BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai"

Transkripsi

1 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara seperti menjaga keamanan Negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain sebagainya. Namun setelah terbentuknya suatu negara, pajak merupakan iuran wajib rakyat kepada negara. Dari pajak ini yang mana akan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan,pelaksanaan tugas-tugas rutin pemerintahan dan pembangunan daerah.1 Pada tahun 1999 pembagian pajak menurut wewenang pemungutan pajak dipisahkan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat yang dipungut oleh pemerintah pusat terdiri dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Untuk pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah itu sendiri. Dasar dilakukan pemungutan oleh pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab. Pemerintah Pusat tidak lagi mempatronasi, apalagi 1 Panca Kurniawan dan Agus Purwanto, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Indonesia, Bayumedia, Malang, 2006, hal 1

2 10 mendominasi mereka. Peran Pemerintah Pusat ini adalah melakukan supervisi, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah-langkah yang perlu di ambil dengan cara menggali segala kemungkinan sumber keuangannya sendiri sesuai dengan dan dalam batas-batas peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2 Untuk merealisasikan pelaksanaan Otonomi Daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung pada peranan pendapatan asli daerah. Hal ini diharapkan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu Pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Dengan ini akan semakin memperbesar keleluasaan daerah untuk mengarahkan penggunaan keuangan daerah sesuai dengan rencana, skala prioritas dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, yang terdiri dari : 1. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD terdiri dari: a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah 2 Erly suandy, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta 2002, hal 257

3 11 c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan d. Lain-lain PAD yang sah 2. Dana Perimbangan yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.3 Melihat sektor di atas, maka salah satu sektor yang perlu ditingkatkan untuk menunjang penerimaan daerah adalah retribusi daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangganya sebagai badan hukum public.4 Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah mempunyai peran penting dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah dimana peranan PAD diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Dengan demikian akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri.5 Pungutan pajak dan retribusi daerah masih belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh daerah sebagai sumber pembiayaan desentralisasi.6 Keadaan 3 Mustaqiem, Pajak Daerah dalam Transisi Otonomi Daerah, Cetakan Pertama, FH UII PRESS, Yogyakarta, 2008, hal 22 4 Hamdani Aini, Perpajakan, Bina Aksara, Jakarta,1985, hal Andrian Sutedi, hukum pajak dan retribusi daerah, Ghalia Indonesia, Bogor 2008, hal 3 6 Ibid hal 20

4 12 ini diperlihatkan bahwa banyak permasalahan yang terjadi di daerah berkaitan dengan penggalian dan peningkatan PAD, terutama hal ini disebabkan oleh : relatif rendahnya basis pajak dan retribusi daerah, perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah, kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah dan kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah. Kondisi yang ada di Kota Medan dengan potensi sumber daya alam yang sangat minim memaksa Pemerintah Kota Medan untuk lebih kreatif mengoptimalkan potensi yang lain. Salah satu potensi yang memerlukan perhatian khusus dari Pemerintah Kota Medan adalah penyelenggaraan retribusi parkir. Untuk mendukung kegiatan tersebut Pemerintah Kota Medan telah mengeluarkan dua Perda yang khusus mengatur sektor perparkiran ini, yaitu Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang pajak parkir dan peraturan daerah kota medan nomor : 7 tahun 2002 tentang retibusi pelayanan parkir ditepi jalan umum, tempat khusus Parkir dan perizinan pelataran parkir sebagai bagian dari Propinsi Sumatera Utara tentunya memerlukan dana yang cukup besar dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan daerah di berbagai sektor. Salah satu sumber pendapatan asli daerah kabupaten Kapuas adalah retribusi parkir. Retribusi parkir di tepi jalan umum merupakan jenis retribusi jasa umum yaitu pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan pemerintah daerah. Karena jalan menyangkut kepentingan umum, penetapan jalan umum sebagai tempat parkir mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang

5 13 berlaku.7 Sedangkan parkir menurut Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 1999 tentang Retribusi di Tepi Jalan Umum Pasal 1 huruf g adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Setiap pelayanan penyediaan tempat parkir di tepi jalan umum dipungut tertribusi dengan nama retribusi di tepi jalan umum. Kondisi keuangan PD Parkir Kota Medan sejak Tahun 2008 sampai 2012 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Namun pada Tahun 2012 target yang meningkat tetapi justru tidak tercapai. Hal ini tergambar dari tabel target dan realisasi pendapatan sebagaimana digambarkan pada tabel di bawah ini : Tabel 1 Target dan Realisasi Retribusi Parkir Kota Medan Tahun No. Tahun Target Realisasi Rp ,00 Rp , Rp ,00 Rp , Rp ,00 Rp , Rp ,00 Rp , Rp ,00 Rp ,00 Sumber : PD. Parkir Medan, 21 Maret 2012 % 107,65% 100,44% 104,96% 101,21% 88,69% Namun meskipun target yang telah ditentukan pada tahun 2008 sampai 2011 meningkat tetapi pada tahun 2012 ketika target dinaikkan justru tidak tercapai sesuai dengan tabel di atas. Hal ini dikarenakan masih banyak kawasan perparkiran yang tersebar di beberapa titik di Kota Medan yang tidak masuk sebagai lahan parkir di PD Parkir Medan. Hal ini banyak dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk meraub keuntungan. Merekalah para 7 Marihot P Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,PT Grafindo Persada, Jakarta, 2006,hal 439

6 14 juru parkir liar yang tidak memiliki surat izin parkir dari PD Parkir Medan. Hal ini membuat pemungutan jasa retribusi parkir tidak berjalan efektif. Permasalahan retribusi atau retribusi daerah lebih tepatnya diatur dalam Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah dimana yang dimaksud dengan retribusi daerah atau retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Sedangkan retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis-jenis retribusi jasa umum seperti yang diatur dalam PP No 66/2001 antara lain : 1. Retribusi pelayanan kesehatan 2. Retribusi pelayanan persampahan atau kesehatan 3. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil 4. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat 5. Retribusi parkir di tepi jalan umum 6. Retribusi pelayanan pasar 7. Retribusi pengujian kendaraan bermotor 8. Retribusi penggantian biaya cetak peta 9. Retribusi pengujian kapal perikanan 8 Retribusi parkir di tepi jalan umum yang di kelola oleh pemerintah Kota Medan merupakan upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan 8 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

7 15 merupakan salah satu pendapatan terbesar dari sumber pendapatan lain sehingga Pemerintah Kabupaten Kapuas mengawasi pelaksanaan retribusi parkir ini. Seperti halnya di pasar melati yang merupakan pasar terbesar di Kota Medan, di sana terdapat pilihan tempat parkir yang memakai bahu jalan sebagai tempat parkir sehingga akan mengganggu penguna jalan ketika melintasi jalur tersebut. Kompetisi antar tukang parkir ini lah yang sering membuat kemacetan di sepanjang jalan mahakam ini. Hal yang membuat kecewa adalah ketika mendapati karcis yang tertera Rp 5.00,00 namun kenyataannya harga yang dibayarkan adalah Rp 1.000,00 bahkan Rp 2.000,00 (untuk pengguna sepeda motor), belum lagi juru parkir yang curang yaitu menerbitkan karcis sendiri tanpa persetujuan dari Dinas Pendapatan Daerah yang terkait. Banyaknya lahan parkir di tepi jalan umum sekitar pasar Melati, pasar Modern/pertokoan, dan pelabuhan menjadikan tempat ini sebagai lahan bagi para juru parkir, belum lagi pendapatan yang dihasilkan oleh juru parkir yang cukup lumayan, belum lagi tingginya tingkat pengangguran membuat sebagian orang lebih memilih jadi juru parkir. Banyaknya juru parkir inilah yang membuat persaingan perebutan lahan parkir, sampai kecurangan dalam menentukan tarif yang seolah-olah juru parkir yang menentukan harga yang harus dibayarkan, belum lagi karcis yang dipakai lebih dari satu kali, bahkan sengaja tanpa karcis itu sendiri, padahal mereka terdaftar sebagai juru parkiryang resmi yang mempunyai kartu identitas dan berseragam juru parkir. 9 Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut maka penulis merasa tertarik untuk mencoba menganalisis lebih jauh dengan judul: Tinjauan Yuridis 9 Hasil observasi di Jalan Melati tanggal 1 September 2013

8 16 Tentang Pengelolaan Perparkiran Kota Medan Perda No. 10 Tahun 2011 (Studi Pemko Medan) B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka pokok permasalahan yang dikemukakan adalah : 1. Bagaimana pengelolaan retribusi parkir di kota Medan? 2. Bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak parkir daerah kota Medan? 3. Apa kendala-kendala yang dihadapi dalam pemungutan pajak parkir? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah a. Untuk mengetahui pengelolaan retribusi parkir di kota Medan b. Untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan pajak parkir daerah kota Medan c. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pemungutan pajak parkir 2. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis 1) Hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dan pengetahuan. Karena akan menambah khasanah keilmuan dan

9 17 pengetahuan yang ada terutama yang berkaitan dengan Manajemen Strategi dan Keuangan Daerah. 2) Selain itu karena penelitian ini tentang studi Manajemen Strategi dan Keuangan daerah maka dapat bermanfaat juga untuk pengembangan studi Manajemen Strategi dan Keuangan Daerah b) Secara praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi UPTD Perpakiran Dinas Perhubungan Kota Kota dalam memecahkan masalah yan berhubungan dengan implementasi strategi peningkatan retribusi parkir di Tepi jalan umum. b. Dari hasil penelitian mengenai tinjauan yuridis tentang pengelolaan perparkiran kota medan perda no. 10 tahun 2011 ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan implementasi kebijakan ini dan bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan mempertajam analisis masalah kebijakan yang berhubungan dengan perparkiran serta bagi peneliti lain skripsi ini bisa dijadikan acuan dalam melakukan kajian mengenai implementasi kebijakan parkir tepi jalan umum. D. Tinjauan Pustaka 1. Sumber-sumber Penerimaan Daerah Lahirnya UU No.25 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu upaya

10 18 mutakhir dari Pusat untuk mengatur pola hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun yang jelas, UU tersebut dalam ukuran yuridis formal telah memberikan harapan baru bagi daerah untuk memperoleh kesempatan guna mewujudkan kemandiriannya dalam mengelola dan memanfaatkan sumbersumber pendapatan yang dimiliki dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. 10 Berdasarkan UU No.33 tahun 2004 (sebagai pengganti UU No.25 Tahun 1999), sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi meliputi; pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan daerah yang utama dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Karena penyelenggaraan pemerintahan di daerah akan terlaksana dengan baik apabila didukung oleh dana yang memadai, disamping dana yang berasal pusat. Namun demikian meskipun terdapat bantuan transfer dana dari pusat, daerah diharapkan tidak selalu bergantung kepada pusat dalam artian daerah harus mampu menggali sumbersumber pembiayaan yang berasal dari daerahnya sendiri. Sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara maksimal namun tetap dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka menggali sumber-sumber keuangan daerah terutama dalam meningkatkan pendapatan asli daerah, pemerintah daerah harus berusaha mencari sumber-sumber keuangan yang potensial yaitu pajak daerah dan retribusi daerah. 10 Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah; Kajian Tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah, UII Press, Yogyakarta, 2006, hal. 11

11 19 Kewenangan daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah diatur dengan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan penyempurnaan dari UU No. 18 Tahun 1997 dan ditindaklanjuti peraturan pelaksananya dengan PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupkan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pelaksanaan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tersebut, dilaksanakan dengan menerbitkan peraturan daerah (Perda). UU No.34 Tahun 2000 tersebut memberikan peluang kebebasan kepada Pemerintah Daerah untuk menyusun Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Dampak yang timbul kemudian adalah banyaknya bermunculan Perda-perda baru tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang meresahkan masyarakat dan pelaku usaha sehingga menimbulkan kondisi yang tidak kondusif bagi perkembangan eekonomi dan investasi secara nasional. Selain itu, Perda-perda baru tersebut menimbulkan terjadinya pungutan-pungutan yan pada akhirnya menciptakan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang memberatkan ekonomi nasional. 11 Berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 dan UU No. 32 Tahun 2004 Pemerintah c.q. Departemen Keuangan diberikan mandat untuk memonitor dan mengevaluasi perda DPRD. Pada kenyataannya kewenangan yang diberikan kepada Daerah tersebut memberikan dampak banyaknya perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut yang dibatalkan oleh pemerintah, karena 11 Sebagaimana hasil temuan dari Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan Kerjasama Internasional, Pusat Pengkajian Ekonomi dan Keuangan Departemen Keuangan RI, Evaluasi Pelaksanaan UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Jakarta, 2005

12 20 dianggap bertentangan dengan undang-undang di atasnya dan mengganggu iklim investasi dan usaha di daerah sehingga memberatkan pelaku usaha. Ketentuan tentang penerbitan Peraturan Daerah yang harus mendapatkan pengesahan dari Pusat dirasakan telah mengurangi makna otonomi daerah sebagai perwujudan kemadirian daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004, sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka desentralisasi adalah pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan Daerah bersumber kepada : 12 a. Pendapatan Asli Daerah b. Dana Perimbangan c. Lain-lain pendapatan Pendapatan asli daerah ini merupakan bagian terpenting dari penerimaan Daerah. Semakin tinggi sumber PAD akan semakin tinggi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sejak pelaksanaan otonomi daerah peningkatan PAD selalu menjadi pembahasan penting termasuk strategi peningkatannya. Hal ini mengingat bahwa kemandirian daerah menjadi tuntutan utama sejak diberlakukannya otonomi daerah. Optimalisasi potensi daerah digalakkan untuk meningkatkan PAD. Dalam era otonomi daerah PAD merupakan pencerminan dari local taxing power yang 12 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan Antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah

13 21 seharusnya memiliki peranan yang cukup signifikan. Namun kenyataannya peran PAD terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota masih relatif kecil. Rata-rata kontribusi PAD terhadap total penerimaan sebelum era desentralisasi sebesar 0,2 persen ( ), sedangkan pada era desentralisasi mengalami penurunan menjadi 8,1 persen ( ).13 Untuk peningkatan PAD terkait dengan peran legislatif daerah dalam hal ini adalah pada tingkat kebijakan dimana dewan harus menentukan unsur kelayakan dan kemudahan jenis pungutan serta dapat menjamin keadilan baik secara vertikal maupun horizontal. Disamping itu dewan juga dapat berpartsisipasi dalam bentuk pengawasan. Bila dewan benar-benar mampu menjalankan fungsinya dengan baik dalam kebijakan dan pengawasan, maka optimalisasi PAD akan benar-benar terwujud. 2. Pajak Daerah Pengaturan tentang pajak daerah diatur dalam UU No. 34 Tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan dari UU No.18 Tahun 1997 dan ditindaklanjuti peraturan pelaksananya dengan PP No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Berdasarkan UU dan PP tersebut Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk melakukan perubahan terhadap masing-masing jenis pajak.14 Untuk itu daerah diberikan kewenangan memungut 11 jenis pajak.15 Penetapan ini didasarkan pada 13 Muhammad Zaenuddin, dalam Batam Pos, Strategi Peningkatan PAD, Selasa 20 November Pasal 1 ayat 6 UU No. 34 Tahun 2000, pajak daerah adalah pungutan wajib yang dilakukan terhadap orang pribadi atau badan oleh daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. 15 UU No.34 Tahun 2000 adalah; (1) Pajak Propinsi adalah; pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak

14 22 pertimbangan bahwa pajak tersebut secara umum dapat dipungut hampir di semua daerah dan merupakan jenis pungutan yang secara teoritis dan praktek merupakan pungutan yang baik. Jenis pajak provinsi bersifat limitatif yang berarti provinsi tidak dapat memungut pajak lain selain yang telah ditetapkan. Adanya pembatasan jenis pajak provinsi tersebut terkait dengan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom yang terbatas yang hanya meliputi kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas daerah kabupaten/kota dan kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan daerah kabupaten/kota, serta kewenangan bidang pemerintahan tertentu. Provinsi dapat tidak memungut pajak yang telah ditetapkan tersebut jika dipandang hasilnya kurang memadai. Besarnya tarif pajak provinsi berlaku definitif yang ditetapkan secara seragam di seluruh Indonesia dan diatur dalam PP No. 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah. Jenis pajak kabupaten/kota tidak bersifat limitatif, artinya kabupaten/kota diberi peluang untuk menggali potensi sumber-sumber keuangannya selain yang telah ditetapkan secara eksplisit dalam UU No.34 Tahun 2000, dengan menetapkan sendiri jenis pajak yang bersifat spesifik dengan memperhatikan kriteria yang telah ditetapkan oleh undang-undang tersebut. Namun ada ramburambu atau kriteria yang harus diikuti : 16 a. Bersifat pajak dan bukan retribusi; bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, (2) Pajak Kabupaten/Kota adalah; pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir. 16 Pasal 2 ayat 4 huruf a-h UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

15 23 b. Obyek pajak terletak atau terdapat di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah, serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan; c. Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum; d. Obyek pajak bukan merupakan obyek pajak provinsi dan/atau obyek pajak pusat; e. Potensinya memadai; f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif; g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat, dan; h. Menjaga kelestarian lingkungan. Jika ada pajak daerah yang akan dikenakan tidak memenuhi satu saja dari rambu di atas, maka seyogyanya dipertibangkan untuk dibatalkan pengesahannya. UU No.34 Tahun 2000 secara tegas telah menyatakan bahwa pemerintah pusat bisa meminta daerah untuk membatalkan pajak-pajak yang dianggap tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Besarnya tarif yang berlaku definitif untuk pajak kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah, namun tidak boleh lebih tinggi dari tarif maksimum yang telah ditetapkan undang-undang. Dengan adanya pemisahan jenis pajak yang dipungut oleh provinsi dan yang dipungut oleh kabupaten/kota diharapkan tidak adanya pengenaan pajak berganda.

16 24 Kristiadi17, pajak daerah secara teori hendaknya memenuhi beberapa persyaratan, antara lain : a. Tidak bertentangan atau searah dengan kebijakan pemerintah pusat b. Sederhana dan tidak banyak jenisnya c. Biaya administrasinya rendah d. Tidak mencampuri sistem perpajakan pusat e. Kurang dipengaruhi oleh business cycle tapi dapat berkembang dengan meningkatnya kemakmuran f. Beban pajak relatif seimbang dan tax base yang sama diterapkan secara nasional Pajak daerah yang baik merupakan pajak yang akan mendukung pemberian kewenangan kepada daerah dalam rangka pembiayaan desentralisasi. Untuk itu pemerintah daerah dalam melakukan pungutan pajak harus tetap menempatkan sesuai dengan fungsinya Retribusi Daerah Menurut UU 34 Tahun 2000, retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Defisini tersebut menunjukkan adanya imbal balik langsung antara pemberi dan penerima jasa. Hal ini berbeda dengan pajak, yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung 17 Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama Internasional Departemen Keuangan RI, Op. Cit, hal Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama Internasional Departemen Keuangan RI, Op.Cit, hal. 33

17 25 yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Retribusi juga dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai akibat adanya kontra prestasi yang diberikan oleh Pemda/pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi/pelayanan yang diberikan Pemda yang langsung dinikmati secara perseorangan oleh warga masyarakat dan pelaksanaannya didasarkan atas peraturan yang berlaku19 Sebagaimana halnya pajak daerah, retribusi diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Pasal 1 ayat (28) UU No. 34 Tahun 2000 : Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka retribusi tidak lain merupakan pemasukan yang berasal dari usaha-usaha Pemerintah Daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan warga msyarakat baik individu maupun badan atau koorporasi dengan kewajiban memberikan pengganti berupa uang sebagai pemasukan kas daerah. Daerah kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali sumber-sumber keuangannya 19 Halim, Abdul, Damayani, Theresia, Pengelolaan Keuangan Daerah, Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. UPP STIM YKPN : Yogyakarta hal 7

18 26 dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat. Retribusi dapat digolongkan atas tiga golongan, yaitu Retribusi Jasa Umum; Retribusi Jasa Usaha; dan Retribusi Perizinan Tertentu. 20 a. Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan tau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis Retribusi Jasa Umum antara lain; Retribusi Pelayanan Kesehatan; Retribusi Pelayanan Kebersihan/Persampahan; Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Penduduk dan Akte Catatan Sipil dan lain-lain. b. Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jenis retribusi jasa usaha antara lain; Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; Retribusi Tempat Pelelangan dan lainlain. c. Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan, atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumberdaya alam, sarana, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perizinan 20 Suparman Zen Kemu, Analisis Usulan Pembentukan Perda Mengenai Retribusi Perijinan Pembuangan Limbah Cair Sebagai Langkah Pencegahan Polusi Limbah Cair di Daerah, Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol.9 No.4, hal. 96, Desember 2005.

19 27 Tertentu terdiri dari; Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan; Retribusi Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; Retribusi Ijin Gangguan; dan Retribusi Ijin Trayek. Berdasarkan PP No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, daerah dapat menerapkan berbagai jenis retribusi lainnya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang. Jenis retribusi lainnya, misalnya adalah penerimaan negara bukan pajak yang telah diserahkan kepada daerah.21 Ketentuan inilah yang membuka peluang bagi daerah untuk menerbitkan berbagai jenis retribusi yang pada akhirnya dibatalkan oleh Pemerintah Pusat karena dianggap mengganggu iklim investasi di daerah dan memberatkan pelaku usaha. Tim gabungan yang terdiri dari perwakilan Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri, telah membatalkan dan merevisi 111 peraturan daerah (perda) bermasalah dari 193 perda tentang pajak dan retribusi yang diterima tim sepanjang Sejak 2001 tim telah membatalkan dan merevisi total 448 perda dari perda yang diterima. dari total 448 perda itu, yang dibatalkan sebanyak 404 perda dan yang direvisi 44 perda dari berbagai sektor. Sektor yang terbanyak adalah pertanian dan peternakan (87), industri dan perdagangan (68), dan perhubungan (66). 22 E. Keaslian Penulisan Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud. 21 Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal Tempo Interaktif, Pemerintah Batalkan 448 Perda Bermasalah, Edisi Jum at 29 April 2005.

20 28 Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum, penelitian tentang Tinjauan Yuridis Tentang Pengelolaan Perparkiran Kota Medan Perda No. 10 Tahun 2011 (Studi Pemko Medan) belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya. F. Metode Penelitian Penelitian merupakan sarana untuk memperkuat dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Penelitian pada dasarnya merupakan, suatu upaya pencarian bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu obyek yang mudah terpegang, di tangan.23untuk itu tujuan utamanya adalah menambah dan memperluas pengetahuan guna memperkuat teori-teori yang sudah ada atau juga menemukan teori baru, sehingga sebuah penelitian dilakukan secara sistematis, konsisten dan metodologis. Secara sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu, metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu. Soerjono Sukanto, penelitian secara ilmiah artinya suatu metode yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala, dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap 23 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 27

21 29 fakta tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalahmasalah yang ditimbulkan oleh fakta tersebut.24 Sedangkan penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.25 Metodologi menjadi cukup penting karena metode pada prinsipnya memberikan pedoman tentang cara peneliti untuk mempelajari dan menganalisa permasalahan yang dihadapi. 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif.26 Penelitian hukum normatif yang merupakan studi dokumen, menggunakan pendekatan perundang-undangan. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah sampai sejauh mana hukum positif tertulis yang ada itu sinkron atau serasi satu sama lain. Hal ini dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur, yaitu : a. Vertikal, melihat apakah suatu peraturan perundang-undangan berlaku bagi suatu bidang kehidupan tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain apabila dilihat dari sudut vertikal atau hierarki peraturan perundangundangan yang ada. 24 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 2007, hal 2. Ibid, hal Ibid 25

22 30 b. Horisontal, apabila yang ditinjau adalah peraturan perundang-undangan yang berkedudukan sederajat dan yang mengatur bidang yang sama.27 Kegiatan dalam penelitian hukum normatif meliputi : a. Memilih pasal-pasal yang bersifat norma hukum. b. Menyusun sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu. c. Menganalisis pasal-pasal tersebut dengan menggunakan asasasas hukum yang ada. d. Menyusun suatu konstruksi dengan persyaratan : 1) Mencakup semua bahan hukum yang diteliti 2) Konsisten 3) Memenuhi syarat-syarat estetis 4) Sederhana28 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis yakni suatupenelitian yang berusaha menggambarkan masalah hukum, sistem hukum dan mengkajinya atau menganalisisnya sesuai dengan kebutuhan daripenelitian ini. 3. Jenis Data Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari : Data Sekunder. Data sekunder diperoleh dari bahan pustaka dan dokumentasi merupakan data dasar 27 Bambang Sunggono, Op. Cit. hal Ronny Hanijito Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hal

23 31 dalam penelitian hukum normatif, yang menjadi pijakan untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian. Apabila dilihat dari sisi kekuatan mengikatnya data sekunder di bidang hukum dapat dibedakan menjadi : 1) Bahan-bahan hukum primer, meliputi : Perubahan Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah. 2) Bahan-bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan atau membahas lebih lanjut hal-hal yang telah diteliti pada bahanbahan hukum pimer, meliputi, bahan hukum yang diperoleh dari teks, jurnal, kasus-kasus, desertasi, hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi Kepustakaan. Dalam hal ini, alat pengumpul data kepustakaan dipergunakan untuk mengumpulkan data sekunder, dapat dilakukan dengan melihat dan memperoleh buku-buku referensi mengenai pajak daerah, laporanlaporan hasil penelitian terdahulu, karyakarya ilmiah lainnya. 6. Teknik Analisa Data Dalam melakukan analisa data, maka data yang diperoleh dianalisa secara kualitatif atau bersifat analisis data kualitatif normatif atau studi dokumenter dengan menggunakan buku-buku literatur yang berhubungan dengan sistem pemungutan pajak dalam era otonomi daerah. Data yang telah dianalisis ini kemudian akan disajikan dalam sebuah penulisan skripsi.

24 32 G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi yang berjudul Tinjauan Yuridis Tentang Pengelolaan Perparkiran Kota Medan Perda No. 10 Tahun 2011 (Studi Pemko Medan), sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang, Perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan dan metode penelitian BAB II PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA MEDAN Bab ini akan membahas tentang Konsep Pengelolaan, Fungsi Manajemen, Konsep Keuangan Daerah dan Konsep Retribusi Daerah dan Retribusi Parkir BAB III PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAERAH KOTA MEDAN Pada bagian ini akan membahas mengenai Perparkiran Umum, Dasar Hukum Perparkiran Umum dan Jenis jenis Pajak di Indonesia serta Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah untuk melaksanakan pembangunan daerah menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

25 33 BAB IV KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR Pada bab ini berisikan Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Pelaksanaan Pemungutan Pajak Parkir dan Pajak Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Medan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berisikan Kesimpulan dan Saran dari hasil penelitian

BAB I PE DAHULUA. sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Negara baik di bidang. kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak

BAB I PE DAHULUA. sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Negara baik di bidang. kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak 1 BAB I PE DAHULUA A. Latar Belakang Masalah Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945)

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah serangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Di masa orde baru pengaturan pemerintahan daerah ditetapkan dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, tapi belum memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mempercepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat ini potensi yang ada masih terus digali. Pajak digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah sebagai wujud nyata dari pelaksanaan otonomi daerah memberikan konsekuensi

Lebih terperinci

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 29 BAB III RETRIBUSI DAERAH A. Konsep Pemungutan Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja

BAB I PENDAHULUAN. pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah administrasi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Sehingga dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pendapatan Asli Daerah II.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : 1. 2. 3. 4. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com DASAR HUKUM Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Dirubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Terminologi Retribusi Daerah. Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Terminologi Retribusi Daerah. Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep dan Definisi Retribusi Daerah 1. Terminologi Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut secara logis dinilai wajar karena jumlah peningkatan pajak berbanding lurus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH A. Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, telah diatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN PBB P2 DALAM MENINGKATKAN PAD DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN PBB P2 DALAM MENINGKATKAN PAD DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN PBB P2 DALAM MENINGKATKAN PAD DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT 1. Pengertian Pajak Hukum pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksanakan)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sumber Penerimaan Daerah Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. Menurut Adam Smith peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat

Lebih terperinci

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK 65 RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA Oleh Zainab Ompu Zainah ABSTRAK Keywoods : Terminal, retribusi. PENDAHULUAN Membicarakan Retribusi Terminal sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah membawa perubahan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, Undangundang tersebut

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara, dimana kawasan daerahnya terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Pembangunan daerah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang dijalankan selama ini. Keberhasilan akan ditentukan dari bagaimana kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia, sejak tanggal 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah Otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah

Lebih terperinci

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan PENGATURAN MENGENAI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SEBAGAIMANA DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH www.kaltimpost.co.id I. PENDAHULUAN Dalam rangka

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI A. Tinjauan Umum Tentang Retribusi Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI Oleh: Muhammad Alfa Niam Dosen Akuntansi, Universitas Islam Kadiri,Kediri Email: alfa_niam69@yahoo.com

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat seutuhnya. Untuk itu diharapkan pembangunan tersebut tidak hanya mengejar

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI Zulistiani Universitas Nusantara PGRI Kediri zulis.tiani.zt@gmail.com Abstrak Kota Kediri mempunyai wilayah yang cukup strategis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kinerja Keuangan 1.1 Definisi Kinerja Keuangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki sumber Pendapatan Asli Daerah,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya BAB III TINJAUAN TEORI A. Pengertian Pajak dan Objek Pajak Sebagaimana diketahui bahwa sektor pajak merupakan pemasukan bagi Negara yang terbesar demikian juga halnya dengan daerah. Sejak dikeluarkannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada tahun 1997 Pemerintah akhirnya mengeluarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kalau dilihat dari segi waktu

Lebih terperinci

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH RETRIBUSI DAERAH HAPOSAN SIMANJUNTAK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia, akan tetapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH www.clipartbest.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH UMUM Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, Pasal 25 ayat (6) dan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang

Lebih terperinci

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, Pasal 25 ayat (6) dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional didasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional didasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional didasarkan pada prinsip otonomi daerah dalam pengelolaan sumber daya. Prinsip otonomi daerah memberi kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten Bekasi merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keuangan Daerah 2.1.1. Pengertian Keuangan Daerah Keuangan Daerah atau anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Pergantian Pemerintahan dari Orde Baru ke orde Reformasi menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

Disusun oleh: B

Disusun oleh: B ANALISISS EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH (Studi Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sukoharjo). NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang juga merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan. pemerintahan daerah otonom. Pemberlakuan Otonomi daerah sejak

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang juga merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan. pemerintahan daerah otonom. Pemberlakuan Otonomi daerah sejak 1 BAB I PENDAHULUAN G. Latar Belakang Masalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber keuangan daerah yang juga merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom. Pemberlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah yang luas dan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia tentu membutuhkan sistem pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dan paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi dan apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh pemerintah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh pemerintah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retribusi adalah pembayaran dari penduduk kepada Negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh Negara bagi penduduknya secara perorangan. 1 Sementara itu menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus mendukung terciptanya suatu tujuan nasional. Pembangunan nasional. rakyat serta kemakmuran yang adil dan merata bagi publik.

I. PENDAHULUAN. sekaligus mendukung terciptanya suatu tujuan nasional. Pembangunan nasional. rakyat serta kemakmuran yang adil dan merata bagi publik. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terus berupaya melakukan pembangunan di segala sektor baik secara fisik maupun material yang ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat sekaligus mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana

BAB I PENDAHULUAN. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan Pemerintah Daerah sangat penting dalam kegiatan percepatan pembangunan daerah. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kesatuan, Indonesia mempunyai fungsi dalam membangun masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pajak Daerah Pajak daerah merupakan salah satu bagian dari Pendapatan Asli Daerah yang memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan

Lebih terperinci

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam Kebijakan otonomi daerah lahir dengan tujuan untuk menyelamatkan pemerintahan dan keutuhan negara, membebaskan pemerintah pusat dari beban yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan informasi, komunikasi, dan transportasi dalam kehidupan manusia di segala bidang khususnya bidang ekonomi dan perdagangan merupakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM I. PENJELASAN UMUM Undang-Undang Dasar 1945 memiliki semangat pemberlakuan asas desentralisasi dan otonomi

Lebih terperinci

MACHDANIYATUL AZIZAH B

MACHDANIYATUL AZIZAH B PENGARUH KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PAD DALAM MENDUKUNG OTONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar negara setelah devisa. Menurut Rochmat Soemitra, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

KONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

KONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH 1 KONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Salatiga) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Penerimaan Daerah Salah satu kemampuan yang dituntut terhadap daerah adalah kemampuan daerah tersebut untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (self supporting)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DI KOTA PADANG. Oleh: FIKRI ZUHRI PADANG

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DI KOTA PADANG. Oleh: FIKRI ZUHRI PADANG FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DI KOTA PADANG Oleh: FIKRI ZUHRI 05 153 103 Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Repulik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah, hal ini terlihat dengan diberikannya keleluasaan kepada kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci