HUBUNGAN INDONESIA JEPANG DALAM PERJANJIAN INDONESIA-JAPAN ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT DI BIDANG PERTANIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN INDONESIA JEPANG DALAM PERJANJIAN INDONESIA-JAPAN ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT DI BIDANG PERTANIAN"

Transkripsi

1 HUBUNGAN INDONESIA JEPANG DALAM PERJANJIAN INDONESIA-JAPAN ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT DI BIDANG PERTANIAN SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Oleh: NUTHAILA RAHMAH E DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017

2

3

4 ABSTRAK Nuthaila Rahmah, E Hubungan Indonesia-Jepang Dalam Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement Di Bidang Pertanian, dibawah bimbingan Dr. H. Adi Suryadi B., MA, selaku Pembimbing I, dan Drs. Munjin Syafik Asy ari, M.Si, selaku Pembimbing II, pada Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Univesitas Hasanuddin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas hubungan kerjasama Indonesia-Jepang dalam perjanjian Indonesia-Japan Economoic Partnership Agreement atau IJEPA di bidang pertanian pada ekspor komoditi karet Indonesia ke Jepang dalam kurun waktu Serta untuk mengetahui tantangan dalam ekspor karet Indonesia ke Jepang melalui kerangka IJEPA. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode deskriptif-analitik, yang bertujuan untuk memberikan gambaran terkait hubungan Indonesia - Jepang dalam perjanjian IJEPA melalui ekspor komoditi karet Indonesia ke Jepang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode telaah pustaka (library research), dengan memanfaatkan berbagai literatur, seperti buku-buku, jurnal-jurnal, surat kabar harian, serta artikel-artikel terkait yang didapatkan melalui internet. Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan teknik analisis data kualitatif, yang menganalisis efektivitas hubungan Indonesia- Jepang dalam perjanjian IJEPA melalui ekspor komoditi karet Indonesia ke Jepang dan tantangan dalam ekspor komoditi karet Indonesia ke Jepang melalui perjanjian IJEPA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan kerjasama Indonesia-Jepang dalam perjanjian IJEPA melalui ekspor komoditi karet Indonesia ke Jepang berjalan dengan efektif. Baik Indonesia dan Jepang sama-sama mendapatkan keuntungan dalam perjanjian IJEPA khususnya dalam ekspor komoditi karet. Indonesia mendapatkan keuntungan dengan meningkatnya ekspor karet Indonesia ke Jepang khususnya pada tahun dan Indonesia menjadi negara produsen utama ekspor karet ke Jepang. Jepang mendapatkan keuntungan dengan menjadi negara tujuan utama kedua untuk ekspor karet Indonesia dan Jepang dapat memperkuat dan meningkatkan akses pasarnya di Indonesia. Tantangan ekspor karet Indonesia ke Jepang adalah menurunnya harga karet dunia dan kuatnya persaingan dengan negara lain dalam mengekspor karet. Kata Kunci: Hubungan Indonesia-Jepang, IJEPA, Ekspor Karet

5 ABSTRACT Nuthaila Rahmah, E , Indonesia-Japan Relations In The Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement Within Agriculture Sector, under the guidance of Dr. H. Adi Suryadi B. MA as First Advisor, and Drs. Munjin Syafik Asy ari, M.Si as Second Advisor, Department of International Relation, Faculty of Social and Political Science, Hasanuddin University. This research aims to understanding the efficiency of Indonesia-Japan relations as it has in the Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement or IJEPA on agriculture namely the export of rubber as commodity by Indonesia toward Japan within the years of As well as to indentifying the obstacles of those rubber exporting from Indonesia to Japan on the frame of IJEPA. Method of this research is an descriptive-analytical method, which aims to describe portrayal related to Indonesia-Japan relations on the IJEPA agreement through commodity export of rubber from Indonesia toward Japan. Data collection technique used by the writer is library research, taken from various literature such as books, journals, newspapers, and articles related to the topic on the internet. In this research the writer used technique of analytical qualitative data which analyses efficiency of Indonesia-Japan relations on IJEPA agreement through exporting commodity of rubber and its obstacles within IJEPA agreement. The result of this research shows that Indonesia-Japan relations on IJEPA agreement through exporting rubber commodity from Indonesia to Japan has been running effectively. Both Indonesia and Japan have mutually obtained significant profit out of IJEPA specifically on the exporting of rubber commodity. Indonesia has gained profit by the increasing rate of rubber export from Indonesia to Japan on the year of which makes Indonesia become the main producer of rubber to Japan. Japan itself gained profit for becoming the second main destination of rubber export from Indonesia that leads the country to increase its access to Indonesia market. The obstacle of Indonesia s export of rubber to Japan is the decreasing price of rubber on global market and competitiveness amongst other rubber exporting countries. Keywords: Indonesia-Japan Relations, IJEPA, Rubber export

6 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL i HALAMAN PENGESAHAN....ii HALAMAN PENERIMAAN TIM EVALUASI....iii ABSTRAKSI..iv ABSTRACT...v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... xiii DAFTAR TABEL....xiv DAFTAR GRAFIK.....xv DAFTAR GAMBAR... xvi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah...5 C. Tujuan Penelitian.7 D. Manfaat Penelitian..8 E. Kerangka Konseptual..8 F. Metode Penelitian..16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. 19 A. Teori Kerjasama Internasional..19 B. Konsep Hubungan Bilateral..24 C. Teori Perdagangan Internasional...29 D. Penelitian-Penelitian Sebelumnya.36 BAB III HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-JEPANG DALAM KERANGKA INDONESIA-JAPAN ECONOMIC PARTNERSHIPAGREEMENT..41 A. Perjanjian Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement...41 B. Kondisi Karet Indonesia 63 BAB IV KERJASAMA INDONESIA-JEPANG DALAM KERANGKA INDONESIA-JAPAN ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT DI BIDANG PERTANIAN STUDI KASUS EKSPOR KARET INDONESIA KE JEPANG...81 A. Efektivitas Hubungan Kerjasama Indonesia-Jepang dalam Kerangka Indonesia- Japan Economic Partnership Agreement dalam Ekspor Komoditi Karet Indonesia Ke Jepang.81 B. Tantangan Ekspor Karet Indonesia ke Jepang dalam Kerangka Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...97 B. Saran..99 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

7 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Produksi Karet di Indonesia Menurut Pengusaha Tahun Tabel 3.2 Kondisi Karet Alam Indonesia, Tahun Tabel 3.3 Perkembangan Ekspor Karet Alam dan Karet Sintetis tahun Tabel 3.4 Volume Ekspor Karet Indonesia ke negara tujuan tahun Tabel 4.1 Volume dan Nilai Ekspor Karet Indonesia ke Jepang tahun Tabel 4.2 Neraca Perdagangan Indonesia denga Jepang tahun Tabel 4.3 Perkembangan Impor Non Migas Jepang..92

8 DAFTAR GRAFIK Grafik 3.1 Perkembangan Produksi Karet Indonesia menurut Status Pengusaha tahun Grafik 3.2 Perkembangan Luas Areal Perkebunan Karet tahun

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Peta 5 Provinsi Produsen Karet Tertinggi di Indonesia

10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, baik sumber daya alam yang dapat diperbaharui seperti produk pertanian dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak bumi, batu bara, dan permata. Hasil dari kekayaan sumber daya alam tersebut, dapat menjadi sumber pendapatan negara. Oleh sebab itu, Indonesia perlu melakukan pengelolaan sumber daya tersebut dengan baik dan benar secara internal maupun eksternal dengan bekerja sama dengan negara lain. Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang besar, terutama pada sektor pertanian, perikanan, kehutanan, dan pertambangan. Investasi di sektorsektor tersebut juga terus tumbuh. Selama 2014 hingga triwulan I tahun 2015, investasi di sektor pertambangan dan pertanian, perikanan tumbuh signifikan (Rofiq, 2015). Dari keempat sektor tersebut dapat menjadi sumber potensial bagi Indonesia untuk menopang laju perekonomian Indonesia. Ada optimisme bahwa perekonomian Indonesia memiliki peluang untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia. Namun, yang lebih penting adalah mendayagunakan kemampuan dan kapasitas bangsa dalam mengoptimalkan potensi dan peluang sumber daya yang ada. Pertanian sebagai salah satu sumber daya alam terbesar di Indonesia dapat menjadi salah satu potensi yang besar untuk mendukung perekonomian Indonesia

11 terutama hasil pertanian dengan komoditi karet. Karet merupakan hasil pertanian yang menjadi bahan baku paling penting di dunia pada era modern ini. Dengan kualitas elastisnya menjadikan karet sebagai komoditi pertanian yang banyak digunakan untuk peralatan disuluruh dunia, mulai dari produk-produk industri, otomotif hingga untuk kebutuhan rumah tangga. Hasil produksi karet Indonesia merupakan nomor dua terbesar di dunia. Oleh karena itu, banyak negara-negara lain yang tertarik dengan produksi karet Indonesia, salah satunya adalah Jepang. Sebagai salah satu negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia, Jepang banyak menjalin kerjasama ekonomi dengan negara-negara lain khususnya kerjasama di bidang perdagangan. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan bekerjasama dengan Indonesia karena memiliki sumber daya alam yang melimpah. Oleh karena itu, Jepang mulai membuka hubungan luar negerinya dengan Indonesia. Hubungan luar negeri Indonesia dengan Jepang telah terjalin sejak tahun 1958 dengan penandatanganan perjanjian perdamaian antara Jepang dengan Indonesia (Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, 2016). Hingga kini hubungan luar negeri Indonesia dengan Jepang masih terjalin dengan baik bahkan hubungan mereka bertambah erat dengan dilakukannya perjanjian perekonomian antar kedua negara. Indonesia dan Jepang telah melakukan banyak perjanjian perekonomian salah satunya adalah Economic Partnership Agreement atau disingkat EPA yang merupakan sebuah perjanjian bilateral. Economic Partnership Agreement (EPA) merupakan perjanjian perekonomian Indonesia dan Jepang yang berupa suatu perjanjian perdagangan bebas dalam bingkai kesepakatan kerjasama ekonomi

12 secara bilateral yang pertama kali dilakukan Indonesia dengan negara lain. Perjanjian ini merupakan perwujudan dari kerjasama bilateral yang dilakukan Jepang dalam rangka perwujudan CEPs (Comprehensive Economic Partnership Agreements) dengan negara-negara yang tergabung dalam Association South East Asia Nation (ASEAN) (Firdaus, 2014). EPA atau Economic Partnership Agreement berawal dari proposal pembentukan FTA (Free Trade Area) secara bilateral yang coba ditawarkan oleh Perdana Menteri Jepang Junichiro Koizumi kepada Presiden Megawati ketika Presiden Megawati berkunjung ke Tokyo pada tanggal Juni 2003 (Firdaus, 2014). Pada bulan November 2004, disela-sela pertemuan APEC di Pnom Penh, Kamboja, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi menyampaikan kepada Perdana Menteri Jepang saat itu Junichiro Koizumi mengenai pentingnya EPA sebagai alat untuk mempromosikan hubungan perekonomian yang lebih dekat diantara kedua negara (Japan - Indonesia Economic Partnership Agreement - Joint Study Group Report, 2005). Pada tanggal 16 Desember 2004, Menteri Perekonomian Jepang Shoichi Nakagawa dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Mari Elka Pangestu melakukan pertemuan berbagi pandangan tentang perlunya membentuk sebuah kelompok studi bersama yaitu Joint Study Group (JSG) yang bertugas mengkaji dan memberikan penilaian menyeluruh (Full-Scale Assessment) tentang kemungkinan pembentukan kesepakatan FTA (Free Trade Agreement), biaya dan keuntungan yang akan dihasilkan oleh kerjasama ini serta sektor-sektor apa saja yang akan dimasukkan ke dalam kerangka kerjasama tersebut (Japan - Indonesia

13 Economic Partnership Agreement - Joint Study Group Report, 2005). Setelah tiga pertemuan Joint Study Group (JSG), kedua negara sepakat untuk melanjutkan pembicaraan ke tingkat negosiasi. Dari hasil JSG tersebut menghasilkan sebuah kerja sama yang disepakati dalam kerangka Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) dengan ditopang tiga pilar utama yaitu mencakup di bidang Pengembangan Sumber daya manusia (Capacity Building/Cooperation), Liberalisasi (Liberalization) dan Fasilitas perdagangan barang, jasa dan investasi (Facilitation) (Firdaus, 2014). Dan hal ini telah memberikan langkah baru dalam memperkokoh hubungan Indonesia dan Jepang khususnya dalam hubungan perdagangan di bidang pertanian. IJEPA sendiri mulai berlaku efektif pada tahun 2008 di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan diberlakukannya IJEPA diharapkan hubungan Indonesia dengan Jepang khususnya dalam hubungan perdagangan di bidang pertanian dengan komoditas karet dapat meningkat. Namun ketika IJEPA mulai diimplementasikan, ternyata masih terdapat hal yang cukup bertolak belakang dengan keinginan awal dari pemerintah Indonesia utamanya dalam perdagangan ekspor karet Indonesia yang di ekpor ke Jepang mengalami fluktuatif atau naik turun. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pada tahun 2005 sampai dengan 2010 mempresentasikan volume dan nilai ekspor perdagangan Karet Indonesia sebelum dan 2 tahun setelah diberlakukannya IJEPA, berturut-turut sebagai berikut; Pada tahun 2005, volume ekspor perdagangan Karet Indonesia ke

14 jepang sebesar 172,0 ribu Ton dengan nilai US$ 216 juta, sedangkan pada tahun 2006, volume ekspor perdangan karet Indonesia ke Jepang sebesar 278,9 ribu ton dengan nilai US $ 534,6 Juta. Selanjutnya pada tahun 2007, volume ekspor perdagangan karet Indonesia ke jepang sebesar 325,2 ribu Ton dengan nilai US$ 659 juta. Namun saat IJEPA diimplementasikan presentasi volume dan nilai ekspor perdagangan Karet Indonesia ke Jepang mengalami penurunan seperti pada tahun 2008 dengan presentasi volume ekpor Karet Indonesia ke Jepang sebesar 370,3 ribu ton dengan nilai sebesar US$ 974,1 juta. Mengalami penuruan kembali di tahun 2009 dengan volume ekspor sebesar 266,9 ribu ton dan nilai ekspor sebesar US$ 443,6 juta. Dan mengalaim kenaikan pada tahun 2010 dengan volume ekspor Karet Indonesia ke Jepang sebesar 307,6 ribu ton dengan nilai US$ 954,3 juta (Badan Pusat Statistik, 2017). Berdasarkan fluktuatifnya ekspor perdagangan Indonesia dengan Jepang pada tahun 2008 sampai dengan 2010, maka dari itu, penulis tertarik untuk lebih melihat bagaimana efektivitas hubungan kerjasama Indonesia dan Jepang dalam perjanjian Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) di bidang pertanian khususnya pada komoditi karet. B. Batasan dan Rumusan Masalah Hubungan kerjasama Indonesia dengan Jepang yang telah berlangsung sejak lebih dari setengah abad dimulai sejak tahun 1958 dan bertambah erat dengan diberlakukannya perjanjian ekonomi Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) yang merupakan kesepakatan perdagangan bebas dalam

15 bingkai kesepakatan kerjasama ekonomi secara bilateral yang pertama kali dilakukan Indonesia dengan negara lain. Perjanjian ini telah berlangsung kurang lebih 9 tahun dimulai sejak tahun 2008, namun sejak diberlakukannya perjanjian ini ekspor karet Indonesia ke Jepang mengalami naik turun atau fluktuatif, oleh karena itu peneliti memfokuskan periode penelitian pada tahun 2011 sampai Yang mana pada tahun 2012 Jepang mengalami pergantian Perdana Menteri dari Yoshihiko Noda ke Shinzo Abe. Dan di tahun 2014 Indonesia mengalami pergantian Presiden dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Joko Widodo. IJEPA terukur melalui 3 pilar utama yakni liberalisasi akses pasar, fasilitasi, dan kerjasama melalui pengembangan kapasitas untuk sektor-sektor industri prioritas. Terdapat 11 bidang yang dicakup dalam kesepakatan IJEPA diantaranya perdagangan barang, pengaturan terkait asal barang dan prosedur kepabeanan. Namun dalam penelitian ini, peneliti membatasi pembahasan tentang kesepakatan IJEPA dalam kerjasama perdagangan barang di bidang pertanian dengan komoditi karet. Karet merupakan salah satu produk hasil pertanian yang menjadi andalan ekspor Indonesia. Selain itu, karet memegang peranan yang cukup tinggi bagi kehidupan manusia baik dalam kebutuhan industri hingga untuk kebutuhan rumah tangga. Dengan wilayah Indonesia yang luas dan iklim yang cocok untuk pertumbuhan pohon karet sehingga karet banyak diproduksi di Indonesia. Bagi Jepang yang merupakan negara penghasil barang-barang otomotif. Produk karet

16 menjadi kebutuhan dasar bagi Jepang dalam menunjang produk otomotif mereka khususnya dalam pembuatan ban maupun onderdir karet lainnya. Maka dari itu peneliti membatasi pembahasan dalam perdagangan ekspor karet Indonesia ke Jepang. Berdasarkan uraian permasalahan dan batasan yang telah dituliskan diatas, maka dari itu penulis membatasi pembahasan dalam penelitian ini ke dalam beberapa rumusan masalah dan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana efektivitas hubungan kerjasama Indonesia-Jepang dalam kerangka Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement atau IJEPA (Ekspor komoditi karet Indonesia ke Jepang)? 2. Apa saja tantangan ekspor karet Indonesia ke Jepang dalam kerangka Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement atau IJEPA? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui efektivitas hubungan kerjasama Indonesia-Jepang dalam kerangka Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement atau IJEPA di bidang pertanian pada ekspor komoditi karet Indonesia ke Jepang. 2. Untuk mengetahui tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengekspor Karet ke Jepang dalam kerangka Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement atau IJEPA.

17 D. Manfaat Penelitian 1. Untuk memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi akademisi Ilmu Hubungan Internasional, yaitu Dosen dan Mahasiswa dalam mengkaji dan memahami hubungan kerjasama yang telah dilakukan oleh Indonesia-Jepang dalam kerangka Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement atau IJEPA di bidang pertanian pada ekspor komoditi Karet Indonesia ke Jepang. Dan melihat tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengekspor Karet ke Jepang dalam perjanjian Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement atau IJEPA. 2. Sebagai referensi tambahan bagi setiap Aktor Hubungan Internasional baik itu individu, organisasi, pemerintah, maupun organisasi non-pemerintah baik dalam tingkat nasional, regional maupun internasional tentang hubungan kerjasama yang telah dilakukan oleh Indonesia dan Jepang dalam perjanjian Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement atau IJEPA di bidang pertanian pada ekspor komoditi Karet Indonesia. Dan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengekspor Karet ke Jepang dalam perjanjian Indonesia- Japan Economic Partnership Agreement atau IJEPA. E. Kerangka Konseptual Untuk menjawab permasalahan pada penelitian ini, maka diperlukan suatu konsep dan teori yang menjadi landasan pemikiran, dalam skripsi ini penulis menggunakan beberapa konsep dan teori dalam hubungan internasional, yakni

18 Teori Kerjasama Internasional, Konsep Hubungan Bilateral, dan Teori Perdagangan Internasional. 1. Teori Kerjasama Internasional Dalam hubungan internasional, kerjasama internasional menjadi suatu keharusan yang dilakukan oleh setiap negara untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negerinya sendiri (Perwita & Yani, 2005). Karena dengan melakukan kerjasama berbagai macam kebutuhan yang tidak dimilikan oleh satu negara dapat terpenuhi dengan melakukan kerjasama dengan negara yang lain. Isu utama dalam kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada sejauhmana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif (Perwita & Yani, 2005). Artinya bahwa dengan melakukan kerjasama internasional dapat terbentuk kehidupan internasional meliputi bidang seperti ideology, politik, ekonomi, sosial, lingkungan hidup, kebudayaan, pertahanan, dan keamanan. Hal tersebut memunculkan kepentingan yang beraneka ragam sehingga mengakibatkan berbagai macam masalah sosial. Untuk mencari solusi atas berbagai masalah tersebut maka beberapa negara membentuk suatu kerjasama internasional (Perwita & Yani, 2005).

19 Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwa kerjasama internasional dapat terbentuk berdasarkan bidangnya. Selain itu, kerjasama interanisonal juga dapat terbentuk berdasarkan sifatnya. Kerjasama internasional berdasarkan bidangnya terbentuk karena kebutuhan internasional yang meliputi bidang ideologi, ekonomi, politik, sosial, lingkungan hidup, kebudayaan, pertahanan dan keamanan (Perwita & Yani, 2005). Sedangkan, kerjasama internasional berdasarkan sifatnya dapat berupa kerjasama bilateral atau kerjasama antar dua pihak; kerjasama trilateral atau kerjasama antar tiga pihak; dan kerjasama multilateral atau kerjasama antar dua atau lebih pihak. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan kerjasama pada bidang ekonomi dan memfokuskan sifat kerjasama berdasarkan kerjasama bilateral yang terjalin antara Indonesia dan Jepang. Dalam melakukan kerjasama internasional, terdapat motif yang menjadi alasana aktor-aktor melakukan kerjasama internasional. Adapun motif yang dilakukan suatu negara untuk melakukan kerjasama internasional dengan negara lain adalah untuk memenuhi kebutuhan negaranya atau kepentingan nasional, untuk mendorong perekonomian, dan untuk memelihara perdamaian. Selain itu, kerjasama internasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Karena dengan bekerjasama dapat mempercepat proses peningkatan kesejahteraan dan penyelesaian masalah diantara dua atau lebih negara. Kerjasama internasional juga dilakukan untuk meningkatkan hubungan bilateral antara dua negara untuk mencapai tujuan nasionalnya. Untuk meningkatkan hubungan bilateral antara negara maka diperlukan suatu kerjasama internasional

20 yang baik dan adanya saling pengertian dan dalam konstelansi hubungan internasional. Terkait dengan penjelasan dari kerjasama internasional tersebut, secara sederhana dijelaskan bahwa kerjasama internasional dapat diartikan merupakan upaya yang dilakukan oleh aktor-aktor internasional dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk saling membantu dan bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan bersama untuk menjaga perdamaian dan mempererat hubungan satu sama lain. 2. Konsep Hubungan Bilateral Dalam hubungan internasional, hubungan bilateral merupakan suatu konsep yang mengandung makna yang kompleks dan beragam. Konsep hubungan bilateral digunakan untuk memperkokoh hubungan kerjasama yang terjalin diantara dua pihak dengan menggunakan segala potensi, kekuatan dan pengaruhnya untuk mencapai kesejahteraan. Di mana kedua pihak ini bisa menjadi dua aktor yang berperan, baik itu berupa negara, pihak swasta ataupun instansi yang berada dalam naungan negara. Pada dasarnya hubungan bilateral merupakan suatu hubungan yang tidak dapat dihindari oleh suatu negara. Dalam menjamin eksistensi suatu negara hubungan bilateral merupakan hal yang sangat penting mengingat tidak ada negara yang dapat berdiri sendiri. Hubungan bilateral yang dilakukan oleh negara pada dewasa ini adalah bukan lagi hanya hubungan politik atau militer. Melainkan cara agar negara dapat membentuk tata pembangunan perekonomian

21 yang baik dengan melakukan kerjasama berupa perdagangan luar negeri. Tujuannya adalah untuk mencapai keunggulan dan kesejahteraan. Untuk mencapai keunggulan dan kesejahteraan negara dibutuhkan suatu hubungan bilateral ekonomi. Dalam buku Kamus Hubungan Internasional Jack C. Plano dan Roy Olton menjelaskan bahwa hubungan bilateral dalam bidang ekonomi dapat juga disebut Bilateral Trade atau Perdagangan bilateral. Perdagangan bilateral merupakan kerangka dua negara untuk mengembangkan kerjasama dalam bidang perdagangan dan kegiatan ekonomi. Lebih lanjut dalam buku tersebut Plano dan Olton menjelaskan bahwa hubungan bilateral ekonomi yang paling umum digunakan oleh negara adalah dalam bentuk perjanjian perdagangan dengan saling mengurangi bea tariff masuk dan rintangan perdangan lainnya (Plano & Olton, 1999). Sejak tahun 1958 Jepang dan Indonesia memulai hubungan diplomatic bilateral secara resmi dengan menendatangani perjanjian perdamaian disertai dengan perjanjian pampasan perang dengan kesepakatan Jepang harus membayar kerugian akibat dari penjajahan yang telah dilakukannya pada pernag dunia kedua. Dan hal ini menjadi salah satu contoh dari awal hubungan yang saling mempengaruhi atau hubungan timbal balik di antara kedua negara tersebut, sehingga melahirkan sebuah perjanjian ekonomi. Dari perjanjian ekonomi tersebut Indonesia dan Jepang dapat menjalin kerjasama di bidang ekonomi khususnya dari hasil sumber daya alam di bidang pertanian yakni karet. Dari hasil sumber daya alam karet ini, Indonesia dan Jepang dapat saling mendapatkan keuntungan yang mana Indonesia sebagai negara penghasil Karet

22 terbaik di dunia dan Jepang sebagai salah satu negara otomotif dunia terbesar tentunya sangat membutuhkan karet dari Indonesia. Sehingga kedua negara dapat memanfaatkan hubungan timbal balik ini untuk melancarkan hubungan ekonomi diantara kedua negara. 3. Teori Perdagangan Internasional Perdagangan Internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang melintasi batas-batas teritorial suatu negara ke teritorial negara lain. Perdagangan Internasional yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa individu dengan individu, antara individu dengan negara atau negara dengan negara lain. Kegiatan perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan Gross Domestic Product atau disingkat GDP dan pertumbuhan perekonomian, sosial, politik suatu negara. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun melalui jalur sutra. Namun dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Kebangkitan industri, transportasi, globalisasi, perusahaan multinasional mempunyai arti yang sangat penting dalam era globalisasi dan berdampak dalam peningkatan perdagangan internasional. Filosofi dan konsep yang terkandung dalam perdagangan Internasional adalah, interpendensi atau sifat saling ketergantungan antar negara satu dengan negara lainnya. Sifat ini melahirkan hubungan dagang antar negara yang diatur dengan undang-undang

23 nasional masing-masing negara, atau kesepakatan bilateral/regional/multilateral (Purwinto, 2010). Dalam hubungan internasional, perdagangan internasional merupakan salah satu topik penting dalam disiplin ilmu Ekonomi Politik Internasional. Sejak munculnya konsep negara-bangsa, aktivitas perdagangan sudah mewarnai interaksi antarnegara. Robert Giplin mengatakan bahwa perdagangan dan perang selalu menjadi pusat evolusi hubungan internasional. Perdagangan telah menyebabkan perubahan-perubahan mendasar dalam hubungan antarbangsa (Bakry, 2015). Ekonomi politik internasional pada intinya membahas tentang siapa mendapatkan apa dalam sistem ekonomi dan politik internasional (Jackson & Sorensen, 2005). Setiap pemerintah suatu negara tertentu tentunya mempunyai kewajiban untuk memperoleh dan meningkatkan kemakmuran ekonomi bagi warga negaranya. Demi tujuan ini, maka untuk mencapai kemajuan ekonominya, suatu negara melakukan kerjasama dengan negara lainnya, dengan harapan bahwa kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sendiri dapat diperoleh dari hasil interaksinya dengan negara lain yang mempunyai kelebihan akan hal itu, baik itu secara bilateral ataupun multilateral. Dalam perspektif ekonomi politik, masalah perdagangan internasional selalu terkait dengan variabel politik. Artinya, perdagangan internasional bukanlah suatu arena yang bersifat eksklusif. Setidaknya perdagangan

24 internasional selalu kait mengait dengan politik, meskipun keterkaitan itu kadang sangat kuat dan tidak jarang agak longgar (Bakry, 2015). Noeramil Zhamri mengemukakan bahwa dalam perdagangan internasional terdapat suatu pertukaran baik barang ataupun jasa yang berkaitan dengan negara lain seperti yang dijelaskan dalam bukunya bahwa pengertian perdagangan internasional yakni Perdagangan internasional adalah pertukaran barang dan jasa suatu barang (produknya) dengan negara lain. Perdagangan internasional biasanya menyangkut transaksi-transaksi yang independen (Zhamri, 1985). Dalam perdagangan internasional yang menjadi pelaku adalah pemerintah, seperti yang diungkapkan Bob Sugeng Hadiwinata dalam bukunya Politik Bisnis Internasional Ekonomi Internasional atau perdagangan internasional menitikberatkan perhatiannya kepada hubungan ekonomi antar negara (Hadiwinata, 2002). David Ricardo yang dikenal dengan teori keunggulan komparatif (Comparative Advantage) meyakini bahwa perdagangan internasional itu bersifat saling menguntungkan (mutual beneficial). Hukum keunggulan komparatif Ricardo menyajikan dasar-dasar baru bagi teori perdagangan liberal dan juga menjadi landasan bagi seluruh bangunan ekonomi liberal. Menurut Ricardo perdagangan modern arus barang antarnegara ditentukan keunggulan komparatif yang dimiliki masing-masing negara. Negara-negara yang

25 menghasilkan produk tertentu dengan biaya relatif rendah akan memiliki keunggulan atas produk tersebut dalam perdagangan intenasional (Bakry, 2015). Kerangka konseptual ini kemudian akan digunakan untuk mengetahui efektivitas dari hubungan kerjasama antara Indonesia dan Jepang dalam kerangka kerjasama IJEPA. Teori kerjasama internasional sebagai pengukur efektivitas dalam kerjasama yang dilakukan oleh kedua negara melalui tujuan dan kepentingan yang dibawa kedua negara dalam melakukan kerjasama akan membawa keuntungan bersama. Konsep hubungan bilateral akan berfungsi sebagai alat ukur untuk efektivitas hubungan kerjasama antara kedua negara dalam melakukan kerjasama kesepakatan perjanjian IJEPA dengan mengukur keuntungan yang akan diperoleh oleh kedua negara dengan melakukan kerjasama kesepakan IJEPA. Dan teori perdagangan internasional akan mengukur mekanisme dari kerangka IJEPA dalam kesepakatan perdagangan ekspor karet Indonesia ke Jepang. IJEPA menjadi perjanjian bebas bilateral pertama yang dibentuk oleh Jepang dengan Indonesia atas dasar prinsip EPA (Economic Partnership Agreement) berdasarkkan pada Free Trade Agreement New-Age dan bersifat WTO-plus (World Trade Organization-Plus). F. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Deskriptif-Analitik. Yaitu penelitian yang menggunakan pola penggambaran keadaan fakta empiris

26 disertai argumen yang relevan secara deskriptif. Kemudian, hasil uraian tersebut dilanjutkan dengan analisis untuk menarik kesimpulan yang bersifat analitik. 2. Teknik Pengumpulan Data Dalam teknik pengumpulan data, penulis menelaah sejumlah literatur untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan. Data-data didapatkan melalui buku, jurnal, artikel, dokumen yang berasal dari majalah, surat kabar harian, ataupun dari media elektronik. Adapun bahan-bahan tersebut diperoleh melalui: a. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin. b. Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia. 3. Jenis Data Jenis data yang penulis gunakan adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi literatur seperti buku, jurnal, artikel, katalog, website, surat kabar, dan berbagai data terkait lainnya. Data yang dibutuhkan ialah data yang berkaitan langsung dengan penelitian penulis yakni tentang hubungan kerjasama Indonesia dan Jepang dalam perjanjian Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement atau IJEPA khususnya pada bidang ekspor komoditi karet Indonesia ke Jepang, kemudian kondisi karet di Indonesia dan data mengenai tantangan ekspor karet yang dihadapi oleh kedua negara melalui perjanjian IJEPA serta data-data lain yang berhubungan dnegan masalah penelitian.

27 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan penulis adalah analisis secara kualitatif namun tidak mengabaikan data-data kuantitatif, di mana data kuantitatif digunakan sebagai pelangkap atau pendukung analisis kualitatif. Untuk menganalisis permasalahan yang ada, penulis akan menghubungkan fakta-fakta yang ada dengan fakta-fakta relevan lainnya sehingga akan menghasilkan argumen yang tepat. 5. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan oleh penulis ialah metode deduktif, yaitu dengan menggambarkan secara umum masalah yang diteliti, kemudian menarik kesimpulan secara khusus dalam menganalisis data.

28 BAB III HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-JEPANG DALAM KERANGKA INDONESIA-JAPAN ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT A. Perjanjian Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) IJEPA atau Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement merupakan perjanjian kerjasama ekonomi yang dilakukan oleh Indonesia dan Jepang yang ditanda tangani pada tanggal 20 Agustus 2007 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Shinzo Abe. Perjanjian ini merupakan perjanjian kerjasama perdagangan bebas bilateral yang dilakukan Jepang dan Indonesia, sekaligus menjadi perjanjian kerjasama perdagangan bebas bilateral yang pertama kali dilakukan oleh Indonesia. Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement atau IJEPA adalah perjanjian kerjasama yang terdiri dari 13 isu komprehensif dan bersifat WTO Plus (World Trade Ogranization Plus) (melebihi kesepakatankesepakatan yang sudah diatur oleh WTO) dan ditambah peningkatan kapasitas (Capacity Building) sebagai bagian dari Partnership Agreement (kemitraan). 1. Latar Belakang IJEPA Awal mula terbentuknya IJEPA atau Indonesia-Japan Partnership Agreement dimulai dari kesepakatan kerjasama ekonomi bilateral yang didirikan oleh Jepang pada tahun 2000 bernama Economic Partnership Agreement (EPA) yang merupakan suatu konsep kerjasama ekonomi jepang dengan beberapa negara. Jepang hingga saat ini telah melakukan kesepakatan EPA dengan 14

29 negara yakni Singapura, Meksiko, Malaysia, Chili, Thailand, Indonesia, Brunei Darusalam, Philipina, Swiss, Vietnam, India, Peru, Australia, dan Mongolia, ditambah dengan ASEAN dan TPP (Ministry of Foreign Affairs of Japan, 2017). EPA atau Economic Partnership Agreement adalah perjanjian internasional untuk mederegulasi peraturan-peraturan bagi penanaman modal dan pengendalian imigrasi sebagai tambahan dari isi kesepakatan (Bahtiar, 2016). EPA adalah kerangka kerjasama ekonomi yang mencakup dua isu utama: (1) isu tradisional FTA, yakni liberalisasi perdagangan atas produk barang dan jasa; (2) isu-isu baru atau sering disebut sebagai WTO-Plus yang terdiri atas dua kategori yakni Isu Singapura (Singapore Issues) dan isu lainnya yang mencakup kerjasama dalam berbagai bidang. Isu tradisional FTA melibatkan kesepakatan penghapusan hambatan tariff dan nontariff dalam perdagangan barang dan jasa. Isu ini disebut tradisional karena merupakan elemen dasar dari negosiasi-negosiasi GATT dan WTO. Pada pertemuan tingkat menteri di Singapura tahun 1996, WTO mendeklarasikan isuisu baru terkait dengan liberalisasi perdagangan yang kemudian dikenal sebagai Isu Singapura. Isu ini merupakan klausul aturan-aturan baru yang terdiri dari fasilitas perdagangan, government procurement, investasi dan kebijakan kompetisi (Fatnilativia, 2008). Dengan memasukkan isu-isu ini ke dalam kerangka, EPA menjadi kerangka kerjasama ekonomi yang lebih luas dari FTA di mana EPA tidak hanya menyangkut liberalisasi perdagangan, tetapi juga fasilitas dan kerjasama.

30 Dengan melakukan kerjasama dalam kerangka EPA, maka negara dapat memproleh tariff yang lebih rendah dari pada negara lain. WTO sebagai organisasi perdagangan dunia telah menetapkan prinsip Most Favored Nation (MFN) sehingga perlakukan suatu negara terhadap semua negara di dunia harus sama, namun jika dua negara menyepakati EPA maka negara tersebut dapat menurunkan tariff lebih rendah dibandingkan dari pada tariff MFN. Hal tersebut menjadi salah satu manfaat dalam melakukan EPA. Penentuan tarif EPA digolongkan menjadi 3 tingkatan, yaitu (Bahtiar, 2016): a. Sewaktu tarif EPA diimplementasikan tingkat tarif menjadi 0%. Setelah EPA diimplementasikan tarif EPA menjadi 0%, sehingga terdapat keuntungan memanfaatkan EPA kecuali tingkat MFN juga 0% b. Penghapusan tarif secara bertahap dalam periode tertentu setelah diimplementasikan. Setelah EPA diimplementasikan, tingkat EPA berkurang secara bertahap hingga akhir tingkat EPA menjadi 0%. Biasanya, setelah EPA berlaku, tingkat tarif akan berkurang dalam 3,5, 7 atau 0 tahun, kemudian tingkat EPA akan menjadi 0% setelah periode waktu tertentu. c. Tidak ada penghapusan tarif atau pengurangan (tarif MFN yang berlaku). Dalam kasus ini, EPA tidak melakukan penghapusan atau pengurangan tarif sehingga tingkat MFN yang harus digunakan. Dalam penerapan EPA, Ketentuan Asal barang merupakan suatu syarat penting. Proses ini diperlukan karena target produk dalam EPA haruslah barang

31 yang berasal dari negara yang mengikat perjanjian. Sehingga eksportir harus membuktikan kepada pejabat pemerintah yang berwenang bahwa barang yang akan di ekspor benar-benar barang yang dibuat di negara eksportir agar dapat memperoleh surat keterangan asal. Surat keterangan asal membuktikan bahwa produk tersebut memenuhi syarat untuk memperoleh tariff EPA yang nantinya surat tersebut dipergunakan oleh eksportir untuk diserahkan kepada importir yang diserahkan kepada pegawai pabean di negara importir untuk pembuatan pemberitahuan impor barang (Bahtiar, 2016). Oleh sebab itu, Jepang menggunakan konsep EPA sebagai salah satu perjanjian kerjasama untuk meningkatkan perekonomian negara dengan mendapatkan preferensi berupa penurunan atau pembebasan tariff bea masuk dan untuk mempererat hubungan bilateral dengan negara lain. Demi terwujudnya EPA, Jepang menjalin kerjasama bilateral dengan negara lain salah satunya dengan Indonesia. EPA antara Indonesia dan Jepang terbentuk atas kesepakatan dua kepala negara untuk mempererat serta meningkatkan hubungan bilateral yang telah terjalin lama diantara kedua negara tersebut. Pada bulan Juni 2003 Perdana Menteri Jepang pada saat itu Junichiro Koizumi menawarkan IJEPA yang berawal dari proposal pembentukan FTA (Free Trade Area) secara bilateral kepada Presiden Megawati ketika Presiden berkunjung ke Tokyo untuk Joint statement on Japan-Indonesia Summit Meeting. Pada Konferensi tersebut Perdana Menteri Koizumi dan Presiden Megawati mengumumkan bahwa adanya kemungkinan untuk pembentukan EPA diantara kedua negara. Kedua kepala negara sepakat untuk melakukan

32 pertemuan pendahuluan untuk mendiskusikan kemungkinan pembentukan EPA. Dan pertemuan pertama terjadi pada 8 September 2003 yang diadakan di Tokyo dengan pembahasan pandangan masing-masing pihak terhadap FTA (Firdaus, 2014). Pada tanggal 6 November 2004, Kepala Nippon Kaidaren (Japan Business Federation), Hiroshi Okuda mengunjungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk meneruskan kembali pembicaraan mengenai FTA Indonesia dan Jepang. Sebetulnya, inisiatif Jepang untuk membentuk EPA dengan Indonesia terkait dengan pembentukan EPA dengan ASEAN. Hal ini ditegaskan oleh PM Jepang Koizumi pada saat KTT ASEAN Jepang di Phnom Penh pada tanggal 5 November 2002 (Bahtiar, 2016). Pada pertemuan APEC di Pnom Penh, Kamboja tanggal November 2004, Presiden Indonesia pada saat itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara resmi menyampaikan kepada PM Jepang Junichiro Koizumi mengenai pentinganya EPA sebagai alat untuk mempromosikan hubungan perekonomian yang lebih dekat diantara kedua negara (Japan - Indonesia Economic Partnership Agreement - Joint Study Group Report, 2005). Selanjutnya, pada 15 Desember 2004, Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang, Soichi Nakagawa menemui Menteri Perekonomian Indonesia Aburizal Bakrie untuk membicarakan rencana kesepakatan EPA tersebut (Firdaus, 2014). Pada 16 Desember 2004, Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Shoichi Nakagawa menemui Menteri Perdagangan Republik Indonesia Mari

33 Elka Pangestu di Jakarta untuk menyepakati pembentukan sebuah kelompok studi bersama atau Joint Study Group (JSG). Bertugas untuk mengkaji dan memberikan penilaian menyeluruh (full-scale assessment) tentang kemungkinan pembentukan kesepakatan FTA, biaya dan keuntungan yang akan dihasilkan oleh kerjasama ini dan sektor-sektor yang akan dimasukkan ke dalam kerangka kerjasama tersebut (Japan - Indonesia Economic Partnership Agreement - Joint Study Group Report, 2005). Pada tanggal 6 Januari 2005, Menteri Luar Negeri Jepang Nobutaka Machimura dan Wakil Presiden Republik Indonesia H. Muhammad Jusuf Kalla memutuskan untuk mengadakan tiga pertemuan JSG yang mulai dilakukan dari bulan April Pertemuan ini bertujuan untuk menghasilkan rekomendasi mengenai isu-isu termasuk membahas untuk memulai negosiasi EPA (Japan - Indonesia Economic Partnership Agreement - Joint Study Group Report, 2005). Pertemuan Joint Study Group (JSG) pertama dilakukan di Jakarta pada 31 Januari 1 Februari Pertemuan kedua dilakukan di Bali pada 4-5 Maret Pertemuan ketiga dilakukan di Tokyo pada April Pertemuan tersebut dilakukan antara perwakilan kementrian dan lembaga terkait dari kedua negara, dan juga melibatkan perwakilan sektor akademik dan swasta dari kedua negara tersebut (Japan - Indonesia Economic Partnership Agreement - Joint Study Group Report, 2005). Dari tiga kali pertemuan JSG tersebut menghasilkan rekomendasi manfaat perlunya EPA diantara kedua negara berupa Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), yang kemudian

34 diikuti dengan seri perundingan atau negosiasi sebanyak 6 putaran sejak Juli 2005 hingga November 2006 (Bahtiar, 2016). Pada akhir negosiasi bulan November 2006 di Tokyo, kedua Chief Negotiator Ambassador Soemadi DM Brotodiningrat dan Mr. Mitoji Yabunaka menandatangani Record of Discussion yang mencakup persetujuan prinsip atas bagian-bagian utama dari 13 kelompok negosiasi dan menyepakati untuk melakukan finalisasi dari perjanjian sesegera mungkin. Pada tanggal Juni 2007, dilakukan negosiasi akhir dalam kerangka wrap up meeting yang disepakati oleh kedua Chief Negotiator menghasilkan Record of Discussion. Hasil tersebut sebagai landasan bagi langkah selanjutnya yang akan menyelesaikan Pending Issue dan merapikan Draft text dari segi bahasa dan hukum (Japan - Indonesia Economic Partnership Agreement - Joint Study Group Report, 2005). Pada 20 Agustus 2007 Indonesia dan Jepang menandatangani kesepakatan perjanjian kerjasama ekonomi Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Shinzo Abe. Kesepakatan ini menjadi perjanjian perdagangan bebas pertama yang dilakukan Indoneisa (Ardiyanti, 2015). Kesepakatan IJEPA juga telah disahkan ke dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 36 tahun 2008 tentang Pengesahan Agreement Between The Republic of Indonesia And Japan For Economic Partnership (Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi). Kesepakan ini diperkuat lagi dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan nomor 94/PMK.011/2008

35 tentang Modalitas Penurunan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi menetapkan IJEPA berlaku efektif sejak 1 Juli Dengan demikan, titik waktu 1 Juli 2008 sebagai tanggal efektif pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 95/PMK,011/2008 digunakan untuk mengevaluasi pengaruh dari skema IJEPA terhadap Indonesia dan Jepang dari sisi kontribusi ekspor bagi pendapatan nasional dan peningkatan pertumbuhannya (Setiawan, 2012). 2. Tinjauan Umum IJEPA Dalam dokumen perjanjian Japan-Indonesia Economic Partnership - Joint Study Group Report menjabarkan 6 tinjauan umum dari IJEPA sebagai berikut (Japan - Indonesia Economic Partnership Agreement - Joint Study Group Report, 2005): 1. Jepang dan Indonesia telah menjalin hubungan ekonomi yang erat di berbagai bidang. 2. Di bidang perdagangan, Jepang merupakan mitra dagang terbesar baik dalam ekspor maupun impor untuk Indonesia. 3. Di bidang investasi, Jepang telah lama menjadi negara investor terbesar di Indonesia. Walaupun pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi di Asia dan karena hal tersebut investasi langsung Jepang ke Indonesia

36 mengalami penurunan. Namun Jepang tetap sebagai penanam modal tertinggi di Indonesia. 4. Jepang merupakan pemberi bantuan terbesar atau Official Development Assistance (ODA) ke Indonesia. 5. Hubungan ekonomi yang telah disebutkan sebelumnya, tidak akan dipertahankan untuk selamanya tanpa upaya terus-menerus oleh kedua negara. Dalam Joint Study Group, para peneliti dari kedua belah pihak menunjukkan bahwa EPA bilateral antara kedua negara secara signifikan bisa menguntungkan kedua belah pihak. 6. Dengan mempertimbangakan keadaan dan setelah melalui diskusi dalam Joint Study Group memberikan pandangan untuk memajukan dan memperkuat kemitraan ekonomi diantara kedua negara. 3. Tujuan IJEPA dan Manfaat IJEPA untuk Indonesia Untuk meningkatan kerjasama diantara kedua negara, Indonesia dan Jepang sepakat untuk bekerjasama melalui perjanjian kemitraan ekonomi atau Economic Partnership Agreement (EPA). Dari EPA tersebut lahirlah IJEPA yang merupakan perjanjian kerjasama ekonomi antara Indonesia dan Jepang. Tujuan IJEPA adalah untuk meningkatkan kinerja ekonomi kedua pihak melalui liberalisasi perdagangan barang, jasa, dan investasi, fasilitas dan kerja sama ekonomi (Japan - Indonesia Economic Partnership Agreement - Joint Study Group Report, 2005).

37 Kedua negara memiliki tujuan masing-masing dalam menjalin kerjasama EPA. Jepang menjadikan EPA untuk memperkuat akses pasar di negara-negara yang menjadi target produk industrinya. Sedangkan Indonesia menjadikan EPA sebagai alat untuk mendapatkan perlakuan yang seimbang (proper balance), khususnya menyangkut aspek kerjasama guna membangun kapasitas ekonominya (Japan - Indonesia Economic Partnership Agreement - Joint Study Group Report, 2005). Di dalam perjanjian IJEPA, Jepang menyatakan komitmennya untuk membantu pihak Indonesia dalam meningkatkan kapasitas industrinya (capacity building) agar produk/jasanya bisa memenuhi persyaratan mutu yang dituntut oleh pasar Jepang melalui elemen perjanjian atau Cooperation. Hasil dari Joint Study Group melahirkan konsep utama atau pilar dasar dari kerjasama IJEPA, yaitu: a. Fasilitas Perdagangan dan Investasi: Upaya bersama untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan tingkat kepercayaan bagi investor Jepang; Kerjasama di bidang prosedur kepabeanan, pelabuhan dan jasa-jasa perdagangan, HAKI; b. Liberalisasi, yaitu menghapuskan atau mengurangi hambatan perdagangan dan investasi (bea masuk dan memberikan kepastian hukum);

38 c. Kerjasama, yaitu Kesepakatan untuk kerjasama dalam meningkatkan kapasitas Indonesia sehingga lebih mampu bersaing dan memanfaatkan secara optimal peluang pasar dari IJEPA. 4. Bidang Kerjasama IJEPA Dari tiga pilar dasar kerjasama IJEPA, lahir 11 bidang kerjasama IJEPA, yakni (Japan - Indonesia Economic Partnership Agreement - Joint Study Group Report, 2005): 1. Perdagangan Barang atau Trade In Goods Dalam bidang perdagangan, IJ-EPA mempunyai pandangan yang sama bahwa penurunan biaya tarif adalah elemen penting untuk memperkuat kemitraan ekonomi diantara kedua negara. Pihak Indonesia memberikan perhatian penuh dalam hal penurunan tariff, khususnya peningkatan tarif baik sebagai rintangan non tarif, termasuk minat produk dari kedua negara. Dalam kerjasama di bidang perdagangan terdapat beberapa katergori untuk semua produk yang diperdagangkan, yaitu: o Kategori A: disebut Fast Track, produk yang tarifnya nol (0); o Kategori B: disebut Normal Track, produk yang tariffnya diturunkan secara bertahap dalam kurun waktu 3, 5, 7 dan 10 tahun setelah implementasi EPA;

39 o Kategori C: disebut Special Arrangement, produk yang masuk negosiasi tapi penurunan tarifnya diatas 10 tahun setelah implementasi EPA dan atas persetujuan kedua belah pihak; o Kategori X: disebut Exclusion List produk yang dikeluarkan dari negosiasi karena tergolong sensitive product; o Kategori Q; disebut Quota product yang mendapat Tariff Rate Quota dari Jepang yaitu sorbitol, pisang dan nanas. Pada sektor pertanian, kedua belah pihak sepakat akan menghapuskan tarif untuk sebagian besar komoditi pertanian dalam jangka waktu 10 tahun. Dalam laporan Joint Study Group, bidang kerjasama Trade in Goods (Perdagangan) tebagi menjadi 3 bagian yakni; Industrial Goods (Barangbarang Industri); Agriculture, Foresty, and Fisheries (Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan) (Japan - Indonesia Economic Partnership Agreement - Joint Study Group Report, 2005): o Barang-barang Industri (Industrial Goods) 1. Kedua pihak menekankan bahwa salah satu maksud utama IJ-EPA adalah mengejar perluasan investasi dari Jepang ke Indonesia lewat perbaikan iklim investasi di Indonesia. Pihak Jepang mengatakan bahwa perbaikan akses market sebaiknya dibicarakan bersama dengan perbaikan iklim investasi di Indonesia. Dengan alasan itu, dan mengakui sifat struktur industri yang saling mengimbangi dari Jepang dan Indonesia, pihak Jepang memberikan pandangan bahwa penurunan tariff untuk semua barang adalah prinsip dasar dari kerjasama ini, dan

40 kedua pihak sebaiknya segera melakukan penurunan tariff segera dari jadwal AFTA. Pihak Jepang juga memberikan keterangan menarik dalam menyingkirkan tariffseperti, mobil dan bagian-bagian mobil, listrik dan elektronik, baja, dan bahan tekstil, di mana Indonesia memiliki tariff yang tinggi. 2. Mobil Jepang dan industri bagian mobil, menyebutkan bahwa penyingkiran tariff secara prinsip perlu untuk memperkuat kerjasamanya dengan mitra local Indonesia lewat kemitraan. o Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan (Agriculture, Foresty, and Fisheries) a. Sisi Indonesia berpendapat bahwa EPA dapat berkontribusi pada peningkatan pembangunan dan perdagangan di bidang pertanian, kehutanan dan perikanan untuk kedua belah pihak dan menyatakan kesediaannya untuk melanjutkan diskusi mengenai peningkatan akses pasar di wilayah-wilayah ini. b. Kedua belah pihak menjelaskan bahwa ada produk khusus dan / atau sensitif di bidang pertanian, kehutanan dan perikanan untuk kedua negara. Pihak Jepang mengacu pada produk sensitif seperti beras dan produk beras, jelai, gandum, daging, nanas, pisang, pati, gula dan produk gula, produk susu, kayu, tuna termasuk tuna cakalang, IQ-IQ terkait perikanan, minyak dan lemak tertentu dan makanan olahan. Pihak Indonesia mengacu pada produk khusus seperti beras, jagung, kedelai dan gula. Kedua belah pihak menegaskan bahwa mereka akan

41 melakukan negosiasi mengenai EPA secara fleksibel dengan pertimbangan mengenai produk khusus dan / atau sensitif. Fleksibilitas seluruh produk, termasuk pengecualian produk dari cakupan liberalisasi perdagangan di bawah EPA, akan ditentukan dengan mempertimbangkan sensitivitas produk dari kedua belah pihak. c. Pihak Jepang meminta agar subsidi ekspor, bea ekspor dan pembatasan ekspor oleh Pemerintah Indonesia di bidang pertanian, kehutanan dan perikanan harus dihilangkan. Sebuah organisasi pertanian Jepang menekankan, bahwa manfaat dari EPA harus dimiliki oleh semua sektor ekonomi, bahwa EPA harus sejalan dengan upaya untuk ketahanan pangan dan peningkatan dalam tingkat swasembada, dan bahwa hal itu harus memperhatikan dengan multifungsi pertanian. Pihak Indonesia berbagi pandangan mengenai hal-hal ini karena keprihatinan mereka terhadap pembangunan pedesaan dan perbaikan mata pencaharian pedesaan. d. Pihak Indonesia bersikukuh perlunya kerjasama teknis di wilayah karantina. Pihak Indonesia menunjukkan bahwa EPA seharusnya tidak menyakiti petani skala kecil di Indonesia dan juga di Jepang. Dalam hal ini, pihak Indonesia meminta kerjasama dengan pihak Jepang mengenai kegiatan koperasi pertanian dan organisasi petani. e. Di bidang kehutanan, pihak Jepang menyatakan sensitivitas panel kayu sektor manufaktur. Pihak Jepang meminta Pemerintah Indonesia untuk melakukan kegiatan lebih lanjut melawan pembalakan liar dan

42 membahas pentingnya perlindungan hutan tropis. Pihak Indonesia menyatakan bahwa upaya serius dan konsisten dilakukan dalam memberantas pembalakan liar. Pihak Indonesia juga menunjukkan bahwa perdagangan internasional ilegal di sektor ini harus ditangani secara bersamaan. f. Di bidang perikanan, kedua negara sepakat memperkuat lebih lanjut hubungan kerjasama pengelolaan sumber daya perikanan. Sementara kelompok industri perikanan Jepang menunjukkan bahwa industri perikanan kedua negara bersaing dalam hal sumber daya perikanan termasuk tuna dan tuna cakalang, kedua belah pihak menyadari pentingnya mengambil langkah lebih lanjut menuju pengelolaan sumber daya perikanan yang terorganisir, khususnya untuk menghilangkan penangkapan ikan secara ilegal, tidak diatur dan tidak dilaporkan atau IUU di sekitar perairan Indonesia. Kedua negara juga menginginkan kemungkinan kerjasama lain dalam bidang perikanan bukan hanya mengarah pada sektor ekonomi. g. Pihak Indonesia meminta dukungan teknis untuk menghilangkan kapal penangkap ikan illegal yang telah beroperasi di sekitar perairan Indonesia dan untuk mengembangkan induk udang lokal. Kedua belah pihak mengakui pentingnya kerjasama untuk menginvestigasi sumber daya perikanan di perairan Indonesia sebagai peluang bisnis masa depan di Indonesia.

43 2. Rule of Origin Kedua negara berbagi pandangan bahwa peraturan mengenai ketentuan asal (Rule of origin) didasarkan pada ASEAN-Japan Comperhensive Economic Partnership Agreement dan IJEPA yang disatukan. 3. Prosedur Ekspor-Impor dan Bea Cukai (Costum Procedure) Kedua negara akan berbagi informasi untuk memfasilitasi perdagangan. Pihak Jepang menunjukkan keseimbangan antara fasilitas perdagangan dan menjamin keamanan adalah hal yang sangat penting dalam bidang eksporimpor dan bea cukai. Industri Jepang meminta untuk meningkatkan prediktabilitas prosedur ekspor impor dan bea cukai melalui peningkatan transparansi dalam prosedur, fasilitasi prosedur, penerapan peraturan secara seragam. Berdasarkan opini tersebut, pihak Jepang menekankan bahwa sehubung dengan prosedur ekspor impor dan bea cukai, EPA harus mencakup hal-hal berikut: a. Memastikan transparansi; b. Kerjasama pertukaran informasi antara pihak bea cukai untuk tujuan memfasilitasi perdagangan melalui penyederhanaan dan harmonisasi prosedur ekspor impor dan bea cukai indonesia, dan memastikan penegakan hukum yang efektif terhadap perdagangan barang gelap; c. Pembentukan mekanisme tindak lanjut dengan baik. Pihak Indonesia memberikan Informasi mengenai ekspor-impor dan bea cukai yang telah disederhanakan. Selain itu, pihak Indonesia menegaskan bahwa

44 Indonesia terus berusaha memperbaiki prosedur ekspor-impor dan bea cukai. Pihak Indonesia mempunyai pandangan atas pentingnya kerjasama antara kedua belah pihak yang berwenang dalam bidang ekspor impor dan bea cukai. 4. Perdagangan Jasa (Trade In Service) Pihak Jepang memberikan perhatiannya di bidang liberalisasi jasa yang berhubungan dengan pembuatan jasa informasi dan pelayanan keuangan, serta pelayanan hukum. Pihak Jepang menjelaskan bahwa pembuatan jasa pelayanan dapat membantu perbaikan prasarana di Indonesia, dan jasa pelayanan yang berhubungan dengan hal-hal seperti Industri Pabrik. Di mana pihak Jepang sebagai salah satu penanam modal terbesar di Indonesia. Pihak Indonesia juga memberikan perhatian dalam pelayanan di bidang liberalisasi, termasuk pelayanan kepariwisataan, informasi dan komunikasi, transportasi maritim, pendidikan, dan pelayanan yang berhubungan dengan kesehatan. Pihak Indonesia juga menerangkan adanya kemajuan dalam bidang liberalisasi yang sudah dilakukan di bawah WTO (World Trade Organization) dalam bidang perdagangan dan pelayanan keuangan. Sejauh ini pelayanan distribusi, pihak Indonesia menerangkan bahwa area ini sudah dibuka untuk partisipasi asing.

45 5. Investasi (Investment) IJEPA akan menyediakan mekanisme untuk perbaikan lingkungan perusahaan dan promosi keyakinan perusahaan, dengan partisipsi kedua pemerintah Indonesia dan Jepang, sektor pribadi masing-masing dan organisasi relevan lainnya. Pihak Jepang memberikan perhatiannya di bidang liberalisasi jasa yang berhubungan dengan pembuatan jasa, informasi dan pelayanan keuangan, dan pelayanan hukum. Pihak Jepang menjelaskan bahwa pembuatan pelayanan dapat membantu perbaikan prasarana di Indonesia, dan pelayanan yang berhubungan dengan hal-hal seperti Industri Pabrik yang mana pihak Jepang sebagai penanam modal terbesar. Perwakilan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) menjelaskan bahwa dalam proses liberalisasi yang stabil, Indonesia telah mempertimbangkannya melalui Undang - Undang Penanaman Modal baru yang sedang direvisi; Undang-undang penanaman modal yang baru ini bertujuan untuk menyederhanakan prosedur terkait investasi termasuk dari sistem lisensi ke sistem registrasi dan beberapa peraturan lainnya, selain itu, undang-undang ini juga diubah untuk memberikan pembatasan tertentu pada modal asing dalam beberapa kasus. Pihak Jepang menyatakan minatnya dalam liberalisasi sektor jasa termasuk layanan terkait manufaktur, jasa konstruksi, layanan informasi dan komunikasi, jasa transportasi dan pariwisata, jasa distribusi, jasa keuangan, dan layanan hukum. Pihak Jepang menjelaskan bahwa layanan konstruksi Jepang dapat

46 berkontribusi terhadap perbaikan infrastruktur di Indonesia, dan layanan terkait manufaktur sangat penting bagi industri manufaktur di mana investor Jepang merupakan salah satu penyumbang terbesar bagi perekonomian Indonesia. Pihak Indonesia juga menyatakan ketertarikannya pada liberalisasi sektor jasa, termasuk layanan pariwisata, informasi dan komunikasi, transportasi maritim, konstruksi, pendidikan dan layanan kesehatan. Pihak Indonesia juga menjelaskan beberapa kemajuan liberalisasi melampaui tingkat yang telah dilakukan di bawah WTO dalam perdagangan jasa konstruksi dan keuangan. Sejauh menyangkut layanan distribusi, pihak Indonesia menjelaskan bahwa bagian ini telah dibuka untuk partisipasi asing. 6. Movement of Natural Person Kedua belah pihak akan menyediakan kerangka ini, karena memudahkan perpindahan manusia di berbagai kategori termasuk pengunjung perusahaan jangka-pendek, intra-bisnis transfereces, penanam modal dan servis profesional. Pihak Indonesia menyatakan ketertarikannya untuk saling mengakui kualifikasi di bidang pariwisata dan layanan hotel, layanan spa, layanan makanan-minuman terkait makanan, pengasuh, pelaut dan perawat. Pihak Indonesia meminta: (a) penerimaan pekerja terampil atau pekerja profesional di bidang keperawatan, pengasuh, hotel dan industri pariwisata, dan (b) pengakuan pelaut bersertifikat di kapal penangkap ikan tuna Jepang dan mengizinkan perwira Indonesia untuk bertugas di kapal penangkap ikan tuna

47 Jepang. Pihak Jepang menjelaskan bahwa Jepang menerima tenaga profesional atau teknis untuk masuk ke Jepang sebagai kebijakan Pemerintah. 7. Government Procurement IJEPA menyediakan kerangka ini untuk pertukaran informasi dan mekanisme untuk dialog dengan partisipasi kedua Pemerintah, sektor pribadi masing-masing dan organisasi relevan lainnya. Kedua Pihak akan memajukan kerjasama teknik di bidang ini dengan pandangan untuk meningkatkan transparansi. 8. Intellectual Proverty Rights (Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)) Pihak Jepang memandang hak kekayaan intelektual merupakan elemen penting untuk memilih tujuan investasi bagi Jepang, dan perlunya perbaikan lingkungan di Indonesia untuk perlindungan HAKI agar perusahaan Jepang dapat melakukan promosi investasi. Pihak Jepang menegaskan pendapatnya sebagai berikut: a. Perbaikan dan perlindungan HAKI b. Peningkatan Kerjasama Internasional c. Meluruskan dan meningkatkan transparansi prosedur administrasi d. Meningkatkan kesadaran umum atas perlindungan HAKI e. Peningkatan pelaksaan HAKI Kedua pihak akan menjamin perlindungan HAKI untuk memajukan efisiensi dan transparansi di bidang administrasi HAKI, perlindungan sistem

48 dan memperhitungkan ukuran untuk pelaksanaan hak-hak kekayaan intelektual melawan pelanggaran, pemalsuandan pembajakan. IJEPA akan menyediakan kerjasama bagi Indonesia dan Jepang dalam kerangka ini. 9. Competition Policy (Kebijakan Persaingan Usaha) Kedua belah pihak berbagi pandangan tentang pentingnya upaya kebijakan persaingan di bawah IJEPA. Pihak Jepang menekankan bahwa tujuan diskusi mengenai kebijakan persaingan di bawah EPA adalah untuk mencegah aktivitas anticompetitive di antara kedua negara agar tidak menghalangi manfaat liberalisasi dalam perdagangan dan investasi, sambil menunjukkan bahwa upaya di bidang kebijakan persaingan ini akan dilakukan dengan infrastruktur yang halus untuk investasi oleh perusahaan Jepang. Selain itu, pihak Jepang menyarankan agar upaya standar yang tinggi termasuk kerjasama penegakan hukum dan kerjasama teknis harus dilakukan di bawah IJEPA, karena Indonesia adalah salah satu negara paling maju di antara negara-negara ASEAN dalam hal upaya kebijakan persaingan. Pihak Jepang menekankan bahwa pemberitahuan, kerjasama, koordinasi, dan komitmen positif dan negatif secara khusus harus didiskusikan di bidang kerja sama penegakan hukum. Pihak Indonesia berbagi pandangan mengenai pentingnya kerja sama penegakan hukum di bawah IJEPA, sementara itu, Indonesia menyatakan bahwa langkah pertama adalah dengan penerapan undang-undang persaingan yang efektif dari kedua negara. Pihak Indonesia mengusulkan agar fokus kerja sama di bidang ini harus mencakup: (i) pertukaran informasi, dan (ii)

49 pembangunan kapasitas. Pihak Indonesia menekankan bahwa kegiatan tersebut dapat meliputi: a) mengkaji kebijakan dan hukum persaingan; b) mengembangkan kebijakan persaingan dan perangkat hukum; c) pengembangan kapasitas untuk lembaga penegakan hukum; d) meningkatkan dukungan dan kesadaran multi-stakeholder; dan e) mengembangkan kapasitas infrastruktur. 10. Energy and Mineral Resources (Sumber Daya Energi dan Mineral) Pihak Jepang menyebutkan bahwa bidang sumber penghasilan barang tambang dan energy adalah bidang penting untuk Jepang, dan sebaiknya dibicarakan dalam IJEPA, yaitu : (a) perbaikan lingkungan investasi (b) mendapatkan sumber barang tambang dan energi dalam keadaan darurat. Pihak Jepang juga mengajak Indonesia untuk memperbaiki lingkungan investasi, dan pentingnya sumber barang tambang dan energi serta sumber daya manusia yang memadai dalam bidang ini. Pihak Indonesia mengungkapkan bidang energy adalah satu bidang penting dalam kerangka kerjasama IJEPA, dan kedua belah pihak akan memperkuat dialog kebijkan dan kerjasama dalam bidang ini. Bagi Jepang, posisi Indonesia sangat penting sebagai negara penyedia energi. 11. Cooperation (Kerjasama) Kedua belah pihak akan meningkatkan kerjasama bilateral untuk pembangunan di berbagai bidang, yaitu pembuatan Industri, pertanian, perikanan, dan kehutanan, perdagangan dan investasi, perkembangan sumber

50 daya alam, pariwisata, informasi dan teknologi komunikasi, keuangan, usaha pengadaan pemerintah, dan lingkungan. Dengan tujuan untuk memperkuat kemitraan ekonomi di antara kedua negara. B. Kondisi Karet Indonesia Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia, hal ini dapat dilihat dalam kontribusinya terhadap PDB yang cukup besar yakni sekitar 13,7% pada tahun Selain itu, sektor pertanian juga berkontribusi besar dalam memperkerjakan tenaga kerja sekitar 32% dari jumlah penduduk angkatan kerja di Indonesia (CIA.gov, 2017). Pada saat krisis ekonomi terjadi, sektor pertanian merupakan sektor yang cukup kuat menghadapi goncangan ekonomi dan dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional. Salah satu sub sektor pertanian yang memiliki pengaruh terhadap perekonomian nasional adalah sub sektor perkebunan. Sub sektor ini merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa (Rahmansyah, 2017). Karet merupakan salah satu hasil komoditi dari sub sektor perkebunan yang memiliki peranan cukup penting dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai latex) yang diperoleh dari getah beberapa jenis tumbuhan pohon karet tetapi digunakan secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari latex yang digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet Hevea brasiliensis

51 (Euphorbiaceae). Ini dilakukan dengan cara melukai kulit pohon sehingga pohon akan memberikan respons yang menghasilkan lebih banyak latex (Departemen Perindustrian, 2007). Indonesia merupakan negara penghasil dan pengekspor karet terbesar di dunia. Sekitar 81,51% produksi karet alam Indonesia diekspor ke manca negara dan hanya sebagian kecil yang dikonsumsi dalam negeri (Badan Pusat Statistik, 2012). Besarnya potensi karet di Indonesia membuat usaha perkebunan karet di Indonesia terus berkembang. Adapun pengembang usaha karet di Indonesia terbagi menurut status perusahaannya, yakni Smallholder (Perusahaan Rumahan atau Rakyat), Government estate (Perusahaan Negara), dan Private estate (Perusahaan Swasta) (Rahmansyah, 2017). Produksi karet terbesar di Indonesia dihasilkan oleh produksi rumahan atau smallholder. Pada tahun 2009, Produksi Karet yang dihasilkan smallholder Indonesia sebesar ton sedangkan, perusahan milik negara dan perusahaan swasta hanya menghasilkan ton dan ton. Pada tahun 2015 Produksi Karet yang dihasilkan dari smallholder Indonesia terus meningkat hingga mencapai ton begitu pula dengan perusahaan negara dan perusahaan swasta yang masing-mamsing meningkat mencapai ton dan ton (lihat taber 3.1).

52 Grafik 3.1 Perkembangan Produksi Karet Indonesia menurut Status Pengusaha tahun 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, Katalog Statistik Karet Indonesia tahun 2015, hal. 7, Grafik diatas memperlihatkan bahwa persentase produksi karet yang diusahakan oleh perkebunan rakyat lebih besar dibandingkan dengan yang diusahakan oleh perkebunan besar negara ataupun perkebunan besar swasta. Hal ini juga dikarenakan luas wilayah perkebunan rakyat lebih besar dibandingkan dengan luas wilayah pekebunan negara ataupun swasta (lihat Grafik 3.2). Diestimasikan pada tahun 2015, hasil produksi karet Indonesia mencapai ton dengan perkebukanan rakyat sebesar ton, perusahaan negara sebesar ton dan perusahaan swasta ton.

53 Tabel 3.1 Produksi Karet di Indonesia Menurut Status Pengusaha Tahun (Ton) Tahun Perkebunan Rakyat Perusahaan Negara Perusahaan Swasta TOTAL Sumber: Data diolah dari data sekunder yang diperoleh dari Direktoral Jenderal Perkebunan Indonesia, Statistik Perkebunan Indonesia Tree Crop Estate Statistic of Indonesia , hal. 3. Peranan karet terhadap ekspor Indonesia tidak bisa dianggap kecil. Indonesia adalah produsen karet terbesar kedua di dunia dengan produksi 2,5 juta ton di tahun 2007, sedangakan Thailand memproduksi 2,9 juta ton pada tahun yang sama. Di tahun 2013 produksi karet Indonesia mengalami kenaikan hingga 3,2 juta ton. Walaupun di tahun 2014 produksi karet Indonesia mengalami penurunan menjadi 3,1 juta ton namun produksi karet di tahun 2015 diperkirakan mengalami kenaikan menjadi 3,2 juta ton. Selain itu, luas lahan karet Indonesia terbesar dengan luas mencapai 3,6 juta hektar pada tahun 2015 (lihat tabel 3.2).

54 Tabel 3.2. Kondisi Karet Alam Indonesia, Tahun Tahun Produksi (Ton) Luas Areal (Ha) Produktivitas (000Kg/Ha) Sumber : Data diolah dari data sekunder yang diperoleh dari Kementrian Pertanian Republik Indonesia ( Direktoral Jenderal Perkebunan Indonesia, Statistik Perkebunan Indonesia Tree Crop Estate Statistic of Indonesia , hal. 6. Direktoral Jenderal Perkebunan Indonesia, Statistik Perkebunan Indonesia Tree Crop Estate Statistic of Indonesia , hal. 6. Selain dari produksinya Indonesia juga memiliki luas areal tanam karet paling luas di dunia. Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk penanaman karet, khususnya di wilayah Kalimantan dan Sumatera. Luas area perkebunan karet pada tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta hektar yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Areal perkebunan karet di Indonesia berasal dari 85% perkebunan rakyat dan sisanya berasal dari perkebunan besar milik negara sebesar 7% dan 8% perkebunan milik swasta (Departemen Perindustrian, 2007). Besarnya perkebunan karet milik rakyat menjadikan karet sebagai mata pencaharian utama bagi petani karet khususnya di

55 wilayah Sumatera Selatan yang menjadi wilayah produksi karet terbesar di Indonesia. Perkembangan luas areal karet periode tahun diperkirakan mengalami peningkatan yakni berkisar 1,38% sampai dengan 1,42%. Di tahun 2013 lahan perkebunan karet Indonesia tercatat seluas 3,56 juta hektar. Sedangkan tahun 2014 diperkirakan luas areal perkebunan karet Indonesia terus meningkat sebesar 1,41% atau luas areal menjadi 3,61 juta hektar. Luas areal perkebunan karet diperkirakan menigkat kembali pada tahun 2015 sebesar 1,38% atau luas areal menjadi 3.66 juta hektar (Badan Pusat Statistik, 2014). Perkembangan luas areal perkebunan karet dapat dilihat pada tabel 3.2. Pada tahun 2014 hingga tahun 2015, luas area perkebunan karet di Indonesia tersebar di 26 provinsi, yakni seluruh provinsi di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, dan Pulau Jawa kecuali DKI Jakarta, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua. Dari ke-26 provinsi tersebut, Provinsi Sumatera Selatan merupakan provinsi dengan area perkebunan karet terluas dengan catatan pada tahun 2014 seluas 835,34 ribu hektar atau 23,16% dari luas area total perkebunan karet Indonesia. Pada tahun 2015, diperkirakan Sumatera Selatan masih menempati posisi teratas dengan luas 837,496 hektar. Sedangakan provinsi Sumatera Utara menempati posisi kedua sebagai wilayah dengan luas areal perkebunan karet di Indonesia seluas 427,086 hektar. Provinsi Kalimantan barat memeliki luas areal perkebunan karet terbesar di pulau Kalimantan sebesar 365,589 hektar, Untuk pulau Jawa, provinsi Jawa Barat

56 memiliki luas terbesar di pulau tersebut sebesar hekta. Di wilayah Sulawesi, provinsi Sulawesi Selatan memiliki luas areal karet sebesar hektar sedangkan wilayah Sulawesi Tengah sebesar hektar (Badan Pusat Statistik, 2015). Gambar 3.1. Peta 5 Provinsi Produsen Karet Tertinggi di Indonesia Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, Statistik Karet Indonesia, hal.xvi, Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk penanaman karet, dengan penghasil utama berasal dari Pulau Sumatera dan Kalimantan, yaitu Provinsi Sumatera Utara (0,41 juta ton), Riau (0,32 juta ton), Jambi (0,26 juta ton), Sumatera Selatan (0,93 juta ton), dan Kalimantan Barat (0,23 juta ton) (Badan Pusat Statistik, 2015). Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar pulau di Indonesia memiliki perkebunan karet yang luas, hal tersebut juga menjadikan Indonesia sebagai negara dengan luas areal perkebunan karet terluas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. bilateral maupun regional Free Trade Agreement (FTA). Sejak krisis Tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN. bilateral maupun regional Free Trade Agreement (FTA). Sejak krisis Tahun 1997 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sangat aktif melakukan kerjasama ekonomi. Tidak hanya dalam forum ekonomi multilateral seperti World

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

BAB 2 JEPANG DAN DINAMIKA ASEAN +3 FREE TRADE AGREEMENT

BAB 2 JEPANG DAN DINAMIKA ASEAN +3 FREE TRADE AGREEMENT BAB 2 JEPANG DAN DINAMIKA ASEAN +3 FREE TRADE AGREEMENT Jepang sebagai ekonomi terbesar di Asia Timur telah menjadi partner ekonomi penting dan terbesar bagi ASEAN. Jepang menjanjikan pasar yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERANGKA KERJA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ISLAM PAKISTAN TENTANG KEMITRAAN EKONOMI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada saat ini tahun 2016 sedang melakukan kerjasama dari berbagai bagian negara, dengan adanya hal ini akan memperlihatkan betapa pentingnya posisi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. perekonomian suatu bangsa. Indonesia sebagai negara berkembang memandang

BAB I. Pendahuluan. perekonomian suatu bangsa. Indonesia sebagai negara berkembang memandang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Kerjasama merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan perekonomian suatu bangsa. Indonesia sebagai negara berkembang memandang pentingnya kerjasama dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan Internasional merupakan suatu ilmu yang bersifat interdisipliner yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas suatu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Regional Trade Agreements (RTA) didefinisikan sebagai kerjasama perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup free trade agreements (FTA),

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010 SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas November 21 Memperkuat Optimisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Laju pertumbuhan Produk domestik bruto (PDB) Saudi Arabia selama kuartal kedua tahun 2015

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama BAB V Kesimpulan Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama ekonomi melalui perjanjian perdagangan bebas dengan beberapa negara secara bilateral, seperti perjanjian perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia SIARAN PERS Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia Pada Dialog Bisnis Uni Eropa - Indonesia (EIBD) keempat yang

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus

Lebih terperinci

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT))

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT)) DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT)) Resume Muhammad Akbar Budhi Prakoso 151040071 JURUSAN ILMU HUBUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

Kerja sama ekonomi internasional

Kerja sama ekonomi internasional Meet -12 1 hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatankesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tujuan umum kerja

Lebih terperinci

Perdagangan Internasional dan Kerja Sama Ekonomi Internasional

Perdagangan Internasional dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Setelah mempelajari bab ini, peserta didik mampu: 1. mendeskripsikan konsep dan kebijakan perdagangan internasional; 2. menganalisis kerja sama ekonomi internasional; 3. mengevaluasi dampak kebijakan perdagangan

Lebih terperinci

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE 5.1. Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Sebelum menganalisis kinerja ekspor

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa Menteri Perdagangan melalui surat Nomor: 330/M- DAG/SD/4/2016 tanggal 14 April 2016 hal Permohonan Perubahan Peraturan Menter

2016, No c. bahwa Menteri Perdagangan melalui surat Nomor: 330/M- DAG/SD/4/2016 tanggal 14 April 2016 hal Permohonan Perubahan Peraturan Menter No.773, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea Masuk. Tarif. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/PMK.010/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur

Lebih terperinci

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax: SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 Kinerja Ekspor Nonmigas Triwulan I Mencapai Tingkat Tertinggi Memperkuat

Lebih terperinci

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Ekspor Nonmigas 21 Mencapai Rekor Tertinggi Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia dan Thailand merupakan dua negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang sedang berusaha mengembangkan sektor industri otomotif negerinya. Kenyataan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Non-migas Awal 2011: Memberikan Sinyal Positif yang Berlanjut untuk Mencapai Target 2011

Kinerja Ekspor Non-migas Awal 2011: Memberikan Sinyal Positif yang Berlanjut untuk Mencapai Target 2011 SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Non-migas Awal 2011: Memberikan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan diplomatik Indonesia Jepang dibuka pada bulan April 1958

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan diplomatik Indonesia Jepang dibuka pada bulan April 1958 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan diplomatik Indonesia Jepang dibuka pada bulan April 1958 dengan Penandatanganan Perjanjian Perdamaian antara Jepang dan Republik Indonesia. Pada tahun yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan Indonesia-Thailand Agreement On The Common Effective Preferential Tariff Scheme For The ASEAN Free Trade

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT TO ESTABLISH AND IMPLEMENT THE ASEAN SINGLE WINDOW (PERSETUJUAN UNTUK MEMBANGUN DAN PELAKSANAAN ASEAN SINGLE WINDOW)

Lebih terperinci

Indonesia dan Belanda Perkuat Kerja Sama di Bidang Perdagangan dan Pembangunan Infrastruktur Rabu, 23 November 2016

Indonesia dan Belanda Perkuat Kerja Sama di Bidang Perdagangan dan Pembangunan Infrastruktur Rabu, 23 November 2016 Indonesia dan Belanda Perkuat Kerja Sama di Bidang Perdagangan dan Pembangunan Infrastruktur Rabu, 23 November 2016 Pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda semakin memperkukuh kemitraan di antara keduanya.

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ Edisi April/I/2018

Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ Edisi April/I/2018 Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ Edisi April/I/2018 Genderang perang dagang yang ditabuh oleh Amerika Serikat (AS) meresahkan banyak pihak. Hal ini akibat kebijakan Presiden AS, Donald Trump, yang membatasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG KETENTUAN PENERBITAN SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Persetujuan Pembimbing... ii Halaman Pengesahan Skripsi... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vii Kutipan Undang-Undang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara dianggap sebagai proses alokasi sumber daya ekonomi antar negara dalam rangka meningkatkan derajat

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INDONESIA-JAPAN ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT

ANALISIS PENGARUH INDONESIA-JAPAN ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT ANALISIS PENGARUH INDONESIA-JAPAN ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT (IJEPA) TERHADAP NILAI PERDAGANGAN INDONESIA-JEPANG (Studi Pada Badan Pusat Statistik Periode 2000-2016) Levi Gocklas C.S Sri Sulasmiyati

Lebih terperinci

PERANAN JICA (JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY) TERHADAP PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN MAKASSAR SKRIPSI

PERANAN JICA (JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY) TERHADAP PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN MAKASSAR SKRIPSI PERANAN JICA (JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY) TERHADAP PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN MAKASSAR 2008-2012 SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 24/M-DAG/PER/6/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 24/M-DAG/PER/6/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 24/M-DAG/PER/6/2008 TENTANG KETENTUAN EKSPOR PISANG DAN NANAS KE JEPANG DALAM RANGKA IJ-EPA (INDONESIA JAPAN-ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT) DENGAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dilakukan negara untuk menjalin kerjasama perdagangan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dilakukan negara untuk menjalin kerjasama perdagangan. Hal ini BAB I PENDAHULUAN Saat ini, pembentukan Free Trade Agreement (FTA) menjadi salah satu opsi utama yang dilakukan negara untuk menjalin kerjasama perdagangan. Hal ini menjadikan evaluasi dampak terhadap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

Strategi Pengusaha Lokal dalam Menghadapi China ASEAN Free Trade Agreement 2010

Strategi Pengusaha Lokal dalam Menghadapi China ASEAN Free Trade Agreement 2010 Strategi Pengusaha Lokal dalam Menghadapi China ASEAN Free Trade Agreement 2010 Priyo Hadi Sutanto & Joko Mogoginta Kusuma Sahid Prince Hotel Solo, 26 Maret 2010 2010 All Rights Reserved. 19 Juli 1991

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan pasca- perang dingin ini juga mempunyai implikasi strategis baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan pasca- perang dingin ini juga mempunyai implikasi strategis baik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Internasional Runtuhnya Uni Soviet sebagai negara komunis utama pada tahun 1990-an memunculkan corak perkembangan Hubungan Internasional yang khas. Perkembangan pasca-

Lebih terperinci

Peningkatan Kerjasama Indonesia India

Peningkatan Kerjasama Indonesia India Peningkatan Kerjasama Indonesia India Tulisan ini dimuat dalam buletin Atase Pendidikan KBRI New Delhi Edisi VI, ditampilkan di blog dengan harapan agar bisa berbagi informasi bagi teman-teman yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Yose Rizal Damuri

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Yose Rizal Damuri Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Meninjau Ulang Pentingnya Perjanjian Perdagangan Bebas Bagi Indonesia Yose Rizal Damuri Publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat ini merupakan hasil dari Aktivitas Kebijakan

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada

Lebih terperinci

HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN ( EMISI CO 2 ) DENGAN EKSPOR INDONESIA DALAM KERANGKA PERDAGANGAN DENGAN ASEAN5 +CHINA SKRIPSI. Oleh: Ayu Andria Sari

HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN ( EMISI CO 2 ) DENGAN EKSPOR INDONESIA DALAM KERANGKA PERDAGANGAN DENGAN ASEAN5 +CHINA SKRIPSI. Oleh: Ayu Andria Sari HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN ( EMISI CO 2 ) DENGAN EKSPOR INDONESIA DALAM KERANGKA PERDAGANGAN DENGAN ASEAN5 +CHINA SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin liberalnya perdagangan dunia akan menuntut peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global. Kemampuan bersaing produk Indonesia khususnya yang dihasilkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION BETWEEN THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1612, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Tarif. Bea Masuk. Impor. AANZFTA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 208/PMK.011/2013 TENTANG PENETAPAN TARIF BEA MASUK

Lebih terperinci

Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia

Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia Oleh : Budiman Hutabarat M.

Lebih terperinci