BAB II LANDASAN TEORI. Teori Keagenan telah menjadi perhatian dan terus dikembangkan oleh para

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Teori Keagenan telah menjadi perhatian dan terus dikembangkan oleh para"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Penelitian dan Tinjauan Pustaka 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori Keagenan telah menjadi perhatian dan terus dikembangkan oleh para peneliti sejak tahun 60 dan 70-an. Hingga pada tahun 1976 penelitian yang dilakukan oleh Jensen and Meckling melahirkan sebuah konsep tentang Teori Keagenan yang kemudian menjadi referensi bagi berbagai pihak seperti akademisi, peneliti, ekonom diberbagai belahan dunia. Teori Keagenan (Agency Theory) mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama. Konsep Agency relationship diperkenalkan oleh Jensen and Meckling (1976) yaitu sebagai: a contract under which one or more persons (the principal(s)) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent. Dengan demikian pemilik atau pemegang saham sebagai prinsipal, sedangkan manajemen sebagai agen. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan oleh prinsipal kepadanya. 15

2 Teori Keagenan diwujudkan dalam kontrak kerja yang mengatur hak dan kewajiban baik prinsipal maupun agen. Kontrak kerja harus bersifat fairness yaitu dapat menyeimbangkan antara prinsipal dan agen, hal ini dapat dilihat dalam wujud pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agen dan pemberian insentif/imbalan yang memuaskan dari prinsipal ke agen. Baik prinsipal maupun agen, keduanya mempunyai posisi tawar yang berbeda. Kondisi dimana posisi, fungsi, kepentingan dan latar belakang prinsipal dan agen yang berbeda serta saling bertolak belakang namun saling membutuhkan ini, maka sebagai konsekuensinya dalam praktik akan menimbulkan pertentangan dengan saling tarik menarik kepentingan dan pengaruh antara satu sama lain. Dalam konsep Agency Theory, manajemen sebagai agen semestinya bertindak untuk mewakili kepentingan pemilik atau shareholders, namun demikian tidak tertutup kemungkinan manajemen bertindak untuk kepentingannya sendiri. Manajemen dapat melakukan tindakan-tindakan merugikan kepentingan perusahaan. Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen inilah disebut dengan Agency Problem yang salah satunya disebabkan oleh adanya Asymmetric Information. Asymmetric Information (AI) adalah informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Akibat adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini, dapat menimbulkan 2 permasalahan (Arifin 2005, 8) yaitu: a. Moral Hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja. 16

3 b. Adverse selection, yaitu suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas. Adanya agency problem tersebut di atas, menimbulkan biaya keagenan (agency cost), yang menurut Jensen dan Meckling (1976, 311) terdiri dari: a. The monitoring expenditures by the principle yaitu biaya yang timbul dan ditanggung oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. b. The bonding expenditures by the agent merupakan biaya yang ditangung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan prinsipal. c. The residual loss merupakan pengorbanan yang berupa berkurangnya keuntungan prinsipal sebagai akibat dari perbedaan keputusan agen dan keputusan prinsipal. Dalam uraian tentang Agency Theory di atas disebutkan bahwa adanya perilaku dari manajer/agen untuk bertindak hanya untuk menguntungkan dirinya sendiri dengan mengorbankan kepentingan pihak lain/pemilik, dapat terjadi karena manajer mempunyai informasi yang lengkap mengenai perusahaan, sedangkan informasi tersebut tidak dimiliki oleh pemilik perusahaan (dalam hal ini timbul Asymmetric Information atau AI). 17

4 2. Teori Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance) Tata Kelola Perusahaan atau Good Corporate Governance (GCG) diperkenalkan pertama kali pada tahun Saat itu Cadbury Committee di Inggris menerbitkan laporan yang berjudul The Financial Aspects of Corporate Governance atau lebih dikenal dengan dengan Cadbury Report. Sejak saat itu maka Cadbury Report tersebut menjadi dasar dalam penerapan Tata Kelola Perusahaan/GCG di Inggris bahkan hingga ke berbagai negara. Tata Kelola Perusahaan didefinisikan oleh Sir Adrian Cadbury (Mallin 2004, 3) sebagai: the whole system of controls, both financial and otherwise, by which a company is directed and controlled. Sedangkan the OECD tahun 1999 mendefinisikan sebagai: a set of relationships between a company s board, its shareholders and other stakeholders. It also provides the structure through which the objectives of the company are set, and the means of attaining those objectives, and monitoring performance are determined. Daniri (2014, 21) mendefinisikan GCG sebagai suatu pola hubungan (struktur), sistem dan proses yang mengarahkan organ perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris dan RUPS) memberikan nilai tambah kepada perusahaan secara berkesinambungan, dengan tetap memperhatikan kepentingan para stakeholder, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Beberapa institusi di Indonesia memiliki definisi terkait Tata Kelola Perusahaan/GCG, salah satunya Menteri Negara BUMN yang mendefinisikan bahwa Good Corporate Governance adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata-mata demi 18

5 menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan. (Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. 23/M PM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik GCG dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO)). Dalam penerapan GCG terdapat 5 (lima) prinsip yang terkandung didalamnya (Daniri 2014, 10) yaitu: 1. Transparency (Keterbukaan Informasi) Transparansi adalah keterbukaan informasi baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai kegiatan perusahaan. 2. Accountability (Akuntabilitas) Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan per-usahaan terlaksana secara efektif. 3. Responsibility (Pertanggungjawaban) Pertanggungjawaban adalah kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. 4. Independency (Kemandirian) Kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 19

6 5. Fairness (Kesetaraan atau Kewajaran) Kesetaraan atau Kewajaran adalah perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Pada prinsipnya GCG merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol/pengawasan terhadap keputusan tersebut. Menurut Walsh dan Seward (1990, 422) terdapat 2 (dua) mekanisme untuk membantu menyamakan perbedaaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer dalam rangka penerapan GCG, yaitu: (1) mekanisme pengendalian internal perusahaan, dan (2) mekanisme pengendalian ekternal berdasarkan pasar. Mekanisme pengendalian internal perusahaan dilakukan dengan membuat seperangkat aturan yang mengatur tentang mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, imbal hasil maupun risiko-risiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Sementara mekanisme pengendalian eksternal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan oleh pasar. Mekanisme pengendalian lain yang digunakan secara umum dan luas adalah melalui pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku diharapkan dapat meminimalkan perbedaan kepentingan antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaan. Dalam laporan keuangan tersebut terdapat 2 (dua) jenis sifat informasi yang diungkapkan, yaitu mandatory disclosure dan voluntary disclosure (Arifin 2005, 21). Informasi yang bersifat mandatory disclosure adalah informasi yang harus 20

7 diungkapkan dalam laporan keuangan karena memang diwajibkan oleh peraturan atau undang-undang. Sedangkan informasi yang bersifat voluntary disclosure adalah informasi yang secara sukarela diungkapkan di dalam laporan keuangan dengan maksud untuk menambah informasi bagi kepada pemakai laporan keuangan. Dari uraian tersebut diatas, baik mekanisme pengendalian internal maupun eksternal keduanya memiliki tujuan guna menyelaraskan hubungan antara prinsipal dengan agen dengan meminimalkan konflik yang terjadi akibat adanya informasi yang tidak seimbang (Asymmetry Information). 3. Teori Pengungkapan Risiko (Risk Disclosure) Pengungkapan (disclosure) merupakan penyebaran informasi yang material kepada masyarakat yang mana isinya berupa evaluasi dari kegiatan usaha sebuah perusahaan dalam hal ini yaitu bank. Menurut Idroes (2011, 234) Pilar 3 Basel II menetapkan persyaratan pengungkapan yang memungkinkan pelaku pasar untuk menilai informasi-informasi utama mengenai cakupan risiko, modal, eksposur risiko, proses pengukuran risiko dan kecukupan modal bank. Pengungkapan risiko penting karena membantu stakeholder (pemangku kepentingan) dalam mendapatkan informasi yang diperlukan untuk memahami profil risiko dan bagaimana manajemen mengelola risiko. Pengungkapan risiko juga bermanfaat untuk memonitor risiko dan mendeteksi potensi masalah sehingga dapat melakukan tindakan lebih awal agar masalah tersebut tidak terjadi (Linsley dan Shrives 2006, 388). 21

8 Menurut Adamu (2013, 15) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat 4 (empat) manfaat dari pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) yaitu: a. Meningkatkan transparansi perusahaan; b. Mendorong manajemen risiko yang efektif; c. Meminimalisasi permasalahan terkait valuasi saham (over/under); dan d. Membantu para analis untuk memprediksi pendapatan. Sementara Idroes dan Sugiarto (2006, 167) berpendapat bahwa pengungkapan risiko juga sangat penting bagi manajemen bank, dalam hal ini dewan direksi dan senior manajemen untuk melaporkan setiap aktivitas kepada pihak terkait dengan perusahaan/pemangku kepentingan (stakeholder). Pengungkapan menjadi pertimbangan penting karena menyediakan kepada investor yang ada dan investor potensial mengenai informasi yang relevan tentang keadaan perusahaan yang sedang berjalan serta kinerjanya dimasa yang akan datang. Untuk itu, perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di pasar modal akan menghadapi persyaratan keterbukaan yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan perusahaan tertutup. Ketentuan yang mengatur mengenai pengungkapan bank umum di Indonesia diatur dalam: a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank, yang sebagian telah dicabut dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank. b. Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/31/DPNP tentang Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia, 22

9 yang sebagian telah dicabut Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/35/DPNP perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia. Stanton dan Stanton (2002) melakukan evaluasi terhadap hasil penelitian atas laporan tahunan perusahaan, dimana terdapat 70 penelitian terhadap pengungkapan risiko yang dipublikasikan pada tahun namun tidak satupun membahas masalah pengungkapan risiko (Linsley dan Shrives 2006, 389). 4. Teori Manajemen Risiko Pengertian risiko menurut Idroes (2011, 4) adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Di sisi lain, Risiko juga merupakan peluang dimana risiko adalah sisi yang berlawanan dari peluang untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Ghozali (2007, 3) risiko dapat didefinisikan sebagai volatilitas outcome yang umumnya berupa nilai dari suatu aktiva atau hutang. Menurut MacDonald dan Koch (2006, 74) Manajemen Risiko adalah: process by which managers identify, assess, monitor, and control risks associated with a financial institution s activities. Sementara menurut Idroes (2011, 6) Manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses. Tindakkan manajemen risiko diambil perusahaan untuk merespon bermacammacam risiko. 23

10 Terdapat 4 (empat) risiko utama yang perlu mendapat perhatian menurut Pyle (1997, 3) yaitu: Market risk, Credit Risk, Operational Risk dan Performance Risk. Sedangkan khusus di Indonesia ketentuan mengenai manajemen risiko pada sektor perbankan telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, dimana pada Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa risiko perbankan terdiri dari Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Reputasi, Risiko Strategik dan Risiko Kepatuhan. 5. Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder) Perkembangan pendekatan stakeholder dalam manajemen strategis berkembang pada pertengahan tahun 80-an. Tepatnya di tahun 1984 dimana R. Edward Freeman menerbitkan buku yang berjudul Strategic Management - A Stakeholder Approach. Selanjutnya Freeman dan McVea (2001, 3) melihat bahwa sejak saat itu teori atau konsep dengan pendekatan Stakeholder menjadi bahan penelitian dan diskusi oleh berbagai kalangan. Teori stakeholder (Pemangku kepentingan) menjelaskan bahwa perusahaan tidak hanya beroperasi untuk pencapaian tujuan dari pemilik saja akan tetapi harus memberikan manfaat bagi para stakeholder-nya. Stakeholder (Pemangku kepentingan) tersebut diantaranya adalah pemegang saham, kreditur, konsumen, pemasok, pemerintah, masyarakat dan pihak lainnya yang ikut serta dalam proses pencapaian tujuan perusahaan. 24

11 Pengertian stakeholder terus berevolusi dan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Bahkan Freeman sebagai bapak dari konsep stakeholder memberikan pengertian yang berbeda dari waktu ke waktu (Fontaine et al. 2006: 4). Menurut Damak-Ayadi Pesqueux (2005, 6) Freeman pada tahun 1984 mendefinisikan stakeholder sebagai any group or individual that can affect or be affected by the realisation of a company s objectives. Sementara pada tahun 2004 Freeman mendefinisikan stakeholder sebagai: those groups who are vital to the survival and success of the corporation. Pada perkembangan selanjutnya Donaldson dan Preston (1995, 71) memperkenalkan 3 (tiga) pendekatan terhadap konsep stakeholder ini, yaitu: a. Descriptive/Empirical Teori ini menguraikan dan menjelaskan karakteristik dan perilaku khusus perusahaan. Sebagai contoh teori stakeholder digunakan untuk menjelaskan: (1) Sifat/maksud dari perusahaan (2) Cara manajer mengelola (3) Bagaimana pandangan komisaris/direksi terhadap kepentingan para pemegang saham, dan (4) Bagaimana bagaimana perusahaan sesungguhnya dikelola. b. Instrumental Teori ini masih terkait dengan data descriptive/empirical yang tersedia, dimana teori ini digunakan untuk mengidentifikasi hubungan atau kurangnya hubungan antara pengelolaan stakeholder dan pencapaian tujuan perusahaan. 25

12 c. Normative Teori ini digunakan untuk menerangkan fungsi dari perusahaan termasuk mengidentifikasi pedoman moral dan filosofis operasional dan pengelolaan perusahaan. 6. Teori Pengawasan Perbankan (Banking Supervision) Bank adalah lembaga intermediasi yang memberikan layanan jasa penyimpanan dana dari pihak yang memiliki dana dan menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan dana. Oleh karenanya bisnis perbankan harus dilakukan secara cermat, aman, hati-hati dan sehat. Tidak heran jika bisnis perbankan sangat ketat dan penuh dengan regulasi. Adapun tujuan regulasi dalam bidang keuangan adalah (Group of Thirty, 2008, 21): a. Keamanan dan Kesehatan institusi keuangan (Safety and soundness of financial institutions) b. Mitigasi risiko sistemik (Mitigation of systemic risk) c. Keadilan dan efisiensi pasar (Fairness and efficiency of market)s d. Perlindungan konsumen dan investor (The protection of customers and investors). Dalam prakteknya bisnis atau kegiatan perbankan memiliki prinsip umum dalam melakukan pengawasan. Standar umum kehati-hatian yang mengatur pengawasan perbankan dan sistem perbankan, secara de facto, mengacu kepada The Core Principles for Effective Banking Supervision atau yang lebih dikenal dengan Core Principles. Core Principles ini pertama kali diterbitkan oleh Basel Committee 26

13 on Banking Supervision (BCBS) pada tahun 1997 dan terakhir direvisi pada tahun Core Principles tersebut menetapkan sejumlah kewenangan pengawasan guna memastikan praktek perbankan yang aman dan sehat. Selain itu Core Principles juga menjadi kerangka kerja standar dalam praktek pengawasan perbankan yang sehat dan dapat diterima secara universal. Dalam Core Principles tahun 2012 terdapat 29 prinsip umum yang disyaratkan guna mewujudkan sistem pengawasan perbankan yang efektif, jumlahnya meningkat dari sebelumnya 25 prinsip umum di tahun Core Principles terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu, bagian pertama yang fokus pada kewenangan, tanggungjawab dan fungsi pengawas (terdiri dari prinsip 1 sampai 13). Bagian kedua, fokus pada peraturan dan persyaratan terkait kehati-hatian kegiatan perbankan (prinsip 14 sampai 29). Untuk mewujudkan sistem pengawasan yang efektif para pembuat kebijakan dihadapkan pada permasalahan seputar struktur pengawasan perbankan, yaitu institusi yang berwenang mengawasi perbankan. Hingga saat ini perdebatan dan berbagai macam teori muncul terkait institusi pengawasan tersebut, apakah bank cukup diawasi oleh sebuah lembaga pengawas saja atau multi lembaga pengawas, atau fungsi pengawasan perbankan tersebut diserahkan kepada bank sentral atau lembaga lainnya. Menurut Group of Thirty (2008, 13) terdapat 4 (empat) tipe pengawasan dalam industri keuangan (utamanya perbankan) yaitu: 27

14 a. Institutional Approach Tipe ini menentukan regulator (pengawas) yang berwenang untuk mengawasi aktivitas usaha baik dari sisi keamanan/kesehatan maupun perilaku bisnis didasarkan pada status hukum perusahaan (misalnya Bank, broker-dealer atau asuransi) tersebut. Negara yang menerapkan pendekatan ini diantaranya adalah China, Hongkong dan Meksiko. b. Functional Approach Tipe ini menentukan regulator (pengawas) yang berwenang untuk mengawasi aktivitas perusahaan didasarkan pada kegiatan transaksi bisnis perusahaan tanpa memperhatikan status hukumnya. Sehingga setiap jenis bisnis dapat diawasi oleh regulator yang berbeda satu dengan yang lainnya. Negara yang menerapkan pendekatan ini diantaranya adalah Brazil, Perancis, Italia dan Spanyol. c. Integrated Approach Tipe ini menentukan regulator (pengawas) tunggal yang berwenang untuk mengawasi aktivitas usaha baik dari sisi keamanan/kesehatan maupun perilaku bisnis untuk semua sektor bisnis keuangan. Negara yang menerapkan pendekatan ini diantaranya adalah Kanada, Jerman, Jepang, Qatar, Singapura, Swiss dan Inggris. 28

15 d. Twin Peaks Approach Tipe ini adalah pendekatan yang didasari pengaturan dengan tujuan agar terdapat pemisahan fungsi regulator menjadi dua yaitu: regulator yang melakukan fungsi pengawasan dalam hal keamanan/kesehatan, dan regulator yang fokus dalam mengatur perilaku bisnis. Negara yang menerapkan pendekatan ini diantaranya adalah Australia dan Belanda. Agar dapat menjalankan fungsi pengawasan dengan baik maka pengawas perbankan memiliki sejumlah kewenangan. Menurut Barth, Caprio Jr, dan Levine (2002, 212) kewenangan yang besar diberikan kepada pengawas (supervisor) dengan alasan karena: a. Perbankan sulit untuk dimonitor dan hal itu memakan biaya besar. b. Adanya asimetri informasi antara perbankan dan masyarakat. c. Banyak negara mengadopsi sistem lembaga penjamin simpanan yang membuat perbankan menjadi lebih berani mengambil risiko, sementara deposan kurang memonitor perbankan. Sehingga dengan pengawasan yang kuat maka dapat mendorong kinerja perbankan menjadi lebih baik. Selain memiliki kewenangan yang besar maka pengawas perbankan juga harus independen. Menurut Masciandaro, Nieto dan Prast (2007, 9) ciri utama dari pengawas yang independen adalah: 1. Memiliki kewenangan yang luas dalam menetapkan peraturan dan ketentuan. 2. Bebas dari intervensi politik dan intimidasi dari industri. 29

16 3. Keamanan dan kepastian bagi pengawas dalam bekerja. 4. Memiliki anggaran keuangan yang mandiri. Namun demikian pengawas yang kuat dan independen saja tidaklah cukup, menurut Krivoy (2000:117) pengawas harus lebih proaktif dan memiliki inisiatif untuk mengatasi segala masalah yang dihadapi. Permasalahan dalam kegiatan perbankan tidak dapat dihindari akan tetapi hadirnya pengawas yang proaktif akan dapat mengurangi dampak dari setiap masalah yang timbul. Selanjutnya dengan pengawas yang kuat dan proaktif, tidak serta merta membuat bank tidak melakukan pengawasan dan pengendalian internal. Pengawasan dan pengendalian bank justru harus dilaksanakan oleh semua unit atau dikenal dengan risk taking unit. Dimana manajemen puncak dalam hal ini Direksi serta Komisaris harus senantiasa memonitor dan mengkaji pelaksanaan pengawasan dan pengendalian internal tersebut. Salah satu faktor lain yang penting adalah Sumber Daya Manusia (SDM) hal ini guna menjamin kualitas dan efektifitas pengawasan (Davis dan Obasi, 2009, 6-7). Oleh sebab itu memiliki personalia yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemampuan dalam hal pengawasan, utamanya pada level Komisaris atau Direksi tentunya akan sangat membantu bank guna mewujudkan pengawasan dan pengendalian internal yang efektif. Menurut Barth, Gan dan Nolle (2004, 15) bank sentral adalah pihak pertama yang mengetahui kondisi dan kinerja dari sebuah bank. Sehingga dengan demikian personalia yang pernah bekerja di lembaga pengawasan seperti bank sentral memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemampuan dalam pengawasan perbankan. 30

17 2.2. Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan risiko perusahaan (Corporate Risk Disclosure) di Indonesia telah dilakukan sebelumnya, khususnya pada industri perbankan. Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel independen dan periode penelitian. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, anggota dewan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan. Sementara periode penelitian ini adalah menganalisa Annual Report pada tahun 2012 dan Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya memiliki keanekaragaman hasil antara lain: No. Penelitian Metodologi Hasil Penelitian 1. Gunther Helbok dan Sampel dalam penelitian Institusi keuangan dengan Christian Wagner ini adalah 142 bank dari rasio ekuitas/asset dan/atau (2006). Amerika Utara, Asia dan rasio profitabilitas rendah Eropa yang memiliki memandang penting untuk Judul: asset lebih dari USD 40 mengungkapkan hasil Determinants of Milyar pada tahun Operational Risk Reporting in the Banking Industry. Variabel Independen: Definisi risiko operasional, proses manajemen risiko dan isu-isu pengaturan. Variabel Dependen: Pelaporan Risiko Operasional. Alat Analisis: Descriptive Statistic assesmen dan pengelolaan risiko operasional dibandingkan institusi keuangan yang memiliki rasio asset dan profitabilitas lebih tinggi. 31

18 2. Philip M. Linsley, dan Philip J. Shrives (2006). Judul: Risk reporting: A study of risk disclosures in the annual reports of UK companies 3. Mohammed Hossain (2008). Judul: The Extent of Disclosure in Annual Reports of Banking Companies: The Case of India. Sampel dalam penelitian ini adalah 79 perusahaan non keuangan di Inggris yang terdaftar FT-SE 100 Index pada 1 January Variabel Independen: Ukuran perusahaan, environmental risk, gearing ratio, asset cover, quiscore, book to market value of equity dan beta factor. Variabel Dependen: Risk Disclosure Alat Analisis: Perhitungan dilakukan dengan Innovest EcoValue 21TM Sampel dalam penelitian ini adalah 38 bank yang terdaftar di Bombay Stock Exchange (BSE) dan the National Stock Exchange (NSE). Variabel Independen: Usia bank, ukuran bank, profitabilitas, kompleksitas usaha, asset-in-place, komposisi dewan komisaris dan disiplin pasar. Variabel Dependen: Disclosure Score. Alat Analisis: Ordinary Least Square (OLS) regression model. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: a. Terdapat hubungan signifikan antara jumlah pengungkapan risiko dengan ukuran perusahaan. b. Selain itu terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah pengungkapan risiko dengan risiko lingkungan (environmental risk) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran bank, profitabilitas, komposisi dewan komisaris dan disiplin pasar memiliki pengaruh/ hubungan yang signifikan dengan tingkat pengungkapan (disclosure). 32

19 4. Laura Van Oorschot (2009). Judul: Risk Reporting: An Analysis of the German Banking Industry 5. A. Amran, M.S. Ishak, A.H. Zulkafli dan M. Nejati (2010). Judul: Board Structure and Extent of Corporate Governance Penelitian ini menganalisa sampel atas 32 laporan tahunan selama periode dari 8 bank Jerman. Variabel independen: Usia bank, ukuran bank, profitabilitas, kompleksitas usaha, asset-in-place, komposisi dewan komisaris dan disiplin pasar. Variabel dependen: Disclosure Score. Alat Analisis: Descriptive Statistic. Disclosure index frameworks. Penelitian ini menganalisa sampel atas laporan tahunan dari 103 perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia. Variabel independen: Ukuran perusahaan, a. Terdapat hubungan yang signifikan dimana bank dengan nilai kuantitas yang tinggi tidak memiliki nilai yang tinggi pada kualitas. b. Terdapat hubungan yang signifikan antara kuantitas pengungkapan risiko pada laporan tahunan bank dengan ukuran bank pada tahun c. Terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas pengungkapan risiko pada laporan tahunan bank dengan ukuran bank pada tahun d. Terdapat peningkatan kuantitas pengungkapan risiko yang signifikan pada laporan tahunan bank Jerman pada periode dan e. Terdapat peningkatan kualitas pengungkapan risiko yang signifikan pada laporan tahunan bank Jerman pada periode dan a. Jumlah anggota komisaris memiliki pengaruh signifikan terhadap extent of corporate governance statement. b. Sementara variabel lain hanya sedikit 33

20 Statement. jumlah anggota komisaris, komposisi dewan komisaris, CEO Duality (CEO & Board), multiple directorship, board knowledge dan proses pengambilan keputusan. menunjukkan pengaruh positif (tidak terlalu signifikan). 6. Dirk Horing dan Helmut Grundl (2011) Judul: Investigating Risk Disclosure Practices in the European Insurance Industry 7. Djoko Suhardjanto dan Aryane Dewi Variabel Dependen: Extent of Corporate Governance Statement. Alat Analisis: Pearson Correlation dan multiple regression analysis. Sampel dalam penelitian ini adalah 152 data observasi dari 31 perusahaan asuransi yang dipilih dari Dow Jones Stoxx 600 Insurance Index for Europe. Variabel Independen: Ukuran Perusahaan, Level Risiko Perusahaan, Profitabilitas, Penyebaran Kepemilikan, Cross-listing, Home Country, Aktivitas perbankan dan Tipe perusahaan asuransi. Variabel Dependen: Disclosure Score (Pengungkapan Risiko) Alat Analisis: Menggunakan Regression. Multiple Sampel penelitian ini adalah Perbankan yg a. Terdapat hubungan yang positif antara pengungkapan risiko dengan ukuran perusahaan asuransi. b. Terdapat hubungan yang siginifikan positif antara pengungkapan risiko perusahaan dengan pengungkapan risiko. c. Terdapat hubungan yang negatif antara tingkat pengungkapan risiko dengan profitabilitas. d. Terdapat hubungan yang positif antara cross-listing dan penyebaran kepemilikan dengan tingkat pengungkapan risiko. a. Jumlah anggota Komisaris dan Jumlah 34

21 (2011). Judul: Pengungkapan Risiko Finansial dan Tata Kelola Perusahaan: Studi Empiris Perbankan Indonesia. 8. Djoko Suhardjanto, Aryane Dewi, Erna Rahmawati dan Firazonia M (2012). Judul: Peran Corporate Governance Dalam Praktik Risk Disclosure Pada Perbankan Indonesia. terdaftar di BEI selama periode Variabel independen: Jumlah anggota Komisaris, Jumlah Rapat Dewan Komisaris, Komposisi Komisaris Independen, Komposisi Komite Audit dan Jumlah Rapat Komite Audit. Variabel dependen: Pengungkapan Risiko Finansial Perbankan. Alat Analisis: Statistik deskriptif dan pengujian hipotesis. Pengujian dengan SPSS. Sampel penelitian ini adalah perbankan yang terdaftar selama tahun 2007 hingga 2009 dan tidak mengalami delisting. Dimana diperoleh 84 populasi, dengan jumlah sampel sebanyak 60 annual report perbankan yang memenuhi kriteria. Variabel Independen: Jumlah anggota Komisaris, Proporsi Komisaris Independen, Proporsi Komisaris Wanita, Latar Belakang Pendidikan, Komisaris Utama, Latar Belakang Etnik Komisaris Utama, Jumlah Rapat Dewan Komisaris, Jumlah Rapat Komite Audit Independen. Rapat Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan finansial. b. Komposisi Komisaris Independen, Komposisi Komite Audit dan Jumlah Rapat Komite Audit tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan finansial. a. Jumlah anggota komisaris (board size), jumlah rapat dewan komisaris dan leverage mempengaruhi tingkat risk disclosure. b. Komisaris independen, latar belakang pendidikan komisaris utama, latar belakang etnis komisaris utama, komposisi komisaris independen, komposisi komite audit independen, jumlah rapat komite audit dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap risk disclosure. 35

22 9. Ehsan Al-Moataz dan Khaled Hussainey (2012). Judul: Determinant of Corporate Governance Disclosure in Saudi Companies. 10. Hany Elzahar dan Khaled Hussainey (2012). Judul: Determinants of Narrative Risk Disclosures in UK Interim Reports. Variabel Dependen: Risk disclosure. Selain itu Variabel Kontrol adalah Leverage dan Profitabilitas. Alat Analisis: Statistik deskriptif dan pengujian hipotesis. Pengujian dengan SPSS. Sampel dalam penelitian ini adalah 97 laporan tahunan dari 52 perusahaan di Arab Saudi pada tahun Variabel Independen: Komisaris independen, ukuran komite audit, profitabilitas, likuiditas, gearing dan ukuran perusahaan. Variabel dependen: Corporate Governance Disclosure. Alat Analisis: Multiple regression model. Sampel dalam penelitian ini adalah interim reports dari 72 perusahaan non finansial yang terdaftar di FTSE 100 UK yang terbit pada tanggal 1 Juni 2009 hingga 31 Mei Variabel Independen: Penelitian ini adalah Tipe aktivitas Industri, ukuran perusahaan, profitabilitas, Gearing, Komisaris independen, ukuran komite audit, profitabilitas, likuiditas, dan gearing memiliki pengaruh yang signifikan dalam corporate governance disclosure di Arab Saudi. a. Ukuran perusahaan dan tipe industri memiliki hubungan dengan tingkat CRD. b. Variabel lain seperti profitabilitas, likuiditas, gearing dan cross listing tidak memiliki hubungan signifikan dengan tingkat CRD dalam interim reports. c. Variabel lain seperti institutional ownership, role duality, 36

23 Likuiditas, Cross listing, institutional ownership, role duality, jumlah anggota komisaris, komposisi komisaris dan ukuran komite audit. Variabel Dependen: Risk Disclosure Score. jumlah anggota komisaris, komposisi komisaris dan ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap tingkat CRD dalam interim reports. 11. Htay, Sheila Nu Nu., Said, Ridzwana Mohd., dan Salman, Syed Ahmed (2013). Judul: Impact of Corporate Governance on Disclosure Quality: empirical Evidence from Listed Banks in Malaysia. 12. Omar Juhmani (2013). Alat Analisis: Ordinary Least Square (OLS) regression model. Analisis Deskriptif. Penelitian ini menganalisa sampel atas data 12 bank yang terdaftar di bursa Malaysia sejak tahun 1996 hingga 2005 sehingga total data yang dianalisa adalah 120. Variabel Independen: Struktur kepemimpinan dewan komisaris, proporsi dari komisaris independen, jumlah anggota komisaris, proporsi kepemilikan dewan komisaris dan proporsi dari block ownership. Variabel Dependen: Information Disclosure Score. Alat Analisis: Panel data analysis (Generalized least square method). Penelitian ini menganalisa sampel atas 41 perusahaan yang terdaftar di bursa Bahrain. Kualitas pengungkapan akan lebih baik dan dapat ditingkatkan jika terdapat pemisahan struktur kepemimpinan dewan komisaris, jumlah komisaris independen yg lebih tinggi, jumlah anggota komisaris yang lebih besar, proporsi kepemilikan dewan komisaris yang rendah dan proporsi dari block ownership yang rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan leverage memiliki 37

24 Judul: Ownership Structure and Corporate Voluntary Disclosure: Evidence from Bahrain. 13. Yaseen Al-Janadi, Rashidah Abdul Rahman dan Normah Haj Omar (2013). Judul: Corporate Governance Mechanism and Voluntary Disclosure in Saudi Arabia. 14. Abed Al-Nasser Abdallah dan Mostafa Kamal Hassan (2014). Judul: The Determinants of Variabel independen: Blockholder ownership, managerial ownership, kepemilikan pemerintah, ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas. Variabel dependen: Voluntary Disclosure Scores. Alat Analisis: Multiple regression. Penelitian ini menganalisa sampel atas 87 perusahaan yang terdaftar di Bursa Saudi. Variabel Independen: Proporsi non eksekutif pada dewan komisaris, proporsi keluarga pada dewan komisaris, jumlah anggota komisaris, anggota komite audit independen, pemisahan CEO dan komisaris (CEO Duality), kualitas audit dan kepemilikan pemerintah. Variabel Dependen: Voluntary Disclosure. Alat Analisis: Multivariate regression analysis. Sampel dalam penelitian ini adalah annual reports tahun 2008 dari 424 perusahaan publik pada GCC. pengaruh signifikan terhadap pengungkapan informasi sukarela. a. Proporsi non eksekutif pada dewan komisaris, jumlah anggota komisaris, kualitas audit dan CEO duality memiliki pengaruh signifikan terhadap Voluntary Disclosure. b. Variabel lain tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Voluntary Disclosure. Terdapat hubungan positif antara CRD dengan Ukuran perusahaan, Leverage, dan lama menggunakan IFRS. 38

25 Corporate Risk Disclosure in the Gulf Cooperative Council (GCC) Countries. Variabel Independen: Corporate Risk Disclosure (CRD). Variabel Dependen: 7 kategori risk disclosure meliputi: Ukuran, Leverage, Risk Basic, Jumlah Tahun perusahaan menerapkan atau mengikuti sepenuhnya International Financial Reporting (IFRS). Sedangkan dummy variable adalah untuk perusahaan di sektor keuangan/nonkeuangan dan berdasarkan syariah/nonsyariah. 15. Bader Al-Shammari (2014). Judul: An Investigation of the Impact of Corporate Governance Mechanisms on Level of Corporate Risk Disclosure: Evidence from Kuwait. Alat Analisis: Univariate and multivariate analyses. Sampel dalam penelitian ini adalah 109 perusahaan non keuangan yang terdaftar dalam Bursa Kuwait. Variabel Independen: Board size, non-executive directors, percentage of family members on board, role duality dan Komite Audit. Variabel Dependen: Risk Disclosure perusahaan. Alat Analisis: Ordinary Least Square (OLS) regression model. Board size berpengaruh positif terhadap CRD. Sementara role duality tidak memiliki pengaruh positif terhadap CRD. 39

26 16. Bader Al-Shammari (2014). Judul: Kuwait Corporate Characteristics and Level of Risk Disclosure: A Content Analysis Approach. 17. Mazurina Mohd Ali dan Dennis Taylor (2014). Judul: Corporate Risk Disclosure in Malaysia: The Influence of Predispositions of Chief Executive Officers and Chairs of Audit Committee. 18. Mohamed Akhtaruddin, Monirul Alam Hossain, Mahmud Hossain dan Lee Yao (2014) Penelitian ini menganalisa sampel atas 109 Annual Report dari perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di bursa. Variabel Independen: Ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, likuiditas, kompleksitas, tipe auditor dan tipe industri. Variabel Dependen: Corporate Risk Disclosure. Alat Analisis: Multivariate regression analysis. Penelitian ini menganalisa sampel atas 200 perusahaan terkemuka di Malaysia. Variabel Independen: Usia, functional track, pendidikan, tenure dan etnisitas. Variabel Dependen: Corporate Risk Disclosure. Alat Analisis: Multiple regression analysis. Penelitian ini menganalisa sampel atas 105 perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia pada tahun a. Ukuran perusahaan, likuiditas, kompleksitas dan tipe auditor memiliki hubungan positif dengan CRD. b. Variabel lain seperti leverage dan profitabilitas tidak memiliki hubungan signifikan dengan tingkat CRD. a. Tenure dan etnisitas dari Direksi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan kebijakan terkait CRD. b. Latar belakang komite audit tidak memiliki pengaruh terhadap pengambil kebijakan terkait CRD. a. Terdapat hubungan positif antara jumlah anggota komisaris dan proporsi Independent Non-executives Directors dengan 40

27 Judul: Corporate Governance and Voluntary Disclosure in Corporate Annual Reports of Malaysian Listed Firms. Variabel Independen: Jumlah anggota komisaris, Independent Nonexecutives Directors, struktur kepemilikan, kontrol keluarga dan komite audit. Alat Analisis: Ordinary Least Square (OLS) regression model. Variabel Dependen: Tata Kelola Perusahaan dan Pengungkapan sukarela. pengungkapan sukarela. b. Variabel lain tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan sukarela. Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah: 1. Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena masih sedikit penelitian tentang tingkat pengungkapan risiko (Corporate Risk Disclosure) terutama yang dilakukan pada industri perbankan, khususnya di Indonesia. 2. Pada penelitian ini terdapat penambahan variabel yaitu anggota dewan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan dan mengganti variabel Leverage. Alasan penggantian variabel Leverage tersebut disebabkan karena walaupun Leverage berpengaruh positif terhadap pengungkapan risiko perusahaan akan tetapi definisi operasional terhadap variabel Leverage kurang tepat jika digunakan pada industri perbankan. Sebagaimana diketahui dalam neraca bank disisi Liabilities sebagian besar merupakan dana pihak ketiga yang merupakan kewajiban/hutang bank. 41

28 2.3. Rerangka Pemikiran adalah: Dalam penelitian ini variabel dependen dan variabel independen yang digunakan Variabel Independen Variabel Dependen Ukuran Bank Profitabilitas Jumlah Kepemilikan Saham Publik Jumlah Anggota Dewan Komisaris Corporate Risk Disclosure Jumlah Rapat Dewan Komisaris Komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan Sumber: Data Diolah 1. Variabel Dependen : Corporate Risk Disclosure Corporate Risk disclosure dalam penelitian ini diperoleh dari skor total pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan dibagi jumlah item pengungkapan yang diwajibkan. Hal ini sesuai dengan penelitian Oorschoot (2009). Skor 1 diberikan untuk item risiko yang diungkapkan oleh perusahaan dan skor 0 bagi item yang tidak diungkapkan oleh perusahaan. Risiko yang wajib diungkapkan tersebut mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/35/DPNP perihal Laporan Tahunan 42

29 Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia. Dimana dalam 2 (dua) ketentuan tersebut risiko yang wajib diungkapkan oleh Bank meliputi: (1) Risiko kredit, (2) Risiko pasar yang dibagi menjadi risiko suku bunga dan risiko nilai tukar, (3) Risiko likuiditas, (4) Risiko operasional, (5) Risiko hukum, (6) Risiko reputasi, (7) Risiko strategi, dan (8) Risiko kepatuhan. 2. Variabel Independen Variabel Independen pada penelitian ini adalah ukuran bank, profitabilitas, jumlah kepemilikan saham publik, jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris dan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan. Pemilihan variabel independen ini memperhatikan faktor kinerja perusahaan yang ditunjukkan dengan Total Aset (ukuran perusahaan) dan Profitabilitas, serta memperhatikan Tata Kelola Perusahaan yang direpresentasikan dengan jumlah anggota dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, kepemilikan saham oleh publik. Selain itu terdapat 1 (satu) variabel independen lain yaitu komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan, sebagai variabel baru yang diuji. Selanjutnya masing-masing Variabel Independen tersebut akan diuraikan sebagai berikut: a. Ukuran Bank (CSIZE) Besar ukuran perusahaan (bank) dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Perusahaan besar memiliki banyak pemegang kepentingan, oleh karena itu semakin besar perusahaan maka semakin besar 43

30 pengungkapan informasi untuk memenuhi kebutuhan para pemegang kepentingan (Amran et al. 2009, 45). Ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap pengungkapan risiko. Perusahaan besar akan mengungkapkan risiko lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang berukuran kecil. Hal ini sejalan dengan penelitian Hossain (2008), Elzahar dan Hussainey (2012), Juhmani (2013), Abdallah dan Hassan (2014) dan Al-Shammari (2014) yang menemukan hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan risiko. Dalam penelitian ini karena sektor industri yang akan diteliti adalah perbankan di Indonesia maka dalam menentukan ukuran bank sampel diukur atau direpresentasikan dengan total aktiva. b. Profitabilitas (PROFIT) Profitabilitas adalah salah satu penilaian kinerja manajemen dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu peningkatan laba, sedangkan tingkat profitabilitas adalah suatu cara untuk menggambarkan posisi laba perusahaan. Laba berperan penting dalam menarik minat investor (Gitman 2012, 79). Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur melalui beberapa cara. Terdapat tiga rasio yang digunakan dalam rasio profitabilitas, yaitu rasio Profit Margin, Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE). 44

31 Pada penelitian ini rasio profitabilitas menggunakan Return on Total Assets (ROA) atau sering juga disebut dengan Return on Investment (ROI). Rasio ini mengukur efektivitas manajemen dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan asset yang dimiliki. Semakin tinggi ROA maka semakin akan semakin baik (Gitman 2012, 81). Rasio ini membandingkan antara pendapatan bersih setelah pajak dengan total aktiva. ROA = Pendapatan Bersih Setelah Pajak Total Aktiva Pada sektor industri perbankan khususnya di Indonesia aspek profitabilitas termasuk komponen yang diperhitungkan dalam menilai tingkat kesehatan bank umum. Dalam sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum salah satu parameter/indikator penilaian faktor rentabilitas adalah kinerja bank dalam menghasilkan laba yaitu dengan menghitung ROA bank baik rata-rata maupun disetahunkan. Sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum di Indonesia diatur dalam: 1) Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang mencabut Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum 2) Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang mencabut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. 45

32 Peringkat kesehatan bank umum merupakan total (komposit) dari faktor penilaian berupa Profil risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (earnings) dan Permodalan (capital). Dimana ROA menjadi salah satu komponen penilaian dalam faktor penilaian rentabilitas (earning). Dalam PBI No. 6/10/PBI/2004 yang pelaksanaannya diatur dalam SEBI No. 6/23/DPNP penilaian atas rasio ROA diuraikan sebagaimana Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Rasio ROA dan Peringkat Kesehatan Rasio Peringkat ROA > 1,5% 1 1,25% < ROA 1,5% 2 0,5% < ROA 1,25% 3 0 < ROA 0,5% 4 ROA 0% 5 Sumber: SEBI No. 6/23/DPNP Sedangkan dalam PBI No. 13/1/PBI/2011 yang pelaksanaannya diatur dalam SEBI No. 6/10/PBI/2004 penilaian atas rasio ROA diatur secara umum bahwa: 1) Peringkat 1: Rentabilitas sangat memadai, laba melebihi target dan mendukung pertumbuhan permodalan Bank. 2) Peringkat 2: Rentabilitas memadai, laba melebihi target dan mendukung pertumbuhan permodalan Bank. 3) Peringkat 3: Rentabilitas cukup memadai, laba memenuhi target, namun terdapat tekanan terhadap kinerja laba yang dapat menyebabkan penurunan laba namun cukup dapat mendukung pertumbuhan permodalan Bank. 46

33 4) Peringkat 4: Rentabilitas kurang memadai, laba tidak memenuhi target dan diperkirakan akan tetap seperti kondisi tersebut di masa datang sehingga kurang dapat mendukung pertumbuhan permodalan Bank dan kelangsungan usaha Bank. 5) Peringkat 5: Rentabilitas tidak memadai, laba tidak memenuhi target dan tidak dapat diandalkan serta memerlukan peningkatan kinerja laba segera untuk memastikan kelangsungan usaha bank. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hossain (2008) dan Al- Moataz dan Hussainey (2012) menunjukkan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan. c. Jumlah Kepemilikan Saham Publik (ISSUE) Jumlah kepemilikan saham oleh publik ditentukan oleh persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak publik. Pengertian publik disini adalah pihak individu yang berada di luar manajemen dan tidak memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan. Kepemilikan saham oleh publik umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Semakin besar proporsi kepemilikan saham publik, semakin banyak pihak yang membutuhkan informasi tentang perusahaan, sehingga banyak pula informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan. Struktur kepemilikkan dibagi ke dalam dua bagian yaitu kepemilikan eksternal (external block ownership) dan blok kepemilikan internal (insider block ownership) atau kepemilikan manajerial (managerial block ownership). 47

34 Pada negara yang perlindungan terhadap investornya lemah, pemusatan kepemilikan menjadi pengganti dari perlindungan untuk investor. Hal ini dikarenakan, jika saham lebih banyak dipegang oleh kepemilikkan eksternal maka pihak perusahaan dituntut untuk memberikan laporan yang transparan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap investor. Permintaan para stakeholder akan pengungkapan yang lebih luas, menuntut perusahaan untuk mengungkapkan informasi khususnya informasi mengenai risiko secara transparan dan lengkap. Menurut teori stakeholder, dengan mengungkapkan informasi risiko secara lebih mendalam dan luas menunjukkan bahwa perusahaan berusaha untuk memuaskan kebutuhan akan informasi yang dibutuhkan oleh para stakeholder. d. Jumlah Anggota Dewan Komisaris (BSIZE) Jumlah anggota dewan komisaris direpresentasikan dengan jumlah keseluruhan anggota dewan komisaris yang dimiliki perusahaan baik yang berasal dari dalam maupun luar perusahaan (independen). Dalam sistem perbankan Indonesia pengaturan mengenai jumlah anggota dewan komisaris diatur dalam PBI No. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum juncto PBI No. 8/14/PBI/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Pada Pasal 4 dengan tegas diatur bahwa Jumlah anggota dewan komisaris paling kurang 3 orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota direksi. Sementara pada 48

35 Pasal 5 ditegaskan pula bahwa dewan komisaris terdiri dari komisaris dan Komisaris Independen yang paling kurang 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah anggota dewan komisaris adalah komisaris independen. Sesuai dengan penelitian Suhardjanto et al. (2012), Suhardjanto dan Dewi (2011), Amran et al. (2010), Al-Janadi (2013), Al-Shammari (2014) dan Akhtaruddin et al. (2014) menunjukkan bahwa jumlah anggota komisaris memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan. e. Jumlah Rapat Dewan Komisaris (RPTDEKOM) Dalam mengukur jumlah rapat dewan komisaris, maka khusus pada industri perbankan di Indonesia mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/14/PBI/2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Dalam ketentuan tersebut pada Pasal 15 ditegaskan bahwa rapat dewan komisaris wajib diselenggarakan secara berkala paling kurang 4 kali dalam setahun. Dimana rapat dewan komisaris wajib dihadiri oleh seluruh anggota dewan komisaris secara fisik paling kurang 2 kali dalam setahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suhardjanto et al. (2012) serta Suhardjanto dan Dewi (2011) menunjukkan bahwa frekuensi rapat dewan komisaris memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan risiko perusahaan. 49

36 f. Adanya Komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan (BIDEKOM) Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Dewan Komisaris merupakan inti dari Corporate Governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme pengawasan dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada manajemen perusahaan. Mengingat manajemen bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan sedangkan Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen, maka Dewan Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan. (Gregory, 2001, 12-13). Dalam Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada Pasal 1 butir 6 ditegaskan bahwa Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Adanya anggota dewan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan merupakan salah satu indikator baru yang digunakan dalam penelitian ini. Indikator ini perlu kiranya diteliti untuk melihat apakah anggota dewan komisaris yang berlatar belakang pensiunan dari otoritas pengawas perbankan tersebut memiliki pengaruh positif terhadap tingkat risk disclosure (pengungkapan risiko) suatu Bank. Oleh sebab itu akan dilihat pada 50

BAB I PENDAHULUAN. Pengungkapan risiko perusahaan menjadi perhatian penting bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pengungkapan risiko perusahaan menjadi perhatian penting bagi masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengungkapan risiko perusahaan menjadi perhatian penting bagi masyarakat khususnya bagi para investor. Hal ini dapat dipahami mengingat informasi tersebut dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang memadai diberikan oleh perusahaan karena mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang memadai diberikan oleh perusahaan karena mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan jasa, perusahaan manufaktur maupun perusahaan perbankan yang telah go public memanfaatkan pasar modal sebagai sarana untuk mendapatkan sumber dana

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGUNGKAPAN RISIKO PERUSAHAAN (CORPORATE RISK DISCLOSURE) PADA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGUNGKAPAN RISIKO PERUSAHAAN (CORPORATE RISK DISCLOSURE) PADA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGUNGKAPAN RISIKO PERUSAHAAN (CORPORATE RISK DISCLOSURE) PADA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah good corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah good corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Good Corporate Governance Istilah good corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee Inggris pada tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tidak sepadan (mismatched), tidak hati-hati (prudent), tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tidak sepadan (mismatched), tidak hati-hati (prudent), tidak 1 A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Penerapan corporate governance pada industri perbankan memerlukan perhatian tersendiri, karena karakter dan kompleksitas industri perbankan berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan kegiatan sosial yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan kegiatan sosial yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap lingkungan dan stakeholder,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan kontrak dimana satu atau lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.5 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.5 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.5 Latar Belakang Penelitian Tata kelola perusahaan yang baik adalah prinsip yang memandu dan mengendalikan perusahaan untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan perusahaan dan otoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya, suatu perusahaan didirikan dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya, suatu perusahaan didirikan dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, suatu perusahaan didirikan dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan tersebut secara maksimal. Nilai perusahaan dicerminkan dari harga saham

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Good Corporate Governance Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik ( principle)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Corporate Governance II.1.1 Pengertian Corporate Governance Kata governance berasal dari bahasa Perancis gubernance yang berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut dipergunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Penelitian ini menggunakan teori keagenan, dimana teori ini sering kali digunakan sebagai landasan dalam penelitian mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas yang terdiri dari:

BAB 1 PENDAHULUAN. Didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas yang terdiri dari: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas yang terdiri dari: a. Untuk mencapai keuntungan yang maksimal atau laba yang sebesar-besarnya. b.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan dan untuk meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Industri yang bergerak di bidang keuangan (sektor perbankan),

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Industri yang bergerak di bidang keuangan (sektor perbankan), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri yang bergerak di bidang keuangan (sektor perbankan), merupakan industri yang cukup berbeda dengan industri lainnya. Dari segi aktivitas, perbankan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Luas Pengungkapan dalam Laporan Tahunan. informasi keuangan dan bukan keuangan yang membantu stakeholders dalam

BAB II LANDASAN TEORI Luas Pengungkapan dalam Laporan Tahunan. informasi keuangan dan bukan keuangan yang membantu stakeholders dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Luas Pengungkapan dalam Laporan Tahunan Informasi yang diungkap di dalam laporan tahunan berisi pengungkapan informasi keuangan dan bukan keuangan yang membantu stakeholders

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegagalan penerapan Good Corporate Governance (Daniri, 2005). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kegagalan penerapan Good Corporate Governance (Daniri, 2005). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep Corporate Govenance muncul sebagai reaksi terhadap berbagai kegagalan korporasi akibat dari buruknya tata kelola perusahaan. Krisis ekonomi di kawasan Asia dan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Teori agensi mengistilahkan pemilik sebagai principal, sedangkan manajer

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Teori agensi mengistilahkan pemilik sebagai principal, sedangkan manajer BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Teori Agensi Teori agensi mengistilahkan pemilik sebagai principal, sedangkan manajer sebagai agent. Teori agensi menggambarkan bahwa agent memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. besarnya, meningkatkan nilai perusahaan, serta memakmurkan pemilik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. besarnya, meningkatkan nilai perusahaan, serta memakmurkan pemilik perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah sebuah organisasi atau lembaga ekonomi yang didirikan dengan tujuan yang jelas yaitu mendapatkan keuntungan atau laba sebesar besarnya, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atas kepentingan mereka sendiri dan agen (manajer perusahaan) a) Pemegang saham dengan manajer.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atas kepentingan mereka sendiri dan agen (manajer perusahaan) a) Pemegang saham dengan manajer. 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan Teori keagenan mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri dan agen (manajer perusahaan) diasumsikan menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep pendirian korporasi modern sebagai suatu entitas legal dapat dilihat dari adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan. Menurut Lukviarman (2016, p.23)

Lebih terperinci

PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI

PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI Hasil Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG di BCA Hasil penilaian sendiri (self assessment) pelaksanaan Good Corporate Governance pada Semester I dan Semester II tahun 2016 dikategorikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan antara arah dan kinerja perusahaan (Monks & Minow,

BAB I PENDAHULUAN. menentukan antara arah dan kinerja perusahaan (Monks & Minow, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Corporate Governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai pihak dalam perusahaan yang menentukan antara arah dan kinerja perusahaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Good Corporate Governance II.1.1 Pengertian Good Corporate Governance Seperti yang dikutip oleh Susilo dan Simarmata (2007) definisi mengenai corporate governance pertama kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Tata Kelola Terintegrasi BAB I. No. COM/002/00/0116

KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Tata Kelola Terintegrasi BAB I. No. COM/002/00/0116 KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Tata Kelola Terintegrasi BAB I No. COM/002/00/0116 Tanggal Efektif 4 Januari 2016 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri keuangan merupakan

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Risiko NAMA KELOMPOK : 1. Aditya Bangun Subagja Heru Setyawan Ella Rizky Aisah

Tugas Manajemen Risiko NAMA KELOMPOK : 1. Aditya Bangun Subagja Heru Setyawan Ella Rizky Aisah Tugas Manajemen Risiko NAMA KELOMPOK : 1. Aditya Bangun Subagja 20120730021 2. Heru Setyawan 20120730025 3. Ella Rizky Aisah 20120730028 Soal! 1. A. PBI No : 13 / 1 / PBI / 2011 Tentang Penilaian kesehatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Analisis. tingkat kesehatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Analisis. tingkat kesehatan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu No. Peneliti (Tahun) 1. Heidy, Zainul, Nila (2014) 2. Fajri Hakim (2013) 3. Jayanti Mandasari (2015) 4. Yessi, Rahayu, Tema Alat Analisis Hasil Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik temu antara pemilik perusahaan (principal) dengan manajemen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik (principal) melimpahkan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik (principal) melimpahkan BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Teori keagenan menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik (principal)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Kerangka Teoritis 1. Agency Theory Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori agensi. Jensen and Meckling (1976) menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Agensi Menurut Harahap dan Wardhani (2012) esensi dari teori keagenan adalah kontrak antara prinsipal dan agen, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah seluruh bank umum konvensional yang telah go public (terbuka) yang tercatat di Bank Indonesia dan Bursa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate governance terhadap manajemen laba di industri perbankan Indonesia. Konsep good corporate

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Teori agensi didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan sebagai sekumpulan

BAB II LANDASAN TEORI. Teori agensi didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan sebagai sekumpulan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Agency Theory Teori agensi didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan sebagai sekumpulan kontrak di antara faktor-faktor produksi dan hubungan di antara prinsipal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. corporate governance terhadap kinerja keuangan yang diambil dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. corporate governance terhadap kinerja keuangan yang diambil dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan struktur modal, good corporate governance terhadap kinerja keuangan yang diambil dari beberapa sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah berkembang dengan pesat dan persaingan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah berkembang dengan pesat dan persaingan bisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian dunia telah berkembang dengan pesat dan persaingan bisnis yang ketat pada abad ini mengharuskan perusahaan-perusahaan untuk mengubah cara mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada pada

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Informasi yang berhubungan dengan kinerja perusahaan adalah kebutuhan yang sangat diperlukan oleh investor di pasar modal untuk pengambilan keputusan apakah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki sebuah perusahaan go public. Semakin tinggi nilai perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki sebuah perusahaan go public. Semakin tinggi nilai perusahaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan sekelompok orang yang bekerja untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu organisasi. Tujuan jangka pendek perusahaan yaitu memaksimalkan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Corporate governance sampai saat ini memiliki peranan yang sangat penting di dalam menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen. Menurut Forum for Corporate

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Adapun Teori yang dapat mendukung berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti: 1. Teori Keagenan(Agency Theory) Teori Keagenan (Agency Theory) merupakan teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan produk perusahaan yang merupakan jendela informasi bagi pihak-pihak diluar manajemen suatu perusahaan yang memungkinkan mereka untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Good Corporate Governance 2.1.1.1 Pengertian Good Corporate Governance Istilah corporate governance pertama sekali diperkenalkan oleh Cadbury Comitee

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laba merupakan sekumpulan angka yang berisi informasi, dimana laba juga merupakan bagian penting dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laba merupakan sekumpulan angka yang berisi informasi, dimana laba juga merupakan bagian penting dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laba merupakan sekumpulan angka yang berisi informasi, dimana laba juga merupakan bagian penting dari isi laporan keuangan perusahaan. Laba merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penting bagi para pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penting bagi para pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Laporan keuangan perusahaan mengandung informasi yang sangat penting bagi para pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kepentingan antara pemilik (principal) dan manajemen (agent) tersebut akan. menimbulkan permasalahan keagenan (agency problem).

BAB I PENDAHULUAN. dan kepentingan antara pemilik (principal) dan manajemen (agent) tersebut akan. menimbulkan permasalahan keagenan (agency problem). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelimpahan kewenangan pengelolaan perusahaan di Indonesia termasuk juga pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari pemilik (shareholders)

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pemisahan antara kepemilikan saham dan manajemen di perusahaanperusahaan besar sangat diperlukan. Sebagian besar perusahaan itu memiliki ratusan atau ribuan pemegang

Lebih terperinci

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Modul ke: Fakultas 09Pasca Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis Pembuatan Template Powerpoint untuk digunakan sebagai template standar modul-modul yang digunakan dalam perkuliahan Cecep Winata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena perusahaan lebih terstruktur dan adanya pengawasan serta monitoring

BAB 1 PENDAHULUAN. karena perusahaan lebih terstruktur dan adanya pengawasan serta monitoring BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada Era Globalisasi saat ini, negara-negara berkembang dituntut untuk menerapkan sistem yang baru dan lebih baik dalam pengelolaan bisnis yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian di Indonesia semakin berkembang dan menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian di Indonesia semakin berkembang dan menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kondisi perekonomian di Indonesia semakin berkembang dan menjadikan industri keuangan salah satu industri yang berkembang secara pesat dan memiliki kompleksitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya krisis keuangan di Indonesia pada akhir tahun 2008 salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Adanya krisis keuangan di Indonesia pada akhir tahun 2008 salah satunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya krisis keuangan di Indonesia pada akhir tahun 2008 salah satunya ditandai dengan meningkatnya inflasi, dimana terjadi kenaikan harga barang dan jasa secara terus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan kali ini mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu. beserta persamaan dan perbedaan, antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan kali ini mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu. beserta persamaan dan perbedaan, antara lain : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pembahasan kali ini mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan pada penelitian ini beserta

Lebih terperinci

Konsep Dasar Kegiatan Bank

Konsep Dasar Kegiatan Bank REGULASI PERBANKAN Konsep Dasar Kegiatan Bank Bank berfungsi sebagai financial intermediary antara source of fund dan use of fund Use of fund Revenue Loan BANK Cost Deposit Source of fund Bank merupakan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.03/2017 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.03/2017 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1 Gumanti dan Prasetiawati (2011) Penelitian mengenai Dualitas Peran, Komisaris Independen dan Manajemen Laba pada Penawaran Saham Perdana menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengungkapan dan penyajian informasi merupakan suatu upaya fundamental untuk menyediakan informasi mengenai laporan keuangan bagi pengguna laporan keuangan. Dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Persepsi Good dalam good corporate governance adalah tingkat pencapaian

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Persepsi Good dalam good corporate governance adalah tingkat pencapaian 6 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 1.1. Pengertian Good Corporate Governance Persepsi Good dalam good corporate governance adalah tingkat pencapaian terhadap suatu hasil upaya yang memenuhi persyaratan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap good corporate governance yang selama ini kurang diperhatikan semakin

BAB I PENDAHULUAN. terhadap good corporate governance yang selama ini kurang diperhatikan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ketika Indonesia tengah mengalami krisis ekonomi, wacana dan tuntutan terhadap good corporate governance yang selama ini kurang diperhatikan semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi perusahaan dalam perkembangan bisnis disemua perusahaan. Salah satu tujuan utama didirikannya perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan merupakan tujuan yang dicapai untuk menarik stakeholders untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan merupakan tujuan yang dicapai untuk menarik stakeholders untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Era Globalisasi ini, persaingan negara- negara maju dan berkembang tak terkecuali pada bidang bisnis manufakturnya semakin ketat seiring dengan perkembangan perekonomian

Lebih terperinci

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DALAM PERSPEKTIF AGENCY THEORY

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DALAM PERSPEKTIF AGENCY THEORY GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DALAM PERSPEKTIF AGENCY THEORY Mailani Hamdani Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka Pondok Cabe mailani@ecampus.ut.ac.id Abstrak Dalam mempertahankan bisnis perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu entitas bisnis, sebuah perusahaan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Tujuan tersebut terkadang menyebabkan perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan permasalahan yang ada pada penelitian ini. Berikut adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan permasalahan yang ada pada penelitian ini. Berikut adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Banyak berbagai penelitian yang diharapkan oleh peneliti tidak lepas dari penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu yang berhubungan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ahmed, Anwer S, Anne Beatty dan Bruce Bettinghaus Evidence on the Efficacy of Market Risk Disclosures by Commercial Banks.

DAFTAR PUSTAKA. Ahmed, Anwer S, Anne Beatty dan Bruce Bettinghaus Evidence on the Efficacy of Market Risk Disclosures by Commercial Banks. DAFTAR PUSTAKA Abdallah, Abed Al-Nasser dan Mostafa Kamal Hassan. 2014. The Determinants of Corporate Risk Disclosure in the Gulf Cooperative Council (GCC) Countries. Paper dipresentasikan pada: the BAFA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengambil keputusan. Kewenangan ini akan membawa konsekuensi logis yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengambil keputusan. Kewenangan ini akan membawa konsekuensi logis yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori keagenan (Agency Theory) Praktik manajemen laba tidak dapat dipisahkan dari adanya teori keagenan dan asimetri informasi. Teori keagenan adalah teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang menjadi pendukung dalam melakukan penelitian ulang terhadap kinerja keuangan bank dengan menggunakan metode RGEC diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan terhadap good corporate governance semakin meningkat. Banyak. dikarenakan lemahnya corporate governance (Wardhani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan terhadap good corporate governance semakin meningkat. Banyak. dikarenakan lemahnya corporate governance (Wardhani, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian di dunia terus mengalami berbagai perubahan dan hal ini memicu para pengusaha berusaha lebih keras dalam mengembangkan usahanya, apalagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) sangat penting artinya, karena tujuan dalam mendirikan sebuah perusahaan selain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan yang berfungsi sebagai pendanaan perusahaan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan perbankan saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan perbankan saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan perbankan saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam membangun ekonomi nasional. Sektor perbankan diharapkan dapat berperan aktif dalam mendukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. dan lain sebagainya. Pemahaman tentang praktik good corporate

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. dan lain sebagainya. Pemahaman tentang praktik good corporate BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Good Corporate Governance Good corporate governance merupakan isu yang tidak pernah usang untuk terus dikaji oleh pelaku bisnis, akademisi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Keagenan Dalam rangka memahami good corporate governance maka digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal Tahun 2016 telah berlaku ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR 8 BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pengukuran RPT Pengukuran RPT yang dilakukan oleh perusahaan dapat diukur melalui dua cara yaitu dengan melihat asset, liabilities, sales, dan expenses yang tercermin pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang baik (good corporate governance) diharapkan dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang baik (good corporate governance) diharapkan dapat memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan Good Corporate Governance telah menjadi isu sentral dalam menunjang pemulihan ekonomi. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, perusahaan dituntut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diterapkannya good corporate governance di Indonesia merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. diterapkannya good corporate governance di Indonesia merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak adanya gerakan reformasi tahun 1998, muncul banyak tekanan dari publik yang menghendaki agar Pemerintah maupun swasta dapat menghapuskan praktek-praktek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Kasus yang menimpa Enron dan WorldCom menjadi salah satu contoh

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Kasus yang menimpa Enron dan WorldCom menjadi salah satu contoh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak terjadinya kasus penyimpangan pada laporan keuangan perusahaan besar membuat kepercayaan para pengguna laporan keuangan, seperti investor, debitur, kreditor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan mekanisme yang di dalamnya terdiri dari berbagai partisipan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan mekanisme yang di dalamnya terdiri dari berbagai partisipan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan mekanisme yang di dalamnya terdiri dari berbagai partisipan yaitu pihak pemilik dan pengelola, yang berkontribusi dalam modal, keahlian, serta tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terlepas semakin pesatnya pertumbuhan pasar bisnis property dan real

BAB I PENDAHULUAN. Terlepas semakin pesatnya pertumbuhan pasar bisnis property dan real 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan tempat tinggal, perkantoran, pusat perbelanjaan, taman hiburan, dan kebutuhan akan sektor property dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh suatu kerangka tata kelola (corporate governance

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh suatu kerangka tata kelola (corporate governance 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya akan dipengaruhi oleh suatu kerangka tata kelola (corporate governance framework). Kerangka tersebut dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan dilihat dari kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Baik kreditur maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penawaran umum kepada publik atau go public diwajibkan untuk menyampaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. penawaran umum kepada publik atau go public diwajibkan untuk menyampaikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pada era persaingan yang semakin ketat serta kondisi ekonomi yang tidak menentu, suatu perusahaan dihadapkan pada kondisi yang mendorong mereka untuk lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dan hal ini sangat penting, baik bagi investor maupun bagi

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dan hal ini sangat penting, baik bagi investor maupun bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kinerja keuangan merupakan ukuran keberhasilan atas pelaksanaan fungsifungsi keuangan dan hal ini sangat penting, baik bagi investor maupun bagi perusahaan yang bersangkutan.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur

BAB I PENDAHULUAN. stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomi, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Teori agensi berkaitan dengan hubungan antara manajemen perusahaan (agent)

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Teori agensi berkaitan dengan hubungan antara manajemen perusahaan (agent) BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1.1 Agency Theory Teori agensi berkaitan dengan hubungan antara manajemen perusahaan (agent) dengan investor.menurut Darmawati dkk (2005), inti dari hubungan keagenan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan risiko tersebut kepada pihak lain. terdiri dari pengungkapan kuantitatif dan kualitatif. Untuk pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan risiko tersebut kepada pihak lain. terdiri dari pengungkapan kuantitatif dan kualitatif. Untuk pengungkapan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam dunia bisnis selalu terdapat risiko yang timbul dari aktivitas bisnis yang dilakukan oleh perusahaan. Risiko perusahaan adalah suatu kondisi dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance) merupakan konsep

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance) merupakan konsep BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance) merupakan konsep untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Peningkatan kinerja dicapai melalui pengawasan atau pemantauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektivitas pencapaian tujuan perusahaan. Seiring dengan berkembangnya. mendorong kesinambungan dan kelangsungan hidup perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. efektivitas pencapaian tujuan perusahaan. Seiring dengan berkembangnya. mendorong kesinambungan dan kelangsungan hidup perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dunia usaha yang semakin berkembang dengan pesatnya pada setiap perusahaan baik yang bergerak dibidang jasa, perdagangan, maupun manufaktur selalu berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori dan Telaah Pustaka 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Sebuah perspektif teoretis yang penting pada desain insentif manajemen disediakan oleh konsep biaya agensi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Mangkunegara di dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai berikut Kinerja adalah hasil kerja

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan perluasan usaha agar dapat terus bertahan dan bersaing. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan perluasan usaha agar dapat terus bertahan dan bersaing. Tujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan bisnis dalam industri manufaktur semakin ketat seiring dengan perkembangan perekonomian yang mengakibatkan adanya tuntutan bagi perusahaan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dewasa ini mulai

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dewasa ini mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pelaku usaha atas usaha yang dijalankannya atau perusahaan yang telah didirikannya pasti memiliki harapan agar perusahaan tersebut dapat mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Komang Agung Surya Parimana, I Gede Suparta Wisadha (2015)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Komang Agung Surya Parimana, I Gede Suparta Wisadha (2015) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Para peneliti sebelumnya melakukan penelitian tentang kompensasi eksekutif dan ukuran perusahaan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Berikut penjelasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis pengaruh..., Sri Mulyati, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis pengaruh..., Sri Mulyati, FE UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam mengambil keputusan investasi di pasar modal, investor melakukan analisis terhadap berbagai faktor. Analisis tersebut meliputi faktor-faktor fundamental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Manajer diharapkan menggunakan resources yang ada sematamata

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Manajer diharapkan menggunakan resources yang ada sematamata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada perusahaan korporasi yang relatif besar umumnya terdapat pemisahan fungsi pemilikan dan pengelolaan perusahaan. Pemegang saham mengalami kesulitan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajer dan pemegang saham merupakan dua partisipan terkait dalam sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang saham dapat dikatakan sebagai

Lebih terperinci