BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Angka pernikahan di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Meskipun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Angka pernikahan di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Meskipun"

Transkripsi

1 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Angka pernikahan di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Meskipun demikian, tingginya angka pernikahan juga sejalan dengan peningkatan jumlah kasus perceraian yang terjadi di masyarakat. Pada tahun 2009 sampai 2013 terdapat kasus gugatan perceraian secara hukum yang telah berakhir dengan perceraian resmi. Data terbaru menunjukkan angka perceraian yang diputus pengadilan tinggi agama seluruh Indonesia sepanjang tahun 2014 mencapai kasus. Para ahli memperkirakan, terdapat 959 kasus setiap harinya di tahun 2015, sehingga angka di tahun 2014 bisa meningkat 2 kali lipat ( Perceraian adalah penyebab stres kedua tertinggi setelah kematian pasangan hidup (Gollop dkk., 2000). Perceraian diasosiasikan dengan penurunan kesejahteraan psikologis secara berkepanjangan (Lucas, 2005), dan meningkatkan risiko timbulnya penyakit fisik (Sbarra, Law, & Portley, 2011). Pada umumnya, orangtua akan lebih siap menghadapi perceraian dibandingkan dengan anak-anak mereka. Hal ini dikarenakan adanya proses berpikir dan pertimbangan panjang serta mendalam, sehingga membentuk suatu persiapan mental dan fisik menjelang dan sesudah perceraian. Tidak demikian halnya dengan anak yang harus

2 2 menerima keputusan orangtua tanpa adanya bayangan bahwa hidup mereka akan berubah. Anak akan mengalami reaksi emosi dan perilaku karena harus kehilangan salah satu orangtua mereka pasca perceraian. Sama halnya seperti orangtua mereka, anak juga merasa sedih, marah, takut, muncul penyangkalan dan rasa bersalah. Perasaan-perasaan tersebut dapat termanifestasi dalam bentuk perilaku seperti suka mengamuk, menjadi kasar, menjadi pendiam, tidak lagi ceria, tidak suka bergaul, sulit berkonsentrasi, tidak berminat pada tugas sekolah, sehingga nilai di sekolah menurun, suka melamun, terutama mengkhayalkan orangtuanya akan bersatu kembali (Gollop, 2000). Empat responden usia remaja akhir (18-20 tahun) yang orangtuanya bercerai melaporkan pada peneliti bahwa mereka merasa tidak percaya diri dengan keadaan mereka, merasa marah serta menyalahkan salah satu orangtua, bahkan diri sendiri, merasa turut berperan sebagai penyebab perceraian, serta merasa belum mampu menerima perceraian kedua orangtuanya. Anak yang orangtuanya bercerai akan membutuhkan dukungan, kepekaan dan kasih sayang yang lebih besar untuk membantunya mengatasi kehilangan yang dialaminya selama masa sulit tersebut (Cole, 2005). Anak yang gagal beradaptasi dalam menjalani perubahan pola kehidupan pasca perceraian orangtuanya akan membawa perasaan yang tidak nyaman hingga dewasa kelak. Perasaan-perasaan seperti ditolak, tidak berharga, dan tidak dicintai akan membentuk sikap takut gagal dan takut menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain atau lawan jenis (Cole, 2005). Pada jangka pendek, anak yang

3 3 orangtuanya bercerai menunjukkan penurunan prestasi akademik, mempunyai lebih banyak masalah perilaku, mengalami kesulitan menyesuaikan diri, memiliki harga diri yang lebih rendah, dan mengalami kesulitan dalam berhubungan interpersonal (Amato, 2000). Dampak perceraian pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor usia anak saat orangtuanya bercerai. Santrock (2003) menjelaskan bahwa respon terhadap perceraian pada usia anak-anak dipengaruhi oleh keterbatasan kognitif dan kecakapan sosial anak. Ketidakdewasaan kognitif pada anak dapat lebih menguntungkan nantinya pada saat anak beranjak remaja dan dewasa. Anak hanya akan memiliki sedikit ingatan mengenai rasa takut dan penderitaan pada saat perceraian orangtuanya dulu. Meskipun demikian, sepertiga dari anak-anak dari berbagai usia terus mengekspresikan kemarahan karena tidak bisa tumbuh dalam keluarga yang utuh. Perceraian menyebabkan munculnya emosi negatif pada anak di segala usia (Santrock, 2003). Penelitian oleh Amato (2000) menunjukkan bahwa remaja yang orangtuanya bercerai memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja yang orangtuanya tidak bercerai. Remaja yang orangtuanya bercerai juga memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk memiliki masalah sosial dan akademik dibandingkan dengan remaja dari keluarga yang utuh (Kelly & Emery, 2003). Freud menerangkan bahwa usia remaja berlangsung dari usia 12 hingga 20 tahun (Sunaryo, 2004). Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi

4 4 dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi, baik perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial (Tanner, 2004). Perubahan psikososial pada remaja dibagi dalam tiga tahap, yaitu remaja awal (early adolescent), pertengahan (middle adolescent), dan akhir (late adolescent). Rentang usia remaja tingkat akhir adalah tahun (Brooks, 2011). Perubahan psikososial yang ditemui pada remaja tingkat akhir antara lain, identitas diri menjadi lebih kuat, mampu memikirkan ide, mampu mengekspresikan perasaan dengan kata-kata, lebih menghargai orang lain, lebih konsisten terhadap minatnya, selera humor lebih berkembang, dan emosi lebih stabil. Selain itu, mereka lebih memperhatikan masa depan, termasuk peran yang diinginkan nantinya, sehingga kecemasan cenderung semakin meningkat pada usia ini. Remaja tingkat akhir juga cenderung mengembangkan teori pribadi mengenai lingkungan sosialnya, dan teori ini sangat mempengaruhi pembelajaran dan pemikiran mereka (Brooks, 2011). Perubahan psikososial pada remaja tingkat akhir menyebabkan segala pengalaman pahit yang pernah terjadi akan sangat membekas dan mempengaruhi penghayatan terhadap hubungan sosial bahkan diri mereka sendiri. Penghayatan diri pada remaja tingkat akhir juga disebabkan karena mereka memiliki kecenderungan untuk membanding-bandingkan keadaan dengan teman sebaya (Brooks, 2011). Penghayatan diri yang negatif dan kemampuan untuk mengembangkan teori pribadi mengenai kehidupan sosial menyebabkan timbulnya distorsi kognitif, sehingga mempengaruhi mental dan sikap remaja.

5 5 Penelitian oleh Shehan (2003) menjelaskan bahwa remaja yang orangtuanya bercerai merasa khawatir untuk menjalin komitmen karena bercermin dari pengalaman orangtua mereka. Mereka bahkan cenderung untuk melakukan perceraian pada pernikahannya kelak. Hal serupa juga dilaporkan oleh salah satu responden yang menyatakan tidak ingin berpacaran atau menikah karena khawatir hubungan pernikahannya kelak akan berakhir dengan perceraian. Perasaan kecewa, sedih, marah, menyalahkan diri sendiri hingga membentuk sikap takut berkomitmen dan menikah merupakan hal-hal negatif yang terjadi pada remaja yang orangtuanya bercerai. Hal-hal negatif ini menyebabkan remaja kesulitan untuk menerima keadaan dan cenderung menyalahkan pihak luar dan bahkan dirinya sendiri mengenai kondisi yang dialami. Hal-hal negatif tersebut juga merupakan penderitaan batin yang menjadi penanda kurangnya rasa belas kasih pada diri sendiri (self-compassion). Self-compassion akan mendorong seseorang untuk benar-benar memperhatikan penderitaannya dan mengembangkan sikap berbaik hati pada diri sendiri dalam menghadapi penderitaan tersebut (Neff, 2011). Penelitian terkini (Neely dkk., 2009; Barnard & Curry, 2011) menunjukkan bahwa orang-orang dengan self-compassion yang tinggi memiliki kepuasan hidup, kebahagiaan, kepercayaan diri, optimisme, keingintahuan, dan kebersyukuran yang juga tinggi, serta memiliki kecemasan, depresi, gangguan, ketakutan, atau kesalahan dan kemarahan yang rendah. Self-compassion membentuk seseorang menjadi lebih mengetahui dan lemah lembut terhadap

6 6 dirinya sendiri dalam menghadapi kesulitan-kesulitan atau merasakan kekurangan dan menerima penderitaan, kegagalan dan kekurangan tersebut sebagai bagian dari kondisi manusia, sehingga layak untuk mendapatkan rasa belas kasih (Neff, 2003a). Remaja yang orangtuanya bercerai cenderung untuk terus tenggelam dalam keadaan yang emosional sehingga memandang negatif diri sendiri dan masa depannya. Remaja tersebut secara tidak sadar terus menekan dirinya sendiri dan kehilangan rasa belas kasih terutama pada diri sendiri. Self-compassion juga dapat dikonsepkan sebagai suatu strategi dalam menghadapi masalah (Allen & Leary, 2010). Selama proses pembentukan selfcompassion, individu akan diajak untuk berani berhadapan dengan dirinya sendiri, mengakui perasaan-perasaan terdalam yang dimilikinya akan suatu masalah, memberikan kasih sayang pada dirinya sambil menerima masalah tersebut sebagai bagian dari kehidupan. Self-compassion melibatkan suatu keinginan untuk melakukan yang terbaik untuk diri sendiri untuk meminimalisir penderitaan di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki self-compassion akan menyadari bahwa kehidupan selalu menghadirkan 2 sisi, yaitu kebahagiaan dan penderitaan. Self-compassion yang dimiliki akan mengarahkan pada pemahaman untuk tidak melawan dualitas tersebut melainkan merengkuh keduanya dengan suka cita (Prama, 2013). Self-compassion secara konseptual terdiri atas 3 aspek, yaitu self kindness, common humanity, dan mindfulness (Neff, 2011). Self kindness berarti berbaik hati pada diri sendiri saat seseorang melakukan kesalahan. Sementara itu,

7 7 common humanity adalah menyadari bahwa segala pengalaman, baik positif maupun negatif, adalah bagian dari pengalaman semua manusia. Aspek terakhir adalah mindfulness yang mengandung pengertian bahwa membentuk perspektif yang seimbang terhadap suatu pemasalahan akan menyebabkan seseorang tidak terlalu terbawa emosi. Intervensi yang dikaitkan dengan variabel self-compassion adalah pelatihan mindful self-compassion atau pelatihan MSC (Germer & Neff, 2013). Aspek self kindness dan mindfulness mendapatkan perhatian khusus pada pelatihan ini. Sementara itu, aspek common humanity tidak banyak disentuh dalam pelatihan ini. Common humanity berkaitan erat dengan perasaan keterhubungan secara sosial (Pauley & McPherson, 2010). Kesadaran bahwa semua manusia adalah tidak sempuna, membuat kesalahan, dan memiliki tantangan hidup yang serius dapat difasilitasi oleh latihan interpersonal seperti berbagi cerita (Neff & Germer, 2012). Pengalaman yang dibagi bersama dengan orang-orang yang memiliki permasalahan yang sama dapat mengurangi perasaan terisolasi dan sendiri saat menghadapi suatu masalah. Berbagi pengalaman juga dapat mengajarkan cara terbaik untuk berbelas kasih dan menggunakan kata-kata yang suportif pada diri sendiri (Neff & Germer, 2012). Pada akhirnya, aspek lain dari self-compassion (yaitu self kindness dan mindfulness) juga dapat meningkat. Kegiatan saling berbagi cerita dan berdiskusi dapat diwujudkan dalam bentuk terapeutik melalui terapi kelompok suportif. Terapi kelompok suportif

8 8 berisi sekelompok individu dengan masalah yang sama, saling memberikan dukungan sosial dan emosional (Smith, Cummings, & Constantinides, 2010). Inspirasi bisa datang dari proses pengamatan dan refleksi terhadap pengalaman peserta lain. Terapi kelompok suportif sangat memungkinkan terjadinya proses pembelajaran sosial melalui imitasi dan modelling terhadap pengalaman peserta lain. Perubahan psikososial sepanjang usia remaja yang paling khas adalah peran teman sebaya (peer group) menjadi semakin signifikan. Kebanyakan remaja menghabiskan sebagian besar waktunya dalam kelompok, terutama pada temanteman sebaya mereka. Hal ini dikarenakan remaja cenderung lebih merasa nyaman dengan teman-teman sebayanya dibandingkan dengan orang dewasa (Aronson & Kahn, 2004). Terapi kelompok suportif yang mengandalkan interaksi dari sekelompok orang yang memiliki kesamaan masalah dan usia dapat berperan sebagai penampung emosi negatif pesertanya. Terapi kelompok suportif sekaligus menjadi tempat yang aman untuk berbagi pikiran dan pengalaman negatif. Proses pembelajaran dan dukungan yang diperoleh melalui anggota kelompok dapat menjadi sumber kekuatan individu untuk bangkit dan memperoleh energi baru (Smith, Cummings, & Constantinides, 2010). Terapi kelompok suportif memiliki perbedaan dengan terapi kelompok lainnya. Kebutuhan emosional individu dalam kelompok lebih diperhatikan daripada tujuan kelompok secara umum. Paleg dan Jongsma (2005) menjelaskan bahwa terapi kelompok suportif efektif untuk mengurangi perasaan negatif dan

9 9 membantu penyusunan rencana hidup jangka panjang. Kebutuhan emosi yang difasilitasi dan kesempatan untuk belajar dari pengalaman hidup orang lain didapatkan anggota secara non-direktif. Pengarahan secara langsung yang diberikan oleh terapis pada terapi kelompok tradisional tidak sesuai dengan karakteristik remaja. Remaja mengharapkan lingkungan sosialnya lebih memberikan kepercayaan bahwa mereka dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki (Brooks, 2011). Intervensi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Adlerian (Corsini dan Wedding, 2011) dengan asumsi bahwa semua perilaku individu terjadi dalam konteks sosial. Menurut Adler, proses psikoterapi memiliki 4 tujuan, yaitu: menentukan dan mempertahankan hubungan sosial yang baik, mengungkap dinamika emosi yang dialami oleh individu, termasuk gaya dan tujuan hidupnya serta menilai cara tersebut berpengaruh terhadap perjalanan hidup mereka, peningkatan pemahaman/insight melalui interpretasi, dan reorientasi. Ada 2 tujuan terapeutik yang diharapkan muncul dalam terapi kelompok suportif. Tujuan pertama merujuk pada outcome goals (hasil akhir proses terapi). Outcome goals mengacu pada perubahan perilaku dan emosi anggota kelompok setelah terapi berakhir. Perubahan perilaku dapat berupa peningkatan kemampuan interpersonal, keterampilan analisis masalah, dan atau kemampuan untuk bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan. Tujuan kedua merujuk pada process goal (proses selama terapi berlangsung). Tujuan ini melekat pada anggota kelompok selama proses terapi. Peningkatan level kenyamanan, kemauan untuk

10 10 terbuka dengan anggota kelompok lain, dan belajar untuk memberikan argumentasi terhadap pendapat anggota lain adalah beberapa contoh process goal (Jacobs, Masson, & Harvill, 2009). Dari penjabaran di atas, peneliti tertarik untuk memberikan terapi kelompok suportif untuk meningkatkan self-compassion pada remaja yang orangtuanya bercerai. B. Perumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan skor self-compassion pada kelompok remaja yang diberi terapi kelompok suportif dibandingkan dengan kelompok remaja yang tidak diberi terapi kelompok suportif? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti merumuskan tujuan penelitian adalah meningkatkan self-compassion remaja yang orangtuanya bercerai dengan terapi kelompok suportif.

11 11 D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi secara empiris dan aktual berkaitan dengan intervensi psikologi klinis dan psikologi positif, khususnya tentang self-compassion pada remaja yang orangtuanya bercerai. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan self-compassion remaja yang orangtuanya bercerai menggunakan terapi kelompok suportif. E. Keaslian Penelitian Self-compassion telah banyak didiskusikan selama berabad-abad pada filosofi timur, contohnya dalam agama Budha. Self-compassion sebagai suatu konstruk psikologi yang dapat diukur baru berkembang pada tahun 2003 oleh Kristin Neff. Hal ini menyebabkan penelitian mengenai self-compassion belum sebanyak variabel psikologi positif lainnya. Peneliti juga belum mendapati penelitian spesifik mengenai peningkatan self-compassion melalui terapi kelompok suportif, khususnya pada responden usia remaja yang orangtuanya bercerai. Penelitian mengenai self-compassion dan tema perceraian masih sangat jarang dilakukan. Penelitian mengenai self-compassion dan orang dewasa yang bercerai dilakukan oleh Sbarra, Smith, dan Mehl (2012). Pada penelitian tersebut,

12 responden yang berusia dewasa dan telah bercerai diminta untuk melakukan perekaman aliran kesadaran mengenai perceraian mereka selama 4 menit. Perekaman awal ini dilakukan di sebuah laboratorium. Sebanyak 4 orang juri disewa untuk menilai derajat self-compassion yang dimiliki oleh para responden. Penilaian para juri digunakan untuk memprediksi kekacauan emosi pada kehidupan sehari-hari para responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selfcompassion yang tinggi pada pengukuran awal berhubungan dengan rendahnya kekacauan emosi pada kehidupan sehari-hari, dan hasil ini ternyata memiliki dampak yang bertahan hingga 9 bulan kemudian. Penelitian ini membuktikan bahwa self-compassion memiliki implikasi untuk meningkatkan kualitas hidup orang yang bercerai. Kristin Neff sebagai pionir dari variabel self-compassion mengembangkan suatu intervensi yang bernama Pelatihan Mindful Self-Compassion (MSC) bersama Christopher Germer (2012). Pelatihan MSC berisi berbagai variasi meditasi, seperti meditasi cinta dan kebaikan serta pernapasan penuh kasih sayang. Selain itu, juga diberikan latihan sehari-hari seperti sentuhan lembut pada diri sendiri dan menulis surat self-compassion. Pelatihan tersebut diberikan terutama pada orang-orang yang pemalu dan seringkali mengkritik dirinya sendiri. Pelatihan ini lebih seperti seminar daripada terapi kelompok, karena peserta diminta untuk fokus pada kegiatan mempelajari kebiasaan baru (Germer & Neff, 2013). Pelatihan ini menawarkan pada peserta untuk melakukan dialog internal dan juga memberikan rasa aman serta perlindungan dari dalam diri.

13 13 Aspek self kindness dan mindfulness mendapatkan perhatian khusus pada pelatihan ini. Sementara, aspek common humanity kurang dikembangkan pada pelatihan tersebut. Penelitian mengenai peningkatan self-compassion juga dilakukan oleh Gilbert dan Procter (2006). Suatu pelatihan berbasis kelompok dikembangkan oleh Gilbert dan Procter dengan nama compassionate mind training (CMT). Studi perintis mengenai CMT dilakukan pada pasien rawat inap di rumah sakit. Para pasien adalah orang-orang yang memiliki sakit fisik yang disebabkan faktor psikologis. Para pasien memiliki kriteria sering mengkritik diri sendiri, memiliki peningkatan depresi yang signifikan, suka menyerang diri, pemalu, dan memiliki perasaan inferior. Setelah pelatihan CMT diberikan hampir semua pasien merasa siap untuk menghentikan program rawat inap karena merasa lebih baik. Penelitian terkait dengan terapi kelompok suportif dilakukan oleh Hidayati (2011) dengan judul Pengaruh Terapi Kelompok Suportif terhadap Kemampuan Mengatasi Perilaku Kekerasan pada Klien Skizofrenia di Rumah Sakit X. Penelitian melibatkan 42 orang pasien skizofrenia dari tiap bangsal jiwa yang ada di rumah sakit X. Klien telah mendapatkan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan klien mengatasi kekerasan sebelum dan sesudah diberikan terapi kelompok suportif. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dijabarkan, keaslian yang ditawarkan pada penelitian ini adalah topik, responden, dan intervensi yang

14 14 diberikan. Peneliti belum menemukan penelitian terkait dengan terapi kelompok suportif untuk meningkatkan self-compassion pada remaja yang orangtuanya bercerai. Keaslian intervensi juga terdapat pada materi psikoedukasi, yaitu penjelasan mengenai kondisi dan dinamika psikologis anak yang yang orangtanya bercerai. Penelitian ini memilih responden yang spesifik, yaitu remaja tingkat akhir yang orangtuanya bercerai. Untuk teori, aspek, dan alat ukur dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala dari publikasi penelitian Kristin Neff sebagai pionir variabel self-compassion ke dalam konstruk psikologi.

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik di SMA memasuki masa late adolescence yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. Santrock (2007) menjelaskan, remaja mengalami berbagai perubahan

Lebih terperinci

SUPPORTIVE GROUP THERAPY TO INCREASE SELF-COMPASSION IN TEENAGERS WHOSE PARENTS ARE DIVORCED

SUPPORTIVE GROUP THERAPY TO INCREASE SELF-COMPASSION IN TEENAGERS WHOSE PARENTS ARE DIVORCED SUPPORTIVE GROUP THERAPY TO INCREASE SELF-COMPASSION IN TEENAGERS WHOSE PARENTS ARE DIVORCED Rio Dwi Setiawan Faculty of Psychology and Socio-Cultural Sciences Islamic University of Indonesia riodwisetiawan@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest control group design

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest control group design 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimen dengan model rancangan penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest control group design (Neuman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan yang pertama ditemui oleh setiap individu dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia. Keluarga menjadi struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome adalah penyakit yang merupakan kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Selama 10 tahun saya menjanda, tidak ada pikiran untuk menikah lagi, karena pengalaman yang tidak menyenangkan dengan perkawinan saya. Tapi anak sudah besar,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan teknik survey menggunakan kuesioner. Penelitian deskriptif adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan masa dimana setiap individu mengalami perubahan yang drastis baik secara fisik, psikologis, maupun lingkup sosialnya dari anak usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Profesi perawat diharapkan dapat membantu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. SELF COMPASSION Self-compassion merupakan konsep yang diadaptasi dari filosofi budha tentang cara mengasihi diri sendiri layaknya rasa kasihan ketika melihat orang lain mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap individu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dalam keluarga membuat remaja akan merasakan bahwa dirinya

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dalam keluarga membuat remaja akan merasakan bahwa dirinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang remaja sangat membutuhkan orang tua untuk dapat mengembangkan dirinya dan memenuhi kebutuhannya. Terpenuhinya segala kebutuhan dan adanya penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 14 persen. Total dokter yang dibutuhkan secara nasional hingga tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. 14 persen. Total dokter yang dibutuhkan secara nasional hingga tahun 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan terhadap tenaga dokter di seluruh dunia terus meningkat hingga 14 persen. Total dokter yang dibutuhkan secara nasional hingga tahun 2014 mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun

BAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perjalanan hidup manusia dewasa, pada umumnya akan masuk masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun mulai tumbuh saat orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap ancaman bahaya kebakaran (Kidokoro, 2008; Sufianto dan Green, 2011). Kota

BAB I PENDAHULUAN. terhadap ancaman bahaya kebakaran (Kidokoro, 2008; Sufianto dan Green, 2011). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kawasan permukiman padat adalah ruang di kawasan perkotaan yang paling rentan terhadap ancaman bahaya kebakaran (Kidokoro, 2008; Sufianto dan Green, 2011).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua

BAB I PENDAHULUAN. orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita berharap pasangannya terus menerus menjadi kekasih, teman, orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua (Santrock, 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deskripsi cantik fisik, setiap orang punya paham sendiri-sendiri. Orang

BAB I PENDAHULUAN. Deskripsi cantik fisik, setiap orang punya paham sendiri-sendiri. Orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deskripsi cantik fisik, setiap orang punya paham sendiri-sendiri. Orang Indonesia mengasosiasikan cantik adalah wanita yang memiliki ciri-ciri antara lain berkulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Mahasiswa yang dimaksud adalah individu yang berada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO), jumlah remaja di dunia cukup tinggi. Pada tahun 2012 sekitar 1,6 miliar orang di dunia berusia 12-24 tahun (WHO, 2012). Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia atau lansia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006). Keberadaan panti

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia atau lansia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006). Keberadaan panti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Panti jompo merupakan rumah tempat memelihara dan merawat orang lanjut usia atau lansia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006). Keberadaan panti jompo di tengah

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Purwanto, 1998). Periode ini dianggap sebagai masa-masa yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Compassion 1. Pengertian Self Compassion Menurut pendapat Neff (2011) self compassion adalah mememberikan pemahaman dan kebaikan kepada diri sendiri ketika mengalami kegagalan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DAN WAWANCARA KLINIS

KOMUNIKASI DAN WAWANCARA KLINIS TUJUAN KOMUNIKASI DAN WAWANCARA KLINIS R. NETY RUSTIKAYANTI, M.KEP 2017 Mengidentifikasi faktor individu dan lingkungan yang mempengaruhi komunikasi Mendiskusikan perbedaan komunikasi verbal dan non verbal,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dari hasil pembahasan yang berkaitan dengan upaya menjawab tujuan penelitian serta saran yang berkaitan dengan simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana anak mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai masa remaja dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis pada kehidupannya. Pada saat anak dirawat di Rumah Sakit banyak hal yang baru dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan yang dianut oleh penduduknya. Masing-masing agama memiliki pemuka agama. Peranan pemuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merantau merupakan salah satu fenomena sosial yang memiliki dampak luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong seseorang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

juga kelebihan yang dimiliki

juga kelebihan yang dimiliki 47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu dapat mencapai tujuan hidup apabila merasakan kebahagian, kesejahteraan, kepuasan, dan positif terhadap kehidupannya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupan. Masyarakat membutuhkan layanan kesehatan seperti

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupan. Masyarakat membutuhkan layanan kesehatan seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini kesehatan menjadi satu hal yang penting dalam menjalani kehidupan. Masyarakat membutuhkan layanan kesehatan seperti Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi seorang sarjana merupakan gerbang awal bagi mahasiswa untuk memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu universitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah sebuah komitmen legal dengan ikatan emosional antara dua orang untuk saling berbagi keintiman fisik dan emosional, berbagi tanggung jawab,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah individu yang mengalami tumbuh kembang, mempunyai kebutuhan biologis, psikologis dan spiritual yang harus dipenuhi. Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci