KAJIAN HUKUM MILITER TERHADAP TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN HUKUM MILITER TERHADAP TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI"

Transkripsi

1 KAJIAN HUKUM MILITER TERHADAP TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI Desertion is the absence of a military without the permission of his immediate superior, at a place and time determined by the service, to flee from unity and to leave the army, or to go out, to escape without permission. Military criminal law is a collection of criminal regulations containing orders and prohibitions to enforce law and order and if such orders and prohibitions are not adhered to, then threatened with criminal punishment. Military crime is an offense committed by the legal subjects of the military. In the criminal law the military recognizes two forms of criminal offense that are pure military crimes (zuiver militaire delict) and a mixed military crime (germengde militaire delict). The crime of desertion is a crime specifically committed by a military because it is unlawful and contrary to the law, especially the criminal law of the military. The purpose of this study is to find out how the application of military law against the perpetrators of criminal acts Desertion and how the relationship between the Book of Criminal Law Military with the Book of Criminal Law. With the normative juridical method it is concluded that: (1) that the application of military law to the perpetrators of desertion as military members (TNI) the threat of punishment is more severe than the punishment contained in the Criminal Code (view of lack of sense of justice); Because the army is armed in order to maintain the security; Precisely used Desertion, (2) that the relationship between The law on military criminal law with the Criminal Code, a relationship that cannot be separated because The law on military criminal law is part of the Criminal Code; The Criminal Code applies to everyone thus for the military (TNI) the Criminal Code applies, and for the military (TNI) who commits the crime of desertion will be treated / applied a special rule namely the Criminal Code, this is a deviation from the Criminal Code. Keywords: military law, TNI, desertion crime Latar belakang Dalam UU RI No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, TNI sebagai alat pertahan Negara Kesatuan Republik Indnesia mempunya tugas untuk melaksanakan kebijakasanaan prtahanan Negara untuk menegakan kedaulatan negara, memperthankan keutuhan wilayah dan melindungi keselamatan bangsa, menjalakna operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang serta ikut aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional. Mengenai tugas utama hokum militer diatur dalam Pasal 64 UU RI No.34 Tahun 2004, yaitu Hukum milter dibina dan dkembangkan oleh pemerntah untuk kepentingan penyelenggaraan kepentingan pertahanan negara. Hukum Pidana Militer adalah ketentuan hukum yang mengatur seorang militertentang tindakan-tindakan mana yang merupakan pelanggaran atau kejahatan atau merupakan larangan atau keharusan dan diberikan ancaman berupa sanksi 1

2 pidana terhadap pelanggarnya. Menurut kamus bahasa Indonesia desersi adalah (perbuatan) lari meninggalkan dinas ketentaraan, pembelotan, dan memihak kepada musuh. Pengertian atau desrsi tersebut dapat disimpilkan dari pasal 87 KUHPM, bahwa desersi adalah tidak hadir dan tidak sah lebih dari 30 hari pada waktu damai dan lebih dari 4 hari pada waktu perang. Ciri utama dari tindak pidana desersi ini adalah ketidak hadiran tanpa izin yang dilakukan oleh seseorang militer pada suatu tempat dan waktu yang ditentukan baginya dimana dia seharusnya berada untuk melakukan kewajiban dinas. Dalam hall terjadinya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI, maka Polisi Militer wajib melakukan tindakan penyidikan sesuai dengan tata cara dan prosedur yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun Pasal 69 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 : Hak penyidik pada ; 1. Para Ankum terhadap anak buahnya (Ankum) 2. Polisi Militer (POM) 3. Jaksa-jaksa Militer dilingkungan Peradilan Militer (Oditur Militer) Dengan demikian Polisi Militer adalah salah satu tulang punggung yang menegakan norma-norma hokum didalam lingkungan TNI. Sesuai fungsi Polisi Militer yang merupakan fungsi teknis, secara langsung turut menentukan keberhasilan dalam pembinaan TNI maupun penyelenggaraan operasi Hankam. Selain itu untuk meningkatkan kesadaran hukum, displin dan tata tertib yang merupakan syarat utama dalam kehidupan prajurit yang tercermin dalam sikap perilaku, tindakan dan pengabdiannya maka diperlukan adanya pengawasan secara ketat dan berlanjut yang dilakukan oleh Polisi Militer. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka penulis tertarik mengambil judul mengenai : KAJIAN HUKUM MILITER TERHADAP ANGGOTA TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Kajian Hukum MIliter terhadap pelaku Tindak Pidana Desersi? 2. Bagaimana hubungan antara Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana? 2

3 Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Hukum Militer terhadap pelaku Tindak Pidana Desersi. Disamping itu, juga bertujuan memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar serjana 1 (S-1) dalam jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa. 2. Tujuan Khusus - Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum militer terhadap pelaku tindak pidana desersi. - Untuk mengetahui akibat hukuman militer bagi pelaku tindak pidana desersi Metode Penelitian Metode penelitian hukum merupakan prosedur atau langkah langkah yang dianggap efektif dan efesien dan pada umumnya sudah mempola untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data dalam rangka menjawab masalah yang diteliti secara benar. Metode yang dilakukan penulis adalah Library Research yaitu penelitian yang bentuk penelitiannya dengan cara mengumpulkan, memeriksa dan menelusuri dokumen dokumen atau kepustakaan yang dapat memberikan informasi yang penulis butuhkan dalam penelitian ini. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini disajikan dengan deskriptif dengan maksud memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala lainnya agar dapat memperkuat teori teori atau dalam rangka penyusunan dapat memperkuat teori teori lama di dalam kerangka penyusunan kerangka baru. Dalam penulisan ini penulis menggunakan pendekatan berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku dimana dilakukan dengan menelaah semua Undang Undang yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani atau yang terjadi di masyarakat. 3

4 Pembahasan Salah satu jenis tindak pidana yang menjadi fokus pembahasan dalam tulisan ini adalah tindak pidana desersi. Tindak pidana desersi ini merupakan contoh tindak pidana murni dilakukan oleh militer. Desersi adalah tidak beradanya seorang militer tanpa izin atasannya langsung, pada suatu tempat dan waktu yang sudah ditentukan oleh dinas, dengan lari dari kesatuan dan meninggalkan dinas kemiliteran, atau keluar dengan cara pergi, melarikan din' tanpa ijin. Perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan yang tidak boleh terjadi dalam kehidupan militer. Istilah desersi terdapat dalam KUHPM pada Bab III tentang Kejah2tan-Kejahatan Yang Merupakan Suatu Cara Bagi Seorang Militer Menarik Din dari Pelaksanaan Kewajiban-Kewajiban Dinas. Tindak pidana desersi merupakan suatu tindak pidana yang secara khusus dilakukan oleh seorang militer karena bersifat melawan hukum dan bertentangan dengan undangundang khususnya hukum pidana militer. Tindak pidana desersi ini diatur dalam Pasal 87 KUHPM, yaitu: Pertama, Diancam karena desersi, militer: (a). yang pergi dengan maksud menarik din untuk selamanya dari kewajibankewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang, menyebrang ke musuh atau memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu. (b). yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari 30 (tiga puluh) hari, dalam waktu perang lebih lama dari empat hari. (c). yang dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa dan karenanya tidak ikut melaksanakan sebagian atau seluruhnya dari suatu perjalanan yang diperintahkan, seperti yang diwaikan dalam Pasal 85 ke-2. Kedua, Desersi yang dilakukan dalam waktu damai, diancam dengan pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan. Ketiga, Desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam dengan pidana pencara maksimum delapan tahun enam bulan. Kita ketahui bersama, bahwa Hukum Pidana Umum bertaku bagi setiap orang, dengan demikian Hukum Pidana Umum tersebut berlaku juga bagi militer. Walaupun bagi militer yang melakukan tindak pidana berlaku ketentuan-ketentuan Hukum Pidana Umum, namun bagi militer terdapat ketcntuan-ketentuan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam KUHP yang khusus diberlakukan bagi militer. Ketentuanketentuan yang khusus itu diatur di dalam Kltab Undang-undang Hukum Pldana Militer (KUHPM). 4

5 Adapun alasan diadakannya peraturanperaturan tambahan dari KUHP itu disebabkan: a. Adanya beberapa perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh militer saja bersifat asli militer dan ticlak berlaku bagi umum, contohnya: desersi, menolak perintah dinas, insubardiansi dan sebagainya. b. Beberapa perbuatan yang bersifat berat sedemikian rupa, apabila dilakukan oleh anggota militer di dalam keadaan tertentu, ancaman hukuman dari hukum pidana umum dirasakan terlalu ringan. c. Apabila peraturan-peraturan khusus yang diatur di dalam KUHPM dimasukkan ke dalam KUHP akan membuat KUHP sukar dipergunakan, karena terhadap ketentuanketentuan itu hanya tunduk sebagian kecil dari anggota masyarakat, juga peradilan yang berhak melaksanakannya juga tersedndiri yakni peradilan militer. Pasal 1 KUHPM berbunyi : Pada waktu memakai undang-undang ini, berlaku aturan-aturan Hukum Pidana Umum, termasuk disitu Bab kesembilan dari Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Pidana, kecuali aturan-aturan yang menyimpong yang ditetapkan dalom undang-undang. Simpulan dan saran Kajian hukum militer terhadap pelaku tindak pidana desersi sebagai Anggota Militer (TNI) ancaman hukumannya lebih berat dibandingkan dengan ancaman hukuman yang terdapat pada KUHP (dipandang kurang memenuhi rasa keadilan) ; karena militer dipersenjatai guna menjaga keamanan; justru dipergunakan desersi. Adapun bentuk desersi dapat dilihat pada Pasal 87, terdiri desersi murni selamanya dari kewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang; untuk menyeberang ke musuh dan memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasan lain tanpa dibenarkan untuk itu dan desersi sebagai peningkatan dari kejahatan, ketidakhadiran tanpa ijin, dengan sengaja dalam waktu selama 30 hari berturut-turut. Bahwa hubungan antara KUHPM dengan KUHP, suatu hubungan yang tidak dapat terpisahkan karena KUHPM merupakan bagian dari KUHP; KUHP berlaku bagi setlap orang dengan demfklan bag[ militer (TNI), berlaku KUHP, dan bagi Militer (TNI) yang melakukan tindak pidana deersi akan diperlakukan/diterapkan aturan khusus yakni KUHPM, hal ini merupakan penyimpangan dari KUHP. Adapun prinsip-prinsip dari KUHPM antara lain : kesatuan hukum bagi militer, kodifikasi tersendiri bagi militer 5

6 yang tersendiri; yurisdiksi tersendiri; kemungkinan penyelesaian suatu tindak pidana secara hukum disiplin, penerapan dan ketentuanketentuan umum dan tidak mengenal pemidanaan kolektif dan sistematika dari KUHP dengan KUHPM berbeda, selanjutnya penerapan KUHPM hanya kepada militer dan/atau yang disamakan sesuai dengan lingkungan aturan, dan ketentuan tentang pidana dalam KUHPM Yang berbeda dengan aturan dalam KUHP. Sangat diharapkan kepada aparat penegak hukum khususnya yang berada dalam lingkungan Peradilan Militer hendaknya mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai alat penegak hukum yang benar-benar sebagai penegak hukum, khususnya kepada Hakim yang memeriksa dan memutus perkara dalam putusannya diawali dengan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa disini Hakim menyandarkan putusannya kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai pert anggungjawabannya dunia akhirat. Sangat diharapkan kepada anggota militer (TNI) sedapat mungkin hindari perbuatan yang tercela; dapat merugikan diri; karena bila melakukan tindak pidana desersi dan terbukti ancaman hukumannya sangat berat, semoga tidak melakukan. DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah Perkembangan Hukum Pidana Khusus, Ragunan. A.S.S. Tambunan. Hukum Militer di Indonesia. Jakarta : Pusat Studi Hukum Militer Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Militer E.Y. Kanter, S.R. Sianturi, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Penerbit Alumni AHM-PTHM Jakarta. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Dasar 1945, Menkum HAN Jakarta 6

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga kedaulatan Negara yang bertugas untuk menjaga, melindungi dan mempertahankan keamanan serta kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial di mana manusia selalu ingin berinteraksi dengan sesama manusia lainnya. Di dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi Negara Indonesia sebagai negara hukum telah diatur secara tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan Negara Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara manapun di dunia ini, militer merupakan organ yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap Negara, salah satu penopang kedaulatan suatu Negara ada pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk mendukung dan mempertahankan kesatuan, persatuan dan kedaulatan sebuah negara. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibesarkan, dan berkembang bersama-sama rakyat Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. dibesarkan, dan berkembang bersama-sama rakyat Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, lahir dari kancah perjuangan kemerdekaan bangsa, dibesarkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera,

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PERKARA DESERSI SECARA IN ABSENSIA DI PERSIDANGAN

PEMERIKSAAN PERKARA DESERSI SECARA IN ABSENSIA DI PERSIDANGAN PEMERIKSAAN PERKARA DESERSI SECARA IN ABSENSIA DI PERSIDANGAN 1. Hakikat Tindak Pidana Desersi Oleh: Mayjen TNI Drs. Burhan Dahlan SH. MH. Tindak pidana desersi merupakan tindak pidana yang secara khusus

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI Tindak pidana desersi merupakan tindak pidana militer yang paling banyak dilakukan oleh anggota TNI, padahal anggota TNI sudah mengetahui mengenai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM MILITER TERHADAP TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI OLEH : NAMA : COKORDA BAGUS ARIES CAHYADI NPM :

KAJIAN HUKUM MILITER TERHADAP TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI OLEH : NAMA : COKORDA BAGUS ARIES CAHYADI NPM : KAJIAN HUKUM MILITER TERHADAP TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI OLEH : NAMA : COKORDA BAGUS ARIES CAHYADI NPM : 13.10.121.124 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR 2017 KAJIAN HUKUM MILITER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, lahir dan berjuang bersama rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu menimbulkan keresahan serta rasa tidak aman pada masyarakat. Tindak pidana yang terjadi di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA 1 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA A. Latar Belakang Masalah Bahwa negara Indonesia adalah negara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas dari TNI sendiri adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan

Lebih terperinci

JURNAL PELAKSANAAN SANKSI PIDANA TERHADAP PRAJURIT TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA INSUBORDINASI. Diajukan Oleh : YOHANES GATOT SIS UTOMO

JURNAL PELAKSANAAN SANKSI PIDANA TERHADAP PRAJURIT TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA INSUBORDINASI. Diajukan Oleh : YOHANES GATOT SIS UTOMO JURNAL PELAKSANAAN SANKSI PIDANA TERHADAP PRAJURIT TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA INSUBORDINASI Diajukan Oleh : YOHANES GATOT SIS UTOMO NPM : 100510292 Program Studi Program Kekhususan : Ilmu Hukum :

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM PIDANA MILITER INDONESIA TERHADAP TINDAK PIDANA DESERSI. Robi Amu

KAJIAN HUKUM PIDANA MILITER INDONESIA TERHADAP TINDAK PIDANA DESERSI. Robi Amu KAJIAN HUKUM PIDANA MILITER INDONESIA TERHADAP TINDAK PIDANA DESERSI Robi Amu Abstrak Desersi adalah tidak beradanya seorang militer tanpa izin atasannya langsung, pada suatu tempat dan waktu yang sudah

Lebih terperinci

JURNAL DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA DESERSI DI PENGADILAN MILITER

JURNAL DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA DESERSI DI PENGADILAN MILITER JURNAL DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA DESERSI DI PENGADILAN MILITER Diajukan oleh : STEFANIA YUNITA ADRIANA MERO NPM : 13 05 11124 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan

Lebih terperinci

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MILITER BUKU PERTAMA BAB PENDAHULUAN PENERAPAN HUKUM PIDANA UMUM. Pasal 1

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MILITER BUKU PERTAMA BAB PENDAHULUAN PENERAPAN HUKUM PIDANA UMUM. Pasal 1 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MILITER BUKU PERTAMA BAB PENDAHULUAN PENERAPAN HUKUM PIDANA UMUM Pasal 1 (Diubah dengan UU No 9 Tahun 1947) Untuk penerapan kitab undang-undang ini berlaku ketentuanketentuan

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR Oleh: I Gusti Bagus Eka Pramana Putra I Ketut Mertha I Wayan Suardana Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA DESERSI DALAM KUHPM. Oleh : Kolonel CHK (Purn) JACOB LUNA SUMUK, SH

TINDAK PIDANA DESERSI DALAM KUHPM. Oleh : Kolonel CHK (Purn) JACOB LUNA SUMUK, SH TINDAK PIDANA DESERSI DALAM KUHPM Oleh : Kolonel CHK (Purn) JACOB LUNA SUMUK, SH I. PENDAHULUAN 1. Pengertian Desersi a. Menurut Kamus Hukum Belanda Indonesia halaman 69 karangan Mr. H. Van Der Tas : Desersi

Lebih terperinci

PENERAPAN HUKUM BAGI ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN DESERSI 1 Oleh : Devit Mangalede 2

PENERAPAN HUKUM BAGI ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN DESERSI 1 Oleh : Devit Mangalede 2 PENERAPAN HUKUM BAGI ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN DESERSI 1 Oleh : Devit Mangalede 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana hukum mengatur tentang tindak pidana bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang khas dalam struktur kenegaraan. Sebagai tulang punggung pertahanan negara, institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana. BAB II TINDAK PIDANA MILITER 1. Tindak Pidana dan Unsur-Unsurnya Ada baiknya dikemukakan terlebih dahuku apa yang dimaksud dengan tindak pidana (strafbaar feit, delict, criminal act). Ada beberapa pandangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Ini berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara harus

Lebih terperinci

JURNAL PROSES PENYELESAIAN PERKARA DESERSI YANG PELAKUNYA TIDAK DITEMUKAN

JURNAL PROSES PENYELESAIAN PERKARA DESERSI YANG PELAKUNYA TIDAK DITEMUKAN JURNAL PROSES PENYELESAIAN PERKARA DESERSI YANG PELAKUNYA TIDAK DITEMUKAN Diajukan Oleh: ERWIN TIONO N P M : 110510685 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Peradilan Pidana UNIVERSITAS ATMA

Lebih terperinci

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA) PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang secara geografis sangat luas wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah sepatutnya Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO) PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer.

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pidana merupakan suatu bagian dari tatanan hukum yang berlaku di suatu negara yang berisikan perbuatan yang dilarang atau tindakan pidana itu sendiri,

Lebih terperinci

RAHASIA UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CHK WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014

RAHASIA UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CHK WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014 MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT PANITIA PUSAT SELEKSI CASIS DIKTUKPA/BA TNI AD TA 2015 UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CHK WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014 PETUNJUK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA JURNAL ILMIAH PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN DESERSI DI MASA DAMAI DI PENGADILAN MILITER YOGYAKARTA Diajukan Oleh: Deden Miftahul Badri NPM : 080509956 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN Oleh : I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana I Made Walesa Putra Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 53-K / PM I-07 / AD / VII / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 53-K / PM I-07 / AD / VII / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN P U T U S A N Nomor : 53-K / PM I-07 / AD / VII / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan, yang bersidang di Balikpapan

Lebih terperinci

PEMECATAN PRAJURIT TNI

PEMECATAN PRAJURIT TNI PEMECATAN PRAJURIT TNI Putusan Hakim tidaklah mungkin memuaskan semua pihak. Putusan hakim juga bukan Putusan Tuhan, namun Hakim yang manusia tersebut adalah wakil Tuhan di dunia dalam memberikan Putusan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 07-K / PM I-07 / AD / I / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 07-K / PM I-07 / AD / I / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN P U T U S A N Nomor : 07-K / PM I-07 / AD / I / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN, yang bersidang di Balikpapan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas pada bab-bab

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas pada bab-bab BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa proses penyelesaian perkara

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 55-K/PM I-07/AD/ X /2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 55-K/PM I-07/AD/ X /2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I - 07 B A L I K P A P A N P U T U S A N Nomor : 55-K/PM I-07/AD/ X /2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan yang bersidang di Balikpapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Penyidikan Perkara Militer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Penyidikan Perkara Militer BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyidikan Perkara Militer 1. Pengertian Penyidikan Perkara Militer Di dalam Hukum Acara Pidana Militer (HAPMIL) yang diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pergerakan bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 16 - K / PMI-07 / AD / IV / 2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 16 - K / PMI-07 / AD / IV / 2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN P U T U S A N Nomor : 16 - K / PMI-07 / AD / IV / 2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan yang bersidang di Balikpapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu tentang Pertahanan dan Keamanan, Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Undang Undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan tentang

BAB V PENUTUP. Undang Undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan tentang 337 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Terjadinya Ketidakmandirian Secara Filosofis, Normatif Dalam Sistem Peradilan Militer Peradilan militer merupakan salah satu sistem peradilan negara yang keberadaannya

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. a. Kesimpulan. 1. Pertanggungjawaban pidana menyangkut pemidanaannya sesuai dengan

BAB III PENUTUP. a. Kesimpulan. 1. Pertanggungjawaban pidana menyangkut pemidanaannya sesuai dengan 93 BAB III PENUTUP a. Kesimpulan 1. Pertanggungjawaban pidana menyangkut pemidanaannya sesuai dengan pemidanaan pada umumnya, bahwa prajurit dapat di pidana jika memenuhi unsur kesalahan. Terhadap kejahatan

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 45A UU NO 5 TH 2004 TERHADAP TERDAKWA SEORANG PRAJURIT TNI. Sugeng Sutrisno *

SUATU TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 45A UU NO 5 TH 2004 TERHADAP TERDAKWA SEORANG PRAJURIT TNI. Sugeng Sutrisno * SUATU TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 45A UU NO 5 TH 2004 TERHADAP TERDAKWA SEORANG PRAJURIT TNI Sugeng Sutrisno * Ketidak puasan dalam menerima putusan adalah hal yang biasa bagi pencari keadilan namun

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM TINJAUAN TERHADAP PENJATUHAN SANKSI BAGI ANGGOTA TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA INSUBORDINASI

JURNAL HUKUM TINJAUAN TERHADAP PENJATUHAN SANKSI BAGI ANGGOTA TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA INSUBORDINASI JURNAL HUKUM TINJAUAN TERHADAP PENJATUHAN SANKSI BAGI ANGGOTA TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA INSUBORDINASI Diajukan oleh: Marchel Imanuel Padang N P M : 110510666 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA Disusun oleh: ADAM PRASTISTO JATI NPM : 07 05 09661

Lebih terperinci

PENERAPAN SANKSI PEMECATAN TERHADAP PRAJURIT TNI AL YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI (Studi Di Wilayah Hukum Pengadilan Militer I-03 Padang)

PENERAPAN SANKSI PEMECATAN TERHADAP PRAJURIT TNI AL YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI (Studi Di Wilayah Hukum Pengadilan Militer I-03 Padang) PENERAPAN SANKSI PEMECATAN TERHADAP PRAJURIT TNI AL YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI (Studi Di Wilayah Hukum Pengadilan Militer I-03 Padang) TESIS Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

PENGADILAN MILITER II-08 J A K A R T A P U T U S A N NOMOR : 257/K/PM II-08/AD/X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer II-08 Jakarta yang bersidang di Jakarta dalam

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 257) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 33 - K/PM I-07/AD/ VI / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 33 - K/PM I-07/AD/ VI / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 B A L I K P A P A N P U T U S A N Nomor : 33 - K/PM I-07/AD/ VI / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan yang bersidang di Balikpapan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 30 - K/PM I-07/AL/ V / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 30 - K/PM I-07/AL/ V / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN P U T U S A N Nomor : 30 - K/PM I-07/AL/ V / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan yang bersidang di Balikpapan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalam Konstitusi Negara Indonesia pada Pasal 27 ayat (1) Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. didalam Konstitusi Negara Indonesia pada Pasal 27 ayat (1) Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut termuat didalam Konstitusi Negara Indonesia pada Pasal 27 ayat (1) Undangundang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa segala

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara harfiah militer berasal dari kata Yunani, dalam bahasa Yunani adalah orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara harfiah militer berasal dari kata Yunani, dalam bahasa Yunani adalah orang 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Militer Secara harfiah militer berasal dari kata Yunani, dalam bahasa Yunani adalah orang yang bersenjata siap untuk bertempur, orang-orang ini terlatih dari tantangan

Lebih terperinci

PENGADILAN MILITER II-08 J A K A R T A P U T U S A N Nomor : 26-K/PM II-08/AD/II/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer II-08 Jakarta yang bersidang di Jakarta dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Pidana Militer 1. Definisi Hukum Pidana Militer Sebelum masuk dalam inti permasalahan, maka perlu kiranya diketahui apa itu hukum Hukum Militer. Hanya sedikit saja orang

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 60 -K/PM I-07/AD/ IX / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 60 -K/PM I-07/AD/ IX / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN P U T U S A N Nomor : 60 -K/PM I-07/AD/ IX / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan yang bersidang di Balikpapan dalam

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) digilib.uns.ac.id KAJIAN PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI DALAM PERADILAN IN ABSENTIA (Studi Kasus Putusan Nomor : 08 K / PM II 11 / AD / I / 2011

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI

PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI 1 PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil II-09 Bandung Putusan Hakim tidaklah mungkin memuaskan semua pihak. Putusan Hakim juga bukan Putusan Tuhan,

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. Rangga Anwari Yastiant ABSTRACT

TINJAUAN TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. Rangga Anwari Yastiant ABSTRACT TINJAUAN TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI Rangga Anwari Yastiant ABSTRACT This research aimed to find out the desertion responsibility by the members of Indonesian

Lebih terperinci

PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP

PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP Oleh Bram Suputra I Gusti Nyoman Agung Bagian Hukum Pidana Fakultas

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK Oleh : Made Agus Indra Diandika I Ketut Sudantra Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is titled

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 10-K/PM.I-07/AD/ I /2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 10-K/PM.I-07/AD/ I /2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I 07 BALIKPAPAN P U T U S A N Nomor : 10-K/PM.I-07/AD/ I /2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan yang bersidang di Balikpapan dalam

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANGGOTA MILITER TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANGGOTA MILITER TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANGGOTA MILITER TNI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DESERSI Haryo Sulistiriyanto Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur e-mail: @yahoo.com ABSTRAK Kajian

Lebih terperinci

JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN

JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN Diajukan oleh : GERRY PUTRA GINTING NPM : 110510741 Program Studi : Ilmu Hukum

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER I. UMUM Tentara Nasional Indonesia merupakan bagian tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, lahir dari

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. Kata kunci: Pertanggungjawaban pidana, Anggota TNI, Desersi.

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. Kata kunci: Pertanggungjawaban pidana, Anggota TNI, Desersi. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI ANGGOTA TNI (TENTARA NASIONAL INDONESIA) YANG MELAKUKAN DESERSI 1 Oleh : Rinaldo F. Waworundeng 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hukum pidana yang tergolong sebagai hukum publik berfungsi untuk melindungi kepentingan orang banyak dan menjaga ketertiban umum dari tindakan tindakan warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat demi kebaikan dan ketentaraman bersama, hukum mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat demi kebaikan dan ketentaraman bersama, hukum mengutamakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diantara tujuan adanya hukum Salah satunya adalah memberikan ketertiban pada masyarakat. Hukum diperlakukan untuk penghidupan di dalam masyarakat demi kebaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PENERAPAN SANKSI PIDANA PERUNDANG-UNDANGAN DI LUAR KODIFIKASI HUKUM PIDANA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK PERTANAHAN

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PENERAPAN SANKSI PIDANA PERUNDANG-UNDANGAN DI LUAR KODIFIKASI HUKUM PIDANA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK PERTANAHAN TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PENERAPAN SANKSI PIDANA PERUNDANG-UNDANGAN DI LUAR KODIFIKASI HUKUM PIDANA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK PERTANAHAN Oleh : I.A. Ratna Apsari Dewi Pembimbing : I Kt. Sandhi Sudarsana

Lebih terperinci

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PELAPOR

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PELAPOR UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PELAPOR Oleh : I Gst. Agung Rio Diputra A. A. Gede Duwira Hadi Santosa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract : The entire community participation

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 35 - K/ PM.I-07 / AD / V / 2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 35 - K/ PM.I-07 / AD / V / 2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN P U T U S A N Nomor : 35 - K/ PM.I-07 / AD / V / 2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan yang bersidang di Balikpapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah makhluk sosial selain sebagai makhluk pribadi/individu, dimana manusia selalu ingin berinteraksi dengan sesama manusia lainnya. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: dalam tahap pembahasannya. Alasan pertama selalu munculnya deadlock

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: dalam tahap pembahasannya. Alasan pertama selalu munculnya deadlock 121 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang diuraikan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Alasan di balik belum direvisinya Undang-Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara yang berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara yang berdasarkan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Hukum, hal ini ditegaskan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945. 1 Negara yang berdasarkan atas hukum berarti segala

Lebih terperinci

2016, No perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

2016, No perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf No.1393, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Hukuman Disiplin. Penjatuhan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENJATUHAN HUKUMAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1246, 2012 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukuman Disiplin. Penjatuhan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENJATUHAN

Lebih terperinci

SKRIPSI UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR SARJANA DALAM ILMU HUKUM PADA UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA

SKRIPSI UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR SARJANA DALAM ILMU HUKUM PADA UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA TANGGUNG JAWAB PIDANA PENJUAL MINUMAN KERAS OPLOSAN YANG BERAKIBAT MENINGGALNYA KORBAN (Studi Kasus Korban Minuman Oplosan Di Tegal Jawa Tengah) SKRIPSI UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH

Lebih terperinci

berat dengan tahapan sebagai berikut :

berat dengan tahapan sebagai berikut : 58 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Prajurit di Lingkungan KOREM 072 Yogyakarta maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penyelesaian

Lebih terperinci

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA 1. PENDAHULUAN Fakta dalam praktek peradilan pidana sering ditemukan pengadilan menjatuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah Bandar Lampung adalah menyelenggarakan pengelolaan keuangan dengan sebaik-baiknya sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membedakan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 43 -K/PM I-07/AD/ V / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 43 -K/PM I-07/AD/ V / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN P U T U S A N Nomor : 43 -K/PM I-07/AD/ V / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan yang bersidang di Balikpapan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 15-K/PM I-07/AD/ I / 2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 15-K/PM I-07/AD/ I / 2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN P U T U S A N Nomor : 15-K/PM I-07/AD/ I / 2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan yang bersidang di Balikpapan dalam

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci