III. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di pesisir KKLD Selat Dampier (kasus di dua pulau yaitu Pulau Friwen dan Arborek) Kabupaten Raja Ampat, pengambilan data di lapangan dilakukan selama satu bulan dimulai Mei Lokasi penelitian Friwen terletak di antara BT dan BT; serta antara LS dan LS. Arborek terletak di antara BT dan BT serta antara LS dan LS. KKLD Selat Dampier masuk ke dalam dua distrik yaitu Distrik Waigeo Selatan dan Meos Mansar dengan luas dua pulau adalah ha, Gambar 3. Gambar 3 Lokasi penelitian (COREMAP, 2005) 3.2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Survei utama dilaksanakan terhadap aspek ekologis (biofisik), sosial ekonomi dan budaya. Sebelum penelitian utama dilakukan prasurvei untuk menentukan lokasi penelitlian. Data yang telah terkumpul, ditabulasi dan dipetakan serta dianalisis secara deskriptif dan spasial sesuai dengan tujuan penelitian.

2 Tahapan Penelitian Penelitian dilaksanakan melalui empat tahap kegiatan seperti yang tertera pada Gambar 4. Tahap 1 Kawasan Konservasi Laut Daerah Selat Dampier Kepekaan ekologis Ketersediaan obyek dan atraksi ekowisata Kondisi dan peluang pemberdayaan masyarakat lokal Kategori : - Rekreasi pantai - Ekowisata mangrove - Ekowisata lamun - Wisata selam - Wisata snorkling Kategori: Biofisik dan sosial budaya Kategori: Akseptabilitas masyarakat Kategori: Peluang pemberdayaan Skoring dan pembobotan Skoring Skoring Skoring Kesesuaian lahan Obyek dan atraksi ekowisata potensial Tingkat akseptabilitas masyarakat Pola Pemberdayaan masyarakat Zonasi kepekaan lingkungan Zonasi ketersediaan obyek dan atraksi ekowisata Zonasi akseptabilitas dan peluang pemberdayaan masyarakat Zonasi Ekowisata Pesisir Tahap 2 Rencana Pengembangan Kawasan Rencana Pengembangan Interpretasi Ekowisata Pesisir Tahap 3 Jalur interpretasi Program interpretasi Tahap 4 Rencana Pengembangan Kawasan Ekowisata Pesisir Interpretatif Gambar 4 Tahapan penelitian

3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder Data Primer Data primer dikumpulkan melalui metode eksplorasi. Metode ini bertujuan menginventarisasi potensi dan kegiatan wisata pantai dan budaya serta kualitas lingkungan yang dimasukkan sebagai bagian dari tahapan pengembangan wisata dengan konsep ekowisata. Data sosial ekonomi dan budaya dikumpulkan melalui studi dokumen dan Focus Group Discussion (FGD) dengan menggunakan alat bantu berupa kuisioner dengan melakukan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap tokoh adat, agama dan masyarakat setempat. Tabel 1 Data primer yang dikumpulkan ` Lingkungan Wisata Data Darat dan air Darat dan air Aspek ekologis Kesesuaian lahan Obyek dan atraksi Aspek sosial budaya Akseptabilitas masyarakat Obyek dan atraksi *) Aspek sosial ekonomi Potensi peluang pemberdayaan masyarakat lokal Obyek dan atraksi *) *) Dalam analisis obyek dan atraksi ini selanjutnya dijadikan satu Data Sekunder Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan melalui penelusuran pustaka dari berbagai sumber yang relevan. Data sekunder ini terdiri dari dua bentuk yaitu data keruangan (spatial) dan data tabular (atribut). Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan seperti laporan tahunan, laporan hasil survei, publikasi lainnya (CII, Coremap, DKP) dan peta Citra Landsat ETM+7 tahun Analisis Data Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan cara mentabulasikan dan kemudian dianalisis sesuai dengan jenis dan tujuan penelitian.

4 Penentuan Zonasi Kepekaan Lingkungan Penentuan zonasi dilakukan untuk melihat berbagai kesesuaian spasial untuk peruntukan ekowisata pesisir KKLD Selat Dampier Kabupaten Raja Ampat. Kesesuaian peruntukan kawasan tersebut dianalisis berdasarkan matriks kesesuaian untuk keperluan deskripsi kawasan ekowisata sehingga dapat diperoleh ruang kawasan ekowisata pesisir dengan berbagai daya dukung di KKLD Selat Dampier Kabupaten Raja Ampat. a. Sumber dan Metode Pengambilan Data Ada dua jenis data yang dikumpulkan untuk tujuan ini, yaitu data primer dan data sekunder (Tabel 2). Tabel 2 Bentuk dan metode pengambilan data No Data Peubah Bentuk (tabular/peta) 1. Biofisik : a. Pantai tipe pantai, panjang pantai, material pantai, penutupan lahan, ketersediaan air tawar, pasang surut, kedalaman dasar perairan, kedalaman dasar laut, kecepatan arus, tutupan terumbu karang, jenis terumbu karang, ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, tutupan lamun, Peta tutupan terumbu karang Peta landcover Sumber COREMAP CII BAPLAN Metode pengambilan dan sumber analisis data Wawancara Survei Yulianda (2007) b. Darat flora dan fauna vegetasi Peta fauna Dinas Kehutanaan Studi pustaka Survei 2. Sosial budaya ekonomi Tapak arkeologi dan jaman pra sejarah Adat istiadat, Industri rakyat Pekerjaan, atraksi peta potensi wisata tabular Responden Wawancara Survei Gunn (1991) b. Analisis Data Kesesuaian Lahan Metode yang digunakan berupa analisis deskriptif kuantitatif, dan analisis spasial. Analisis deskriptif kuantitatif berupa penilaian dengan skoring dan

5 23 pembobotan untuk mendapatkan kesesuaian ekowisata pantai sehingga diperoleh obyek dan atraksi ekowisata. Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis keruangan (spatial). Analisis keruangan (spatial) untuk identifikasi pemanfaatan ruang dilakukan dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) digunakan software Arc View Penggunaan SIG lebih memudahkan dan mempercepat analisis keruangan dan pemantauan terhadap perubahan lingkungan wilayah pesisir. Analisis spasial dapat dilakukan dengan teknik spatial overlay modelling (Setiawan, 2003). Metode ini menggunakan pembobotan pada sejumlah alternatif faktor yang berpengaruh dan skor kesesuaian pada setiap kriteria yang ditentukan. Dalam hal ini, skor kesesuaian diberikan dengan selang 1-4 dimana 1 menyatakan sesuai dan 4 menyatakan tidak sesuai. Klasifikasi kesesuaian dibagi atas empat kelas, yakni sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai bersyarat (S3) dan tidak sesuai (TS). Hasil kesesuaian kegiatan wisata pesisir diperoleh dengan mengkombinasikan nilai bobot dan skor pada setiap layer. Formula yang digunakan adalah: Rumus umum penentuan kesesuaian wisata tersebut adalah: IKW = [Ni/Nmaks] x 100 % Di mana : IKW = indeks kesesuaian wisata Ni = nilai bobot untuk setiap faktor berpengaruh Nmaks = nilai maksimum dari suatu kategori wisata Sistem penilaian kesesuaian untuk ekowisata pantai dilihat pada Tabel 3.

6 24 Tabel 3 Sistem penilaian kesesuaian ekowisata pantai untuk rekreasi pantai No. Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor TS Skor 1. Kedalaman dasar perairan (m) 2. Material dasar perairan 3. Kecepatan arus (m/det) 4. Kemiringan pantai ( 0 ) 5. Kecerahan perairan (m) 6. Tipe pantai ( 0 ) 5 Pasir putih 7. Penutup lahan pantai 8. Biota berbahaya 9. Ketersediaan air tawar (jarak/km) Sumber: Yulianda (2007) > > > Pasir 4 Karang berpasir 3 Pasir berlumpur 2 Lumpu r ,17 4 >0,17-3 >0,34-0,51 2 >0,51 1 0,34 4 < > > >10 4 > >3-5 2 <2 1 3 Kelapa, lahan terbuka 3 Tidak ada 4 Pasir putih, sedikit karang 4 Semak, belukar rendah, savana 3 Pasir hitam, berkarang, sedikit terjal 3 Belukar tinggi 4 Bulu babi 3 Bulu babi, ikan pari 2 Lumpu r, berbatu, terjal 2 Hutan bakau, permuk iman, pelabuh an 2 Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu 3 <0,5 4 >0,5-1 3 >1-2 2 >2 1 Tabel 4 Matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata pantai kategori wisata mangrove No. Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor TS Skor 1. Ketebalan mangrove (m) 2. Kerapatan mangrove (100 m 2 ) 3. Jenis mangrove 4. Pasang surut (m) 5. Obyek biota 5 >500 4 > < > > <5 1 4 > >1-2 3 >2-5 2 >5 1 3 Ikan, udang, kepiting, moluska, reptil,burung 4 Ikan, udang, kepiting, moluska 3 Ikan, molusk a 2 Salah satu biota air Sumber : Yulianda (2007) Dengan demikian untuk ekowisata pantai, wilayah perairan yang ada di kategorikan dengan kelas-kelas sebagai berikut : S1 (Sangat Sesuai) : 80 ~ 100% S2 (Sesuai) : 60 ~ < 80% S3 (Sesuai Bersyarat) : 35 ~ <60% TS (Tidak Sesuai) : < 35%

7 25 Tabel 5 Matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori wisata selam No. Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor TS Skor 1. Kecerahan perairan (%) 2. Tutupan komunitas karang (%) 5 > <20 1 <50% 5 > 75 4 > < Jenis life form 4 > 12 4 < < Jenis ikan 4 > <50 2 <20 1 karang Kecepatan arus > > >50 1 (cm/det) 6. Kedalaman terumbu karang (m) > > >30- <3 1 Sumber : Yulianda (2007) Tabel 6 Matriks kesesuaian lahan ekowisata bahari kategori wisata snorkling No. Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor TS Skor 1. Kecerahan perairan (%) 2. Tutupan komunitas karang (%) < <20 1 <50% 5 >75 4 > < Jenis life form 4 >12 4 < < Jenis ikan 4 > <30 2 <10 1 karang 5. Kecepatan arus > > >50 1 (cm/dt) 6. Kedalaman >3-6 3 > >10-1 terumbu karang (m) <1 7. Lebar hamparan datar karang (m) 3 >500 4 > <20 1 Sumber : Yulianda (2007) Tabel 7 Matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori wisata lamun No. Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor TS Skor 1. Tutup 5 >75 4 > <25 1 lamun (%) 2. Kecerahan 4 >75 4 > <25 1 perairan (%) 3. Jenis ikan 4 > < Jenis 4 Cymodoc 4 Syringodium, 3 Thalassia 2 Enhalu 1 lamun ea, Thalasso Halodule, dendron s halophila 5. Jenis 3 Pasir 4 Pasir 3 Pasir 2 Berlum 1 substrat berkarang berlumpur pur 6. Kecepatan > > >50 1 arus (cm/dt) 7. Kedalaman lamun (m) >3-6 3 > >10-<1 1 Sumber : Yulianda (2007)

8 Obyek dan Atraksi Ekowisata a. Sumber dan Metode Pengambilan Data Ada dua jenis data yang dikumpulkan untuk penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer atau data lapangan diperoleh melalui wawancara dan survei sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka. Jenis data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Bentuk dan metode pengambilan data Data Peubah Bentuk /cara (tabular/peta) Metode pengambilan dan teknik analisis Obyek dan atraksi Letak, Atraksi, Fasilitas pendukung, Dukungan dan partisipasi masyarakat Penutup lahan sekitar pesisir Estetika dan keaslian Daya tarik Akses dan transportasi Tabular Peta Survey Kuisioner MacKinnon (1986) Gunn (1991) b. Analisis Data Analisis data yaitu pengelolaan terhadap data yang telah dikumpulkan kemudian digunakan untuk menyusun perencanaan interpretasi lingkungan di KKLD Selat Dampier. Analisis yang ada berupa analisis deskriptif dan analisis spasial, data yang berhasil dikumpulkan dan kemudian diolah sesuai peruntukannya. Analisis dalam mengidentifikasi obyek dan atraksi biofisik, sosial budaya dapat dilihat pada Tabel 9.

9 27 Tabel 9 Penilaian terhadap obyek dan atraksi ekowisata No. Peubah Nilai Sangat buruk Buruk Baik Sangat baik 1. Letak dari Jarak >1 km Jarak jalan utama 1000 m 2. Atraksi Terdapat (> 5 Terdapat (3-5 lokasi) di lokasi) di tempat lain tempat lain 3. Fasilitas pendukung Prasarana sarana tersedia dan tidak Prasarana dan sarana tersedia kondisi kurang baik Jarak m Terdapat (1-3 lokasi) di tempat lain Prasarana dan sarana tersedia kondisi baik Jarak < 40 m Hanya terdapat di obyek wisata ini Tersedia dengan kondisi sangat baik 4. Penutup lahan sekitar obyek 5. Estetika dan keaslian 6. Daya tarik (sejarah, etnis, arkeologi, geologi legenda) 7. Akses dan transportasi 8. Dukungan dan partisipasi masyarakat Hutan bakau/ pemukiman dan darmaga Sudah berubah sama sekali Tidak terdapat sama sekali Tidak ada alat transportasi Tidak mendukung Belukar tinggi Asimilasi, dominan bentuk baru Terdapat (3-5 lokasi) di tempat lain Jalan lokal dan katinting Kurang mendukung Semak belukar rendah, berbatu Asimilasi, dominan bentuk asli Terdapat (< 3 lokasi) ditempat lain Jalan lokal dan speedboat Mendukung Lahan terbuka + pohon kelapa Asli Hanya terdapat diobyek wisata ini Jalan lokal dan tersedia kapal motor Sangat mendukung Sumber: Modifikasi MacKinnon et al., (1986), Gunn (1994) dalam Rahmadani (2005), Umar (2006) Perhitungan penilaian terhadap obyek dan atraksi ekowisata : Fltk + Fatr + Ffp + Fplp + Fek + Fdt + Fat + Fdpm Keterangan : Fltk = faktor letak Fplp = Faktor penutup lahan sekitar pesisir Fatr = faktor atraksi Fek = Faktor estetika dan keaslian Ff = faktor fasilitas pendukung Fdt = Faktor daya tarik Fdpm = fasilitas dukungan dan Fat = Faktor akses dan transportasi partisipasi masyarakat

10 28 Skor masing-masing obyek dan atraksi dijumlahkan dengan ketentuan sebagai berikut : S1 (Kategori potensial ) : 25 ~ 32 S2 (Kategori cukup potensial) : 17 ~ 24 S3 (Kategori kurang potensial) : 9 ~16 TP (Kategori tidak potensial) : 1~ 8 c. Sintesis Tahapan ini merupakan tahap identifikasi obyek dan atraksi ekowisata yang menghasilkan kawasan dengan obyek dan atraksi potensial untuk sebuah jalur dan program interpretasi yang direncanakan dalam pengembangan kawasan dan interpretasi ekowisata pesisir Kondisi dan Peluang Pemberdayaan Masyarakat Lokal a. Jenis Data yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan untuk penelitian ini, yaitu data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan masyarakat lokal. Jenis data yang dikumpulkan adalah data akseptabilitas masyarakat dengan adanya ekowisata didaerahnya dan peluang pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat lokal. b. Analisis Data Akseptabilitas Masyarakat Dalam perencanaan suatu kawasan ekowisata perlunya akseptabilitas masyarakat yang tinggi agar aktivitas ekowisata dapat menghasilkan nilai ekonomi bagi masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya.

11 29 Tabel 10 Penilaian akseptabilitas masyarakat KKLD Selat Dampier Peringkat No. Peubah Bersedia Biasa Kurang Tidak ingin 1. Kawasan dikelola dengan baik dan masyarakat lokal diikutsertakan (Fkwdb) 2. Menerima wisatawan di rumah (Fmwr) 3. Menerima wisatawan di pantai (Fmwp) 4. Harapan pengembangan kegiatan ekowisata (Fhpke) 5. Bersikap ramah, jika wisatawan datang ke tempat anda (Fbr) 6. Menjawab jika wisatawan bertanya (Fmjwb) Sangat berpartisipasi Biasa Kurang berpartisipasi Sangat bersedia Biasa Kurang bersedia Sangat bersedia Biasa Kurang bersedia Sangat Biasa Kurang bermanfaat bermanfaat Sangat ramah Biasa Kurang ramah Sangat bersedia Biasa Kurang bersedia Sumber : Hasil diskusi bimbingan (2007) Asumsi : Bobot semua parameter adalah sama Tidak sama sekali Tidak bersedia Tidak bersedia Tidak bermanfaat Tidak ramah Tidak bersedia Penilaian akseptabilitas masyarakat untuk faktor tertentu di setiap kampung didasarkan pada perhitungan berikut ini : 6 4 Fx desa p = Sp ij. nf ij Keterangan : j=1 i=1 f ij. n Fx = total nilai faktor tertentu P = desa tertentu Sp = skor peringkat ke 1-4 f ij = frekuensi peubah dari peubah ke i-j n = responden Akseptabilitas masyarakat terhadap ekowisata, adalah akseptabilitas yang termasuk dalam kisaran: Sangat menerima (S1) : 3,50 ~ 4,00; Menerima (S2) : 2,50 ~ 3,49 Kurang menerima (S3) : 1,50 ~ 2,49; Tidak menerima (TM) : 1,00

12 30 Peluang Pemberdayaan Masyarakat Tabel 11 Penilaian peluang pemberdayaan masyarakat KKLD Selat Dampier No. Parameter 1. Kegiatan wisata dapat memberikan keuntungan (Fkw) 2. Berperan aktif dalam pengelolaan kawasan wisata (Fba) 3. Pemandu wisata/guide (Fpw) 4. Berjualan makanan dan minuman (Fbmm) 5. Pembuatan dan penjualan souvenir (Fpps) 6. Pembuatan/peminjaman baju renang (Fpbr) 7. Pagelaran seni dan budaya (Fpsb) 8. Pengelolaan cafe/tempat makan (Fpc) 9. Penyewaan penginapan/homestay (Fph) 10. Penyewaan alat menyelam (Fpam) Nilai Ingin sekali Biasa saja Kurang Tidak ingin Banyak sekali Biasa saja Sedikit Tidak ada Ingin sekali Biasa saja Kurang Tidak ingin Tidak ingin Biasa saja Kurang Tidak ingin Tidak ingin Biasa saja Kurang Tidak ingin Tidak ingin Biasa saja Kurang Tidak ingin Tidak ingin Biasa saja Kurang Tidak ingin Tidak ingin Biasa saja Kurang Tidak ingin Tidak ingin Biasa saja Kurang Tidak ingin Tidak ingin Biasa saja Kurang Tidak ingin Tidak ingin Biasa saja Kurang Tidak ingin 11. Penyewaan perahu (Fpp) Tidak ingin Biasa saja Kurang Tidak ingin 12. Transportasi (Ftrns) Tidak ingin Biasa saja Kurang Tidak ingin Sumber : Hasil diskusi bimbingan (2007) Asumsi: Bobot semua paramater adalah sama Penilaian akan peluang pemberdayaan masyarakat untuk faktor tertentu di tiap kampung didasarkan pada perhitungan berikut ini : 12 4 Fx desa p = Sp ij. n f ij j=1 i=1 f ij. n Keterangan : Fx = total nilai faktor tertentu P = desa tertentu Sp = skor peringkat ke 1-4 f ij = frekuensi peubah dari peubah ke i-j n = responden

13 31 Skor preferensi pada setiap kampung untuk faktor tertentu di jumlahkan dengan ketentuan sebagai berikut: Sangat berpeluang (S1) : 3,50 ~ 4,00 ; Kurang berpeluang (S3) : 1,50 ~ 2,49 Berpeluang (S2) : 2,50 ~ 3,49 ; Tidak berpeluang (TB) : 1,00 c. Sintesis Tahapan ini merupakan tahap identifikasi kondisi dan peluang pemberdayaan masyarakat lokal dalam hal akseptabilitas masyarakat akan adanya ekowisata di tempat mereka dan aktivitas wisata yang dapat memberikan peluang ekonomi bagi masyarakat lokal sehingga menghasilkan kawasan dengan nilai ekonomi potensial untuk sebuah kawasan yang direncanakan dalam pengembangan kawasan dan interpretasi ekowisata pesisir Zonasi Ekowisata a. Jenis Data Yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan untuk penelitian ini, yaitu data hasil zonasi kepekaan lingkungan, obyek dan atraksi ekowisata, akseptabilitas dan peluang pemberdayaan masyarakat lokal. b. Analisis Data Pengelolaan terhadap data yang telah dihasilkan pada kesesuaian lahan (overlay dari beberapa kriteria) kemudian akseptabilitas dan peluang pemberdayaan masyarakat lokal yang memiliki nilai sangat sesuai dan sesuai dioverlay sehingga hasilnya digunakan untuk menyusun perencanaan jalur interpretasi lingkungan di KKLD Selat Dampier. Overlay untuk mendapat zonasi ekowisata yang akan dikembangkan sebagai kawasan yang sesuai untuk dikembangkan (Gambar 5).

14 32 Kesesuaian lahan pesisir Akseptabilitas masyarakat (Ovl 1) (Ovl 2) Zonasi ekowisata Peluang pemberdayaan masyarakat Gambar 5 Overlay layer-layer zonasi ekowisata Penentuan bobot pada indeks kesesuaian dilakukan dengan metode rangking berdasarkan pendapat ahli (expert judgement). Rangking dari setiap peubah yang telah ditentukan terhadap rencana pengembangan kawasan ekowisata pesisir interpretatif KKLD Selat Dampier diperoleh melalui wawancara dengan 2 ahli di bidang ekowisata. Data yang berhasil dikumpulkan dan diolah dengan cara mentabulasikan dan kemudian dianalisis menggunakan model indeks kesesuaian seperti dibawah ini : Indeks kesesuaian = 0,7 KL + 0,2 AM + 0,1PB Keterangan : KL = kesesuaian lahan AM = akseptabilitas masyarakat PB = peluang pemberdayaan masyarakat lokal Kriteria zonasi pada setiap kampung dikelompokkan, berdasarkan skornya dengan kelas sebagai berikut: Zona intensif (Z1) : skor 3,50 ~ 4,00 Zona semi intensif (peyangga) (Z2) : skor 2,50 ~ 3,49 Zona konservasi (Z3) : skor 1,50 ~ 2,49 Zona inti (Z4) : skor 1,00 c. Sintesis Tahapan ini merupakan tahap analisis zonasi ekowisata yang akan menghasilkan zonasi ekowisata berdasarkan kesesuaian lahan, obyek dan atraksi

15 33 ekowisata, akseptabilitas dan peluang pemberdayaan masyarakat lokal yang direncanakan dalam pengembangan kawasan dan interpretasi ekowisata pesisir sehingga menghasilkan composite value zonasi Deliniasi Kawasan Ekowisata Pesisir Tahapan ini merupakan tahap analisis potensi dan seleksi suatu kawasan berupa kawasan teresterial maupun akuatik untuk mendapatkan kawasan ekowisata pesisir berdasarkan overlay aspek biofisik, sosial budaya dan pemberdayaan masyarakat lokal Rencana Interpretasi Ekowisata a. Jenis Data yang Dikumpulkan Ada dua jenis data yang dikumpulkan untuk penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer atau data lapangan diperoleh melalui wawancara dan survei sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka. Jenis data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 12. b. Analisis Data Analisis data yaitu pengelolaan terhadap data yang telah dikumpulkan untuk digunakan menyusun perencanaan interpretasi lingkungan di KKLD Selat Dampier. Data yang berhasil dikumpulkan dan diolah dengan cara mentabulasikan dan kemudian dianalisis sesuai dengan jenis data dan tujuan penggunaannya. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis potensi kawasan. Analisis potensi kawasan yang mencakup sumberdaya alam hayati, fisik dan budaya digunakan untuk mengetahui potensi sumberdaya kawasan untuk kegiatan ekowisata pesisir. Analisis terhadap masyarakat di kawasan bertujuan untuk mengetahui persepsi dan partisipasi mereka terhadap kegiatan wisata yang akan dilakukan. Setiap jawaban yang diperoleh ditabulasi kemudian dihitung prosentasenya dengan jumlah keseluruhan responden dan selanjutnya dibahas secara deskriptif. Analisis pengelolaan kawasan bertujuan untuk mengetahui pengelolaan kawasan saat ini, keinginan, rencana, serta arah pengembangan kegiatan wisata pada masa yang akan datang.

16 34 Tabel 12 Bentuk dan metode pengambilan data No. Data Peubah Bentuk /cara (tabular/peta) 1 Potensi sumberdaya alam dan budaya 1. Fisik a) Keadaan umum kawasan b) Iklim (suhu, curah hujan, bulan basah dan bulan kering) c) Arus air d) Fenomena alam Tabular Peta Kawasan Peta topografi Peta batimetri Sumber BMG Bapeda DKP Baplan Responden Metode pengambilan dan teknik analisis 2. Biologi Flora a) Jenis (jenis yang ada, jenis yang terkait dengan cerita rakyat dan budaya masyarakat setempat) b) Letak c) Habitat dan penyebaran d) Keunikan Tabular Dinas Kehutanan DKP Responden Survei Wawancara Studi pustaka Pengamatan dan pengukuran di lapangan Inventarisasi kegiatan fisik, flora dan fauna 3. Sosial Budaya a) Kehidupan tradisional b) Kehidupan nelayan c) Atraksi budaya d) Interaksi masyarakat dengan flora dan fauna e) Sistem sosial masyarakat f) Cerita rakyat Tabular Responden 2 Masyarakat lokal Keinginan, partisipasi Pengetahuan masyarakat tentang kawasan 3 Pengelolaan Rencana dan arah pengembangan Fasilitas pendukung yang ada a) Macam fasilitas b) Jumlah c) Letak Tabular Tabular Responden Dinas Pariwisata dan Kebudayaan BPS Wawancara Wawancara Inventarisasi fasilitas c. Sintesis Tahapan ini merupakan tahap analisis rencana interpretasi ekowisata yang dilakukan menghasilkan sebuah jalur dan program interpretasi berdasarkan obyekobyek yang direncanakan dalam pengembangan kawasan dan interpretasi

17 35 ekowisata pesisir. interpretasi alternatif. Hasil sintesis diharapkan dapat menghasilkan jalur-jalur Rencana Kawasan Ekowisata Pesisir Interpretatif Analisis rencana kawasan ekowisata pesisir interpretatif merupakan suatu rencana yang menggabungkan antara rencana pengembangan kawasan ekowisata dan rencana interpretasi lingkungan. a. Jenis Data yang Dikumpulkan Ada dua jenis data yang dikumpulkan untuk penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer atau data lapangan diperoleh melalui wawancara dan survei sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, sebagaimana disajikan pada Tabel 13. b. Analisis data Tahapan ini merupakan tahap analisis rencana pengembangan kawasan berkonsep ekowisata dengan rencana interpretasi ekowisata pesisir menggunakan analisis deskriptif dan analisis spasial dapat dilakukan dengan teknik spatial overlay modelling (Setiawan, 2003). c. Sintesis Tahap sintesis ini berupa hasil analisis spasial menggunakan sistem informasi geografis yang nanti akan menghasilkan sebuah kawasan yang berkonsep ekowisata dan interpretasi ekowisata pesisir di KKLD Selat Dampier Peringkat dan Pembobotan Perhitungan kesesuaian diperoleh dengan cara mengalikan bobot dengan skor, kemudian hasil perkalian untuk semua variabel kesesuaian tersebut dijumlahkan. Interval skor dalam penentuan kriteria ekowisata pantai di KKLD Selat Dampier ditentukan dengan memanfaatkan nilai parameter dan nilai maksimum total skor dari masing-masing kelas kesesuaian.

18 36 Tabel 13 Bentuk dan metode pengambilan data No. Data Peubah Bentuk (tabular/peta) Sumber Metode pengambilan 1 Potensi sumberdaya alam 1. Fisik keadaan umum kawasan, tanah, iklim (suhu, curah hujan, bulan basah da bulan kering), topografi dan kelerengan, Arus air kemiringan pantai, tipe pantai, panjang pantai, material pantai, penutupan lahan, ketersediaan air tawar, pasang surut, kedalaman dasar perairan, kedalaman dasar laut, kecepatan arus, kecerahan air, tutupan terumbu karang, jenis terumbu karang, dan jenis ikan karang, fenomena alam seperti air terjun, sumber air panas, gua dan lain-lainnya) 2). Biologi Flora jenis (jenis yang ada, jenis yang terkait dengan cerita rakyat dan budaya masyarakat setempat) letak, habitat dan penyebaran, keunikan, hidrologi, vegetasi, kepekaan tanah Peta Kawasan Peta Batimetri Peta tutupan terumbu karang Tabular BMG DKP COREMAP BAPLAN LAPAN Dinas Kehutanan DKP Responden Wawancara Survei Studi pustaka Pengamatan dan pengukuran di lapangan Inventarisasi atraksi fisik, flora dan fauna Yulianda (2007) Survei, Wawancara Studi pustaka, Gunn (1991) 2 Sosial budaya kehidupan tradisional, perladangan, atraksi budaya interaksi masyarakat dengan flora dan fauna sistem sosial masyarakat, cerita rakyat aksesibilitas, daya tarik, fasilitas pendukung, dukungan masyarakat sistem religi, sistem kemasyarakatan, kesenian, bahasa, nilai sejarah dan tapak arkeologi. tabular peta jalan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bapeda Responden Wawancara, Studi pustaka Survei,Pengamatan dan pengukuran di lapangan Inventarisasi atraksi fisik, flora dan fauna MacKinnon et al. (1986) 3 Ekonomi Pekerjaan, aktifitas ekonomi Tingkat pendapatan Letak, atraksi, fasilitas pendukung, dukungan dan partisipasi masyarakat tabular Responden BPS Wawancara, Survei MacKinnon et al. (1986) 4 Masyarakat keinginan, partisipasi, pengetahuan masyarakat tentang kawasan tabular Responden Wawancara, Inventarisasi lokal 5 Pengelolaan rencana dan arah pengembangan tabular Responden wawancara fasilitas pendukung yang ada Dinas Pariwisata Inventarisasi fasilitas a. Macam fasilitas dan Kebudayaan BPS b. Jumlah c. Letak

19 Parameter dan Peubah Berikut parameter-parameter sebagai faktor pembatas yang diukur untuk menentukan kelas kesesuaian kawasan berdasarkan kegiatan wisata yang dilakukan. Dalam penyusunan matriks kesesuaian untuk peruntukan ekowisata pantai berdasarkan kondisi fisik alam di wilayah pesisir. Maka kriteria yang diperlukan untuk kegiatan ekowisata pantai dan ekowisata bahari (Bakosurtanal, 1996), berikut parameter-parameter sebagai faktor pembatas yang diukur untuk menentukan kelas kesesuaian kawasan berdasarkan kegiatan tersebut: a. Ekowisata Pantai a. Faktor Fisik Perairan Dangkal, yang terdiri dari: 1. Kedalaman Perairan Kedalaman perairan yang relatif dangkal merupakan lokasi yang paling ideal untuk rekreasi di wilayah pantai, dimana para pengunjung dapat bermain air maupun berenang dengan aman. Dalam hal ini kedalaman 0-5 m serta topologi dasar laut landai (<25 0 ) merupakan syarat yang paling sesuai untuk pariwisata pantai. Toleransi juga diberikan untuk kedalaman 5-10 m. Kedalaman lebih dari 10 m dianggap kurang ideal untuk kegiatan ini. 2. Material Dasar Perairan Material dasar perairan sangat menentukan kecerahan maupun turbiditas perairannya. Dengan demikian pada daerah di sekitar pantai, subtrat pasir merupakan lokasi yang sangat sesuai untuk pariwisata pantai. Toleransi diberikan pada subtrat pasir berkarang atau karang berpasir dengan hancuran karang yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan karangnya maupun pasir berlumpur dengan perlakuan khusus. Subtrat lumpur maupun karang merupakan lokasi yang tidak sesuai untuk kegiatan berenang dan bermain air. 3. Kecepatan Arus Kecepatan arus berkaitan dengan keamanan para wisatawan dalam melaksanakan aktivitasnya. Pantai dengan kecepatan arus yang relatif lemah yaitu berkisar 0-0,17 m/detik dan gelombang kecil (arus menyusur pantai)

20 38 merupakan kawasan yang sangat ideal untuk kegiatan wisata pantai. Toleransi diberikan bagi pantai dengan kecepatan arus 0,17-0,34 m/detik, sedangkan pantai yang mempunyai kecepatan arus >0,51 m/detik adalah lokasi yang tidak sesuai untuk kegiatan wisata. Kecepatan arus yang relatif lemah dan tidak ada gelombang (arus menyusur pantai) merupakan syarat ideal untuk kegiatan berenang, bermain air dan sebagainya. Untuk daerah dengan gelombang besar dapat dikembangkan kegiatan wisata selancar (surfing). 4. Kecerahan Perairan Wilayah perairan yang cerah merupakan lokasi yang paling sesuai untuk pariwisata pantai, di mana para pengunjung dapat bermain air, berenang, bahkan berperahu. Kecerahan perairan > 30 m merupakan syarat yang sangat sesuai atau diinginkan untuk pariwisata pantai. Kecerahan perairan yang direkomendasikan untuk kegiatan wisata pantai adalah m. Toleransi diberikan bagi pantai yang mempunyai kecerahan 5-10 m. Jika kecerahan < 5 m maka lokasi tersebut tidak sesuai untuk kegiatan wisata. 5. Jenis lamun Wilayah perairan yang terdapat hidup padang lamun (Sea Grass Beds) hidup bermacam-macam biota laut. Pada padang lamun di Indonesia terdiri dari 7 marga lamun. Dari 7 marga lamun tersebut, tiga marga lamun termasuk suku Hydrocaritaceae yaitu Enhalus, Thalassia dan Halophila, dan empat marga suku Pomatogetonaceae yaitu Halodule, Cymodocea, Syringodium dan Thalassodendron (Nontji, 1987 dalam Dahuri dkk (2001). Jenis lamun yang terdiri dari Cymodocea, Halodule, Halophila, mewakili ke tiga suku. Ketika satu kawasan terdapat lebih dari satu suku akan memberikan nilai estetika yang sangat ideal bagi wisata pantai. Syringodium dan Thalassodendron terdiri dari satu suku Pomatogetonaceae yang masih terdiri dari satu marga merupakan kawasan yang masih sesuai bagi wisata pantai.

21 39 6. Obyek biota mangrove Wilayah perairan yang terdapat hidup mangrove, dimana semakin banyak jumlah biota yang ada pada ekosistem mangrove maka semakin ideal atau sangat sesuai bagi wisata pantai dimana terdapat ikan, udang, kepiting, molusca, reptil dan burung yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata bagi pengunjung. Toleransi diberikan bagi kawasan yang memiliki ikan, udang, kepiting, moluska. Toleransi diberikan bagi pantai yang mempunyai biota ikan dan moluska. Jika hanya salah satu biota air maka lokasi tersebut tidak sesuai untuk kegiatan wisata. b. Faktor Fisik Pantai 1. Tipe Pantai Pantai yang landai dan berpasir adalah kawasan wisata. Hal ini memungkinkan para wisatawan melakukan berbagai aktivitas seperti berjemur, berolahraga, berenang dan sebagainya. Toleransi dapat diberikan pada pantai berpasir dengan sedikit karang maupun daerah yang sedikit terjal. Pantai berlumpur, berkarang dan terjal merupakan kawasan yang tidak sesuai untuk kegiatan wisata. 2. Penutupan Lahan Penentuan kelas kesesuaian kawasan untuk kegiatan wisata pantai juga melibatkan faktor penutupan lahan sebagai salah satu faktor sekunder. Pantai dengan penutupan lahan berupa tanaman alami pantai seperti kelapa dan cemara laut merupakan kawasan yang sesuai untuk kegiatan wisata walaupun faktor penutupan lahan ini dapat diubah dan direncanakan sesuai dengan kemauan pihak pengelola. Toleransi diberikan bagi pantai dengan penutupan lahan berupa semak belukar rendah sedangkan pantai dengan penutupan lahan berupa pemukiman dan pelabuhan merupakan kawasan yang tidak sesuai untuk kegiatan wisata. 3. Ketersediaan Air Tawar Faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan wisata di suatu pantai adalah ketersediaan air tawar. Kebutuhan air tawar ini selain untuk konsumsi juga

22 40 digunakan untuk MCK dan bilas setelah mandi, bermain air laut dan bermain pasir. Pantai yang mempunyai sumberdaya air bersih dengan jarak < 2 km merupakan kawasan yang sangat ideal untuk kegiatan wisata, sedangkan pantai yang mempunyai sumber air berjarak > 2 km merupakan kawasan yang kurang baik untuk kegiatan wisata. b. Ekowisata Bahari Syarat-syarat yang diperlukan untuk kegiatan ekowisata bahari, antara lain: 1. Kecerahan perairan kecerahan perairan merupakan syarat utama dalam kegiatan pariwisata bahari, dimana semakin cerah suatu perairan semakin indah taman laut yang dapat dinikmati oleh wisatawan. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, daerah dengan nilai kecerahan >80 % yang tidak termasuk laut dalam merupakan lokasi yan paling sesuai untuk kegiatan ini. Toleransi diberikan pada wilayah perairan dengan kecerahan 20-<50%. Sedangkan daerah dengan nilai kecerahan < 20 % tidak sesuai. 2. Tutupan komunitas terumbu karang Tutupan komunitas terumbu karang juga merupakan syarat utama dalam pariwisata bahari, karena merupakan unsur utama dari nilai estetika taman laut yang akan dinikmati oleh wisatawan. Daerah dengan tutupan karang hidup > 75% merupakan lokasi yang paling sesuai untuk wisata bahari. Toleransi diberikan pada daerah dengan tutupan terumbu karang >25 75 %. Sedangkan daerah dengan tutupan terumbu karang < 25% dianggap tidak sesuai karena tidak lagi termasuk ke dalam kategori indah. 3. Jenis ikan karang Keragaman ikan karang merupakan faktor utama yang dapat menunjang keindahan alam laut. Kategori dari parameter ini adalah daerah yang mempunyai ikan karang > 70 spesies dikategorikan ke dalam daerah dengan jenis ikan karang sangat beragam (sangat sesuai), daerah yang mempunyai jenis ikan karang antara % species dikategorikan ke dalam daerah denga jenis ikan beragam, daerah yang mempunyai jenis ikan karang %

23 41 species dikategorikan ke dalam daerah dengan jenis ikan sedang atau toleransi bagi kegiatan pariwisata bahari, dan daerah yang mempunyai jenis ikan karang < 20 species dikategorikan ke dalam daerah dengan jenis ikan sedikit (tidak sesuai untuk wisata). 4. Kecepatan arus Kecepatan arus berkaitan dengan keamanan wisatawan dalam melaksanakan aktivitasnya. Dengan demikian kecepatan arus yang relatif lemah merupakan syarat ideal untuk kegiatan berenang, bermain air dan sebagainya. Kecepatan arus maksimal yang dapat ditolerir oleh seorang penyelam maksimal 1 knots atau setara dengan 0,51 m/det. Wisata selam dan snorkling hanya akan dilakukan pada daerah dengan kecepatan arus dibawah 0,51 m/det. Daerah dengan kecepatan arus 0-0,17 m/det merupakan lokasi yang paling sesuai, kecepatan arus > 0,17-0,34 m/det dikategorikan ke dalam lokasi masih sesuai, toleransi diberikan pada kecepatan arus > 0,34-0,51 m/det atau dikategorikan ke dalam sesuai bersyarat, dan daerah dengan kecepatan arus diatas > 0,51 m/det dikategorikan ke dalam lokasi yang tidak sesuai. Dalam menyusun matrik kesesuaian kemudian menilai kelayakan atas dasar pemberian bobot dan skor pada parameter-parameter pembatas untuk kegiatan ekowisata pesisir. Di dalam parameter ini mengandung kriteria-kriteria yang berfungsi untuk menentukan kelas kesesuaian. Dari parameter yang ada kemudian disusun matriks kesesuaian untuk keperluan ekowisata pantai. Kelas kesesuaian pada matriks ini menggambarkan tingkat kecocokan dari suatu kawasan untuk penggunaan ekowisata. Dalam kelas kesesuaian dibagi kedalam empat kelas, yang didefinisikan sebagai berikut : Kelas S1 : Sangat sesuai Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukan/tingkatan perlakuan yang diberikan.

24 42 Kelas S2 : Cukup Sesuai Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukan/tingkatan perlakuan yang diperlukan. Kelas S3 : Sesuai Bersyarat Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan masukan/tingkatan perlakuan yang diperlukan. Kelas TS : Tidak Sesuai Daerah ini mempunyai pembatas permanen, sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut Zonasi Ekowisata Pesisir Masing-masing faktor yang memiliki dampak dan tingkat kepentingan yang berbeda akan berubah berdasarkan waktu maka diberikan faktor pembobot. Jumlah faktor pembobot berdasarkan masing-masing sumberdaya berdasarkan kepentingannya. Berdasarkan kepentingannya maka setiap parameter memiliki total 70 (kesesuaian lahan), 20 (akseptabilitas masyarakat) dan 10 (peluang pemberdayaan masyarakat), hal tersebut dengan asumsi bahwa faktor kesesuaian lahan atau sumberdaya alam pada kasus perencanaan pengembangan kawasan ekowisata pesisir interpretatif KKLD Selat Dampier di Kabupaten Raja Ampat akan lebih tinggi dampaknya jika tidak di jaga dengan baik (Gunn, 1994) Batasan dan Asumsi Penelitian ini mencakup wilayah KKLD Selat Dampier, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Secara administratif batas wilayah studi ke arah daratan yang akan digunakan adalah Kampung Friwen, Arborek sedangkan batas ke arah laut adalah garis pantai.

25 43 Penelitian dilakukan dengan pendekatan ekologis. Penilaian atas kesesuaian lahan yang diperoleh berkaitan erat dengan perlindungan dan kelestarian sumberdaya alam yang berpotensi wisata. Asumsi yang digunakan membatasi kriteria, subkriteria, bentuk, peringkat, dan pembobot berdasarkan kelestarian, perlindungan dan pemanfaatan yang baik 3.8. Definisi Operasional 1. Obyek dan daya tarik wisata alam adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata; 2. Ekowisata adalah suatu bentuk pariwisata alternatif yang mencakup perjalanan ke kawasan-kawasan yang tidak terganggu atau terkontaminasi dengan tujuan spesifik untuk mempelajari, mengagumi, dan menikmati pemandangan, flora dan fauna dan hidupan liar, termasuk manifestasi budaya yang ditemukan di kawasan tersebut; 3. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata; 4. Interpretasi adalah pelayanan kepada pengunjung yang merupakan mata rantai komunikasi antara pengunjung dengan sumberdaya alam dan membantu pengunjung untuk merasakan sesuatu yang dirasakan oleh interpreter tentang keindahan, keunikan alam, keanekaragaman dan yang berhubungan dengan lingkungan, keajaiban alam dan perasaan ingin tahu; 5. Jalur interpretasi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan jalur yang baik agar tidak terjadi kerusakan ekologi pada daerah yang akan dikunjungi; 6. Kawasan pesisir yang interpretatif adalah suatu upaya untuk menata suatu areal pendukung kegiatan wisata pesisir yang dapat mencerminkan ragam kekayaan ekologis dan budaya, potensi ekonomi dan potensi bahaya yang dimilikinya serta keindahan bentang pemandangan alam (landscape) dan bentang pemandangan laut (seascape); 7. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya pemberian fasilitas, dorongan atau bantuan kepada masyarakat pesisir agar mampu menentukan pilihan yang

26 44 terbaik dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari; 8. Kesiapan masyarakat lokal adalah masyarakat yang siap menghadapi adanya pariwisata bukan hanya sebagai obyek tetapi dapat mejadi pelaku dalam aktivitas pariwisata yang akan dilakukan.

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Santolo, Kabupaten Garut. Pantai Santolo yang menjadi objek penelitian secara administratif berada di dua

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 14 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Lampuuk Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 5,2º-5,8º

Lebih terperinci

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI Oleh Gesten Hazeri 1, Dede Hartono 1* dan Indra Cahyadinata 2 1 Program Studi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian METODOLOGI. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini terdiri dari tahapan, yakni dilaksanakan pada bulan Agustus 0 untuk survey data awal dan pada bulan FebruariMaret 0 pengambilan data lapangan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Ekowisata Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah memilikikontribusi ekonomi yang cukup penting bagi kegiatan pembangunan. Olehkarenanya, sektor ini

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 45 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kabupaten Sambas dengan fokus lokasi penelitian pada kawasan pesisir kecamatan Paloh propinsi Kalimantan Barat

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Nuhuroa yaitu kawasan pesisir Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Dullah Utara (Tabel 1). Tabel 1 Lokasi Penelitian di

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan 31 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lanskap wisata TNB, Sulawesi Utara tepatnya di Pulau Bunaken, yang terletak di utara Pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di daerah tropis dengan luas laut dua pertiga dari luas negara secara keseluruhan. Keberadaan Indonesia di antara dua benua dan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wilayah pesisir dan pengembangan pariwisata pesisir 2.1.1 Wilayah pesisir Pada umumnya wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pantai adalah wilayah perbatasan antara daratan dan perairan laut. Batas pantai ini dapat ditemukan pengertiannya dalam UU No. 27 Tahun 2007, yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Wilayah Pesisir 2.1.1. Batas Wilayah Pesisir Dalam pengelolaan wilayah pesisir sangat diperlukan batas wilayah yang akan dikelola. Batas wilayah pesisir dipertimbangkan atas dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Karakteristik Wilayah Pesisir Wilayah pesisir merupakan zona penting karena pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekosistem seperti mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan alam, struktur historik, adat budaya, dan sumber daya lain yang terkait dengan wisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian ditentukan

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut

TATA CARA PENELITIAN. B. Metode Penelitian dan Analisis Data. kuisioner, pengambilan gambar dan pengumpulan data sekunder. Menurut IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan ekowisata hutan lindung mangrove dan penangkaran buaya di Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1 Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Masita Hair Kamah 1), Femy M. Sahami 2), Sri Nuryatin Hamzah 3) Email : nishabandel@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak bulan eptember sampai Desember 2013. Penelitian ini bertempat

Lebih terperinci

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.. April. 05 ISSN : 087-X KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH Agus Indarjo Universitas Diponegoro Jl. Prof.Soedarto,SH. Tembalang.Semarang.Tel/Fax:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian berlokasi di Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan yang berada di kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra, Desa Gili Indah,

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi penelitian. 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di kawasan Kampung Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Kotamadya Jakarta Selatan (Gambar 6), dengan luas kawasan ± 165 ha, meliputi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Sintang (Gambar 4). Secara geografis Kabupaten Sintang terletak pada 1 0 05 Lintang Utara 1 0 21 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL Nam dapibus, nisi sit amet pharetra consequat, enim leo tincidunt nisi, eget sagittis mi tortor quis ipsum. PENYUSUNAN BASELINE PULAU-PULAU

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Perkampungan Portugis Kampung Tugu Jakarta Utara Lanskap Sejarah Aspek Wisata Kondisi Lanskap: - Kondisi fisik alami - Pola Pemukiman - Elemen bersejarah - Pola RTH

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Upaya untuk penentuan satuan kawasan wisata merupakan suatu pengalokasian beberapa obyek wisata untuk pengembangan wilayah. Dimana hakekatnya SKW merupakan pengelompokan

Lebih terperinci

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai 2.1.1. Kawasan pesisir Menurut Dahuri (2003b), definisi kawasan pesisir yang biasa digunakan di Indonesia adalah suatu wilayah peralihan antara daratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

III. METODOLOGI LAUT JAWA KEC.CILAMAYA KULON KAB.SUBANG TANPA SKALA TANPA SKALA DESA PASIRJAYA PETA JAWA BARAT LOKASI STUDI

III. METODOLOGI LAUT JAWA KEC.CILAMAYA KULON KAB.SUBANG TANPA SKALA TANPA SKALA DESA PASIRJAYA PETA JAWA BARAT LOKASI STUDI 14 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Rencana Pengembangan Lanskap Pantai Tanjung Baru sebagai Kawasan Wisata Berbasis Ekologis ini dilaksanakan di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan

Lebih terperinci

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan Deskripsi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Kelapa Rapat (Klara) Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, dengan luas area ± 5.6 Ha (Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

PEMETAAN KAWASAN EKOWISATA SELAM DI PERAIRAN PULAU PANJANG, JEPARA, JAWA TENGAH. Agus Indarjo

PEMETAAN KAWASAN EKOWISATA SELAM DI PERAIRAN PULAU PANJANG, JEPARA, JAWA TENGAH. Agus Indarjo Jurnal Harpodon Borneo Vol.7. No.. Oktober. 04 ISSN : 087-X PEMETAAN KAWASAN EKOWISATA SELAM DI PERAIRAN PULAU PANJANG, JEPARA, JAWA TENGAH Agus Indarjo Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN

BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN Sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 13 ribu pulau, Indonesia layak disebut sebagai negara dengan potensi bahari terbesar di dunia. Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa induk Molotabu. Dinamakan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Sakti Pulau Nusa Penida Provinsi Bali. Untuk lebih jelas peneliti mencantumkan denah yang bisa peneliti dapatkan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Botutonuo, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango

Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Botutonuo, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pantai Botutonuo, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango 1,2 Deysandi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Diketahui bahwa Papua diberi anugerah Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Sumberdaya tersebut dapat berupa sumberdaya hayati dan sumberdaya non-hayati. Untuk sumberdaya

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Mei sampai Oktober 2009. Lokasi penelitian dan pengamatan dilakukan di Pulau

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam ini, hampir merata terdapat di seluruh wilayah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumberdaya pesisir dan laut, disamping hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang adalah struktur di dasar laut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

RINGKASAN. mendukung keberadaan Taman Laut Banda dengan mempertimbangkan aspek

RINGKASAN. mendukung keberadaan Taman Laut Banda dengan mempertimbangkan aspek RINGKASAN MAISNUN ALBAAR. A 3 1.0655. PERENCANAAN LANSKAP PULAU KECIL. BANDA NAIRA - MALUKU SEBAGAI KAWASAN WISATA. (Di bawah bimbiugan Bapak Bambang Sulistyantara). Studi hi bertujuan membuat rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan or4 APLlKASl SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN WILAYAH POTENSIAL WISATA BAHARI TERUMBU KARANG Dl PULAU SATONDA, DOMPU, NUSA TENGGARA BARAT HAZMI C06498017 PROGRAM STUD1

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang 9 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (hermatifik) yang disebut

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Tahapan Penelitian 3.3 Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Tahapan Penelitian 3.3 Pengumpulan Data 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku. Kawasan Pesisir Kecamatan Pringkuku terdiri

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN WISATA PANTAI DI PANTAI KRAKAL KABUPATEN GUNUNGKIDUL

ANALISIS KESESUAIAN WISATA PANTAI DI PANTAI KRAKAL KABUPATEN GUNUNGKIDUL ANALISIS KESESUAIAN WISATA PANTAI DI PANTAI KRAKAL KABUPATEN GUNUNGKIDUL Fadhil Febyanto *), Ibnu Pratikto, Koesoemadji Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA PESISIR INTERPRETATIF DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH SELAT DAMPIER KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI PAPUA BARAT

RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA PESISIR INTERPRETATIF DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH SELAT DAMPIER KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI PAPUA BARAT RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA PESISIR INTERPRETATIF DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH SELAT DAMPIER KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI PAPUA BARAT INDAH LESTARI SIBAGARIANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 RUANG LINGKUP PENELITIAN 3.1.1 Ruang Lingkup Substansi Penelitian ini menitikberatkan untuk menghitung Indeks Kesesuaian Kawasan Wisata dengan memperhatikan daya dukung kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya hayati perairan laut merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci