PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGOLAHAN CITRA DIGITAL"

Transkripsi

1 PETUNJUK PRAKTIKUM PENGOLAHAN CITRA DIGITAL (MENGGUNAKAN SOFTWARE ENVI 4.0) Disiapkan Oleh : Muhammad Kamal LABORATORIUM PENGINDERAAN JAUH DASAR JURUSAN KARTOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH FAKULTAS GEOGRAFI UGM YOGYAKARTA 2006

2 MODUL 1 DISPLAY CITRA, PEMBACAAN NILAI PIKSEL, DAN PENYUSUNAN CITRA KOMPOSIT WARNA A. KONVERSI FORMAT DATA Langkah pertama dalam pengolahan citra digital adalah melakukan konversi data sehingga data tersebut dapat dibaca dan dikenali oleh software yang digunakan. Dalam praktikum ini data yang dimaksud adalah data citra pengideraan jauh, yaitu citra Landsat 7 ETM+. Keterangan data sebagai berikut : Citra : Landsat 7 ETM+ Perekaman : Juli 2002 Daerah : Semarang dan sekitarnya Dimensi : 700 x 1000 piksel Saluran : 6 saluran (ETM1, ETM2, ETM3, ETM4, ETM5 dan ETM7) Format : *.lan (ERDAS 7.5) 1. Jalankan program ENVI 4.0, Start > All Programs > RSI ENVI 4.0 > ENVI 2. Klik Menu File > Open External File > IP Software > ERDAS 7.5 (.lan) 3. Pada jendela Enter ERDAS (.lan) Filenames, tentukan file yang akan digunakan (dalam hal ini file smg_raw.lan), klik Open untuk membuka file. Tipe file penyimpanan pada format standar ENVI adalah BSQ, sedangkan pada format *.lan adalah BIL. Sehingga diperlukan proses konversi untuk dapat membaca file tersebut. 4. Muncul jendela Available Bands List, perhatikan jumlah saluran. Ada 6 saluran yang muncul, namun Anda harus jeli, saluran 6 yang terlihat pada jendela tersebut sebenarnya adalah saluran ETM7 (Inframerah Tengah II). Saluran ETM6 tidak disertakan karena berupa saluran Inframerah Termal dengan ukuran piksel yang berbeda. B. MENAMPILKAN CITRA Setelah mengimpor data citra, langkah selanjutnya adalah menampilkan citra di layar komputer untuk mengetahui kondisi liputan citra, baik dari segi sebaran pola obyek secara geografis maupun kualitas citra itu sendiri. Cara display citra digital yang pertama adalah dalam mode Gray Scale atau berdasar tingkat keabuan yang merepresentasikan intensitas pantulan spektral obyek pada saluran tertentu (single band). 1. Pada jendela Available Bands List, klik radio button Gray Scale 2. Pilih salah satu saluran yang akan ditampilkan 3. Klik Load Band, sehingga muncul 3 jendela display citra, dimana : Jendela Scroll : display keseluruhan citra sekaligus navigator, Jendela Image : perbesaran dari jendela Scroll, sekaligus memuat beberapa menu informasi citra dan pengolahan sederhana, dan Jendela Zoom : perbesaran dari jendela Image, dimana kenampakan per-piksel dapat dengan mudah diamati. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 1

3 4. Amati seluruh citra, geserlah box merah baik pada jendela Scroll maupun Image. Pada jendela Zoom, Anda bisa melakukan zoom-in atau zoom-out dengan klik tanda + atau di sebelah kiri bawah kotak jendela Zoom. Angka perbesaran akan muncul di bar jendela Zoom. 5. Tampilkan juga saluran yang lain dan amati perbedaannya. 6. Jika Anda ingin menampilkan saluran lain pada jendela display citra yang sama, klik saluran yang diinginkan kemudian klik Load Band. 7. Jika Anda ingin menampilkan saluran yang lain pada jendela display citra baru, klik button Display #... (di sebelah kanan button Load Band) > New Display, sehingga muncul jendela display baru yang kosong. 8. Pilih saluran yang diinginkan, klik Load Band. Perhatikan posisi display aktif pada Display #2. Demikian seterusnya sehingga Anda dapat menampilkan banyak jendela display citra. C. LINK DISPLAY Salah satu kelebihan software ENVI adalah adanya fungsi linkage antar saluran citra (bahkan antar citra). Basis hubungan berdasarkan posisi piksel atau koordinat geografis. 1. Tampilkan 2 jendela display citra dengan saluran yang berbeda, atur sehingga Anda nyaman. 2. Pada salah satu jendela Image, klik menu Tools > Link > Link Displays. 3. Pada jendela Link Displays, tentukan Display #1 Yes, Display #2 Yes, Link Size/Position pilih salah satu, Dynamic Overlay on, Transparency 0, klik OK. 4. Perhatikan kenampakan display citra akan sama antara kedua jendela display. 5. Klik kiri mouse dan tahan pada citra di jendela Image untuk mengetahui perbedaan respon spektral obyek terhadap saluran yang berbeda. Lepas klik untuk kembali ke semula. 6. Lakukan untuk semua variasi saluran. Anda bisa menambahkan jendela menjadi 3 atau 4 sesuai kebutuhan. 7. Jika display citra lebih dari 2, pada jendela Link Displays Anda bisa mengatur Display # yang akan diaktifkan. 8. Untuk menghilangkan Link, pada jendela Image klik menu Tools > Link > Unlink Display. D. PEMBACAAN NILAI PIKSEL 1. Perhatikan perbedaan respon spektral pada obyek air, lahan terbuka, vegetasi kerapatan tinggi, dan vegetasi kerapatan rendah. 2. Pilih titik-titik pengamatan yang ekstrim (misalnya laut atau danau untuk obyek air, daerah pegunungan untuk vegetasi kerapatan tinggi, dsb) dan posisinya tetap untuk setiap saluran (gunakan koordinat posisi piksel sebagai panduan pengamatan nilai piksel tiap saluran). 3. Untuk membaca posisi dan nilai piksel, klik menu Tools > Cursor Location/ Value. 4. Pada jendela Cursor Location/ Value muncul angka posisi dan nilai piksel yang mengikuti kemanapun cursor Anda arahkan pada citra. Jika kedua jendela masih dalam kondisi Link, maka nilai piksel kedua saluran akan muncul seperti gambar di bawah ini. Posisi piksel Nilai Piksel Saluran #1 Nilai Piksel Saluran #2 Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 2

4 5. Amati minimal 9 piksel untuk setiap obyek per-saluran. Catat koordinat, nilai piksel, dan rerata nilai piksel untuk satu obyek pada saluran tertentu dianggap mewakili nilai pantulan spektral obyek tersebut pada saluran yang digunakan. 6. Buat tabel catatan nilai piksel untuk obyek-obyek di atas pada semua saluran, sehingga Anda memiliki nilai piksel pantulan spektral obyek yang diukur pada semua saluran. Tabel pembacaan nilai piksel Saluran NPair rnpair NPltbk rnpltbk NPvkt rnpvkt NPvkr rnpvkr 1 2,1,2,3,1,2,2,3, Koordinat pusat x y x y x y x y TUGAS : Plot nilai piksel rerata dari tabel di atas pada diagram pencar. Dimana sumbu x adalah panjang gelombang saluran dan y adalah nilai piksel. Beri notasi yang berbeda (atau warna yang berbeda) untuk obyek yang berbeda. Amati pola pantulan yang terjadi, bandingkan dengan kurva pantulan spektral. Apa yang dapat Anda simpulkan dari diagram pencar tersebut? E. PENYUSUNAN CITRA KOMPOSIT WARNA Penyusunan citra komposit warna adalah cara yang paling umum untuk menonjolkan masing-masing keunggulan saluran secara serentak dalam suatu display, sehingga memudahkan pengguna dalam interpretasi citra secara visual. Citra ini merupakan paduan dari 3 saluran, dengan masing-masing saluran diberi warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (RGB). Warna yang terjadi adalah kombinasi dari tingkat kecerahan pada suatu obyek di setiap saluran. Citra komposit standar merupakan paduan tiga saluran dengan rujukan foto udara inframerah dekat. Pada umumnya saluran ETM4 (inframerah dekat) diberi warna merah, saluran ETM3 (merah) diberi warna hijau, dan saluran ETM2 (hijau) diberi warna biru. Citra seperti ini disebut juga dengan citra warna semu standar (standard false color composite). Sangat dimungkinkan untuk membuat komposit citra dari kombinasi yang berlainan sesuai tujuan, citra seperti ini disebut komposit warna semu tidak standar. 1. Pada jendela Available Bands List, pilih radio button RGB, jendela Selected Band berubah menjadi 3 saluran dengan urutan pewarnaan RGB. 2. Untuk pertama kali, buatlah komposit warna semu standar. Masukkan saluran input komposit, perhatikan radio button warna (RGB) yang aktif, dan klik saluran untuk input. Jika ketiga saluran sudah Anda masukkan, cek sekali lagi agar tidak terjadi kesalahan. 3. Klik Load RGB untuk menampilkan citra komposit pada jendela display image. 4. Amati kenampakan yang terjadi pada citra komposit, catat warna yang terjadi pada ke-empat obyek yang sebelumnya Anda teliti. Lihat posisi koordinatnya pada tabel. 5. Amati juga nilai piksel pada ketiga saluran yang membentuk warna tersebut, gunakan prosedur point D3. Karena komposit, maka nilai piksel yang muncul adalah Nilai piksel 3 saluran ketiga saluran penyusun komposit. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 3

5 6. Buat jendela display image baru, buat komposit R: ETM3, G: ETM2, dan B: ETM1, amati warna yang terbentuk. 7. Link-kan dengan komposit 432, amati dan catat warna juga nilai piksel ke-empat obyek yang sama pada citra komposit Cobalah untuk membuat komposisi saluran yang lain (452, 457, 352, dsb). Pilih salah satu yang Anda anggap menyajikan obyek secara visual terbaik. Amati dan catat juga nilai piksel untuk ke-empat obyek di atas. TUGAS (sertakan dalam laporan) : 1. Apa yang disebut dengan komposit warna asli (true color composite), dan bagaimana cara memperolehnya? Apa bedanya dengan komposit warna semu (false color composite)? 2. Berdasarkan catatan nilai piksel Anda untuk tiap obyek pada 3 komposit yang berbeda. Jelaskan mengapa warna vegetasi kerapatan tinggi pada citra komposit 432 berwarna merah pekat, sedangkan pada citra komposit 321 berwarna hijau kehitaman? Jelaskan pula untuk warna yang terbentuk pada citra komposit non-standar yang Anda pilih. 3. Perbandingkan ketiga citra komposit, buat tabel tingkat kemudahan pengenalan ke-empat obyek dari sangat mudah, mudah, agak sulit, sulit, dan sulit sekali. Buatlah kesimpulan. 4. Bagaimana prinsip membuat citra komposit yang lebih menonjolkan obyek tanah? F. PENGAMATAN POLA SPEKTRAL DENGAN SCATTER PLOT Scatter plot atau diagram pencar menggambarkan hubungan pantulan spektral antara 2 saluran. Bentuk hubungan digambarkan dalam pola pengelompokan nilai piksel. Diagram pencar ini sangat bermanfaat untuk pengenalan obyek terkait dengan besar pantulan spektralnya. PENGAMBILAN SAMPEL OBYEK Sebelum menampilkan scatter plot, ambil sampel beberapa obyek di atas agar dapat diketahui pola pengelompokan piksel pada scatter plot, caranya sebagai berikut : 1. Tampilkan salah satu saluran citra. 2. Pada menu jendela image display klik Overlay > Region of Interest. 3. Pada jendela #1 ROI Tool, pilih radio button Window Zoom. Klik ROI_Type > Polygon. Klik Region #1 (Red) 0 points, kemudian klik Edit. Ubah nama dan warna (jika perlu), misalnya tubuh air (biru). Klik OK jika sudah. 4. Arahkan cursor ke jendela Scroll atau image, arahkan box ke obyek air yang sebelumnya diamati, pastikan posisinya tepat. 5. Arahkan cursor ke jendela Zoom, perbesar hingga Anda bisa melihat jelas per piksel. Tentukan kelompok piksel yang cenderung homogen untuk obyek air. Ambil sampelnya dengan membuat poligon, klik kanan untuk menutup poligon, dan klik kanan sekali lagi untuk memunculkan warna. 6. Lakukan prosedur serupa untuk obyek yang lain. Simpan ROI, klik File > Save ROIs, klik Select All Items, masukkan direktori penyimpanan dan nama file ROI. MENAMPILKAN SCATTER PLOT 1. Pada jendela Image, klik File > Preferences, Set Image Window Xsize = 700 dan Ysize = 1000, klik OK. Ini dimaksudkan untuk menampilkan keseluruhan potongan citra pada diagram pencar. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 4

6 2. Pada menu Image klik Tools > 2-D Scatter Plots, tentukan saluran untuk sumbu x dan y, klik OK. Muncul diagram pencar, kemudian atur sehingga jendela diagram pencar berada di luar jendela Image. 3. Pada jendela Scatter Plot klik File > Import ROIs, klik Select All Items, OK. Warna obyek akan muncul baik di citra maupun di diagram pencar. Amati kecenderungan pengelompokan obyek pada diagram pencar. 4. Cobalah untuk variasi sumbu x dan y yang lain, pada jendela scatter plot klik Options > Change Bands, tentukan saluran yang dibutuhkan. Amati juga pola spektral untuk obyek-obyek di atas. 5. Untuk lebih memperjelas dimana obyek pada scatter plot, klik kiri pada citra dan gerakkan, maka pada scatter plot akan mengikuti gerakan cursor Anda dimana spektral obyek berada. 6. Simpan salah satu diagram pencar dengan pola pengelompokan obyek, beri notasi untuk pengelompokan spektralnya. Analisis pengelompokan obyek yang terjadi dan sertakan dalam laporan. Vegetasi rapat Tanah kosong Vegetasi jarang Tubuh air Gambar pola pengelompokan spektral obyek air, tanah kosong, vegetasi rapat, dan vegetasi jarang pada saluran 3 vs 4. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 5

7 MODUL 2 KOREKSI RADIOMETRIK DAN GEOMETRIK A. KOREKSI RADIOMETRIK Nilai piksel merupakan hasil bit-coding informasi spektral dari obyek di permukaan bumi. Informasi spektral ini mencapai detektor pada sensor dalam bentuk radiansi spektral (spectral radiance) dengan satuan miliwatt cm -2 sr -1 µm -1. Secara teoritik, pada suatu sistem penginderaan jauh ideal, nilai pantulan spektral obyek di permukaan bumi sama dengan nilai radiansi spektral yang terekam di detektor. Namun pada spektrum tampak dan perluasannya (0,36 sekitar 0,9 µm), informasi spektral obyek di permukaan bumi biasanya mengalami bias, karena ada hamburan dari obyek lain di atmosfer, khususnya partikel debu, uap air, dan gas triatomik lainnya. Dengan adanya bias tersebut maka diperlukan koreksi untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya. Rumus umum koreksi nilai piksel pada setiap scene adalah dengan mengurangi setiap nilai pada citra yang akan dikoreksi dengan nilai bias : BVtekoreksi = BVasli - bias Pencarian nilai bias dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain; penyesuaian histogram (histogram adjustment), penyesuaian regresi, kalibrasi bayangan (shadow callibration), dan metode diagram pencar (metode Bronsveld) (Projo Danoedoro, 1996). Metode koreksi radiometrik yang digunakan dalam praktikum ini adalah penyesuaian histogram. Metode ini dipilih karena relatif sederhana, waktu pemrosesan singkat, dan tidak melibatkan perhitungan matematis yang rumit. Metode ini dilandasi oleh asumsi bahwa dalam proses koding digital oleh sensor, obyek yang memberikan respon spektral paling lemah atau tidak memberikan respon sama sekali seharusnya bernilai 0. Apabila nilai minimal > 0, maka nilai tersebut dihitung sebagai offset, dan koreksi dapat dilakukan dengan mengurangi keseluruhan nilai dengan offset. Namun demikian dalam kenyataan belum tentu nilai minimum piksel adalah 0 pada setiap saluran, sehingga penggunaan metode ini juga harus hati-hati. Untuk alasan praktis praktikum, metode ini digunakan, namun sekali lagi bukan satu-satunya metode koreksi radiometrik. PEMBACAAN NILAI MINIMUM DAN MAKSIMUM SALURAN 1. Buka citra yang akan dikoreksi radiometrik-nya. 2. Hitung statistik citra, pada bar menu klik Basic Tools > Statistics > Compute Statistics, muncul jendela Calculate Statistics Input File. 3. Pilih file citra yang akan dihitung statistiknya, dengan kondisi sebagai berikut : Stats Subset : Full Scene Spectral Subset : 6/6 Bands 4. Klik OK, sehingga muncul jendela Calculate Statistics Parameters. 5. Aktifkan tanda chek Text Report, Min/Max/Mean Plot, Calculate Histogram Statistic, Histogram Plots, dan Histogram plots per window = Masukkan nama dan direktori file statistik output. Tentukan pada folder Anda, beri nama radiometrik.sta. 7. Aktifkan juga Report untuk Screen dan File, tentukan direktori save-in dan beri nama smg_minmax.txt. 8. Klik OK, muncul text report statistik citra, histogram citra persaluran, dan grafik min-max nilai piksel. 9. Catat nilai minimum dan maksimum tiap saluran (sebenarnya Anda sudah punya file dalam bentuk txt (smg_minmax.txt)). Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 6

8 10. Tentukan saluran yang akan Anda koreksi, cari histogramnya. Untuk mengetahui saluran histogram klik kanan pada plot histogram > Plot Key. 11. Simpan gambar histogram saluran yang akan dikoreksi. Pada jendela histogram klik File > Save Plot As > Image File. Output File Type: JPEG dan tentukan nama serta direktori save-in, klik OK. (Histogram ini digunakan untuk memperbandingkan dengan histogram setelah koreksi). PROSES KOREKSI RADIOMETRIK 1. Pada bar menu klik Basic Tools > Band Math, sehingga muncul jendela Band Math. 2. Pada text box Enter an expression ketikkan bx bias (misalnya b1 62, dimana b1 adalah band input), kemudian klik Add to List, klik OK. 3. Masukkan saluran yang dimaksud, save output sebagai file, tentukan direktori dan beri nama smg_rx (r adalah radiometrik dan x adalah saluran). 4. Lakukan untuk saluran yang lain. Meskipun nilai minimum 0 lakukan juga Band Math dengan bias 0, sehingga akan terbentuk file saluran secara terpisah. 5. Tampilkan citra salah satu saluran sebelum dikoreksi dan tampilkan juga citra saluran tersebut setelah dikoreksi radiometrik-nya. 6. Link-kan keduanya, amati perbedaan kecerahan antara keduanya. Catat perubahannya. 7. Cek nilai pikselnya. Apakah nilai piksel citra terkoreksi sesuai dengan pengurangan bias? 8. Tampillkan statistik citra terkoreksi beserta histogramnya, catat perubahannya, simpan juga histogramnya. Perbandingkan dengan histogram sebelum koreksi, beri komentar dan sertakan dalam laporan. B. KOREKSI GEOMETRIK Koreksi geometrik (sering disebut rektifikasi) pada citra dimaksudkan untuk mengembalikan posisi piksel sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan posisi sebenarnya di permukaan bumi. Menurut Jensen (1996), ada dua proses dasar dalam rektifikasi geometri, yaitu interpolasi spasial dan interpolasi intensitas. Interpolasi spasial adalah penentuan hubungan geometrik antara lokasi piksel pada citra masukan dan peta. Pada proses ini dibutuhkan beberapa titik kontrol medan (Ground Control Point/ GCP) yang dapat diidentifikasi pada citra dan peta. Apabila persamaan transformasi koordinat diterapkan pada titik-titik kontrol maka diperoleh residual x dan residual y. Residual adalah penyimpangan posisi titik yang bersangkutan terhadap posisi yang diperoleh melalui transformasi koordinat yang kemudian dinyatakan sebagai nilai Residual Means Square Error atau RMS(error). Tingkat keberhasilan dalam tahap ini biasanya ditentukan dengan besarnya nilai ambang RMS(error) total, atau yang dikenal dengan istilah sigma. Menurut ketelitian baku peta nasional Amerika Serikat (US National Map Standard), nilai sigma citra harus lebih kecil daripada setengah resolusi spasial citra yang bersangkutan (Eastman, 1997, dalam Like Indrawati, 2001), sehingga rata-rata pergeseran posisi yang dapat diterima dari hasil koreksi ini nantinya adalah 0,5 x ukuran piksel. Dalam melakukan transformasi koordinat, terdapat beberapa macam transfromasi polinomial yang satu dengan yang lain memberikan ketelitian yang berbeda-beda (Jensen, 1996) yaitu : Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 7

9 - Transformasi affine, yaitu memerlukan minimal 4 titik kontrol untuk mengubah posisi geometrik citra sama dengan posisi geometerik referensi (peta). Transformasi ini lebih sesuai untuk daerah yang bertopografi relatif datar atau landai. - Transformasi orde dua, yang dapat dijalankan minimal dengan 6 titik kontrol (atau 12 parameter), dengan ketelitian yang pada umumnya lebih akurat dibandingkan dengan transformasi affine. - Transformasi orde tiga, yang dapat dijalankan minimal dengan 10 titik kontrol (20 parameter), dan lebih tepat untuk daerah dengan variasi topografi yang besar. Ilustrasi proses resampling nilai piksel dari citra asli (X,Y ) ke citra terkoreksi (X,Y) (Jensen, 1996). Interpolasi intensitas dilakukan dengan proses resampling. Resampling merupakan proses penentuan kembali nilai piksel sehubungan dengan koordinat baru setelah interpolasi spasial (ilustrasi di atas). Secara umum terdapat tiga macam teknik untuk resampling, yaitu : - Interpolasi nearest neighbor, dimana nilai baru untuk piksel dengan posisi baru diambil dari nilai piksel lama pada posisi lama yang terdekat. - Interpolasi bilinear, dimana nilai piksel baru pada posisi baru dihitung dengan mempertimbangkan 4 nilai piksel lama pada posisi lama yang terdekat. - Interpolasi cubic-convolution, yang memperhitungkan 16 nilai piksel lama pada posisi lama terdekat. PENENTUAN GROUND CONTROL POINTS 1. Buka citra yang sudah dikoreksi radiometrik. Sebaiknya komposit. 2. Pada bar menu, klik Map > Registration > Select GCPs : Image to Map 3. Pada jendela Image to Map Registration tentukan parameter sistem koordinat UTM, datum WGS 84, unit meter, zona 49 S, klik OK. 4. Perhatikan kenampakan obyek pada citra dan peta. Analisis daerah liputan citra, dan tentukan berapa banyak GCP yang akan Anda gunakan, serta di mana saja. Diskusikan dengan asisten jika perlu. 5. Pada jendela GCP Selection, masukkan koordinat peta suatu titik pada box yang kosong, perhatikan easting dan northing-nya. 6. Untuk memasukkan koordinat tersebut sebagai GCP, arahkan cross hair cursor pada citra ke posisi titik yang sama dengan peta (gunakan zoom agar lebih teliti), jika sudah yakin klik Add Point, sehingga Anda memperoleh GCP nomor 1. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 8

10 7. Lanjutkan untuk GCP yang lain. Jika Anda sudah memiliki minimal 4 GCP maka nilai RMS akan muncul. 8. Untuk menampilkan list titik-titik GCP Anda, klik Show List, untuk mengurangi besarnya RMS, pada list ini Anda bisa menonaktifkan GCP yang bermasalah, dan/atau melakukan editing. 9. Jika jumlah GCP telah sesuai dengan rencana dan RMS kecil, simpan GCP Anda. Pada jendela GCP Selection, klik File > Save GCPs w/ map coords. Tentukan direktori dan beri nama. PROSES REKTIFIKASI 1. Pada jendela GCP Selection, klik Option > Warp File, tentukan file yang akan direktifikasi, klik OK. 2. Pada jendela Registration Parameters, tentukan parameter interpolasi spasial, interpolasi intensitas, background (0=hitam, 255=putih), dan file output. Tentukan direktori dan beri nama smg_rgx (rg = radiometrik dan geometrik, x = saluran citra). OK untuk eksekusi. 3. Pada jendela Available Bands List muncul file hasil rektifikasi dengan tambahan header citra berupa Map Info yang menyimpan informasi seputar sistem proyeksi dan koordinat citra. 4. Tampilkan citra hasil rektifikasi pada jendela image yang baru, amati perubahannya. Cek koordinatnya dengan Cursor Location/Value. 5. Untuk melakukan rektifikasi terhadap saluran yang lain pada bar menu utama klik Map > Registration > Warp from GCPs : Image to Map 6. Panggil file GCP Anda. Cek parameter Image to Map Registration. Tentukan file saluran lain yang akan di rektifikasi. 7. Tentukan Registration Parameters dan output file, klik OK untuk eksekusi. Lakukan hingga semua saluran ter-rektifikasi. TUGAS (sertakan dalam laporan) : 1. Sumber kesalahan pada citra dapat dibagi menjadi kesalahan sistematik dan non-sistematik. Apa yang dimaksud dengan kesalahan sistematik dan non-sistematik? Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? 2. Proses resampling nilai piksel dapat menggunakan teknik nearest neighbor, bilinear, dan cubic-convolution. Jika Anda akan menggunakan citra hasil koreksi geometrik untuk analisis berbasis nilai spektral (misalnya klasifikasi multispektral), maka teknik mana yang akan Anda gunakan untuk resampling? Jelaskan mengapa Anda pilih teknik tersebut! Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 9

11 MODUL 3 PENAJAMAN CITRA DAN PEMFILTERAN SPASIAL A. PENAJAMAN CITRA Penajaman citra (image enhancement) meliputi semua operasi yang menghasilkan citra baru dengan kenampakan visual dan karakteristik spektral yang berbeda dengan citra asli. Tujuannya adalah untuk memperoleh kesan kontras citra yang lebih tinggi, dan semata-mata hanya untuk analisis visual. Hal ini dapat dilakukan dengan mentransformasikan seluruh nilai kecerahan citra. Sehingga sangat tidak direkomendasikan untuk menggunakan citra hasil transformasi ini untuk analisis lebih lanjut yang berbasis nilai piksel. Ada 2 algoritma utama untuk penajaman kontras, yaitu perentangan kontras (contrast stretching) dan ekualisasi histogram (histogram equalization). PERENTANGAN KONTRAS Ada tiga cara yang dapat digunakan dalam perentangan kontras, sesuai dengan range nilai piksel suatu citra (Projo Danoedoro, 1996): Perkalian nilai piksel, misalnya suatu citra memiliki range nilai piksel 0 25, bila dikalikan faktor pengali 3, maka range akan berubah menjadi Perubahan lebar julat nilai piksel menjadikan citra lebih tajam kontrasnya. Pengkondisian, misalnya suatu citra dengan range 0 25 akan direntang menjadi Transformasinya sebgai berikut : BVoutput = BV BV input maks - BV - BV min min * 255 Pemampatan kontras, citra dengan range nilai piksel lebar dimampatkan sehingga range-nya sempit. 1. Cek range nilai piksel citra, cara yang akan digunakan adalah perentangan linier dengan pemotongan ekor histogram. 2. Tampilkan salah satu saluran citra. 3. Pada jendela display image, klik Enhance, muncul sub-menu tipe stretching default yang dapat langsung Anda pilih. Untuk pemakaian advance pilih Interactive Stretching sehingga muncul jendela histogram saluran. 4. Pada jendela histogram pilih menu Histogram_Source > Band, dan Stretch_Type > Linear. 5. Pada box Stretch Anda dapat memasukkan nilai piksel pemotongan cut-off dan saturation atau persentase kumulatif-nya, kemudian tekan Enter sehingga Stretch Bar bergeser sesuai angka yang dimasukkan. Bisa juga nilai tersebut Anda peroleh dengan menggeser Stretch Bar sesuai dengan kebutuhan. Perhatikan perubahan pada output histogram. 6. Klik Apply untuk mengeksekusi perentangan kontras. 7. Buat jendela display baru, tampilkan citra dengan saluran yang sama. Link-kan dengan citra hasil stretching, dan amati perubahannya. 8. Anda juga dapat melakukan prosedur di atas untuk citra komposit warna. Bedanya proses dilakukan per-warna R G B dengan menekan radio button-nya. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 10

12 EQUALISASI HISTOGRAM 1. Tampilkan saluran yang sama seperti di atas. 2. Langkahnya sama seperti pada perentangan kontras, namun pada jendela histogram pilih menu Histogram_Source > Band, dan Stretch_Type > Equalization. 3. Tentukan cut-off dan saturation, klik Apply untuk eksekusi. 4. Bandingkan dengan citra hasil penajaman antara linear contrast stretching dengan histogram equalization. 5. Anda dapat eksplorasi untuk tipe perentangan kontras yang lain, seperti Piecewise Linear, Gaussian, atau Square Root. Bandingkan hasilnya. B. PEMFILTERAN SPASIAL Pemfilteran spasial adalah suatu cara untuk ekstraksi bagian data tertentu dari suatu himpunan data, dengan menghilangkan bagian data yang tidak diinginkan. Atau secara sederhana merupakan cara untuk menyaring informasi sehingga menghasilkan informasi yang selektif yang tidak dapat dilihat pada kondisi biasa. Operasi ini diterapkan dengan menggunakan algoritma moving window dan mempertimbangkan nilai piksel tetangga (sering disebut local operation), sehingga hasilnya berupa citra baru dengan variasi nilai spektral yang berbeda dari citra asli. Ada banyak jenis filter digital, tetapi dalam konteks penajaman kontras citra ada 2 macam filter utama, yaitu filter high-pass dan filter low-pass. Filter high-pass menghasilkan citra dengan variasi nilai kecerahan yang besar, sedangkan filter low-pass berfungsi sebaliknya. 1. Tampilkan salah satu saluran citra. 2. Ada 2 cara untuk melakukan operasi filter, yaitu menggunakan menu jendela display atau dari menu utama. 3. Pertama, dari jendela display klik Enhance > Filter, pilih filter sharpen, smooth, atau median. Secara otomatis citra akan terfilter. Bandingkan dengan citra asli tanpa filter. 4. Kedua, pada menu utama, klik Filter > Convolutions and Morphology. 5. Pada jendela Convolutions and Morphology Tool, klik Convolutions > pilih tipe filter. Tentukan jumlah kernel dan perhatikan nilai pada kernel. 6. Klik Quick Apply untuk eksekusi sekaligus menampilkan citra hasil. TUGAS : Cobalah dengan jenis filter yang lain, catat filter yang digunakan dan perubahan yang terjadi. Analisis fungsi dari penggunaan jenis filter tersebut. 7. Untuk membuat filter sesuai dengan kebutuhan, klik Convolutions > User Defined, gunakan ukuran kernel 3x3, masukkan nilai kernel sebagai berikut : Quick Apply, dan amati yang terjadi pada citra. Analisis hubungan antara angka-angka pada kernel dengan citra hasil pemfilterannya. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 11

13 MODUL 4 TRANSFORMASI CITRA A. FUSI CITRA Fusi citra merupakan proses penggabungan beberapa citra ke dalam suatu komposit citra. Biasanya proses ini dilakukan untuk mempertinggi/mempertajam resolusi spasial citra multispektral menggunakan citra pankromatik yang memiliki resolusi spasial lebih tinggi. Untuk dapat melakukan proses ini, data harus georeferenced, atau jika tidak georeferenced maka data harus meliput daerah yang sama, dengan ukuran piksel yang sama, ukuran citra yang sama, dan orientasi yang sama pula. Alur proses ini dapat digambarkan sebagai berikut : Landsat ETM Band 4 Landsat ETM Band 3 Landsat ETM Band 2 Resampling & Contrast Stretch Red Green Blue RGB to HSI Hue Saturation Intensity HSI to RGB Red Green Blue Color Composite Landsat ETM Pankromatik Contrast Stretch Intensity Ilustrasi proses fusi citra Landsat multispektral dengan Landsat pankromatik membentuk citra komposit dengan resolusi spasial 15 meter (Janssen (ed), 2000). 1. Buka file smg_raw.lan (citra multispektral, 30m) dan smgp_raw (citra pankromatik, 15m), keduanya belum georeferenced. 2. Ubah ukuran piksel multispektral menjadi ukuran pankromatik. Klik Basic Tools > Resize Data (Spatial/Spectral), pilih file multispektral, OK. 3. Muncul jendela Resize Data Parameters, pada Output File Dimensions ganti xfac = 2, dan yfac = 2. Angka tersebut merupakan faktor perbesaran dari dimensi 700 x 1000 ke 1400 x 2000, mengapa dimensi diubah? 4. Tentukan metode resampling dan simpan file output. File otomatis berada pada jendela Available Bands List. 5. Ubah suatu komposit RGB ke HSV Pada menu utama klik Transform > Color Transforms > RGB to HSV. Buat komposit sesuai keinginan Anda dari citra yang telah di-resize. Klik OK. 6. Simpan file hasil transformasi atau biarkan hanya sebagai memory. OK. 7. Stretch data pankromatik untuk menggantikan posisi intensity value citra komposit Klik Basic Tools > Stretch Data, masukkan data pankromatik, OK. 8. Pada jendela Data Stretching, masukkan pada box Output Data Range min = 0 dan max = 1.0. Simpan hasil stretch sebagai file atau memory, OK. 9. Penggantian Intensity value dengan data pankromatik Klik Transform > Color Transforms > HSV to RGB, masukkan pada box H dan S citra komposit Hue dan Sat berturut-turut dari citra HSV sebelumnya, dan pada box V masukkan citra pankromatik yang sudah di-stretch. Jika sudah klik OK, simpan file atau sebagai memory. Otomatis citra komposit yang baru akan muncul pada jendela Available Bands List. 10. Klik Load RGB untuk menampilkan citra hasil fusi. 11. Buka jendela display baru, tampilkan komposit yang sama dari file smg_raw.lan. Bandingkan kenampakannya. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 12

14 Sebenarnya ENVI sudah memiliki fasilitas untuk melakukan fusi ini secara cepat, namun syaratnya data harus georeferenced. Langkahnya sebagai berikut : 1. Buka citra yang telah terkoreksi geometrik, dan juga file smgp. 2. Pada menu utama klik Transform > Image Sharpening > HSV. 3. Masukkan input RGB sesuai kebutuhan, OK. 4. Masukkan file citra resolusi tinggi. OK. 5. Pilih metode resampling dan simpan output sebagai file atau memory, OK. Load RGB. 6. Anda juga bisa mencoba fusi dengan metode normalisasi warna Brovey. Buat jendela display baru, tampilkan komposit yang sama dengan tampilan di atas. 7. Klik Transform > Image Sharpening > Color Normalized (Brovey). Perbandingan resolusi citra asli (kiri) dengan citra hasil fusi (kanan) pada zoom yang sama 8. Masukkan jendela input (Display #2), masukkan citra resolusi tinggi, OK. Pilih metode resampling dan simpan output sebagai file atau memory. OK. 9. Load RGB, dan bandingkan dengan hasil fusi HSV. B. PENISBAHAN SALURAN Penisbahan saluran (Band Ratios) digunakan untuk menonjolkan perbedaan spektral antar saluran dan mengurangi efek topografi. Pembagian satu saluran spektral dengan yang lain menghasilkan citra yang memberikan intensitas relatif saluran. Citra tersebut memperjelas perbedaan spektral antar saluran, juga menonjolkan aspek informasi tertentu yang tidak muncul pada citra biasa. Untuk menonjolkan beberapa aspek hasil penisbahan saluran secara simultan, maka bisa disusun suatu citra komposit yang lebih dikenal dengan Color-Ratio-Composite (CRC). Pada praktikum ini Anda akan mencoba membuat penisbahan saluran pada citra Landsat 7 ETM sebagai berikut : Band-ratio 5/7 untuk menonjolkan tanah lempung, karbonat, dan vegetasi Band-ratio 3/1 untuk menonjolkan oksida besi Band-ratio 2/4 atau 3/4 untuk menonjolkan vegetasi, dan Band-ratio 5/4 juga untuk menonjolkan vegetasi. 1. Panggil file citra yang sudah terkoreksi baik radiometrik maupun geometrik. 2. Pada menu utama klik Transform > Band Ratios, masukkan saluran sebagai pembilang (numerator) dan penyebut (denominator). 3. Klik Enter Pair, dan OK. Simpan citra sebagai file atau memory. Tampilkan citra hasil. 4. Lakukan untuk semua band-ratio di atas. 5. Kemudian buatlah komposit warna citra penisbahan (CRC) 5/7, 3/1, 2/4 (RGB), tampilkan dan pertajam dengan equalisasi histogram default pada jendela display image. 6. Perhatikan kenampakan di citra komposit, tanah lempung atau karbonat berwarna magenta, oksida besi berwarna hijau, dan vegetasi berwarna merah. Anda dapat mengembangkan sendiri komposisi warnanya untuk menonjolkan aspek yang lain. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 13

15 C. TRANSFORMASI INDEKS VEGETASI Beberapa algoritma dikembangkan untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi dari citra. Secara praktis indeks vegetasi merupakan suatu transformasi matematis yang melibatkan beberapa saluran sekaligus, dan menghasilkan citra baru yang lebih menonjolkan fenomena dan distribusi vegetasi. Salah satu transformasi yang populer dalam studi vegetasi adalah Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), yang merupakan kombinasi antara teknik penisbahan dengan penjumlahan dan pengurangan saluran citra. Nilai NDVI mengindikasikan jumlah vegetasi hijau yang terdapat pada suatu piksel. Semakin tinggi nilai NDVI menandakan vegetasi hijau semakin banyak/rapat. NDVI dihitung menggunakan algoritma : NIR - Red NDVI = NIR + Red Hasil perhitungan algoritma ini berkisar antara -1 hingga +1. PROSES TRANSFORMASI NDVI 1. Buka file citra yang telah terkoreksi baik radiometrik maupun geometrik, dalam hal ini file smg. 2. Pada menu utama klik Transform > NDVI (Vegetation Index), pilih file di atas. 3. Tentukan saluran inframerah dekat dan saluran merah, simpan file atau sebagai memory. OK. 4. Tampilkan citra, dan cek nilai pikselnya dengan cursor location/value. PEMILAHAN KECERAHAN CITRA NDVI 1. Pada jendela display image klik Overlay > Density Slice. Masukkan citra NDVI. 2. Buat 5 level tingkat kecerahan. Pada jendela density slice, klik Option > Set Number of Defaults Ranges, masukkan angka 5, OK. 3. Pada jendela density slice, klik Option > Apply Default Ranges. 4. Edit Range untuk mengedit range dan warna jika perlu. Jika sudah klik Apply, citra dengan 5 level kerapatan vegetasi terbentuk. Simpan citra terklasifikasi. Anda bisa mencoba transformasi vegetasi lain, seperti RVI, TVI, DVI, PVI, VIF, dsb. Gunakan Band Ratios atau Band Math. D. TRANSFORMASI KAUTH-THOMAS (TASSELED CAP) Transformasi tasseled cap (yang dikembangkan oleh Kauth dan Thomas, 1976) adalah transformasi linear dari data Landsat MSS yang memproyeksikan informasi tanah dan vegetasi ke dalam satu bidang tunggal dalam ruang data multispektral. Transformasi orthogonal diberlakukan pada data asli sehingga terbentuk ruang 4 dimensi baru yang terdiri dari the soil brightness index (SBI), the green vegetation index (GVI), the yellow stuff index (YVI), dan non-such index (NSI) yang berkaitan dengan efek atmosfer. Crist dan Cicone (1984) meneliti penggunaan transformasi tersebut untuk data Landsat TM, dan diperoleh 3 sumbu baru yaitu : Sumbu TM1 TM2 TM3 TM4 TM5 TM7 Brightness 0, , , , , ,25252 Greenness -0, , , , , ,11749 Wetness 0, , , , , ,45732 Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 14

16 Untuk data Landsat TM, tasseled cap vegetation index terdiri dari: Brightness, Greenness, dan Third. Brightness (sumbu kecerahan) dan Greenness (sumbu kehijauan) ekuivalen dengan SBI dan GVI Landsat MSS, dan sumbu ketiga berhubungan dengan obyek tanah, termasuk status kelembaban tanah. Untuk data Landsat 7 ETM, transformasi tasseled cap menghasilkan 6 saluran output: Brightness, Greenness, Wetness, Fourth (Haze), Fifth, Sixth. Buka website untuk lebih jelasnya. 1. Buka file Smg. 2. Pada menu utama klik Transform > Tasseled Cap, masukkan file, OK. 3. Pada Input File Type pastikan Landsat 7 ETM, simpan file, dan klik OK. 4. Tampilkan masing-masing citra baru yang terbentuk. Bandingkan juga antara citra greeness dengan citra NDVI. 5. Buat citra komposit dari citra baru tersebut R : citra brightness, G : citra greeness, dan B : citra wetness. Citra komposit ini merupakan penajaman dari obyek tanah kering, vegetasi rapat, dan air atau tanah lembab. Amati dan analisis warna yang terjadi. Dede dan Carolita (1996) mengemukakan algoritma untuk menentukan Indeks Kelangasan Tanah sebagai berikut : IKL = Indeks Kebasahan + Indeks Vegetasi Indeks Kecerahan 1. Coba Anda aplikasikan algoritma di atas pada citra transformasi tasseled cap. Gunakan Band math atau Band Ratios. 2. Buat pemilahan kecerahan untuk citra indeks kelengasan tanah. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 15

17 MODUL 5 KLASIFIKASI MULTISPEKTRAL Klasifikasi citra digital merupakan proses pengelompokan piksel ke dalam kelas-kelas tertentu. Biasanya tiap piksel diproses sebagai unit individual yang tersusun dari beberapa saluran spektral. Dengan cara membandingkan piksel satu dengan yang lainnya, dan dengan piksel yang diketahui identitasnya, maka sangat memungkinkan untuk mengelompokkan piksel dengan karakteristik yang sama ke dalam suatu kelas. Kelas-kelas tersebut membentuk area pada peta atau citra, sehingga setelah terklasifikasi citra digital direpresentasikan sebagai mosaik dari unit-unit pemetaan yang seragam dengan simbol atau warna yang spesifik. Secara teoritik, kelas-kelas tersebut tersusun dari piksel-piksel yang homogen, namun secara praktis hal tersebut sulit ditemui, kebanyakan piksel dalam suatu kelas adalah bervariasi. Asumsi yang digunakan dalam klasifikasi multispektral ialah bahwa setiap obyek dapat dibedakan dari yang lainnya berdasarkan nilai spektralnya. Dari beberapa penelitian eksperimental diperoleh hasil bahwa tiap obyek cenderung memberikan pola respon spektral yang spesifik. Ada beberapa metode klasifikasi multispektral, yaitu: unsupervised classification, supervised classification, dan hybrid classification. Klasifikasi unsupervised memproses pengelompokan alami piksel dalam citra dengan interaksi analis yang minimal. Lain halnya dengan prosedur klasifikasi supervised yang melibatkan interaksi analis secara intensif, dimana analis menuntun proses klasifikasi dengan identifikasi obyek pada citra (training area). Sedangkan klasifikasi hybrid, merupakan jembatan diantara keduanya, atau gabungan prosedur keduanya. A. KLASIFIKASI TAK TERSELIA (UNSUPERVISED CLASSIFICATION) Dalam klasifikasi citra secara digital, informasi yang dapat disadap dari piksel adalah penutup lahan. 1. Tampilkan citra smg (format ENVI standar). 2. Pada menu utama klik Classification > Unsupervised > IsoData, pilih citra multispektral, OK. 3. Masukkan parameter yang dibutuhkan, masukkan Maximum Iteration = 3, Minimum # Pixel in Class = 9. Simpan citra sebagai file. Klik OK untuk eksekusi. 4. Tampilkan citra, cek jumlah kelas yang terbentuk, pada image display klik Overlay > Annotation, pada jendela Annotation pilih Object > Map Key, klik box Edit Map Key Items, hitung berapa kelas yang ada. 5. Tampilkan juga citra komposit, bandingkan kenampakan keduanya, gunakan Link. Analisis hasil klasifikasinya. 6. Coba juga untuk metode K-Means, klik Classification > Unsupervised > K-Means. Pilih citra dan masukkan parameter yang dibutuhkan, masukkan jumlah kelas sejumlah kelas Iso Data. Simpan sebagai file dan klik OK untuk eksekusi. 7. Bandingkan kenampakan kedua metode klasifikasi. B. KLASIFIKASI TERSELIA (SUPERVISED CLASSIFICATION) Klasifikasi terselia (supervised) diawali dengan pengambilan daerah sampel/ acuan (training area). Pengambilan sampel tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan pola spektral pada setiap panjang gelombang tertentu, sehingga diperoleh daerah acuan yang baik untuk mewakili suatu obyek tertentu. Sampel yang telah diambil tersebut selanjutnya dijadikan sebagai masukan dalam proses klasifikasi untuk seluruh citra dengan menggunakan algoritma tertentu. 1. Tampilkan citra komposit warna yang Anda anggap paling representatif. 2. Ambil training area atau sampel (Region of Interest/ ROI) tiap obyek penutup lahan. Lihat caranya di Pengambilan Sampel Obyek (Modul 1 point F). Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 16

18 Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel sebagai berikut : Sampel harus homogen, dengan jumlah piksel. Homogenitas sampel dapat terlihat dari warna yang sama pada citra komposit. Beri nama sampel sesuai analisis Anda dan beri warna tertentu, buat catatan yang sistematis. Untuk alasan praktis, suatu obyek dapat Anda bagi menjadi beberapa kelas (misal vegetasi1, vegetasi2, dsb.) asalkan Anda punya catatan karakteristik obyek tiap kelas. Lengkapi training area sehingga sebagian besar obyek tersampel dengan baik. Gunakan gambar kurva pantulan spektral untuk membantu pengenalan obyek. Kurva pantulan relatif obyek air keruh, tanah, dan vegetasi (Ford, 1979 dalam Sutanto, 1992) 3. Simpan ROI, beri nama yang spesifik sehingga Anda mudah mengakses. Jendela ROI jangan ditutup. 4. Pada menu utama klik Classification > Supervised > pilih salah satu metode, coba pilih Parallelepiped. 5. Masukkan file input. Pada jendela Parallelepiped Parameter jika Anda belum menutup jendela ROI, training area secara otomatis sudah masuk. Klik Select All Items. Simpan file output dan rule-nya. Klik OK untuk eksekusi. 6. Tampilkan citra terklasifikasi, jika masih ada piksel yang berwarna hitam berarti belum terklasifikasi. Sempurnakan klasifikasi dengan cara menambah kelas pada ROI yang Anda buat, identifikasi piksel tak terklasifikasi bisa Anda lakukan dengan me-link-kan citra terklasifikasi dengan citra komposit warna. Amati daerah-daerah tak terklasifikasi. Selanjutnya ulangi proses klasifikasi, hingga jumlah piksel tak terklasifikasi minimal. 7. Jika piksel tak terklasifikasi sedikit. Coba Anda pakai ROI yang sama untuk proses klasifikasi dengan metode yang lain (Minimum Distance, Mahalanobis Distance, dan Maximum Likelihood). Kemudian bandingkan hasilnya. C. PERAPIAN HASIL KLASIFIKASI Tahapan ini dikenal juga dengan istilah operasi kosmetik (cosmetic operation) atau post classification, yang bertujuan agar tampilan citra lebih menarik dan komunikatif. Hasil klasifikasi citra seringkali meninggalkan piksel-piksel terasing (terisolir). Untuk mengatasi hal ini diberlakukan operasi filter mayoritas. Filter mayoritas bukan suatu algoritma penajaman dan juga tidak memberikan efek peningkatan ketajaman pada citra. Namun lebih merupakan operasi logikal yang digunakan terutama untuk memperbaiki hasil klasifikasi multispektral sehingga piksel-piksel terasing dapat dihilangkan. Mather (1987) mengungkapkan bahwa filter mayoritas dirancang berdasarkan suatu asumsi bahwa fenomena geografik bersifat keruangan. Artinya kehadiran suatu obyek atau fenomena tidaklah lepas dari kaitan obyek lain, sehingga fenomena geografis tidak bersifat acak tapi berupa struktur yang teratur. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 17

19 1. Pilih salah satu citra hasil klasifikasi yang Anda anggap paling baik, tampilkan. 2. pada menu utama klik Classification > Post Classification > Majority/Minority Analysis. 3. Masukkan file citra terklasifikasi terpilih. 4. Select All Items untuk memilih semua kelas, pada Analysis Method klik radio button Majority, simpan sebagai file majority1. Klik OK untuk eksekusi. 5. Tampilkan citra hasil majority dan link-kan dengan citra klasifikasi. Amati perubahan distribusi kelas klasifikasi. 6. Jika untuk tujuan tertentu Anda rasa masih terlalu banyak piksel terisolir, lakukan sekali lagi pemfilteran majority untuk file citra majority1, kemudian beri nama majority2. Anda harus bijak dalam melakukan proses filter mayoritas, ingat 1 piksel pada citra Landsat 7 ETM mewakili luasan berukuran 30 x 30 meter. Perbandingan citra terklasifikasi (kiri) dengan citra hasil pemfilteran mayoritas (kanan). Kenampakan kelas obyek menjadi solid. D. LAYOUT HASIL KLASIFIKASI 1. Tampilkan citra hasil pemfilteran mayoritas. 2. Pada jendela display image klik Overlay > Grid Lines, grid koordinat akan muncul, sekaligus background dengan warna putih. 3. Atur lebar background untuk menempatkan keterangan tepi citra. Pada jendela Grid Line Parameters, klik Option > Set Display Borders. Masukkan 200 untuk atas dan 100 untuk bawah dan kiri, dan 400 untuk kanan. 4. Atur grid peta pada Option > Edit Map Grid Attributes, dan grid geografis pada Option > Edit Geographic Grid Attributes. Klik Apply untuk menampilkan perubahan. Jangan tutup jendela Grid. 5. Untuk melakukan penambahan judul peta, skala peta, orientasi, legenda, dsb, klik Overlay > Annotation. 6. Pada jendela Annotation klik Object > Text, tentukan Window: Scroll, warna teks, tipe huruf dan ukurannya, kemudian ketik teks yang berkaitan dengan peta (judul peta, keterangan pendukung, pembuat, dll). 7. Klik kiri pada jendela scroll, drag hingga menempati posisi yang diinginkan, jika sudah sesuai klik kanan untuk fiksasi posisi teks. 8. Lanjutkan untuk keterangan yang lain, ikuti prosedur yang sama. Jika diperlukan untuk melakukan editing posisi terhadap obyek yang telah difiksasi, klik Object > Selection/Edit, kemudian drag pada obyek yang akan diedit posisinya. Tempatkan pada posisi yang diinginkan. 9. Lakukan layouting sesuai dengan kaidah kartografis. 10. Jangan lupa save annotation, File > Save Annotation, beri nama. File ini menyimpan annotasi bukan image-nya. 11. Untuk menyimpan file image, pada jendela display image klik File > Save Image As > Image File, pada Output Type File pilih JPEG, tentukan direktori dan nama file, OK untuk menyimpan. Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 18

20 Contoh layout citra hasil klasifikasi multispektral untuk 6 kelas obyek. TUGAS (sertakan dalam laporan) Apa kelebihan dan kekurangan dari metode klasifikasi unsupervised dan supervised? DAFTAR PUSTAKA Campbell, James. B Introduction to Remote Sensing (3 rd edition). New York : The Guilford Press Dirgahayu, Dede dan Carolita, Ita, 1996, Aplikasi Inderaja Untuk Mendeteksi Sebaran Kelengasan Lahan Secara Kuantitatif, Majalah LAPAN edisi Januari no. 80 hal 8 18 th 1997 Janssen, L.L.F (ed.) Principles of Remote Sensing (An introductory textbook). The Netherlands : ITC Jensen, J.R Introductory to Digital Image Processing ; a Remote Sensing Perspective. New Jersey : Prentice Hall Indrawati, Like. 2001, Karakteristik Pantulan Spektral Kandungan Kelembaban Tanah Permukaan pada Data Digital Multispektral Landsat TM di Sebagian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi S-1. Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM Kamal, Muhammad. 2004, Kajian Kerentanan Banjir Menggunakan Data Digital Landsat ETM+ (Studi Kasus di Sebagian Lahan Rendah Kabupaten Demak dan Grobogan, Jawa Tengah). Skripsi S-1. Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM Mather, P.M Computer Processing of Remotely Sensed Data. London : John Willey & Sons Danoedoro, Projo Pengolahan Citra Digital; Teori dan Aplikasinya dalam Bidang Penginderaan Jauh. Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM Sutanto Penginderaan Jauh Jilid I. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press 2006 Laboratorium Penginderaan Jauh Dasar Fakultas Geografi UGM 19

LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTEK INDERAJA TERAPAN

LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTEK INDERAJA TERAPAN LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTEK INDERAJA TERAPAN Dosen Pengampu : Bambang Kun Cahyono S.T, M. Sc Dibuat oleh : Rahmat Muslih Febriyanto 12/336762/SV/01770 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK GEOMATIKA SEKOLAH VOKASI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Georeferencing dan Resizing Enggar Budhi Suryo Hutomo 10301628/TK/37078 JURUSAN S1 TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015 BAB

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DENGAN ENVI 4.1.

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DENGAN ENVI 4.1. MODUL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DENGAN ENVI 4.1. APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DASAR UNTUK PELAKSANA LAPANGAN Disusun oleh : Hero Marhaento, S.Hut., M.Si Bagian Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas

Lebih terperinci

TUTORIAL DASAR PERANGKAT LUNAK ER MAPPER

TUTORIAL DASAR PERANGKAT LUNAK ER MAPPER TUTORIAL DASAR PERANGKAT LUNAK ER MAPPER Adhitya Novianto (G24080066) Geofisika Dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor Alat dan Bahan Seperangkat alat komputer Perangkat lunak ER Mapper Pada tutorial

Lebih terperinci

Oleh : ABDUR RAHMAN, S.Pi, M.Sc

Oleh : ABDUR RAHMAN, S.Pi, M.Sc ( Oleh : ABDUR RAHMAN, S.Pi, M.Sc UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS PERIKANAN BANJARBARU 2011 Modul Ajar Pengolahan Citra Digital an Aplikasinya (Bekerja Dengan ENVI 4.4.) 1 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil

Lebih terperinci

PENGOLAHAN IDENTIFIKASI MANGROVE

PENGOLAHAN IDENTIFIKASI MANGROVE PENGOLAHAN IDENTIFIKASI MANGROVE Software ENVI 4.4 Pengolalahan citra menggunakan perangkat lunak ENVI 4.4 salah satunya untuk mengidentifikasi, menginterpretasikan vegetasi hutan mangrove dan menentukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

ACARA IV KOREKSI GEOMETRIK

ACARA IV KOREKSI GEOMETRIK 65 ACARA IV KOREKSI GEOMETRIK A. TUJUAN: 1) Mahasiswa mampu melakukan koreksi geometric pada foto udara maupun citra satelit dengan software ENVI 2) Mahasiswa dapat menemukan berbagai permasalahan saat

Lebih terperinci

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* PENENTUAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN INDEX VEGETASI NDVI BERBASIS CITRA ALOS AVNIR -2 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KOTA YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* Abstrak:

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH REGISTRASI DAN REKTIFIKASI DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ENVI. Oleh:

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH REGISTRASI DAN REKTIFIKASI DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ENVI. Oleh: LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH REGISTRASI DAN REKTIFIKASI DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ENVI Oleh: Nama : Rhaisang Al Iman Taufiqul Hakim Genena NRP : 3513100023 Dosen Pembimbing: Nama : Lalu Muhamad

Lebih terperinci

LAPORAN ASISTENSI MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH. Dosen : Lalu Muhammad Jaelani ST., MSc., PhD. Cherie Bhekti Pribadi ST., MT

LAPORAN ASISTENSI MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH. Dosen : Lalu Muhammad Jaelani ST., MSc., PhD. Cherie Bhekti Pribadi ST., MT LAPORAN ASISTENSI MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH Dosen : Lalu Muhammad Jaelani ST., MSc., PhD Cherie Bhekti Pribadi ST., MT Oleh: Mutia Kamalia Mukhtar 3514100084 Jurusan Teknik Geomatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

Identifikasi Mangrove dan Kerapatan Mangrove. Tutorial Ringkas Identifikasi Ekosistem Mangrove dan Pemetaan Kerapatan Mangrove

Identifikasi Mangrove dan Kerapatan Mangrove. Tutorial Ringkas Identifikasi Ekosistem Mangrove dan Pemetaan Kerapatan Mangrove Page 1 of 19 Tutorial Ringkas Identifikasi Ekosistem Mangrove dan Pemetaan Kerapatan Mangrove Dipersiapkan oleh Aji Putra Perdana, S.Si Pengantar SIngkat Tutorial ini merupakan hasil kegiatan atau tugas

Lebih terperinci

Membuat Layout Data Citra Satelit Menggunakan ENVI November 2012 Hal. 1

Membuat Layout Data Citra Satelit Menggunakan ENVI  November 2012 Hal. 1 www.citrasatelit.wordpress.com November 2012 Hal. 1 INTRO ENVI merupakan salah satu software pengolahan data citra satelit yang populer disamping PCI Geomatica maupun ERDAS ER Mapper. Penggunaannya yang

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 3.1 Data BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 1. Citra Landsat-5 TM, path 122 row 065, wilayah Jawa Barat yang direkam pada 2 Juli 2005 (sumber: LAPAN). Band yang digunakan

Lebih terperinci

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LAPORAN PRAKTIKUM II GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA Tanggal Penyerahan : 2 November 2016 Disusun Oleh : Kelompok : 7 (Tujuh) Achmad Faisal Marasabessy / 23-2013-052 Kelas : B

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra yang direkam oleh satelit, memanfaatkan variasi daya, gelombang bunyi atau energi elektromagnetik. Selain itu juga dipengaruhi oleh cuaca dan keadaan atmosfer

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI GEOMETRIK CITRA

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI GEOMETRIK CITRA LAPORAN PRAKTIKUM I GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI GEOMETRIK CITRA Tanggal Penyerahan : 20 Oktober 2016 Disusun Oleh : Kelompok : 7 (Tujuh) Achmad Faisal Marasabessy / 23-2013-052 Kelas : B Nama

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Subset citra QuickBird (uint16).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Subset citra QuickBird (uint16). 5 Lingkungan Pengembangan Perangkat lunak yang digunakan pada penelitian ini adalah compiler Matlab versi 7.0.1. dengan sistem operasi Microsoft Window XP. Langkah persiapan citra menggunakan perangkat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penampilan Citra Dual Polarimetry PALSAR / ALOS Penampilan citra dual polarimetry : HH dan HV level 1. 5 PALSAR/ALOS masing-masing dapat dilihat pada ENVI 4. 5 dalam bentuk

Lebih terperinci

REGISTRASI PETA TUTORIAL I. Subjek Matter: 1.1 GEOFERENSING 1.2 COORDINAT GEOMETRIK (COGO)

REGISTRASI PETA TUTORIAL I. Subjek Matter: 1.1 GEOFERENSING 1.2 COORDINAT GEOMETRIK (COGO) TUTORIAL I REGISTRASI PETA Subjek Matter: 1.1 GEOFERENSING 1.2 COORDINAT GEOMETRIK (COGO) A. Dasar Teori Peta dasar yang digunakan sebagai sumber dalam pemetaan yang berupa gambar citra/peta hasil proses

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

BAB 3 KOREKSI KOORDINAT

BAB 3 KOREKSI KOORDINAT BAB 3 KOREKSI KOORDINAT Sebagai langkah awal dalam memproduksi data spasial dalam format digital, petapeta analog (berupa print out atau cetakan) di-scan ke dalam format yang dapat dikenali oleh ArcGIS.

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB IV. Ringkasan Modul:

BAB IV. Ringkasan Modul: BAB IV REKTIFIKASI Ringkasan Modul: Pengertian Rektifikasi Menampilkan Data Raster Proses Rektifikasi Menyiapkan Semua Layer Data Spasial Menyiapkan Layer Image Menambahkan Titik Kontrol Rektifikasi Menggunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

ISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung

ISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali  address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung ISSN 0216-8138 73 SIMULASI FUSI CITRA IKONOS-2 PANKROMATIK DENGAN LANDSAT-7 MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN METODE PAN-SHARPEN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS CITRA DALAM UPAYA PEMANTAUAN KAWASAN HIJAU (Studi Kasus

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian tugas akhir ini. Proses ini sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penellitan. Pada tahap ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

PRAKTIKUM INTERPRETASI CITRA DIJITAL. Ratna Saraswati

PRAKTIKUM INTERPRETASI CITRA DIJITAL. Ratna Saraswati PRAKTIKUM INTERPRETASI CITRA DIJITAL Ratna Saraswati KONSEP PENGOLAHAN CITRA Citra dijital disimpan dalam bentuk matriks (array atau grid) 2 dimensi Masing-masing elemennya mewakili sebuah kotak kecil

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

LATIHAN GPS SUNGAI TIGO. Di Ambil dari Berbagai Sumber

LATIHAN GPS SUNGAI TIGO. Di Ambil dari Berbagai Sumber LATIHAN GPS SUNGAI TIGO Di Ambil dari Berbagai Sumber Perlengkapan Unit GPS Komputer dengan serial/usb port Kabel data serial/usb transfer data Software (GIS, RS & GPS) Peta dasar MAIN PAGES Garmin GPS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di DAS Citarum Hulu Jawa Barat dengan luasan sebesar + 230.802 ha. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan

Lebih terperinci

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : 1. Muh. Tufiq Wiguna (A14120059) 2. Triawan Wicaksono H (A14120060) 3. Darwin (A14120091) ANALISIS SPEKTRAL Ninda Fitri Yulianti A14150046

Lebih terperinci

3 MEMBUAT DATA SPASIAL

3 MEMBUAT DATA SPASIAL 3 MEMBUAT DATA SPASIAL 3.1 Pengertian Digitasi Peta Digitasi secara umum dapat didefinisikan sebagai proses konversi data analog ke dalam format digital. Objek-objek tertentu seperti jalan, rumah, sawah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA Copyright @ 2007 by Emy 2 1 Kompetensi Mampu membangun struktur data untuk merepresentasikan citra di dalam memori computer Mampu melakukan manipulasi citra dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juni 2013 dengan lokasi penelitian meliputi wilayah Pesisir Utara dan Selatan Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Istilah citra biasanya digunakan dalam bidang pengolahan citra yang berarti gambar. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, di mana dan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu negara dapat dijadikan sebagai tolak ukur kualitas dari pemerintahan suatu negara. Pembangunan wilayah pada suatu negara dapat

Lebih terperinci

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Staf Pengajar Jurusan Teknik Geodesi FT-UNPAK.

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Staf Pengajar Jurusan Teknik Geodesi FT-UNPAK. Pembuatan Peta Penutup Lahan Menggunakan Klasifikasi Terbimbing Metode Maximum Likelilhood Pada Citra Landsat 8 (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat) Making Land Cover Map Using Supervised

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya (Gambar

Lebih terperinci

BAB 4 DIGITASI. Akan muncul jendela Create New Shapefile

BAB 4 DIGITASI. Akan muncul jendela Create New Shapefile BAB 4 DIGITASI 4.1. Membuat Data Spasial Baru Pada bagian ini, akan dipelajari bagaimana membuat data spasial baru dengan format shapefile yang merupakan format standard Arc View. Buka ArcCatalog Tentukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2)

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2) Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2) ISSN : 1693 1173 Abstrak Pengenalan obyek pada citra merupakan penelitian yang banyak dikembangkan. Salah satunya pengenalan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA. Pada bab ini akan dibahas tentang aplikasi dan pelaksanaan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini.

BAB III PENGOLAHAN DATA. Pada bab ini akan dibahas tentang aplikasi dan pelaksanaan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini. BAB III PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan dibahas tentang aplikasi dan pelaksanaan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini. 3.1 Lokasi Area Studi Dalam tugas akhir ini daerah Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

2. GEO REFERENCING. A. Georeferencing menggunakan koordinat yang tertcantum dalam peta analog.

2. GEO REFERENCING. A. Georeferencing menggunakan koordinat yang tertcantum dalam peta analog. G e o r e f e r e n c i n g 12 2. GEO REFERENCING Georeferencing merupakan proses pemberian reference geografi dari objek berupa raster atau image yang belum mempunyai acuan sistem koordinat ke dalam sistem

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya)

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) A554 Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) Deni Ratnasari dan Bangun Muljo Sukojo Departemen Teknik Geomatika,

Lebih terperinci

1. Mengenal ER Mapper 5.5

1. Mengenal ER Mapper 5.5 1. Mengenal ER Mapper 5.5 1.1 Memulai ER Mapper 5.5 Untuk memulai atau menjalankan ERMapper 5.5 menggunakan tombol Start yang ada di Taskbar, ikuti langkah berikut ini : 1. Nyalakan komputer Anda, tunggu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH TERAPAN KALIBRASI RADIOMETRIK PADA CITRA LANDSAT 8 DENGAN MENGGUNAKAN ENVI 5.1

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH TERAPAN KALIBRASI RADIOMETRIK PADA CITRA LANDSAT 8 DENGAN MENGGUNAKAN ENVI 5.1 LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH TERAPAN KALIBRASI RADIOMETRIK PADA CITRA LANDSAT 8 DENGAN MENGGUNAKAN ENVI 5.1 Nama Oleh : : Mohammad Luay Murtadlo NRP : 3512100068 Dosen Pembimbing Nama : Lalu Muhamad

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

PENAJAMAN DAN SEGMENTASI CITRA PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. Moehammad Awaluddin, Bambang Darmo Y *)

PENAJAMAN DAN SEGMENTASI CITRA PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. Moehammad Awaluddin, Bambang Darmo Y *) PENAJAMAN DAN SEGMENTASI CITRA PADA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Moehammad Awaluddin, Bambang Darmo Y *) Abstract Image processing takes an image to produce a modified image for better viewing or some other

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. 33 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Adapun penelitian dilaksanakan di pesisir Kabupaten Lampung Timur. Berikut ini

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian dan Scene Data Satelit Lokasi penelitian ini difokuskan di pantai yang berada di pulau-pulau terluar NKRI yang berada di wilayah Provinsi Riau. Pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG Walbiden Lumbantoruan 1 Abstrak Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: (1) Untuk mengtetahui perubahan ruang sebagai permukiman

Lebih terperinci

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA A. Tujuan Praktikum - Praktikan memahami dan mampu melakukan register peta raster pada MapInfo - Praktikan mampu melakukan digitasi peta dengan MapInfo B. Tools MapInfo

Lebih terperinci

BAB IV BASIS DATA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH PENELITIAN

BAB IV BASIS DATA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH PENELITIAN BAB IV BASIS DATA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH PENELITIAN Untuk keperluan penelitian ini, sangat penting untuk membangun basis data SIG yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan variabel yang

Lebih terperinci

BAB VI. Ringkasan Modul. Mengedit Data Vektor Membuat Setting Snap Menambah Feature Linier Menambahkan Feature Titik Menggunakan Koordinat Absolut

BAB VI. Ringkasan Modul. Mengedit Data Vektor Membuat Setting Snap Menambah Feature Linier Menambahkan Feature Titik Menggunakan Koordinat Absolut BAB VI MENGEDIT DATA VEKTOR Ringkasan Modul Mengedit Data Vektor Membuat Setting Snap Menambah Feature Linier Menambahkan Feature Titik Menggunakan Koordinat Absolut 6.1. Mengedit Data Vektor Langkah awal

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

3. METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2004 sampai bulan Desember 2006. Lokasi yang dipilih untuk studi kasus adalah Gugus Pulau Pari, Kepulauan

Lebih terperinci

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit Latar Belakang Meningkatnya pembangunan di Cisarua, Bogor seringkali menimbulkan dampak tidak baik terhadap lingkungan. Salah satu contohnya adalah pembangunan yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung.

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 4 Pengolahan Titik (2) Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 4 Pengolahan Titik (2) Indah Susilawati, S.T., M.Eng. TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Kuliah 4 Pengolahan Titik (2) Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Informatika Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu Buana

Lebih terperinci

CARA DOWNLOAD CITRA RESOLUSI TINGGI DARI GOOGLE EARTH DAN TRANSFORMASI KOORDINAT DATA RASTER MENGGUNAKAN SOFTWARE ARCMAP 10.1 PART 1 : download citra resolusi tinggi dari Google Earth Bagi sebagaian besar

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA HASNAH(12110738) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pengenalan gender pada skripsi ini, meliputi cropping dan resizing ukuran citra, konversi citra

Lebih terperinci

Masukkan CD Program ke CDROM Buka CD Program melalui My Computer Double click file installer EpiInfo343.exe

Masukkan CD Program ke CDROM Buka CD Program melalui My Computer Double click file installer EpiInfo343.exe Epi Info Instalasi File Installer Masukkan CD Program ke CDROM Buka CD Program melalui My Computer Double click file installer EpiInfo343.exe File installer versi terbaru dapat diperoleh melalui situs

Lebih terperinci

Operasi dalam Erdas 12/18/2011 IMAGE ENHANCEMENT (PENAJAMAN CITRA) A. Radiometric Enhancement. a. Histogram Match Mengapa perlu Histogram Match :

Operasi dalam Erdas 12/18/2011 IMAGE ENHANCEMENT (PENAJAMAN CITRA) A. Radiometric Enhancement. a. Histogram Match Mengapa perlu Histogram Match : IMAGE ENHANCEMENT (PENAJAMAN CITRA) Lilik Budi Prasetyo Email : lbpras@indo.net.id http://lbprastdp.staff.ipb.ac.id Mengapa perlu image enhancement? Tujuan : untuk memudahkan memahami citra dan melakukan

Lebih terperinci

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2 KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2 SEBAGAI PENUNJANG DATA DASAR UNTUK RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) Heri Setiawan, Yanto Budisusanto Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya,

Lebih terperinci

Pengolahan citra. Materi 3

Pengolahan citra. Materi 3 Pengolahan citra Materi 3 Citra biner, citra grayscale dan citra warna Citra warna berindeks Subject Elemen-elemen Citra Digital reflectance MODEL WARNA Citra Biner Citra Biner Banyaknya warna hanya 2

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Pengenalan Dasar ILWIS JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Sistem Informasi Geografis (SIG) Pengenalan Dasar ILWIS JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN Sistem Informasi Geografis (SIG) Pengenalan Dasar ILWIS Oleh: Deni Ratnasari 3513100040 Rizky Annisa Putri 3513100041 Cristian Febrianto 3513100051 Dody Pambudhi 3513100054 Kelas : Sistem Informasi Geografis

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Koreksi Geometrik Langkah awal yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan koreksi geometrik pada citra Radarsat. Hal ini perlu dilakukan karena citra tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam proses pemetaan secara fotogrametris, salah satu hal yang harus diatasi adalah masalah restitusi dua foto udara yang saling pertampalan sedemikian rupa sehingga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 14 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan April 2009 sampai November 2009 di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil 4.1.1. Digitasi dan Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Mangrove Digitasi terhadap citra yang sudah terkoreksi dilakukan untuk mendapatkan tutupan vegetasi mangrove di

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

Sesi 3 Operasi Pixel dan Histogram. : M. Miftakul Amin, S. Kom., M. Eng.

Sesi 3 Operasi Pixel dan Histogram. : M. Miftakul Amin, S. Kom., M. Eng. Sesi 3 Operasi Pixel dan Histogram Materi Kuliah Dosen : Pengolahan Citra Digital : M. Miftakul Amin, S. Kom., M. Eng. Pokok Bahasan Konversi RGB ke Gray Scale Konversi Gray Scale ke Biner Konversi Gray

Lebih terperinci

PEMROSESAN CITRA DIGITAL

PEMROSESAN CITRA DIGITAL PEMROSESAN CITRA DIGITAL A. Konsep Resolusi Kemampuan suatu system optik-elektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan dan atau secara spectral mempunyai kemiripan (Swan dan Davis,

Lebih terperinci