, dan pengertian. 2. Deskripsi Kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara, yang terdiri dari a). Risalah wilayah (letak, luas, aksesibilitas kawasan, batas-batas, sejarah wilayah, dan pembagian blok), b). Potensi wilayah (penutupan vegetasi, potensi kayu dan bukan kayu, keberadaan flora dan fauna langka, potensi jasa lingkungan dan wisata alam), c). Data dan informasi sosial budaya masyarakat di dalam dan sekitar hutan termasuk keberadaan masyarakat hukum adat, d). Data dan informasi ijin-ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan di dalam wilayah kelola, e). Kondisi posisi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara dalam perspektif tata ruang wilayah dan pembangunan daerah, dan f). Isu strategis, kendala dan permasalahan. 3. Visi dan Misi Pengelolaan Hutan, berisi proyeksi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara di masa depan serta target capaiancapaian utama yang diharapkan. 4. Analisis dan Proyeksi, meliputi a). Analisi data dan informasi yang tersedia saat ini (baik data primer maupun data sekunder), b). Proyeksi kondisi wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Provinsi Sumatera Utara di masa yang akan datang, dan c). Analisa dan proyeksi core business. 5. Rencana Kegiatan, terdiri dari a). Pemberdayaan masyarakat, b). Inventarisasi berkala wilayah kelola dan penataan hutan, b). Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, c). Rasionalisasi wilayah kelola, d). Pengembangan data base, e). Review rencana pengelolaan (minimal 5 tahun sekali), f). Pembinaan dan pemantauan (controlling) pada areal KPH yang telah ada ijin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan, g). Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin, i). Pembinaan dan pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal yang sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, j). Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam, h). Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin, k). koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait, l). Penyediaan

23 11 dan peningkatan kapasitas SDM, m). Penyediaan pendanaan, n). Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, dan o). Pengembangan investasi. 6. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian. 7. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan. 8. Penutup. 9. Lampiran, meliputi a). Peta DAS pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, b). Peta Geologi pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, c). Peta Lahan Kritis pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, d). Peta Kelerengan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, e). Peta Penutupan Lahan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, f). Peta Jenis Tanah pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, g). Peta Tata Hutan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, dan h). Peta Wilayah Tertentu pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. F. Batasan Pengertian 1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan; 2. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 3. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 4. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 5. Pengurusan Hutan adalah kegiatan penyelenggaraan hutan yang meliputi perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, serta penyuluhan kehutanan dan pengawasan. 6. Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam.

24 12 7. Perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penetuan kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. 8. Penataan Hutan (tata hutan) adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung didalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. 9. Inventarisasi Hutan adalah suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari penataan batas, inventarisasi hutan, pembagian hutan, pembukaan wilayah hutan, pengukuran dan pemetaan. 10. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. 11. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) adalah kesatuan pengelolaan hutan yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan lindung. 12. KPH Model adalah wujud awal dari KPH yang secara bertahap dikembangkan menuju situasi dan kondisi aktual organisasi KPH di tingkat tapak. 13. Resort Pengelolaan Hutan adalah kawasan hutan dalam wilayah KPH yang merupakan bagian dari wilayah KPH yang dipimpin oleh Kepala Resort KPH dan bertanggungjawab kepada Kepala KPH. 14. Blok Pengelolaan pada wilayah KPH adalah bagian dari wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan. 15. Petak adalah bagian dari Blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan dan silvikultur yang sama. 16. Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha pemanfaatannya.

25 Rencana Pengelolaan Hutan KPH adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari. 18. adalah rencana pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah pembangunan KPH. 19. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek adalah rencana pengelolaan hutan berjangka waktu satu tahun pada tingkat kegiatan operasional berbasis petak/blok. 20. Penggunaan Kawasan Hutan adalah kegiatan penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan. 21. Hutan/Lahan Kritis adalah hutan/lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air dan unsur produktivitas lahan sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem DAS. 22. Reboisasi adalah upaya penanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong, alang-alang, atau semak belukar untuk mengembalikan fungsi hutan. 23. Reklamasi Hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. 24. Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan. 25. Pemeliharaan Hutan adalah kegiatan untuk menjaga, mengamankan, dan meningkatkan kualitas tanaman hasil kegiatan reboisasi, penghijauan jenis tanaman, dan pengayaan tanaman. 26. Pengayaan tanaman adalah kegiatan memperbanyak keragaman dengan cara pemanfaatan ruang tumbuh secara optimal melalui penanaman pohon.

26 Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 28. Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. 29. Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. 30. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. 31. Pemanfaatan Hutan adalah bentuk kegiatan pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. 32. Pemanfaatan Kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya. 33. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. 34. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. 35. Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan/atau Bukan Kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu.

27 Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara. 37. Dana Reboisasi (DR) adalah dana yang dipungut dari pemegang IUPHHK dalam hutan alam pada hutan produksi untuk mereboisasi dan merehabilitasi hutan. 38. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. 39. Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. 40. Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam adalah keseluruhan kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan sarana dan jasa yang diperlukan oleh wisatawan/pengunjung dalam pelaksanaan kegiatan wisata alam, mencakup usaha obyek dan daya tarik, penyediaan jasa, usaha sarana, serta usaha lain yang terkait dengan wisata alam. 41. Wisata Alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan hutan lindung. 42. Pemberdayaan masyarakat setempat melalui Kemitraan Kehutanan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil melalui Kemitraan Kehutanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. 43. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.

28 Kemitraan Kehutanan adalah kerjasama antara masyarakat setempat dengan Pemegang Izin pemanfaatan hutan atau Pengelola Hutan, Pemegang Izin usaha industri primer hasil hutan, dan/atau Kesatuan Pengelolaan Hutan dalam pengembangan kapasitas dan pemberian akses, dengan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan. 45. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. 46. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. 47. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. 48. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan. 49. Evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur pencapaian suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan serta dilakukan secara sistematik dan teratur, hasilnya digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan pelaksanaan perencanaan selanjutnya. 50. Pengendalian adalah suatu proses atau upaya untuk mengurangi atau menekan penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga diperoleh suatu hasil sesuai dengan yang telah ditetapkan melalui pemantauan, pengawasan dan penilaian kegiatan. 51. REDD + (Reduced Emission from Deforestation and Degradation Plus) merupakan program penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada negaranegara berkembang melalui kegiatan-kegiatan pengurangan deforestasi, pengurangan degradasi hutan, praktek konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan stok karbon. 52. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan. 53. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) 54. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Utara (Sumut). 55. Pemerintah Daerah Kabupaten adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.

29 Rencana Pengelolaan BAB II. DESKRIPSI KAWASAN A. Risalah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga B. Potensi Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga C. Data dan Informasi Sosial Budaya D. Data Informasi Izin-izin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan E. Kondisi Posisi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah F. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan

30 17 BAB II. DESKRIPSI KAWASAN A. Risalah Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga 1. Letak dan Luas KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga KPHL Unit XXV Tapanuli Tengah-Sibolga termasuk dalam Region 7 (wilayah yang mencakup Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara dan Kota Sibolga) bersama dengan KPHP Unit XXIV dan KPHL Unit XXVI. Secara administratif, wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga berada di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga serta sedikit Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Tapanuli Tengah beribukota di Kota Pandan berjarak 359 km dari Kota Medan. Kota Sibolga berjarak 347 km dari Kota Medan. Wilayah adminsitratif KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Wilayah administratif KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Kabupaten Luas (Ha) Persentase (%) 1 Kab. Tapanuli Tengah 45, Kota Sibolga 14, Kab. Tapanuli Utara Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Menurut BPS Tapteng (2015) wilayah Tapanuli Tengah dahulu dikuasai oleh Kolonial Inggris. Namun dengan Traktat London tanggal 17 Maret 1824, Inggris menyerahkan Sumatera kepada Belanda, dan sebagai imbalannya Belanda memberikan Semenanjung Melayu. Pada saat itulah Inggris menyerahkan Barus

31 18 dan Singkil kepada Belanda. Selanjutnya Belanda memasukkan Teluk Tapian Nauli dalam Wilayah Residen Sumatera Barat yang beribukota di Padang. Pada tahun 1859 daerah jajahan Belanda meluas ke daerah Silindung, dan meluas lagi ke daerah Toba pada tahun Oleh karena adanya perluasan wilayah tersebut, pemerintah Belanda mengeluarkan Staadblad No. 193 tahun 1884 yang menentukan teritorial baru di Keresidenan Tapanuli untuk lebih memperkokoh strategi pembagian dan perluasan wilayah. Keresidenan Tapanuli pada saat itu dibagi atas 4 (empat) afdeling. Salah satu diantaranya ialah Afdeling Sibolga yang meliputi 4 (empat) onder afdeling, yaitu: 1. Sibolga dan daerah sekitarnya. 2. Distrik Batang Toru. 3. Barus dan Pakkat. 4. Singkil. Sejak keluarnya Staadblad No. 496 tahun 1906, status Tapanuli yang tadinya bagian dari Sumatera Barat beralih menjadi di bawah Gubernur Sumatera yang berkedudukan di Medan. Selanjutnya wilayah Keresidenan Tapanuli dibagi dalam 5 (lima) afdeling, yaitu: 1. Afdeling Natal dan Batang Natal. 2. Afdeling Sibolga dan Batang Toru. 3. Afdeling Padang Sidempuan. 4. Afdeling Nias. 5. Afdeling Tanah Batak. Afdeling Sibolga diperintah oleh seorang Contraleur dengan wilayah meliputi 13 Kakurian yang masing masing dipimpin oleh Kepala Kuria. Pada saat itu Onder Afdeling Barus masih termasuk Afdeling Tanah Batak. Dengan keluarnya Staadblad No. 93 tahun 1933 maka sebagian Onder Afdeling Barus digabung ke Afdeling Sibolga dan sebagian lagi masuk Afdeling Dataran dataran Tinggi Toba. Selanjutnya dengan Staadblad No. 563 tahun 1937 Onder Afdeling Barus keseluruhannya dimasukkan ke Afdeling Sibolga dimana berdasarkan Staadblad tersebut keresidenan-keresidenan Tapanuli dibagi atas 4 Afdeling, yaitu: 1. Afdeling Sibolga. 2. Afdeling Nias.

32 19 3. Afdeling Sedempuan. 4. Afdeling Tanah Batak. Sementara itu yang termasuk dalam Afdeling Sibolga adalah: 1. Onder Distrik Sibolga. 2. Onder Distrik Lumut. 3. Onder Distrik Barus. Sedang Sorkam berada dalam lingkungan Onder Distrik Barus. Pada kenyataannya, apa yang disebut Daerah Tingkat II Tapanuli Tengah adalah pencerminan dari pembagian wilayah yang diatur dengan Staadblad No. 563 tahun 1937 tersebut. Pada zaman Jepang khususnya sistem pemerintahan Keresidenan Tapanuli lebih dititikberatkan pada strategi pertahanan misalnya Heiho, Gyugun, Kaygon Heiho dan badan badan lainnya. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, maka pada tanggal 15 Oktober 1945 oleh Gubernur Sumatera Mr. T. Mohd. Hasan menyerahkan urusan pembentukan daerah otonom bawahan dan penyusunan pemerintahan daerah kepada masing masing residen. Bahkan telah dipertegas lagi dengan PP No. 8 tahun 1947 yang menetapkan bahwa kabupaten yang dibentuk oleh residen sekaligus menjadi daerah otonom. Pada permulaan kemerdekaan, Residen Tapanuli Dr. F.L. Tobing yang berkedudukan di Tarutung, dengan dasar telegram Gubernur Sumatera tanggal 12 Oktober 1945 tentang pembentukan kepala kepala Luha (Bupati) Sibolga. Selanjutnya pada bulan Juni 1946 melalui sidang Komite Nasional Daerah Keresidenan Tapanuli dibentuk Kabupaten Tanah Batak. Khususnya untuk Kota Sibolga, dengan Surat Keputusan Gubernur pada tanggal 17 Mei 1946, Kota Sibolga dijadikan kota administratif yang dipimpin oleh seorang walikota yang pada saat itu dirangkap oleh Bupati Kabupaten Sibolga, maka pada tangga 17 Nopember 1947 dibentuk sebuah Dewan Kota. Pada tahun 1946 di Tapanuli Tengah mulai dibentuk kecamatan-kecamatan untuk menggantikan Sistem Pemerintahan Onder Distrik Afdeling pada masa pemerintahan Belanda. Kecamatan pertama sekali dibentuk ialah Kecamatan Sibolga, kemudian Lumut dan Barus. Sedangkan Kecamatan Sorkam ditetapkan kemudian berdasarkan perintah Residen Tapanuli pada tahun Kecamatan Sorkam dipisah dari Barus

33 20 didasarkan kepada ketentuan yang menyatakan bahwa setiap kabupaten harus minimal mempunyai dua kewedanaan sedang, dan satu kewedanaan minimal mempunyai dua kecamatan. Demikianlah sejarahnya maka Tapanuli Tengah mempunyai empat kecamatan ketika itu. Saat ini Kabupaten Tapanuli Tengah telah memiliki 20 kecamatan, yakni Kecamatan Pinangsori, Kecamatan Badiri, Kecamatan Sibabangun, Kecamatan Lumut, Kecamatan Sukabangun, Kecamatan Pandan, Kecamatan Tukka, Kecamatan Sarudik, Kecamatan Tapian Nauli, Kecamatan Sitahuis, Kecamatan Kolang, Kecamatan Sorkam, Kecamatan Sorkam Barat, Kecamatan Pasaribu Tobing, Kecamatan Barus, Kecamatan Sosor Gadong, Kecamatan Andam Dewi, Kecamatan Barus Utara, Kecamatan Manduamas, dan Kecamatan Sirandorung. Pada masa Undang Undang Dasar 1945, Konstitusi RIS dan Undang undang Sementara 1950, sistem pemerintahan yang ada tidak mengadakan perubahan atas bentuk dan batas batas wilayah Tapanuli Tengah yang ada sebelumnya. Dengan Undang Undang Darurat No. 7 Tahun 1956, Sumatera Utara dibentuk Daerah Otonom Kabupaten, kecuali Kabupaten Dairi (yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 4 Tahun 1964). Salah satu kabupaten yang disebutkan dalam undang undang darurat tersebut ialah Tapanuli Tengah yang pada saat itu masih meliputi wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sibolga sekarang ini. Tetapi dengan Undang Undang Darurat No. 8 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota kota besar terbentuklah Kotapraja Sibolga yang pada saat ini dikenal sebagai Kotamadya Sibolga. Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang pernah bertugas di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah sebagai berikut: 1. Z.A. Gir St. Komala Pontas ( s.d ) 2. Prof. Mr. Dr. M. Hazairin ( s.d ) 3. A.M. Djalaluddin ( s.d ) 4. Mangaraja Sorimuda ( s.d ) 5. Ibnu Sa'adan ( s.d ) 6. Raja Djunjungan ( s.d ) 7. Matseh Gir. St. Kajasangan ( s.d )

34 21 8. M. Samin Pakpahan ( s.d ) 9. Sutan Singengu Paruhuman ( s.d ) 10. Ridwan Hutagalung ( s.d ) 11. Bangun Siregar ( s.d ) 12. Lundu Panjaitan, SH ( s.d ) 13. Abd. Wahab Dalimunthe, SH ( s.d ) 14. Drs. Amrun Daulay ( s.d ) 15. Drs. Panusunan Pasaribu ( s.d ) 16. Drs. Tuani Lumbantobing ( s.d ) 17. Raja Bonaran Situmeang, SH, M.Hum ( s.d. 2014) 18. Syukran Jamilan Tanjung, SE (2014 s.d. sekarang). Sebagai salah satu wilayah yang merupakan kawasan minapolitan, Kabupaten Tapanuli Tengah berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada m di atas permukaan laut (mdpl) serta terletak pada 1 o o Lintang Utara dan 98 o o 12 Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, sebelah selatan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, sebelah timur dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Kabupaten Tapanuli Tengah mempunyai luas 2.194,98 km 2, sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di pulau pulau kecil di sekitar wilayah kabupaten ini. Kecamatan Kolang merupakan kecamatan yang terluas, dengan luasnya sebesar 436,29 km 2. Oleh karena luas wilayah yang dihiasi dengan pantai yang indah, maka Pariwisata Kabupaten Tapanuli Tengah membuat brand image Negeri Wisata Sejuta Pesona untuk menunjukkan begitu besar dan lengkapnya objek wisata di daerah ini. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan kecamatan disajikan pada Tabel 2.2. berikut.

35 22 Tabel 2.2. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan kecamatan No. Kecamatan Luas (km 2 ) Persentase (%) Pinangsori Badiri Sibabangun Lumut Sukabangun Pandan Sarudik Tukka Tapian Nauli Sitahuis Kolang Sorkam Sorkam Barat Pasaribu Tobing Barus Sosor Gadong Andam Dewi Barus Utara Manduamas Sirandorung 78,32 129,49 284,64 105,98 49,37 34,31 25,92 150,93 83,01 50,52 436,29 80,61 44,58 103,36 21,81 143,13 122,42 63,02 99,55 87,72 3,57 5,90 12,97 4,83 2,25 1,56 1,18 6,87 3,78 2,30 19,88 3,67 2,03 4,71 0,99 6,52 5,58 2,87 4,54 4,00 Tapanuli Tengah 2.194, Sumber: BPS Tapanuli Tengah (2015) BPS Sibolga (2015) menjelaskan bahwa Kota Sibolga dahulunya merupakan Bandar kecil di Teluk Tapian Nauli dan terletak di Poncan Ketek. Pulau kecil ini letaknya tidak jauh dari Kota Sibolga yang sekarang ini. Diperkirakan Bandar tersebut berdiri sekitar abad delapan belas dan sebagai penguasa adalah Datuk Bandar. Kemudian pada zaman Pemerintahan Kolonial Belanda, pada abad XIX didirikan Bandar Baru yaitu Kota Sibolga yang sekarang, karena Bandar di Pulau Poncan Ketek dianggapnya tidak akan dapat berkembang, disamping pulaunya terlalu kecil juga tidak memungkinkan menjadi kota pelabuhan yang fungsinya

36 23 bukan saja sebagai tempat bongkar muat barang tetapi juga akan berkembang sebagai kota perdagangan. Akhirnya Bandar Pulau Poncan Ketek mati bahkan bekas-bekasnyapun tidak terlihat lagi saat ini. Sebaliknya Bandar Baru yaitu Kota Sibolga yang sekarang berkembang pesat menjadi kota pelabuhan dan perdagangan. Pada zaman awal kemerdekaan Republik Indonesia, Kota Sibolga menjadi Ibukota Keresidenan Tapanuli dibawah pimpinan seorang Residen dan membawahi beberapa Luka atau Bupati. Pada zaman revolusi fisik, Sibolga juga menjadi tempat kedudukan Gubernur Militer Wilayah Tapanuli dan Sumatera Timur Bagian Selatan, kemudian dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 102 tanggal 17 Mei 1946, Sibolga menjadi Daerah Otonom Tingkat D yang luas wilayahnya ditetapkan dengan Surat Keputusan Residen Tapanuli No. 999 tanggal 19 Nopember 1946 yaitu Daerah Kota Sibolga yang sekarang. Sedang desa-desa sekitarnya yang sebelumnya masuk wilayah Sibolga On Omme Landen menjadi atau masuk daerah Kabupaten Tapanuli Tengah. Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 8 Tahun 1956, Sibolga ditetapkan menjadi Daerah Swatantra Tingkat II dengan Nama Kotapraja Sibolga yang dipimpin oleh seorang walikota dan daerah wilayahnya sama dengan Surat Keputusan Residen Tapanuli No. 999 tanggal 19 Nopember Selanjutnya dengan Undang-undang No. 18 Tahun 1965, Daerah Swatantra Tingkat II Kotapraja Sibolga diganti sebutannya menjadi Daerah Tingkat II Kota Sibolga yang pengaturan selanjutnya ditentukan oleh Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah yang dipimpin oleh walikota kepala daerah. Kemudian, hingga sekarang Sibolga merupakan Daerah Otonom Tingkat II Kota yang dipimpin oleh walikota. Kemudian dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1979 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Sibolga ditetapkan sebagi Pusat Pembangunan Wilayah I Pantai Barat Sumatera Utara. Perkembangan selanjutnya yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1981, Kota Daerah Tingkat II Sibolga dipecah menjadi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sibolga Utara, Kecamatan Sibolga Kota dan Kecamatan Sibolga Selatan.

37 24 Pada tahun 2002 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikota Sibolga, Kota Sibolga dibagi menjadi empat wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Sibolga Utara, Sibolga Kota, Sibolga Selatan dan Kecamatan Sibolga Sambas. Berikut ini adalah para pejabat yang pernah memegang tampuk pemerintahan di Kota Sibolga sebagai berikut: 1. A.M. Jalaluddin ( s/d ) 2. M. Sori Muda ( s/d ) 3. Ibnu Sa adan ( s/d ) 4. Raja Junjungan Lubis ( s/d ) 5. D.E. Sutan Bugaran ( s/d ) 6. H.A.Murad Tanjung ( s/d ) 7. Syariful Alamsyah Pasaribu ( s/d ) 8. Firman Simanjuntak ( s/d ) 9. Pandapotan Nasution, SH ( s/d ) 10. Khairuddin Siregar, SH ( s/d ) 11. Baharuddin Lubis, SH ( s/d ) 12. Drs. H. Ali Amran Lubis ( s/d ) 13. Drs. H. Zainuddin Siregar ( s/d ) 14. Drs. Sahat P. Panggabean ( s/d ) 15. Drs. H. M. Syarfi Hutauruk ( s/d sekarang). Sibolga merupakan salah satu kota yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada pada ketinggian mdpl. Secara georafis Kota Sibolga terletak antara 01 o o 46 Lintang Utara dan 98 o o 48 Bujur Timur. Kota Sibolga di sebelah utara, timur dan selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, dan di sebelah barat berbatasan dengan Teluk Tapian Nauli. Luas Kota Sibolga adalah 10,77 km 2 atau ha yang terdiri atas 889,16 daratan di Pulau Sumatera dan 187,84 Ha daratan berupa kepulauan. Luas wilayah Kota Sibolga berdasarkan kecamatan disajikan pada Tabel 2.3.

38 25 Tabel 2.3. Luas wilayah Kota Sibolga berdasarkan kecamatan No. Kecamatan Luas (Km 2 ) Persentase (%) Sibolga Utara Sibolga Selatan Sibolga Kota Sibolga Sambas 3,33 3,14 1,57 2,73 30,95 29,14 25,37 14,54 Sibolga 10,77 100,00 Sumber: BPS Sibolga (2015) 2. Kawasan Hutan Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga terbagai menjadi dua golongan wilayah besar yaitu kawasan hutan (33, ha) dan kawasan non hutan (27, ha) seperti disajikan pada Tabel 2.4. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, masih didominasi kawasan hutan. Hal ini menggambarkan bahwa masih banyak potensi hutan yang masih dapat dikelola dengan prinsip pengelolaan hutan secara berkelanjutan (sustainable forest management). Tabel 2.4. Kawasan hutan dan non hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Hutan dan Non Hutan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Hutan 33, Non Hutan 27, Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Berdasarkan fungsinya kawasan hutan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga terbagi menjadi hutan lindung (43, ha), hutan produksi (2, ha) dan hutan produksi terbatas (13, ha). Fungsi hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut.

39 26 Tabel 2.5. Fungsi hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Fungsi Hutan (SK 579) Luas (Ha) Persentase (%) 1 Hutan Lindung 43, Hutan Produksi 2, Hutan Produksi Terbatas 13, Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Berdasarkan kesesuaian lahannya, kawasan hutan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga terbagi menjadi kawasan peruntukan lahan (35, ha), kawasan lindung (ha), pertanian semusim lahan kering (3, ha), pertanian semusim lahan basah (2, ha) dan tanaman tahunan (1, ha). Kesesuain lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut. Tabel 2.6. Kesesuaian lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Kesesuaian Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Kawasan peruntukan hutan 35, Kawasan lindung 8, No data 8, Tanaman semusim lahan kering 3, Pertanian semusim lahan basah 2, Tanaman tahunan 1, Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Berdasarkan tingkat kekritisan lahan, KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga didominasi oleh lahan yang berpotensi kritis (24, ha) dan agak kritis (12, ha). Selebihnya adalah lahan yang tidak kritis (9, ha), sangat kritis (7, ha) dan kritis (6, ha). Tingkat kekritisan lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga disajikan pada Tabel 2.7.

40 27 Tabel 2.7. Tingkat kekritisan lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Tingkat Kekritisan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Sangat Kritis 7, Kritis 6, Agak Kritis 12, Potensial Kritis 24, Tidak Kritis 9, Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) 3. Pembagian Blok di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Blok merupakan bagian dari wilayah KPH dengan persamaan karakteristik biogeofisik dan sosial budaya, bersifat relatif permanen yang ditetapkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen. Dengan demikian pembentukan blok didasarkan faktor biogeofisik dan sosial budaya. Faktor-faktor biogeofisik yang berpengaruh antara lain penutupan lahan, potensi sumber daya hutan, bentang alam, topografi dan ekosistem. Faktor sosial budaya yang berpengaruh antara lain jumlah penduduk, mata pencaharian, pemilikan lahan, jarak pemukiman, pola-pola pemanfaatan hutan oleh masyarakat, dan keberadaan hutan adat. Terminologi blok ini digunakan pada hutan produksi, hutan lindung dan kawasan konservasi selain taman nasional. Untuk taman nasional, terminologi yang digunakan adalah zona. Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dibagi menjadi lima blok tata hutan berdasarkan petunjuk dan kriteria yang telah ditetapkan dalam petunjuk teknis tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan di wilayah KPH, yaitu (1) Hutan lindung blok pemanfaatan, (2) Hutan produksi blok pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman, (3) Hutan produksi blok pemberdayaan, (4) Hutan produksi terbatas blok pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman, (3) Hutan produksi terbatas blok pemberdayaan. Blok tata hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga disajikan pada Tabel 2.8.

41 28 Tabel 2.8. Blok tata hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Fungsi Hutan Blok Luas (Ha) Persentase (%) 1 HL HL-BLOK PEMANFAATAN 43, HP HP-BLOK PEMANFAATAN HHK-HT 1, HP-BLOK PEMBERDAYAAN 1, HPT HP-BLOK PEMANFAATAN HHK-HT HP-BLOK PEMBERDAYAAN 13, Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) 4. Kondisi Biofisik Areal KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga a. Geologi dan Tanah Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga berdasarkan Peta Geologi Provinsi Sumatera Utara skala 1 : yang diterbitkan oleh Badan Intag, termasuk ke dalam formasi dan luasan sebagaimana Tabel 2.9. Sedangkan berdasarkan klasifikasi peta tanah Provinsi Sumatera Utara skala 1 : yang diterbitkan oleh Badan Intag, wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga sebagaimana disajikan pada Tabel Tabel 2.9. Formasi geologi pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Bahan Induk Luas (Ha) Persentase (%) 1 Formasi Barus 17, Komplek Sibolga 10, Formasi Gunungapi Angkola 9, No Data 8, Tuffa Toba 4, Formasi Kluet 3, Retas Dolerit 2, Aluvium Muda 1, Aluvium Tua 1, Granit Haporas Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015)

42 29 Tabel Klasifikasi tanah pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase (%) 1 Podsolik Coklat 32, Podsolik Merah Kuning 13, No Data 8, Andosol 3, Organosol 1, Aluvial 1, Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) b. Topografi Secara umum wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga merupakan dataran rendah sampai tinggi dengan ketinggian tempat bervariasi dari mulai 0 meter diatas permukaan laut (mdpl) sampai dengan mdpl dan fisiografinya bervariasi dari dataran, pegunungan lipatan dan pegunungan patahan. Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga didominasi oleh formasi pegunungan (49, ha) yang merupakan bagian dari gugusan Pegunungan Bukit Barisan yang membentang sepanjang Pulau Sumatera, mulai dari Aceh sampai Lampung. Selebihnya adalah formasi dataran, bukit dan rawa. Unit lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga disajikan pada Tabel Tabel Unit lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Unit Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Mountains 49, Hills 3, Plains 3, Swamps 2, Alluvial Plains Tidal Swamps No data Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Daerah yang bertopografi daratan sampai berbukit-bukit dengan kemiringan antara datar (0-8%) sampai dengan sangat curam (>45%). Sebagian besar didominasi wilayah dengan lereng sangat curam (41, ha) dan curam

43 30 (13, ha). Luasan kelerengan wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga disajikan pada Tabel Tabel Kemiringan lereng pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Kelas Lereng Kelerengan (%) Luas (Ha) Persentase (%) 1 Sangat Curam > 40 41, Curam , Agak Curam , Landai Datar 0-8 3, No Data Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) c. Iklim Menurut BPS Tapanuli Tengah (2015) sebagian besar wilayah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah berbatasan dengan lautan, sehingga berpengaruh pada suhu udara yang tergolong daerah beriklim tropis. Dalam periode bulan Januari Desember 2014, suhu udara maksimum bisa mencapai 33,80 o C dan suhu minimum mencapai 21,20 o C. Rata rata suhu udara di Kabupaten Tapanuli Tengah selama tahun 2014 sebesar 26,40 o C. Sebagaimana daerah lainnya di Indonesia, Kabupaten Tapanuli Tengah mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November sampai Maret, serta diantara kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba. Di Kota Sibolga menurut BPS Sibolga (2015), iklimnya dalah iklim tropis dengan suhu maksimum 33,8 o C. Jumlah hari hujan di Kota Sibolga pada tahun 2014 adalah sebanyak 298 hari, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 223 hari. Curah hujan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga cukup tinggi yaitu didominasi oleh curah hujan mm (23, ha) dan mm (20, ha). Curah hujan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga disajikan pada Tabel 2.13.

44 31 Tabel Curah hujan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Cuarah Hujan (Mm/Tahun) Luas (Ha) Persentase (%) , , , , , , , Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) d. Hidrologi Penyerapan air ke dalam tanah pada umumnya berlangsung cukup baik, ditempat-tempat yang lebih rendah masih banyak ditemukan mata air dan membentuk anak sungai dengan pola yang biasa disebut dendritik (bercabang mirip percabangan pohon beringin). Pola arus sungai yang dendritik ini menunjukan bahwa formasi batuan (geologi) di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga secara umum relatif seragam ketahanannya terhadap pengikisan oleh air sungai (meskipun fungsi geologisnya bervariasi). Pada umumnya, wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga memiliki banyak sungai dan anak sungai dalam kesatuan daerah aliran sungai (DAS) yang bermuara di Samudera Indonesia. DAS yang ada di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga adalah DAS Bangop, DAS Batang Toru, DAS Kolang, DAS Lumut, DAS Pini, dan DAS Sibundong. e. Daerah Aliran Sungai Menurut pembagian wilayah daerah aliran sungai (DAS), wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga masuk ke dalam pengelolaan DAS Bangop, DAS Batang Toru, DAS Kolang, DAS Lumut, DAS Pini, dan DAS Sibundong. Sebagian besar wilayah termasuk dalam DAS Kolang (26, ha), DAS Bangop (13, ha) dan DAS Lumut (12, ha) seperti disajikan pada Tabel 2.14.

45 32 Tabel Nama DAS pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Kesesuaian Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Bangop 13, Batang Toru Kolang 26, Lumut 12, Pini 7, Sibundong Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) f. Tutupan Lahan Tutupan lahan hasil penafsiran citra landsat wilayah Sumatera Utara, menunjukkan bahwa pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dengan luas 60, ha yang masih didoninasi oleh kawasan berhutan, baik hutan primer, hutan sekunder, hutan rawa sekunder dan hutan mangrove sekunder. Adapun luasan masing-masing tutupan lahannya dapat dilihat pada Tabel Tabel Luas tutupan lahan pada Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Hutan Sekunder 19, Semak Belukar 14, Hutan Primer 13, Pertanian Lahan Kering Campur Semak 5, Pertanian Lahan Kering 5, Lahan Terbuka 1, Semak Belukar Rawa Hutan Rawa Sekunder Pemukiman Sawah Perkebunan Hutan Mangrove Sekunder Air Tambak Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Tutupan lahan hutan yang terdiri dari hutan sekunder (19, ha), hutan primer (13, ha), hutan rawa sekunder ( ha) dan hutan mangrove

46 33 sekunder (5.87 ha), menunjukkan jumlah luasan yang dominan dibandingkan tutupan lahan lainnya seperti semak belukar, perkebunan, pertanian maupun pemukiman. g. Aksesibilitas Aksesibilitas menuju wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga cukup lancar, bila ditempuh dari Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Hal ini didukung kondisi jalan yang cukup baik serta berkelok-kelok di wilayah alur Pegunungan Bukit Barisan. Kabupaten Tapanuli Tengah beribukota di Kota Pandan berjarak 359 km dari Kota Medan. Kota Sibolga berjarak 347 km dari Kota Medan. Posisi Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga merupakan perlintasan jalan kabupaten dan provinsi yang menghubungkan antara masyarakat yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Kepulauan Nias, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Ada tiga jalur yang bisa digunakan untuk mencapai wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, yaitu jalur darat, udara dan laut. Jalur darat bisa ditempuh dari Medan atau Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Untuk perhubungan darat, Sibolga telah terhubung langsung dengan kota-kota lainnya di Sumatera Utara, yakni dengan Padang Sidempuan, Dolok Sanggul dan Tarutung. Melalui jalur udara, Sibolga memiliki Bandar Udara Dr. Ferdinand Lumban Tobing yang melayani rute Sibolga Medan dan Sibolga Jakarta. Melalui jalur air (laut) Sibolga memiliki Pelabuhan Laut Sibolga, yang merupakan tempat penyeberangan menuju Pulau Nias dan kota-kota pesisir barat Sumatera lainnya. Di pelabuhan ini juga berlabuh KM Lambelu dan KM Umsini, yang melayani rute Sibolga Gunung Sitoli Padang. disjikan pada Tabel Aksesibilitas pada Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Tabel Aksesibilitas pada Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Aksesibilitas Luas (Ha) Persentase (%) 1 Rendah 11, Sedang 33, Tinggi 15, Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015)

47 34 B. Potensi Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga 1. Potensi hasil hutan kayu Beberapa jenis kayu yang masih ditemui dari hutan di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga antara lain kayu pinus dan meranti, sitohu, sampinur, medang, haundolok, mayang, meranti, jambu-jambu dan hoting. Jenis kayu ini banyak dimanfaatkan oleh industri dan masyarakat untuk diolah menjadi kayu konstruksi dan furniture. Beberapa jenis kayu lainnya masuk dalam golongan rimba campuran, dan digunakan sebagai bahan baku kayu konstruksi dengan kualitas sedang. 2. Potensi hasil hutan bukan kayu Hasil hutan bukan kayu (HHBK) merupakan potensi dari dalam hutan yang masih belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal HHBK menyimpan potensi nilai ekonomi yang tinggi. Beberapa jenis komoditi HHBK yang ada di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga antara lain rotan, madu hutan, aren, kemenyan, gambir, kayu manis, kayu raru, kapur barus dan gaharu. Pada masa lalu kapur baru dari pohon kapur barus dan rempah-rempah dari Kota Barus merupakan salah satu komoditas perdagangan yang sangat berharga dari daerah ini dan diperdagangkan sampai ke Arab, dan Persia. Kapur Barus sangat harum dan menjadi bahan utama dalam pengobatan di daerah Arab dan Persia. Kehebatan kapur ini pun menjalar ke seluruh dunia dan mengakibatkan dia diburu dan mengakibatkan harganya semakin tinggi. Eksplorasi yang berlebihan dari kapur barus ini mengakibatkan tidak ada lagi regenerasi dari pohon yang berusia lama ini. Saat ini sangat susah menemui pohon kapur barus, kalaupun ada umurnya masih belum mencapai usia memproduksi bubuk yang ada di tengah batang pohon. Kayu raru tumbuh pada ketinggian ±400 mdpl dan berada dalam kawasan hutan lindung di Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah. Adapun manfaatnya sebagai tanaman herbal karena kayu raru mengandung bioaktif farmakologis ekstraktif raru yang dapat menurunkan kadar gula darah (diabetes) melalui aktivitas inhibisi alfa glukosidase. Sejak dulu kayu raru sudah dipercaya

48 35 masyarakat Tapanuli Tengah sebagai tanaman herbal untuk diabetes dan campuran citarasa tuak. 3. Potensi flora dan fauna Kawasan hutan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga yang masuk dalam kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat (HBTBB) memiliki potensi flora dan fauna yang bagus. Menurut Perbatakusuma, et al. (2006) kawasan HBTBB merupakan sebuah kawasan yang mempunyai keragaman hayati yang tinggi dan berperan penting bagi ekosistem di sekitarnya. Pada kawasan ini dapat ditemukan 67 jenis mamalia, 287 jenis burung, 110 jenis herpetofauna dan 688 jenis tumbuhan. Dimana beberapa diantaranya dalam kondisi terancam punah, seperti: orangutan sumatera (Pongo abeli), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), kambing hutan (Naemorhedus sumatraensis), elang wallacea (Spizateu nanus), bunga raflesia (Raflesia gadutnensis) dan dua jenis bunga bangkai, Amorphaphalus baccari dan Amorphophalus gigas. 4. Potensi jasa lingkungan dan ekowisata Potensi jasa lingkungan dan ekowisata yang ada di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga antara lain air sebagai sumber air minum maupun pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTM) dan peluang perdagangan karbon (carbon trade). Di sektor ekowisata terdapat wisata alam dan wisata budaya yang bisa dikembangkan secara optimal. Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan kabupaten yang sedang gencar mempromosikan wisata (tourism) sebagai sumber pendapatan daerah. Bahkan Kabupaten Tapanuli Tengah mendapatkan julukan Negeri Wisata Sejuta Pesona. Beberapa ekowisata yang potensial untuk dikembangkan adalah wisata air terjun, pantai dan pulau. Sedangkan wisata budaya berupa adat dan tradisi masyarakat Tapanuli Tengah, termasuk peninggalan kebudayaan masyarakat dari masa lampau. Salah satu wisata alam di Tapanuli Tengah yang cukup menarik adalah Pulau Mursala. Pesona tersebut ada di Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara yaitu Air Terjun Mursala. Unik, Air terjun Mursala terletak di Pulau Mursala

49 36 Kecamatan Tapian Nauli dan air terjun ini tidak pernah kering airnya walaupun pada musim kemarau. Konon, air terjun mursala ini adalah tempat bermain seorang putri cantik yang bernama Putri Runduk. Putri Runduk mempunyai kolam tempat mandi di atas puncak Pulau Mursala dari tempat mana air terjun mengalir. Untuk mencapai air terjun ini diperlukan waktu ±4 jam dari Kota Pandan dengan kendaraan laut bermotor. Air Terjun Mursala adalah salah satu air terjun di Indonesia yang terjunan airnya langsung jatuh ke laut. Air terjun ini berada di Pulau Mursala, yang terletak diantara Pulau Sumatera dan Pulau Nias. Ketinggian air terjun ini lebih kurang sekitar 35 m dari permukaan laut yang mengalir pada batuan granit kemerahmerahan di tebing pulau dan langsung jatuh ke Samudera Hindia. Keunikan lain Pulau Mursala adalah adanya obyek wisata air terjun yang langsung jatuh dari tebing pulau ke permukaan laut. Mungkin beberapa air terjun yang sudah anda lihat, jatuhnya air langsung ke sungai atau danau seperti air terjun Lembah Anai di Sumatera Barat yang berada persis ditepi jalan raya. Air terjun di Pulau Mursala berada pada bagian pulau yang menghadap langsung ke Samudra Hindia. Air mengalir pada batuan granit kemerah-merahan di tebing pulau, lalu tercurah dalam volume yang besar ke permukaan laut dengan bunyi berdebum-debum. Volume air terjun akan lebih besar lagi pada musim penghujan. C. Data dan Informasi Sosial Budaya KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Penduduk adalah modal penting dalam pembangunan, penduduk yang berkualitas akan memberi manfaat terhadap pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam yang ada guna memenuhikebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut. Menurut BPS Tapanuli Tengah (2015), pada tahun 2014 penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah meningkat menjadi jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 156 jiwa per km 2. Kecamatan yang terpadat penduduknya adalah Kecamatan Pandan dengan kepadatan penduduk sebesar jiwa per km 2. Komposisi penduduk di Kabupaten Tapanuli Tengah lebih banyak laki laki (50,17%) daripada perempuan (49,82%). Sehingga rasio jenis kelamin atau sex ratio penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2014 sebesar 100,69%.

50 37 Tingkat Pertisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 70,98%, dimana pada tahun tahun sebelumnya sebesar persen. Sementara jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha pada tahun 2014 juga mengalami penurunan sebesar jiwa, dimana sektor pertanian merupakan yang paling dominan sebesar jiwa. Jumlah penduduk miskin kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2013 meningkat jiwa (4,58%) dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar jiwa. Angka garis kemiskinan selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar Rp kapita/ bulan dan pada tahun 2013 sebesar Rp kapita/ bulan. Jumlah penduduk Sumatera Utara hasil Sensus Penduduk 2010 sebanyak orang dimana penduduk terbesar berada di Kota Medan yaitu sebanyak orang sedangkan yang terkecil berada di Kabupaten Pakpak Bharat yaitu sebanyak 40,505 orang. Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara pada tahun 2012 sebanyak orang, dimana sebanyak orang berada di Kabupaten Tapanuli Tengah. Sementara laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2014 sebesar 5,04%, lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 5,17 persen. Angka tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara sebesar 5,23% pada tahun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Tapanuli Tengah pada periode mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013 sebesar 65,64 dan 2014 sebesar 66,16. Peningkatan nilai IPM ditentukan oleh 3 (tiga) komponen yaitu komponen peluang hidup, komponen pendidikan dan komponen daya beli. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang, oleh karenanya Pemerintah telah berupaya untuk mensukseskan program wajib belajar 9 tahun. Salah satu variabel pendidikan yang dapat mengindikasikan meningkatnya jumlah penduduk yang bersekolah adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS). Penyediaan sarana fisik yang memadai serta tenaga guru yang mencukupi dan berkualitas sangat mempengaruhi peningkatan APS. Pada tahun 2014, jumlah sekolah pada tingkat pendidikan dasar (SD/ MI) sebanyak 330 unit, dengan jumlah guru sebanyak orang dan murid sebanyak orang. Sedangkan jumlah

51 38 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP/ MTs) sebanyak 99 unit dengan jumlah guru sebanyak orang dan jumlah murid sebanyak orang. Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMU/ MA) ada sebanyak 54 unit sekolah, dengan jumlah guru sebanyak orang dan murid sebanyak orang. Jika dilihat rasio murid dengan guru untuk Sekolah Dasar sebesar 29, Sekolah Menengah Pertama sebesar 15 dan Sekolah Menengah Atas sebesar 11. Sedangkan untuk Madrasah Ibtidaiyah sebesar 13, Madrasah Tsanawiyah sebesar 7 dan Madrasah Aliyah sebesar 9. Bila dibandingkan dengan Standard Nasional untuk semua tingkatan sekolah rasionya sangat kecil. Kecilnya angka rasio ini mencerminkan waktu yang cukup banyak bagi seorang guru dalam tatap muka dengan murid secara face to face. Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat.hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD Bagi Kabupaten Tapanuli Tengah, pangan sering diidentikkan dengan beras karena merupakan bahan pokok utama. Produksi padi di Kabupaten Tapanuli Tengah selama periode tahun rata rata mengalami penurunan sebesar 1,22 persen per tahun. Sementara pada tahun 2012, produksi padi mengalami peningkatan yang signifikan dan kembali turun kembali pada tahun 2014 yaitu sebesar ton. Penurunan produksi padi ini disebabkan berkurangnya produksi padi sawah sebesar 22,25 persen dan padi ladang sebesar 28,32% dibanding tahun Penurunan produksi padi sawah pada tahun 2014 disebabkan oleh penurunan luas panen. Luas panen padi sawah tahun 2014 sebesar Ha, turun sebesar 956 Ha atau 3,57% dibandingkan luas panen padi sawah tahun 2013, yakni sebesar Produksi jagung di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2014 sebesar ton, turun sebesar ton atau 27,37% dibanding produksi jagung tahun 2013, yakni sebesar ton. Menurunnya produksi jagung disebabkan penurunan produktivitas dari 44,88 Kw/Ha menjadi 42,21 Kw/Ha. Komoditi hasil perkebunan yang paling dominan dari Kabupaten Tapanuli Tengah adalah karet, kelapa dan kelapa sawit. Tanaman perkebunan yang mempunyai luas tanam terbesar adalah karet yaitu sebesar ,19 Ha.

52 39 Kecamatan Sukabangun merupakan pusat perkebunan karet rakyat di Kabupaten Tapanuli Tengah, dengan luas tanam sebesar 4.026,95 Ha. Sedangkan untuk produksi terbesar dari tanaman perkebunan adalah karet yaitu sebesar ,77 ton, dengan luas tanam sebesar ,19 Ha. Kecamatan Barus Utara merupakan kecamatan yang mempunyai produksi karet terbesar yaitu sebesar 900,23 ton. Jika dirinci menurut jenis ternak, produksi daging yang paling banyak adalah kerbau, yaitu sebanyak ,34 kg. Sedangkan menurut jenis unggas, produksi daging terbanyak adalah ayam kampung yaitu sebanyak ,50 kg. D. Data Informasi Ijin-ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Penggunaan lahan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga yang memperoleh perizinan dari pemerintah pusat adalah PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dengan SK. Menhut No. 58/Menhut-II/ tahun 2011 tanggal 28 Pebruari 2011 perihal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHH HT) di Provinsi Sumatera Utara seluas 188, ha. Dari luasan tersebut berada di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah seluas 1, ha yang merupakan hutan tanaman industri eucaliptus. Selain PT. TPL, di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga juga terdapat ijin lain, seperti hak pengusahaan hutan (HPH) PT. Teluk Nauli seluas 5, ha. Adapun luasan masing-masing IUPHHK HPH dan HTI pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dapat dilihat pada Tabel Tabel IUPHHK HPH dan HTI pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. IUPHHK Nama PT Luas (Ha) Persentase (%) 1 HPH PT.Teluk Nauli 5, HTI PT.Toba Pulp Lestari Tbk 1, Total 6, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015)

53 40 E. Posisi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah 1. Posisi dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, secara administrasi pemerintahan berada di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Berdasarkan letaknya, sebagian besar kawasan hutan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga merupakan kawasan hutan lindung (43, ha), dan sisanya adalah kawasan budidaya (kawasan hutan produksi seluas 2, ha, dan hutan produksi terbatas seluas 13, ha). Dalam RTRWP telah ditetapkan kebijakan pemantapan terhadap kawasan lindung, strategi untuk mempertahankan luas kawasan lindung, pencegahan alih fungsi lahan, minimalisasi kerusakan kawasan lindung, merehabilitasi dan konservasi kawasan lindung, dan upaya perlindungan lainnya. KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga sebagai institusi pengelola hutan tingkat tapak, mempunyai peranan penting untuk memastikan terpeliharanya fungsifungsi kawasan lindung, termanfaatkannya fungsi kawasan budidaya secara berkelanjutan, dan terjaganya kawasan strategis provinsi yang telah ditetapkan. Hal tersebut sejalan dengan tugas pokok dan fungsinya dalam menyelenggarakan kegiatan tata hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Kegiatan pengelolaan hutan tersebut dikemas dalam kerangka pemberdayaan masyarakat, untuk menuju pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari berlandaskan sinergitas berbasis ekologi, ekonomi dan sosial. 2. Posisi dalam Perspektif Pembangunan Daerah Pembangunan nasional berkelanjutan selain akan memerlukan berbagai sumberdaya juga menghendaki ketersediaan lahan yang cukup, antara lain untuk memenuhi ekspansi pembangunan pertanian, perkotaan, pemukiman, perhubungan dan pertambangan. Keperluan akan lahan tersebut secara bertahap akan diperoleh melalui konversi lahan hutan menjadi non hutan. Berdasarkan Undang Undang Tata Ruang No. 26 Tahun 2007 penetapan tata ruang dilakukan melalui kajian teknis dan analisa kebutuhan dari berbagai sektor di wilayah

54 41 tersebut. Sekalipun demikian seringkali hasil akhir ditentukan melalui konsensus antar sektor yang berkepentingan. Hal lain yang mendorong terus mengemukanya isu tata ruang adalah penataaan ruang yang memberi peluang pengkajian tata ruang provinsi dan kabupaten atau kota dalam setiap lima tahun sekali. Selain itu seiring dengan meningkatnya dinamika pembangunan daerah yaitu munculnya pemekaran daerah kabupaten, sehingga semakin mempersulit penataan ruang provinsi dan berimplikasi pada ketidakpastian alokasi lahan di wilayah tersebut yang pada akhirnya menghambat pembangunan nasional secara umum dan khususnya pembangunan daerah termasuk pembangunan kehutanan di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Posisi wilayah kelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga masih ditentukan oleh kebijakan provinsi dan kabupaten. Maka dalam melaksanakan pembangunan hutan dan kehutanan senantiasa berkaitan langsung dengan pemanfaatan ruang/ wilayah dan sumber daya lainnya, terkait dengan pemanfaatan ruang maka harus memperhatikan koordinasi dan kebijakan penataan ruang/ wilayah dan pelaksanaan pembangunan daerah baik kebijakan pembangunan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, maupun Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Dalam implementasinya senantiasa perlu dilakukan sinergisitas dan sinkronisasi, tidak terjadi tumpang tindih program atau kegiatan sehingga tidak mengorbankan kepentingan pembangunan pada umumnya. KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan pembangunan nasional dan pembangunan daerah. Pembangunan KPH merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 41 tahun 1999, yang telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2004, PP Nomor 6 Tahun 2007, jo. PP Nomor 3 Tahun 2008, serta menjadi program prioritas sebagaimana tertuang dalam Rencana Kehutanan Tingkat Nasional dan Rencana Strategis Kehutanan Pembangunan berkelanjutan tidak terlepas dari beberapa aspek, antara lain: a. Aspek Ekologi Fungsi kawasan lindung ini sangat penting, karena kerusakan hutan lindung, akan berdampak pada berkurangnya sumber mata air dan menurunnya

55 42 debit air sungai di wilayah ini. Kondisi ini akan meresahkan masyarakat di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Selain itu ancaman banjir sangat mencemaskan masyarakat, terutama yang tinggal sepanjang aliran sungai. b. Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya Masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan, menjadi alasan masyarakat untuk merambah hutan untuk kegiatan perladangan berpindah atau memperluas kebun karet atau sawit. Untuk itu perlu dicari alternatif penghasilan masyarakat, dengan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu atau menggunakan lahan hutan untuk membangun aktivitas ekonomi yang tidak merusak fungsi dan bentang alam. Aktivitas tersebut dapat dilakukan di luar kawasan hutan, diantaranya adalah beternak lebah madu dan beternak dengan pola silvopasture. Sistem ini memungkinkan terjaganya produksi pakan ternak yang dibutuhkan, di sisi lain tetap menghasilkan produk kayu bernilai ekonomis tinggi. Silvopasture dapat dibuat dengan dua cara, yaitu dengan meningkatkan mutu tanaman pakan ternak (forage) di bawah tegakan yang ada atau menanam pohon di areal bekas perladangan berpindah yang telah menjadi padang rumput atau semak belukar. Dengan demikian, selain pendapatan warga desa akan meningkat, kelestarian kawasan hutan juga akan lebih terjamin. c. Aspek Kelembagaan Faktor penyebab kerusakan hutan diantaranya adanya perambahan di dalam kawasan hutan yang dialihfungsikan untuk lahan perkebunan, pertanian dan perladangan masyarakat, fungsi kontrol yang masih lemah dalam menjawab konsistensi pelaksanaan peraturan perundangan di sektor kehutanan, baik dalam pelaksanaan pencegahan (pengamanan hutan) maupun penegakan hukum atas berbagai pelanggaran yang terjadi. Keterbatasan sumber daya baik tenaga maupun dana merupakan faktor yang sering disebut sebagai penyebabnya ketidakseimbangan jumlah tenaga pengamanan hutan dengan luas arael hutan yang diawasi, minimnya sarana dan prasarana pendukung, rendahnya insentif petugas, belum efektifnya koordinasi aparat penegak hukum dalam penanganan kasus lingkungan menjadi penghambat efektifnya fungsi kontrol tersebut dapat dilaksanakan.

56 43 F. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan Beberapa permasalahan dalam pembentukan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga ke depan yang perlu mendapat perhatian antara lain: 1. Koordinasi Fungsi kordinasi dalam KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga adalah proses pengendalian berbagai kegiatan, kebijakan atau keputusan berbagai organisasi lembaga, sehingga tercapai keselarasan dalam pencapaian tujuan dan sasaran umum yang telah disepakati bersama. Koordinasi dalam kerangka tupoksi KPH tersebut mencakup (1) kordinasi internal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam hal ini instansi-instansi lingkup UPT dan Dinas Kehutanan mendukung secara penuh menurut tupoksi masing-masing hingga KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga ini dapat berjalan, (2) kordinasi lintas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkaitan dengan kepentingan bersama antara lain pemanfaatan kelompok hutan untuk kegiatan investasi kehutanan, pengembangan sumberdaya air, pemantapan kelompok hutan dan penyelesaian konflik yang bersifat lintas kementerian. 2. Integrasi Agar organisasi kelembagaan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga yang dibentuk tidak bekerja sendiri dalam menyelesaikan permasalahan beban kerja (tugas pokok dan fungsi atau tupoksi) tersebut, maka perlu mengintegrasikan beberapa jenis kegiatan di tingkat lapangan secara transparan antar kelembagaan yang ada. 3. Sinkronisasi Sinkronisasi yang dimaksud disini adalah berbagai rencana dan program kegiatan dalam unit KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga pada setiap rencana kegiatan tahunan disinkronisasi dengan instansi atau unit kerja lain agar lebih efektif dan efisien serta bermanfaat. 4. Simplikasi Permasalahan yang membutuhkan koordinasi lintas sektoral baik internal kementerian Kehutanan maupun lintas kementerian perlu dilakukan sesederhana mungkin. Hal ini dimaksudkan agar dapat memberikan kesan

57 44 positif dalam berbagai fungsi pelayanan KPH itu sendiri. Fungsi pelayanan prima harus semakin nyata berkembang setiap tahunnya dan terus mengalami peningkatan. 5. Struktur Organisasi Posisi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dalam struktur organisasi Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yang berada di bawah Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara sebagai sebuah UPTD dengan Eselon IVa yang harus berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga di tingkat tapak akan memperpanjang proses pengambilan kebijakan dalam pelaksanaan pembangunan KPH ke depan. Perlu peningkatan kelembagaan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga menjadi sebuah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Mandiri yang memiliki anggaran tersendiri. 6. Wilayah KPH Wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga berada pada dua wilayah Kabupaten dan kota dengan beberapa kecamatan kecamatan yang tersebar pada beberapa desa. Isu isu Strategis Secara garis besar isu strategis global, regional, nasional dan isu strategis lokal yang berupa kondisi dan tantangan yang berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan sektor kehutanan dan perkebunan diuraikan sebagai berikut: 1. Isu Global dan Regional a. Tuntutan pembangunan hutan lestari dan berkelanjutan (sustainable forest development), baik kelestarian fungsi ekonomi, lingkungan maupun sosial budayanya. b. Penggunaan produk hasil hutan yang berasal dari hutan yang dikelola secara lestari dan berkelanjutan. c. Tuntutan penerapan pemerintahan yang baik (good governance), yang bertumpu pada pilar partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan penegakan hukum. 2. Isu Nasional dan Lokal

58 45 a. Kerusakan hutan dan lahan semakin luas telah menyebabkan penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) pada seluruh DAS prioritas. b. Status kawasan hutan di Kabupaten Tapanuli Tengah yang belum dikukuhkan secara hukum terutama setelah keluarnya SK. Menhut Nomor 44 Tahun 2005 tentang penunjukan kawasan hutan di kabupaten di Provinsi Sumatera Utara sering menimbulkan konflik kepentingan di tingkat tapak. c. Posisi geografis kawasan hutan dalam tata ruang nasional belum mantap, masih dapat berubah-ubah akibat UU Tata Ruang dapat ditinjau secara periodik. 3. Perubahan Lingkungan Strategis a. Bencana alam banjir, kekeringan, kebakaran, kabut asap dan tanah longsor yang melanda di berbagai wilayah Indonesia juga menjadi faktor pengaruh terhadap lingkungan strategis yang berpengaruh pada penyelenggaraan pembangunan kehutanan. b. Tingginya kebutuhan akan hasil hutan dan kawasan hutan telah meningkatkan kegiatan illegal logging dan penyerobotan kawasan hutan untuk kegiatan non-kehutanan. c. Dukungan lintas sektor dalam memberantas kejahatan kehutanan dan lingkungan masih lemah.

59 BAB III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN A. Visi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga B. Misi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga C. Capaian Utama KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga

60 46 BAB III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN Kebijakan Negara Republik Indonesia Berdasarkan Rencana Jangka Panjang Nasional ditetapkan bahwa visi pembangunan nasional adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Saat ini tahapan pembangunan Indonesia berada pada tahap ke-3, yaitu periode yang memiliki visi Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong yang akan diwujudkan melalui misi-misi, yaitu: 1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara hukum. 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim. 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera. 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing. 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

61 47 Kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Kehutanan telah menyusun Rencana Strategis Kementerian Kehutanan Tahun Berdasarkan Renstra tersebut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki visi dan misi sebagai berikut. Visi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan: Hutan lestari untuk kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Misi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan: 1. Pemantapan kawasan hutan. 2. Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung daerah aliran sungai (DAS). 3. Pengamanan hutan dan pengendalian kebakaran hutan. 4. Konservasi keanekaragaman hayati. 5. Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan. 6. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan. 7. Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan. 8. Penguatan kelembagaan kehutanan. Sasaran Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan: 1. Tata batas kawasan hutan sepanjang kilometer yang meliputi batas luar dan batas fungsi kawasan hutan. 2. Wilayah kesatuan pengelolaan hutan (KPH) ditetapkan di setiap provinsi dan terbentuknya 20% kelembagaan KPH. 3. Data dan informasi sumberdaya hutan tersedia sebanyak 1 paket. 4. Areal tanaman pada hutan tanaman bertambah seluas 2,65 juta ha. 5. Ijin usaha pemanfaatan hutan alam dan restorasi ekosistem pada areal bekas tebangan (logged over area/ LOA) seluas 2,5 juta ha. 6. Produk industri hasil hutan yang bersertifikat legalitas kayu meningkat sebesar 50%. 7. Jumlah hotspot kebakaran hutan menurun 20% setiap tahun, dan penurunan konflik, perambahan kawasan hutan, illegal logging dan wildlife trafikcing sampai dengan di batas daya dukung sumberdaya hutan. 8. Pengelolaan konservasi ekosistem, tumbuhan dan satwa liar sebagai potensi plasma nutfah pada 50 unit taman nasional dan 477 unit kawasan konservasi lainnya.

62 48 9. Rencana pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) terpadu sebanyak 108 unit DAS prioritas. 10. Tanaman rehabilitasi pada lahan kritis di dalam DAS prioritas seluas 1,6 juta hektar. 11. Fasilitasi pengelolaan dan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan (HKm) seluas 2 juta hektar. 12. Fasilitasi pengelolaan dan penetapan areal kerja hutan desa seluas ha. 13. Penyediaan teknologi dasar dan terapan sulvikultur, pengolahan hasil hutan, konservasi alam dan sosial ekonomi guna mendukung pengelolaan hutan lestari sebanyak 25 judul. 14. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis dan administrasi kehutanan bagi orang peserta aparat Kementerian Kehutanan dan SDM kehutanan lainnya. 15. Rancangan undang-undang dan rancangan peraturan pemerintah bidang kehutanan sebanyak 22 judul. 16. Laporan keuangan Kementerian Kehutanan dengan opini wajar tanpa pengecualian mulai tahun 2012 sebanyak 1 judul per tahun. 17. Penyelenggaraan reformasi birokrasi dan tata kelola, 1 paket Program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan: 1. Program perencanaan makro bidang kehutanan dan pemantapan kawasan hutan. 2. Program peningkatan pemanfaatan hutan produksi. 3. Program konservasi keanekaragaman hayati dan perlindungan hutan. 4. Program peningkatan fungsi dan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) berbasis pemberdayaan masyarakat. 5. Program penelitian dan pengembangan Kementerian Kehutanan. 6. Program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur negara kementerian kehutanan. 7. Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya kementerian kehutanan.

63 49 Kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memiliki visi dan misi sebagai berikut. Visi Provinsi Sumatera Utara: Menjadi provinsi yang berdaya saing menuju Sumatera Utara sejahtera. Misi Provinsi Sumatera Utara: 1. Membangun sumber daya manusia yang memiliki integritas dalam berbangsa dan bernegara, religus dan berkompetensi tinggi. 2. Membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur daerah untuk menunjang kegiatan ekonomi melalui kerjasama antar daerah, swasta, regional dan internasional. 3. Meningkatkan kualitas standar hidup layak, kesetaraan dan keadilan serta mengurangi ketimpangan antar wilayah. 4. Membangun dan mengembangkan ekonomi daerah melalui pengolaan sumber daya alam lestari berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 5. Reformasi birokrasi berkelanjutan guna mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik dan bersih (good governance dan clean governance). Visi Propinsi Sumatera Utara tersebut selanjutnya diturunkan ke dalam visi dan misi Dinas Kehutanan Sumatera Utara, yaitu: Visi Dinas Kehutanan Sumatera Utara: Mewujudkan hutan lestari menuju masyarakat sejahtera. Misi Dinas Kehutanan Sumatera Utara: 1. Memantapkan satus kawasan hutan. 2. Meningkatkan rehabilitasi hutan dan lahan. 3. Meningkatkan pengelolaan hutan dan hasil hutan. 4. Meningkatkan perlindungan hutan dan hasil hutan. 5. Meningkatkan kualitas perencanaan dan sumber daya manusia kehutanan. Tujuan Dinas Kehutanan Sumatera Utara: 1. Meningkatkan kepastian hukum kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara. 2. Meningkatkan kualitas kondisi, fungsi dan daya dukung hutan dan lahan. 3. Optimalisasi pengelolaan hutan secara lestari. 4. Menurunkan gangguan kemanan hutan dan hasil hutan.

64 50 5. Meningkatkan tata kelola administrasi penyelenggaraan kepemerintahan di bidang kehutanan secara efektif dan efisien serta tersedianya SDM kehutanan yang profesional. Sasaran Dinas Kehutanan Sumatera Utara: 1. Mantapnya status dan batas kawasan hutan. 2. Peningkatan jumlah pengelolaan tingkat tapak (terbentuknya 33 unit KPH, dimana 11 unit KPH adalah KPH lintas kabupaten/kota yang merupakan kewenangan Provinsi Suamtera Utara dan 22 unit KPH kabupaten yang merupakan kewenangan kabupaten/kota dimana provinsi hanya menfasilitasi pembentukannya). 3. Meningkatkan produktivitas sumber daya hutan dan luas hutan tanaman. 4. Menurunnya tingkat gangguan keamanan hutan (pencurian hasil hutan dan perambahan kawasan hutan) dan kerusakan kawasan hutan. Strategi Dinas Kehutanan Sumatera Utara: 1. Peningkatan kepastian kawasan hutan di Sumatera Utara. 2. Peningkatan jumlah pengelolaan tingkat tapak (terbentuknya 33 unit KPH, dimana 11 unit KPH adalah KPH lintas kabupaten/kota yang merupakan kewenangan Provinsi Suamtera Utara dan 22 unit KPH kabupaten yang merupakan kewenangan kabupaten/kota dimana provinsi hanya menfasilitasi pembentukannya). 3. Meningkatkan mutu dan produktivitas sumberdaya hutan. 4. Meningkatkan keamanan kawasan hutan dan hasil hutan. 5. Meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan. Arah Kebijakan Dinas Kehutanan Sumatera Utara: 1. Pemantapan kawasan hutan. 2. Rehabilitasi hutan. 3. Perlindungan hutan dan konservasi sumber daya alam. 4. Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan. 5. Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.

65 51 Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki visi dan misi sebagai berikut. Visi Kabupaten Tapanuli Tengah: Mewujudkan masyarakat Tapanuli Tengah yang maju, sejahtera, dan bermartabat. Misi Kabupaten Tapanuli Tengah: 1. Percepatan pembangunan melalui peningkatan pembangunan infrastruktur. 2. Membenahi birokrasi untuk meningkatkan pelayanan publik, serta menjamin terwujudnya pemerintah yang baik dan bersih (good governance and clean governance) serta berwibawa. 3. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui kesehatan, pendidikan dan pengembangan SDM. 4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor-sektor unggulan serta menggali & mengembangkan potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan pariwisata dengan kebijakan pembangunan yang pro rakyat. 5. Menegakkan hukum dan HAM serta penguatan proses demokrasi untuk terciptanya rasa aman dan damai, serta menata iklim kondusif bagi tumbuhnya investasi. Pemerintah Kota Sibolga memiliki visi dan misi sebagai berikut: Visi Kota Sibolga: Bersama kita membangun rakyat Sibolga yang sehat, cerdas, sejahtera dan beradab. Misi Kota Sibolga: 1. Mewujudkan pemerintahan yang demokrasi, berkeadilan, transparan, dan akuntabel. 2. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang kompherensif, merata, berkualitas, dan terjangkau bagi masyarakat serta meningkatkan pemahaman masyarakat tentang lingkungan sehat dan perilaku sehat. 3. Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan secara merata, bermutu, dan demokrasi bagi masyarakat serta menyiapkan generasi muda yang siap menghadapi tantangan kemajuan zaman.

66 52 4. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sibolga melalui pertumbuhan ekonomi ysng lebih merata,mengurangi pengangguran serta penataan ruang yang berkawasan lingkungan. 5. Membangun kondisi daerah yang aman, tertib, dan damai dengan menegakkan supremasi hukum dan HAM. Program/ Kegiatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Tengah: Berbagai program/ kegiatan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Tengah diantaranya adalah: 1. Pemberantasan pencurian hasil hutan dihutan negara dan kebun serta perdagangan hasil hutan dan hasil perkebunan illegal. 2. Perlindungan hutan dan kebun dari perambahan, maupun hama penyakit tanaman. 3. Pengendalian kebakaran hutan dan kebun. 4. Pemanfaatan kawasan hutan. 5. Inventarisasi, evaluasi sumber daya hutan dan lingkungan. 6. Penataan hutan dan kebun. 7. Rehabilitasi hutan dan lahan kritis. 8. Pembinaan daerah pantai dan perairan. 9. Peningkatan sumber daya hutan dan ekosistemnya. 10. Peningkatan mutu dan produktivitas hutan. 11. Peningkatan produksi dan usaha hasil hutan non kayu. 12. Pengembangan usaha perhutanan sosial. 13. Pembinaan masyarakat desa hutan. 14. Pengembangan usaha pengelolaan, pemasaran dan industri hasil hutan. 15. Revitalisasi perkebunan untuk pengembangan dan rehabilitasi komoditi unggulan karet, kelapa sawit dan kakao. 16. Pemeliharaan/ pengelolaan yang intensif. 17. Pencegahan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. 18. Perluasan areal tanaman. 19. Penganekaragaman komoditi. 20. Peningkatan dan penanganan pasca panen.

67 Penerapan penggunaan bibit unggul bermutu. 22. Pemberdayaan aparatur. 23. Pelatihan/ kursus petani/ aparatur. 24. Pemberdayaan kelembagaan masyarakat. 25. Penyampaian informasi teknologi. Kebijakan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Sebagai bagian dari perangkat pembangunan, proses penyusunan visi dan misi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga diselaraskan dengan visi dan misi pembangunan kehutanan nasional dan daerah, yang dirumuskan atas dasar kondisi, masalah dan isu-isu strategis yang menjadi tantangan dalam pengelolaan hutan saat ini dan harapan di masa yang akan datang, dengan mempertimbangkan modal dasar yang dimiliki KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Atas dasar tersebut, maka disusunlah visi dan misi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Tahun sebagai berikut. A. Visi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga: Pengelolaan hutan lestari dan produktif di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga menuju masyarakat yang adil dan sejahtera. B. Misi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga: 1. Mengelola hutan secara lestari (sustainable forest management) berdasarkan karakteristik wilayah dan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS). 2. Memantapkan penataan kawasan dan menyusun rencana pengelolaan hutan. 3. Mengembangkan organisasi dan sumberdaya manusia KPH yang profesional serta memberdayakan masyarakat desa hutan melalui pengembangan lembaga perekonomian koperasi. 4. Melaksanakan perlindungan dan konservasi alam untuk menurunkan gangguan keamanan hutan melalui upaya-upaya pengamanan dan resolusi konflik serta pengembangan konservasi alam. 5. Meningkatkan manfaat hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan potensi ekowisata, jasa lingkungan, perdagangan karbon, agroforestri, serta potensi usaha berbasis kehutanan lainnya yang produktif guna menjamin

68 54 pertumbuhan KPHL secara berkelanjutan, melalui skema kemitraan untuk sebesar-besarnya bagi keadilan dan kemakmuran rakyat. C. Capaian Utama KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Berdasarkan rumusan visi dan misi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga tersebut dan dalam rangka tercapainya visi dan misi tersebut maka ada beberapa capaian utama yang diharapkan dapat terpenuhi selama kurun waktu 10 tahun ( ), sebagai berikut: 1. Tertatanya blok dan petak yang pengelolaannya dilakukan secara partisipatif, kolaboratif dan berkelanjutan. 2. Tersusunnya perencanaan hutan meliputi rencana pengelolaan hutan pengelolaan jangka pendek tahunan mulai tahun , rencana jangka menengah 5 tahunan, dan rencana jangka panjang tahun Terbangunnya data base berbasis blok dan petak secara akurat setiap tahun yang dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan. 4. Terbangunnya kelembagaan yang profesional, efektif dan efisien (Perda dan Pergub organisasi KPH, Pergub sumbangan pihak ketiga dan bagi hasil kemitraan, Pergub badan layanan umum daerah, SOP KPH serta SDM KPH yang cukup dan berkualitas). 5. Tersedianya SDM serta sarana dan prasarana operasional KPH yang memadai. 6. Terbentuk dan terbinanya kelompok tani hutan dan koperasi sebagai lembaga usaha kelompok, dalam upaya terwujudnya prinsip-prinsip dan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan hutan lestari. 7. Terlaksananya patroli hutan secara intensif dan berkelanjutan, pemberantasan illegal logging dan perambahan kawasan, pemantauan dan penurunan tingkat konflik tenurial. 8. Terwujudnya pengembangan obyek ekowisata dan kemitraan pemanfaatan ekowisata dan jasa lingkungan lainnya. 9. Terlaksananya reboisasi dan pengkayaan hutan, partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi hutan serta kemitraan pemanfaatan HHBK. 10. Tersusunnya rencana pengembangan usaha KPH dan kemitraan pemanfaatan HHK, HHBK, perdagangan karbon dan jasa lingkungan lainnya pada wilayah

69 55 tertentu di hutan produksi, tersedianya sarana prasarana pengolahan dan terlaksananya pemasaran hasil hutan yang memadai.

70 Rencana Pengelolaan BAB IV. ANALISIS DAN PROYEKSI A. Analisis B. Proyeksi

71 56 BAB IV. ANALISIS DAN PROYEKSI A. Analisis Kegiatan analisis dan proyeksi hasil hutan kayu (HHK), hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan jasa lingkungan difokuskan untuk menganalisis nilai ekonomi dan nilai lingkungan dari masing-masing komoditi. Analisis dan proyeksi setiap komoditi HHK, HHBK dan jasa lingkungan meliputi analisis ekonomi dan lingkungan, seperi disajikan pada Gambar 4.1. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) & non HHBK Analisis dan Proyeksi Hasil HutanKayu (HHK) Rotan, kapur barus, madu hutan, kemenyan, aren, kemenyan, gambir, kayu manis, kayu raru, kapur barus, gaharu. Ekowisata, air minum, mikrohidro, perdagangan karbon. 1. Nilai Ekonomi Harga Rantai nilai Penyerapan tenaga kerja Pendapatan usaha Implikasi ekonomi & PAD 2. Nilai Lingkungan Pinus (Pinus merkusii), meranti (Shorea sp.), kayu rimba campuran Gambar 4.1. Skema analisa dan proyeksi core business KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga

72 57 Potensi tegakan dan komoditas tanaman unggulan, yang tumbuh secara alami dan yang sudah dikembangkan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga antara lain tanaman hasil hutan kayu (HHK) seperti pinus (Pinus merkusii), meranti (Shorea sp.), kayu rimba campuran serta hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti rotan, madu hutan, aren, kemenyan, gambir, kayu manis, kayu raru, kapur barus dan gaharu. Jenis tanaman tersebut merupakan komoditas tanaman utama yang akan dikembangkan dalam RPH-JP KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga tahun Selain itu, wisata alam (air terjun, pantai dan pulau), air mineral dalam kemasan (AMDK), mikrohidro dan perdagangan karbon juga akan dikembangkan di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Analisa dan proyeksi hasil hutan kayu diarahkan pada komoditi yang menjadi unggulan di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, seperti kayu pinus, meranti, dan kayu rimba campuran. Analisa dan proyeksi hasil hutan bukan kayu diarahkan pada komoditi yang menjadi unggulan di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, seperti rotan, madu hutan, aren, kemenyan, gambir, kayu manis, kayu raru, kapur barus dan gaharu. KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga telah dihadapkan pada berbagai persoalan di sektor kehutanan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (SWOT) yang dilakukan, yaitu: 1. Kekuatan ( Strength ) a. Letak geografis Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga yang cukup strategis melalui jalur darat, laut dan udara. b. Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki potensi sumber daya hutan yang masih sangat besar baik hasil hutan berupa kayu, maupun hasil hutan bukan kayu (HHBK). c. Potensi sektor perkebunan yang masih dapat terus ditingkatkan dan dikembangkan dikarenakan minat masyarakat untuk mengembangkan komoditi perkebunan sangat besar. 2. Kelemahan ( Weakness ) a. Terbitnya SK. Menhut Nomor 44 Tahun 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Kabupaten Sumatera Utara mengakibatkan konflik di tengahtengah masyarakat dimana banyak lahan masyarakat, pemukiman,

73 58 perkantoran dan fasilitas umum lainnya yang dihunjuk menjadi kawasan hutan sehingga berdampak pada proses pembangunan di daerah dan menghambat proses revitalisasi pada sektor perkebunan. b. Keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga masih menyulitkan pada pelaksanaan kegiatan rehabilitasi pada lahan-lahan kritis. c. Keterbatasan SDM terutama kebutuhan akan tenaga fungsional Polisi Kehutanan (Polhut) dan Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL) sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pengamanan dan perlindungan hutan dan hasil hutan serta kegiatan penyuluhan kepada masyarakat. d. Keterbatasan sarana kendaraan operasional roda 2 dan 4 yang dimiliki. e. Data dan informasi sumber daya hutan belum mantap. 3. Peluang ( Opportunities ) a. Sebagian besar wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga merupakan kawasan lindung penyangga hijau yang berfungsi bagi kelestarian lingkungan hidup. b. Semakin tingginya komitmen terhadap pengurusan hutan dari kementerian kehutanan baik dari segi dana maupun bantuan lainnya. c. Sebagai kawasan yang diperhitungkan dalam pengembangan budidaya tanaman karet, kelapa dan kakao di Provinsi Sumatera Utara. 4. Ancaman ( Threatnes ) a. Ancaman terhadap ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) dan kawasan hutan akibat tekanan penduduk, erosi dan sedimentasi, degradasi hutan dan kawasan lindung dikarenakan pembangunan ekonomi yang mengakibatkan naiknya permintaan akan kayu. b. Konflik lahan dan tekanan terhadap kawasan konservasi semakin mengganggu peran hutan sebagai penyangga kehidupan. c. Pemekaran wilayah yang membutuhkan penyediaan lahan. d. Pengelolaan DAS dan kelembagaan pengelolaan DAS masih lemah. e. Semakin bertambahnya jumlah penduduk yang tinggal di sekitar hutan.

74 59 Berdasarkan analisis SWOT dan beberapa isu yang telah dikemukakan sebelumnya, maka beberapa strategi yang perlu diambil oleh KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, antara lain: a. Strategi dari aspek pengusahaan hutan Berdasarkan analisis SWOT yang telah diuraikan, maka secara spesifik KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga mempunyai kekuatan, antara lain: 1. Adanya Keputusan Menteri Kehutanan mengenai penetapan wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara. 2. Aspek ekologis tertentu yaitu iklim bertype A menurut Schmidt dan Ferguson, merupakan faktor yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman hutan dan non hutan, karena tipe iklim ini menjamin tidak adanya defisit air secara global di wilayah tersebut. Selain itu terdapat wilayah yang cenderung relatif subur karena tanahnya belum mengalami pelapukan lanjut. 3. Batas-batas PT. Toba Pulp Lestari Tbk yang berada di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga sebagian besar telah dilakukan tata batas. Mempertimbangkan beberapa kondisi internal dan eksternal areal yang diperkirakan akan mempengaruhi jalannya kegiatan pengusahaan hutan, maka perlu ditempuh beberapa strategi pengelolaan hutan diantaranya yaitu : 1. Untuk mencapai skala pengelolaan hutan (produksi kayu) yang mempunyai skala ekonomis nampaknya perlu dijajaki kemungkinan dengan hutan tanaman, khususnya pada wilayah yang tidak berhutan. 2. Rehabilitasi hutan dengan penanaman pada areal tidak produktif dan tanah kosong dengan jenis pohon cepat tumbuh dan merupakan unggulan setempat. 3. Luas areal yang masih berhutan tersisa relatif kecil sehingga perlu adanya tindakan pembinaan hutan terhadap hutan bekas tebangan, untuk memperoleh tegakan yang baik pada masa yang akan datang. Pada kawasan hutan bekas tebangan atau perambahan ini juga perlu dilakukan kegiatan pembinaan dan penanaman hutan kayu dan non kayu, seperti rotan dan jenis pohon cepat tumbuh. 4. Pada wilayah yang masih terjaga dengan baik hutannya, perlu dilakukan pengelolaan dengan baik dan benar supaya terjaga kelestariannya.

75 60 5. Untuk wilayah yang telah diserahkan pengelolaannya dari Kementerian Kehutanan kepada PT. Toba Pulp Lestari dan PT. Teluk Nauli, tidak perlu dilakukan dalam rencana pengelolaan oleh KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Namun demikian perlu adanya pengawasan sebagai bagian dalam pembinaan di wilayah kerja KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. b. Strategi dari aspek keadaan tegakan hutan Pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dengan fungsi hutan lindung (HL) mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Sehingga kawasan hutan lindung ini tidak boleh dieklpoitasi untuk perkebunan atau perambahan. Sedangkan pada wilayah hutan dengan fungsi hutan produksi (HP), yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan, sesuai aturan diperbolehkan untuk melakukan eksploitasi kayu. c. Strategi dari aspek mekanis Melihat kemungkinan penggunaan peralatan modern dalam pengelolaaan hutan perlu direncanakan penerapan kerjasama operasi (KSO) dengan pihak ketiga pada beberapa aktivitas kegiatan pengelolaan hutan, terutama pada kegiatan pengelolaan yang memerlukan investasi besar. Struktur organisasi pengelolaan hutan pada tingkat operasional di lapangan dibuat seramping mungkin untuk mengurangi beban kebutuhan tenaga organik. Secara bertahap organisasi dalam unit pengelolaan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga perlu dikembangkan sejalan dengan meningkatnya aktivitas pengelolaan hutan. d. Strategi dari aspek sosial ekonomi Secara umum KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga mengelola hutan yang wilayahnya sebagian besar dengan fungsi hutan lindung dan sebagian kecil lainya merupakan hutan dengan fungsi hutan produksi dan hutan produksi terbatas. Pada hutan dengan fungsi lindung dikelola dengan tujuan untuk menjadikan fungsi hutan tersebut yaitu sebagai penyangga kehidupan mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Sedangkan hutan dengan fungsi hutan produksi dikelola dengan tujuan untuk menghasilkan kayu dan non-kayu. Dalam pelaksanaannya pengusahaan

76 61 hutan tersebut tidak terbatas pada segi produksi hasil hutan berupa kayu dan nonkayu saja, tetapi juga mencakup jasa lingkungan. Hutan sebagai tempat perlindungan satwa liar dan sebagai sumber plasma nutfah, perlu di kelola sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Selain itu hutan juga berpengaruh terhadap iklim, kesuburan tanah, tata air dan mempunyai daya tarik tersendiri sebagai tempat wisata, yang semuanya mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat luas, termasuk masyarakat di sekitar hutan. Bagi penduduk setempat, pengusahaan hutan berarti kesempatan kerja dan berusaha. Dalam jangkauan yang lebih luas pengusahaan hutan sangat penting artinya bagi kesejahteraan masyarakat regional dan nasional, pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Pengusahaan hutan harus dilaksanakan secara profesional berdasarkan asas manfaat (memberikan manfaat optimal untuk kesejahteraan masyarakat), asas kelestarian (mempertahankan kelestarian sumber daya hutan tersebut agar mampu memberikan manfaat secara terus menerus), dan asas perusahaan (memberikan keuntungan finansial yang layak). Pada wilayah unit KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga yang sudah tidak berhutan dan dikuasai oleh masyarakat, perlu dilakukan sosialisasi tetang pelaksanaan program HKm dan HTR yang saat ini menjadi andalan kementerian kehutanan. Pengertian hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. Pengertian dari hutan tanaman rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. B. Proyeksi Melihat potensi rotan dewasa dan keberlangsungan potensi rotan dari permudaan rotan yang tergolong sedang, maka diperkirakan memiliki prospek apabila didirikan perusahaan dalam bidang pengelolaan rotan. Saat ini di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga pengelolaan rotan masih berupa industri rumah tangga dan pada umumnya masyarakat hanya sebagai pengumpul dan dengan harga yang sangat murah dijual ke luar Kabupaten Tapanuli Tengah

77 62 masih berupa bahan baku. Berdasarkan kondisi tersebut dan didukung dengan potensi rotan yang memadai, perlu dipertimbangkan untuk mendirikan industri rotan di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Masyarakat berpendapat bahwa untuk mencari rotan juga semakin berkurang disebabkan menurunnya kepercayaan antara pembeli dan pengumpul rotan dan minimnya informasi harga pasaran rotan. Pengusahaan rotan di masa yang akan datang perlu dan harus diikuti dengan keseriusan pengelolaan sumber bahan bakunya untuk menjaga kelangsungan usaha rotan tersebut. Khusus bagi masyarakat sekitar hutan perlu dilakukan pembinaan dan memberikan informasi yang benar tentang teknik budidaya rotan dan nilai ekonomis rotan, sehingga diharapkan usaha pengambilan rotan disekitar hutan oleh masyarakat dapat menjadi tambahan penghasilan dan pada akhirnya terwujud kesejahteraan masyarakat sekitar hutan tanpa harus merusak hutan. Untuk pengusahaan rotan yang berkelanjutan di masa yang akan datang, perlu dipikirkan pengembangannya dengan pembudidayaan rotan tanaman baru dengan cara vegetatif maupun teknologi baru (generatif dan kultur jaringan). KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga memiliki potensi jasa lingkungan yang sangat prospektif untuk dikembangkan dan dikelola secara maksimal di masa mendatang untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sumber pemasukan bagi pemerintah daerah. Potensi jasa lingkungan yang terdapat di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga meliputi ekowisata, air minum, mikrohidro, dan perdagangan karbon. Untuk wisata alam, wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga memiliki potensi yang sangat menarik berupa air terjun, keragaman hayati baik flora maupun fauna. Obyek ekowisata di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga yang saat ini sudah eksis sebagai salah satu tujuan wisata bagi wisatawan yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut untuk pengelolaannya, seperti air terjun, pantai dan Pulau Mursala. Lokasi pengembangan wisata alam dan jasa lingkungan lainnya dalam KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga tahun akan direncanakan menjadi suatu blok tertentu. Salah satu skema yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan nilai tambah dari potensi jasa lingkungan yang berada di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga adalah melalui penerapan pembayaran jasa lingkungan yang

78 63 ditujukan kepada penerima manfaat (beneficiary) dari keberadaan sumberdaya alam yang dinikmatinya tersebut. Strategi yang dapat dilakukan yaitu dengan menaikkan tarif masuk pengunjung ke obyek-obyek wisata alam yang ada di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Tentunya besar kecilnya kenaikan tarif yang akan diberlakukan nantinya didahului dari hasil kajian yang komprehensif. Penerimaan dana dari kenaikan tarif inilah yang nantinya akan dialokasikan untuk kegiatan konservasi dan peningkatan pelayanan kepada penerima manfaat. Skenario Pengelolaan Core Business Pencapaian tujuan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga untuk 10 tahun ke depan ditentukan oleh bagaimana strategi operasional yang diterapkan. Berdasarkan data dan informasi yang ada, diterapkan strategi pencapaian tujuan yaitu (1) Pemantapan batas kawasan hutan, (2) Pemanfaatan potensi sumberdaya alam, (3) Pembinaan terhadap pemegang ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, (4) Pemberdayaan masyarakat, (5) Rehabilitasi kawasan hutan, (6) Konservasi sumber daya alam, (7) Perlindungan dan pengamanan hutan, dan (8) Optimalisasi pemanfaatan wilayah tertentu dan penerapan PPK BLUD. 1. Pemantapan Batas Kawasan Hutan Wilayah kelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan RI dengan luas ,22 hektar dengan rincian Hutan Lindung seluas 43, Ha; Hutan Produksi seluas 2, Ha; Hutan Produksi Tetap seluas 13, Ha. Kegiatan yang harus dilakukan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga adalah memperjelas batas-batas luar kawasan di lapangan. Kegiatan selanjutnya adalah memperjelas batas tapak di dalam areal KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga terutama pada areal pembangunan hutan, wilayah pemberdayaan masyarakat dalam skema HTR, Hkm dan kemitraan. Dengan demikian batas kawasan hutan yang kondisnya tidak jelas pada wilayah kelola KPH akan terpelihara dengan sendirinya, jka pembangunan hutan tanaman pinus atau rotan dan pemberdayaan masyarakat terlaksana dengan baik.

79 64 2. Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan a. Kondisi tutupan lahan Penutupan lahan atau vegetasi adalah kondisi pemukiman bumi yang menggambarkan kenampakan penutupan lahan dan vegetasi. Keadaan penutupan lahan di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga dibagi manjadi klasifikasi areal berhutan (33, ha) dan areal tidak berhutan (27, ha). Areal tersebut terdiri dari hutan sekunder (19, ha), semak belukar (14, ha), hutan primer (13, ha), pertanian lahan kering campur semak (5, ha), pertanian lahan kering (5, ha), lahan terbuka (1, ha), semak belukar rawa ( ha), hutan rawa sekunder ( ha), pemukiman ( ha), sawah ( ha), perkebunan (72.52 ha), hutan mangrove sekunder (5.87 ha), air (1.74 ha) dan tambak (0.82 ha). Luas penutupan lahan dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Luas penutupan lahan dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Hutan Sekunder 19, Semak Belukar 14, Hutan Primer 13, Pertanian Lahan Kering Campur Semak 5, Pertanian Lahan Kering 5, Lahan Terbuka 1, Semak Belukar Rawa Hutan Rawa Sekunder Pemukiman Sawah Perkebunan Hutan Mangrove Sekunder Air Tambak Total 60, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015)

80 65 Kelas penutupan lahan di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, menunjukkan bahwa wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga areal berhutan lebih mendominasi daripada araeal tidak berhutan. Informasi ini mengindikasikan besarnya potensi kayu yang dapat dimanfaatkan secara lestari di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Berdasarkan kondisi penutupan, yang didominasi oleh hutan lindung, maka salah satu kegiatan yang perlu dilakukan dalam pengelolaan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga adalah kegiatan rehabilitasi dan pengamanan kawasan. Sehubungan dengan itu perlu dilakukan inventarisasi dan pemetaan secara detail terhadap kondisi penutupan kawasan. Berdasarkan hasil inventarisasi dan pemetaan detail tersebut diharapkan dapat dibuat skala prioritas bagi lokasi-lokasi yang akan direhabilitasi, dalam artian bahwa pada lokasi dengan skala prioritas yang lebih tinggi perlu dilakukan tindakan rehabilitasi terlebih dahulu. Penentuan skala prioritas tersebut didasarkan pada tingkat kekritisan lokasi dan tingkat pengaruh lokasi yang bersangkutan terhadap kelestarian ekosistem KPH secara keseluruhan. Kegiatan pembangunan hutan tanaman pinus akan memperluas areal penutupan lahan. b. Potensi Kayu, Bukan Kayu dan Jasa lingkungan Kondisi kualitas tegakan akan meningkat dengan memberikan solusi alternatif lapangan kerja bagi masyarakat melalui core business KPH, kegiatan pemberdayaan masyarakat dan kemitraan, sehingga pendapatan masyarakat meningkat dan menurunkan tekanan penduduk terhadap pemanfaatan kawasan hutan wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Keterkaitan yang bersifat simbiostik ini memberikan peluang kepada kepastian usaha, keamanan dan kelestarian pengelolaan kawasan hutan dalam jangka panjang. Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHBK merupakan salah satu sumber daya yang memiliki keunggulan komparatif paling menyentuh dengan kehidupan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. HHBK terbukti dapat

81 66 memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi PAD. Potensi jasa lingkungan dan ekowisata di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga yang mungkin dapat dikembangkan adalah ekowisata air terjun, pantai dan pulau. Keberadaan potensi jasa lingkungan di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga memiliki prospek untuk dikembangkan ke depan ditinjau trend perkembangan yang semakin meningkat. Pertumbuhan masyarakat Tapanuli Tengah cukup pesat, dan kebutuhan rekreasi makin meningkat sehingga memberikan peluang usaha pemanfaatan jasa lingkungan. Pengembangan potensi jasa lingkungan lainnya yaitu air mineral dalam kemasan, pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM) dan perdagangan karbon (carbon trade) yang dapat dilakukan sebagai upaya optimalisasi peran dan fungsi kawasan hutan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Persyaratan dalam rangka memasuki era perdagangan karbon diantaranya identifikasi lokasi yang potensial, mengkaji mekanisme tataniaganya hingga proses penjualan. 3. Pembinaan Pemegang izin Di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga ada dua ijin usaha pemanfaatan hasil hutan, yaitu IPPHHK-HPH PT. Teluk Nauli seluas 5, ha dan IPPHHK-HTI PT. Toba Pulp Lestari seluas 1, ha. Pembinaan terhadap pemegang izin yang ada dalam kawasan KPH akan terus dilakukan dalam kerangka kemitraan antara perusahaan swasta dengan KPH. 4. Pemberdayaan Masyarakat Berbagai elemen masyarakat di dalam dan sekitar hutan telah merasakan manfaat dari berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan selama ini. Berbagai kebijakan dan program pemberdayaan masyarakat seperti Hutan Kemasyarakatan (Hkm) atau agroforestry dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Di masa yang akan datang pelibatan masyarakat secara aktif dalam pembangunan kehutanan terus didorong dengan meningkatkan akses masyarakat pada hutan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui HTR dan HKm. Hal ini ditunjang dengan komitmen Pemerintah Daerah bahwa dalam rangka pengelolaan hutan, KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga melakukan pendampingan penyusunan rencana dan pelaksanaan kerja dan kegiatan pada tingkat Unit Pengelolaan

82 67 (Resort). Disamping itu KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dapat melakukan kemitraaan dan memfasiltasi terbentuknya forum multi pihak. Kualitas sumber daya manusia yang bermoral, professional, disiplin serta beorientasi pada pelayanan masyarakat harus ditingkatkan. 5. Rehabilitasi Kawasan Hutan Kawasan tidak berhutan ini terdiri dari belukar, lahan pertanian, perkebunan, sawah, tambak, rawa, tanah kosong dan pemukiman yang kondisinya ada yang tergolong lahan kritis. Penetapan lahan kritis tersebut didasarkan pada tingkat kerusakan lahan yang diakibatkan karena kehilangan penutupan vegetasi sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sebagai penahan air, pengendali erosi, siklus hara, pengatur iklim mikro dan penyerap karbon. Berdasarkan tingkat kerusakan lahan dapat diklasifikasikan sebagai sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis. Berdasarkan data lapangan, kawasan hutan di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga berpotensi kritis (24, ha) dan agak kritis (12, ha). Selebihnya adalah lahan yang tidak kritis (9, ha), sangat kritis (7, ha) dan kritis (6, ha). Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai kesatuan ekoistem daratan dan sungai mempunyai implikasi terhadap baik buruknya tata air. Pada kondisi DAS yang secara ekologis masih baik maka tata air dalam keadaan baik dan demikian pula sebaliknya. Kondisi DAS umumnya kritis sehingga perlu penanganan intensif. Hal ini diindikasikan adanya bencana tanah longsor, banjir dan kekeringan. Data lahan kritis berdasarkan daerah aliran sungai berbeda dengan tutupan lahan sehingga dalam rangka rehabilitasi perlu ada Rencana Pengelolaan RHL (RP RHL) secara terpadu pada seluruh wilayah kelola KPH. 6. Konservasi Sumber Daya Alam Pengertian konservasi sumber daya alam hayati menurut UU No 5 Tahun 1990 pasal 1 ayat (2) tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dirumuskan bahwa Pengelolalaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Dengan demikian konservasi dalam undangundang ini mencakup pengelolaan sumber alam hayati, yang termasuk di

83 68 dalamnya hutan. Sasaran konservasi yang ingin dicapai menurut UU No. 5 Tahun 1990, yaitu: 1. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan). 2. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah). 3. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat sampingan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik, polusi, dan penurunan potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari). Dalam upaya perlindungan terhadap hutan, harus dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan lingkungan atau ekosistem secara global. Lingkungan global adalah lingkungan hidup sebagai suatu keseluruhan, yaitu wadah kehidupan yang di dalamnya berlangsung hubungan saling mempengaruhi (interaksi) antara makhluk hidup (komponen biotik) dengan lingkungan setempat (komponen abiotik). Konservasi sumber daya alam di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dilaksanakan melalui upaya perlindungan terhadap potensi keanekaragaman hayati. Potensi keanekaragaman hayati ini mempunyai nilai yang positif bagi pengelolaan kawasan terutama sebagai plasma nutfah, obyek penelitian dan pendidikan dan pengembangan serta kegiatan untuk menunjang budidaya. Kepunahan jenis-jenis ini akan merupakan hilangnya sumber genetik utama dalam keanekaragaman jenis hayati Indonesia khususnya di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang banyak memiliki keanekaragaman hayati yang endemik. Keanekaragaman hayati dalam kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga

84 69 merupakan aset untuk menggali dan mengkaji fenomena-fenomena alam yang dapat memberikan sumbangan berharga bagi kehidupan masyarakat. Untuk itu aset ini perlu dipertahankan dan dimanfaatkan demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya di masa kini dan masa yang akan datang. Perlindungan keanekaragaman hayati ini tidak terlepas juga dari perlindungan terhadap keutuhan kawasan baik itu jenis maupun luasannya. Dengan melakukan perlindungan terhadap keutuhan kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga berarti tetap menjamin sistem penyangga kehidupan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya terutama dalam mengatur sistem tata air (hidrorologi) maupun dalam mengatur stabilitas iklim lokal dan regional yang sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup manusia. Selain itu dengan terjaminnya keutuhan kawasan ini akan mengurangi dampak dari berbagai fenomena alam seperti banjir maupun tanah longsor yang sangat merugikan kita. Keadaan demikian tidak dapat dipertahankan apabila faktor-faktor yang mempengaruhi keanekaragaman hayati tidak dikelola dengan baik dan terarah. Faktor yang mempengaruhi tersebut terdiri dari faktor internal berupa komponenkomponen ekosistem tempat jenis-jenis flora maupun fauna tersebut hidup dan berkembangbiak. Sedangkan faktor eksternal berupa aksesibilitas masyarakat ke dalam kawasan. Kelangsungan sistem ekologi kawasan tersebut akan berlangsung lestari apabila komponen-komponennya berada dalam keseimbangan sehingga potensi keanekaragaman hayati dapat dipertahankan dan menjadi aset bagi pembangunan daerah. Konservasi sumber daya alam di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga ke depan menjadi sangat strategis, mengingat perspektif pembangunan daerah dihadapkan pada dua pilihan antara perspektif ekonomi dan ekologi. Kegiatan konservasi sering dianggap sebagai beban pembangunan, karena lebih menuntut biaya daripada pendapatan. Kondisi seperti ini menyebabkan kegiatan konservasi menjadi terabaikan, dan akibatnya perjuangan untuk melindungi ekosistem bumi dan plasma nutfah menjadi semakin terancam. Sementara di kawasan tropis, yang menjadi andalan penyeimbang sistem kehidupan di muka bumi ini, masih dihadapkan pada kurangnya SDM yang tangguh serta terdesaknya kawasan untuk

85 70 kepentingan pembangunan ekonomi. Memahami perspektif ekonomi dan ekologi secara terintegrasi diperlukan untuk mencari keseimbangan kepentingan antara keduanya. Dalam perspektif ekologi, proses alamiah merupakan dasar dari penggunaan sumber daya, bagaimana menggunakan sumber daya tersebut sedemikian rupa sehingga struktur dasar dari sistem alamiah tak berubah. Perspektif ekologi menyatakan perlunya menguraikan proses-proses ekologi yang ada di alam sebagai dasar pengelolaan sumberdaya alam, serta memahami berbagai konsekuensi ekologis dari sekian banyak beban yang diberikan manusia pada sistem alam (dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan). Dalam perspektif ekonomi, sumberdaya alam adalah bahan baku dalam sistem produksi sehingga berlaku sistem penawaran (supply) dan permintaan (demand). Inti dari studi ekonomi adalah memahami karakteristik ekonomi sumberdaya alam, nilai ekonomi sumberdaya alam, serta bagaimana sistem ekonomi mempengaruhi pengelolaan (pemanfaatan) sumberdaya alam. Jadi memahami sistem ekonomi adalah hal mendasar dalam konservasi sumberdaya alam. Sumberdaya alam adalah komoditas, kita memberinya nilai atas apa yang disediakannya untuk kebutuhan kita (makanan, pakaian, tempat tinggal), cara kita menilai sumberdaya alam berpengaruh pada cara kita mengelolanya. Perspektif ekonomi dalam konservasi sumberdaya hutan memerlukan penilaian secara ekonomi sumberdaya hutan. Menghitung harga dari sumberdaya hutan khususnya yang memiliki sifat intangible bukanlah hal yang mudah. Tidak semua sumberdaya alam dapat dihargai dengan nilai uang seperti udara bersih, air bersih, atau habitat flora fauna. Beberapa kegiatan yang mendukung upaya konservasi sumber daya alam yang dapat dilakukan di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga diantaranya yaitu penyempurnaan database kawasan melalui kegiatan inventarisasi potensi flora dan fauna; pembinaan habitat satwa; penilaian ekonomi kawasan; pemeliharaan pal batas kawasan; dan lain-lain kegiatan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan serta disesuaikan dengan kemampuan anggarannya. Paradigma baru pembangunan kehutanan lebih menitikberatkan terhadap bagaimana memanfaatkan potensi sumber daya alam tanpa mengkesampingkan

86 71 upaya kelestariannya. Hal ini sesuai dengan visi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang lebih menekankan pada aspek kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan sehingga kawasan hutan beserta keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya dapat dijadikan aset pembangunan daerah demi kesejahteraan masyarakat pada umumnya kini dan masa yang akan datang. Seiring dengan aktifitas dikawasan hutan yang semakin semarak baik kegiatan pemanfaatan hutan maupun penggunaan kawasan hutan serta pengrusakan hutan maka sumber daya alam pada areal kawasan hutan harus tetap dijaga keberadaannya baik jenis maupun luasannya. 7. Perlindungan dan Pengamanan Hutan Penyelenggaraan perlindungan dan pengamanan hutan bertujuan untuk menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan merupakan usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama serta penyakit; kemudian mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Intensitas gangguan terhadap kawasan hutan akhir-akhir ini semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan akan lahan serta berbagai hasil hutan seperti kayu, rotan dan lain-lain. Oleh karena itu upayaupaya pengamanan hutan menjadi sangat penting dalam menjaga keutuhan fungsi kawasan. Upaya-upaya pengamanan kawasan hutan dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat preemtif, preventif dan represif. Upaya preemtif adalah kegiatan dalam upaya penciptaan kondisi yang kondusif dengan tujuan menumbuhkan peran aktif masyarakat dalam pengamanan kawasan hutan. Kegiatan pengamanan hutan hanya dengan mengandalkan patroli dan penegakkan hukum tak akan mampu menjamin keutuhan kawasan jika tidak didukung dengan partisipasi aktif dari masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan diantaranya sosialisasi, temu wicara serta pemberdayaan masyarakat. Upaya preventif adalah segala kegiatan yang

87 72 dilaksanakan untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan kawasan dan hasil hutan. Bentuk kegiatan preventif, diantaranya pemeliharaan dan pengamanan batas kawasan hutan dan penjagaan kawasan hutan yang dilakukan di pos-pos jaga. Upaya represif adalah kegiatan penindakan dalam rangka penegakan hukum dimana situasi dan kondisi gangguan keamanan kawasan hutan telah terjadi dan cenderung terus berlangsung atau meningkat sehingga perlu segera dilakukan penindakan terhadap pelakunya. Contohnya adalah operasi gabungan maupun operasi yustisi. Beberapa kegiatan yang diperlukan dalam upaya perlindungan dan pengamanan kawasan hutan ini yaitu selain dari faktor SDM berupa ketersediaan tenaga Polisi Hutan (Polhut) yang sebanding dengan luas kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga yang dikelola, juga sarana dan prasarana pendukung perlu disediakan seperti pos-pos jaga dan kendaraan operasional atau patroli. Dalam kondisi tenaga dan dana pengamanan kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga sangat terbatas, maka perlu dikembangkan pada pola kerjasama atau kemitraan dengan masyarakat sekitar yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Pola perlindungan dan pengamanan kawasan hutan ke depan akan lebih menitikberatkan pada pelibatan masyarakat sekitar yang memperoleh dampak yang paling besar terhadap baik buruknya keutuhan kawasan hutan. Pelibatan ini akan memberikan pemahaman serta kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian kawasan hutan. Setiap ada upaya perusakan terhadap keutuhan kawasan hutan, maka masyarakat yang sudah memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga keutuhan kawasan karena manfaat yang dihasilkan dari keberadaan kawasan hutan ini, maka akan dengan serta merta akan berusaha mencegah setiap ada gangguan terhadap kawasan hutan ini. Namun demikian upaya pemberdayaan masyarakat berupa peningkatan kesejahteraan perlu lebih ditingkatkan oleh pihak pengelola kawasan hutan, terutama masyarakat yang memiliki ketergantungan terhadap kawasan hutan. Sehingga keterpaduan antara masyarakat dengan pengelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dapat diwujudkan melalui kemitraan yang saling menguntungkan. Dengan demikian visi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dapat terwujud.

88 73 Sehubungan dengan tingkat pengrusakan hutan yang tinggi maka dalam rangka pengamanannya harus meningkatkan frekwensi patroli rutin sekaligus mengamati batas batas kawasan hutan. Mengenai jumlah tenaga jagawana perlu menambah jumlah SDM karena tidak sebanding dengan luasan hutan yang ada, Disamping itu dari aspek pengadaan sarana dan prasarana perlu ditingkatkan seperti POS pengamanan, dan kendaraan patroli. Hal ini penting karena jumlahnya sangat minim tetapi intensitas pengrusakan hutan cukup tinggi. Kegiatan ini diarahkan pada daerah daerah yang rawan pencurian, perambahan dan perusakan hutan lainnya. 8. Optimalisasi Pemanfaatan Wilayah Tertentu dan Penerapan PPK BLUD Untuk mendukung pengelolaan core business secara optimal berupa usaha pemanfaatan, pengolahan dan pemasaran HHBK, HHK, jasa wisata, jasa air, jasa perdagangan karbon dan jasa lingkungan lainnya, maka perlu upaya mendorong agar kelembagaan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga memiliki badan hukum yang memungkinkan untuk menjalankan usaha tersebut sebagaimana mestinya. Bentuk badan hukum yang dapat menjadi alternatif pilihan untuk KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga adalah Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) atau PPK BLUD. Dengan keluarnya peraturan Menteri Kehutanan Nomor P 47/2013 tentang wilayah tertentu, memberikan peluang sekaligus dasar hukum KPH untuk melakukan pemanfaatan potensi hutan. Pengelolaan wilayah tertentu ini menjadi bagian yang sangat penting bagi kegiatan operasional KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga karena wilayah tertentu adalah bentuk pelimpahan kewenangan Menteri Kehutanan kepada KPH untuk melakukan berbagai kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu, bukan kayu, jasa lingkungan. KPH dapat melakukan penjualan tegakan dan bisnis kehutanan lainnya setelah menerapkan PPK BLUD. Dasar hukum untuk melaksanakan bisnis atau untuk dapat melakukan pengelolaan keuangan yakni menerapkan PPK BLUD. Lembaga yang dapat menerapakan PPK BLUD setelah memenuhi tiga persyaratan yakni persyaratan substantif, teknis dan administratif. Bila ketiga persyaratan tersebut dipenuhi KPH, maka dengan mempertimbangkan rekomendasi tim penilai, Gubernur menetapkan PPK BLUD kepada KPH.

89 74 Proyeksi Kondisi Wilayah Proyeksikan kondisi wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga ke depan berdasarkan analisa data tersebut, yaitu proyeksi peluang (kelas perusahaan strategis, kemitraan, konservasi), proyeksi peluang pendanaan, proyeksi ancaman strategis, resiko eksternal, proyeksi kapasitas internal, dan proyeksi potensi resiko karena kelemahan manajemen. Proyeksi peluang kelas perusahaan strategis, kemitraan dan konservasi Untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan sesuai potensi, kondisi biofisik dan faktor sosial ekonomi maka dibuat kelas-kelas perusahaan strategis. Beberapa kelas perusahaan strategis yang direncanakan oleh KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga adalah: a. Pada kelompok hasil hutan kayu akan dibuat kelas perusahaan pinus. Pembuatan kelas perusahaan ini merupakan hal yang sangat mungkin dilakukan mengingat kondisi wilayah kelola KPH adalah pengembangan tanaman pinus. Reboisasi dengan pertumbuhan yang bagus sesuai dengan kondisi biofisik dan dilihat dari aspek pasar merupakan produk unggulan yang digemari masyarakat (marketable). b. Pengembangan kelompok hasil hutan bukan kayu akan dibuat kelas perusahaan rotan mengingat produk rotan mudah tumbuh dan banyak terdapat di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga serta memiliki pangsa pasar tersendiri. Rendahnya supply rotan karena masyarakat belum banyak mengetahui manfaat rotan yang begitu besar jika dilihat dari aspek peningkatan pendapatan masyarakat. Diawal-awal kegiatan, KPH dapat memulai dengan pemanfaatan rotan yang tumbuh secara alami. c. Kelas perusahaan jasa lingkungan, yaitu ekowisata, air minum, mikrohidro, perdagangan karbon. Mekansime pengembagan Unit usaha ini dengan pola kemitraan dengan pihak swasta.

90 75 Proyeksi Peluang Pendanaan Berdasarkan Pasal 17 Permendagri No. 61 tahun 2010, sumber pendanaan untuk mendukung kegiatan KPH dapat berasal dari APBN, APBD dan sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat. Dukungan APBN yang telah dilaksanakan diantaranya (1) Fasilitasi sarana dan prasarana dasar untuk KPH melalui Ditjen Planologi seperti bangunan kantor KPH, perlengkapan kantor, kendaraan operasional mobil dan motor, alat-alat survei dan tata hutan. Penyusunan RP Dukungan suplai SDM teknis menengah lulusan SMK kehutanan dalam bentuk tenaga kontrak, peningkatan mutu SDM dengan berbagai jenis pelatihan (diklat CKPH, diklat perencanaan, diklat GIS); (2) Dukungan dana dekon dengan berbagai kegiatan konvergensi; (3) Dana Alokasi Khusus atau DAK yang baru berjalan satu tahun untuk melengkapi sarana dan prasarana pamhut, RHL dain lain-lain. Dalam kenyataannya dukungan APBN pada tahap awal adalah pemenuhan sarana dan prasarana dasar KPH seperti pengadaan kantor KPH, kendaraan operasional mobil dan motor, peralatan survei dan lain sebagainya. Selanjutnya dukungan anggaran APBN dilaksanakan dalam bentuk konvergensi kegiatan eselon 1 yang dilaksanakan dibawah koordinasi PUSDAL regional I. Realisasi konvergensi diharapkan berjalan maksimal dan sinkron dengan program KPH. Proyeksi peluang pendanaan dapat bersumber dari kegiatan investasi yang dilakukan oleh investor atau mitra dengan berbagai skema yang disepakati bersama, termasuk juga program kemitraan dengan berbagai komponen masyarakat untuk secara bersama-sama melaksanakan suatu jenis usaha tertentu di bidang kehutanan atau bidang lain yang mendukung visi misi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Proyeksi ancaman strategis, resiko eksternal KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga berpotensi mengalami ancaman ke depan yang mungkin terjadi seperti gangguan keamanan hutan, berbagai masalah sosial seperti penerimaan ketanagakerjaan dan lain-lain. Ancaman gangguan keamanan hutan diantaranya adalah illegal loging dan perambahan kawasan hutan. Berbagai faktor penyebab illegal loging diantaranya adalah tingkat kebutuhan kayu yang semakin meningkat dan kemiskinan masyarakat. Sedangkan perambahan kawasan disebabkan tipologi masyarakat yang lapar lahan. Untuk

91 76 mengatasi berbagai kendala tersebut perlu dilakukan koordinasi, konsultasi dan sosialisasi atau diseminasi secara terus menerus kepada seluruh stakeholders termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh pemuda dan lain-lain. Proyeksi kapasitas internal Proyeksi kapasitas internal tidak lepas dari kondisi dan keberadaan sumber daya yang dimiliki KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga diantaranya sumber daya manusia. Hal ini terkait dengan masih minimnya kemampuan KPH untuk membayar gaji karyawan murni KPH non PNS, kecuali jika kondisi KPH sudah menghasilkan keuntungan finansial. Kemampuan dan mutu SDM KPH dapat dipersiapkan dengan kegiatan kursus, diklat, magang, studi banding, seminar dan lain sebagainya. Disamping tuntutan kualitas sebagaimana disebutkan terdahulu, ternyata ada faktor yang lebih penting lagi yaitu faktor integritas. Hal ini penting karena dalam menyelenggarakan pengelolaan hutan untuk mencapai visi misi tidak hanya dituntut kualitas akan tetapi integritas menjadi faktor yang sangat penting untuk mencegah tindakan korupsi. Proyeksi potensi resiko kelemahan manajemen Berjalannya suatu organisasi sangat bergantung pada keberadaan 6 unsur: manajemen, manusia, dana, metode, mesin, dan dalam hal penyelenggaraannya harus mempertimbangkan faktor POAC (Perencanaan, Organisasi, Pelaksanaan dan Pengawasan). Kondisi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga saat ini belum mendukung pelaksanaan manajemen secara oprtimal mengingat berbagai sumber daya masih terbatas. Namun demikian seiring dengan dinamika yang berkembang manajemen KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga secara bertahap akan diperbaiki sehingga penyelenggaraan pengelolaan hutan lestari secara mandiri dapat berlangsung dengan optimal.

92 76 BAB V. RENCANA KEGIATAN A. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan Hutan B. Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu C. Pemberdayaan Masyarakat D. Pembinaan dan Pemantauan pada Areal KPH yang Telah Ada Izin Pemanfaatan Maupun Penggunaan Kawasan Hutan E. Penyelenggaraan Rehabilitasi pada Areal di Luar Izin F. Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi pada Areal yang Sudah Ada Izin Pemanfaatan Maupun Penggunaan Kawasan Hutan G. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam H. Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi antar pemegang Izin I. Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakeholders Terkait J. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM K. Penyediaan Pendanaan L. Penyediaan Sarana Prasarana M. Pengembangan Data Base N. Rasionalisasi Wilayah Kelola O. Review Rencana Pengelolaan P. Pengembangan Investasi

93 77 BAB V. RENCANA KEGIATAN A. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan Hutan Kegiatan inventarisasi hutan merupakan rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mendapakan data keadaan dan potensi sumber daya hutan serta lingkungannya secara lengkap pada seluruh wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Hasil inventarisasi digunakan sebagai dasar dalam penataan petak/ blok dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, sehingga perencanaan yang disusun dapat mengakomodir berbagai kepentingan para pihak. Perencanaan program dan kegiatan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kehutanan , Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun , Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) Sumatera Utara , Rencana Strategis Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Nomor : 050/6101 Tentang Rencana Strategis Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Tahun ), Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Dinas Kehutanan dan Perkebunan Tapanuli Tengah, dan Rencana Strategis Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Tengah. Berdasarkan hal tersebut ditetapkan visi dan misi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga tahun untuk selanjutnya dijabarkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan guna mencapai tujuan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Kegiatan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga selama 10 tahun pada tahun adalah sebagai berikut:

94 78 1. Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya Kegiatan inventarisasi adalah kegiatan untuk memperoleh data serta informasi tentang sumberdaya, potensi sumber daya hutan serta lingkungannya secara lengkap sebagai bahan perencanaan dan perumusan kebijaksanaan strategi jangka panjang, jangka menengah dan operasional jangka pendek sesuai dengan tingkatan dan kedalaman inventarisasi yang dilaksanakan. Kagiatan tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya bagi keadilan dan kesehteraan masyarakat secara lestari. 2. Inventarisasi berkala 5 Tahunan Inventarisasi berkala wilayah kelola KPH perlu dilakukan untuk mengetahui dengan tepat perubahan yang terjadi di wilayah KPH selama kurun waktu 5 tahun tertentu. Kegiatan berkala ini juga dapat mengakomodir perubahan yang terjadi pada kondisi biogeofisik dan dinamika sosial ekonomi dan budaya pada setiap blok pengelolaan hutan di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh data terkini dan akurat pada masing-masing unit pengelolaan, blok dan petak. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan arah kebijakan pengelolaan yang telah ditetapkan dan perkembangan yang dicapai. Pelaksanaan inventarisasi hutan secara berkala pelaksanannya mengacu pada pedoman inventarisasi hutan. Hasil inventarisasi ini memberikan gambaran tentang risalah kondisi unit pengelolaan hutan secara berkala sebagai berikut: a. Kondisi awal. b. Kondisi 5 tahun berikutnya dan dilengkapai dengan uraian peningkatan dan penurunan serta permasalahan. c. Kondisi 10 tahun berikutnya dan dilengkapai dengan uraian peningkatan dan penurunan serta permasalahan. Target kegiatan inventarisasi berkala ini mencakup 5 blok pengelolaan, yaitu: yaitu (1) Hutan lindung blok pemanfaatan seluas 43, ha, (2) Hutan produksi blok pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman seluas 1, ha, (3) Hutan produksi blok pemberdayaan seluas 1, ha, (4) Hutan produksi terbatas blok

95 79 pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman seluas 0.56 ha, (3) Hutan produksi terbatas blok pemberdayaan seluas 13, ha. 3. Rekonstruksi batas luar wilayah KPH Kegiatan pembuatan batas luar wilayah KPH merupakan kegiatan fisik di lapangan lanjutan dari sketch mapping yang telah dilakukan dengan pendekatan GIS dan survey awal terhadap batas-batas kawasan budidaya penduduk/ non kawasan hutan yang ada di lapangan. Batas Luar KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga memisahkan Wilayah KPH dengan areal luarnya yang dapat berupa: a. Kawasan hutan yang termasuk KPH lain. b. Wilayah non kawasan hutan. c. Kawasan hutan dengan fungsi lain seperti kawan lindung, atau kawasan konservasi dan enclave untuk wilayah peruntukan lain, seperti jalan, pemukiman, dan lain-lain. 4. Penataan batas blok pada wilayah KPH Tata batas blok dilaksanakan sebagai penataan lanjutan setelah tata batas terluar kawasan pengelolaan. Pembagian blok dilakukan berdasarkan kesamaan karakter fisiografi, kesamaan fungsi pengelolaan dan kemudahaan aksesibilitas, sehingga blok dapat dikelola secara efektif dan efisien. Hasil yang dharapkan dari adanya kegiatan rekontruksi batas luar, penataan blok adalah : a. Adanya batas luar yang jelas dan mempunyai kepastian hukum yuridis formal di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga yang meliputi tata batas unit pengelolaan dan blok serta petak yang keberadaannya memperoleh legalitas dan pengakuan oleh seluruh pemangku kepentingan dan pemanfaatan kawasan hutan, sehingga menjamin kepastian areal pengelolaan kawasan hutan untuk produksi kayu, non kayu dan jasa lingkungan sebagai unit manajemen terkecil. b. Kepastian luasan kawasan budidaya non kehutanan sebagai zona penyangga (buffer) lingkungan dan pembinaan sosial. c. Meningkatnya pengendalian dan kelestarian kawasan hutan sesuai dengan fungsinya.

96 80 B. Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga atau belum diminati oleh pihak ketiga untuk mengembangkan usaha pemanfaatanya. Wilayah kelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga yang belum diminati oleh investor akan dikelola sendiri sesuai dengan fungsi hutan dan potensinya. Pemanfaatan pada wilayah tertentu akan dilaksanakan setelah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga menerapkan Pola Pengelolaan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) dan mendapat penunjukan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Wilayah tertentu pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga yang direncanakan akan menjadi wilayah yang akan dikelola oleh KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga ke depannya baik dengan pola swakelola maupun pola kemitraan atau dengan investor, masyarakat ataupun pihak lain yang berminat, terletak pada masingmasing arahan blok. C. Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan dan pelibatan masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan merupakan salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya hutan secara optimal dan berkelanjutan. Upaya tersebut dapat dilakukan baik melalui pengembangan kapasitas maupun pemberian akses pemanfaatan sumber daya hutan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Pemberdayaan masyarakat setempat tersebut merupakan kewajiban pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau kota yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab KPH. Dalam implementasinya di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga terdapat Blok Pemberdayaan masyarakat, yang lokasinya berada pada wilayah yang telah terdapat aktivitas masyarakat di dalam kawasan hutan tersebut atau masyarakat memiliki akses yang tinggi terhadap kawasan hutan tersebut dan berada di luar areal ijin pengusahaan hutan. Untuk mendukung kegiatan pengembangan masyarakat pada blok pemberdayaan secara lebih luas dari aspek kapasitas sumberdaya manusia, sosial ekonomi, dan kelembagaannya, maka perlu diperluas dengan program kegiatan lainnya yang terukur.

97 81 Berdasarkan Tabel 5.6, secara teknis program pembedayaan masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan khusus pada Blok Pemberdayaan Masyarakat pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, dapat dilakukan dengan skema Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan dan pengembangan HHBK. Untuk menunjang upaya sinergisitas dan kerjasama antar pihak, maka KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga memfasilitasi terbentuknya forum multi pihak. Pembentukan forum ini dalam rangka mengakomodir aspirasi dari berbagai pihak dan membangun jejaring kemitraan. Beberapa kegiatan pokok yang perlu dilakukan terkait dengan kegiatan pemberdayaan yang akan dilakukan dengan skema HTR atau HKM antara lain: 1. Mengembangkan skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR) pola mandiri atau pola kemitraan pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif atau telah dirambah oleh masyrakat. 2. Fasilitasi pembentukan kelompok tani HTR atau HKm serta pengurusan proses perolehan ijin IUPHK-HTR dan IUPHHKm dilakukan secara kemitraan antara lembaga pengelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, kelompok tani HTR dan HKm, Lembaga Dinas Kehutanan dan UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang membidangi HTR dan HKm. Pelaksanaan kegiatan pada Blok Pemberdayaan Masyarakat bertujuan untuk meningkatkan serapan tenaga kerja lokal, proses kemitraan dan penyediaan akses usaha kehutanan dan ekonomi produktif lainnya bagi masyarakat. Diperlukan prasyarat awal untuk melaksankan program kegiatan dan pencapaian tujuan dari Rencana pengembangan blok pemberdayaan masyarakat di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Dengan memanfaatkan Teknologi SIG maka dapat diketahui desa-desa pada blok pemberdayaan yang menjadi sasaran kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam mendukung pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Sebaran desa sasaran kegiatan pemberdayaan masyarakat pada Blok Pemberdayaan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, baik yang kegiatannya telah berjalan saat ini maupun yang masih tahap perencanaan atau pencadangan.

98 82 D. Pembinaan dan Pemantauan pada Areal KPH yang Telah Ada Izin Pemanfaatan maupun Penggunaan Kawasan Hutan Pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik dan kerentanannya serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokok hutan, fungsi konservasi, lindung dan produksi. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat dinamis dan yang paling penting dalam pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus tetap sinergi. Pemanfaatan hutan pada hutan produksi dapat diselenggarakan melalui kegiatan (1) pemanfaatan kawasan, (2) pemanfaatan jasa lingkungan, (3) pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Sebaliknya pemanfaatan hutan pada hutan lindung dibatasi pada jenis (1) pemanfaatan kawasan, (2) pemanfaatan jasa lingkungan, dan (3) pemungutan Hasil hutan bukan kayu. Areal KPH yang telah ada izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Areal KPH yang telah ada izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan dan dalam proses perijinan tersebut No. IUPHHK Nama PT Luas (Ha) Persentase (%) 1 HPH PT.Teluk Nauli 5, HTI PT.Toba Pulp Lestari Tbk 1, Total 6, Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) Penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan, sedangkan perubahan peruntukan kawasan hutan adalah perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan adalah perubahan sebagian atau seluruh fungsi hutan dalam satu atau beberapa kelompok hutan menjadi fungsi kawasan hutan yang lain: 1. Pinjam pakai kawasan hutan Implementasi Penggunaan kawasan hutan adalah sebagai berikut: a. Hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan atau kawasan hutan lindung.

99 83 b. Dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. c. Mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. d. Kegiatan yang mempunyai tujuan strategis, dalam arti yang diprioritaskan karena mempunyai pengaruh yang sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan keamanan negara, pertumbuhan ekonomi, sosial budaya dan atau lingkungan seperti: - Religi. - Pertambangan. - Instalasi pembangkit, transmisi, distribusi listrik, teknologi energi baru dan terbarukan. - Pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar, radio, stasiun relay televisi. - Jalan umum, jalan tol, jalur kereta api. - Sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan pengakutan hasil produksi. - Sarana prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan instalasi air, dan saluran air bersih dan atau air limbah. - Fasilitas umum. - Industri terkait kehutanan. - Pertahanan keamanan. - Prasarana penunjang keselamatan umum, penampungan sementara korban bencana alam. Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dapat dilakukan pada kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Pada hutan produksi dapat dilakukan dengan a) pola pertambangan terbuka, b) pola pertambangan bawah tanah. Sedangkan pada hutan lindung hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah dengan ketentuan dilarang mengakibatkan a) turunnnya permukaan air tanah, b) berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen c) terjadi kerusakan akuiver air tanah.

100 84 hutan: Penggunaan kawasan hutan dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan a. Izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi lahan, untuk kawasan hutan pada provinsi yang luas kawasan hutannya dibawah 30% dari luas daerah aliran sungai, pulau dan atau provinsi, dengan ketentuan kompensasi lahan dengan rasio paling sedikit 1 : 1 untuk non komersial dan paling sedikit 1 : 2 untuk komersial. b. Izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) penggunaan kawasan hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai, untuk kawasan hutan pada Provinsi yang luas kawasan hutannya di atas 30% dari luas daerah aliran sungai, pulau dan atau provinsi dengan ketentuan 1) Penggunaan untuk non komersial dikenakan kompensasi membayar PNBP penggunaan kawasan hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai dengan rasio 1 : 1, dan 2) Penggunaan untuk komerial dikenakan kompensasi membayar PNBP penggunaan kawasan hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran dengan rasio 1 : 1. sungai paling sedikit c. Izin pinjam pakai kawasan hutan tanpa kompensasi lahan atau tanpa kompensasi membayar PNBP penggunaan kawasan hutan dan tanpa melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai dengan ketentuan hanya untuk 1) Kegiatan pertahanan negara, sarana keselamatan lalu lintas laut dan udara, cek dam, embung, sabo dan sarana meteorologi, klimatologi dan geofisika, 2) kegiatan survei dan eksplorasi. Penggunaan kawasan hutan dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan yang diberikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan yang berdampak penting dan cakupan luas dan bernilai strategis harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Menteri menerbitkan persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan sebelum menerbitkan izin pinjam pakai kawasan hutan kepada pemohon yang memenuhi persyaratan. Persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan diberikan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak diterbitkan dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi.

101 85 meliputi: Persetuan prinsip memuat kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemohon yang a. Melaksanakan tata batas terhadap kawasan hutan yang disetujui dan lahan kompensasi serta proses pengukuhannya. b. Melaksanakan inventarisasi tegakan. c. Membuat pernyataan kesanggupan membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP). d. Penggunaan kawasan hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai. e. Menyerahkan dan menghutankan lahan untuk dijadikan kawasan hutan dalam hal kompensasi berupa lahan. f. Melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan telah memenuhi seluruh kewajiban, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan izin pinjam pakai kawasan hutan, yang didalam izin tersebut diantaranya berisi kewajiban pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan yang meliputi : a. Membayar Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP) penggunaan kawasan hutan. b. Melakukan penanaman dalam rangka rehabiitasi daerah aliran sungai. c. Melaksanakan reboisasi pada lahan kompensasi. d. Menyelenggarakan perlindungan hutan. e. Melaksanakan reklamasi dan atau reboisasi pada kawasan hutan yang dipinjam pakai yang sudah tidak digunakan. f. Melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh menteri. 2. Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga tidak mempunyai peran dalam perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, namun sesuai dengan prinsip pengelolaan, maka setiap kegiatan yang berada diwilyah kelola KPH, maka KPH wajib mengetahuinya. Perubahan peruntukan kawasan hutan adalah perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawaan hutan. Perubahan peruntukan kawasan hutan dilakukan untuk memenuhi tuntutan dinamika pembangunan nasional serta aspirasi masyarakat dengan tetap berlandaskan pada optimalisasi distribusi fungsi, manfaat kawasan hutan secara

102 86 lestari dan berkelanjutan serta keberadaan kawasan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional. Perubahan peruntukan kawasan hutan meliputi perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan. Perubahan peruntukan hanya dapat dilakukan pada hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas melalui tukar menukar kawasan hutan yang dapat dilakukan secara parsial atau untuk wilayah provinsi yang melalui tukar menukar kawasan hutan atau pelepasan kawasan hutan. Tukar menukar kawasan hutan dilakukan untuk pembangunan diluar kegiatan kehutanan yang bersifat permanen, menghilangkan enclave atau memperbaiki batas kawasan hutan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Tetap terjaminnya luas kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai, pulau dan atau provinsi dengan sebaran yang proporsional. b. Mempertahankan daya dukung kawasan hutan tetap layak kelola. Perubahan peruntukan kawasan hutan untuk wilayah provinsi dapat dilakukan pada hutan konservasi, hutan lindung atau hutan produksi berdasarkan usulan dari bupati kepada menteri. 3. Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Perubahan fungsi kawasan hutan adalah perubahan sebagian atau seluruh fungsi hutan dalam satu atau beberapa kelompok hutan menjadi fungsi kawasan hutan yang lain. Perubahan fungsi kawasan hutan dilakukan untuk memantapkan dan mengoptimalisasikan fungsi kawasan hutan yang dapat dilakukan pada hutan dengan fungsi pokok hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Perubahan fungsi dilakukan mengingat adanya keterbatasan data dan informasi yang tersedia pada saat penunjukan kawasan hutan, dinamika pembangunan, faktor alam maupun faktor masyarakat, maka perlu dilakukan evaluasi fungsi kawasan hutan. Dalam penetapan perubahan fungsi kawasan hutan tetap mengacu pada kriteria masing-masing fungsi hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi. E. Penyelenggaraan Rehabilitasi pada Areal di Luar Izin 1. Dasar Hukum dan Acuan Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Penyelenggaraan rehabilitasi hutan berpedoman pada PP 76 tahun 2008 tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan dan Permenhut Nomor P 39/Menhut- II/2010 tentang Pola Umum, Kriteria dan Standar Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.

103 87 Pola umum rehabilitasi hutan disusun dengan maksud memberikan kerangka dasar dalam penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan yang memuat prinsip dan pendekatan serta dengan tujuan agar diperoleh landasan bersama mengenai pendekatan dasar, prinsip-prinsip pola penyelenggaraan dan mekanisme pengendalian pelaksanaan, agar diperoleh hasil dan dampak yang efektif sesuai dengan tujuan rehabilitasi hutan. Prinsip penyelenggaraan reabilitasi hutan adalah: a. Sistem penganggaran yang berkesinambungan (multi years). b. Kejelasan kewenangan. c. Andil biaya (cost sharing). d. Penerapan sistim insentif. e. Pemberdayaan masyarakat dan kapasitas kelembagaan. f. Pendekatan partisipatif. g. Transparasi dan akuntabilitas. Untuk keberhasilan penyelenggaraan rehabilitasi dilakukan pendekatan melalui aspek politik, sosial, ekonomi, ekosistem dan kelembagan dan organisasi. Tujuan rehabilitasi hutan adalah untuk memulihkan sumber daya hutan pada hutan produksi dan hutan lindung yang rusak sehingga dapat berfungsi secara optimal, mampu memberi manfaat kepada seluruh stakeholders, menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air DAS serta mendukung kelangsungan industri kehutanan. Rehabilitasi hutan dilaksanakan ketika pengelolaan hutan lestari mengalami kegagalan dalam system perlindungan hutan khususnya dalam hal mengatasi perambahan hutan, illegal loging dan alih fungsi hutan tidak terencana sehingga dapat terjadi deforestasi dan degradasi fungsi hutan. Rehabilitasi hutan merupakan bagian sistem pengelolaan hutan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai (DAS) yakni suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya yang dibatasi oleh pemisah topografi berupa punggung bukit atau gunung yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya kedanau atau laut secara alami. Pengelolaan DAS pada prinsipnya adalah pengaturan tata guna lahan atau optimalisasi penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan secara rasional serta praktek lainnya yang ramah lingkungan sehingga dapat dinilai dengan indikator kunci kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran

104 88 sungai pada titik pengeluaran DAS. Jadi salah satu karakteristik DAS adalah adanya keterkaitan biofisik antara daerah hulu dengan daerah hilir melalui daur hidrologi. Tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukan oleh menurunnya penutupan vegetasi permanen dan meluasnya lahan kritis sehingga menurunkan kemampuan DAS dalam menyimpan air yang berdampak pada meningkatnya frekuensi banjir, erosi dan penyebaran tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Sasaran rehabilitasi hutan adalah hutan produksi dan hutan lindung yang telah terdegradasi dan merupakan DAS Prioritas berdasarkan kriteria kondisi spesifik biofisik, sosial ekonomi, lahan kritis pada bagian hulu DAS dan wilayah hutan yang rentan perubahan iklim. DAS Prioritas itu terutama pada: a. Bagian hulu DAS yang rawan memberikan dampak bencana banjir, kekeringan dan tanah longsor. b. Daerah Tangkapan air (catchment area) dari waduk, bendungan dan danau. c. Daerah resapan air (recharge area) di hulu DAS. d. Daerah sempadan sungai, mata air, danau dan waduk. e. Bagian hilir DAS yang rawan bencana tsunami, intrusi air laut dan abrasi pantai. 2. Lokasi Penyelenggaraan Rehabilitasi Areal KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Rehabilitasi pada hakekatnya adalah upaya untuk menghutankan kembali kawasan hutan agar dapat berfungsi optimal sebagaimana peruntukannya. Rencana lokasi penyelenggaraan rehabilitasi, diarahkan pada areal-areal yang tutupan hutannya telah terbuka atau yang berpenutupan semak belukar sebagai akibat aktivitas perambahan masyarakat. Namun prioritas kegiatan rehabilitasi lebih diarahkan pada blok hutan dengan tutupan hutannya telah terbuka atau yang berpenutupan semak belukar sebagai akibat aktivitas perambahan masyarakat. Hal tersebut mengingat fungsi utamanya yaitu sebagai perlindungan dan pengawetan tata air dan orologi. Blok yang tutupan hutannya berupa semak belukar dan belum dirambah masyarakat dilakukan rehabilitasi lahan melalui program konvergensi RHL dengan sistem pembuatan tanaman dan pengkayaan tanaman, sedang yang telah dirambah masyarakat dalam bentuk pertanian lahan kering dan atau pertanian campur semak maka dilakukan rehabilitasi pola agroforestri.

105 89 Pelaksanaan rehabilitasi hutan pada wilayah KPH yang telah dibebani izin/ hak pemanfaatan hutan kepada pihak ketiga, pelaksanaannya dilakukan oleh pemegang izin/ hak yang bersangkutan. Sedangkan rehabilitasi hutan pada wilayah KPH yang wilayahnya tidak dibebani izin/ hak pemanfaatan hutan kepada pihak ketiga, pelaksanannya dilakukan oleh KPH. Pelaksanaan rehabilitasi terkait dengan areal diluar izin dilakukan pada areal sesuai kelas perusahaan, kegiatan kemitraan dan konservasi yang kondisi lahannya tergolong kritis sehingga perlu direhabilitasi. Hasil pengamatan lapang dan wawancara dengan masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat menginginkan pengembangan beberapa jenis komoditas baik berupa kayu-kayuan maupun komoditas MPTS (Multi Purpose Tree Spesies) pada pelaksanaan RHL. Berdasarkan pertimbangan keadaan di lapangan, masyarakat yang telah melakukan kegiatan usaha tani di dalam kawasan hutan, maka pola rehabilitasi yang diusulkan adalah pola agroforestri. Dengan demikian masyarakat tersebut tetap akan mendapatkan kebutuhan hariannya, sementara mereka juga akan membangun tegakan hutan dengan menanam tanaman jenis kayu-kayuan. 3. Kegiatan Teknis Rehabilitasi Hutan Rehabilitasi hutan diwilayah KPH diselenggarakan oleh KPH yang dilaksanakan melalui kegiatan (a) Reboisasi, (b) Pemeliharaan tanaman, (c) Pengayaan tanaman dan (d) Penerapan teknik konservasi tanah. a. Reboisasi Pelaksanaan reboisasi dimulai dengan tahap persiapan yang berupa: 1) Penyiapan kelembagaan: meliputi penyiapan organisasi pelaksana dan koordnasi dengan pihak terkait untuk penyiapn lokasi, bibit dan tenaga kerja yang akan melakukan penanaman. 2) Penyiapan sarana prasarana seperti penyiapan rancangan pembuatan tanaman, penyiapan dokumen-dokumen untuk pembuatan tanaman, penyiapan bahan dan alat, penyiapan bibit tanaman. 3) Penyiapan areal seperti pembagian blok petak, pembuatan jalan pemeriksaan, pelaksanaan penanaman. Adapun teknik penanaman dapat dilakukan melalui tiga sistem yaitu sistem cemplongan, sistem jalur dan sistem tugal (zerro tillage).

106 90 b. Pemeliharaan Tanaman Pada prinsipnya pemeliharaan tanaman dilakukan sampai dengan tanaman mencapai umur tebang. Pada umumnya pemeliharaan hanya dilakukan sampai dengan tahun kedua. Hal ini semata karena keterbatasan dana yang disediakan oleh pemerintah. Untuk itu KPH harus mampu menyediakan anggaran mulai tahun ketiga sampai dengan tanaman siap dipanen. Pemeliharaan tanaman melalui perawatan tanaman dan pengendalian hama dan penyakit dilaksanakan oleh KPH atau pemegang izin/ hak untuk kawasan hutan yang telah dibebani hak atau izin. Pelaksanaan pemeliharaan dilakukan sebagai berikut: 1) Pemeliharaan I, dilaksanakan pada tahun kedua dengan komponen pekerjaan penyiangan, pendangiran, pemberantasan hama penyakit dan penyulaman. Jumlah bibit untuk penyulaman pada pemeliharaan I sebanyak 20% dari jumlah yag ditanam semula. PemeliHaraan I dapat dilakukan apabila persentase tumbuh tanaman pada tahun I minimal 70%. 2) Pemeliharaan II, dilaksankan pada tahun ketiga, dengan komponen pekerjaan penyiangan, pendangiran dan pemberantasan hama penyakit. Pemeliharaan II dapat dilakukan apabila persentase tumbuh tanaman setelah pemliharaan I minimal 80%. 3) Pemeliharaan lanjutan, untuk jenis-jenis tanaman tertentu pemeliharaan dapat dilanjutkan sampai dengan tanaman siap dipanen. c. Pengayaan Tanaman Istilah pengkayaan tanaman ditunjukan pada hutan alam yang telah dilakukan penebangan pada pohon-pohon yang diizinkan. Pengkayaan tanaman adalah kegiatan penambahan anakan pohon pada areal hutan rawang yang memiliki tegakan berupa anakan, pancang, tiang dan pohon batang per hektar, dengan maksud untuk meningkatkan nilai tegakan hutan baik kuallitas maupun kuantitas sesuai fungsinya. Pengayaan tanaman ditujukan untuk meningkatkan produktivitas hutan, dengan pemanfaatan ruang tumbuh secara optimal melalui jumlah dan keragaman jenis tanaman. Pengayaan tanaman dilaksanakan pada hutan rawang baik dihutan produksi maupun hutan lindung. Pengayaan tanaman meliputi kegiatan persemaian, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan pengamanan.

107 91 4. Model Rehabilitasi Hutan dan Lahan a. Pola Agroforestri Pola agroforestri yang dapat dikembangkan antara lain Silvopasture dan Agrisilviculture. Sistem penanaman dapat dilakukan dengan tumpangsari maupun alley cropping. Alley cropping merupakan pola agroforestri yang sesuai untuk lahan datar sampai topografi agak miring. Dengan alley cropping tanaman pohon ditanam secara kelompok berselang-seling dengan tanaman perkebunan (seperti kopi) menurut kontur membentuk jalur-jalur tanaman. Pohon-pohon yang ditanam secara berkelompok tersebut dapat berfungsi sebagai penahan erosi yang cukup efektif disamping sebagai sumber bahan organik untuk mempertahankan dan mengembalikan kesuburan tanah. Pada jalur tanaman kayu-kayuan ditanam jenis pohon MPTS seperti durian, rambutan, nangka dll. b. Pola Pengayaan Pola pengayaan dilakukan pada kawasan hutan yang penutupan lahannya telah mengalami kerusakan secara setempat-setempat yang penutupannya semak belukar, atau pada lahan pertanian lahan kering campur semak, sehingga tidak diperlukan penanaman secara menyeluruh. Pengayaan ini mengikuti model spot/ mosaik dengan jalan menanam jenis-jenis kayu unggulan setempat dan jenis-jenis pohon penghidupan (MPTS) yang ditanam secara mengelompok maupun secara campuran. Jenis-jenis pohon unggulan setempat seperti durian, petai dan sebagainya. Penanaman dapat dilakukan secara campuran ataupun secara kelompok. c. Pola Hutan Campuran Sistem Jalur Hutan campuran sistem jalur merupakan pola yang sesuai untuk penutupan pada lahan milik dan kawasan hutan yang penutupannya semak belukar. Penanaman secara jalur dimaksudkan agar belukar yang ada tidak ditebang habis melainkan ditebang secara jalur sehingga akan terdapat jalur tanaman dan jalur konservasi secara berselang-seling. Lebar jalur tergantung dari kondisi tanah, kemiringan lereng dan jenis tanaman. Untuk menentukan berapa lebar jalur yang paling efektif perlu dilakukan penelitian dan uji coba, melalui pembangunan plot coba (demplot agroforestri).

108 92 d. Pola Hutan Tanaman Campuran/ Hutan Serbaguna. Pada pola ini beberapa jenis pohon, jenis kayu-kayuan untuk pertukangan dan jenis MPTS dapat ditanam secara bercampur disesuaikan dengan kondisi lapangan, lebar tajuk dan kebutuhan akan cahaya dari masing-masing jenis yang dipilih. Pola ini cukup baik untuk diterapkan pada penutupan semak belukar, dan atau alangalang. Kombinasi tanaman dapat dilakukan sesuai keinginan dan tujuan penekanan yang diinginkan. Perbandingan antara kayu-kayuan dan jenis MPTS dapat dipilih antara lain 70% : 30%, 60% : 40%, 50% : 50% dan seterusnya. Model kebun campuran ini adalah mengkombinasikan tanaman kayu-kayuan, MPTS, dan tanaman semusim. Beberapa pola yang dapat dikembangkan pada lahan alang-alang adalah sebagai berikut: 1) Pola Hutan Tanaman Penghasil Kayu dan Buah. Pola ini sesuai dilaksanakan pada areal alang-alang dan tanah kosong untuk meningkatkan produktivitasnya dengan menanam tanaman MPTS yang bermanfaat bagi penduduk. 2) Hutan Tanaman Kayu Pertukangan. Hutan tanaman kayu pertukangan diarahkan pada areal semak belukar, alang-alang dan tanah kosong pada kawasan hutan atau lahan milik. Jenis yang dikembangkan adalah jenis kayu yang disenangi oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kayu pertukangan. Tanaman kayu-kayuan ditanam pada jalur tersendiri dan tanaman MPTS ditanam pada jalur tersendiri pula, sehingga terbentuk sabuk-sabuk yang mengikuti kontur. 5. Civil Teknis dalam RHL Pembangunan bangunan-bangunan civil teknis dalam RHL diperlukan pada lokasi-lokasi di luar kawasan hutan yang karena kondisi fisik lahan dan aktivitas usaha tani masyarakat pada lahan tersebut berpotensi untuk terjadinya degradasi lahan. Berdasarkan kondisi areal sasaran RHL, maka dapat dipertimbangkan untuk membangun teras dan rorak pada lokasi-lokasi sasaran RHL yang saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai areal pertanian lahan kering pada lokasilokasi sasaran RHL yang mempunyai potensi menimbulkan erosi dan longsor pada desa-desa yang terletak pada hulu DAS.

109 93 F. Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi pada Areal yang Sudah Ada Hak atau Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan Gambaran mengenai areal yang diarahkan untuk rehabilitasi dan reklamasi pada wilayah yang sudah ada hak atau izin pemanfaatan dan penggunaan kawasannya diperoleh dengan melakukan tumpang susun (overlay) antara peta izin pemanfaatan kawasan pada wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dengan peta penutupan lahan. G. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam di arahkan pada kawasan hutan lindung. Lokasi yang menjadi prioritas utama perlindungan hutan dan konservasi alam, yaitu pada tutupan hutan yang masih primer yang terletak pada daerah topografi berat. Perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga dan memelihara hutan, kawasan hutan dan lingkungannya agar berfungsi secara optimal dan lestari yang dilaksanakan melalui upaya mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, serta hama dan penyakit. Kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan oleh pemerintah desa dan masyarakatnya sangat diperlukan dalam bentuk kegiatan berkelanjutan dan efektif. Bentuk perlindungan dan pengamanan yang dapat dilakukan oleh masyarakat melalui kelompok atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat berupa: 1. Perlindungan dan pengamanan sumber mata air yang terdapat di dalam wilayah hutan pada setiap desa. 2. Perlindungan terhadap lahan usaha dari gangguan serangan hama dan penyakit. 3. Perlindungan dan pengamanan hutan di desa atau dusun dari gangguan pembukaan lahan atau penebangan tanpa sepengetahuan lembaga pengelolaan hutan oleh desa. 4. Pengendalian sistem budidaya yang destruktif terhadap tutupan hutan oleh masyarakat pendatang berbentuk tata aturan budidaya agroforestri konservatif yang dapat menghindari terjadinya banjir erosi dan longsor. 5. Program pengamanan hutan oleh desa dengan pembentukan lembaga/ satuan pengamanan hutan di setiap dusun.

110 94 6. Perlindungan dan pengamanan tersebut seharusnya dijabarkan secara tertulis dalam bentuk peraturan desa dan peraturan daerah yang pembentukannya difasilitasi oleh lembaga pengelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Tahapan tahapan kegiatan perlindungan hutan dan konservasi Tahun 1 dan tahun 2 1. Mengumpulkan informasi ilmiah dan teknis tentang areal KPH, yang terkait dengan: - Wilayah perlindungan dan pengamanan sumber mata air yang terdapat di dalam wilayah hutan pada setiap desa. - Wilayah perlindungan terhadap potensi erosi, longsor dan banjir. - Wilayah perlindungan dan pengamanan hutan di desa atau dusun dari gangguan pembukaan lahan atau penebangan - Wilauyah perlindungan terhadap wilayah potensi kebakaran hutan. - Wilayah perlindungan dan pengawetan flora dan fauna yang dilindungi. - Wilayah konservasi High Conservation Value Forest (HCVF). 2. Melakukan deliniasi terhadap wilayah-wilayah perlindungan. 3. Menyusun rencana program kegiatan perlindungan. 4. Merumuskan tindakan teknis perlindungan dan konservasi yang tepat terkait wilayah. 5. Membuat peta lokasi kerawanan bencana (banjir, longsor, erosi). 6. Menginventarisasi faktor penyebab kebakaran hutan. 7. Menyiapkan regu pemadam kebakaran. 8. Membuat prosedur tetap pemadaman kebakaran hutan. 9. Mengadakan sarana pemadaman kebakaran hutan. Tahun 3 1. Meningkatkan efektifitas koordinasi kegiatan perlindungan hutan. 2. pemberdayaan masyarakat sekitar wilayah perlindungan. 3. Memantau biofisik lingkungan yang berpotensi menimbulkan bencana alam. 4. Mendorong terciptanya alternatif mata pencaharian masyarakat sekitar wilayah perlindungan. 5. Membangun bangunan civil teknis. 6. Melakukan pembinaan kesadaran dan penyuluhan kepada masyarakat. 7. Menyelenggarakan penelitian hama dan penyakit tumbuhan dan satwa

111 95 Tahun 3-10 Melaksanakan kegiatan teknis perlindungan hutan pada wilayah-wilayah yang telah disebutkan Tahun 4 1. Meningkatkan efektifitas pelaporan terjadinya gangguan keamanan hutan. 2. Mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap gangguan keamanan hutan dan/atau memberikan sanksi terhadap pelanggaran hukum. Tahun 5 Evaluasi keberhasilan perlindungan wilayah perlindungan 5 tahun pertama. Tahun 6-10 Menegakan sanksi terhadap pelaku pelanggaran hukum di wilayah perlindungan. Tahun 10 Evaluasi keberhasilan perlindungan wilayah perlindungan selama 10 tahun. Prinsip perlindungan hutan yang sekaligus merupakan pengertian perlindungan hutan adalah usaha untuk: a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, Hama serta penyakit. b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Menurut PP 6/2007 jo PP 3/2008 bahwa yang termasuk kegiatan Perlindungan hutan antara lain: a. Mencegah adanya pemanenan pohon tanpa izin. b. Mencegah atau memadamkan kebakaran hutan. c. Menyediakan sarana dan prasarana pengamanan hutan. d. Mencegah perburuan satwa liar dan atau satwa yang dlindungi. e. Mencegah penggarapan dan atau penggunaan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak syah. f. Mencegah perambahan kawasan hutan. g. Mencegah terhadap gangguan hama dan penyakit. h. Membangun unit satuan pengamanan hutan.

112 96 Perlindungan hutan diwilayah KPH diselenggarakan oleh KPH, pelaksanaan perlindungan hutan pada wilayah yang telah dibebani izin/ hak pemanfaatan hutan dilakukan oleh pemegang izin/ hak yang bersangkutan, sedangkan pada wilayah yang tidak dibebani izin/ hak pelaksanaannya dilakukan oleh KPH yang meliputi: a. Mengamankan areal kerjanya menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan termasuk tumbuhan dan satwa. b. Mencegah kerusakan hutan dari perbuatan manusia dan ternak, kebakaran hutan, hama dan penyakit serta daya daya alam. c. Mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap gangguan keamanan hutan diareal kerjanya. d. Melaporkan setiap adanya kejadian pelanggaran hukum di areal kerjanya kepada instansi kehutanan setempat. e. Menyediakan sarana dan prasarana, serta tenaga pengamanan hutan yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk mencegah, membatasi kerusakan hutan dan memperrtahankan serta mennjaga kawasan hutan dan hasil hutan, pemerintah, pemerintah daerah dan unit pengelolaan sebagai pelakana perlindungan hutan, melaksanakan kegiatan: a. Melakukan sosialisasi dan penyuluhan peraturan perundan-undangan di bidang kehutanan. b. Melakukan inventarisasi permasalahan. c. Mendorong peningkatan produktifitas masyarakat. d. Memfasilitasi terbentuknya kelembagaan masyarakat. e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan. f. Melakukan kerjasama dengan pemegang hak atau izin. g. Meningkatkan efektifitas koordinasi kegiatan perlindungan hutan. h. Mendorong terciptanya alternatif mata pencaharian masyarakat. i. Meningkatkan efektifitas pelaporan terjadinya gangguan keamanan hutan. j. Mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap gangguan keamanan hutan. k. Mengenakan sanksi terhadap pelanggaran hukum.

113 97 Rekapitulasi Rencana Kegiatan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga tahun , ada kegiatan Pembinaan Habitat Satwa, dalam artian selain ada kegiatan inventarisasi satwa liar yang dilindungi, juga ada kegiatan pembinaan habitatnya berupa perbaikan tempat hidupnya maupun penyediaan kebutuhan akan pakan/ makanannya, sehingga kelestarian jenis satwa yang dilindungi tersebut dapat dipertahankan. Selain itu kegiatan penilaian ekonomi kawasan, penting untuk mengetahui seberapa besar nilai kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga bila dilihat menurut aspek ekonomi, sehingga upaya untuk mengkonversi kawasan menjadi peruntukan lainnya dapat mempertimbangkan fungsi dan manfaat serta nilai ekonomi kawasan. Pada kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan, selain ada operasi yang bersifat represif, harus ada kegiatan tindak lanjutnya berupa pemberkasan kasus (penyidikan) oleh PPNS Kehutanan ataupun diperbantukan dari Polres maupun Polda setempat, sehingga segala bentuk kegiatan ilegal terhadap kawasan dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah masyarakat untuk melakukan tindakan tersebut. a. Perlindungan Hutan dari Kebakaran Hutan Untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh kebakaran, dilakukan kegiatan pengendalian yang meliputi Pencegahan, Pemadaman, dan Penanganan pasca kebakaran. Kepala KPH menetapkan rencana kegiatan pengendalian kebakaran hutan yang menjadi tanggungjawabnya. Dalam pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan, KPH sebagai unit Pengelolaan Hutan membentuk lembaga pengendalian kebakaran hutan yang disebut brigade pengendalan kebakaran hutan yang bertugas menyusun dan melaksanakan program pengendalian kebakaran hutan. 1. Pencegahan Pencegahan kebakaran hutan pada tingkat KPH. izin pemanfaatan hutan, izin penggunaan kawasan hutan dan hutan Hak, dilakukan kegiatan antara lain: Melakukan inventarisasi lokasi rawan kebakaran hutan. Menginventarisasi faktor penyebab kebakaran hutan. Menyiapkan regu pemadam kebakaran. Membuat prosedur tetap pemadaman kebakaran hutan.

114 98 Mengadakan sarana pemadaman kebakaran hutan. Membuat sekat bakar. 2. Pemadaman Dalam rangka pemadaman, maka setiap pemegang izin pemanfaatan hutan, pemegang izin penggunaan kawasan hutan, pemilik hutan hak dan atau kepala KPH, berkewajiban melakukan rangkaian tindakan pemadaman dengan cara: Melakukan deteksi terjadinya kebakaran hutan. Mendayagunakan seluruh sumberdaya yang ada. Membuat sekat bakar dalam rangka melokalisir api. Memobilisasi masyarakat untuk mempercepat pemadaman. Pemegang izin pemanfaatan hutan, pemegang izin penggunaan kawasan hutan, pemilik hutan hak dan atau kepala KPH melakukan: Koordinasi dengan instansi terkait dan tokoh masyarakat dalam rangka mempercepat pemadaman, evaluasi, litigasi dan mencegah bencana. Pelaporan kepada Gubernur (Dinas Kehutanan Provinsi) tentang kebakaran hutan yang terjadi dan tindakan pemadaman yang dilakukan. 3. Penanganan Pasca Kebakaran Penanganan pasca kebakaran hutan dilakukan upaya kegiatan meliputi identifikasi dan evaluasi, rehabilitasi, penegakan hukum. Kepala KPH, pemegang izin pemanfaatan, pemegang izin penggunaan kawasan hutan melakukan kegiatan identifikasi dan evaluasi yang berupa: Pengumpulan data dan informasi terjadinya kebakaran hutan. Pengukuran dan sketsa lokasi kebakaran. Analisis tingkat kerusakan dan rekomendasi. b. Perlindungan Hutan atas Hasil Hutan KPH sebagai unit pengelola berkewajiban dalam melindungi hasil hutan dari kegiatan illegal logging dan illegal trade. Perlindungan hasil hutan dilaksanakan untuk menghindari pemanfaatan hutan secara berlebihan dan atau tidak syah dan dilaksanakan melalui kegiatan pembinaan, pengawasan dan penertiban. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan hanya dapat dilakukan apabila telah memiliki izin dari pejabat yang berwewenang. Kegiatan pemanfaatan hutan yang tergolong tidak memiliki izin adalah:

115 99 Pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan di luar areal yang diberi izin. Pemegang izin melakukan pemanfaatan melebihi target volume yang diizinkan. Pemegang izin melakukan penangkapan/ pengumpulan flora fauna melebihi target/ quota yang telah ditetapkan. Pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan dalam radius dari lokasi tertentu yang dilarang undang undang. c. Perlindungan Hutan dari Kebakaran. Kepala KPH dapat menetapkan lokasi perlindungan hutan dalam hutan produksi dan hutan lindung untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan. Sebaliknya juga Kepala KPH mempunyai kewenangan untuk menutup lokasi penggembalaan ternak untuk kepentingan konservasi dan rehabilitasi hutan, tanah dan air. d. Perlindungan Hutan dari Daya Alam Usaha-usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh daya alam yang berupa gunung meletus, tanah longsor, gempa, badai, banjir dan kekeringan dilaksanakan kegiatan: Memantau biofisik lingkungan yang berpotensi menimbulkan bencana alam. Membuat peta lokasi kerawanan bencana. Membangun bangunan civil teknis. Melakukan pembinaan kesadaran dan penyuluhan kepada masyarakat. Menjaga kelestarian nilai dan fungsi hutan serta lingkungan. Menjaga mutu, nilai serta kegunaan hasil hutan. e. Perlindungan Hutan dari Hama dan Penyakit Untuk mencegah dan membatasi kerusakan yang disebabkan oleh hama dan penyakit, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah: Menyelenggarakan penelitian hama dan penyakit tumbuhan dan satwa. Mengendalikan hama dan penyakit dengan metoda biologis, mekanis, kimiawi dan atau terpadu. Hasil penelitian disampaikan kepada KPH untuk dilaksanakan. f. Polisi Kehutanan Polisi Kehutanan memiliki wewenang memiliki tugas di wilayah hukumnya yang meliputi:

116 100 Mengadakan patroli/ perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya. Memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan Hasil hutan didalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya. Menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. Dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwewenang. Membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. H. Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi antar Pemegang Izin KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga berperan sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di tingkat tapak harus menjamin bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara lestari sesuai fungsinya. Keberadaan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga sebagai institusi negara menyelenggarakan kewenangan tertentu pemerintah, pemerintah provinsi sesuai mandat undang-undang yaitu hutan dikuasai negara dan harus dikelola secara lestari. Sesuai dengan pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.6/Menhut-II/2010 yang mengatur mengenai norma, standar, prosedur dan kriteria pengelolaan hutan pada KPHL dan KPHP, dijelaskan bahwa fungsi kerja KPH dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan secara operasional diantaranya melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh pemegang izin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, termasuk dalam bidang rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan. Berdasarkan hal-hal tersebut, koordinasi dan sinkronisasi antara pemegang izin dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan hutan di wilayah kelola KPHL XXV Tapanuli Tengah

117 101 Sibolga sebagaimana termuat dalam Rencana Pengelolaan Hutan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Untuk itu koordinasi dan sinkronisasi pemegang izin pemanfaatan hutan dan kawasan hutan di wilayah kelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dilaksanakan menurut arahan kerangka kerja sebagai berikut: 1. Evaluasi dan sinkronisasi Rencana Kerja Usaha (RKU) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) pemegang izin, mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang dan Rencana Pengelolaan Jangka Pendek KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 2. Pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pemegang izin mengacu pada RKU, dan RKT pemegang izin yang bersangkutan. 3. Jenis perizinan dan ruang lingkup kegiatan yang menjadi kewenangan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga atas pemegang izin sebagai bahan evaluasi perencanaan, sinkronisasi, pembinaan dan evaluasi. Berdasarkan hasil analisa peraturan perundang-undangan, lingkup perencanaan pemegang izin yang dapat dijadikan bahan evaluasi dan penilaian kinerja pemegang izin meliputi pokok-pokok materi sebagai berikut: 1. Penyusunan rencana karya/kerja. 2. Penataan batas areal kerja. 3. Pelaksanaan sistem silvikultur. 4. Penggunaan peralatan pemanfaatan hasil hutan. 5. Penatausahaan hasil hutan. 6. Pengukuran atau pengujian hasil hutan. 7. Perlindungan hutan. 8. Penggunaan tenaga profesional. 9. Pemberdayaan masyarakat. 10. Kondisi finansial termasuk iuran kehutanan. I. Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakeholders Terkait Dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan seringkali dijumpai hambatan atau kendala non teknis, dalam arti kendala dari stakeholders lain yang sudah barang tentu mereka juga sudah menetapkan rencana, tujuan dan kegiatan yang sama sehingga terjadi tarik menarik kepentingan. Oleh

118 102 karena itu perlu dilakukan koordinasi yang mantap dengan para stakeholders sehingga program dan kegiatannya bersinergi. Efektifitas koordinasi dan sinkronisasi program kegiatan diwadahi dengan keberadaan lembaga/ forum DAS yang terdiri dari berbagai stakeholders. Anggota forum ini terdiri dari unsur Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, BAPPEDA, Dinas Kehutanan Kabupaten, BBKSDA, BP DAS, BPKH Wilayah I, akademisi (Fakultas Kehutanan dan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara), LSM, Badan Pemberdayaan Masyarakat. J. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM Untuk mencapai visi misi KPH harus didukung dengan kuantitas dan mutu SDM serta kompetensi yang dibutuhkan. Berdasarkan Permendagri Nomor 61 tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Keja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi. 1. Persyaratan Jabatan Kebutuhan tenaga untuk jabatan struktural berdasarkan formasi pada struktur organisasi yang berlaku namun untuk jabatan fungsional seperti tenaga Polhut (Jagawana), PEH dan tenaga teknis kehutanan lainnya, kebutuhannya didasarkan pada luasan hutan yang dikelola dan kemampuan tenaga yang bersangkutan. Analisis kebutuhan tenaga teknisi lapangan termasuk Jagawana didasarkan pada pertimbangan bahwa setiap staf tenaga teknis pada tingkat seksi kemampuan mengurus hutan adalah Ha/orang, sedangkan pada tingkat lapangan (Jagawana) adalah Ha/orang (rasio Ditjen PHKA 2013). Luas areal unit KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga ,83 Ha. 2. Kompetensi SDM Pengelola KPH Operasionalisasi organisasi KPH harus dilakukan oleh tenaga profesional bidang kehutanan, pebisnis profesional sesuai dengan bidangnya. Tenaga profesional di bidang kehutanan dan pebisnis dapat berasal dari sarjana kehutanan (S.Hut), diploma 3 kehutanan, dan tenaga teknis menengah yang meliputi lulusan sekolah kehutanan menengah atas (SMK Kehutanan), serta tenaga-tenaga hasil pendidikan dan latihan kehutanan antara lain penguji kayu (grader), perisalah hutan (cruiser) dan pengukur (scaler). Sedangkan pebisnis dapat berasal dari praktisi dan kalangan profesional.

119 103 Tenaga teknis bidang kehutanan sudah diatur dalam Permenhut 42/2011 tentang standar kompetensi bidang teknis kehutanan pada KPHP dan KPHL. Di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga terdapat jabatan strukural terdiri dari kepala KPH, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Penataan, Pemanfaatan Penggunaan Kawasan Hutan, Kepala Seksi Rehabilitasi Lahan dan Perlindungan Kawasan Hutan, Kepala Resor/ Kepala Unit Bisnis dan jabatan fungsional antara lain jabatan fungsional perencanaan, pemanfaatan dan pengggunaan kawasan hutan, pemantauan manfaat dan guna kawasan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, pemantauan RRL, perlindungan hutan dan konservasi alam, pemberdayaan masyarakat. Namun demikian secara administrasi pegawai KPH harus memenuhi syarat administrasi meliputi pangkat, golongan/ ruang, hasil penilaian kinerja,dan tingkat pendidikan formal atau dengan kata lain pegawai KPH harus memiliki sertifikasi kompetensi jabatan struktural atau fungsional yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi di bidang kehutanan atau pengakuan oleh menteri. Sedangkan pebisnis profesional disiapkan untuk melaksanakan kegiatan bisnis hutan tanaman pinus, rotan, lebah madu, getah pinus, dan lain-lain dengan standar kompetensi tertentu. 3. Penataan dan Pengembangan Personil Penataan dan pengembangan personil KPH dilakukan berdasarkan analisis jabatan dan sesuai dengan perkembangan kegiatan. Kekosongan job struktural, job fungsional dan pelaku bisnis akan diisi sesuai kebutuan dan kemampuan organisasi. Pengadaan personil dapat berasal dari: 1. Permintaan personil yang ada di lingkup Provinsi. 2. Tenaga Kontrak teknis kehutanan menengah (SMKK) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 3. Tenaga Kontrak Basarhut dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 4. Tenaga Profesional. K. Penyediaan Pendanaan Berdasarkan Pasal 10 PP No. 6 tahun 2007, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah kabupaten/ kota sesuai kewenangannya bertanggungjawab terhadap pembangunan KPH dan infrastrukturnya. Dana untuk pemmbangunan KPH berasal

120 104 dari APBD dan sumber lain yang syah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perencanaan pembiayaan harus dilakukan secara terpadu antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota untuk efisiensi dan menghindari pengadaan suatu sarpras tumpang tindih. Pembiayaan dengan sumber dana APBN, selain digunakan untuk pembangunan sarana prasarana juga dimungkinkan untuk membiayai kegiatan pengelolaan hutan. Menggunakan KPH sebagai bagian penguatan sistem pengurusan hutan dengan mewujudkan integrasi program atau konvergensi program kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/ kota (rehabilitasi, inventarisasi, pemberdayaan masyarakat), sehingga diperoleh sinergisitas kegiatan pembangunan kehutanan. Dengan banyaknya aktivitas kegiatan kehutanan di lokasi KPH, maka secara otomatis akan menarik para rimbawan muda untuk bekerja di lapangan. Pembiayaan pelaksanaan program dan kegiatan yang diusulkan diharapkan tersedia sesuai kebutuhan baik jumlahnya maupun waktu pelaksanaan kegiatan, akan tetapi Hal ini selalu menjadi masalah, karena sumber sumber pendanaan pembangunan tidak pernah mencukupi dan selalu terbatas. Selama jangka waktu pengelolaan sumber pendanaan pembangunan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga diharapkan berasal dari APBN (Konvergensi kegiatan, Dekonsentrasi), DAK bidang kehutanan, DAU (pendamping DAK), APBD murni. Penggalian sumber pembiayaan dari sumber lain yang syah dan tidak mengikat sangat dimungkinkan, dengan menyampaikan program peluang investasi yang telah disusun sesuai dengan rencana pengelolaan jangka panjang kepada lembaga donor. Cukup banyak lembaga donor yang bersedia membantu pembangunan KPH karena diyakni dengan adanya KPH akan memberikan dampak positif dalam pengelolaan hutan lestari. Organisasi KPH harus pandai membuat jejaring dengan berbagai intitusi untuk mempromosikan atau menjual potensi yang dimilikinya. L. Penyediaan Sarana dan Prasarana Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, KPH memerlukan sarana prasarana guna menunjang kegiatan KPH. Berdasarkan Permenhut No. 41 tahun 2011 Pasal 3 dan PP 45 Pasal 10 bahwa sarana prasarana KPH terdiri dari:

121 105 Bangunan kantor. Kendaraan operasional yang meliputi kendaraan roda empat, kendaraan roda dua dan/atau kendaraan perairan. Peralatan kantor yang meliputi meja dan kursi kerja, lemari kantor dan peralatan elektronik kantor. Peralatan operasional meliputi alat komuknikasi dan perangkat lunak komputer. Perangkat keras komputer dan peralatan survei. Sarana pendukung kegiatan pengelolaan hutan misalnya pembuatan pal batas blok atau petak. Pembuatan jalan pendukung pengelolaan hutan. Perangkat yang berhubungan dengan penglolaan hutan antara lain pal batas hutan, pos jaga, papan informasi, menara pengawas, sarana komunikasi dan sarana transportasi. Sarana perlindungan hutan dapat berupa alat pemadam kebakaran hutan baik perangkat lunak maupun perangkat keras, alat komunikasi, perlengkapan satuan pengaman hutan, tanda batas kawasan hutan plang/ tanda tanda larangan. Prasarana perlindungan hutan dapat berupa asrama satuan pengaman hutan, rumah jaga, jalan jalan pemeriksaan, menara pengawas dan parit batas. M. Pengembangan Data Base Berdasarkan Pasal 14, Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan, Sistem Informasi Kehutanan disusun secara berjenjang yang meliputi nasional, provinsi, kabupaten/ kota dan unit pengelolaan atau KPH. Pengembangan data base KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga merupakan bagian integral dari pengembangan sistem informasi kehutanan melalui sinkronisasi dan integras data kabupaten/ kota dan provinsi. 1. Pengelolaan Data Base KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Strategi pengembangan data base KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga adalah mengembangkan sistem informasi wilayah kelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga yang cepat, akurat dan integratif dan didukung oleh perangkat sistem

122 106 informasi dan data base berbasis web yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh stakeholders. Dengan demikian, data base KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga akan menjadi pusat informasi mengenai kekayaan sumberdaya hutan yang ada dalam wilayah kelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Dalam penyelenggaraannya, pengelolaan data base KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga diarahkan menurut peruntukan sebagai berikut: a. Date base untuk mendukung sistem informasi kehutanan secara berjenjang sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun b. Date base dengan peruntukan penyelenggaran pengelolaan hutan di tingkat tapak sesuai tugas dan fungsi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Jenis data dan informasi wilayah kelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga untuk mendukung system informasi kehutanan secara berjenjang dan terintegrasi meliputi jenis data sebagaimana disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Pengembangan data base KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dalam mendukung sistem informasi kehutanan di tingkat KPH No Jenis Data Uraian Jenis Data 1. Kawasan dan Potensi Hutan 1. Luas dan letak wilayah kelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga 2. Potensi Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu 3. Luas areal tertutup dan tidak tertutup hutan 4. Luas dan letak areal penggunaan kawasan hutan dan pemanfaatan hutan 5. Jenis flora dan fauna 6. Gangguan kemanan hutan 7. Lokasi dan luas areal kebakaran hutan 2. Rehabilitasi Lahan Kritis 3. Pemberdayaan Masyarakat 8. Perlindungan hutan 1. Lokasi dan luas lahan kritis berdasarkan DAS 2. Laju deforestasi dan degradasi 3. Hasil rehabilitasi hutan dan lahan 4. Luas dan kegiatan reklamasi hutan 5. Pengembangan kegiatan perbenihan 1. Lokasi dan luas hutan desa 2. Jumlah, letak dan luas areal HTR, HKm. 3. Pengembangan PHBM dan Jasa Lingkungan 4. Pengelolaan ekonomi dan peningkatan usaha masyarakat disekitar hutan. 4. Tata Kelola Kehutanan 1. Jumlah Personil (PNS dan Non Pns) 2. Alokasi Dan Realisasi Anggaran 3. Sarana Dan Prasarana Pegelolaan Hutan 4. Pelaksanaan dan Pelaporan Audit Kinerja 5. Penyuluhan Kehutanan 6. Hasil Hasil Penelitian

123 Arahan dan Pencapaian Pengembangan Data Base KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Tujuan umum pengembangan sistem data base dan informasi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga adalah: a. Untuk menyediakan data dan informasi yang dapat diakses dengan mudah oleh para stakeholders untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan kehutanan. b. Sebagai materi promosi investasi dengan menyediakan data potensi wilayah kelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga serta peluang investasi. c. Untuk menyediakan data dan informasi dalam rangka penelitian dan pengembangan wilayah kelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Pengembangan data base KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga untuk mendukung pengelolaan hutan di tingkat tapak disajikan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Pengembangan data base KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga untuk mendukung pengelolaan hutan di tingkat tapak No. Jenis Data Uraian Jenis Data 1. Kegiatan Pengelolaan Hutan 1. Informasi dan Data Spasial Tata Hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan. 2. Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) 3. Informasi Neraca Sumber Daya Hutan (INSDH) 4. Realisasi dan kemajuan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 5. Realisasi dan kemajuan Rencana Pengelolaan Hutan 2. Pencatatan kegiatan fisik pengelolaan sumber daya hutan 3. Pencatatan pembiayaan pengelolaan sumber daya hutan 4. Laporan pelaksanaan pengelolaan sumber daya hutan Jangka Pendek Fungsi ini mengakomodasi pencatatan proses, prosedur dan pelaksanaan pengelolaan hutan baik yang dilaksanakan sendiri KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga atau pun pemegang izin, meliputi seluruh tindakan silvikultur pengelolaan hutan dan tindakan lainya menurut kaidah dan atau tujuan pengelolaan hutan lestari Fungsi ini melakukan pencatatan sumber-sumber pembiayaan dan realisasi, proses perhitungan biaya pengelolaan sumber daya hutan, penerimaan dan pengeluaran pada seluruh pemanfaatan hutan/ penggunaan hutan Fungsi ini menghasilkan laporan kegiatan fisik dan laporan keuangan dari proses pengelolaan sumber daya hutan yang menjamin akuntabilitas pengelolaan hutan dan keuangan.

124 108 Pencapaian pengembangan data base dalam rencana pengelolaan hutan selama 10 tahun KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga diselenggarakan melalui kegiatan kegiatan yang disajikan pada Tabel Pencapaian pengembangan data base KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga pada aspek sistem data dan informasi akan dikembangkan sampai pada tingkat informasi dan data setiap pohon meliputi jenis, spesies, tempat tumbuh dan perkembangan pertumbuhannya, serta mutasi dan neraca sumberdaya hutan. N. Rasionalisasi Wilayah Kelola Permasalahan pada wilayah kelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dapat dikatakan belum ada karena lembaga ini baru akan beroperasi setelah ada alokasi dan mobilisasi suber daya misalnya alokasi sumberdaya pendanaan, sumberdaya manusia, mobilisasi sarana dan prasarana serta adanya regulasi yang mengatur tentang administrasi dan kegiatan KPH. Strategi yang ditempuh adalah pro aktif dalam melakukan koordinasi penjemputan program dan alokasi sumberdaya tersebut. Sehinga pemerintah pusat dan provinsi memahami peran dan fungsi serta kebutuhan KPH yang mendesak. Namun demikian tantangannya adalah bahwa masih kurangnya pemahaman tentang peran strategis dan pentingnya KPH terhadap pembangunan daerah dan nasional. Disisi lain keterbatasan dana menjadi kendala yang harus dicarikan solusinya. O. Review Rencana Pengelolaan (Minimal 5 Tahun Sekali) Sesuai dengan ketentuan, maka kegiatan ini dilakukan minimal 5 (lima) tahun sekali dalam rangka penyusunan rencana pengelolaan dan perolehan data terkini. Kegiatan ini dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh data update dan akurat pada masing-masing unit pengelolaan, blok dan petak. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah kegiatan dilaksanakan sesuai arah kebijakan pengelolaan yang telah ditetapkan dan perkembangan yang dicapai. Kegiatan review rencana pengelolaan ini diarahkan untuk mengevaluasi: 1. Bagaimana tingkat keberhasilan kelas perusahaan hutan pinus dalam mendukung kemandirian KPH, meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

125 109 mendukung upaya pelestarian hutan dan menciptakan iklim investasi yang kondusif. 2. Mengevaluasi keberhasilan kelas perusahaan HHBK seperti rotan, lebah madu. 3. Mengevaluasi keberhasilan kegiatan usaha jasa lingkungan dalam mendukung pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kemandirian KPH. 4. Mengevaluasi rencana pengelolaan pemanfaatan kawasan, HHBK, jasa lingkungan dan carbon trade pada blok pemanfaatan hutan lindung. 5. Mengevaluasi rencana pengelolaan pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam restorasi ekosistem, carbon trade pada blok pemanfaatan HHK hutan produksi. 6. Mengevaluasi terwujudnya pemberdayaan masyarakat melaui skim HTR terhadap areal yang sudanh dicadangkan. 7. Mengevaluasi terwujudnya fasilitasi pemberdayaan masyarakat melalui skema HTR dan HKm atau HD pada areal blok pemberdayaan hutan produksi. 8. Mengevaluasi prospek penjualan karbon (carbon trade). 9. Mengevaluasi pelaksanaan PPK BLUD dengan core business hutan pinus dan rotan. 10. Mengevaluasi, aktivitas pembinaan dan kemitraan KPHL XXV Tapanuli Tengah- Sibolga dengan pemegang ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. 11. Mengevaluasi efektivitas dan keberhasilan perlindungan dan pengamanan hutan dalam wilayah kelola KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga yang telah dilakukan selama 5 tahun. P. Pengembangan Investasi Pengembangan investasi diarahkan kepada para pemegang izin skala besar maupun skala kecil seperti, IUPHHK-HTR. Disamping peserta HKm, Hutan Desa, pelaku ekonomi lainnya terutama pelaku ekonomi berbasis kehutanan skala kecil, dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Masalah a. Indikasi masih adanya praktek illegal dalam pemanfaatan hasil hutan. b. Peluang dan prospek investasi pada kawasan KPH belum diketahui luas oleh calon investor.

126 110 c. Kebijakan investasi bidang usaha pemanfaatan hasil hutan dan penggunaan kawasan tertentu kurang menarik minat investor karena prosedur perijinan yang berbelit-belit dan biaya tinggi, lemahnya insentif dan rendah kepastian hukum. 2. Sasaran a. Peningkatan investasi sektor usaha kehutanan yang dikelola secara menguntungkan, lestari dan berkelanjutan. b. Menyerap investasi baik internal maupun eksternal (pihak ketiga) guna pengembangan dan pengelolaan hutan pada wilayah tertentu. 3. Prioritas Arah Kebijakan a. Mengurangi biaya transaksi dan praktek ekonomi biaya tinggi baik untuk tahap memulai maupun operasinal bisnis. b. Menata aturan main yang jelas dan pemangkasan birokrasi dengan prinsip transparansi dan tata pemerintahan yang baik. 4. Kegiatan Pokok yang akan dilaksanan a. Peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi meliputi: Penyerderhanaan prosedur pelayanan penanaman modal. Pemberian insentive yang menarik. Konsolidasi perencanaan peluang investasi. Pengembangan sistem informasi peluang investasi pada KPH. Pengkajian regulasi bidang investasi sektor kehutanan. Melakukan kontrak kerjasama investasi pengelolaan hutan pada wilayah tertentu. b. Peningkatan promosi dan kerjasama investasi meliputi: Penyediaan saran dan prasana daerah terkait investasi di sektor usaha kehutanan. Fasilitasi terwujudnya kerjasama antara usaha besar dan UKM. Promosi peluang dan prospek investasi pada kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga Mendorong dan menfasilitasi peningkatan koordinasi dan kerjasama di bidang investasi sektor usaha kehutanan dengan instansi terkait dan dunia usaha.

127 111 Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap wilayah kelola KPHL Unit XXIII Tapanuli Selatan-Padang Lawas Utara, maka dapat diketahui beberapa arahan pemanfaatan sesuai dengan rencana kegiatan di KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga Utara untuk 10 (sepuluh) tahun ke depan. Arahan pemanfaatan ini bisa dijadikan acuan sesuai dengan hasil analisis peta. Namun, kemungkinan dapat berubah karena harus dilihat kondisi sebenarnya di lapangan. Perbedaan arahan pemanfaatan dengan kondisi lapangan dapat diganti menjadi solusi yang mendekati arahan pemanfaatan awal namun tetap berkoordinasi dengan masyarakat sekitar terutama yang telah memanfaatkan lahan di wilayah kelola KPHL XXV Tapanuli Tengah- Sibolga terlebih dahulu. Rencana kegiatan dijabarkan secara umum untuk jangka waktu pengelolaan 10 (sepuluh) tahun, namun penjabaran mendetail akan dilakukan tiap tahunnya yang dapat dilihat pada RPH jangka pendek. Rencana Pengelolaan Hutan ini dijadikan sebagai pedoman selama 10 Tahun dengan tingkat prioritas program/ kegiatan mengikuti kondisi di lapangan. Program yang disusun didalam Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang ini sesuai dengan visi dan misi KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga. Penjabarannya dapat dilihat pada tabel logical framework (kerangka logis), yang disusun berdasarkan visi, misi, kegiatan strategis, rencana kegiatan, stakeholders mitra, sumber dana dan jangka waktu pengyelesaian kegiatan yang memungkinkan dalam memfasilitasi kegiatan-kegiatan tersebut. Selain adanya tabel logical framework ada juga tabel tata waktu pelaksanaan rencana kegiatan di KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga. Logical framework KPHL XXV Tapanuli Tengah- Sibolga dapat dilihat pada Tabel 5.4. Sedangkan tata waktu rencana kegiatan yang akan dilaksanakan selama 10 (sepuluh) tahun juga dapat dilihat pada Tabel 5.5.

128 112 Tabel Logical framework dari visi dan misi KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga Misi KPH Indikator Capaian Rencana Kegiatan 1. Mengelola hutan secara lestari (sustainable forest management) berdasarkan karakteristik wilayah dan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS). a. Adanya cetak biru (blue print) pengelolaan hutan lestari di KPHL XXV Tapanuli Tengah- Sibolga b. Terlaksananya rehabilitasi lahan kritis atau lahan terdegradasi di kawasan hutan Mengumpulkan data dan aturan, kebijakan, perundangan terkait pengelolaan hutan secara lestari di wilayah KPH Menyusun pedoman pengelolaan hutan secara lestari di tingkat tapak Konsultasi publik dan sosiasisasi Penerapan sustainable forest management dari lingkup kecil sampai besar. Evaluasi penerapan sustainable forest management Mengidentifikasi area yang prioritas untuk direhabilitasi pada lahan kritis atau terdegradasi dan menyiapkan strategi untuk pelaksanaannya Mensosialisasikan area yang menjadi target rehabilitasi kepada masyarakat lokal dan pihak terkait lainnya Membuat target reklamasi dan rehabilitasi lahan kritis/ terbuka atau lahan terdegradasi (2000 ha) dengan pendekatan progresif misalnya 150 ha dalam 3 tahun, 350 ha dalam 5 tahun atau 750 ha dalam 8 tahun Perencanaan RHL Rehabilitasi hutan rusak dan lahan kritis Melakukan pengkayaan penanaman pohon hingga 75% dari areal jalur hijau bagi 50% dari jumlah mata air yang ada di KPHL Sosialisasi dan pembekalan kepada masyarakat tentang sistem tanam konservasi berbasis pengelolaan vegetasi (cover crop, barisan tanam Stakeholders Mitra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Kabupaten dan Provinsi, NGO, BPKH, BPDAS, BP2HP BPDAS, BP2HP, Dinas Kehutanan Kabupaten dan Provinsi, NGO, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumber Pendanaan (Indikiatif) APBN, APBD APBN, APBD APBN, APBD APBN, APBD APBN, APBD APBN, NGO APBN APBN APBN NGO, Swasta NGO, Swasta NGO, Swasta, Tahun Penyelesaian Tahun ke-2 Tahun ke-2, 3 Tahun ke-2 Tahun ke-2-9 Tahun ke-6, 10 Tahun ke-3 Tahun ke-3 Tahun ke-3 Tahun ke-3, 4, 5 Tahun ke-3, 4, 5 Tahun ke-3, 4, 5 Tahun ke-4

129 113 Misi KPH Indikator Capaian Rencana Kegiatan 2. Memantapkan penataan kawasan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan. a. Adanya peta batas wilayah kelola KPH termasuk izin-izin pengelolaan yang ada di dalamnya b. Adanya perubahan penataan kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga sesuai sejajar kontur, pemulsaan) Intensifikasi penerapan teknik konservasi tanah dan air secara sipil teknis Sosialisasi teknologi/ sistem agroforestry yang memberikan hasil maksimum, namun sekaligus berfungsi perlindungan (proteksi) terhadap degradasi lahan dan lingkungan Inventarisasi biofisik SDH (potensi kayu, non kayu, satwa, jasa lingkungan, air dan potensi lainnya) Inventarisasi sosial budaya masyarakat Identifikasi wilayah tertentu Penataan areal kerja KPH Identifikasi potensi konflik di areal KPH Identifikasi pola ketertarikan hubungan masyarakat dengan hutan Identifikasi kearifan lokal yang berkaitan dengan pengelolaan hutan Sosialisasi tata batas kawasan KPH Pemeliharaan dan penanaman jalur batas Orientasi dan rekonstruksi batas Konsultasi publik dan sosialisasi Penataan blok dan petak Inventarisasi hutan secara berkala untuk dinilai dan dilaporkan bagaimana kawasan hutan, kondisi hutan dan produktivitas dan membandingkan dengan citra penginderaan jauh Stakeholders Mitra Dinas Kehutanan Kabupaten, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BPKH Wilayah I Medan, BP2HP Medan, NGO BPKH Medan, Dinas Kehutanan Kabupaten Dinas Kehutanan Provinsi, Kabupaten dan Lembaga Nasional Sumber Pendanaan (Indikiatif) APBN NGO, Swasta, APBN APBN, NGO APBN, NGO APBN APBN, NGO NGO NGO APBN APBN, NGO APBN APBN APBN Tahun Penyelesaian Tahun ke-6 Tahun ke-7 Tahun ke-2 Tahun ke-2 Tahun ke-2 Tahun ke-2, 3, 4, 5 Tahun ke-2 Tahun ke-2, 3 Tahun ke-2, 3 Tahun ke-2, 3 Tahun ke-4 Tahun ke-3, 4, 5, 6 Tahun ke-3, 4, 5, 6 Tahun ke-3, 4, 5, 6 APBN, NGO Tahun ke-5, 10

130 114 Misi KPH Indikator Capaian Rencana Kegiatan 3. Mengembangkan organisasi dan sumberdaya manusia KPH yang profesional serta memberdayakan masyarakat desa hutan melalui pengembangan lembaga perekonomian koperasi. dengan analisis dan penilaian tata hutan dan kondisi lapangan c. Tersusunnya dokumen rencana pengelolaan hutan baik jangka panjang maupun jangka pendek yang selalu up to date sesuai trend yang berkembang a. Adanya kejelasan tata hubungan kerja antara KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga dengan Dinas Kehutanan Kabupaten, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kementerian LH dan Kehutanan, serta stakeholders terkait b. Terwujudnya koordinasi dengan Review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali) Penyusunan RPHJ Pendek Sosialisasi/ ekspose RPHJ Pendek Membangun batasan yang jelas mengenai tata hubungan kerja antara KPH, Dishut Kabupaten, Dishut Provinsi dan Pusat Mengkonfirmasikan aturan kelembagaan untuk aturan mengenai pendapatan (seperti biaya perizinan) dan alokasi anggaran Membentuk kelembagaan kolaboratif yang melibatkan para pihak Membangun kolaborasi pengelolaan blok pemanfaatan dan blok pemberdayaan antar pihak Membangun dan memperkuat media komunikasi pertemuan reguler para pihak Sosialisasi peraturan perundangan berkaitan dengan pengelolaan hutan Sosialisasi kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah- Sibolga Sosialisasi potensi konflik di areal KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga Membentuk forum komunikasi antar pemegang izin Pemeliharaan bersama batas persekutuan antar Stakeholders Mitra pemetaan sumber daya hutan Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, NGO Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten Masyarakat, Dinas Kehutanan Kabupaten dan Provinsi Masyarakat Desa, Dinas Kehutanan Kabupaten Sumber Pendanaan (Indikiatif) APBN, NGO APBN, NGO APBN, NGO APBN, APBD APBN, APBD NGO, APBN NGO, APBN NGO, APBN APBD APBN, APBD, NGO APBN Tahun Penyelesaian Tahun ke-2, 7 Tahun ke-2, 9 Tahun ke-2-9 Tahun ke-2 Tahun ke-4 Tahun ke-3 Tahun ke-3 Tahun ke-3 Tahun ke-1, 2, 3 Tahun ke-1, 2, 3 Tahun ke-2 Pemegang Izin, Pemegang Tahun ke-2 Masyarakat desa, izin/ Swasta Tahun ke-3

131 115 Misi KPH Indikator Capaian Rencana Kegiatan pemegang izin melalui forum maupun kegiatan lainnya c. Tersedianya kelompok tenaga fungsional untuk mendorong terbentuknya badan layanan umum daerah (BLUD) serta tersedianya fasilitas kantor dan resort/ pos di lapangan dengan sarana transportasi yang optimal d. KPH dikepalai oleh seorang profesional dan memiliki pengalaman yang relevan pemegang izin Koordinasi pelaksanaan CSR pemegang izin Koordinasi pengembangan investasi Peningkatan jenjang pendidikan staf KPH Pemetaan kompetensi Pendidikan dan pelatihan SDM Pengelola KPH Pertukaran kunjungan staf pengelola Studi banding Magang pegawai Pembangunan kantor resort lapangan berdasarkan fungsi kawasan hutan, pondok kerja, pondok jaga dan pos jaga Pembangunan rumah jabatan dan mess lapangan Pengadaan kendaraan roda 4 dan 2 Pemeliharaan, perbaikan dan rehabilitasi sarana dan prasarana Peningkatan peralatan kantor Peningkatan perlengkapan kerja personil Pengadaan peralatan komunikasi lapangan Menunjuk kepala sesuai dengan kualifikasi dan profesional serta berpengalaman untuk mengelola KPHL dan menyadari Visi dan Misi KPH Peningkatan jenjang pendidikan Stakeholders Mitra Dinas Kehutanan Provinsi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi, NGO Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, NGO, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten Dinas Kehutanan Kabupaten dan Provinsi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, NGO Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi dan Sumber Pendanaan (Indikiatif) izin/ Swasta APBN, APBD APBN, APBD APBN, APBD APBN APBN, NGO APBN, NGO APBD, APBN APBD, APBN APBN,APBD APBD,APBN APBN, NGO APBN, APBD APBN, APBD APBN APBN, APBD Tahun Penyelesaian Tahun ke-2, 3, 4, 5, 6 Tahun ke-7, 8, 9, 10 Tahun ke-4, 5, 6, 7, 8 Tahun ke-5, 6 Tahun ke-3, 4, 5 Tahun ke-4 Tahun ke-2, 3, 4 Tahun ke- 4, 5, 6 Tahun ke-4 Tahun ke-6 Tahun ke-1, 2, 3 Tahun ke-3, 6, 9 Tahun ke-2, 3, 4 Tahun ke-2, 3, 4, 5 Tahun ke-2, 4 Tahun ke-1 Tahun ke-3, 4, 8, 9

132 116 Misi KPH Indikator Capaian Rencana Kegiatan e. KPH memiliki setidaknya 20 staf untuk mengelola semua wilayah KPH f. Terbangunnya sistem komunikasi yang efektif Membangun KPH dengan personil (staf) yang terlatih meliputi keterampilan dan kapasitas untuk berbagai peran dan tanggung jawab Usulan formasi penambahan SDM dan Rekruitmen petugas lapangan Pelatihan staf database Penyiapan perangkat database Penyusunan dan pengelolaan sistem database Membangun manajemen sistem pusat informasi Stakeholders Mitra Kabupaten Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, NGO Sumber Pendanaan (Indikiatif) APBN (Bakti Rimbawan) APBD (Honor Daerah), APBN APBD, APBN, NGO APBD, APBN, NGO APBD, APBN, NGO APBD, APBN, NGO Tahun Penyelesaian Tahun ke-1, 2, 3 Tahun ke-2, 3 Tahun ke-3, 4, 5 Tahun ke-5, 6 Tahun ke-7, 8, 9 Tahun ke-8, 9, 10 g. Terbangunnya mekanisme fundraising KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga dengan memanfaatkan sumber dana dari Pemerintah, Donor dan CSR h. Terbentuknya lembaga masyarakat sekitar hutan dalam bentuk koperasi sebagai stakeholders dalam mendukung Membangun mekanisme penggalangan dana Penyusunan proposal dukungan pendanaan Membangun perencanaan program bersama Penyusunan Business Plan Konsultasi publik penyusunan Bussiness Plan Mendorong masyarakat sekitar hutan untuk membentuk koperasi yang mewakili masyarakat di desa sekitar huutan Membentuk kelembagaan masyarakat sekitar hutan Membangun dan memperkuat media komunikasi pertemuan reguler lembaga masyarakat NGO, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Kabupaten, Provinsi Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten Masyarakat Desa NGO NGO, APBN NGO, Swasta NGO, APBN NGO, APBN APBN, APBD APBN, APBD APBN, APBD Tahun ke-3, 4 Tahun ke-3 Tahun ke- 2, 3, 4, 5 Tahun ke-2-9 Tahun ke-2-9 Tahun ke-2 Tahun ke-2, 3, 6 Tahun ke-2-9

133 117 Misi KPH Indikator Capaian Rencana Kegiatan 4. Melaksanakan perlindungan dan konservasi alam untuk menurunkan gangguan keamanan hutan melalui upayaupaya pengamanan dan resolusi konflik serta pengembangan konservasi alam. pengelolaan KPH i. Adanya kejelasan tata hubungan kerja antara KPH dengan masyarakat sekitar hutan dalam Adanya peningkatan tindakan konservasi termasuk melakukan pemantauan dan patrol berkala pada Hutan Lindung, dan Kawasan bernilai konservasi tinggi lainnya Sosialisasi peraturan perundangan berkaitan dengan pengelolaan hutan dan lembaga masyarakat Pendampingan dan kerjasama kolaboratif antara KPH dengan lembaga masyarakat Membangun batasan yang jelas mengenai tata hubungan kerja antara KPH dan lembaga masyarakat Mengkonfirmasikan aturan kelembagaan untuk aturan mengenai pendapatan (seperti biaya perizinan) dan alokasi anggaran Mensosialisasikan KPH dan kawasan dengan nilai konservasi tinggi (HCVF) agar masyarakat menyadari pentingnya nilai-nilai tersebut dan ikut terlibat dalam upaya perlindungan Koordinasi perlindungan dan pengamanan kawasan (Operasi illegal logging, Operasi perambahan kawasan, Operasi perladangan liar, Patroli rutin, Operasi gabungan dan mandiri, Gelar perkara, Penyelesaian kasus, Penanganan barang bukti) Pengendalian kebakaran hutan (pembuatan peta daerah rawan kebakaran hutan; Pembentukan regu pemadam kebakaran; Membangun sistem peringatan dini; Penyuluhan; pembuat film, brosur, leaflet, poster; Kegiatan masyarakat Peduli Api; Penyiapan sarana dan prasarana pengendalian kebakaran hutan dan lahan; Deliniasi areal/blok perlindungan) Perlindungan dan pengawetan flora dan fauna yang dilindungi (konservasi HCVF) Stakeholders Mitra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten, Masyarakat Desa Dinas Kehutanan Provinsi, Kabupaten, Masyarakat desa BKSDA, Dinas Kehutanan Provinsi, Kabupaten, NGO Sumber Pendanaan (Indikiatif) NGO, APBN NGO, APBN APBN, APBD, NGO APBN, APBD APBN, APBD, NGO APBN, APBD, NGO APBN, APBD, NGO APBN, APBD, NGO Tahun Penyelesaian Tahun ke-2 Tahun ke-2-9 Tahun ke-2 Tahun ke-2 Tahun ke-3, 4 Tahun ke-2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 Tahun ke-2, 3, 4,5, 6, 7, 8, 9, 10 Tahun ke-4, 5

134 118 Misi KPH Indikator Capaian Rencana Kegiatan 5. Meningkatkan manfaat hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan potensi ekowisata, jasa lingkungan, perdagangan karbon, agroforestri, serta potensi usaha berbasis kehutanan lainnya yang produktif guna menjamin pertumbuhan a. Terbangunnya kemitraan pengelolaan hutan dengan masyarakat melaui skema HKm, HD, HR Membangun baseline REL untuk cadangan karbon hutan di KPH Mendapatkan tinjauan yang sesuai dan validasi dari baseline REL untuk menguji ketelitian Membangun inventarisasi hutan secara berkala untuk menilai sumber daya dan cadangan karbon hutan Membangun mekanisme pelaporan untuk kegiatan yurisdiksi REDD+ yang relevan dengan tutupan lahan hutan dan potensi penambahan/kehilangan hutan secara teratur Melakukan kegiatan pemantauan dan pelaporan secara rutin seperti laporan tahunan Assessment lokasi dan luasan serta identifikasi kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat desa Pendampingan masyarakat terhadap pengelolaan hutan dengan penerapan sistem agroforestri Menyusun strategi dan regulasi pengusahaan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam Kerjasama investasi pengembangan tanaman berkayu. Peningkatan pelayanan dan pengelolaan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam Pengembangan jaringan pengusahaan Membangun mekanisme kontribusi pemanfaatan kayu di hutan alam Membangun sarana dan prasarana pengembangan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam Stakeholders Mitra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten, NGO, Swasta, Masyarakat desa Sumber Pendanaan (Indikiatif) APBN, APBD, NGO APBN, APBD, NGO APBN, APBD, NGO APBN, APBD, NGO APBN, APBD, NGO NGO, APBN NGO NGO, APBN APBN, NGO APBN, NGO Swasta, APBN Swasta Tahun Penyelesaian Tahun ke-7, 8, 9 Tahun ke-8, 9, 10 Tahun ke-5,8 Tahun ke-5, 6 Tahun-6, 7, 8, 9, 10 Tahun ke-2 Tahun ke-2, 3 Tahun-7, 8 Tahun ke-8, 9,10 Tahun ke-8, 9, 10 Tahun ke-9, 10 Tahun ke-9, 10 Swasta, APBN Tahun ke-9, 10 Swasta b. Terbangunnya pilot Pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro Swasta APBN, Swasta Tahun ke-6

135 119 Misi KPH Indikator Capaian Rencana Kegiatan KPHL secara berkelanjutan, melalui skema kemitraan untuk sebesar-besarnya bagi keadilan dan kemakmuran rakyat. pemanfaatan jasa lingkungan c. Adanya pengembangan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di kawasan hutan baik dalam bentuk kemitraan atau bentuk lainnya hidro (PLTMH) Pengembangan pariwisata alam Pemanfaatan sumber-sumber mata air Usaha air minum kemasan Fasilitasi masyarakat dalam pemanfaatan potensi air Mengeksplorasi aktifitas pemanfaatan HHBK di dalam KPH misalnya rotan, aren, kemenyan, gambir, kayu manis, kayu raru, kapur barus dan gaharu dan lainnya Memetakan semua potensi dan pasar HHBK di wilayah KHP Pengembangan budidaya rotan, aren, kemenyan, dan gambir Pengembangan budidaya kayu manis, kayu raru, kapur barus dan gaharu Pengembangan budidaya lebah madu Failitasi masyarakat dalam pemanfaatan HHBK Mengembangkan dan memfasilitasi kegiatan pemanfaatan HHBK dengan bekerjasama dengan masyarakat lokal, misalnya 1 produk usaha baru yang dikembangkan dalam 3 tahun dan 3 produk usaha baru dalam 5 tahun Membangun dan mengembangkan pasar komoditi HHBK Stakeholders Mitra Dinas Kehutanan Provinsi, Kabupaten, NGO Swasta Swasta Dinas Kehutanan Provinsi, Kabupaten, NGO, Masyarakat Masyarakat, Swasta, Dinas Kehutanan Kabupaten, Provinsi, NGO Sumber Pendanaan (Indikiatif) APBN, NGO, Swasta APBN, Swasta APBN, Swasta APBN, APBD APBD, APBN APBN, APBD APBN, APBD APBN, APBD APBN, APBD NGO, APBN NGO, APBN Swasta, NGO, APBN Tahun Penyelesaian Tahun ke-4, 5 Tahun ke-9, 10 Tahun ke-8 Tahun ke-8 Tahun ke-2 Tahun Ke-2 Tahun ke-3, 4, 5 Tahun ke-3, 4, 5 Tahun ke-4 Tahun ke-3 Tahun ke-2 Tahun ke-5 d. Terealisasikannya Mengeksplorasi peluang-peluang untuk investasi Pemerintah NGO Tahun ke-5, 6

136 120 Misi KPH Indikator Capaian Rencana Kegiatan kerjasama investasi dalam penggunaan lahan lainnya yang berkelanjutan didalam wilayah KPH e. Ikut terlibatnya masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan dan perlindungan wilayah KPH serta penguatan kelembagaan masyarakat sektor swasta dan pengembangan regional di dalam KPH yang konsisten dengan tujuan pengelolaan hutan lestari seperti pengembangan pembangkit listrik mikro hidro dan usaha ekowisata Mengeksplorasi cakupan untuk merealisasikan mekanisme pendanaan bagi jasa lingkungan seperti penyediaan air bersih, wisata alam dan jasa lingkungan lainnya Pelibatan masyarakat dalam pembangunan hutan Pelibatan masyarakat dalam patroli dan operasi pengamanan hutan Pembentukan tenaga pengaman hutan lokal Peningkatan taraf hidup masyarakat melalui pengembangan usaha-usaha kehutanan Pendampingan, pendidikan dan pelatihan masyarakat Fasilitasi masyarakat dalam pemanfaatan HHBK dan jasa lingkungan Menyusun perencanaan dan kebutuhan desa melalui participatory rural appraisal Pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan publik Fasilitasi kelembagaan perekonomian masyarakat di sekitar kawasan Stakeholders Mitra Sumber Pendanaan (Indikiatif) Tahun Penyelesaian Kabupaten dan Provinsi, Swasta Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan, NGO Swasta, APBN Tahun-8, 9, 10 Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten, NGO, Masyarakat, swasta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan APBN, Swasta NGO, APBN APBN, APBD APBN, APBD, Swasta APBN, APBD, NGO, Swasta Swasta, NGO, APBN, APBD NGO, Swasta NGO, Swasta NGO, Swasta Tahun ke-3 Tahun ke-3, 4 Tahun ke-5 Tahun ke-3, 4, 5 Tahun ke-2, 3, 4, 5, 6, 7 Tahun ke-2, 3, 4, 5, 6, 7 Tahun ke-3 Tahun ke-7, 8, 9 Tahun ke-4, 5, 6

137 121 Tabel 5.5. Tata waktu rencana kegiatan KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga MISI KPHL INDIKATOR CAPAIAN KEGIATAN Mengelola hutan secara lestari (sustainable forest management) berdasarkan karakteristik wilayah dan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS). a. Adanya cetak biru (blue print) pengelolaan hutan lestari di KPHL XXV Tapanuli Tengah- Sibolga b. Terlaksananya rehabilitasi lahan kritis atau lahan terdegradasi di kawasan hutan Mengumpulkan data dan aturan, kebijakan, perundangan terkait pengelolaan hutan secara lestari di wilayah KPH Menyusun pedoman pengelolaan hutan secara lestari di tingkat tapak Konsultasi publik dan sosiasisasi Penerapan sustainable forest management dari lingkup kecil sampai besar. Evaluasi penerapan sustainable forest management Mengidentifikasi area yang prioritas untuk direhabilitasi pada lahan kritis atau terdegradasi dan menyiapkan strategi untuk pelaksanaannya Mensosialisasikan area yang menjadi target rehabilitasi kepada masyarakat lokal dan pihak terkait lainnya Membuat target reklamasi dan rehabilitasi lahan kritis/ terbuka atau lahan terdegradasi (2000 ha) dengan pendekatan V V V V V V V V V V V V V V V V V

138 122 progresif misalnya 150 ha dalam 3 tahun, 350 ha dalam 5 tahun atau 750 ha dalam 8 tahun Perencanaan RHL V V V Rehabilitasi hutan rusak dan V V V lahan kritis Melakukan pengkayaan V V V penanaman pohon hingga 75% dari areal jalur hijau bagi 50% dari jumlah mata air yang ada di KPHL Sosialisasi dan pembekalan V kepada masyarakat tentang sistem tanam konservasi berbasis pengelolaan vegetasi (cover crop, barisan tanam sejajar kontur, pemulsaan) Intensifikasi penerapan teknik konservasi tanah dan air secara sipil teknis Sosialisasi teknologi/ sistem agroforestry yang memberikan hasil maksimum, namun sekaligus berfungsi perlindungan (proteksi) terhadap degradasi lahan dan lingkungan V V 2. Memantapkan penataan kawasan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan. a. Adanya peta batas wilayah kelola KPH termasuk izin-izin pengelolaan yang Inventarisasi biofisik SDH (potensi kayu, non kayu, satwa, jasa lingkungan, air dan potensi lainnya) Inventarisasi sosial budaya V V

139 ada di dalamnya b. Adanya perubahan penataan kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga sesuai dengan analisis dan penilaian tata hutan dan kondisi lapangan c. Tersusunnya dokumen rencana pengelolaan hutan masyarakat Identifikasi wilayah tertentu V Penataan areal kerja KPH V V V V Identifikasi potensi konflik di V areal KPH Identifikasi pola ketertarikan V V hubungan masyarakat dengan hutan Identifikasi kearifan lokal yang V V berkaitan dengan pengelolaan hutan Sosialisasi tata batas kawasan V V KPH Pemeliharaan dan penanaman jalur batas V Orientasi dan rekonstruksi V V V V batas Konsultasi publik dan sosialisasi V V V V Penataan blok dan petak V V V V Inventarisasi hutan secara berkala V untuk dinilai dan dilaporkan bagaimana kawasan hutan, kondisi hutan dan produktivitas dan membandingkan dengan citra penginderaan jauh Review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali) V V Penyusunan RPHJ Pendek V V 123 V

140 Mengembangkan organisasi dan sumberdaya manusia KPH yang profesional serta memberdayakan masyarakat desa hutan melalui pengembangan lembaga perekonomian koperasi. baik jangka panjang maupun jangka pendek yang selalu up to date sesuai trend yang berkembang a. Adanya kejelasan tata hubungan kerja antara KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga dengan Dinas Kehutanan Kabupaten, Dinas Kehutanan Provinsi dan Kementerian LH dan Kehutanan, serta stakeholders terkait Sosialisasi/ ekspose RPHJ Pendek Membangun batasan yang jelas mengenai tata hubungan kerja antara KPH, Dishut Kabupaten, Dishut Provinsi dan Pusat Mengkonfirmasikan aturan kelembagaan untuk aturan mengenai pendapatan (seperti biaya perizinan) dan alokasi anggaran Membentuk kelembagaan kolaboratif yang melibatkan para pihak Membangun kolaborasi pengelolaan blok pemanfaatan dan blok pemberdayaan antar pihak Membangun dan memperkuat media komunikasi pertemuan reguler para pihak Sosialisasi peraturan perundangan berkaitan dengan pengelolaan hutan Sosialisasi kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga Sosialisasi potensi konflik di areal KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga V V V V V V V V V V V V V V

141 125 b. Terwujudnya koordinasi dengan pemegang izin melalui forum maupun kegiatan lainnya c. Tersedianya kelompok tenaga fungsional untuk mendorong terbentuknya badan layanan umum daerah (BLUD) serta tersedianya fasilitas kantor dan resort/ pos di lapangan dengan sarana transportasi yang optimal Membentuk forum komunikasi V antar pemegang izin Pemeliharaan bersama batas V persekutuan antar pemegang izin Koordinasi pelaksanaan CSR pemegang izin V V V V V Koordinasi pengembangan investasi V V V V Peningkatan jenjang pendidikan V V V V V staf KPH Pemetaan kompetensi V V Pendidikan dan pelatihan SDM V V V Pengelola KPH Pertukaran kunjungan staf V pengelola Studi banding V V V Magang pegawai V V V Pembangunan kantor resort V lapangan berdasarkan fungsi kawasan hutan, pondok kerja, pondok jaga dan pos jagapembangunan rumah jabatan dan mess lapangan Pengadaan kendaraan roda 4 V V V dan 2 Pemeliharaan, perbaikan dan V V V rehabilitasi sarana dan prasarana Peningkatan peralatan kantor V V V Peningkatan perlengkapan kerja V V V V personil

142 126 d. KPH dikepalai oleh seorang profesional dan memiliki pengalaman yang relevan e. KPH memiliki setidaknya 20 staf untuk mengelola semua wilayah KPH f. Terbangunnya sistem komunikasi yang efektif g. Terbangunnya mekanisme fundraising KPHL XXV Tapanuli Tengah-Sibolga dengan memanfaatkan sumber dana dari Pemerintah, Donor dan CSR Pengadaan peralatan komunikasi lapangan V V Menunjuk kepala sesuai dengan V kualifikasi dan profesional serta berpengalaman untuk mengelola KPHL dan menyadari Visi dan Misi KPH Peningkatan jenjang pendidikan V V V V Membangun KPH dengan V V V personil (staf) yang terlatih meliputi keterampilan dan kapasitas untuk berbagai peran dan tanggung jawab Usulan formasi penambahan V V SDM dan Rekruitmen petugas lapangan Pelatihan staf database V V V Penyiapan perangkat database V V Penyusunan dan pengelolaan V V V sistem database Membangun manajemen sistem V V V pusat informasi Membangun mekanisme V V penggalangan dana Penyusunan proposal dukungan V pendanaan Membangun perencanaan V V V V program bersama Penyusunan Business Plan V V Konsultasi publik penyusunan V V Bussiness Plan

143 Melaksanakan perlindungan dan konservasi alam untuk menurunkan gangguan keamanan hutan melalui upaya- h. Terbentuknya lembaga masyarakat sekitar hutan dalam bentuk koperasi sebagai stakeholders dalam mendukung pengelolaan KPH i. Adanya kejelasan tata hubungan kerja antara KPH dengan masyarakat sekitar hutan dalam Adanya peningkatan tindakan konservasi termasuk melakukan pemantauan dan Mendorong masyarakat sekitar hutan untuk membentuk koperasi yang mewakili masyarakat di desa sekitar huutan Membentuk kelembagaan masyarakat sekitar hutan Membangun dan memperkuat media komunikasi pertemuan reguler lembaga masyarakat Sosialisasi peraturan perundangan berkaitan dengan pengelolaan hutan dan lembaga masyarakat Pendampingan dan kerjasama kolaboratif antara KPH dengan lembaga masyarakat Membangun batasan yang jelas mengenai tata hubungan kerja antara KPH dan lembaga masyarakat Mengkonfirmasikan aturan kelembagaan untuk aturan mengenai pendapatan (seperti biaya perizinan) dan alokasi anggaran Mensosialisasikan KPH dan kawasan dengan nilai konservasi tinggi (HCVF) agar masyarakat menyadari pentingnya nilai-nilai tersebut dan ikut terlibat dalam upaya perlindungan V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V

144 128 upaya pengamanan dan resolusi konflik serta pengembangan konservasi alam. patrol berkala pada Hutan Lindung, dan Kawasan bernilai konservasi tinggi lainnya Koordinasi perlindungan dan pengamanan kawasan (Operasi illegal logging, Operasi perambahan kawasan, Operasi perladangan liar, Patroli rutin, Operasi gabungan dan mandiri, Gelar perkara, Penyelesaian kasus, Penanganan barang bukti) Pengendalian kebakaran hutan (pembuatan peta daerah rawan kebakaran hutan; Pembentukan regu pemadam kebakaran; Membangun sistem peringatan dini; Penyuluhan; pembuat film, brosur, leaflet, poster; Kegiatan masyarakat Peduli Api; Penyiapan sarana dan prasarana pengendalian kebakaran hutan dan lahan; Deliniasi areal/blok perlindungan) Perlindungan dan pengawetan flora dan fauna yang dilindungi (konservasi HCVF) Membangun baseline REL untuk cadangan karbon hutan di KPH Mendapatkan tinjauan yang sesuai dan validasi dari baseline REL untuk menguji ketelitian Membangun inventarisasi hutan secara berkala untuk menilai sumber daya dan cadangan karbon hutan V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V

145 Meningkatkan manfaat hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan potensi ekowisata, jasa lingkungan, perdagangan karbon, agroforestri, serta potensi usaha berbasis kehutanan lainnya yang produktif guna menjamin pertumbuhan KPHL secara berkelanjutan, melalui skema kemitraan untuk sebesar-besarnya bagi keadilan dan kemakmuran a. Terbangunnya kemitraan pengelolaan hutan dengan masyarakat melaui skema HKm, HD, HR Membangun mekanisme pelaporan untuk kegiatan yurisdiksi REDD+ yang relevan dengan tutupan lahan hutan dan potensi penambahan/kehilangan hutan secara teratur Melakukan kegiatan pemantauan dan pelaporan secara rutin seperti laporan tahunan Assessment lokasi dan luasan serta identifikasi kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat desa Pendampingan masyarakat terhadap pengelolaan hutan dengan penerapan sistem agroforestri Menyusun strategi dan regulasi pengusahaan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam Kerjasama investasi pengembangan tanaman berkayu. Peningkatan pelayanan dan pengelolaan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam Pengembangan jaringan pengusahaan Membangun mekanisme kontribusi pemanfaatan kayu di hutan alam V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V

146 130 rakyat. b. Terbangunnya pilot pemanfaatan jasa lingkungan c. Adanya pengembangan dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di kawasan hutan baik dalam bentuk kemitraan atau bentuk lainnya Membangun sarana dan prasarana pengembangan kegiatan pemanfaatan kayu hutan alam Pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) Pengembangan pariwisata alam V V Pemanfaatan sumber-sumber mata air Usaha air minum kemasan Fasilitasi masyarakat dalam pemanfaatan potensi air Mengeksplorasi aktifitas V pemanfaatan HHBK di dalam KPH misalnya rotan, aren, kemenyan, gambir, kayu manis, kayu raru, kapur barus dan gaharu dan lainnya Memetakan semua potensi dan V pasar HHBK di wilayah KHP Pengembangan budidaya rotan, V V V aren, kemenyan, dan gambir Pengembangan budidaya kayu V V V manis, kayu raru, kapur barus dan gaharu Pengembangan budidaya lebah V madu Failitasi masyarakat dalam V pemanfaatan HHBK Mengembangkan dan V memfasilitasi kegiatan V V V V V V V

147 131 d. Terealisasikannya kerjasama investasi dalam penggunaan lahan lainnya yang berkelanjutan didalam wilayah KPH e. Ikut terlibatnya masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan dan perlindungan wilayah KPH serta penguatan kelembagaan pemanfaatan HHBK dengan bekerjasama dengan masyarakat lokal, misalnya 1 produk usaha baru yang dikembangkan dalam 3 tahun dan 3 produk usaha baru dalam 5 tahun Membangun dan V mengembangkan pasar komoditi HHBK Mengeksplorasi peluangpeluang untuk investasi sektor V swasta dan pengembangan regional di dalam KPH yang konsisten dengan tujuan pengelolaan hutan lestari seperti pengembangan pembangkit listrik mikro hidro dan usaha ekowisata Mengeksplorasi cakupan untuk merealisasikan mekanisme pendanaan bagi jasa lingkungan seperti penyediaan air bersih, wisata alam dan jasa lingkungan lainnya Pelibatan masyarakat dalam V pembangunan hutan Pelibatan masyarakat dalam V V patroli dan operasi pengamanan hutan Pembentukan tenaga pengaman V hutan lokal Peningkatan taraf hidup V V V V V V V

148 132 masyarakat masyarakat melalui pengembangan usaha-usaha kehutanan Pendampingan, pendidikan dan pelatihan masyarakat Fasilitasi masyarakat dalam pemanfaatan HHBK dan jasa lingkungan Menyusun perencanaan dan kebutuhan desa melalui participatory rural appraisal Pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan publik Fasilitasi kelembagaan perekonomian masyarakat di sekitar kawasan V V V V V V V V V V V V V V V V V V V

149 Rencana Pengelolaan BAB VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN & PENGENDALIAN A. Pembinaan B. Pengawasan C. Pengendalian

150 133 BAB VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN & PENGENDALIAN KPH adalah organisasi pemerintah daerah yang mempunyai fungsi pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya. Di sisi lain organisasi KPH adalah organisasi pengelolaan hutan di tingkat tapak yang perlu dibina oleh Kementrian Lingkungn Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dinas Kehutanan Propinsi dan/atau Dinas Kehutanan Kabupaten atau Kota. PP No. 44 tahun 2004 pasal 32 menyatakan bahwa pada unit pengelolaan hutan dibentuk institusi pengelola yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pengelolaan hutan yang meliputi perencanaan pengelolaan, pengorganisasian, pelaksanaan pengelolaan, pengendalian dan pengawasan. Kepala KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga harus melakukan pembinaan, pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan pengelolaan hutan yang dilakukan oleh para pemegang izin seperti izin pemanfaatan hutan, izin penggunaan kawasan hutan, pelaksanaan rehabilitasi hutan, pelaksanaan reklamasi hutan di wilayah KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Selain itu Kepala KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga harus melaporkan setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri Lingkungn Hidup dan Kehutanan dengan tembusan kepada Gubernur. Kepala KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga juga harus melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap kegiatan sebagaimana tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari organisasi KPH.

151 134 A. Pembinaan Kegiatan pembinaan adalah kegiatan untuk memberikan pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian agar KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara berdaya guna dan berhasil guna. Pembinaan dilakukan terhadap sumberdaya manusia pelaksana pengelolaan dan masyarakat di sekitar kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Dalam rangka pembinaan tersebut perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut: 1. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia pengelola KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dalam penyelenggaraan kegiatan pengelolaan kawasan, baik berupa pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi maupun pendidikan non formal berupa pendidikan dan pelatihan lainnya yang dapat meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian guna mendukung jalannya pengelolaan. 2. Terbentuknya suatu kondisi yang dapat menguatkan kerangka semangat kerjasama di antara pihak pengelola, pemerintah pusat, pemerintah daerah, mitra dan masyarakat dalam pelaksanaan pengelolan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 3. Pengembangan sistem informasi yang baik agar dapat menyajikan hal-hal baru yang bermanfaat bagi semua pihak di dalam pengelolaan. 4. Pembinaan dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai arti pentingnya pengelolaan kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, mengingat masyarakat di sekitar kawasan KPH merupakan bagian dari pengelolaan. Hal ini dapat dilhat dari adanya pembagian peran terhadap masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.6/Menhut-II/2010 bahwa pembinaan dan pengendalian terhadap KPH dilakukan oleh/atau atas nama Menteri Lingkungn Hidup dan Kehutanan, dan didegelegasikan kepada Gubernur dan Bupati. Uraian kegiatan dan tim pelaksana pembinaan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga disajikan pada Tabel 6.1.

152 145 Tabel 6.1. Uraian kegiatan dan tim pelaksana pembinaan No. Kegiatan Uraian Kegiatan Tim Pembina 1. Perencanaan hutan 2. Penguatan kelembagaan KPH 3. Sarana dan prasarana operasional KPH 4. Pemberdayaan masyarakat 5. Perlindungan dan konservasi alam 6. Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan Rekonstruksi batas hutan, tata blok/ petak, inventarisasi sumberdaya hutan, penyusunan rencana pengelolaan, dan penyusunan rencana strategis Penyempurnaan peraturan daerah tentang organisasi KPH, sumbangan pihak ketiga dan bagi hasil kemitraan serta pengelolaan keuangan pola BLUD), penyusunan standard opperational procedure (SOP) KPH, pelaksanaan diklat / inhouse training dan penambahan formasi pegawai dan perekrutan petugas lapangan Pengembangan sarana dan prasarana operasional. Fasilitasi pengembangan kelompok tani hutan, fasilitasi pembentukan koperasi kth, sosialisasi dan pengembangan nilai-nilai kearifan lokal tentang prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari serta pelatihan/inhouse training/praktek kerja/studi banding bagi anggota KTH Patroli pengamanan hutan, operasi pengamanan hutan, pemantauan dan pengendalian kebakaran hutan, penyuluhan dalam rangka perlindungan dan konservasi alam kepada masyarakat, penurunan tingkat konflik tenurial, pengembangan obyek dan daya tarik wisata, penyediaan sarana dan prasarana perlindungan hutan dan konservasi alam serta monitoring dan pembinaan kemitraan pemanfaatan wisata alam dan jasa lingkungan lainnya serta pembinaan habitat Reboisasi dan pengkayaan hutan, penyediaan sarana dan prasarana konservasi tanah dan air, penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif, fasilitasi partisipasi dan koordinasi program rehabilitasi hutan, fasilitasi kerjasama kegiatan rehabilitasi hutan, serta Menteri Kehutanan (Dirjen Planologi), Gubernur Sumatera Utara, Menteri Kehutanan (Setjen, BP2SDM), Gubernur Sumatera Utara Menteri Kehutanan (Dirjen Planologi, Setjen) Gubernur Sumatera Utara Menteri Kehutanan (Dirjen BPDAS-PS, Dirjen BUK, BP2SDM dan Dirjen PHKA) Gubernur Sumatera Utara Menteri Kehutanan (Dirjen PHKA, Setjen) dan Gubernur Sumatera Menteri Kehutanan (Dirjen BPDAS-PS) Gubernur Sumatera Utara

153 146 No. Kegiatan Uraian Kegiatan Tim Pembina monitoring dan pembinaan ijin usaha HKm dan kemitraan kehutanan 7. Pemanfaatan Hutan Pemanfaatan sumber daya hutan, kemitraan pemanfaatan HHK, HHBK, perdagangan karbon dan jasa lingkungan lainnya pada wilayah tertentu di hutan produksi, serta pengolahan dan pemasaran hasil hutan Menteri Kehutanan Gubernur Sumatera Utara B. Pengawasan Kegiatan pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap kinerja KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dilakukan oleh pihak internal pengelola maupun para pihak yang berkompeten dan dilakukan secara langsung agar pelaksanaan pengelolaan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Maksud dan tujuan pengawasan adalah untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana pengelolaan. Fungsi dari pengawasan dalam hal ini adalah sebagai penghimpun informasi yang nantinya bermanfaat dalam penilaian, sehingga dapat diketahui perubahanperubahan yang terjadi terhadap fungsi dan kelestarian kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga serta perubahan pada sosial ekonomi masyarakat. Disamping sebagai penghimpun informasi, pengawasan juga dapat berfungsi pemeriksaan terhadap ketepatan dan kesesuaian sasaran pengelolaan. Pada pemeriksaan dimungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan terhadap sasaran dan program yang tidak tepat. Uraian kegiatan dan tim pelaksana pengawasan terhadap program/ kegiatan yang dilaksanakan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga seperti disajikan pada Tabel 6.2.

154 147 Tabel 6.2. Uraian kegiatan pengawasan dan tim pengawas No. Kegiatan Uraian Kegiatan Tim Pengawas 1. Perencanaan hutan 2. Penguatan kelembagaan KPH 3. Sarana dan prasarana operasional KPH 4. Pemberdayaan masyarakat 5. Perlindungan dan konservasi alam 6. Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan Rekonstruksi batas hutan, tata blok/ petak, inventarisasi sumberdaya hutan, penyusunan rencana pengelolaan, dan penyusunan rencana strategis Penyempurnaan peraturan daerah tentang organisasi KPH, peraturan Bupati dan Walikota (tentang organisasi KPH, sumbangan pihak ketiga dan bagi hasil kemitraan serta pengelolaan keuangan pola BLUD), penyusunan standard opperational procedure (SOP) KPH, pelaksanaan diklat/ inhouse training dan penambahan formasi pegawai dan perekrutan petugas lapangan Pengembangan sarana dan prasarana operasional Fasilitasi pengembangan kelompok tani hutan, fasilitasi pembentukan koperasi KTH, sosialisasi dan pengembangan nilai-nilai kearifan lokal tentang prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari serta pelatihan/ inhouse training/praktek kerja/ studi banding bagi anggota KTH Patroli pengamanan hutan, operasi pengamanan hutan, pemantauan dan pengendalian kebakaran hutan, penyuluhan dalam rangka perlindungan dan konservasi alam kepada masyarakat, penurunan tingkat konflik tenurial, pengembangan obyek dan daya tarik wisata, penyediaan sarana dan prasarana perlindungan hutan dan konservasi alam serta monitoring dan pembinaan kemitraan pemanfaatan wisata alam dan jasa lingkungan lainnya serta pembinaan habitat Reboisasi dan pengkayaan hutan, penyediaan sarana dan prasarana konservasi tanah dan air, penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif, fasilitasi partisipasi dan koordinasi program rehabilitasi hutan, fasilitasi kerjasama kegiatan rehabilitasi hutan, serta monitoring dan pembinaan ijin usaha HKm dan kemitraan kehutanan 7. Pemanfaatan Pemanfaatan sumber daya hutan, kemitraan Dana APBN: Inspektorat Jenderal KLHK dan BPK RI Dana APBD/ DAK: Inspektorat Provinsi dan BPK RI

155 148 No. Kegiatan Uraian Kegiatan Tim Pengawas hutan pemanfaatan HHK, HHBK, perdagangan karbon dan jasa lingkungan lainnya pada wilayah tertentu di hutan produksi, serta pengolahan dan pemasaran hasil hutan C. Pengendalian Kegiatan pengendalian adalah segala upaya untuk menjamin dan mengarahkan agar kegiatan yang dilaksanakan dapat mencapai sasaran sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Di dalam instansi pemerintahan, pengaturan pengendalian terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Menurut peraturan ini, Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien, kehandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Sedangkan yang dimaksud dengan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Unsur sistem pengendalian intern pemerintah terdiri dari lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi dan pemantauan pengendalian intern. Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu instansi pemerintah dapat berbeda dengan pengendalian yang diterapkan pada instansi pemerintah lain. Perbedaan penerapan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan visi, misi, lingkungan, sejarah dan latar belakang budaya dan resiko yang dihadapi oleh instansi itu sendiri. Agar pengelolaan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga berjalan dengan baik sesuai dengan perencanaan, harus tersedia informasi yang terbuka pada tingkat manajemen KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, mitra pengelolaan, pemerintah daerah dan masyarakat, sehingga perlu dilakukan pengendalian pada unit pengelola sehingga tujuan dari pengelolaan tercapai dan menjamin seluruh proses pengelolaan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Lingkup pengendalian

156 149 dilakukan pada tingkat pimpinan manajemen KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga sampai kepada pelaksana di lapangan sehingga tanggung jawab didalam pelaksanaan pengelolaan berjalan berdasarkan prosedur operasional dan tata kerja organisasi Unit Pelaksana Teknis KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.6/Menhut-II/2010 bahwa pembinaan dan pengendalian terhadap KPH dilakukan oleh atau atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan didelegasikan juga kepada Gubernur. Atas dasar itu maka pengendalian yang akan dilakukan terhadap KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga seperti disajikan pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Uraian kegiatan pengendalian dan tim pengendali No. Kegiatan Uraian Kegiatan Tim Pengendali 1. Perencanaan hutan 2. Penguatan kelembagaan KPH 3. Sarana dan prasarana operasional KPH 4. Pemberdayaan Masyarakat 5. Perlindungan dan konservasi alam Rekonstruksi batas hutan, tata blok/ petak, inventarisasi sumberdaya hutan, penyusunan rencana pengelolaan, dan penyusunan rencana strategis Penyempurnaan peraturan daerah tentang organisasi KPH, peraturan Bupati (tentang organisasi KPH, sumbangan pihak ketiga dan bagi hasil kemitraan serta pengelolaan keuangan pola BLUD), penyusunan standard opperational procedure (SOP) KPH, pelaksanaan diklat/ inhouse training dan penambahan formasi pegawai dan perekrutan petugas lapangan Pengembangan sarana dan prasarana operasional Fasilitasi pengembangan kelompok tani hutan, fasilitasi pembentukan koperasi kth, sosialisasi dan pengembangan nilainilai kearifan lokal tentang prinsipprinsip pengelolaan hutan lestari serta pelatihan/ inhouse training/ praktek kerja/ studi banding bagi anggota KTH Patroli pengamanan hutan, operasi pengamanan hutan, pemantauan dan pengendalian kebakaran hutan, penyuluhan dalam rangka perlindungan dan konservasi alam kepada masyarakat, penurunan tingkat konflik tenurial, pengembangan obyek dan daya tarik wisata, penyediaan sarana dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen Planologi), dan Gubernur Sumatera Utara Menteri Lingkungsn Hidup dan Kehutanan (Setjen, BP2SDM) Menteri Lingkungsn Hidup dan Kehutanan (Dirjen Planologi, Setjen) Menteri Lingkungsn Hidup dan Kehutanan (Dirjen BPDAS-PS, Dirjen BUK, BP2SDM dan Dirjen PHKA) Menteri Lingkungsn Hidup dan Kehutanan (Dirjen PHKA, Setjen) dan Gubernur Sumatera Utara

157 150 No. Kegiatan Uraian Kegiatan Tim Pengendali prasarana perlindungan hutan dan konservasi alam serta monitoring dan pembinaan kemitraan pemanfaatan wisata alam dan jasa lingkungan lainnya serta pembinaan habitat TSL 6. Rehabilitasi dan reklamasi hutan 7. Pemanfaatan hutan Reboisasi dan pengkayaan hutan, penyediaan sarana dan prasarana konservasi tanah dan air, penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif, fasilitasi partisipasi dan koordinasi program rehabilitasi hutan, fasilitasi kerjasama kegiatan rehabilitasi hutan, serta pemantauan dan pembinaan ijin usaha HKm dan kemitraan kehutanan Pemanfaatan sumber daya hutan, kemitraan pemanfaatan HHK, HHBK, perdagangan karbon dan jasa lingkungan lainnya pada wilayah tertentu di hutan produksi, serta pengolahan dan pemasaran hasil hutan Menteri Lingkungsn Hidup dan Kehutanan (Dirjen BPDAS-PS) dan Gubernur Sumatera Utara Menteri Lingkungsn Hidup dan Kehutanan (Dirjen BUK) dan Gubernur Sumatera Utara,

158 Rencana Pengelolaan Barat BAB VII. PEMANTAUAN, EVALUASI & PELAPORAN A. Pemantauan B. Evaluasi C. Pelaporan

159 151 BAB VII. PEMANTAUAN, EVALUASI & PELAPORAN Sistem pemantauan, evaluasi dan pelaporan di yang dikembangkan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga harus berbentuk umpan-balik yang positif yaitu perangkat pemantauan dan pengendalian yang mempunyai kapasitas untuk mengakses sistem manajemen dan melakukan perubahan terhadap sistemnya sendiri apabila memang diperlukan. Dengan demikian maka sistem pemantauan dan evaluasi akan mencakup (1) Seluruh tingkat (level) dan perangkat organisasi, (2) Input, proses dan output yang dilaksanakan oleh KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, serta (3) Fungsi yang dijalankan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Sistem pemantauan dan evaluasi di wilayah pengelolaan hutan dalam suatu wadah KPH merupakan salah satu komponen utama dalam sistem pemantauan dan pengendalian. Sistem pemantauan dan pengendalian itu sendiri merupakan suatu perangkat sistem yang bertugas untuk membangkitkan dan menyediakan informasi sehingga data dan informasi tersebut dapat digunakan untuk memberikan umpan balik sehingga seluruh dinamika sistem manajemen dapat dijaga pada status dan kondisi optimal yang diinginkan. Selama proses manajemen pemantauan dan evaluasi dapat mengambil bagian di hampir seluruh tingkatan baik di tingkat perencanaan, tingkatan operasional kegiatan (implementasi) maupun tingkatan pasca implementasi. Evaluasi ditujukan untuk membuat justifikasi terhadap rencana yang dibuat, pencapaian tujuan dan pelaksanaan rencana serta dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan maupun kinerja manajemen di lingkup KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga.

160 152 A. Pemantauan Kegiatan pemantauan atau monitoring terhadap jalannya pengelolaan kawasan dilaksanakan oleh KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga bersama-sama dengan instansi terkait dan pihak lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai mitra. Pemantauan adalah kegiatan pengamatan secara terus menerus terhadap pelaksanaan suatu tugas dan fungsi satuan organisasi. Kegiatan pemantauan yang dilanjutkan dengan evaluasi dapat dilakukan oleh unsur internal KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dan unsur eksternal, baik oleh instansi pemerintah maupun masyarakat. Pemantauan dilakukan secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tahapannya, terhadap seluruh kegiatan dan komponen pengelolaan lainnya yang dilaksanakan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Tim pelaksana pemantauan disesuaikan dengan keterkaitan dengan tugas fungsinya, dan akan ditunjuk dengan surat perintah tugas. Hasil yang diperoleh dari pemantauan tersebut akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam evaluasi kegiatan tahun berjalan dan sebagai dasar dalam penyusunan rencana untuk kegiatan berikutnya. Rencana kegiatan pemantauan dan tim pelaksana pemantauan terhadap seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan dalam KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga tahun disajikan pada Tabel 7.1. Disamping itu, di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga tahun terdapat kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi/ lembaga lain, dalam rangka mendukung kapasitas kelembagaan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Kegiatan pemantauan yang dilakukan instansi/ lembaga lain di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga tahun disajikan pada Tabel 7.2. B. Evaluasi Kegiatan evaluasi dilakukan dengan melihat ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan, yang dikategorikan ke dalam kelompok masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcomes), dan manfaat (benefits). Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi mencakup (1) Pemantauan dan evaluasi oleh internal KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, (2) Pemantauan dan evaluasi oleh institusi lain, dan (3) Pemantauan dan evaluasi oleh

161 153 masyarakat. Evaluasi keberhasilan program pengelolaan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dapat diukur dari: 1. Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga semakin menurun. 2. Timbulnya kesadaran dan meningkatnya peran aktif masyarakat terutama yang di sekitar kawasan untuk menjaga dan melindungi hutan dari gangguan keamanan, serta berkembangnya nilai-nilai kearifan lokal masyarakat dalam mendukung pengelolaan kawasan. 3. Berhasilnya program pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan sebagai upaya alternatif dalam peningkatan perekonomian masyarakat. 4. Meningkatnya pengelolaan kawasan oleh seluruh stakeholders terkait yang memiliki kepedulian terhadap hutan, dimulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintan Kabupaten/ Kota, Dinas Kehutanan, KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, dan pihak mitra pendukung. 5. Tersedianya data dan informasi mengenai potensi kawasan. Rencana kegiatan evaluasi dan tim pelaksana evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan dalam RPHJP KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga tahun disajikan pada Tabel 7.3. C. Pelaporan Kegiatan pelaporan merupakan bentuk pertanggungjawaban kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi. Pada instansi pemerintah, pelaporan seluruh kegiatan yang dilaksanakan disampaikan dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Pelaporan kinerja dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja dari suatu instansi pemerintah dalam satu tahun anggaran, yang dikaitkan dengan pencapaian tujuan dan sasarannya. Penyampaian laporan disampaikan kepada pihak yang memiliki hak atau yang berkewenangan meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Pada kegiatan pelaporan, KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga melaporkan hasil akhir dari seluruh kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan fungsi dan tugasnya secara berkala. Pelaporan mengacu pada standar prosedur operasional yang berlaku. Tahapan dalam penyusunan laporan dimulai dari penyiapan format

162 154 laporan, penyusunan bahan laporan dan resume telaahan, dan penyusunan. Laporan terdiri dari Laporan Bulanan, Laporan Triwulanan, Laporan Semester dan Laporan Tahunan. Seluruh laporan ditandatangani Kepala KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga dan disampaikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Sekretaris Daerah dengan tembusan kepada instansi terkait lainnya. Laporan disampaikan secara berjenjang mulai dari Kepala Resort KPHL, Kepala KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. dan Kepala KPHP membuat laporannya kepada: 1. Gubernur Sumatera Utara. 2. Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan. 3. Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara. 4. Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional I Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 5. Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. 6. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Tengah. 7. Dinas Kehutanan Kota Sibolga. 8. Bappeda Provinsi Sumatera Utara. 9. Inspektorat Daerah Provinsi Sumatera Utara. 10. BPKH Wilayah I Medan. 11. BP2HP Wilayah II Medan. 12. BBKSDA Sumatera Utara (Selaku Korwil. UPT Kementerian Kehutanan).

163 155 Tabel 7.1. Kegiatan pemantauan dan tim pelaksana pemantauan kegiatan di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga No. Kegiatan Proses Kegiatan yang Dipantau Tim Pemantau A. Perencanaan hutan. Pembentukan tim, penyusunan rencana kerja, persiapan alat dan bahan BPKH Wilayah I Medan 1. Rekonstruksi batas hutan terkait kegiatan rekonstruksi, pelaksanaan rekonstruksi, pembuatan peta dan laporan. 2. Tata blok/ petak Pembentukan tim, penyusunan rencana tata hutan, persiapan alat dan bahan, pelaksanaan, pembuatan peta dan laporan. KPH dan Dinas Kehutanan Provinsi 3. Inventarisasi sumberdaya hutan 4. Penyusunan rencana pengelolaan 5. Penyusunan rencana strategis B. Penguatan kelembagaan KPH 1. Penyusunan SOP KPH 2. Pelaksanaan kegiatan inhouse training 3. Perekrutan petugas lapangan C. Sarana dan prasarana operasional D. Pemberdayaan masyarakat 1. Pengembangan KTH Pembentukan tim, penyusunan rencana kerja inventarisasi, persiapan alat/ bahan dan alat ukur, pelaksanaan inventarisasi (potensi hutan dan sosial budaya), penyusunan neraca SDH, penyusunan stastistik serta pembuatan peta dan laporan Pembentukan tim, penyusunan rencana kerja, persiapan bahan, pengumpulan data, pelaksanaan, konsultasi publik dan evaluasi dokumen rencana pengelolaan. Pembentukan tim, penyusunan rencana kerja, persiapan bahan, pengumpulan data, pelaksanaan penyusunan dokumen rencana pengelolaan Penyusunan kerangka acuan kerja, penunjukan pelaksana dan tim ahli penyusunan, konsultasi publik, buku dokumen SOP KPH dan berita acara serah terima Pembentukan panitia, penyusunan panduan dan materi, penyiapan alat bahan, pembuatan sertifikat pelatihan dan penyusunan laporan kegiatan Identifikasi kebutuhan peserta, pembentukan tim, penyusunan kriteria, proses perekrutan petugas lapangan dan keputusan penetapan Identifikasi kebutuhan, pembentukan panitia, penyusunan rencana kerja dan syarat syarat, penunjukan rekanan, pelaksanaan, pembuatan berita acara Penyiapan data kelompok, pertemuan kelompok, pembentukan dan pengesahan pengurus KPH dan Dinas Kehutanan Provinsi Dirjen Planologi, Pusdal Regional I, Dinas Kehutanan Provinsi dan KPH KPH dan Dinas Kehutanan Provinsi KPH, Dinas kehutanan Provinsi atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor KPH KPH, Dinas Kehutanan Provinsi dan BPKH Wilayah I Medan KPH, Desa/ Dusun, atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor

164 156 No. Kegiatan Proses Kegiatan yang Dipantau Tim Pemantau 2. Pembentukan koperasi KTH Konsolidasi kelompok, pertemuan/ rapat anggota, pembentukan dan pengesahan pengurus. KPH, Desa/ Dusun, Dinas Koperasi atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor 3. Sosialisasi dan pengembangan nilainilai kearifan lokal. 4. Praktek kerja/ studi banding bagi anggota KTH E. Perlindungan dan Konservasi Alam 1. Patroli pengamanan hutan 2. Operasi pengamanan hutan 3. Pemantauan dan pengendalian kebakaran hutan 4. Penyuluhan perlindungan dan konservasi alam 5. Penurunan tingkat konflik tenurial Konsolidasi kelompok, pertemuan forum lembaga adat/ forum tuan guru, penyusunan dan kesepakatan awik-awik kearifan lokal, sosialisasi, pembuatan laporan. Pembentukan panitia, penyusunan panduan dan materi, penyiapan alat bahan, pembuatan sertifikat dan penyusunan laporan kegiatan. Penyusunan rencana, penyiapan alat dan perlengkapan, pelaksanaan, dan pembuatan laporan. Penyusunan rencana, penyiapan alat dan perlengkapan, pelaksanaan, pemberkasan dan pembuatan laporan. Identifikasi daerah rawan kebakaran hutan, penyusunan rencana, penyiapan tim, alat dan perlengkapan, pelaksanaan dan pembuatan laporan. Penyusunan rencana, penyiapan materi, konsolidasi dan pertemuan kelompok, pelaksanaan serta pembuatan laporan. Identifikasi konflik, penyusunan rencana, penunjukan tokoh kunci dan mediator, pendekatan masyarakat, penyiapan tim, pertemuan dan dialog, membangun kesepakatan dan pembuatan laporan KPH, Dinas Kehutanan Provinsi, tokoh agama, Lembaga adat, KTH, LSM/ NGO, Akademisi dan Lembaga terkait lainnya KPH atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor KPH KPH, Dinas Kehutanan Provinsi dan Instansi terkait KPH, Dinas Kehutanan Provinsi dan Instansi terkait KPH atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor KPH, Dinas Kehutanan Provinsi, atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor

165 157 No. Kegiatan Proses Kegiatan yang Dipantau Tim Pemantau 6. Pengembangan obyek wisata Inventarisasi potensi, pemetaan potensi ODTW, penyusunan rencana pengelolaan obyek wisata, konsultasi publik, kesepakatan kemintraan, pelaksanaan, pembuatan laporan. KPH, BKSDA, Dinas Kehutanan Provinsi, atau Lembaga mitra 7. Penyediaan sarana dan prasarana perlindungan hutan dan konservasi alam F. Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan 1. Reboisasi dan pengkayaan hutan 2. Penyediaan sarana dan prasarana konservasi tanah dan air 3. Penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif 4. Fasilitasi partisipasi dan koordinasi program rehabilitasi hutan 5. Fasilitasi kerjasama kegiatan rehabilitasi hutan. G. Pemanfaatan Hutan 1. Pemanfaatan Sumber daya hutan Identifikasi kebutuhan, pembentukan panitia, penyusunan rencana kerja dan syarat syarat, penunjukan rekanan, pelaksanaan, pembuatan berita acara. Identifikasi lahan kritis, penyusunan rancangan, persiapan alat bahan, pembuatan persemaian, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pembuatan peta dan laporan. Identifikasi kebutuhan, pembentukan panitia, penyusunan rencana kerja dan syarat syarat, penunjukan rekanan, pelaksanaan, pembuatan berita acara. Penyusunan rancangan konservasi tanah secara vegetatif, penunjukan rekanan, pelaksanaan kegiatan, penyusunan laporan. Penyusunan rencana kerja, pelaksanaan sosialisasi program dan kegiatan rehabilitasi hutan serta pelaporan Penyusunan rencana pengelolaan rehabilitasi, konsultasi publik, kesepakatan kemintraan, pelaksanaan, pembuatan laporan. Pembentukan tim, penyusunan rencana kerja, persiapan bahan, pengumpulan data, pelaksanaan, konsultasi publik dan evaluasi dokumen rencana pengelolaan serta pemanfaatan wilayah tertentu oleh KPH. KPH, BKSDA, Dinas Kehutanan Provinsi BPDAS, KPH dan Dinas Kehutanan Provinsi BPDAS, KPH dan Dinas Kehutanan Provinsi BPDAS, KPH dan Dinas Kehutanan Provinsi Dirjen BPDAS-PS, BPDAS, KPH, Dinas Kehutanan Provinsi KPH, BPDAS, Dinas Kehutanan Provinsi atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor Dirjen BUK, BP2HP, Dinas Kehutanan Provinsi, KPH, atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor

166 158 No. Kegiatan Proses Kegiatan yang Dipantau Tim Pemantau 2. Kemitraan pemanfaatan HHK, HHBK, Perdagangan Karbon dan jasa lingkungan lainnya pada wilayah tertentu di hutan produksi Identifikasi potensi, promosi potensi, membangun kesepakatan kemitraan, pelaksanaan, pembuatan laporan. Dirjen BUK, BP2HP, Dinas Kehutanan Provinsi, KPH, atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor 3. Pengolahan dan pemasaran hasil hutan Pengembangan sarana dan prasarana pengolahan hasil hutan, promosi produk hasil hutan dan pemasaran Dirjen BUK, BP2HP, Dinas Kehutanan Provinsi, KPH, atau lembaga/ instansi lain sebagai pemberi donor Tabel 7.2. Kegiatan pemantauan dan tim pelaksana pemantau kegiatan dari instansi lain di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Kegiatan Proses Kegiatan yang Dipantau Tim Pemantau Penyiapan bahan/ Peraturan Perundangan terkait, penyusunan naskah Sekda, Asisten 1 dan Dinas akademik Perda/ Pergub Organisasi KPH, rapat koordinasi, dokumen draft Kehutanan Provinsi Perda/ Pergub, pembahasan di DPRD, pengesahan dokumen Perda/ Pergub Penguatan Kelembangaan KPH 1. Penyerpurnaan peraturan daerah & peraturan gubernur tentang organisasi KPH 2. Peningkatan kualitas kelembagaan KPH Penyiapan bahan/ Peraturan Perundangan terkait, Penyusunan Naskah Akademik (Perbup Sumbangan Pihak Ketiga dan Bagi Hasil, Perbup Badan Layanan Umum Daerah), rapat koordinasi, dokumen Perbup 3. Pelaksanaan diklat Penyusunan Rencana kegiatan, Penyiapan alat dan bahan diklat, Penyusunan laporan kegiatan 4. Penambahan pegawai Identifikasi formasi pegawai yang dibutuhkan, pengusulan formasi pegawai, proses perekrutan pegawai Biro Hukum, Biro Organisasi, Asisten 1, dan Dinas Kehutanan Provinsi Pusdiklat SDM Kemenhut, dan Lembaga diklat lainnya BKD, Dinas Kehutanan Provinsi, BP2SDMK KLHK

167 159 Tabel 7.3. Kegiatan evaluasi dan tim pelaksana evaluasi kegiatan di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Kegiatan Proses Kegiatan yang Dievaluasi Tim Evaluasi Penyiapan bahan/ Peraturan Perundangan terkait, penyusunan naskah Sekda, Asisten 1 dan Dinas akademik Perda/ Pergub organisasi KPH, rapat koordinasi, dokumen draft Kehutanan Provinsi Perda/ Pergub, pembahasan di DPRD, pengesahan dokumen Perda/ Pergub Penguatan Kelembangaan KPH 1. Penyerpurnaan peraturan daerah & peraturan gubernur tentang organisasi KPH 2. Peningkatan kualitas kelembagaan KPH Penyiapan bahan/ peraturan perundangan terkait, penyusunan naskah akademik (Pergub Sumbangan Pihak Ketiga dan Bagi Hasil, Pergub Badan Layanan Umum Daerah), rapat koordinasi, dokumen Pergub 3. Pelaksanaan diklat Penyusunan rencana kegiatan, penyiapan alat dan bahan diklat, penyusunan laporan kegiatan 4. Penambahan pegawai Identifikasi formasi pegawai yang dibutuhkan, pengusulan formasi pegawai, proses perekrutan pegawai Biro Hukum, Biro Organisasi, Asisten 1, dan Dinas Kehutanan Provinsi Pusdiklat SDM Kemenhut, dan Lembaga diklat lainnya. BKD, Dinas Kehutanan, BP2SDMK Kemenhut

168 Rencana Pengelolaan BAB VIII. PENUTUP Penutup

169 160 BAB VIII. PENUTUP (RPHJP) KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga tahun ini merupakan pedoman pembangunan kehutanan untuk dapat mencapai kondisi pengelolaan hutan secara lestari dan produktif sesuai dengan visi dan misi KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. Namun, tidak menutup kemungkinan terdapat kendala-kendala yang nantinya akan dihadapi pada saat mulai beroperasinya KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga seperti kurang memadainya sarana dan prasarana, kurangnya SDM yang handal, dan regulasi yang belum lengkap serta belum memiliki pengalaman dalam tindakan pengelolaan hutan lestari. Luasnya areal wilayah kerja KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga yang mencapai 60, ha, disamping menyimpan potensi yang menjanjikan manfaat untuk pembangunan daerah, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup; ternyata juga berpotensi untuk terjadinya degradasi fungsi lahan, deforestasi sebagai akibat dari kegiatan pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan untuk non-kehutanan dan aktifitas ilegal di bidang kehutanan lainnya. Arahan dalam rencana pengelolaan hutan KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga tahun ini adalah terwujudnya lembaga KPH yang mandiri, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan yang optimal, menurunnnya angka degradasi dan deforestasi, optimalnya pengelolaan kawasan konservasi, dengan kesetaraan antara perlindungan hutan, pengawetan dan pemanfaatan, terinternaliasinya komitmen dan kesepakatan daerah, nasional sektor kehutanan dalam kebijakan dan pelaksanaan pembanguan kehutanan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/ kota. Proses penyusunan rencana pengelolaan hutan ini melibatkan berbagai pihak dan sektor, sehingga diharapkan dapat terbangun dukungan kuat dari para pihak

170 161 (stakeholders) dan sektor terkait dalam implementasinya. Sebagai pelengkap dan pendukung kegiatan perencanaan dan implementasi kegiatan pengelolaan hutan di KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga, maka dokumen Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga Tahun , dilengkapi dengan data dan informasi spasial berupa peta. Jenis peta yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari dokumen ini, antara lain: 1. Peta DAS pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 2. Peta Geologi pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 3. Peta Lahan Kritis pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 4. Peta Kelerengan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 5. Peta Penutupan Lahan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 6. Peta Jenis Tanah pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 7. Peta Tata Hutan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga. 8. Peta Wilayah Tertentu pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga.

171 1 LAMPIRAN

172 163 Lampiran 1. Peta DAS pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga

173 164 Lampiran 2. Peta Geologi pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga

174 165 Lampiran 3. Peta Lahan Kritis pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga

175 166 Lampiran 4. Peta Kelerengan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga

176 167 Lampiran 5. Peta Penutupan Lahan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga

177 168 Lampiran 6. Peta Jenis Tanah pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga

178 169 Lampiran 7. Peta Tata Hutan pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga

179 170 Lampiran 8. Peta Wilayah Tertentu pada KPHL XXV Tapanuli Tengah Sibolga

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 9 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXVI TAPANULI SELATAN-PADANG LAWAS UTARA. PERIODE

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXVI TAPANULI SELATAN-PADANG LAWAS UTARA. PERIODE RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXVI TAPANULI SELATAN-PADANG LAWAS UTARA. PERIODE 2016-2025 Daftar Isi Halaman Pengesahan Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I. Pendahuluan A.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MOR : P.25/Menhut-II/2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2013 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan Iman Santosa T. (isantosa@dephut.go.id) Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. EXECUTIVE SUMMARY KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI.. EXECUTIVE SUMMARY KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI EXECUTIVE SUMMARY KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.. i iii iv BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang 2 B. Maksud dan Tujuan 5 C. Sasaran... 5 D. Dasar Hukum. 7 E. Ruang Lingkup.. 11 F. Batasan Pengertian.

Lebih terperinci

2016, No. -2- Kehutanan, diperlukan penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se

2016, No. -2- Kehutanan, diperlukan penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 336, 2016 KEMEN-LHK. Pengelolaan Hutan. Rencana. Pengesahan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.64/MENLHK-SETJEN/2015

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG, 1 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR P.7/PDASHL/SET/KUM.1/11/2016 TENTANG STANDAR OPERASIONALISASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH (Memperkuat KPH dalam Pengelolaan Hutan Lestari untuk Pembangunan Nasional / daerah

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

(KPH) Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan

(KPH) Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) COOPERATION

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2012 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 1 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP) MODEL LALAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.202,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN

Lebih terperinci

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.811, 2015 KEMEN-LHK. Biaya Operasional. Kesatuan Pengelolaan Hutan. Fasilitasi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.20/MenLHK-II/2015

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN (RPH) JANGKA PANJANG KPHL RINJANI BARAT PERIODE

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN (RPH) JANGKA PANJANG KPHL RINJANI BARAT PERIODE RENCANA PENGELOLAAN HUTAN (RPH) JANGKA PANJANG KPHL RINJANI BARAT PERIODE 2012-2021 BALAI KPHL RINJANI BARAT DESEMBER 2012 ii LEMBAR PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG PERIODE 2012 S/D

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I No.2023, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN LHK. Pelimpahan. Urusan. Pemerintahan. (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan. Tahun 2015 Kepada 34 Gubernur. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 013 NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG FASILITASI BIAYA OPERASIONAL KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan Disampaikan pada Acara Gelar Teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 12 Mei 2014

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO P E T I K A N PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP)

Lebih terperinci

VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS

VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS BADAN LITBANG KEHUTANAN 2010-2014 V I S I Menjadi lembaga penyedia IPTEK Kehutanan yang terkemuka dalam mendukung terwujudnya pengelolaan hutan lestari untuk kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR V TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KESATUAN

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN UPT. KPHL BALI TENGAH RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN 2014-2023 UPT. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) BALI TENGAH MATRIKS RENCANA KEGIATAN UPT.KPH BALI TIMUR 2013-2022 Denpasar,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 vember 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI BATULANTEH KABUPATEN SUMBAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

Lebih terperinci

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Ampang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Ampang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun KPHL Model Ampang 215-224 Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Ampang Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 215-224 Disusun oleh Kepala Kesatuan Pengelolaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 9 /Menhut-II/2011. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2011

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind No.68, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Bidang Kehutanan. 9PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 9/Menhut-II/2011. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

PERAN STRATEGIS KPH. Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014

PERAN STRATEGIS KPH. Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014 PERAN STRATEGIS KPH Oleh : M.Rizon, S.Hut, M.Si (KPHP Model Mukomuko) Presentasi Pada BAPPEDA Mukomuko September 2014 KONDISI KPHP MODEL MUKOMUKO KPHP MODEL MUKOMUKO KPHP Model Mukomuko ditetapkan dengan

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuhtumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar Oleh : Ir. HENDRI OCTAVIA, M.Si KEPALA DINAS KEHUTANAN PROPINSI SUMATERA BARAT OUTLINE Latar Belakang kondisi kekinian kawasan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL KUANTAN SINGINGI SELATAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU TAHUN

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL KUANTAN SINGINGI SELATAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU TAHUN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL KUANTAN SINGINGI SELATAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU TAHUN 2016-2025 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI DINAS KEHUTANAN UPT KPHL KUANTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan untuk menekan laju deforestasi di Indonesia dengan

Lebih terperinci

REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM

REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM Provinsi Jambi mempunyai Luas Wilayah daratan 4.882.857 ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 95 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG :

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 49/Menhut-II/2008 TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA KEMITRAAN PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 9 PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.99/Menhut-II/2014 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2015 KEPADA 34 GUBERNUR

Lebih terperinci

KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LIMAU UNIT VII-HULU SAROLANGUN UPT - DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PENDEK

KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LIMAU UNIT VII-HULU SAROLANGUN UPT - DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PENDEK KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LIMAU UNIT VII-HULU SAROLANGUN UPT - DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PENDEK TAHUN 2017 SAROLANGUN, JANUARI 2017 LEMBAR PENGESAHAN RENCANA

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS KEHUTANAN RUT 2011 Jl. Patriot No. O5 Tlp. (0262) 235785 Garut 44151 RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN 2014-2019 G a r u t, 2 0 1 4 KATA PENGANTAR Dinas Kehutanan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 November 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL ALOR PANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA OPERASIONALISASI KPH

KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA OPERASIONALISASI KPH KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA OPERASIONALISASI KPH Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Disampaikan pada Sosialisasi DAK Bidang Kehutanan Tahun 2014 Jakarta, 6 Februari 2014 Mandat Perundang-undangan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG PEMANFAATAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS KEHUTANAN ACEH GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PENANAMAN BAGI PEMEGANG IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REHABILITASI DAERAH ALIRAN SUNGAI Menimbang

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia Authors : Wahyu Catur Adinugroho*, Haruni Krisnawati*, Rinaldi Imanuddin* * Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN) BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA (2014 - KEDEPAN) Gambar 33. Saluran Listrik Yang Berada di dalam Kawasan Hutan 70 Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara Foto : Johanes Wiharisno

Lebih terperinci

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 134, 2016 KEMENLH-KEHUTANAN. Dekonsentrasi. 34 Gubernur. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/MenLHK-Setjen/20152015

Lebih terperinci

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku Resensi Buku Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p.33-38 Judul Buku: : Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030 Penyunting Akhir : Ir. Basoeki Karyaatmadja, M.Sc., Ir. Kustanta Budi Prihatno,

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.407, 2011 KEMENTERIAN KEHUTANAN. IUPHHK. Hutan Tanaman Rakyat. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.55/Menhut-II/2011 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR RIMBA

PENATAAN KORIDOR RIMBA PENATAAN KORIDOR RIMBA Disampaikan Oleh: Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Dalam acara Peluncuran Sustainable Rural and Regional Development-Forum Indonesia DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2009

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Keberadaan hutan yang tumbuh subur dan lestari merupakan keinginan semua pihak. Hutan mempunyai fungsi sangat vital bagi kehidupan makhluk hidup terutama manusia. Kebutuhan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.

I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. 7 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 32/Menhut-II/2013 TENTANG RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan. Hutan

Lebih terperinci