Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ""

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Strategi Perancangan Strategi perancangan menggambarkan rencana umum kegiatan suatu rancangan proyek dan aktivitas-aktivitas khusus (yaitu taktik atau metode-metode perancangan). Adapun tujuan dari strategi perancangan adalah memberikan kepastian apakah aktivitas-aktivitas tersebut benar-benar realistik dengan batasan waktu dan sumber-sumber yang telah ditetapkan. Berdasarkan tujuan inilah perancangan akan bekerja dalam melakukan perancangan. Strategi perancangan terbagi atas dua, yaitu: 1. Perancangan secara acak (Random Search Strategy) 2. Perancangan secara pasti/berdasarkan urutan-urutan yang telah ditentukan (prefabricated). Dalam berbagai hal, strategi perancangan bertujuan untuk melakukan pendekatan dalam menyelesaikan suatu masalah yang sesuai dengan kepuasan rancangan. Taktik yang relevan akan terlihat dari penggunaan teknik yang umum dan metode-metode yang rasional. 8

2 2.2. Evaluasi Produk Hasil Rancangan Pada evaluasi hasil rancangan produk terdiri dari beberapa langkah yaitu: 1. Memonitor perubahan fungsi. 2. Evaluasi kinerja produk hasil rancangan melalui pembuatan model atau prototipe: a) Pengembangan model analitik b) Pengembangan model fisik. c) Pengembangan model grafik. 3. Evaluasi biaya. 4. Evaluasi lain, yaitu dari segi: a) Kemudahan perakitan b) Analisis kegagalan. c) Kemudahan perawatan d) Kemudahan pengerjaan Pemonitoran Perubahan Fungsi Fase perancangan konsep produk dimulai dengan penyusunan sistem fungsi produk berdasarkan keinginan-keinginan pengguna dan kemudian berdasarkan sistem fungsi tersebut disusun konsep produk yang memenuhi fungsi-fungsi dalam sistem fungsi produk. Pemberian bentuk (embodiment) tersebut adalah proses iteratif, dimana produk mengalami perbaikan-perbaikan terus-menerus. Dalam perbaikanperbaikan bentuk produk / komponen produk dapat terjasi perubahan / perkembangan / perbaikan fungsi, baik perubahan fungsi yang tidak diinginkan maupun perubahan fungsi yang dapat diterima. Perubahan fungsi terjadi akibat perubahan bentuk komponen, sedangkan fungsi yang tidak diinginkan adalah karena fungsi yang 9

3 berubah tersebut bertentangan dengan fungsi yang sebenarnya diinginkan. Perubahan fungsi yang tidak dinginkan haruslah dicegah. Artinya, perbaikan bentuk produk yang mengakibatkan perubahan fungsi yang tidak diinginkan harus diperbaiki lagi Evaluasi Kinerja Produk Evaluasi kinerja produk haruslah : 1. Memberikan hasil-hasil pengukuran pada produk hasil rancangan dalam bentuk angka-angka yang dapat dibandingkan dengan syarat-syarat teknis yang harus dipenuhi. Hasil-hasil pengukuran haruslah mempunyai ketelitian dan ketepatan yang cukup tinggi agar hasil perbandingan merupakan hasil perbandingan yang syah. 2. Memberikan indikasi tentang apa yang harus diperbaiki dan sampai berapa jauh perbaikan harus dilakukan, jika kinerja produk hasil rancangan dinilai kurang baik. 3. Meliputi dampak variasi cara pembuatan, dampak penuaan material dan perubahan lingkungan. Produk hasil rancangan yang tidak dipengaruhi oleh ketiga hal di atas adalah produk berkualitas. Evaluasi kinerja produk hasil rancangan dilakukan dengan melakukan pengujian atau eksperimen model atau prototipe produk yang dibuat. Pengukuranpengukuran yang diperoleh dari pengujian model produk dibandingkan dengan besaran-besaran pada spesifikasi produk. 10

4 2.2.3 Pembuatan Model untuk Evaluasi Kinerja Produk Evaluasi dilakukan pada model produk yang dianggap mewakili produk, Evaluasi model produk dapat terdiri dari langkah-langkah berikut: 1. Mengidentifikasi Parameter Dependen. Parameter dependen adalah parameter yang perlu diukur. Parameter yang penting dan kritis, yaitu parameter-parameter yang menunjukkan kinerja, harus diidentifikasi dengan jelas. 2. Menetapkan Ketepatan Parameter Dependen. Pada langkah-langkah awal perbaikan/pemberian bentuk, maka yang perlu diketahui dari ketepatan besar parameter dependen adalah order of magnitudenya saja, sebab perhitungan-perhitungan kasar mungkin sudah cukup untuk mendapatkan indikator kinerja untuk dapat melakukan perbandingan relatif. Tetapi, pada langkah perbaikan/ pemberian bentuk tahap selanjutnya lagi, maka ketepatan pemodelan harus ditingkatkan agar dapat melakukan perbandingan yang baik dengan harga sasaran. 3. Mengidentifikasi Parameter Independen, Batas-batas dan Variasinya. Mengidentifikasi parameter independen yang mempengaruhi parameter dependen perlu dilakukan. Disamping parameter independen yang perlu dilakukan, maka perlu pula diketahui batas-batas dan variasi harganya. 4. Mempelajari Kemampuan Model Analitik. Pembuatan model analitik pada umumnya dapat dilakukan dengan lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan dengan pembuatan model fisik. Tetapi pemakaian 11

5 model analitik untuk evaluasi kinerja produk masih memerlukan peninjauan lebih lanjut, yaitu: a. Apakah teknik untuk menganalisis model sudah tersedia, sebab jika belum, maka perancang tidak mempunyai waktu untuk membuat atau menyusun teknik analisis tersebut, sehingga harus dipakai model fisik, b. Apakah ketepatan hasil analisis yang diperlukan dapat dihasilkan oleh analisis model analitik, c. Apakah hasil deterministik atau hasil tunggal (untuk setiap parameter) yang dihasilkan cara evaluasi analitik sudah cukup, d. Apakah perancang mempunyai sumber daya yang diperlukan untuk melakukan analisis, terutama dari segi waktu untuk analisis, peralatan, pengetahuan, dan dana. 5. Mempelajari Kemampuan Model Fisik. Model fisik, yang biasanya dinamakan prototipe, secara fisik mewakili produk, sebagian besar komponen prototipe adalah yang nantinya terdapat pada produk jadi. Pembuatan prototipe memang biasanya lebih sukar dan lebih mahal daripada pembuatan model analitik, tetapi hal-hal yang menjadi kendala pada pertimbangan untuk membuat model analitik menjadi kendala pula pada pertimbangan untuk membuat prototipe, yaitu sumber daya yang diperlukan: waktu, peralatan, pengetahuan, dan dana. 12

6 6. Memilih Cara Pemodelan yang Paling Cocok. Untuk keperluan evaluasi kinerja produk harus dipilih salah satu cara pemodelan, mengingat keterbatasan sumber daya. Karena itu harus dipilih cara yang memberikan hasil dengan ketepatan yang diperlukan dengan menggunakan sumber daya tersedikit. 7. Melakukan Analisis (pada Model Analitik) atau Melakukan Eksperimen atau Pengujian (pada Model Fisik). 8. Menentukan Hasil Evaluasi. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah produk hasil rancangan memnuhi syarat-syarat teknis dalam spesifikasi produk. Kesimpulan hasil evaluasi dapat berupa : a. Produk hasil rancangan memenuhi spesifikasi produk, b. Produk hasil rancangan tidak memenuhi spesifikasi produk, karena itu tidak dapat diterima, dan c. Produk hasil rancangan belum memenuhi spesifikasi produk Evaluasi Lain 1. Evaluasi dari Segi Kemudahan Merakit Produk. Evaluasi tentang sukar atau mudahnya produk dirakit memang baru dapat dilakukan setelah perancangan produk selesai, tetapi meskipun demikian kemudahan merakit produk seharusnya sudah mulai diperhatikan pada fase perancangan produk, 13

7 seperti halnya kemudahan cara membuat sudah mulai diperhatikan sejak awal fasefase perancangan terutama pada fase perancangan produk yang menggunakan cara concurrent design. Berikut ini dicantumkan beberapa petunjuk untuk perancangan produk agar diperoleh produk yang mudah dirakit: a. Jumlah komponen produk diusahakan sesedikit mungkin. b. Diusahakan agar pemakaian komponen penyambung terpisah sesedikit mungkin. c. Diusahakan agar satu komponen produk yang berfungsi sebagai pemandu untuk meletakkan komponen-komponen lain. d. Komponen pemandu tersebut diusahakan agar posisinya tidak diubah-ubah selama proses perakitan. e. Usahakan agar urutan perakitan komponen se-efisien mungkin. 2. Evaluasi tentang Kemungkinan Produk Gagal Menjalankan Fungsinya. Sebuah produk dikatakan gagal menjalankan fungsinya, jika produk tersebut tidak dapat melakukan/menunjukkan kinerja sebagaimana fungsinya. Berbagai macam kegagalan produk menjalankan fungsinya dapat disebutkan berikut ini: a. Kegagalan produk yang diakibatkan oleh penuaan material, seperti: aus, creep, penurunan sifat-sifat material. 14

8 b. Kegagalan produk yang diakibatkan oleh kondisi lingkungan, seperti: kelebihan beban (overloading), efek temperatur, korosi, dan lain-lain. c. Kegagalan produk yang diakibatkan oleh kesalahan dalam perancangan dan/atau pembuatan, seperti: gerak komponen yang mengganggu gerak komponen lain, komponen-komponen yang sukar disambung, aus, patah lelah, luluh (yield), mengalami tekukan (buckling), mengalami resonansi, gerak komponen yang macet (jamming), bising (noise), sambungan yang lemah, ketidak-seimbangan, sifat material yang berubah, dan lain-lain. Sumber-sumber kesalahan yang menyebabkan kegagalan produk dapat berupa: a. Kesalahan yang dibuat dalam proses perancangan. b. Kesalahan pembuatan. c. Kesalahan yang terjadi dalam perakitan. d. Kesalahan dalam merawat dan mengoperasikan produk. Evaluasi tentang potensi kegagalan sebaiknya sudah mulai dilakukan ketika produk dikembangkan selama proses perancangan, dan tidak hanya dilakukan setelah produk selesai dirancang saja. Kegiatan memeriksa kemungkinan kegagalan selama proses perancangan berlangsung biasa disebut dengan analisis. Selama proses perancangan berlangsung, tim perancangan melakukan kegiatan perancangan dan analisis (design and analysis) silih berganti. 15

9 3. Evaluasi dari Sisi Kemudahan Merawat Produk. Istilah kemudahan merawat dalam bahasa inggris adalah maintainability atau serviceability atau repairability, sehingga dalam kemudahan merawat termasuk kemudahan melakukan pelayanan pada produk dan kemudahan memperbaiki produk yang rusak. Dua hal dapat segera dicatat, adalah: a. Merancang produk yang mudah dirakit tidak selalu menghasilkan produk yang mudah diuraikan lagi (dissambled). Kriteria kemudahan melepas komponen dari produk tidak dijadikan kriteria pada waktu merancang produk yang mudah dirakit. b. Produk-produk elektronik dapat dirancang dengan membaginya menjadi modul-modul yang mudah diambil dan dibuang, jika rusak, dan menggantikannya dengan modul baru. Produk-produk mekanikal agak sukar untuk dibuat sebagai terdiri dari modul-modul seperti itu. 16

10 2.3.Quality Function Deployment Definisi Quality Function Deployment (QFD) Quality Function Deployment (QFD) telah diakui sejak tahun 1960an di dunia sebagai salah satu alat perencanaan yang sesuai untuk menerjemahkan kebutuhan konsumen ke dalam spesifikasi produk (Gonzalez et al,. 2004). QFD sangat efektif digunakan dalam tahap-tahap desain (Hidayat, 2007). Nasution (2001) mendefinisikan QFD sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan menerjemahkannya ke dalam kebutuhan teknis yang relevan dimana masing-masing area fungsional dan tingkat organisasi dapat mengerti dan bertindak. QFD dapat didefinisikan sebagai suatu matriks kompleks yang menerjemahkan persepsi mutu ke dalam karakteristik produk lalu kedalam pabrikasi dan kebutuhan produksi (Garvin,1988 yang dikutip dalam Zairi dan Youssef, 1995). QFD adalah konsep pendekatan stuktur dalam mendefinisikan apa yang menjadi kebutuhan-kebutuhan keinginan, dan ekspektasi konsumen dan menerjemahkannya ke dalam perencanaan yang spesifik untuk proses produksi / manufaktur. QFD dibuat pertama kali pada tahun 1972 oleh Mitshubishi Shipyard di Kobe, Jepang yang kemudian dikembangkan oleh Toyota dan para pendukungnya dan digunakan oleh banyak perusahaan di Jepang dan di Amerika (Eldin, 2002). Quality Function Deployment (QFD) merupakan satu-satunya sistem mutu komprehensif yang bertujuan secara spesifik, yaitu memaksimalkan kepuasan konsumen dengan mencari kebutuhan konsumen, baik yang jelas maupun yang tidak terucap oleh konsumen. Kebutuhan konsumen tersebut kemudian diterjemahkan ke 17

11 dalam tindakan dan rancangan dalam perusahaan (Mazur, 2003). QFD mencakup juga monitor dan pengendalian yang tepat dari proses operational menuju sasaran (Marimin, 2004). Penerapan QFD telah banyak dilakukan di berbagai perusahaan dan institusi terkemuka di berbagai negara. Mereka antara lain 3M, AT&T;, Boeing, Chevron, DaimlerChrysler, EDS, Ford Motor Company, General Motors, Gillette, Hewlett- Packard, Hughes, IBM, Jet Propulsion Laboratory, Kawasaki Heavy Industry, Kodak, Lockheed-Martin, Marriott, Motorola, NASA, NATO, NEC, Nissan Motors, Nokia, Pratt & Whitney, Proctor & Gamble, Raytheon, Sun Microsystems, Texas Instruments, Toshiba, Toyota Autobody, Departemen Pertahanan Amerika, Visteon, Volvo, Xerox dan masih banyak lainnya (Mazur, 2003, Eldin, 2002). Dewasa ini, sudah banyak industri di Amerika yang secara rutin menggunakan QFD untuk meningkatkan mutu produk dan layanan mereka. Industri-industri tersebut mencakup industri otomotif, perbankan, asuransi, pelayanan kesehatan, layanan umum, dan pengolahan makanan (Eldin, 2002). Penerapan QFD dilakukan oleh Marimin dan Muspitawati pada tahun 2002 untuk mengkaji keinginan atau kebutuhan konsumen dalam rangka mengembangkan strategi peningkatan kualitas pada industry sayuran segar PT. Saung Mirwan, Ciawi, Bogor (Marimin, 2004). Metode QFD digunakan untuk menganalisis dan merumuskan keinginan konsumen. Kesimpulan yang diperoleh adalah analisa QFD menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam memenuhi keinginan dan harapan konsumen secara keseluruhan sudah cukup memuaskan dan jika dibandingkan dengan pesaing, produk 18

12 yang dihasilkan memiliki mutu yang sama atau lebih baik. Kombinasi antara QFD dan pemantauan proses yang sesuai dapat digunakan sebagai dasar untuk merumuskan strategi peningkatan kualitas produk sesuai keinginan konsumen dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal perusahaan. Perusahaan Toyota Autobody mulai menerapkan QFD pada tahun Sebagai hasilnya, Toyota mengeluarkan empat buah kendaraan tipe van pada tahun 1977 hingga 1984, yang merupakan sebuah rekor dan keberhasilan besar pada masa itu. Pada masa itu, biaya awal produksi Toyota berkurang hingga 20% untuk van baru mereka pada tahun 1979, 38% pada tahun 1982, dan total kumulatif pengurangan biaya produksi sebanyak 61% hingga tahun Selama periode tersebut, siklus pengembangan atau time to market menjadi lebih singkat sepertiganya dan kualitas meningkat karena terjadi pengurangan yang signifikan dalam perubahan engineering dan pengerjaan ulang atau rework (Eldin, 2002) Manfaat dan Keunggulan QFD Ariani (1999) memberikan konsep mengenai manfaat QFD. Menurutnya ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh perusahaan bila menggunakan metode QFD, yaitu mengurangi biaya, meningkatkan pendapatan, dan pengurangan waktu produksi. Metode QFD dapat mengurangi biaya, karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa produk yang dibuat itu harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan, sehingga tidak ada pengulangan pekerjaan atau pembuangan bahan baku karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh 19

13 pelanggan. Pengurangan biaya dapat dicapai dengan biaya pembelian bahan baku, pengurangan upah, penyederhanaan proses produksi dan pengurangan pemborosan. Menurut Cohen (1995), manfaat utama yang diperoleh dari penerapan QFD yaitu rancangan produk dan jasa baru fokus pada kebutuhan pelanggan karena kebutuhan pelanggan tersebut sudah lebih dipahami. Kegiatan desain dapat lebih diutamakan dan dipusatkan pada kebutuhan pelangggan. Dapat menganalisis kinerja produk/jasa perusahaan terhadap pesaing utama dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan utama pula. Dapat memfokuskan pada upaya rancangan sehingga akan mengurangi waktu untuk perubahan rancangan secara keseluruhan sehingga akan mengurangi waktu pemasaran produk baru. Dapat mengurangi frekuensi perubahan suatu desain setelah dikeluarkan dengan memfokuskan pada tahap perencanaan sehingga akan mengurangi biaya untuk memperkenalkan desain baru. Dapat mendorong terselenggaranya tim kerja antar departemen. Dapat menyediakan cara untuk membuat dokumentasi proses dan dasar yang kuat untuk pengambilan keputusan. 20

14 2.3.3 Aktivitas Di Dalam QFD Secara umum proses Quality Function Deployment (QFD) dapat diketahui pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Proses QFD No. Aktivitas 1 Identifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen 2 Hubungan antara kebutuhan konsumen dan karakteristik 3 Hubungan antara karakteristik dan keinginan konsumen 4 Evaluasi kompetitif terhadap produk pesaing 5 Menghubungkan setiap karakteristik teknis dan karakteristik 6 Menghubungkan karakteristik komponen dengan proses 7 Menghubungkan proses operasi dengan parameter kontrol 8 Implementasi dan continue improvement Sumber: Tjiptono (2001). Tjiptono (2001) membagi aktivitas QFD yang terdiri dari beberapa aktivitas yaitu penjabaran persyaratan pelanggan (kebutuhan akan kualitas). Penjabaran karakteristik kualitas yang dapat diukur. Penentuan hubungan antara kebutuhan kualitas dan karakteristik. Penetapan nilai-nilai berdasarkan angka tertentu terhadap masing-masing karakteristik kualitas. Penyatuan karakteristik kualitas ke dalam produk. Terakhir yaitu perancangan, produksi, dan pengendalian kualitas produk. 21

15 Menurut Tjiptono (2001) penerapan QFD dapat mengurangi waktu desain sebesar 40% dan biaya desain 60% secara bersamaan dengan dipertahankan dan ditingkatkan kualitas desain. QFD berperan besar dalam meningkatkan kerja sama tim interfungsional yang terdiri dari anggota-anggota departemen pemasaran, riset dan pengembangan, pemanufakturan, dan penjualan dalam berfokus pada pengembangan produk. 2.4 Perancangan Produk dengan Nigel Cross Klarifikasi Tujuan Klarifikasi tujuan (clarifying objectives) ini dilakukan untuk menentukan tujuan perancangan. Metode yang digunakan adalah pohon tujuan (objectives trees). Metode pohon tujuan memberikan format yang jelas dan bermanfaat bagi beberapa tujuan. Ini memperlihatkan tujuan dan cara umum untuk mencapainya yang masih terus dipertimbangkan. Ini akan memperlihatkan bentuk diagramatik di mana tujuan yang berbeda akan saling berhubungan satu sama lain, dan pola hierarki tujuan dan sub tujuan. Prosedur untuk pencapaian pohon tujuan ini akan membantu memperjelas tujuan dan mencapai kesepakatan di antara klien, manajer, dan anggota tim desain. Metode pohon tujuan memberikan bentuk dan penjelasan dari pernyataan tujuan. Metode ini menunjukkan tujuan dan sasaran yang akan dicapai dengan berbagai pertimbangan. Prosedur pembuatan pohon tujuan ini adalah: 1) Membuat daftar tujuan perancangan 2) Susun daftar dalam urutan tujuan dari higher-level kepada lower-level. 22

16 3) Gambarkan sebuah diagram pohon tujuan, untuk menunjukkan Hubungan-hubungan yang hierarki. Gambar 2.1 Contoh Diagram Pohon Tujuan Penetapan Fungsi Langkah selanjutnya adalah menetapkan fungsi. Tujuannya adalah untuk menetapkan fungsi-fungsi yang diperlukan dan batas-batas sistem rancangan produk yang baru. Pada langkah ini digunakan metode analisis fungsional yang menggambarkan sistem input-output dari proses pembuatan produk dengan prinsip Black Box dan Block Diagram. Metode analisis fungsional menawarkan seperti memper-timbangkan fungsi esensial alat, hasil atau produk atau sistem yang 23

17 dirancang harus memuaskan, tidak masalah komponen fisik apa yang seharusnya digunakan. Berikut adalah contoh dari Black Box dan Block Diagram: Gambar 2.2 Contoh Black Box Gambar 2.3 Contoh Diagram Block 24

18 2.4.3 Penetapan Kebutuhan Setelah fungsi ditetapkan, maka langkah selanjutnya adalah menyusun kebutuhan. Langkah ketiga ini bertujuan untuk membuat spesifikasi pembuatan yang akurat yang perlu bagi desain/ rancangan. Metode yang digunakan pada langkah ini adalah Performance Specification Model Penentuan Karakteristik dengan House Of Quality ( HOQ ) Selanjutnya adalah langkah yang disebut penentuan karakteristik, yang bertujuan untuk menetukan target apa yang akan dicapai oleh karakteristik teknik suatu produk sehingga dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan konsumen. Metode yang digunakan pada langkah ini adalah QFD (Quality Function Deployment). Output dari QFD ini adalah akan dihasilkannya sebuah matrik yang disebut dengan House of Quality. Berikut adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penyusunan suatu matriks dalam QFD yang disebut dengan House of Quality: 1) Menentukan karakteristik teknis produk berdasarkan hasil pengamatan 2) Masukkan data atribut keinginan konsumen atau selera konsumen berdasarkan hasil kuesioner terbuka dan kuesioner tertutup yang disebar. 3) Menentukan nilai relative importance tiap atribut dari hasil pengolahan data kuesioner tertutup kepentingan atribut. 4) Menentukan hubungan antar satu karakteristik teknis dengan karakteristik teknis lain, dengan menggunakan symbol-simbol yang mempunyai arti hubungan kuat, sedang atau lemah. 25

19 5) Menentukan hubungan dari atribut keinginan konsumen dengan karakteristik teknis. 6) Lakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai tingkat kesulitan, tingkat kepentingan dan juga perkiraan biaya. Berikut adalah contoh output dari QFD yaitu House Of Quality: Gambar 2.4 Contoh House of Quality 26

20 2.4.5 Pembangkitan Alternatif Pembangkitan alternatif merupakan suatu proses perancangan yang berguna untuk membangkitkan alternatif-alternatif yang dapat mencapai solusi terhadap permasalahan perancangan. Metode yang dipakai adalah Morphological Chart. Prosedur pelaksanaan metode Morphological Chart adalah: 1) Buat daftar hal-hal penting atau fungsi-fungsi yang penting untuk produksi. Daftar jangan terlalu panjang, dan harus secara luas mencakup fungsifungsinya. 2) Untuk tiap hal atau fungsi, buat daftar cara-cara yang dapat dicapai oleh tiap fungsi. Daftar ini dapat mencakup ide-ide baru yang dikenal baik sebagai komponen-komponen atau sub-sub solusi yang sudah ada. 3) Gambarkan sebuah peta yang berisi semua sub-sub solusi yang mungkin. 4) Identifikasi kombinasi sub-sub solusi yang dapat dijalanakan. Berikut adalah contoh dari Morphological Chart: Gambar 2.5 Contoh Morphological Chart 27

21 2.4.6 Evaluasi Alternatif Evaluasi alternatif merupakan suatu proses penentuan alternatif terbaik dari berbagai macam alternatif yang muncul, sehingga diperoleh suatu rancangan yang baik dan dapat memenuhi keinginan konsumen. Alternatif-alternatif yang sudah dihasilkan kemudian akan dievaluasi untuk dipilih yang mana yang terbaik. Pada langkah ini, digunakan metode Weighted Objective yang bertujuan untuk membandingkan nilai-nilai bantu dari setiap proposal berdasarkan kemungkinan bobot tujuan yang berbeda-beda Komunikasi (Improving Details) Banyak pekerjaan perancangan dalam praktek tidak dikaitkan dengan kreasi atas konsep perancangan baru yang radikal, tetapi pembuatan modifikasi untuk mewujudkan rancangan produk. Modifikasi ini berusaha mengembangkan suatu produk, meningkatkan penampilannya, mengurangi berat, menurunkan biaya, dan mempertinggi daya tariknya. Semua bentuk modifikasi biasanya dapat dibagi ke dalam dua tipe, yaitu modifikasi yang bertujuan meningkatkan nilai produk untuk pembeli dan mengurangi biaya bagi produsen. Oleh karena itu, merancang sesungguhnya berkaitan dengan penambahan nilai. Sewaktu bahan mentah menjadi suatu produk, nilainya ditambah sampai melewati biaya pokok bahan-bahan dan prosesnya. Berapa banyak nilai yang ditambahkan tergantung kepada seberapa berharganya suatu produk bagi pembeli dan persepsi itu sebenarnya ditentukan oleh atribut produk yang disediakan oleh perancang. 28

22 2.5 Ergonomi Definisi Ergonomi Ergonomi atau disebut rancang-bangun faktor manusia adalah studi untuk peningkatan teori dan fisik dalam hal bekerja yang berguna untuk memastikan suatu tempat kerja aman dan produktif. Ergonomi atau ergonomics sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi adalah disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaanya. Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologiteknologi buatannya (Wignjosoebroto, 1995). Fungsi ergonomi adalah untuk mendesain tempat kerja, stasiun-kerja, peralatan, dan prosedur dari para pekerja supaya tidak sampai pada batas menimbulkan rasa lelah, gelisah, dan luka-luka atau kerugian secara efisien menuju keberhasilan tujuan perusahaan Tujuan Ergonomi Dari urian di atas, tujuan utama ergonomi diarahkan pada upaya memperbaiki perfomance kerja manusia seperti menambahkan kecepatan dan ketepatan (accuracy), meningkatkan keselamatan kerja, mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi kelelahan. Ergonomi mampu memperbaiki pemanfaatan sumber daya manusia atau human error (Wignjosoebroto, 2003). Menurut Suma mur (1996), tujuan utama ergonomi ada 2 (dua), yaitu: 29

23 1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan dan aktivitas-aktivitas lain, termasuk meningkatkan kenyamanan penggunaan untuk mengurangi kelelahan (penyebab kesalahan) dan meningkatkan produktivitas 2. Meningkatkan nilai-nilai kualitatif yang dapat diamati dan dirasakan namun sulit diukur, seperti keamanan, mudah diterima oleh pemakai, kepuasan kerja, dan kualitas hidup. Penerapan ergonomi pada umumnya baru dilaksanakan pada perusahaanperusahaan menengah dan besar sedangkan pada perusahaan kecil dan sektor informal belum mendapat perhatian yang layak. Interaksi antara sarana dan prasarana dengan tenaga kerja tidak sepenuhnya diperhatikan (Pamuji, 1988). Memahami prinsip ergonomi akan mempermudah evaluasi setiap tugas atau pekerjaan meskipun ilmu pengetahuan dalam ergonomi terus mengalami kemajuan dan teknologi yang digunakan dalam pekerjaan tersebut terus berubah. Prinsip ergonomi adalah pedoman dalam menerapkan ergonomi di tempat kerja. Menurut Baiduri (2003) terdapat beberapa prinsip ergonomi, yaitu : bekerja dalam posisi atau postur normal; mengurangi beban berlebihan; menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan; bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh; mengurangi gerakan berulang dan berlebihan; minimalisasi gerakan statis; minimalisasikan titik beban; mencakup jarak ruang; menciptakan lingkungan kerja yang nyaman; melakukan gerakan, olah raga, dan peregangan saat bekerja; membuat agar display dan control mudah dimengerti dan mengurangi stres. Di samping itu, hal yang vital pada penerapan ilmiah ergonomi adalah antropometri (kalibrasi pada tubuh manusia). Dalam hal ini mempelahari tentang 30

24 pengukuran tubuh manusia untuk merumuskan perbedaan ukuran /dimensi pada setiap individu atau pada kelompok yang sejenis. Data antropometri biasanya dipakai apabila mendesain atau memodifikai alat/produk (anonim, 2005). Maka dari itu, adanya penerapan Metode Nordic Body Map sangat berkaitan dengan evaluasi ergonomi, karena dilihat dari tujuan ergonomi yaitu Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan dan aktivitas-aktivitas lain, termasuk meningkatkan kenyamanan penggunaan untuk mengurangi kelelahan (penyebab kesalahan) dan meningkatkan produktivitas, maka di perlukan metode Nordic Body Map untuk dapat mengukur rasa sakit otot para pekerja dan untuk ntuk mengetahui letak rasa sakit atau ketidak nyamanan pada tubuh pekerja. Sehingga nantinya akan didapatkan skor resiko antara satu sampai sekian, yang mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar (berbahaya) untuk dilakukan dalam bekerja Nordic Body Map Nordic Body Map merupakan salah satu dari metode pengukuran subyektif untuk mengukur rasa sakit otot para pekerja. Untuk mengetahui letak rasa sakit atau ketidak nyamanan pada tubuh pekerja digunakan body map. Nordic Body Map adalah sistem pengukuran keluhan sakit pada tubuh yang dikenal dengan musculoskeletal. Sebuah sistem muskuloskeletal (sistem gerak) adalah sistem organ yang memberikan hewan (dan manusia) kemampuan untuk bergerak menggunakan sistem otot dan rangka. Sistem muskuloskeletal menyediakan bentuk, dukungan, stabilitas, dan gerakan tubuh. 31

25 Sistem rangka adalah suatu sistem organ yang memberikan dukungan fisik pada makhluk hidup. Sistem rangka umumnya dibagi menjadi tiga tipe: eksternal, internal, dan basis cairan (rangka hidrostatik), walaupun sistem rangka hidrostatik dapat pula dikelompokkan secara terpisah dari dua jenis lainnya karena tidak adanya struktur penunjang. Rangka manusia dibentuk dari tulang tunggal atau gabungan (seperti tengkorak) yang ditunjang oleh struktur lain seperti ligamen, tendon, otot, dan organ lainnya. Rata-rata manusia dewasa memiliki 206 tulang, walaupun jumlah ini dapat bervariasi antara individu. Hal ini terdiri dari tulang tubuh (kerangka), otot, tulang rawan, tendon, ligamen, sendi, dan jaringan ikat lainnya yang mendukung dan mengikat jaringan dan organ bersama-sama. Fungsi utama sistem muskuloskeletal termasuk mendukung tubuh, sehingga gerak, dan melindungi organ-organ vital. Bagian kerangka sistem berfungsi sebagai sistem penyimpanan utama untuk kalsium dan fosfor dan berisi komponen-komponen penting dari sistem hematopoietik. Sistem ini menjelaskan bagaimana tulang terhubung ke tulang lain dan serat otot melalui jaringan ikat seperti tendon dan ligamen. Tulang memberikan stabilitas ke tubuh dalam analogi batang besi dalam konstruksi beton. Otot menjaga tulang di tempat dan juga memainkan peran dalam gerakan tulang. Untuk memungkinkan gerak, tulang yang berbeda dihubungkan oleh sendi. Cartilage mencegah tulang berakhir dari menggosok langsung pada satu sama lain. Otot kontrak (bergerombol) untuk memindahkan tulang melekat pada sendi. Namun demikian, penyakit dan gangguan yang dapat merugikan fungsi dan efektivitas keseluruhan sistem. Penyakit 32

26 ini bisa sulit untuk mendiagnosis karena hubungan dekat sistem muskuloskeletal ke sistem internal lainnya. Sistem muskuloskeletal mengacu pada sistem yang memiliki otot melekat pada sistem kerangka internal dan diperlukan bagi manusia untuk pindah ke posisi yang lebih menguntungkan. Masalah yang kompleks dan cedera yang melibatkan sistem muskuloskeletal biasanya ditangani oleh physiatrist (spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi) atau ahli bedah ortopedi. The Skeletal System melayani banyak fungsi penting,. Memberikan bentuk dan bentuk bagi tubuh kita selain untuk mendukung, melindungi, memungkinkan gerakan tubuh, memproduksi darah bagi tubuh, dan menyimpan mineral. Jumlah tulang dalam sistem kerangka manusia adalah topik yang kontroversial. Manusia dilahirkan dengan lebih dari 300 tulang, namun, banyak tulang sekering bersama antara kelahiran dan kematangan. Akibatnya sebuah kerangka dewasa rata-rata terdiri dari 206 tulang. Jumlah tulang bervariasi sesuai dengan metode yang digunakan untuk menurunkan menghitung. Sementara sebagian orang menganggap struktur tertentu menjadi tulang tunggal dengan beberapa bagian, orang lain mungkin melihatnya sebagai satu bagian dengan beberapa tulang. Ada lima klasifikasi umum tulang. Ini adalah tulang panjang, tulang pendek, tulang datar, tulang tidak teratur, dan tulang sesamoid. Kerangka manusia terdiri dari kedua tulang menyatu dan individu yang didukung oleh ligamen, tendon, otot dan tulang rawan. Ini adalah struktur yang kompleks dengan dua divisi yang berbeda. Ini adalah kerangka aksial dan kerangka apendikular. 33

27 The Skeletal Sistem berfungsi sebagai kerangka kerja untuk jaringan dan organ untuk menempel. Sistem ini bertindak sebagai struktur pelindung untuk organorgan vital. Contoh utama dari hal ini adalah otak dilindungi oleh tengkorak dan paru-paru yang dilindungi oleh tulang rusuk. Terletak di tulang panjang adalah dua perbedaan dari sumsum tulang (kuning dan merah). Sumsum kuning memiliki jaringan ikat lemak dan ditemukan dalam rongga sumsum. Selama kelaparan, tubuh menggunakan lemak dalam sumsum kuning untuk energi. Sumsum merah beberapa tulang adalah situs penting untuk produksi sel darah, sekitar 2,6 juta sel darah merah per detik untuk menggantikan sel-sel yang ada yang telah hancur oleh hati. Di sini semua eritrosit, trombosit, dan kebanyakan bentuk leukosit pada orang dewasa. Dari sumsum merah, eritrosit, trombosit, dan leukosit bermigrasi ke darah untuk melakukan tugas-tugas khusus mereka. Fungsi lain dari tulang adalah penyimpanan mineral tertentu. Kalsium dan fosfor adalah salah satu mineral utama yang disimpan. Pentingnya penyimpanan ini "perangkat" membantu mengatur keseimbangan mineral dalam aliran darah. Ketika fluktuasi mineral yang tinggi, mineral ini disimpan dalam tulang, ketika itu rendah maka akan ditarik dari tulang. Metode Nordic Body Map merupakan metode penilaian yang sangat subjektif artinya keberhasilan aplikasi metode ini sangat tergantung dari kondisi dan situasi yang dialami pekerja pada saat dilakukannya penelitian dan juga tergantung dari keahlian dan pengalaman observer yang bersangkutan. Kuesioner Nordic Body Map ini telah secara luas digunakan oleh para ahli ergonomi untuk menilai tingkat 34

28 keparahan gangguan pada sistem muskuloskeletal dan mempunyai validitas dan reabilitas yang cukup (Tarwaka, 2011). Pengisian kuesioner Nordic Body Map ini bertujuan untuk mengetahui bagian tubuh dari pekerja yang terasa sakit sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan pada stasiun kerja. Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu : a) Leher b) Bahu c) Punggung bagian atas d) Siku e) Punggung bagian bawah f) Pergelangan tangan/tangan g) Pinggang/pantat h) Lutut i) Tumit/kaki 35

29 0. Leher atas 1. Leher bawah 2. Bahu kiri 3. Bahu kanan 4. Lengan atas kirir 5. Punggung 6. Lengen atas kanan 7. Pinggang 8. Bawah pinggang 9. Bokong 10. Siku kiri 11. Siku kanan 12. Lengan bawah kiri 13. Lengan bawah kanan 14. Pergelangan tangan kiri 15. Pergelangan tangan kanan 16. Tangan kiri 17. Tangan kanan 18. Paha kiri 19. Paha kanan 20. Lutut kiri 21. Lutut kanan 22. Betis kiri 23. Betis kanan 24. Pergelangan kaki kiri 25. Pergelangan kaki kanan 26. Telapak kaki kiri 27. Telapak kaki kanan Gambar 2.6 : Gambar pada kuisioner Nordic body map Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut. Kuisioner Nordic Body Map ini diberikan kepada seluruh pekerja yang terdapat pada stasiun kerja. Setiap responden harus mengisi ada atau tidaknya keluhan yang diderita. Pekerjaan penyapuan jalan, sikap tubuh pekerja lebih banyak berdiri dengan kepala serta punggung membungkuk ke depan. Otot tangan dan kaki selalu 36

30 mempertahankan sikap tubuh agar tetap seimbang berdiri dengan stabil. Tangan kiri mengimbanginya dengan memegang serokan serta tangan kanan memegang sapu lidi. Gerakan kaki, lengan dan tangan termasuk relatif tinggi. Dengan gerakan seperti itu akan berakibat terjadinya keluhan keluhan otot otot tubuh, khususnya otot lengan dan tangan, bahu, punggung, pingang serta otot kaki. Dalam aplikasinya metode Nordic Body Map menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh (body map) merupakan cara yang sangat sederhana, mudah dipahami, murah dan memerlukan waktu yang sangat singkat ± 5 menit per individu. Observer dapat langsung mewawancarai atau menanyakan kepada responden otot otot skeletal bagian mana saja yang mengalami gangguan/nyeri atau sakit dengan menunjuk langsung pada setiap otot skeletal sesuai yang tercantum dalam lembar kerja kuesioner Nordic Body Map. Kuesioner Nordic Body Map meliputi 28 bagian otot otot skeletal pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri. Dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai dengan otot pada kaki. Melalui kuesioner ini akan dapat diketahui bagian bagian otot mana saja yang mengalami gangguan kenyerian atau keluhan dari tingkat rendah (tidak ada keluhan/cedera) sampai dengan keluhan tingkat tinggi (keluhan sangat sakit) (Tarwaka, 2011; Palilingan dkk, 2012b). Pengukuran gangguan otot skeletal dengan kuesioner Nordic Body Map digunakan untuk menilai tingkat keparahan gangguan otot skeletal individu dalam kelompok kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang mereprensentasikan populasi secara keseluruhan. Jika metode ini dilakukan hanya untuk beberapa pekerja didalam kelompok populasi kerja yang besar, maka hasilnya tidak akan valid dan reliabel. 37

31 Penilaian dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map dapat dilakukan dengan berbagai cara; misalnya dengan menggunakan 2 jawaban sederhana yaitu Ya (adanya keluhan atau rasa sakit pada otot skeletal) dan Tidak (tidak ada keluhan atau tidak ada rasa sakit pada otot skeletal ). Tetapi lebih utama untuk menggunakan desain penelitian dengan skoring ( misalnya; 4 skala Likert). Apabila menggunakan skala Likert maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh responden (Tarwaka, 2011). Selanjutnya setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuesioner maka langkah berikutnya adalah menghitung total skor individu dari seluruh otot skeletal (28 bagian otot skeletal) yang diobservasi. Pada desain 4 skala Likert akan diperoleh skor individu terendah adalah sebesar 28 dan skor tertinggi adalah 112. Langkah terakhir dari metode ini adalah melakukan upaya perbaikan pada pekerjaan maupun sikap kerja, jika diperoleh hasil tingkat keparahan pada otot skeletal yang tinggi. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan tentunya sangat bergantung dari resiko otot skeletal mana yang mengalami adanya gangguan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat presentase jumlah skor pada setiap bagian otot skeletal dan kategori tingkat resiko Rapid Entire Body Assessment ( REBA ) Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn Mc Atamney yang merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University of Nottingham s Institute of Occuptaional Ergonomic). REBA merupakan sebuah metode yang berfungsi untuk menilai posisi kerja atau postur 38

32 leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktifitas pekerja. Dengan menggunakan REBA, penilaian tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator. Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan faktor coupling yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang ulang. Penilaian postur kerja dengan metode ini dilakukan dengan pemberian skor resiko antara satu sampai lima belas, yang mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang tinggi (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko dan melakukan perbaikan sesegera mungkin. Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa menggangu pekerja. Dengan metode REBA, segmen-segmen tubuh terbagi menjadi dua grup, yaitu grup A dan Grup B. Grup A terdiri dari punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sedangkan grup B terdiri dari lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Penentuan skor REBA, yang mengindikasikan level resiko dari postur kerja, dimulai dengan menentukan skor A untuk postur-postur grup A ditambah dengan skor beban (load) dan skor B untuk postur-postur grup B ditambah dengan skor coupling. Kedua skor tersebut (skor A dan B) digunakan untuk menentukan skor C. Skor REBA diperoleh dengan menambahkan skor aktivitas pada skor C. 39

33 Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (Hignett dan McAtamney, 2000): 1. Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya. 2. Penentuan sudut sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari masing masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. Tabel 2.2 Skor Pergerakan Punggung Pergerakan Score Perubahan Score Tegak/alamiah flexion 0-20 extension 2 +1 jika memutar atau miring ke samping flexion 3 > 20 extension > 60 flexion 4 40

34 Gambar 2.7 Range Pergerakan Punggung Tabel 2.3 Skor Pergerakan Leher Pergerakan Score Perubahan Score 0-20 flexion 1 +1 jika memutar atau Miring kesamping >20 flexion atau extension 2 41

35 Gambar 2.8 Range Pergerakan Leher Tabel 2.4 Skor Pergerakan Kaki Pergerakan Score Perubahan Score Kaki tertopang, bobot tersebar merata, jalan atau duduk Kaki tidak tertopang, bobot tidak tersebar merata/postur tidak stabil jika lutut antara 30 dan 60 flexion +2 jika lutut >60 flexion (tidak ketika duduk) 42

36 Gambar 2.9 Range Pergerakan Kaki Tabel 2.5 Skor Pergerakan Lengan Atas Pergerakan Score Perubahan Score 20 extension sampai 20 flexion >20 extension flexion jika posisi lengan: -abducted -rotated flexion 3 +1 jika bahu ditinggikan -1 jika bersandar, bobot > 90 flexion 4 lengan ditopang atau sesuai gravitasi 43

37 Gambar 2.10 Range Pergerakan Lengan Atas Tabel 2.6 Skor Pergerakan Lengan Bawah Pergerakan Score flexion 1 <60 flexion atau >100 flexion 2 Gambar 2.11 Range Pergerakan Lengan Bawah 44

38 Tabel 2.7 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan Pergerakan Score Perubahan Score 0-15 flexion / extension >15 flexion / extension jika pergelangan tangan menyimpang atau berputar Gambar 2.12 Range Pergerakan Pergelangan Tangan 45

39 3. Menentukan berat benda yang diangkat, coupling, dan aktifitas pekerja, masing masing faktor tersebut juga mempunyai kategori skor. Tabel 2.8 Skor Berat Beban Yang Diangkat Penambahan beban <5 kg 5 10 kg > 10 kg yang tiba - tiba atau secara cepat Tabel 2.9 Skor Coupling Good Fair Poor Unacceptable Pegangan pas dan tepat ditengah, genggaman kuat. Pegangan tangan bisa diterima tapi tidak ideal atau coupling lebih sesuai digunakan oleh bagian lain dari tubuh. Pegangan tangan tidak bisa diterima walaupun memungkinkan. Dipaksakan, genggaman yang tidak aman, tanpa pegangan Coupling tidak sesuai digunakan oleh bagian lain dari tubuh. 46

40 Tabel 2.10 Skor Aktivitas atau lebih bagian tubuh statis, ditahan lebih dari 1 menit Pengulangan gerakan dalam rentang waktu singkat, diulang lebih dari 4 kali per menit (tidak termasuk berjalan) Gerakan menyebabkan perubahan atau pergeseran postur yang cepat dari postur awal 4. Perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan dimulai dengan Skor dari tabel A ditambahkan dengan skor berat benda sehingga didapatkan nilai bagian A. Sementara skor dari tabel B ditambahkan dengan dengan skor coupling sehingga didapatkan nilai bagian B. Nilai bagian A dan B digunakan untuk mencari nilai dari bagian C pada tabel C. Skor akhir REBA didapatkan dari penjumlahan nilai bagian C dengan skor aktivitas pekerja. 47

41 Tabel 2.11 Tabel A Perhitungan REBA Tabel 2.12 Tabel B Perhitungan REBA 48

42 Tabel 2.13 Tabel C Perhitungan REBA Untuk lebih jelasnya, alur kerja penggunaan metode REBA dapat dilihat pada Gambar Gambar 2.13 Lembar Skor Penilaian REBA 49

43 5. Setelah diperoleh grand score, yang bemilai 1 sampai 15 menunjukkan level tindakan (action level) sebagai berikut: a. Action level 0 : Skor 1 menunjukkan bahwa postur ini sangat diterima, tidak diperlukan adanya tindakan. b. Action level 1 : Suatu skor 2 atau 3 menunjukkan bahwa mungkin diperlukan pemeriksaan lanjutan. c. Action level 2 : Suatu skor 4 sampai 7 menunjukan bahwa diperlukan pemeriksaan lanjutan dan juga diperlukan perubahan-perubahan. d. Action level 3 : Suatu skor 8 sampai 10 menunjukan bahwa pemeriksaan dan perubahan perlu segera dilakukan. e. Action level 4 : Skor 11 sampai 15 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya maka pemeriksaan dan perubahan diperlukan dengan segera (saat itu juga). 50

44 51

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Metode perancangan alat atau produk dalam penelitian ini menggunakan perancangan produk dengan metode rasional. Tahapan dari penelitian ditunjukan

Lebih terperinci

MODUL 10 REBA. 1. Video postur kerja operator perakitan

MODUL 10 REBA. 1. Video postur kerja operator perakitan MODUL 10 REBA 1. Deskripsi Rapid Entire Body Assessment (REBA) merupakan metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomic dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai postur kerja seorang operator. Berdasarkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI Silvi Ariyanti 1 1 Program Studi Teknik Industri Universitas Mercubuana Email: ariyantisilvi41@gmail.com ABSTRAK Pada industri

Lebih terperinci

Bab 2 Landasan Teori

Bab 2 Landasan Teori 23 Bab 2 Landasan Teori 2.1. Nordic Nordic Body Map adalah sistem pengukuran keluhan sakit pada tubuh yang dikenal dengan musculoskeletal. Sebuah sistem muskuloskeletal (sistem gerak) adalah sistem organ

Lebih terperinci

Disusun Oleh: Roni Kurniawan ( ) Pembimbing: Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT.

Disusun Oleh: Roni Kurniawan ( ) Pembimbing: Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT. ANALISIS POSTUR KERJA MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESMENT PADA OPERATOR DALAM PEMBUATAN PEMBERSIH AIR LIMBAH DI PT. KAMIADA LESTARI INDONESIA Disusun Oleh: Roni Kurniawan (36411450) Pembimbing:

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali Alfian Destha Joanda *1) dan Bambang Suhardi *2) 1,2) Program Pascasarjana

Lebih terperinci

POSTUR KERJA. 1. Video postur kerja operator perakitan 2. Foto hasil screencapture postur kerja

POSTUR KERJA. 1. Video postur kerja operator perakitan 2. Foto hasil screencapture postur kerja A. Deskripsi POSTUR KERJA Rapid Entire Body Assessment (REBA) merupakan metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai postur kerja seorang operator. Rapid

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batu bata Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah dibersihkan dari kerikil dan batu-batu lainnya. Tanah ini banyak ditemui di sekitar kita. Itulah

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA PEKERJA PROSES PENGESAHAN BATU AKIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE REBA

ANALISIS POSTUR KERJA PEKERJA PROSES PENGESAHAN BATU AKIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE REBA ANALISIS POSTUR KERJA PEKERJA PROSES PENGESAHAN BATU AKIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE REBA Fahmi Sulaiman 1 * & Yossi Purnama Sari 2 1,2 Program Studi Teknik Industri, Politeknik LP3I Medan Tel: 061-7867311

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Farida Ariani 1), Ikhsan Siregar 2), Indah Rizkya Tarigan 3), dan Anizar 4) 1) Departemen Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

Metode dan Pengukuran Kerja

Metode dan Pengukuran Kerja Metode dan Pengukuran Kerja Mengadaptasi pekerjaan, stasiun kerja, peralatan dan mesin agar cocok dengan pekerja mengurangi stress fisik pada badan pekerja dan mengurangi resiko cacat kerja yang berhubungan

Lebih terperinci

USULAN PERANCANGAN MATERIAL HANDLING YANG ERGONOMIS BAGI OPERATOR LOADING SAYURAN BUNCIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE RASIONAL (STUDI KASUS DI PT. ABO FARM CIWIDEY) Mohammad Fadli Setiawan; 2 Rino Andias

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO POSTUR KERJA DI CV. A CLASS SURAKARTA

ANALISIS RISIKO POSTUR KERJA DI CV. A CLASS SURAKARTA ANALISIS RISIKO POSTUR KERJA DI CV. A CLASS SURAKARTA Yudha Rahadian 1*, Giusti Arcibal 1, Irwan Iftadi 1,2 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jln. Ir. Sutami 36A,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk mendapatkan gambaran tentang langkah-langkah pendekatan yang dilakukan untuk memcahkan masalah dalam penelitian ini, maka dalam bab ini akan dijelaskan secara terperinci

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Penelitian merupakan serangkaian aktivitas merumuskan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menarik suatu kesimpulan dari suatu permasalahan yang dijadikan objek

Lebih terperinci

RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA)

RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA) RAPID UPPER LIMB ASSESSMENT (RULA) A. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mampu merancang metode kerja berdasarkan pada prinsip-prinsip biomekanika. 2. Mengetahui postur kerja yang baik menurut prinsip-prinsip RULA. 3.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Metode penelitian menunjukan bagaimana penelitian dilakukan dari identifikasi masalah sampai dengan analisis dan kesimpulan. Tahapan metode dari penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA

ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA 60 ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA Friska Pakpahan 1, Wowo S. Kuswana 2, Ridwan A.M. Noor 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan untuk menjelaskan hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cuci jet stream motor Al-Hidayah adalah suatu bidang jasa mencuci motor dengan menggunakan engine spray. Kelebihan dari cuci jet stream motor adalah bisa membersihkan

Lebih terperinci

BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 57 BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Metodologi Penelitian Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Terdapat empat kata

Lebih terperinci

Karakteristik dan Proses Perancangan Karakteristik Perancangan Model Perancangan Produk

Karakteristik dan Proses Perancangan Karakteristik Perancangan Model Perancangan Produk Perancangan adalah suatu proses yang bertujuan untuk menganalisa, menilai, memperbaiki dan menyusun suatu sistem, baik secara fisik maupun nonfisik yang optimum untuk waktu yang akan datang dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA

PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA Samuel Bobby Sanjoto *1), M.Chandra Dewi K 2) dan A. Teguh Siswantoro 3) 1,2,3) Fakultas Teknologi Industri, Universitas Atma

Lebih terperinci

Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang

Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang Nama : Tehrizka Tambihan NPM : 37412336 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Rossi

Lebih terperinci

ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA HOME INDUSTRY JKS SNACK & CATERING DI SERANG-BANTEN

ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA HOME INDUSTRY JKS SNACK & CATERING DI SERANG-BANTEN Journal Industrial Manufacturing Vol. 3, No. 1, Januari 2018, pp. 51-56 P-ISSN: 2502-4582, E-ISSN: 2580-3794 ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA HOME INDUSTRY JKS SNACK & CATERING

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini terfokus pada lingkungan kerja saat ini dan data antropometri yang dibutuhkan untuk perancangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I-20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi dan Produktivitas 2.1.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD Satria merupakan usaha kecil menengah yang bergerak di bidang produksi linggis. Usaha ini dikelola secara turun menurun yang didirikan pada tahun

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG ALAT PENUANG AIR GALON GUNA MEMINIMALISASI BEBAN PENGANGKATAN DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT

PERANCANGAN ULANG ALAT PENUANG AIR GALON GUNA MEMINIMALISASI BEBAN PENGANGKATAN DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT PERANCANGAN ULANG ALAT PENUANG AIR GALON GUNA MEMINIMALISASI BEBAN PENGANGKATAN DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT Erni Suparti 1), Rosleini Ria PZ 2) 1),2) Program Studi Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas yang dilakukan oleh manusia pada dasarnya memberikan dampak yang positif dan negatif pada tubuh manusia. Salah satu bagian yang paling berdampak pada aktivitas

Lebih terperinci

BIOMEKANIKA PERTEMUAN #14 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

BIOMEKANIKA PERTEMUAN #14 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA BIOMEKANIKA PERTEMUAN #14 TKT207 ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mampu merancang

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal... (Amelinda dan Iftadi) HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI Bela

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC BAB V ANALISA HASIL 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, OWAS & QEC Berdasarkan bab sebelumnya, maka pada bab ini akan dilakukan analisis hasil pengolahan data terhadap pengukuran

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 RANCANGAN ALAT PENCACAH PELEPAH SAWIT DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PRODUKSI (STUDI KASUS DI UKM TANI SIDORUKUN) TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan stress pada bagian tubuh tertentu, yang biasa disebut dengan postural

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Kondisi Lapangan Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat usaha informal pejahitan pakaian di wilayah Depok, khususnya Kecamatan Sukmajaya. Jumlah tempat usaha

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan dibahas analisis dan interpretasi hasil yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan pengolahan data. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini digambarkan dalam diagram alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Pustaka Studi Lapangan Identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Indofood Sukses Makmur. Tbk Bogasari Flour Mills adalah produsen

BAB I PENDAHULUAN. PT. Indofood Sukses Makmur. Tbk Bogasari Flour Mills adalah produsen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indofood Sukses Makmur. Tbk Bogasari Flour Mills adalah produsen tepung terigu di Indonesia dengan kapasitas produksi sebesar 3,6 juta ton per tahun yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan dunia modern, mesin, peralatan dan segala produk sudah dipasarkan kepada seluruh masyarakat agar mereka merasa lebih mudah dan diuntungkan. Pada awalnya,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PENGUPAS KULIT LADA TIPE TIRUS PUTARAN VERTIKAL BERDASARKAN METODE NORDIC BODY MAP (NBM) DAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI

RANCANG BANGUN MESIN PENGUPAS KULIT LADA TIPE TIRUS PUTARAN VERTIKAL BERDASARKAN METODE NORDIC BODY MAP (NBM) DAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI RANCANG BANGUN MESIN PENGUPAS KULIT LADA TIPE TIRUS PUTARAN VERTIKAL BERDASARKAN METODE NORDIC BODY MAP (NBM) DAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI ALMIZAN Program Studi Teknik Industri, Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Sektor Informal Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Pola kegiatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Masalah Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan adanya aktivitas manual yaitu

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA PROSES MEMAHAT UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA DI JAVA ART STONE

PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA PROSES MEMAHAT UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA DI JAVA ART STONE PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA PROSES MEMAHAT UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA DI JAVA ART STONE TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Teknik Industri

Lebih terperinci

Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ

Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ Cita Anugrah Adi Prakosa 1), Pringgo Widyo Laksono 2) 1,2) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta 2) Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, beregrak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian terhadap proses pekerjaan finishing yang terdiri dari pemeriksaan kain, pembungkusan kain, dan pengepakan (mengangkat kain) ini memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan masalah dalam bidang kesehatan kerja pada saat ini. Gangguan ini akan menyebabkan penurunan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor 1 2017 ISSN 1412-7350 PERANCANGAN ALAT ANGKUT TABUNG LPG 3 KG YANG ERGONOMIS (STUDI KASUS DI UD. X) Ronal Natalianto Purnomo, Julius Mulyono *, Hadi Santosa Jurusan

Lebih terperinci

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS Dian Palupi Restuputri *1, Erry Septya Primadi 2, M. Lukman 3 1,2,3 Universitas Muhammadiyah Malang Kontak person:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas teori-teori yang digunakan sebagai landasan dan dasar pemikiran yang mendukung analisis dan pemecahan permasalahan dalam penelitian ini. 2.1 Kajian Ergonomi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RISIKO ERGONOMI OPERATOR MESIN POTONG GUILLOTINE DENGAN METODE NORDIC BODY MAP (STUDI KASUS DI PT. XZY) ABSTRAK

IDENTIFIKASI RISIKO ERGONOMI OPERATOR MESIN POTONG GUILLOTINE DENGAN METODE NORDIC BODY MAP (STUDI KASUS DI PT. XZY) ABSTRAK IDENTIFIKASI RISIKO ERGONOMI OPERATOR MESIN POTONG GUILLOTINE DENGAN METODE NORDIC BODY MAP (STUDI KASUS DI PT. XZY) Nana Rahdiana Program Studi Teknik Industri, Universitas Buana Perjuangan Karawang Jl.

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA Etika Muslimah 1*, Dwi Ari Wibowo 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang permasalahan dari tugas akhir ini, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan permasalahan, dan sistematika penulisan dalam tugas akhir. 1.1 Latar

Lebih terperinci

Novena Ayu Parasti, Chandra Dewi K., DM. Ratna Tungga Dewa

Novena Ayu Parasti, Chandra Dewi K., DM. Ratna Tungga Dewa ANALISIS POSTUR KERJA PADA INDUSTRI GERABAH Novena Ayu Parasti, Chandra Dewi K., DM. Ratna Tungga Dewa PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI, FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA, Jln.

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PENGANGKUTAN BUAH KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT (REBA)

ANALISIS POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PENGANGKUTAN BUAH KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT (REBA) ANALISIS POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PENGANGKUTAN BUAH KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT (REBA) Muhammad wakhid Mahasiswa Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik

Lebih terperinci

perusahaan lupa untuk memperhatikan akibat dari pengangkutan material secara manual tersebut bagi kenyamanan dan kesehatan pekerja atau operator. Pabr

perusahaan lupa untuk memperhatikan akibat dari pengangkutan material secara manual tersebut bagi kenyamanan dan kesehatan pekerja atau operator. Pabr ANALISIS PEMINDAHAN MATERIAL SECARA MANUAL PEKERJA PENGANGKUT GENTENG UD. SINAR MAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT (REBA) Dian Herdiana Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Batik Komar merupakan badan usaha milik perseorangan yang dimiliki oleh H. Komarudin Kudiya S.IP, M.Ds. yang bergerak dibidang produksi kain batik. Batik Komar didirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di era globalisasi ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan industri di Indonesia. Sehingga industri perlu mengadakan perubahan untuk mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator

BAB I PENDAHULUAN. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Postur kerja adalah sikap tubuh pekerja saat melaksanakan aktivitas kerja. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator yang kurang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Egonomi Ergonomi atau ergonomis berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi mengenai analisis dan interpretasi hasil berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan untuk menjelaskan

Lebih terperinci

Bab 3. Metodologi Penelitian

Bab 3. Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Penelitian dimulai dengan melakukan studi pendahuluan untuk dapat merumuskan permasalahan berdasarkan pengamatan terhadap kondisi obyek yang diamati. Berdasarkan permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masalah utama dalam aktivitas produksi ditinjau dari segi kegiatan / proses produksi adalah bergeraknya material dari satu proses ke proses produksi berikutnya. Untuk

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA UNTUK MENGURANGI KELUHAN BIOMEKANIK PADA AKTIFITAS LOUNDRY DI PT X

PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA UNTUK MENGURANGI KELUHAN BIOMEKANIK PADA AKTIFITAS LOUNDRY DI PT X PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA UNTUK MENGURANGI KELUHAN BIOMEKANIK PADA AKTIFITAS LOUNDRY DI PT X I Wayan Sukania, Lamto Widodo, David Gunawan Program Studi Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pekerjaannya adalah keluhan musculoskeletal disorders(msds).

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pekerjaannya adalah keluhan musculoskeletal disorders(msds). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tipe masalah ergonomi yang sering dijumpai ditempat kerja khususnya yang berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan manusia dalam melaksanakan pekerjaannya

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Analisis Postur Tubuh Dan Pengukuran Skor REBA Sebelum melakukan perancangan perbaikan fasilitas kerja terlebih dahulu menganalisa postur tubuh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor pekerja masih sangat mempengaruhi tingkat produktivitas suatu sistem produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja, selain dalam rangka efektivitas, efisiensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Kualitas (Mutu) adalah ukuran seberapa dekat suatu barang atau jasa sesuai dengan standar tertentu (Marimin, 2004). Mutu merupakan gabungan dari beberapa elemen meliputi

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. Oleh MATYANTO M. TUMANGGOR NIM.

TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. Oleh MATYANTO M. TUMANGGOR NIM. PERANCANGAN FASILITAS KERJA MENGGUNAKAN METODE QFD (Quality Function Deployment) DENGAN PENDEKATAN AHP (Analytical Hierarchy Process) DAN MEMPERHATIKAN PRINSIP ERGONOMI DI PT. CARSURINDO TUGAS SARJANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan perhatian dari suatu industri. Hal tersebut merupakan input perusahaan yang penting karena tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan produksi tidak terlepas dari peran manusia, salah satu hal penting yang masih dilakukan pada industri kecil sampai menengah bahkan industri besar sekalipun.

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR Iwan Suryadi 1, Siti Rachmawati 2 1,2 Program Studi D3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

meja dan kursi pada proses memahat untuk memperbaiki postur kerja di Java Art Stone Yogyakarta adalah Problem-Solving Research.

meja dan kursi pada proses memahat untuk memperbaiki postur kerja di Java Art Stone Yogyakarta adalah Problem-Solving Research. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian Perancangan ulang meja dan kursi pada proses memahat untuk memperbaiki postur kerja di Java Art Stone Yogyakarta diharapkan dapat berjalan dengan baik dan lancar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angkatan kerja tahun 2009 di Indonesia diperkirakan berjumlah 95,7 juta orang terdiri dari 58,8 juta tenaga kerja laki-laki dan 36,9 juta tenaga kerja perempuan. Sekitar

Lebih terperinci

Gambar 3. 1 Flowchart Penelitian

Gambar 3. 1 Flowchart Penelitian BAB III METOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Metodologi penelitian berkaitan dengan prosedur, alat, metode serta desain penelitian yang dipergunakan di dalam melaksanakan penelitian. Tahapan proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi Pada tinjauan mengenai ergonomi akan dibahas mengenai definisi ergonomi dan metode penilaian risiko MSDs. Kedua hal tersebut dijabarkan seperti berikut ini : 1.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesiasebagian warga berprofesi nelayan, kegiatan yang dilakukan oleh nelayan harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Proses pengumpulan dilakukan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam perancangan Stasiun penyemiran sepatu. Meliputi data antro pometri

Lebih terperinci

Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja

Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja https://doi.org/10.22219/jtiumm.vol18.no1.19-28 Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja Dian Palupi Restuputri, M. Lukman, Wibisono Teknik Industri, Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal, pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada pengembangan dan pendayagunaan Sumber

Lebih terperinci

USULAN PERANCANGAN FASILITAS KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMNET (REBA) DI PT Z

USULAN PERANCANGAN FASILITAS KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMNET (REBA) DI PT Z Jurnal Riset Industri Vol. 0 No., April 06, Hal. - USULAN PERANCANGAN FASILITAS KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMNET (REBA) DI PT Z THE PROPOSED DESIGN OF WORK

Lebih terperinci

Penyebab Buncis Ditolak Eksportir

Penyebab Buncis Ditolak Eksportir BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang PT. ABOFARM merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pertanian yang terletak di Ciwidey, Jawa Barat. Berdasarkan data PT.ABOFARM selama satu tahun jumlah

Lebih terperinci

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Umur/Tanggal Lahir : Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kawasan Pusat Industri Kecil (PIK) yang bergerak dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kawasan Pusat Industri Kecil (PIK) yang bergerak dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah UD. M Irfan Shoes merupakan usaha kecil menengah yang berada di dalam kawasan Pusat Industri Kecil (PIK) yang bergerak dalam bidang pembuatan sepatu. Proses

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii AYAT AL-QURAN... iii PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR... iv KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang hendak diteliti, yang disusun berdasarkan latar belakang dan tujuan

Lebih terperinci

1 Pedahuluan. Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN X

1 Pedahuluan. Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN X Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN 2302 934X Ergonomic and Work System Analisis Pemindahan Material Secara Manual Pada Pekerja Pengangkut Kayu Dengan Menggunakan Metode

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK TUGAS AKHIR ANALISA POSTUR KERJA DAN PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING INDUSTRI KECIL (Studi kasus: Industri Kecil Pembuatan Tahu di Kartasuro) Diajukan sebagai salah satu

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN (Studi Kasus Industri Tenun Pandai Sikek Sumatera Barat) Nilda Tri Putri, Ichwan

Lebih terperinci

BAB III DISAIN PRODUK

BAB III DISAIN PRODUK BAB III DISAIN PRODUK 3.1. Pendahuluan Salah satu karakteristik manusia adalah mereka selalu berusaha mencitakan sesuatu, baik alat atau benda lainnya untuk membantu kehidupan mereka. Untuk mewejudkan

Lebih terperinci

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2015

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2015 R A N C A N G A N A L A T B A N T U K E R J A O P E R A T O R ANGKAT BUAH KELAPA SAWIT PADA STASIUN PEMANENAN DI UD. JERRY DOLOK MASIHUL DRAFT TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Industri ISSN:

Prosiding Teknik Industri ISSN: Prosiding Teknik Industri ISSN: 2460-6502 Perancangan Fasilitas Kerja Berdasarkan Prinsip Ergonomi pada Stasiun Kerja Pemasangan Insole Sepatu di CV. Iruls Bandung Facility Design Based on The Principle

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arbeitswissenschaft di Jerman, Human Factors Engineering atau Personal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arbeitswissenschaft di Jerman, Human Factors Engineering atau Personal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi 2.1.1 Defenisi Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Pada berbagai negara digunakan istilah yang berbeda, seperti

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal, pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada pengembangan dan pendayagunaan Sumber

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab 3 Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian 3.1. Flow Chart Metodologi Penelitian Penelitian merupakan kegiatan sistematis dengan serangkaian proses yang dilakukan secara terstruktur. Setiap tahapan proses tersebut akan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 14 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Ergonomi Kata Ergonomi berasal dari dua kata Latin yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manual material handling atau penanganan material secara manual masih menjadi sebagian besar aktivitas yang ada di dunia industri seperti aktivitas pengangkatan,

Lebih terperinci