BAB II SEKSUALITAS DAN MEDIA: TINJAUAN DARI MASA KE MASA...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II SEKSUALITAS DAN MEDIA: TINJAUAN DARI MASA KE MASA..."

Transkripsi

1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 4 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Kerangka Pemikiran Film Sebagai Media Hiburan Film, Seks dan Perempuan Sebagai Sebuah Komoditas Seks dan Seksualitas E. Kerangka Konsep Skala Seksualitas dalam Perilaku Seksual Skala Seksualitas dalam Tubuh F. Definisi Operasional G. Metodologi Penelitian Unit Analisis Teknik Pengumpulan Data Populasi Sensus Teknik Analisis Data Reliabilitas dan Validitas BAB II SEKSUALITAS DAN MEDIA: TINJAUAN DARI MASA KE MASA A. Sekelumit Tentang Seksualitas B. Seksualitas di Media Pornografi Materi Seksual di Berbagai Media C. Paradoks Regulasi Mengenai Materi Seksual dalam Film Indonesia Regulasi Film Indonesia Tahun 1980-an Mengenai Seksualitas Regulasi Film Indonesia Tahun 1990-an Mengenai Seksualitas Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi BAB III FILM HOROR INDONESIA DAN SOSOK DEWI PERSIK A. Horor Sebagai Sebuah Genre B. Film Horor Indonesia Ciri Film Horor Indonesia Masa Orde Lama Ciri Film Horor Indonesia Masa Reformasi C. Dewi Persik dalam Film Horor Indonesia Sosok Dewi Persik Perjalanan Karier Dewi Persik Film-film Dewi Persik Sensasi Dewi Persik... 78

2 BAB IV PERILAKU SEKSUAL DAN EKSPLOITASI TUBUH DALAM FILM HOROR DEWI PERSIK A. Sajian Data dan Analisis Isi Masing-masing Film Tali Pocong Perawan (2008) a. Sinopsis Film Tali Pocong Perawan b. Elemen Perilaku Seksual dalam Film Tali Pocong Perawan c. Elemen Eksploitasi Tubuh dalam Tali Pocong Perawan Tiren: Mati Kemaren (2008) a. Sinopsis Film Tiren: Mati Kemaren b. Elemen Perilaku Seksual dalam Film Tiren: Mati Kemaren c. Elemen Eksploitasi Tubuh dalam Film Tiren: Mati Kemaren Setan Budeg (2008) a. Sinopsis Film Setan Budeg b. Elemen Perilaku Seksual dalam Film Setan Budeg c. Elemen Eksploitasi Tubuh dalam Film Setan Budeg Paku Kuntilanak (2009) a. Sinopsis Film Paku Kuntilanak b. Elemen Perilaku Seksual dalam Film Paku Kuntilanak c. Elemen Eksploitasi Tubuh dalam Film Paku Kuntilanak Tiran: Mati di Ranjang (2010) a. Sinopsis Film Tiran: Mati di Ranjang b. Elemen Perilaku Seksual dalam Film Tiran: Mati di Ranjang c. Elemen Eksploitasi Tubuh dalam Film Tiran: Mati di Ranjang Arwah Goyang Jupe-Depe (2011) a. Sinopsis Film Arwah Goyang Jupe-Depe b. Elemen Perilaku Seksual dalam Arwah Goyang Jupe-Depe c. Elemen Eksploitasi Tubuh dalam Arwah Goyang Jupe-Depe Pacar Hantu Perawan (2011) a. Sinopsis Film Pacar Hantu Perawan b. Elemen Perilaku Seksual dalam Film Pacar Hantu Perawan c. Elemen Eksploitasi Tubuh dalam Film Pacar Hantu Perawan Arwah Kuntilanak Duyung (2011) a. Sinopsis Film Arwah Kuntilanak Duyung b. Elemen Perilaku Seksual dalam Arwah Kuntilanak Duyung c. Elemen Eksploitasi Tubuh dalam Arwah Kuntilanak Duyung Pantai Selatan (2013) a. Sinopsis Film Pantai Selatan b. Elemen Perilaku Seksual dalam Film Pantai Selatan c. Elemen Eksploitasi Tubuh dalam Film Pantai Selatan Bangkit dari Lumpur (2013) a. Sinopsis Film Bangkit dari Lumpur b. Elemen Perilaku Seksual dalam Film Bangkit dari Lumpur c. Elemen Eksploitasi Tubuh dalam Film Bangkit dari Lumpur

3 B. Sajian Data dan Analisis Isi Secara Keseluruhan Perilaku Seksual Biasa dan Perilaku Seksual Menyimpang Perilaku Seksual Biasa Perilaku Seksual Menyimpang Keaktifan Perilaku Seksual Tujuan Perilaku Seksual Eksploitasi Tubuh: Perempuan Masih Paling Mempesona Film Horor Dewi Persik: Horor Label Belaka Antara Temuan Penelitian dan Keberadaan Aturan Implikasi di Lingkungan Masyarakat BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran Daftar Pustaka

4 DAFTAR GAMBAR Gambar Siklus Respons Seksual Manusia Gambar Neutral Clothing (Scene 54), Somewhat Sexy Clothing (Scene 31), dan Very Sexy Clothing (Scene 10) pada Perempuan Pemeran Utama Tali Pocong Perawan Gambar Outright Nudity pada Perempuan Pemeran Pendukung dalam Scene 65 Tali Pocong Perawan Gambar Somewhat Sexy Clothing pada Pemeran Utama Laki-laki Film Tali Pocong Perawan Gambar Perilaku Seksual Kombinasi Affectonate Touching, Hug, dan Kiss antara Maya dan Leo dalam Scene 11; Ranti dan Leo dalam Scene 54; Ranti dan Reno dalam Scene Gambar Somewhat Sexy Clothing pada Perempuan dalam Scene 52 Mati Kemaren Gambar Somewhat Sexy Clothing(Scene 29), Very Sexy Clothing (Scene 43),dan Outright Nudity (Scene 34) pada Perempuan Pemeran Pendukung dalam Film Mati Kemaren Gambar Somewhat Sexy Clothing pada Perempuan Figuran dalam Scene 72 dan 73 Mati Kemaren Gambar Somewhat Sexy Clothing (Scene 22) dan Outright Nudity (Scene 19 dan Scene 21) pada Laki-laki dalam Film Mati Kemaren Gambar Penggambaran Keaktifan Perempuan dalam Scene 61 Setan Budeg Gambar Neutral Clothing (Scene 65), Somewhat Sexy Clothing (Scene 15) dan Outright Nudity (Scene 17) Perempuan Pemeran Utama Setan Budeg Gambar Somewhat Sexy Clothing (Scene 8) dan Outright Nudity (Scene 14) pada Perempuan Pemeran Pendukung Setan Budeg Gambar Somewhat Sexy Clothing (Scene 37) dan Outright Nudity (Scene 61) pada Laki-laki Pemeran Pendukung; serta Lain-lain pada Laki-laki Figuran (Scene 42) Film Setan Budeg Gambar Somewhat Sexy Clothing (Scene 39), Very Sexy Clothing (Scene 5), dan Outright Nudity (Scene 20) pada Perempuan dalam Paku Kuntilanak Gambar Somewhat Sexy Clothing (Scene 64), Very Sexy Clothing (Scene 51), dan Outright Nudity (Scene 65) pada Laki-laki dalam Film Paku Kuntilanak Gambar Somewhat Sexy Clothing (Scene 42) dan Very Sexy Clothing (Scene 72) pada Perempuan Pemeran Utama dalam Film Mati di Ranjang Gambar Very Sexy Clothing (Scene 49) dan Outright Nudity (Scene 53) pada Perempuan Pemeran Pendukung dalam Film Mati di Ranjang Gambar Somewhat Sexy Clothing (Scene 2) pada Laki-laki dalam Film Mati di Ranjang Gambar Perilaku Flirting dalam Film Arwah Goyang Jupe-Depe Gambar Somewhat Sexy Clothing (Scene 4), Very Sexy Clothing (Scene 7), dan Outright Nudity (Scene 47) pada Perempuan dalam Film Arwah Goyang Jupe-Depe

5 Gambar Somewhat Sexy Clothing pada Laki-Laki dalam Scene 11 dan 18 Arwah Goyang Jupe-Depe Gambar Somewhat Sexy Clothing (Scene 42) dan Very Sexy Clothing (Scene 39 dan 28) pada Perempuan Pemeran Utama dalam Film Pacar Hantu Perawan Gambar Very Sexy Clothing (Scene 3) dan Outright Nudity (Scene 27) pada Perempuan Pemeran Pendukung dalam Film Pacar Hantu Perawan Gambar 4.23 Somewhat Sexy Clothing (Scene 23) pada Laki-laki dalam Film Pacar Hantu Perawan Gambar Very Sexy Clothing (Scene 1) pada Perempuan Pemeran Utama Arwah Kuntilanak Duyung Gambar Somewhat Sexy Clothing (Scene 4) pada Perempuan dalam Film Arwah Kuntilanak Duyung Gambar Somewhat Sexy Clothing pada Laki-laki Pemeran Utama (Atas - Scene 40) dan Laki-laki Pemeran Pendukung (Bawah - Scene 5 ) dalam Film Arwah Kuntilanak Duyung Gambar Somewhat Sexy Clothing pada Perempuan dalam Film Pantai Selatan Gambar Outright Nudity dan Very Sexy Clothing pada Perempuan dalam Pantai Selatan Gambar Somewhat Sexy Clothing Pada Perempuan Pemeran Utama (Scene 7, 48, dan 49) dalam Film Bangkit dari Lumpur Gambar Very Sexy Clothing Pada Perempuan Pemeran Utama (Scene 4, 11, dan 41) dalam Film Bangkit dari Lumpur Gambar Somewhat Sexy Clothing Pada Laki-laki Pemeran Utama (Scene 65) dan Laki-laki Pemeran Pendukung (Scene 19) dalam Bangkit dari Lumpur Gambar Close Up Bagian Tubuh Privat Perempuan pada Scene 38 Pacar Hantu Perawan dan Scene 4 Arwah Kuntilanak Duyung

6 DAFTAR TABEL, DIAGRAM, DAN GRAFIK Tabel Film Horor Indonesia dalam Peringkat Teratas Perolehan Penonton Tahun Tabel Kebutuhan Khalayak Menurut Katz, Gurevitch & Hass... 6 Tabel Unit Analisis Tabel Hasil Uji Reliabilitas Antar-Coder (Intercoder Reliability) Tabel Ciri-ciri Film Horor Indonesia dalam Dua Periode Tabel Perilaku Seksual dan Setting Berlangsungnya dalam Film Tali Pocong Perawan Tabel Perilaku Seksual Suggestiveness/Flirting dalam Scene 14 Tali Pocong Perawan Tabel Masturbasi dan Voyeurism dalam Scene 6 Tali Pocong Perawan Tabel Keaktifan Perilaku Seksual dalam Film Tali Pocong Perawan Tabel Tujuan Perilaku Seksual dalam Film Tali Pocong Perawan Tabel Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Film Tali Pocong Perawan Tabel Eksploitasi Tubuh Laki-laki dalam Film Tali Pocong Perawan Tabel Perilaku Seksual dan Setting Berlangsungnya dalam Film Tiren: Mati Kemaren Tabel Perilaku Seksual Flirting dalam Scene 1 Tiren: Mati Kemaren Tabel Implicit Heterosexual Intercourse dalam Scene 37 Tiren: Mati Kemaren Tabel Keaktifan Perilaku Seksual dalam Film Tiren: Mati Kemaren Tabel Tujuan Perilaku Seksual dalam Film Tiren: Mati Kemaren Tabel Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Film Tiren: Mati Kemaren Tabel Eksploitasi Tubuh Laki-laki dalam Film Tiren: Mati Kemaren Tabel Perilaku Seksual dan Setting Berlangsungnya dalam Film Setan Budeg Tabel Perilaku Seksual AffectionateTouching dalam Scene 8 Setan Budeg Tabel Implicit Heterosexual Intercourse dalam Scene 37 Setan Budeg Tabel Voyeurism dalam Scene 14 Film Setan Budeg Tabel Keaktifan Perilaku Seksual dalam Film Setan Budeg Tabel Tujuan Perilaku Seksual dalam Film Setan Budeg Tabel Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Film Setan Budeg Tabel Eksploitasi Tubuh Laki-laki dalam Film Setan Budeg Tabel Perilaku Seksual dan Setting Berlangsungnya dalam Paku Kuntilanak Tabel Perilaku Seksual Suggestiveness/Flirting dalam Scene 20 Film Paku Kuntilanak Tabel Flirting dan Affectionate Touching dalam Scene 39 Film Paku Kuntilanak Tabel Kombinasi Lima Perilaku Seksual dalam Scene 5 Paku Kuntilanak Tabel Keaktifan Perilaku Seksual dalam Film Paku Kuntilanak Tabel Tujuan Perilaku Seksual dalam Film Paku Kuntilanak Tabel Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Film Paku Kuntilanak Tabel Eksploitasi Tubuh Laki-laki dalam Film Paku Kuntilanak Tabel Perilaku Seksual dan Setting Berlangsungnya dalam Mati di Ranjang

7 Tabel Perilaku Seksual Affectionate Touching, Hug, dan Kiss dalam Scene 49 Film Mati di Ranjang Tabel Perilaku Seksual Flirting, Affectionate Touching, dan Kiss dalam Scene 72 Mati di Ranjang Tabel Keaktifan Perilaku Seksual dalam Film Tiran: Mati di Ranjang Tabel Tujuan Perilaku Seksual dalam Film Tiran: Mati di Ranjang Tabel Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Film Tiran: Mati di Ranjang Tabel Eksploitasi Tubuh Laki-laki dalam Film Tiran: Mati di Ranjang Tabel Perilaku Seksual dan Setting Berlangsungnya dalam Film Arwah Goyang Jupe-Depe Tabel Perilaku Seksual Kombinasi Affectionate Touching dan Kiss dalam Scene 18 Film Arwah Goyang Jupe-Depe Tabel Keaktifan Perilaku Seksual dalam Film Arwah Goyang Jupe-Depe Tabel Tujuan Perilaku Seksual dalam Film Arwah Goyang Jupe-Depe Tabel Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Film Arwah Goyang Jupe-Depe Tabel Eksploitasi Tubuh Laki-laki dalam Film Arwah Goyang Jupe-Depe Tabel Perilaku Seksual dan Setting Berlangsungnya dalam Film Pacar Hantu Perawan Tabel Flirting, Affectionate Touching, dan Hug dalam Scene 10 Pacar Hantu Perawan Tabel Kombinasi Perilaku Seksual Flirting, Affectionate Touching, Hug, dan Kiss dalam Scene 38 Pacar Hantu Perawan Tabel Keaktifan Perilaku Seksual dalam Film Pacar Hantu Perawan Tabel Tujuan Perilaku Seksual dalam Film Pacar Hantu Perawan Tabel Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Film Pacar Hantu Perawan Tabel Eksploitasi Tubuh Laki-laki dalam Film Pacar Hantu Perawan Tabel Perilaku Seksual dan Setting Berlangsungnya dalam Film Arwah Kuntilanak Duyung Tabel Affectionate Touching dalam Scene 10 Arwah Kuntilanak Duyung Tabel Flirting, Affectionate Touching, dan Kiss dalam Scene 5 Film Arwah Kuntilanak Duyung Tabel Prostitution dan Aggressive Sexual Contact dalam Scene 21 Arwah Kuntilanak Duyung Tabel Keaktifan Perilaku Seksual dalam Film Arwah Kuntilanak Duyung Tabel Tujuan Perilaku Seksual dalam Film Arwah Kuntilanak Duyung Tabel Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Film Arwah Kuntilanak Duyung Tabel Eksploitasi Tubuh Laki-laki dalam Film Arwah Kuntilanak Duyung Tabel Perilaku Seksual dan Setting Berlangsungnya dalam Film Pantai Selatan Tabel Suggestiveness/Flirting dalam Scene 22 Pantai Selatan Tabel Perilaku Hug dan Kiss dalam Scene 91 Pantai Selatan Tabel Keaktifan Perilaku Seksual dalam Film Pantai Selatan Tabel Tujuan Perilaku Seksual dalam Film Pantai Selatan Tabel Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Film Pantai Selatan Tabel Eksploitasi Tubuh Laki-laki dalam Film Pantai Selatan

8 Tabel Perilaku Seksual dan Setting Berlangsungnya dalam Film Bangkit dari Lumpur Tabel Perilaku Seksual Flirting, Affectionate Touching, dan Hug dalam Scene 11 Film Bangkit dari Lumpur Tabel Perilaku Seksual Flirting, Affectionate Touching, Hug, dan Kiss dalam Scene 22 Film Bangkit dari Lumpur Tabel Kontak Seksual Menyimpang: Homosexuality dalam Scene 55 Film Bangkit dari Lumpur Tabel Aggressive Sexual Contact dalam Scene 28 Film Bangkit dari Lumpur Tabel Keaktifan Perilaku Seksual dalam Film Bangkit dari Lumpur Tabel Tujuan Perilaku Seksual dalam Film Bangkit dari Lumpur Tabel Eksploitasi Tubuh Perempuan dalam Film Bangkit dari Lumpur Tabel Eksploitasi Tubuh Laki-laki dalam Film Bangkit dari Lumpur Tabel Frekuensi Elemen Perilaku Seksual dan Eksploitasi Tubuh dalam 10 Film Horor yang Dibintangi Dewi Persik Diagram Frekuensi Tempat dan Waktu Scene dalam 10 Film Horor Dewi Persik Diagram Frekuensi Perilaku Seksual dalam 10 Film Horor Dewi Persik Diagram Frekuensi Keaktifan Perilaku Seksual dalam 10 Film Horor Dewi Persik Diagram Frekuensi Tujuan Perilaku Seksual dalam 10 Film Horor Dewi Persik Grafik Level Perilaku Seksual Biasa dalam 10 Film Horor Dewi Persik

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 - Coding Sheet Lampiran 2 Intercoder Reliability Lampiran 3 - Frekuensi Keaktifan Perilaku Seksual dalam 10 Film Horor Dewi Persik Lampiran 4 - Frekuensi Tujuan Perilaku Seksual dalam 10 Film Horor Dewi Persik Lampiran 5 - Frekuensi Perilaku Seksual Biasa dalam 10 Film Horor Dewi Persik Lampiran 6 - Perilaku Seksual dan Setting Berlangsungnya dalam 10 Film Horor Dewi Persik Lampiran 7 Filmografi 10 Film Horor Indonesia yang Dibintangi Dewi Persik

BAB I PENDAHULUAN. Sinema: Melihat Lebih Dalam Film Indonesia. Yogyakarta: Buku Litera. hal. vii.

BAB I PENDAHULUAN. Sinema: Melihat Lebih Dalam Film Indonesia. Yogyakarta: Buku Litera. hal. vii. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seks pernah menjadi pembicaraan yang tabu dan tidak patut untuk dibicarakan di Indonesia. Seiring dengan arus globalisasi, dimana informasi dapat diakses dari seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN FILM HOROR DAN TIPOGRAFI

BAB II TINJAUAN FILM HOROR DAN TIPOGRAFI DAFTAR ISI Abstrak.. i Kata Pengantar.. iii Ucapan Terima Kasih iv Daftar Isi... v Daftar Gambar.. ix Daftar Tabel..... xi Daftar Lampiran.. xii BAB I PENDAHULUAN..... 1 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kasus kekerasan seksual, free sex,dan semacamnya. Dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kasus kekerasan seksual, free sex,dan semacamnya. Dengan semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Media saat ini baik elektronik maupun cetak banyak disorot oleh banyak kalangan sebagai salah satu penyebab utama hancurnya moral umat manusia termasuk golongan remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Film merupakan suatu media komunikasi massa dan digunakan sebagai sarana hiburan. Perfilman Indonesia sempat menguasai bioskop-bioskop lokal di tahun 1980-an.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Film pada dasarnya digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas, atau bahkan membentuk realitas. Dalam keberagaman nilai-nilai yang ada film mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media cetak. Sebagai contoh dunia perfilman Indonesia saat ini, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. media cetak. Sebagai contoh dunia perfilman Indonesia saat ini, salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Globalisasi seperti sekarang ini serangan para penguasa kapitalis telah menguasai berbagai lini yang ada baik ekonomi, perdagangan, SDA, teknologi dan

Lebih terperinci

Sensualitas dan Tubuh Perempuan dalam Film-film Horor di Indonesia (Kajian Ekonomi Politik Media)

Sensualitas dan Tubuh Perempuan dalam Film-film Horor di Indonesia (Kajian Ekonomi Politik Media) Sensualitas dan Tubuh Perempuan dalam Film-film Horor di Indonesia (Kajian Ekonomi Politik Media) Primada Qurrota Ayun Pendidikan Pascasarjana Ilmu Komunikasi Gadjah Mada Konsentrasi Ilmu Komunikasi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi dalam kehidupannya. Bahasa diperlukan untuk menjalankan segala aktivitas hidup manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media massa secara efektif mempengaruhi agenda politik negara dan

BAB I PENDAHULUAN. media massa secara efektif mempengaruhi agenda politik negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah perkembangan media massa di Indonesia mengalami perubahan drastis semenjak reformasi digulirkan tahun 1998 dan secara simbolis juga mengakhiri pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TIPOGRAFI JUDUL FILM HOROR INDONESIA PADA MEDIA POSTER

BAB IV TINJAUAN TIPOGRAFI JUDUL FILM HOROR INDONESIA PADA MEDIA POSTER BAB IV TINJAUAN TIPOGRAFI JUDUL FILM HOROR INDONESIA PADA MEDIA POSTER 1.1 Tipografi Pada Judul Film Horor Film merupakan media komunikasi dari berbagai teknologi dan unsur-unsur kesenian. Bentuk imaji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komunikasi. Sebagai sebuah pemikiran, tradisi kritik memberikan kontribusi yang

I. PENDAHULUAN. komunikasi. Sebagai sebuah pemikiran, tradisi kritik memberikan kontribusi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya karya Marx dan Friederich Engels mengenai sistem produksi dan kehidupan sosial-ekonomi menjadi induk cabang tradisi pemikiran kritik ilmu komunikasi. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiburan dan edukasi secara bersamaan. memiliki peran dalam hal domestik saja.

BAB I PENDAHULUAN. hiburan dan edukasi secara bersamaan. memiliki peran dalam hal domestik saja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbincangan tentang perempuan akan senantiasa menarik, apalagi jika dihubungkan dengan media massa yang setiap hari kita nikmati, baik itu media cetak maupun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Pada awalnya poster-poster film hanya berupa selebaran yang ditulis dengan

IV. GAMBARAN UMUM. Pada awalnya poster-poster film hanya berupa selebaran yang ditulis dengan IV. GAMBARAN UMUM A. Sejarah Poster Film Pada awalnya poster-poster film hanya berupa selebaran yang ditulis dengan huruf-huruf balok berikut coretan-coretan seadanya. Kemudian terjadi perkembangan menjadi

Lebih terperinci

EKSPLOITASI PEREMPUAN DALAM FILM HOROR. Analisis Isi Pada Film Arwah Goyang Karawang Jupe-Depe. Karya Helfi Kardit SKRIPSI

EKSPLOITASI PEREMPUAN DALAM FILM HOROR. Analisis Isi Pada Film Arwah Goyang Karawang Jupe-Depe. Karya Helfi Kardit SKRIPSI EKSPLOITASI PEREMPUAN DALAM FILM HOROR Analisis Isi Pada Film Arwah Goyang Karawang Jupe-Depe Karya Helfi Kardit SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Film terbanyak yang diminati dan diproduksi di indonesia adalah film

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Film terbanyak yang diminati dan diproduksi di indonesia adalah film BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Film terbanyak yang diminati dan diproduksi di indonesia adalah film yang bergenre horor dan mistik. Terdapat 179 jenis film horor yang sudah terdaftar diperfilman

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. 1. Pembagian Pornografi dan Pornoaksi ditinjau dari Tampilan Film

BAB IV ANALISIS DATA. 1. Pembagian Pornografi dan Pornoaksi ditinjau dari Tampilan Film 142 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian 1. Pembagian Pornografi dan Pornoaksi ditinjau dari Tampilan Film Horor periode 2011-2012 Penelitian pesan adegan pornografi dan pornoaksi dalam film horor

Lebih terperinci

BAB III PEMAPARAN POSTER FILM HOROR INDONESIA

BAB III PEMAPARAN POSTER FILM HOROR INDONESIA BAB III PEMAPARAN POSTER FILM HOROR INDONESIA 3.1 Film Beranak Dalam Kubur The Movie 3.1.1 Data Film Jenis Film : Horor Produser : Dhamo Punjabi dan Manoj Punjabi Sutradara : Adji Saputra dan Freddy Lingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada SMP X di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada SMP X di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan pada SMP X di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Dan waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi perubahan biologis, psikologis, dan sosial (Notoatmodjo, 2007). Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan penerangan (Shadily, 1980, p.1007). bergerak. Dalam bahasa Indonesia, dahulu dikenal istilah gambar hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan penerangan (Shadily, 1980, p.1007). bergerak. Dalam bahasa Indonesia, dahulu dikenal istilah gambar hidup, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film merupakan suatu media komunikasi massa yang berupa serangkaian gambar-gambar yang diambil dari obyek bergerak yang memperlihatkan suatu serial peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. film horor periode 80 an, 90 an, dan 2000 an; (2) adakah pemberontakan atau

BAB IV PENUTUP. film horor periode 80 an, 90 an, dan 2000 an; (2) adakah pemberontakan atau BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Sebagaimana dikemukakan di bagian awal, penelitian ini bermaksud hendak meneliti: (1) bentuk-bentuk eksploitasi perempuan dalam film horor periode 80 an, 90 an, dan 2000 an;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pacaran adalah salah satu perilaku seksual yang penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pacaran adalah salah satu perilaku seksual yang penting dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran adalah salah satu perilaku seksual yang penting dalam perkembangan sosial remaja, khususnya dalam relasi dengan lawan jenis. Dalam menjalin relasi,

Lebih terperinci

REPRESENTASI PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA (Analisis Semiotika Representasi Unsur-unsur Pornografi dalam Film Hantu Binal Jembatan Semanggi)

REPRESENTASI PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA (Analisis Semiotika Representasi Unsur-unsur Pornografi dalam Film Hantu Binal Jembatan Semanggi) REPRESENTASI PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA (Analisis Semiotika Representasi Unsur-unsur Pornografi dalam Film Hantu Binal Jembatan Semanggi) SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi

Lebih terperinci

PERFILMAN IDONESIA HARAPAN, KEKHAWATIRAN, KENYATAAN

PERFILMAN IDONESIA HARAPAN, KEKHAWATIRAN, KENYATAAN PERFILMAN IDONESIA HARAPAN, KEKHAWATIRAN, KENYATAAN REAL BUSINESS ENVIRONMENT REFERENSI UNTUK MAHASISWA PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS BAKRIE 14 DESEMBER 2011 Budiyati Abiyoga Produser Film

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif, karena masalahmasalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif, karena masalahmasalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif, karena masalahmasalah yang akan diteliti memerlukan pengamatan dan penelitian yang mendalam

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai Gelar Sarjana S-1 Ilmu Komunikasi. Riski Harmoko L

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai Gelar Sarjana S-1 Ilmu Komunikasi. Riski Harmoko L KARAKTER ARTIS PORNO LUAR NEGERI DALAM FILM HOROR DI INDONESIA (Analisis Naratif Karakter Artis Porno Asia, Eropa dan Amerika Serikat dalam Film Horor Suster Keramas 2, Pacar Hantu Perawan dan Pocong Mandi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang indah, tetapi tidak setiap remaja dapat menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang beberapa permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disajikan oleh media sering dibentuk sedemikian rupa, sehingga menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. disajikan oleh media sering dibentuk sedemikian rupa, sehingga menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat modern saat ini, kita tidak bisa lepas dari pengaruh media massa. Media massa adalah alat yang digunakan dalam menyampaikan dari sumber ke

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mucul dalam tayangan acara Wisata Malam, yaitu kode Appearance

BAB V PENUTUP. mucul dalam tayangan acara Wisata Malam, yaitu kode Appearance BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan penelitian dan menganalisis melalui tahapan kajian pustaka dan analisis data mengenai adanya unsur sensualitas lewat para bintang tamu perempuan dalam tayangan

Lebih terperinci

Sebagai sebuah genre, film horor merupakan genre yang paling populer di Indonesia,

Sebagai sebuah genre, film horor merupakan genre yang paling populer di Indonesia, HANTU-HANTU DALAM FILM HOROR INDONESIA [tidak untuk dikutip] Veronika Kusumaryati pravdavero@gmail.com Sebagai sebuah genre, film horor merupakan genre yang paling populer di Indonesia, bahkan di dunia.

Lebih terperinci

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 3 Metode Penelitian BAB 3 Metode Penelitian Pada bab ini akan menjelaskan metode penelitian yang mencakup definisi operasional, desain penelitian, teknik sampling, lokasi penelitian serta prosedur selama penelitian berlangsung.

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. pornografi dan pornoaksi pada film horor Indonesia. Peneliti. ini adalah film horor Indonesia.

BAB III PENYAJIAN DATA. pornografi dan pornoaksi pada film horor Indonesia. Peneliti. ini adalah film horor Indonesia. 70 BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Subjek Penelitian 1. Pemilihan Media Jenis media yang digunakan dalam penelitian ini adalah film, sesuai dengan tema penelitian yang meneliti tentang pesan adegan

Lebih terperinci

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh. BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja keadaan fisik, psikologis, dan seksualitas akan mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 90 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Setelah menguraikan hasil penelitian, maka pada bab ini akan disimpulkan beberapa hal penting, serta saran-saran dalam kaitannya dengan perubahan sikap terhadap perilaku berpacaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi sejak dilahirkan didunia, komunikasi tidak hanya berupa

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang berada pada masa yang potensial, baik dilihat dari segi kognitif, emosi maupun fisik. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ataupun signifikansi perbedaan kelompok (Azwar, Metode Penelitian, 1. Variabel tergantung : Perilaku seksual

BAB III METODE PENELITIAN. ataupun signifikansi perbedaan kelompok (Azwar, Metode Penelitian, 1. Variabel tergantung : Perilaku seksual BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010 ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MENGENAI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA GURU DI SMP X DI KOTA CIMAHI TAHUN 2010 Lucas Haryono, 2010; Pembimbing I : dr. Dani, M.Kes Pembimbing II : dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ray Sahetapy, Jupiter, Asya Shara, Ardina Rasti, dan Ki Joko Bodo.

BAB I PENDAHULUAN. Ray Sahetapy, Jupiter, Asya Shara, Ardina Rasti, dan Ki Joko Bodo. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena film horor telah sangat membooming di indonesia, salah satunya yang baru-baru ini beredar adalah Terowongan Casablanca yang diperani oleh Ray Sahetapy,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sosok yang cantik, langsing, feminin, sopan, dan lemah lembut.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sosok yang cantik, langsing, feminin, sopan, dan lemah lembut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembahasan mengenai perempuan memang selalu mengundang ketertarikan, karena perempuan memiliki sosok yang indah dan mampu memikat hati seseorang. Sejak zaman dahulu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Penelitian ini juga disimpulkan dalam level teks dan gambar, level produksi teks, dan level penonton, yaitu : 1) Level teks dan gambar Film 7 hati 7 cinta 7 wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklan dalam menyampaikan informasi mengenai produknya. Umumnya,

BAB I PENDAHULUAN. iklan dalam menyampaikan informasi mengenai produknya. Umumnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Iklan televisi pada dasarnya diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pemasang iklan dalam menyampaikan informasi mengenai produknya. Umumnya, pengiklan juga ingin

Lebih terperinci

1. Anda merupakan penggemar setia obsesi di Global TV? Karena sajiannya selalu menarik seputar gosip2 terbaru. Memang,

1. Anda merupakan penggemar setia obsesi di Global TV? Karena sajiannya selalu menarik seputar gosip2 terbaru. Memang, Nama : Susi Umur : 49 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan 1. Anda merupakan penggemar setia obsesi di Global TV? Ya! 2. Mengapa anda merasa obsesi di Global TV lebih unggul dibanding program infotainment sejenis?

Lebih terperinci

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet?

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet? No. Responden : Umur : tahun Kelas/jurusan : Jenis kelamin : L/P Tempat tinggal : Uang saku : Rp. Perhari Pendidikan terakhir Orangtua : Pendidikan terakhir Ayah Ibu Pekerjaan Orangtua : Penghasilan Orang

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI KARYA

BAB V IMPLEMENTASI KARYA BAB V IMPLEMENTASI KARYA 5.1 Hasil Karya Selama proses kerja praktek dengan kurun waktu satu bulan, memperoleh hasil sebagai berikut: 1. Konsep Film Animasi POPO KUNTI Konsep film animasi yang didapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif karena penelitian ini banyak menggunakan angka-angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia mengalami perkembangan pesat diberbagai bidang di abad ke 21

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia mengalami perkembangan pesat diberbagai bidang di abad ke 21 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia mengalami perkembangan pesat diberbagai bidang di abad ke 21 ini, termasuk didalamnya perkembangan teknologi yang dapat mengakses berbagai macam informasi oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental yaitu descriptive

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental yaitu descriptive BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental yaitu descriptive analytic. Descriptive analytic adalah metode untuk menggambarkan atau meringkas

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI MASTURBASI DENGAN PERILAKU MASTURBASI SISWA ASRAMA X DI KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI MASTURBASI DENGAN PERILAKU MASTURBASI SISWA ASRAMA X DI KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012 ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI MASTURBASI DENGAN PERILAKU MASTURBASI SISWA ASRAMA X DI KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012 Gilang Gumilang, 2010 Pembimbing I : Sri Nadya J Saanin,dr.,M.Kes

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seorang pengarang akan mencoba menggambarkan realitas yang ada ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. seorang pengarang akan mencoba menggambarkan realitas yang ada ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari sebuah proses gejolak dan perasaan seorang pengarang terhadap realitas sosial yang merangsang kesadaran pribadinya. Dengan kedalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok umur yang memegang tongkat estafet pembangunan suatu bangsa. Untuk itu, remaja perlu mendapat perhatian. Pada masa remaja seseorang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Itu lah sepenggal kata yang diucapkan oleh Mike Lucock yang

BAB I PENDAHULUAN. Itu lah sepenggal kata yang diucapkan oleh Mike Lucock yang I.1. Latar Balakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perempuan Kudu di rumah nyuci baju, ngurus suami, ngurus anak, masak, dan patuh dengan suami dan bila tidak dilakukan semua berarti itu haram!!. Itu lah sepenggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah salah satu media komunikasi massa yang memberikan. memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya (Sobur, 2004:127).

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah salah satu media komunikasi massa yang memberikan. memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya (Sobur, 2004:127). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Film adalah salah satu media komunikasi massa yang memberikan efek positif dan negatif bagi khalayak yang menontonnya. Beragam tema atau isu sosial yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja dalam memasuki masa peralihan tanpa pengetahuan yang memadai tentang seksual pranikah. Hal ini disebabkan orang tua merasa tabu membicarakan masalah seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan aset dan generasi penerus bangsa yang harus sehat secara jasmani, mental dan spiritual. Usia remaja merupakan fase umur penduduk yang sangat menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perorangan, kelompok ataupun organisasi tidak mungkin dapat terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. perorangan, kelompok ataupun organisasi tidak mungkin dapat terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia. Kehidupan manusia akan tampak hampa atau tiada kehidupan sama sekali apabila tidak ada komunikasi. Karena tanpa

Lebih terperinci

2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA

2015 KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GRAFIK... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya serta saran dari penulis yang menyangkut hasil penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya serta saran dari penulis yang menyangkut hasil penelitian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini penulis membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan dan tentunya dilihat dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya serta saran dari penulis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. dominasi kepentingan tertentu terhadap lainnya. Penekanan dari paradigma ini

METODE PENELITIAN. dominasi kepentingan tertentu terhadap lainnya. Penekanan dari paradigma ini III. METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis, di mana media massa dipahami berhubungan dengan kekuasaan dalam masyarakat dan dominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut seolah-olah berjalan dengan mulus. mewah yang dapat dibanggakan dan menjadi pusat perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut seolah-olah berjalan dengan mulus. mewah yang dapat dibanggakan dan menjadi pusat perhatian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial budaya, politik, ekonomi, teknologi, serta pertumbuhan penduduk yang cukup cepat, langsung atau tidak langsung telah mempengaruhi tatanan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab ini penulis akan membuat kesimpulan berdasarkan hasil data dan kajian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab ini penulis akan membuat kesimpulan berdasarkan hasil data dan kajian BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Pada bab ini penulis akan membuat kesimpulan berdasarkan hasil data dan kajian permasalahn penelitian. Maka dapat dikatakan bahwa hasil penelitian ini telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO), menguraikan bahwa kesehatan reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan lingkungan serta bukan semata-mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membawa masalah seks tidak lagi tabu untuk dibahas dan diperbincangkan oleh masyarakat khusunya di kalangan remaja. Hal tersebut terjadi akibat

Lebih terperinci

ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Permasalahan... 3 1.3 Tujuan Studi...

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. fungsi yaitu memberi informasi, mendidik, menghibur, dan

BAB IV ANALISIS DATA. fungsi yaitu memberi informasi, mendidik, menghibur, dan BAB IV ANALISIS DATA A. Pendahuluan Film merupakan salah satu media komunikasi massa mempunyai fungsi yaitu memberi informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Tetapi film lebih mengutamakan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman yang bertambah modern ini nilai-nilai yang bersifat baik atau nilai moral menjadi semakin berkurang didalam kehidupan bermasyarakat. Pergaulan yang salah dan terlalu

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB II LANDASAN TEORI A. Pengambilan Keputusan 1. Definisi pengambilan keputusan Menurut Terry (Syamsi, 1995) pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH FREKUENSI MENONTON BLUE FILM TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA

ANALISIS PENGARUH FREKUENSI MENONTON BLUE FILM TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 ANALISIS PENGARUH FREKUENSI MENONTON BLUE FILM TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA Andi Nurhayati 1, Laras Wangi 2, Bobby Poerwanto 3 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia perfilman Indonesia kebanyakan memang diwarnai dengan cerita horor

BAB I PENDAHULUAN. dunia perfilman Indonesia kebanyakan memang diwarnai dengan cerita horor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Film di bioskop tanah air sebagai media hiburan semakin marak dengan mengangkat berbagai tema, salah satunya bergenre horor. Beberapa tahun ini dunia perfilman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang berkembang dari masa pranatal hingga dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang berkembang dari masa pranatal hingga dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang berkembang dari masa pranatal hingga dewasa akhir. Sebelum masuk ke fase dewasa kita harus melewati satu fase terlebih dahulu yang disebut

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA KATA PENGANTAR

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Kenikmatan Visual Khalayak Ketika Menonton Adegan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan animo masyarakat, baik film yang bergenre Action, Drama,

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan animo masyarakat, baik film yang bergenre Action, Drama, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri perfiliman yang ada di Indonesia, saat ini dikategorikan sebagai industri kreatif dalam negeri. Apalagi di kota besar seperti di Jakarta, film sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja untuk memanjakan syahwatnya. Zoya Amirin, pakar psikologi seksual dari

BAB I PENDAHULUAN. remaja untuk memanjakan syahwatnya. Zoya Amirin, pakar psikologi seksual dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pornografi dan pornoaksi yang tumbuh subur di negeri kita memancing remaja untuk memanjakan syahwatnya. Zoya Amirin, pakar psikologi seksual dari UI, mengutip sexual

Lebih terperinci

Kata Kunci : seksual remaja, berpacaran, sumber informasi

Kata Kunci : seksual remaja, berpacaran, sumber informasi KORELASI SUMBER INFORMASI MEDIA DAN LINGKUNGAN PERGAULAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DALAM BERPACARAN (Studi Kasus pada Siswa Kelas XI di Satu SMA Kota Surakarta Tahun 01) * ), Dharminto** ), Yudhy

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, peneliti dapat

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, peneliti dapat BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ho diterima dan Ha ditolak. r=

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, globalisasi teknologi, dan informasi serta berbagai faktor lainnya turut mempengaruhi pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara pastilah menginginkan sebuah generasi penerus yang berkualitas dan mampu membawa bangsa dan negaranya menuju kesejahteraan. Harapan itu bisa terlihat pada

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI SKRIPSI PERBEDAAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI, PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT ATAS (SLTA) NEGERI DAN SWASTA DI KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media penyampaian informasi. Kekuatan media massa televisi paling mempunyai kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam alur ceritanya yang berbeda-beda. Film yang bertemakan horor yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. dalam alur ceritanya yang berbeda-beda. Film yang bertemakan horor yang banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern semakin banyak media hiburan film yang dapat dinikmati masyarakat.film merupakan sesuatu yang sudah dikenal oleh seluruh dunia.film merupakan media campuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode ketika terjadi perubahan kadar hormon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas (X) kontrol diri dan variabel

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI [LN 2008/181, TLN 4928]

UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI [LN 2008/181, TLN 4928] UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI [LN 2008/181, TLN 4928] BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 29 Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini masalah seksualitas masih menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tunagrahita merupakan bagian dari individu yang memiliki kebutuhan khusus. Salah satu cirinya adalah memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, sehingga kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diterima oleh masyarakat tanpa ada batasan ruang dan waktu. Hal ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. mudah diterima oleh masyarakat tanpa ada batasan ruang dan waktu. Hal ini tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa (media cetak, media elektronik, dan media bentuk baru) sangat berperan penting dalam terjadinya proses komunikasi massa dalam masyarakat. Dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuestioner Sikap Ibu terhadap Pendidikan Seks KUESTIONER SIKAP IBU TERHADAP PENDIDIKAN SEKS PADA PRAREMAJA USIA TAHUN

Lampiran 1 Kuestioner Sikap Ibu terhadap Pendidikan Seks KUESTIONER SIKAP IBU TERHADAP PENDIDIKAN SEKS PADA PRAREMAJA USIA TAHUN Lampiran 1 Kuestioner Sikap Ibu terhadap Pendidikan Seks KUESTIONER SIKAP IBU TERHADAP PENDIDIKAN SEKS PADA PRAREMAJA USIA 10 12 TAHUN Keterangan : SS : Sangat Setuju S : Setuju TS : Tidak Setuju STS :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual 1. Definisi Perilaku Seksual Sarwono (2005) mengungkapkan bahwa perilaku seksual adalah tingkah laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promiskuitas merupakan aktifitas seksual yang dilakukan dengan banyak atau lebih dari satu pasangan yang telah dikenal ataupun baru dikenal. Dampak perilaku promiskuitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). Tingkah laku yang

Lebih terperinci