BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masih memiliki pangsa pasar yang kecil, yaitu sekitar 5% dari seluruh nasabah

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekonomi syariah, terutama berkaitan dengan pasar keuangan belakangan ini menjadi tren dengan perkembangan yang cukup signifikan. Ekonomi syariah masih memiliki pangsa pasar yang kecil, yaitu sekitar 5% dari seluruh nasabah bank di Indonesia. Pangsa pasar tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan dengan pangsa pasar keuangan konvensional yang masih mendominasi ekonomi Indonesia. Meskipun memiliki pangsa pasar yang kecil, ekonomi syariah mampu memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Indonesia (Hanif, 2011). Di tengah ketidakpastian ekonomi global, pasar keuangan syariah menjadi angin segar bagi dunia investasi karena dianggap mampu memberikan inovasi dalam sistem keuangan modern. Beberapa investor maupun masyarakat luas mulai menunjukkan kejenuhan terhadap sistem keuangan konvensial (Salehudin & Mukhlish, 2012). Hal inilah yang membuat sistem keuangan syariah menjadi tren baru yang cukup menjanjikan. Tren baru yang menggerakkan ekonomi syariah ini salah satunya adalah banyaknya masyarakat yang menyimpan dana mereka di lembaga-lembaga keuangan syariah seperti bank, koperasi, hingga reksadana syariah. Pasar keuangan dengan produk-produk halal juga dapat berkembang karena permintaan pasar yang tinggi dari populasi umat Islam Indonesia yang terus bertambah setiap tahunnya. Tren perkembangan tersebut membuat perubahan pada pelaku pasar keuangan bahwa mau tidak mau mereka harus mengikuti halal- 1

2 2 conscousness, yaitu perubahan tentang pola sikap dan perilaku masyarakat muslim yang menuntut hidup halal di berbagai bidang kehidupan (Hanif, 2011). Tabel 1. Tren peningkatan pengguna jasa keuangan syariah tersebut dapat dilihat dari Tabel 1 Data Pertumbuhan Total Aset Bank dan Koperasi Syariah (dalam triliun rupiah) Total Aset (Dikutip dari Sebelum tahun 2010, pasar keuangan syariah memang mengalami masamasa yang cukup sulit untuk berkembang. Baru pada tahun 2010 pertumbuhan yang signifikan dapat terlihat. Pertumbuhan tersebut sebenarnya tidak terlepas dari berbagai faktor. Berbagai faktor yang mendukung tren positif tersebut adalah perkembangan produk-produk halal dan tren fashion syariah yang mulai berkembang pesat di Indonesia sehingga secara keseluruhan dapat dilihat sebagai tren positif tentang ekonomi syariah. Tren ini terjadi tidak terlepas dari gaya pengambilan keputusan yang dimiliki oleh beberapa segmen pasar umat Islam yang ada di Indonesia. Seiring dengan arus informasi yang mengalir deras pada masyarakat Muslim, pemahaman

3 3 akan nilai-nilai syariah dalam perekonomian menunjukkan peningkatan di masyarakat. Masyarakat mulai paham mengenai insider trading. Insider trading adalah praktik transaksi yang umum dipraktikkan dalam sistem perekonomian konvensional. Dalam insider trading tersebut, mekanisme terbentuknya harga bukan didasarkan pada pengaruh permintaan dan penawaran atau mekanisme pasar, melainkan ditentukan oleh rekayasa permintaan dan penawaran semu. Selain itu, dalam ekonomi kovensional juga harga komoditas sewaktu-waktu berfluktuasi dengan tajam. Hal ini dikarenakan antara sektor moneter dengan sektor riil tidak terkait satu sama lain. Konsekuensi dari tidak terkaitnya sektor moneter dan sektor riil adalah jumlah uang yang beredar disektor finansial tidak dapat menggerakan pertumbuhan di sektor riil (Hafasnudin, 2008). Dengan kata lain, ekonomi konvensional memiliki celah riba yang sangat besar karena lebih banyak berdasarkan spekulasi atau judi. Dalam Islam, tranksaksi yang berbasiskan insider trading dilarang sebab aktivitas tersebut mengandung unsur spekulatif. Dalam Agama Islam, riba merupakan perbuatan yang diharamkan. Al- Qur an memberikan gambaran orang-orang yang memakan riba seperti berjalan sempoyongan disebabkan mereka melaksanakan aktivitas riba. Perumpamaan ini diabadikan dalam surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya, Orang orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang-orang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila, yang demikian itu karena mereka berkata sesungguhnya jual beli sama dengan riba, padahal Allah menghalalkan jual beli mengharamkan riba. Adlany dalam menafsirkan ayat tersebut mengatakan orang-orang yang makan riba tidak tentram jiwanya, mereka seperti orang yang kemasukan setan

4 4 (gila) (Adlany, 2006). Berangkat dari hal tersebut, masyarakat mulai lebih berani mengembangkan keyakinan untuk beralih ke sistem keuangan syariah. Jika ditelaah lebih jauh, gaya pengambilan keputusan yang dimiliki oleh segmen masyarakat Muslim lebih bersifat intuitif. Gaya intuitif merupakan gaya pengambilan keputusanyang mengandalkan informasi yang detail, mengikuti tren di masyarakat, dan berusaha menyerap informasi dari lingkungan untuk mendapatkan gambaran tentang apa yang diinginkan dengan cepat (McKenna, Hyllegard & Linder, 2008). Orang yang memiliki gaya intuitif dalam mengambil keputusan akan melihat detail permasalahan, dalam hal ini adalah produk atau instrumen investasi yang mereka pilih. Mereka juga selalu mempertimbangkan tren dan informasi yang ada di masyarakat tentang perkembangan produk yang mereka pilih sehingga dapat dikatakan bahwa tren positif masyarakat dalam memilih jasa keuangan syariah dapat terlihat. Gaya pengambilan keputusan dipahami sebagai respon yang dipelajari atau dibiasakan pada individu untuk melakukan pendekatan dalam pengambilan keputusan (Bruce & Scott, 1999). Batasan yang lain menyatakan bahwa gaya pengambilan keputusan adalah cara-cara unik yang dilakukan seseorang dalam membuat keputusan-keputusan penting (Harren, 1980). Menurut Markowitz (1959), ada dua faktor utama yang mempengaruhi gaya pengambilan keputusan nasabah, yaitu return (hasil) dan risk (resiko). Artinya, proses pengambilan keputusan dalam berinvestasi di jasa keuangan selalu memperhatikan untung dan rugi (mutual relationship). Jika demikian, pengambilan keputusan yang dilakukan oleh nasabah seharusnya memiliki gaya yang rasional meskipun rasionalitas

5 5 tersebut sering digerakkan oleh sentimen terlebih dahulu dalam mengambil keputusan (Markowitz, 1959). Terkait dengan gaya pengambilan keputusan (decision making style) dalam jasa keuangan, peneliti memilih BMT Mitra Mandiri di Kabupaten Wonogiri sebagai tempat penelitian. Alasan peneliti memilih BMT Mitra Mandiri adalah terdapat permasalahan terkait dengan gaya pengambilan keputusan untuk menabung atau menyimpan dana di BMT Mitra Mandiri. Untuk menjelasakan permasalahan tersebut, peneliti telah melakukan mini riset pada anggota BMT Mitra Mandiri pada Oktober Peneliti ingin mengetahui pertimbangan-pertimbangan apa saja yang menjadi alasan para anggota BMT Mitra Mandiri memilih untuk menyimpan dana mereka di BMT Mitra Mandiri. Peneliti membuat daftar alasan memilih BMT Mitra Mandiri sebagai tempat untuk menyimpan dana dan menanyakan seberapa cepat waktu yang dihabiskan oleh anggota BMT Mitra Mandiri dalam mengambil keputusan untuk menyimpan dana. Responden kemudian memilih salah satu alasan yang paling kuat yang mendorong untuk menyimpan dana di BMT Mitra Mandiri. Responden dipilih dengan menggunakan metode multistage random sampling dengan basis data seluruh penduduk Kabupaten Wonogiri yang terdaftar sebagai anggota BMT Mitra Mandiri. Responden yang terpilih secara acak tersebar di 3 kecamatan di Kabupaten Wonogiri berjumlah 80 orang. Hasil riset tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

6 6 Tabel 2 Daftar Alasan Anggota BMT Mitra Madiri Memilih Menyimpan Dana No. Alasan Memilih BMT Mitra Jumlah Responden Mandiri 1. Jauh dari Riba 21 responden 2. Pelayanan yang baik 14 responden 3. Mendapatkan berkah 20 responden 4. Mendapatkan keuntungan 23 responden maksimal 5. Resiko kecil 2 repsonden Hasil tersebut menunjukkan sebagian besar anggota BMT Mitra Mandiri memilih menyimpan dana mereka dengan alasan paling kuat adalah jauh dari riba dan memperoleh berkah. Konsep mengenai riba dan keberkahan dalam berinvestasi sebenarnya sangat sulit dirasionalkan terutama dari segi kuantitas. Sementara pelayanan, return (keuntungan) dan risk (risiko) dapat diukur secara kuantitas maupun kualitas. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian besar anggota BMT Mitra Mandiri memiliki gaya yang lebih intuitif dan emosional untuk menyimpan dana. Gaya tersebut ditunjukkan dengan kuatnya faktor-faktor spiritual yang mendorong mereka untuk menyimpan dana. Hal ini juga diungkapkan oleh Khan (1989), Usmani (2002), dan Siddiqi (2004) bahwa nilai-nilai keagamaan Islam yang disisipkan dalam ajakan untuk memakai suatu produk akan membuat calon konsumen merespon secara cepat dan emosional untuk memakai produk tersebut. Repson yang cepat dan emosional merupakan ciri khas gaya intuitif dalam mengambil keputusan (McKenna, d.k.k., 2008). Dengan kata lain, gaya pengambilan keputusan nasabah tidak selalu didasarkan pada return and risk tetapi terdapat pertimbangan-pertimbangan lain yang menjadikan anggota BMT

7 7 Mitra Mandiri memiliki gaya yang lebih intuitif untuk memilih bank syariah. Anggota BMT Mitra Mandiri dengan latar belakang agama Islam yang kuat merasa memiliki tanggung jawab untuk selalu menghindari riba dan mencari keberkahan. Dari penjelasan inilah peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh lagi mengenai gaya intuitif dalam memilih untuk menyimpan dana pada anggota BMT Mitra Mandiri. Peneliti memilih BMT Mitra Mandiri sebagai lembaga keuangan syariah yang akan diteliti. Baitul Mal Wattamwil (BMT) adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, bertujuan menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dan menengah, melayani simpan pinjam, dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur an dan Hadist. Baitul Mal Wattamwil (BMT) beroperasi mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat atau berdagang secara Islam. BMT Mitra Mandiri merupakan lembaga keuangan dengan landasan hukum koperasi/non-bank. Tabel 3 berikut ini menunjukkan data pertumbuhan jumlah aset yang dihimpun dari simpanan dana anggota.

8 Jumlah Anggota Miliar Rupiah 8 Tabel 3 Pertumbuhan Jumlah Total Aset BMT Mitra Mandiri dari Tahun PERTUMBUHAN ASSET Tabel 4 menunjukkan data pertumbuhan jumlah anggota yang menyimpan dana di BMT Mitra Mandiri. Tabel 4 Pertumbuhan Jumlah Anggota/Nasabah Tahun ,000 20,000 ANGGOTA 10,000 ANGGOTA (Sumber : Database Kantor Pusat BMT Mitra Mandiri, 2016) Tabel 3 dan Tabel 4 di atas menunjukkan adanya sentimen pasar masyarakat Kabupaten Wonogiri dalam menilai BMT Mitra Mandiri. Dari tahun , yaitu 5 tahun awal terbentuknya BMT ini, respon masyarakat masih sangat

9 9 rendah. Terbukti dengan angka pertumbuhan aset dan jumlah anggota yang cenderung stagnan. Tahun-tahun tersebut juga merupakan periode yang sulit bagi jasa keuangan syariah untuk berkembang. Animo masyarakat masih rendah berkaitan dengan keuangan syariah. Periode terjadi peningkatan aset dan jumlah anggota, padahal terdapat banyak BMT di Kabupaten Wonogiri yang menjalankan usaha yang sama. Mereka juga rata-rata memulai bisnis dengan waktu yang relatif sama dengan BMT Mitra Mandiri. Sejauh ini terdapat 35 BMT di Kabupaten Wonogiri tetapi BMT Mitra Mandiri merupakan BMT yang paling pesat perkembangannya (Badan Pusat Statistik, 2015). Dengan kata lain, target pasar BMT Mitra Mandiri cenderung memperhatikan perkembangan tren positif BMT Mitra Mandiri dan kemudian mengikuti tren tersebut dengan menjadi anggota untuk menyimpan dana. Target pasar yang memperhatikan dan mengikuti tren cenderung memiliki gaya intuitif yang kuat dalam mengambil keputusan (Barnard,1996). Pendekatan yang tidak rasional dalam pandangan ekonomi mengenai pengambilan keputusan merupakan hal yang kontradiktif. Menurut pandangan ini, konsumen akan selalu mengambil tindakan yang rasional karena beberapa alasan (Schiffman dan Kanuk, 2010). Alasan-alasan tersebut adalah a. Manusia selalu dibatasi oleh kemampuan yang mereka miliki. b. Manusia selalu dibatasi oleh tujuan dan nilai yang mereka percaya. c. Manusia dibatasi oleh luasnya pengetahuan yang mereka miliki. Berdasarkan asumsi tersebut, manusia seharusnya bersikap rasional dalam setiap pengambilan keputusan, terutama berkaitan dengan ekonomi. Di sisi lain,

10 10 BMT Mitra Mandiri dapat berkembang dengan aktivitas yang kurang rasional, yaitu mengedepankan keberkahan (barokah) dan menghindari riba. BMT Mitra Mandiri mulai menerapkan strategi marketing mereka pada tahun Manajemen mulai menyadari pentingnya branding terutama untuk mengambil hati calon nasabah maupun mempertahankan nasabah. Manajemen BMT Mitra Mandiri menempatkan brand mereka dengan baik. Menurut Kotler (1994), positioning adalah tindakan perusahaan untuk merancang produk dan target pemasaran agar dapat tercipta kesan tertentu diingatan konsumen. Oleh karena itu, konsumen dapat memahami dan menghargai apa yang dilakukan perusahaan dalam kaitannya dengan para pesaingnya. Brand positioning yang dilakukan oleh BMT Mitra Mandiri cukup unik. Pemasaran dilakukan melalui beberapa metode seperti kegiatan sosial, pengajian ibu-ibu PKK, hingga menerbitkan majalah. BMT Mitra Mandiri tidak pernah melakukan branding dengan media sosial. Brand positioning yang dilakukan oleh BMT Mitra Mandiri tergolong strategi pemasaran yang unik karena jarang memakai media online atau memakai teknik online marketing. BMT Mitra Mandiri cenderung menghindari online marketing karena dianggap tidak sesuai dengan visi dan misi BMT Mitra Mandiri, yaitu Amanah, Bertambah, dan Barokah. Visi misi tersebut mengharuskan pihak pemasaran untuk lebih dekat secara langsung dengan anggota atau calon anggota sehingga brand positioning yang dilakukan oleh BMT Mitra Mandiri lebih menekankan pada nilai-nilai kekeluargaan dan gotong royong.

11 11 Brand positioning yang baik dapat mempengaruhi masyarakat untuk mengambil keputusan. Gaya pengambilan keputusan yang dilakukan juga tergantung dari brand positioning yang dilakukan oleh perusahaan. Chitra (2015) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi gaya intuitif investor adalah market psychology. Brand positioning dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk market psychology dimana perusahaan melakukan mekanisme penempatan produk di tengah masyarakat melalui berbagai mekanisme dan strategi sehingga masyarakat sudah memiliki persepsi tersendiri. Persepsi yang terbentuk dari brand positioning tersebut menjadi penentu gaya pengambilan keputusan untuk memilih BMT Mitra Mandiri. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh lagi hubungan antara brand positioning dengan gaya intuitif dalam konteks kegiatan investasi. Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara brand positioning dengan gaya intuitif dalam pengambilan keputusan untuk menyimpan dana pada anggota BMT Mitra Mandiri B. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah menguji secara empiris hubungan antara brand positioning dengan gaya intuitif dalam pengambilan keputusan untuk menyimpan dana pada anggota BMT Mitra Mandiri.

12 12 C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian mengenai gaya pengambilan keputusan nasabah lembaga keuangan syariah masih sangat jarang dilakukan di Indonesia. Hasil penelitian dapat menjadi referensi bagi disiplin ilmu psikologi, terutama psikologi konsumen tentang dunia finansial. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini dapat dikembangkan oleh BMT Mitra Mandiri untuk menarik anggota baru dengan menerapkan strategi pemasaran yang lebih sistematis melalui brand positioning. b. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan evaluasi kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh BMT Mitra Mandiri terutama terkait dinamika anggota baru BMT Mita Mandiri.